Studi Pembuatan Yoghurt Bengkuang Instan Dengan Berbagai Konsentrasi Susu Bubuk Dan Starter

STUDI PEMBUATAN YOGHURT BENGKUANG INSTAN DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI SUSU BUBUK DAN
STARTER SKRIPSI
Oleh: RISKA AMELIA PURBA 080305017 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
Universitas Sumatera Utara

STUDI PEMBUATAN YOGHURT BENGKUANG INSTAN DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI SUSU BUBUKDAN
STARTER
SKRIPSI
Oleh: RISKA AMELIA PURBA 080305017 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi
Nama NIM Program Studi

: Studi Pembuatan Yoghurt Bengkuang Instan dengan Berbagai Konsentrasi Susu Bubuk dan Starter
: Riska Amelia Purba : 080305017 : Ilmu dan Teknologi Pangan


Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP Ketua

Mimi Nurminah, STP., M.Si. Anggota

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
RISKA AMELIA PURBA : Studi pembuatan yoghurt bengkuang instan dengan berbagai konsentrasi susu bubuk dan starter, dibimbing oleh Herla Rusmarilin dan