Kajian Morfologi dan Agroekologi Tumbuhan Sambiloto (Andrographis Paniculata Ness) di Berbagai Habitat
KAJIAN MORFOLOGI DAN AGROEKOLOGI TUMBUHAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness) DI BERBAGAI HABITAT
Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Agronomi
Oleh : INTAN ASIH DAMAYANTI H0105064 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN KAJIAN MORFOLOGI DAN AGROEKOLOGI TUMBUHAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness) DI BERBAGAI HABITAT
yang dipersiapkan dan disusun oleh: Intan Asih Damayanti
H0105064
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 10 Juni 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Kedudukan
Nama dan NIP
Tanda Tangan Ketua
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 195602251986011001
Anggota I
Dr. Ir. Mth. Sri Budiastuti, MP NIP. 195912051985032001
Anggota II
Dr. Ir. Subagiya, MP____ NIP. 196102271988031004
Surakarta, Mengetahui, Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS
NIP. 19551217 198203 1 003
commit to user
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirabbilalamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi dengan judul “KAJIAN MORFOLOGI DAN AGROEKOLOGI TUMBUHAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata
Ness) DI BERBAGAI HABITAT” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Mth. Sri Budiastuti, MP selaku pembimbing pendamping yang banyak memberi arahan, masukan, saran, sumbangan pemikiran dan semangat.
3. Ir. Subagya, MP selaku dosen pembahas yang telah memberi masukan dan saran.
4. Drs. Didik Suroto, MP selaku pembimbing akademik yang banyak memberi bimbingan.
5. Keluarga di Madiun tercinta yang selalu mendoakan untuk keberhasilanku.
6. Teman-teman Agronomi 2005 (nominolima) yang banyak memberi dukungan dan bantuan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, April 2010
Penulis
commit to user
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 38
A. Kesimpulan .................................................................................... 38
B. Saran ............................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 39 LAMPIRAN .................................................................................................
42
commit to user
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Morfologi Sambiloto di Berbagai Habitat .............................................. 16
2. Habitus Sambiloto di Berbagai Habitat ................................................... 17
3. Faktor Lingkungan Berbagai Habitat Sambiloto ..................................... 20
4. Vegetasi Sambiloto di Bawah Tegakan Dataran Rendah Bromo ............ 23
5. Vegetasi Sambiloto di Pekarangan (Agroforestri) Dataran Rendah Bromo....................................................................................................... 24
6. Vegetasi Sambiloto di Bawah Tegakan Dataran Menengah Jumantono . 25
7. Vegetasi Sambiloto di Pekarangan Dataran Menengah Jumantono ........ 26
8. Vegetasi Sambiloto di Pekarangan Dataran Tinggi Tawangmangu ........ 27
commit to user
DAFTAR GAMBAR
1. Bentuk Batang Sambiloto ........................................................................ 14
2. Bentuk Percabangan Sambiloto ................................................................. 14
3. Bentuk dan Kedudukan Daun Sambiloto ................................................... 15
4. Akar Sambiloto........................................................................................... 15
5. Bunga Sambiloto ........................................................................................ 15
6. Buah Sambiloto .......................................................................................... 15
7. Grafik Kandungan Kimia Tanah ................................................................ 21
8. Grafik Curah Hujan Karanganyar .............................................................. 21
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
1. Perbandingan Tinggi Tanaman Sambiloto pada Lahan Pekarangan Tiap Elevasi.............................................................................................. 42
2. Perbandingan Tinggi Tanaman Sambiloto di Bawah Tegakan Tiap Elevasi ...................................................................................................... 42
3. Perbandingan Daun Sambiloto di Bawah Tegakan .................................. 43
4. Perbandingan Daun Sambiloto pada Lahan Pekarangan ......................... 43
5. Gambar Sambiloto di Berbagai Habitat ................................................... 44
6. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah ....................................................... 45
7. Analisis Vegetasi Di Bawah Tegakan Dataran Rendah ........................... 46
8. Analisis Vegetasi Pekarangan Dataran Rendah ....................................... 48
9. Analisis Vegetasi Di Bawah Tegakan Dataran Menengah ...................... 49
10. Analisis Vegetasi Di Pekarangan Dataran Menengah ............................. 50
11. Analisis Vegetasi Di Pekarangan Dataran Tinggi.................................... 51
12. Hasil Analisis Kimia Tanah ..................................................................... 52
THE STUDY OF CREAT’S (Andrographis paniculata Ness.) MORPHOLOGY AND AGROECOLOGY IN THE VARIOUS
HABITAT
Intan Asih Damayanti 1) , Prof. Dr. Ir.Bambang Pujiasmanto, MS 2) dan
Dr. Ir. Mth. Sri Budiastuti, MP 3)
ABSTRACT
Creat is one of potential medicinal flora in Indonesia. All part of creat can be used as medicine because of andrograpolid that usefull for medicating some diseases such as to cure fever, cholera, diabetes, anti-bacterial, liver disorder and maintan endurance. This plant commonly found wildly in the open area or under the tree and it has not been cultivated properly. It makes no assurance of quality and threatens the sustainability of creat germplasm. So the proper cultivation of creat is needed for preventing genetic erosion. The aim of this research is to identify the morphology and agroecological of creat and to determine the most suitable area for its growth.
The research is conducted in three altitude differences (Bromo: <400 masl, Jumantono: 400-700 masl, Tawangmangu: >700 masl) from June until September 2009. Two types of land use system (yard and under the tree) are taken at every elevation. Purposive random sampling is used for determining sample plot (20 m x 20 m for tree, 5m x 5 m for herbaceous, 1 m x 1 m for grass). There is no different morphology of creat in the three altitudes with the following description of herbs form, seeds, leafy single, square stems, taproot, compound interest shape bunches of white patches of reddish purple. This plant can be found at altitude of 0-864 masl both on yard and under the tree except at >700 masl just found in yard. Creat grows 0-13 % of slope, 13.64 until 206.7 watt m -2 of light
intensity, 31-36°C of temperatures, and 52-62 % of humidity. Creat can grow on all soil types with organic C content of low to high (1.04-4.44 %) and low to high organic matter (1.88-7.66 %). N total is very low to high (0.1-0.52 %), available P is low to moderate (11.38-20.66 ppm), exchangable K is low to moderate (0.29-0.42 me%) and pH slightly sour to slighqtly alkaline (5.7-7.85). The highest INP of creat (1.265) is found at 400-700 masl under the tree and the lowest is at <400 masl beneath the tree (0.2702).
Key word: creat, morphology, agroecology
Student of Agronomy Agriculture Faculty Sebelas Maret University Surakarta with the student’s number H0105064
3) Agronomy Agriculture Faculty Sebelas Maret University Surakarta Agronomy Agriculture Faculty Sebelas Maret University Surakarta
KAJIAN MORFOLOGI DAN AGROEKOLOGI TUMBUHAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness.) DI BERBAGAI HABITAT
Intan Asih Damayanti 1) ,
Bambang Pujiasmanto 2) , Sri Budiastuti 3)
ABSTRAK
Pemanenan sambiloto secara langsung dari alam tanpa ada tindakan budidaya untuk menjaga kelestarian plasma nutfah sambiloto dapat menyebabkan erosi genetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi morfologi dan agroekologi tumbuhan sambiloto serta untuk mengidentifikasi habitat yang paling sesuai untuk budidaya sambiloto.
Penelitian dilaksanakan pada tiga ketinggian tempat (Bromo: <400 mdpl, Jumantono: 400-700 mdpl, Tawangmangu: >700 mdpl) mulai bulan Juni-September 2009. Setiap elevasi diambil dua tipe penggunaan lahan yaitu di bawah tegakan dan pekarangan. Petak sampel ditetapkan secara acak memihak (purposive Random Sampling) dengan luas petak sampel untuk pohon 20m x 20m, herba 5m x 5m, dan rumput 1m x 1m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa morfologi sambiloto di berbagai habitat tidak berbeda dengan deskripsi yang tersedia yaitu berupa herba, berbiji, berdaun tunggal, batang segi empat, akar tunggang, bunga majemuk berbentuk tandan berwarna putih bercak ungu kemerahan. Sambiloto dapat ditemukan pada ketinggian 0-864 mdpl pada kedua jenis penggunaan lahan kecuali pada dataran tinggi hanya ditemukan pada lahan pekarangan. Kemiringan lereng 0-13%, intensitas cahaya 13,64-206,7 watt m -2 , suhu 31-36°C, kelembaban udara 52-62%. Sambiloto dapat tumbuh pada semua jenis tanah dengan kandungan C organik rendah sampai tinggi (1,04-4,44%) dan bahan organik rendah
sampai tinggi (1,88-7,66%). N total sangat rendah sampai tinggi (0,1-0,52%), P tersedia rendah sampai sedang (11,38-20,66 ppm), K tertukar rendah sampai sedang (0,29-0,42 me%) dan pH agak masam sampai agak basa (5,7-7,85). INP sambiloto tertinggi terdapat pada dataran menengah di bawah tegakan (1,265) dan terendah pada dataran rendah di bawah tegakan (0,2702).
Kata kunci: sambiloto, morfologi, agroekologi
1)
Mahasiswa Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H0105064
2) 3)
Dosen Pembimbing Utama Dosen Pembimbing Pendamping
commit to user
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) merupakan salah satu kekayaan flora yang cukup potensial di Indonesia. Tumbuhan sambiloto hampir seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Tumbuhan sambiloto mengandung senyawa andrographolid yang bermanfaat untuk mengobati beberapa jenis penyakit diantaranya sebagai bahan obat tradisional untuk obat penguat, demam, disentri, kolera, diabetes, sakit paru-paru, influenza, bronkitis, anti diare, anti fertilitas, dan anti bakteri. Selain itu dapat juga menyembuhkan gangguan liver serta menjaga ketahanan tubuh. Simplisia sambiloto merupakan 50 simplisia utama yang digunakan dalam industri obat tradisional.
Akhir-akhir ini kecenderungan masyarakat untuk kembali ke alam demi pola hidup yang sehat dan alami semakin besar termasuk di dalamnya melalui eksplorasi dan optimalisasi pemanfaatan tumbuhan-tumbuhan obat. Indonesia merupakan salah satu daerah tropis yang sangat potensial untuk menghasilkan sambiloto. Sambiloto dapat hidup di dataran rendah sampai dataran tinggi. Tumbuhan ini banyak tumbuh secara liar di daerah terbuka maupun di bawah tegakan. Namun demikian, tumbuhan ini belum banyak dibudidayakan oleh masyarakat bahkan sering dianggap sebagai tumbuhan pengganggu atau gulma, sehingga lambat laun tanaman sambiloto mengalami erosi genetik.
Pada umumnya sambiloto dipanen secara langsung dari alam sehingga mengancam kelestarian plasma nutfah tumbuhan ini. Berhubung sambiloto banyak dijumpai tumbuh secara liar, maka ketersediaan tumbuhan ini masih sangat terbatas. Dalam lingkup yang lebih luas, pemanenan sambiloto tidak memiliki jaminan kualitas produk yang baik (produksi sambiloto sangat dipengaruhi oleh lingkungan). Dengan demikian, kepastian mutu produk tidak dapat ditentukan. Pengambilan sambiloto yang dilaksanakan terus memerus tanpa upaya budidaya yang tepat akan mengancam keberadaan plasma nutfah
commit to user
sambiloto. Berdasarkan pengalaman itulah diperlukan pembudidayaan secara terus-menerus agar keberadaan plasma nutfah sambiloto dapat dilestarikan.
Mengingat manfaat yang besar bagi kesehatan, maka budidaya tanaman ini sangat diperlukan. Hal ini juga dipicu oleh suatu kondisi bahwa budidaya sambiloto belum banyak ditemukan dan bahkan kajian spesifik terhadap sambiloto khususnya terhadap morfologi dan ekologi masih sangat jarang. Dalam rangka domestikasi tumbuhan sambiloto, baik kiranya untuk mengembangkan penelitian agronomi tentang tumbuhan tersebut. Domestikasi merupakan sebuah usaha untuk memperluas habitat sehingga bukan hanya tumbuh di habitat aslinya. Kegiatan domestikasi bermanfaat untuk mengetahui lingkungan yang sesuai untuk kegiatan budidaya.
Hal lain yang mendukung perlunya penelitian ini:
a. Sambiloto masih dianggap sebagai tumbuhan liar dan cenderung dipanen secara langsung tanpa memperdulikan keberlanjutan tanaman ini.
b. Domestikasi tanaman untuk meningkatkan ketersediaan plasma nutfah melalui teknik budidaya yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman ini.
c. Agar diperoleh kondisi yang tepat, kajian morfologi dan ekologi untuk menemukan lokasi budidaya yang sesuai bagi pertumbuhan sambiloto sangat diperlukan.
B. Perumusan Masalah
Sambiloto merupakan salah satu tumbuhan obat yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Tumbuhan sambiloto sering tumbuh secara liar di tanah-tanah pekarangan bercampur dengan tanaman lainnya, sehingga perlu adanya pengenalan tanaman dan distribusi tanaman sambiloto serta lingkungan tumbuh yang sesuai untuk pertumbuhan sambiloto. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah pertumbuhan sambiloto menghendaki suatu kondisi geografi tertentu?
2. Bagaimana keragaman morfologi sambiloto dan apakah dipengaruhi oleh kondisi geografi?
commit to user
3. Apakah pertumbuhan sambiloto ditentukan oleh kondisi lingkungan tertentu?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian antara lain adalah untuk :
1. Mengidentifikasi morfologi dan agroekologi tumbuhan sambiloto di berbagai habitat.
2. Mengidentifikasi habitat asli tumbuhan sambiloto yang paling sesuai untuk budidaya tanaman sambiloto.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian antara lain:
1. Memberi wawasan baru dalam ilmu pengetahuan tentang tumbuhan
sambiloto yang selama ini belum dikaji secara mendalam.
2. Memberikan rekomendasi kepada masyarakat dimana tumbuhan sambiloto dapat dibudidayakan.
3. Sebagai upaya dalam pelestarian plasna nutfah tumbuhan sambiloto.
commit to user
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Sambiloto (Andrographis paniculata Ness)
Sambiloto adalah tanaman liar yang diduga berasal dari India. Tanaman yang sangat pahit ini dipatenkan sebagai obat anti HIV oleh sebuah perusahaan Farmasi Jerman. Sementara di Indonesia, Dirjen POM, Departemen Kesehatan RI, menetapkan Sambiloto sebagai salah satu dari sembilan tanaman obat unggulan yang sudah diuji secara klinis. Tanaman sambiloto berkembang baik dengan biji atau stek batang (Schatzi, 2008).
Berdasarkan data BPOM tahun 2002, tumbuhan ini hampir seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Diantaranya anti diare, anti fertilitas, dan anti bakteri. Dapat juga menyembuhkan demam dan gangguan liver serta menjaga ketahanan tubuh. Simplisia sambiloto merupakan 50 simplisia utama yang digunakan dalam industri obat tradisional (Yusron dan Januwati, 2004).
Menurut data spesimen herbarium di Herbarium Bogoriensis, sambiloto sudah ada sejak tahun 1893. Penyebaran sambiloto meliputi Jawa, Sumatera (utara, Barat, dan Bangka), Sulawesi tengah, Kepulauan Nusa Tenggara (Sumba, Flores, Timor) dan Kepulauan Maluku (Halmahera) (Utami, 2003).
Tumbuhan sambiloto (Andrographis paniculata Ness) dapat tumbuh pada ketinggian 0-1600 m dpl (Winarto, 2003). Sementara dalam referensi yang lain tumbuhan sambiloto hanya dapat tumbuh sampai pada ketinggian 700 m dpl (Tampubolon, 1980). Umumnya pendapat bahwa tumbuhan sambiloto dapat hidup pada ketinggian 0-1600 m dpl lebih diterima oleh para ahli.
Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) merupakan tanaman herba dengan tinggi rata-rata 40-90 cm, tumbuh subur di daerah tropis pada ketinggian antara 1-700 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini banyak terdapat di daratan Asia, selain di Indonesia juga banyak terdapat di India, Vietnam dan Malaysia. Sambiloto di Indonesia dikenal dengan nama takila,
commit to user
bidara, ki peurat (Sunda, papaitan (Maluku), ampadu (Padang). Di India disebut kalmegh, chuan xin lian (Cina), green cireta (Inggris), sambiloto juga dikenal dengan sebutan king of bitter atau si raja pahit karena rasanya yang memang teramat sangat pahit disebabkan adanya kandungan zat aktif
andrographolid yang berkhasiat obat (Anonim c , 2007).
Menurut Prapanca (2008), klasifikasi tumbuhan sambiloto adalah : Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisio
: Magnoliophyta (berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Spesies : Andrographis paniculata Nees
Sedangkan menurut Rusmin (2007), sambiloto tergolong tanaman terna (herba), tumbuh tegak dengan tinggi 30 – 100 cm, tanaman semusim dengan rasa pahit. Batang berkayu, dengan cabang yang banyak. Sambiloto adalah suatu terna yang berdiri tegak. Tinggi pohon dapat mencapai 90 cm. Batangnya berbentuk segi empat dan bercabang banyak. Letak daun berhadap- hadapan berupa daun tunggal yang bentuknya memanjang dan tepi daunnya rata. Bunga sambiloto berwarna putih atau ungu, tersusun dalam rangkaian berupa tandan yang tumbuh pada ujung-ujung tangkai. Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun. Bentuk buah memanjang sampai jorong, terdri dari dua rongga. Setiap rongga berisi tiga sampai tujuh biji yang bentuknya gepeng (Tampubolon, 1980).
Respon tanaman sebagai akibat faktor lingkungan terlihat pada penampilan tanaman (perfomance). Tanaman berusaha menanggapi kebutuhan khususnya selama siklus hidup, kalau faktor lingkungan tidak mendukung. Tanggapan ini dapat terlihat berupa perubahan morfologis ataupun proses
commit to user
fisiologis. Walaupun genotipnya sama, dalam lingkungan berbeda, penampilan akan berbeda (Jumin, 2002).
Fenotipe tanaman dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan lingkungan. Suatu karakter yang dipengaruhi oleh gen tidak akan berkembang secara baik tanpa disertai keadaan lingkungan yang sesuai. Sebaliknya keadaan optimal tidak akan menyebabkan suatu karakter berkembang secara baik tanpa didukung oleh gen yang diperlukan (Allard dan Bradshaw, 1964 cit Kusandriyani dan luthfy, 2006).
B. Ekologi Tumbuhan
Ekologi didefinisikan sebagai pengkajian hubungan organisme- organisme hidup dan lingkungannya, atau ilmu hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup dan lingkungannya (Odum, 1993). Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif. Beberapa parameter kualitatif komunitas tumbuhan antara lain: fisiognomi, fenologi, periodisitas, stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, daya hidup, dan bentuk pertumbuhan. Parameter kuantitatif meliputi densitas, freekuensi, luas penutupan, indeks nilai penting, indek dominansi, indek kesamaan, dan homogenitas suatu komunitas (Indriyanto, 2006). Ekologi tanaman meliputi tiga aspek yaitu agronomi, fisiologi tanaman dan klimatologi pertanian yang saling berhubungan timbal balik. Faktor fisik seperti sinar matahari, perubahan suhu, ketersediaan air dan faktor meteorologi lainnya merupakan kajian klimatologi yang langsung berpengaruh terhadap aspek fisiologis tanaman. Aspek-aspek fisiologis tanaman sebagai pengaruh faktor lingkungan merupakan suatu pertimbangan untuk mengelola tanaman, agar diperoleh produksi yang maksimum (Jumin, 2002).
Kaitan faktor-faktor lingkungan satu sama lainnya mempengaruhi fungsi fisiologis dan morfologis tanaman. Respon tanaman sebagai akibat faktor lingkungan terlihat pada penampilan tanaman (performance). Tanaman berusaha menanggapi kebutuhan khususnya selama siklus hidup, kalau faktor lingkungan tidak mendukung. Tanggapan ini dapat terlihat berupa perubahan
commit to user
morfologis ataupun proses fisiologis. Walaupun genotifnya sama, dalam lingkungan berbeda, penampilan tanaman akan berbeda (Jumin, 2002).
Perubahan faktor lingkungan seketika, seperti perubahan suhu, kelembaban relatif, radiasi matahari dan angin akan menghasilkan respon jangka pendek. Suhu udara akan mempengaruhi suhu tanaman dan kehilangan air pada tanaman. Radiasi matahari berpengaruh terhadap respirasi dan fotosintesis. Kelembaban udara mempengaruhi kehilangan air. Kecepatan angin mempengaruhi kehilangan air pada tanaman. Bila perubahan lingkungan terjadi terus-menerus sampai satu periode perkembangan tanaman atau lebih, tanaman secara berangsur-angsur mengubah proses fisiologisnya melalui proses adaptasi/penyesuaian. Adaptasi tanaman dapat berupa aklimatisasi yang bersifat sementara dan naturalisasi yang bersifat perubahan tetap dan terbentuk karakter baru. Proses adaptasi akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bila adaptasi ini ini berlanjut sampai beberapa keturunan akan terjadi perubahan genetis dalam kromosom atau gen sehingga perlu dilakukan domestikasi (Jumin, 2002).
Banyak spesies mempunyai kebutuhan habitat yang mengkhususkan atau memerlukan petak-petak hutan dengan tajuk tertutup yang sinambung. Penyebaran lokal dan kelangkaan relatif dari kebanyakan spesies tropik yang memiliki arti, bahkan hanya sepetak hutan kecil yang di rusak dapat mengakibatkan banyak spesies yang hilang sama sekali atau punah secara lokal. Jika satu spesies saja hilang, maka spesies yang lain akan terpengaruh karena adanya saling ketergantungan antarspesies. Kemerosotan biodiversity mengakibatkan terjadinya pemusnahan terbesar informasi genetik dari kekayaan gudang genetik dunia yang telah disusun selama evaluasi berjuta- juta tahun. Padahal, tumbuhan hutan tropis sebagian besar aspeknya belum diketahui semua dan diantaranya mengandung bahan yang berguna bagi penyembuhan penyakit manusia (Arief, 2005).
Tekanan penduduk dan tekanan ekonomi yang semakin besar, mengakibatkan pengambilan hasil hutan semakin intensif. Penebangan hutan juga dilakukan untuk kepentingan mengubah hutan menjadi ladang pertanian
commit to user
atau perkebunan. Akibat dari gangguan-gangguan hutan tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan fungsi hutan. Perubahan-perubahan tersebut lebih menekankan ke arah fungsi ekonomi dengan mengabaikan fungsi sosial atau fungsi ekologis (Balitbang Jatim, 2008). Masyarakat memanen langsung dari alam tanpa memperdulikan kelanjutan dari tumbuhan tersebut. Hal lain yang merupakan akibat dari ketergantungan masyarakat pada alam ini adalah fluktuasi hasil. Artinya, hasil panen tidak menentu dari waktu ke waktu. Dengan demikian tidak bisa diprediksikan continuitasnya (Jokopriyambodo, 2001; Yusron et al., 2004). Jenis dan varietas tumbuhan lokal berpotensi bagi kebutuhan manusia, baik tumbuhan yang masih liar maupun yang sudah dibudidayakan. Telah dibuktikan adanya manfaat dalam penangkaran varietas yang diperbaiki atau yang sangat khusus dari kerabat dekat jenis tanaman budidaya. Di sisi lain, pengetahuan tentang sebagian besar jenis dan varietas tumbuhan liar yang berpotensi sangatlah sedikit. Komunitas baru juga sering ditemukan hanya tempat dan letaknya yang sulit dijangkau manusia untuk dilakukan penelitian lebih lanjut (Arief, 2005).
Di habitat asal, sambiloto bisa hidup di antara tegakan hutan, berarti toleran terhadap naungan. Produktivitas simplisia sambiloto terbaik diperoleh pada naungan 20% . Sehingga sambiloto dapat ditanam dalam pola tumpang sari dengan tanaman pangan seperti jagung. Pemilihan tanaman jagung sebagai naungan cukup ideal karena jagung berbatang lurus dan tata letak daunnya teratur sehingga persentase intensitas kerapatan sinar matahari dapat diatur melalui kerapatan jarak tanam, serta dapat meningkatkan produktivitas lahan dan menambah pendapatan petani (Pitono et al., (1996) dan Sanchez (1993) cit Pribadi, E. R. 2007).
commit to user
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bulan Juni 2009 sampai September 2009 di Bromo, Jumantono dan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Survei komunitas tumbuhan sambiloto dilaksanakan di Bromo dengan ketinggian <400 mdpl, Jumantono dengan ketinggian 400-700 mdpl dan Tawangmangu dengan ketinggian >700 mdpl di Kabupaten Karanganyar. Setiap elevasi diambil dua tipe penggunaan tanah yaitu di bawah tegakan dan lahan pekarangan.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan sambiloto. Alat yang digunakan antara lain : GPS, altimeter, higrometer, termometer, kompas, klinometer, lux meter, kamera digital, buku identifikasi tanaman dan rol meter.
C. Cara Kerja Penelitian
1. Rancangan Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan membuat petak penelitian yang ditetapkan secara acak memihak (purposive random sampling). Metode penetapan petak contoh dan analisis vegetasi dengan metode jalur berpetak. Luas petak pengamatan untuk pohon 20m x 20m, herba 5m x 5m dan rumput 1m x 1m. Penelitian dilakukan dengan membuat petak-petak pengamatan di areal hutan wisata Bromo, lahan agroforestri, dan dataran menengah Jumantono di bawah tegakan. Petak-petak penelitian dibuat secara acak dengan jarak 5-10 m. Pada lahan pekarangan petak disesuaikan dengan luas dan kondisi pekarangan.
2. Pelaksanaan Penelitian Tumbuhan diidentifikasi dengan cara membandingkan antara tumbuhan contoh (specimen) dengan kunci determinasi (descriptors) Steenis (1978). Ciri morfologi ialah karakter kualitatif dengan pengamatan daun, batang, akar dan bunga. Evaluasi keberadaan sambiloto masih banyak
commit to user
dijumpai atau sudah langka diketahui dari jumlah individu di tiap komunitas.
Komposisi tumbuhan dikelompokkan berdasarkan habitus yang dibedakan atas jumlah familia (suku), genus (marga) dan spesies (jenis). Komposisi vegetasi dalam suatu habitat dibedakan dengan cara sebagai berikut:
a. Pohon Pohon adalah tumbuhan berkayu, tinggi, diameter > 10 cm dan hanya mempunyai satu batang utama.
b. Herba Herba adalah tumbuhan setahun atau tahunan, tinggi 0,5-2 m dan tidak berbatang kayu.
c. Rumput Rumput adalah tumbuhan yang tergolong berperawakan kecil, berbatang kecil, beruas dengan daunyang biasanya kecil memanjang seperti pita, bunga berbentuk bulir dan buah berupa biji-bijian
(Anonim a , 2005).
D. Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah
1. Morfologi tumbuhan sambiloto
a. Batang
Bentuk, warna dan percabangan diketahui dengan pengamatan terhadap batang secara langsung.
b. Daun
1) Bentuk daun Bentuk daun diketahui langsung dengan pengamatan terhadap daun.
2) Panjang daun Panjang daun diukur dari pangkal daun sampai ujung daun.
commit to user
3) Lebar daun Lebar daun diukur dari sisi daun yang ada di bagian tengah dari sisi kiri sampai sisi kanan daun.
c. Akar
1) Sistem perakaran Pengamatan dilakukan dengan mencabut tanaman dan melihat apakah sistem perakarannya tunggang atau serabut.
2) Warna akar Warna akar diketahui langsung dengan pengamatan terhadap akar.
d. Bunga
1) Bentuk bunga Bentuk bunga diketahui langsung dengan pengamatan terhadap bunga.
2) Warna bunga Pengamatan dilakukan dengan melihat apakah warna bunganya putih atau merah muda.
2. Habitus/ Perawakan Tumbuhan
a. Tinggi tumbuhan Tinggi tumbuhan diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh.
b. Diameter batang Diameter batang diketahui dengan mengukur diameter pada batang.
c. Jumlah cabang primer Cabang primer adalah cabang yang keluar dari batang.
d. Jumlah daun Jumlah daun diketahui dengan menghitung seluruh daun yang ada dalam tumbuhan.
e. Panjang akar Panjang akar diketahui dengan mengukur akar dari pangkal akar sampai ujung akar.
commit to user
f. Jumlah cabang akar Jumlah cabang akar diketahui dengan menghitung tiap cabang akar dalam satu tumbuhan.
3. Informasi kondisi alam habitat asli sambiloto
1) Ketinggian tempat
2) Jenis tanah
3) pH tanah
4) Kandungan C, N,P dan K tanah dianalisis di laboratorium.
5) Suhu udara
6) Kelembaban udara
7) Intensitas cahaya
4. Kerapatan tumbuhan Kerapatan tumbuhan (K) diketahui dengan menghitung jumlah individu suatu spesies tumbuhan (ni) pada luas tertentu (A) di suatu tempat,
dengan rumus:
5. Kerapatan Relatif (KR) Kerapatan relatif diketahui dengan membagi kerapatan suatu spesies (Ki) dengan jumlah kerapatan seluruh spesies (å K) dikalikan 100%, dengan
6. Frekuensi (F) Frekuensi diketahui dengan membagi jumlah petak sampel yang mengandung suatu spesies (å Xni) dengan jumlah seluruh petak sampel
(åX), dengan rumus:
F=
Xni
(3)
commit to user
7. Frekuensi Relatif (FR) Frekuensi relatif diketahui dengan menghitung persentase perbandingan antara frekuensi suatu spesies (Fi) dengan jumlah frekuensi seluruh
spesies (åF), dengan rumus: FR =
8. Dominansi (D) Dominansi diketahui dengan menghitung kedudukan dalam hal ini luas area yang ditumbuhi oleh sejenis tumbuhan (ai) pada luas tertentu (A) di
suatu tempat, dengan rumus: D =
ai
(5)
9. Dominansi Relatif (DR) Dominansi relatif diketahui dengan menghitung persentase perbandingan antara dominansi suatu spesies (Di) dengan dominansi seluruh spesies
(å D), dengan rumus:
10. Indeks Nilai Penting Nilai penting diketahui dengan menjumlahkan kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR) dan dominansi relatif (DR), dengan rumus:
INP : KR+FR +DR
(7)
E. Analisis Data
Data dianalisis menggunakan metode deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis organ-organ dan karakteristik sambiloto. Membandingkan tanaman dari setiap lokasi pengamatan dilakukan dengan cara identifikasi morfologi. Menjelaskan perbedaan morfologi di masing-masing habitat dan penggunaan lahan sesuai dengan kondisi lingkungan.
commit to user
14
IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil penelitian
1. Morfologi Sambiloto
Sambiloto yang ditemukan terdiri atas sambiloto muda dan sambiloto dewasa. Sambiloto dewasa lebih besar dan sudah menghasilkan bunga dan biji. Batang sambiloto berbentuk segi empat dan batang yang tua membulat. Jenis batang sambiloto termasuk batang yang berkayu dengan satu batang yang tumbuh lurus ke atas (Gambar 1). Sambiloto memiliki bentuk percabangan yang saling bersilang berhadapan. Cabang tumbuh serong ke atas pada batang utama (Gambar 2). Pada batang tua yang keras memiliki internodia yang lebih pendek daripada batang muda yang memiliki internodia lebih panjang. Tinggi tumbuhan sambiloto dapat mencapai 91,8 cm (Tabel 1.2).
Gambar 1. Bentuk Batang Sambiloto . Gambar 2. Bentuk Percabangan. Kedudukan daun pada batang sambiloto adalah berhadapan dan bersilang. Bentuk daun lanset dengan pangkal dan ujung daun runcing. Bagian tepi daun rata dengan warna daun hijau mengkilat. Panjang daun sambiloto dapat mencapai 13 cm dengan lebar mencapai 3,1 cm (Gambar 3). Sambiloto memiliki sistem perakaran tunggang yang berwarna coklat muda hingga coklat. Sambiloto dewasa memiliki bulu-bulu akar yang lebih banyak dan lebih panjang daripada sambiloto muda (Gambar 4). Bunga sambiloto berwarna putih dengan bercak ungu kemerahan. Bunga
commit to user
sambiloto berupa bunga majemuk berbentuk tandan yang tumbuh pada ketiak daun atau ujung percabangan. Bunga sambiloto memiliki 5 kelopak bunga yang berbelah 4 dan pangkalnya saling berlekatan dengan ujung runcing. Benang sari berjumlah dua dengan kepala sari berbentuk membulat berwarna ungu (Gambar 5). Sambiloto memiliki satu putik dengan kepala putik berwarna ungu. Sambiloto dewasa telah menghasilkan biji. Buah sambiloto berbentuk runcing dengan panjang mencapai 2,1 cm. Buah muda berwarna hijau dan buah tua berwarna coklat atau coklat kehitaman. Dalam satu buah terdapat 10 sampai 12 biji (Gambar 6).
Gambar 3. Bentuk dan kedudukan daun. Gambar 4. Akar Sambiloto.
Gambar 5. Bunga Sambiloto. Gambar 6. Buah Sambiloto.
commit to user
Tabel 1.1. Tabel Morfologi Sambiloto di Berbagai Habitat
VARIABEL PENGAMATAN
DATARAN RENDAH
BROMO
DATARAN MENENGAH
JUMANTONO
DAT. TINGGI TAWANGMANGU
DI BAWAH
TEGAKAN
AGROFORESTRI
DI BAWAH
TEGAKAN
PEKARANGAN PEKARANGAN 1. MORFOLOGI A. BATANG a. Bentuk Batang
Segi
empat, Berkayu, batang tua membulat
Segi
empat
berkayu, batang tua membulat
Segi
empat, Berkayu, batang tua membulat
Segi
empat, Berkayu, batang tua membulat
Segi empat, Berkayu, batang tua membulat
b. Warna Batang
Hijau c. Bentuk
Percabangan
Bersilang berhadapan
Bersilang berhadapan
Bersilang berhadapan
Bersilang berhadapan
Bersilang berhadapan
B. DAUN
a. Bentuk Daun
Lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata,
Lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata,
Lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata,
Lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata,
Lanset, ujung dan pangkal
runcing, tepi rata, bersilang berhadapan, warna hijau kemerahan
b. Panjang Daun
8,2-10,8 cm
6,9-10,9 cm
7,9-10,3 cm
11-13 cm
2,8-6,7 cm c. Lebar Daun
2-2,6 cm
1,7-2,9 cm
1,9-2,5 cm
2,7-3,1 cm
0,9-1,4 cm C. AKAR a. Sistem Perakaran
Tunggang b. Warna Akar
Coklat
Coklat
Coklat muda- Coklat
Coklat
Coklat D. BUNGA
a. Bentuk Bunga
Majemuk, tandan di ketiak daun, kelopak berujung
runcing berjumlah 5 dengan pangkal berlekatan, benang sari 2, kepala sari membulat ungu, putik 1, kepala putik berwarna
ungu, mahkota berbelah 4 dengan
pangkal
berlekatan
Majemuk, tandan di ketiak daun, kelopak berujung
runcing berjumlah 5 dengan pangkal berlekatan, benang sari 2, kepala sari membulat ungu, putik 1, kepala putik berwarna
ungu,
mahkota berbelah 4 dengan
pangkal
berlekatan
Majemuk, tandan di ketiak daun, kelopak berujung
runcing berjumlah 5 dengan pangkal berlekatan, benang sari 2, kepala sari membulat ungu, putik 1, kepala putik berwarna
ungu, mahkota berbelah 4 dengan
pangkal
berlekatan
Majemuk, tandan di ketiak daun, kelopak berujung
runcing berjumlah 5 dengan pangkal berlekatan, benang sari 2, kepala sari membulat ungu, putik 1, kepala putik berwarna
ungu, mahkota berbelah 4 dengan
pangkal
berlekatan
Majemuk, tandan di ketiak
daun, kelopak
berujung runcing berjumlah 5 dengan
pangkal berlekatan, benang sari 2, kepala sari membulat
ungu, putik 1, kepala putik berwarna
ungu, mahkota berbelah 4 dengan
pangkal berlekatan
b. Warna Bunga
dalam : putih bercak ungu
berambut halus
dalam : putih bercak ungu
berambut halus
dalam : putih bercak ungu
berambut halus
dalam : putih bercak ungu
kemerahan.
Luar
putih berambut halus
dalam : putih bercak ungu
kemerahan. Luar
: putih berambut halus
E. BUAH a. Bentuk Buah
Meruncing b. Panjang Buah
1,2-1,9 cm
1,6-1,8 cm
1,4-1,9
1,6 cm
1,6-2,1 cm c. Jumlah Biji Per
Buah
10-12 biji
11-12 biji
11-12 biji
12 biji
11-12 biji
d. Warna Buah
Muda : hijau, Tua : coklat kehitaman
Muda : hijau, Tua : coklat
Muda : hijau, Tua : coklat kehitaman
Muda : Hijau, Tua : Coklat
Muda : Hijau, Tua : Coklat
Berdasarkan tabel 1.1, sambiloto merupakan tumbuhan berbiji yang dapat tumbuh di berbagai habitat. Ciri-ciri morfologi tumbuhan sambiloto sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitarnya. Bagian-bagian dari tumbuhan yang dapat terpengaruh oleh lingkungan ini
commit to user
diantaranya adalah daun, batang, cabang primer, bunga, buah, biji dan akar.
Tanaman sambiloto di dataran tinggi memiliki tinggi tanaman paling rendah tetapi memiliki jumlah cabang yang lebih banyak. Selain itu, jumlah daun lebih banyak tetapi ukuran daun baik panjang maupun lebar daun paling kecil. Tipe percabangan pada sambiloto di dataran tinggi Tawangmangu lebih tegak dibanding sambiloto yang tumbuh di tempat lain. Warna daun pada sambiloto yang tumbuh di Bromo dan Jumantono baik di bawah tegakan maupun pekarangan berwarna hijau. Tetapi sambiloto yang tumbuh di Tawangmangu memiliki warna daun kemerahan. Tabel 1.2. Habitus Sambiloto di Berbagai Habitat
Variabel Pengamatan
DATARAN RENDAH
BROMO
DATARAN MENENGAH JUMANTONO
DAT. TINGGI TAWANG MANGU
Di Bawah
Tegakan
Agroforestri
Di Bawah
Tegakan
Pekarangan Pekarangan
A. Tinggi Tanaman
66,2-70,7 cm
26,4-91,8 cm
60-62 cm
50,6-77,3 cm 34,8-44,6 cm
B. Diameter Batang
0,2-0,4 cm
0,3-0,7 cm
0,3-0,4 cm
0,7 cm 0,2-0,3 cm
C. Jumlah Cabang Primer
D. Jumlah Daun
52-89 32-257
E. Panjang
Akar
8,8-16,7 cm
2,5-23 cm
15,5-18,9 cm
10,2-21,6 cm 9,8-12,9 cm
F. Jumlah Cabang Akar
12-16 buah
4-14 buah
12-14 buah
8-15 buah 14-16 buah
2. Agroekologi Sambiloto
a. Topografi
1. Dataran Rendah (Bromo, Karanganyar)
a) Di Bawah Tegakan (Hutan)
Dataran rendah Bromo terletak pada 07°34.946' LS dan 110°59.671' BT sampai 07°35.030' LS dan 110°59.700' BT. Topografi lokasi penelitian agak bergelombang dan berbukit. Penelitian ini dilaksanakan menjelang musim kemarau. Petak- petak penelitian dibuat pada bagian kiri dan kanan jalan. Bagian kanan lebih rendah daripada jalan sedangkan bagian kiri jalan
commit to user
lebih tinggi daripada jalan dan terjal. Posisi sebelah selatan dan barat hutan terdapat sungai yang mengalir ke arah barat kemudian berbelok ke utara dan pada waktu penelitian air yang mengalir sangat sedikit. Sambiloto lebih banyak ditemukan pada bagian kiri suatu bangunan daripada di bagian kanan bangunan. Bagian depan bangunan merupakan areal hutan yang bebas dari semak dan hanya terdiri dari pohon pinus dan mahoni sehingga tidak ditemukan adanya sambiloto di daerah tersebut.
b) Pekarangan (Agroforestri)
Topografi agroforestri dataran rendah Bromo terletak pada 07°34.946' LS dan 110°59.671' BT sampai 07°35.030' LS dan 110°59.700' BT. Topografi lokasi penelitian agak bergelombang dan berbukit. Petak-petak penelitian dibuat di sisi kanan jalan mengikuti arah jalan ke arah timur (pada sisi jalan juga terdapat parit). Parit tersebut tidak terdapat aliran maupun genangan air. Sambiloto dapat ditemukan di sekitar parit dengan tanah yang lebih lunak daripada bagian lain.
2. Dataran Menengah (Jumantono, Karanganyar)
a) Di Bawah Tegakan (Tegal)
Topografi daerah Jumantono terletak pada ketinggian 501 m dpl dan posisi 07°40’.145'’ LS dan 111°02’.602’' BT. Lokasi penelitian sedikit bergelombang dan berbukit. Di sebelah selatan, tanah lebih tinggi dan banyak ditumbuhi bambu. Sedangkan ke arah utara tanah semakin menurun dan banyak tumbuh pepohonan antara lain pohon durian, alpukat dan cengkeh. Bagian lahan yang datar di sebelah utara lokasi penelitian terdapat sebuah rumah penduduk (pemilik lahan). Sambiloto dapat ditemukan secara tersebar dari bawah rumpun bambu sampai di sekitar rumah.
commit to user
b) Pekarangan
Topografi daerah Jumantono terletak pada ketinggian 503 mdpl dan posisi 07°39’842'’ LS dan 111°02’890’' BT. Lahan yang diamati berupa tanah pekarangan dari rumah penduduk yang datar. Pada tanah pekarangan tersebut terdapat taman yang ditanami berbagai macam tanaman hias. Sambiloto tumbuh diantara tanaman hias di taman tersebut.
3. Dataran Tinggi (Tawangmangu, Karanganyar)
a) Di Bawah Tegakan (Tegal)
Topografi daerah Tawangmangu terletak pada ketinggian 721-797 mdpl dan posisi 07°34.946' LS dan 110°59.671' BT sampai 07°35.030' LS dan 110°59.700' BT. Lahan yang digunakan merupakan tanah tegal dari penduduk setempat. Lahan tegal tersebut terdapat berbagai jenis pohon antara lain pohon mangga, cengkeh, dan pisang. Selain itu terdapat juga tanaman ketela pohon, tetapi pada daerah Tawangmangu tidak ditemukan adanya tumbuhan sambiloto yang tumbuh di bawah tegakan.
b) Pekarangan
Topografi dataran tinggi Tawangmangu terletak pada ketinggian 721-864 mdpl dan posisi 07°34.946' LS dan 110°59.671' BT sampai 07°35.030' LS dan 110°59.700' BT. Lokasi penelitian berupa tanah pekarangan beberapa rumah penduduk yang terdapat tumbuhan sambiloto. Penelitian dimulai dari terminal Tawangmangu ke arah utara kemudian ke arah timur menelusuri jalan-jalan perkampungan. Tanah pekarangan yang dijadikan lokasi penelitian terdapat taman dengan berbagai tanaman hias. Sambiloto tumbuh diantara tanaman hias di taman- taman tersebut.
commit to user
b. Faktor Lingkungan Pertumbuhan sambiloto sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi diantaranya adalah suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, kelembaban tanah dan kemiringan lahan. Faktor lingkungan tersebut berbeda-beda sesuai dengan ketinggian tempat dan penggunaan lahan (di bawah tegakan dan pekarangan) (Tabel 2.1). Tabel 2. 1. Faktor Lingkungan Berbagai Habitat Sambiloto
Faktor Lingkungan
Dataran Rendah Bromo
Dataran Menengah
Jumantono
Dataran Tinggi Tawangmangu
Di Bawah Tegakan
Pekarangan
Di Bawah Tegakan
Pekarangan Pekarangan
Suhu Udara
(°C)
33 32 32 36 31 Kelembaban
Udara (RH)
Cahaya (Watt/m²)
c. Kimia Tanah Tanah di Tawangmangu di bawah tegakan memiliki kandungan
C Organik dan BO yang sangat tinggi. Namun demikian, di daerah Tawangmangu tegakan tidak ditemukan sambiloto. Kandungan N total tertinggi juga terdapat pada daerah Tawangmangu Tegakan. Kandungan P tersedia tertinggi terdapat pada daerah Tawangmangu pekarangan dan kandungan K tertukar tertinggi terdapat pada daerah Bromo agroforestri. Data lengkap disajikan pada gambar 7.
commit to user
Gambar 7. Grafik kandungan kimia tanah.
d. Curah Hujan Klasifikasi iklim Schmidth dan Ferguson menunjukkan bahwa wilayah Karanganyar termasuk dalam zona iklim C (agak basah) dengan nilai Q 57,15 dan memiliki 4 bulan kering. Curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2070 mm.th -1 , curah hujan tertinggi pada bulan Maret sebesar 387 mm dan curah hujan terendah pada bulan Agustus sebesar 8 mm (Gambar 8).
Gambar 8. Grafik curah hujan wilayah Karanganyar.
commit to user
3. Analisis Vegetasi
a. Dataran Rendah (Bromo, Karanganyar)
1) Di Bawah Tegakan (Hutan)
Dataran rendah Bromo di bawah tegakan berupa hutan sehingga memiliki keragaman vegetasi yang tinggi. Pada daerah ini ditemukan 38 jenis tumbuhan. Tumbuhan yang memiliki nilai INP tertinggi adalah Chimanoronsoe (puspa) 0,469; Cleodendron seratum (senggugu) 0,359 dan Helicteres isora L. (puteran) 0,250 (Tabel 3.1)
2) Pekarangan (Agroforestri)
Pekarangan di dataran rendah Bromo berupa lahan agroforestri. Pada penggunaan lahan ini ditemukan 21 jenis tumbuhan. Tumbuhan yang memiliki nilai INP tertinggi pada lahan ini adalah Cleodendron seratum (senggugu) 0, 402; Caesalpinia sapan (secang) 0,376 dan Balleria prionitis (landep kuning) 0,324 (Tabel 3.2).
b. Dataran Menengah (Jumantono, Karanganyar)
1) Di Bawah Tegakan (Tegal)
Dataran menengah di bawah tegakan berupa lahan tegal sehingga keragaman vegetasi cukup tinggi. Pada penggunaan lahan ini ditemukan 23 jenis tanaman. Tumbuhan dengan nilai INP tertinggi adalah Andrographis paniculata Ness. (sambiloto) 1,265; Ageratum conidaes (rumput bandotan) 1,133 dan Urena lobata Linn. (pulutan) 1,133 (Tabel 3.3).
2) Pekarangan
Dataran menengah pekarangan berupa sebuah taman sehingga vegetasinya sedikit. Pada penggunaan lahan ini ditemukan 14 jenis tumbuhan. Tumbuhan yang paling dominan dengan nilai INP tertinggi adalah rumput Elasgrostis tenella L. 1,223; Cosmos caudatus Kunth. (kenikir) 0,880 dan Andrographis paniculata Ness. (sambiloto) 0,494 (Tabel 3.4).
commit to user
Tabel 3.1. Tabel Vegetasi Sambiloto di Bawah Tegakan Dataran Rendah Bromo
1 Ficus sp. (Gondang)
0,002 0,010 0,032 2 Ageratum sp. (Wedusan)
0,020 0,085 0,163 4 Andrographis paniculata ( Sambiloto)
0,007 0,028 0,181 5 Arenga pinata (Lewung Kayu)
0,005 0,021 0,041 6 Caesalpania sapan (Secang)
0,010 0,041 0,140 7 Cassia sp.
0,002 0,007 0,022 8 Chimanoronsoe ( Puspa)
0,040 0,170 0,469 9 Cleodendron seratum (Senggugu)
0,022 0,093 0,359 10 Clitoria ternatea (Kembang Teleng)
0,002 0,006 0,067 11 Dioscprea hispida
0,003 0,011 0,128 13 Duri Sisir
0,001 0,006 0,059 14 Eugenia jambos (Jambu Hutan)
0,005 0,021 0,053 15 Ficus ribes (Preh)
0,014 0,059 0,174 17 Heliteres (Puteran)
0,038 0,164 0,250 18 Hibiscus tiliaceus L. (Waru)
0,002 0,007 0,022 19 Jacobinia carnea (Air Mancur)
0,000 0,001 0,016 20 Lantana camara L (Tembelekan)
0,001 0,003 0,017 21 Letsia sinensis (Adem Ati)
0,005 0,023 0,081 22 Moringa oleifera (Kelor)
0,008 0,035 0,095 24 Ricinus communis ( Jarak)
0,002 0,010 0,025 25 Rubus niveus (Arbei)
0,000 0,001 0,018 26 Sauropus androgynus (Katu)
0,023 0,099 0,182 27 Solanum torvum (Terung Pokak)
0,001 0,005 0,029 28 Stachytarpheta jamaicensis L.vahl. (Pecut Kuda)
0,002 0,007 0,024 29 Syzgium cumini (Duwet)
0,003 0,012 0,112 30 Urena lobata Linn. (Pulutan)
0,007 0,031 0,096 31 Zodia sp.
1 Cyperus rotundus (Teki)
0,083 0,169 0,422 3 Pennisetum purpureum (Rumput Gajah)
0,017 0,034 0,151 4 Rumput Rayapan
1 Bombax ceiba L. (Randu Alas) 2 Pinus merkusii
(Pinus) 3 Swietenia macrophylla King (Mahoni)
commit to user
Tabel 3.2. Tabel Vegetasi Sambiloto di Pekarangan (agroforestri) Dataran Rendah Bromo
B. Area
D DR INP
Herba
1 Ageratum conyzoides L. (Bandotan)
0,11 0,06
0,86 0,14
0,0026 0,026 0,23 2 Andrographis paniculata (Sambiloto)
0,35 0,19
0,86 0,14
0,0077 0,078 0,41 3 Avverhoa bilimbi L. (Belimbing Wuluh)
0,03 0,02
0,29 0,05
0,0026 0,026 0,09 4 Balleria prionitis (Landep Kuning)
0,17 0,09
0,86 0,14
0,0041 0,042 0,27 5 Bouganvillea sp (Duri Sisir)
0,01 0,00
0,29 0,05
0,0540 0,548 0,60 6 Caesalpinia sapan (Secang)
0,60 0,33
0,14 0,02
0,0004 0,004 0,36 7 Chimanoronsoe (Puspa)
0,01 0,01
0,29 0,05
0,0096 0,097 0,15 8 Cleodendron seratum (Senggugu)
0,24 0,13
0,29 0,05
0,0010 0,010 0,19 9 Clitoria ternatea L (Kembang Teleng)
0,05 0,03
0,14 0,02
0,0002 0,002 0,0 10 Elephantopus scaber L. (Tapak Liman)
0,11 0,06
0,71 0,11
0,0005 0,005 0,18 11 Mimosa pudica (Putri Malu)
0,05 0,03
0,43 0,07
0,0082 0,084 0,18 12 Ruellia tuberosa(Ceplikan)
0,03 0,02
0,29 0,05
0,0003 0,003 0,06 13 Stacytarpheta jamaicensis L. Vahl. (Pecut Kuda)
0,01 0,01
0,14 0,02
0,0014 0,014 0,04 14 Syzgium cumini (Duwet)
0,01 0,01
0,14 0,02
0,0002 0,002 0,03 15 Urena lobata Linn. (Pulutan)
0,01 0,01
0,29 0,05
0,0051 0,052 0,10 16 Zodia sp (Zodia)
1 Brachiaria reptans L. (Rumput Rayapan)
1 Cocos nucifera (Kelapa)
0,05 0,02
1,00 0,02 313,00 0,0500 0,006 0,05 2 Pinus merkusii (Pinus)
0,50 0,23 10,00 0,23
42,49 1,1250 0,138 0,59 3 Swietenia macrophylla King (Mahoni)
0,75 0,34 15,00 0,34
31,21 4,6875 0,574 1,26 4 Toona sinensis Merr. (Surian)
0,90 0,41 18,00 0,41
23,28 2,3040 0,282 1,10
commit to user
Tabel 3.3. Tabel Vegetasi Sambiloto di Bawah Tegakan (Tegal) Dataran
Menengah Jumantono
B. Area
D DR INP
Herba
1 Ageratum conidaes L. (Bandotan)
0,24 0,023
0,5 0,034
0,004 0,667 0,725 2 Andrographis paniculata (Sambiloto)
3,36 0,694
1 0,154
0,038 0,417 1,265 3 Alpinia galanga (Lengkuas)
0,12 0,025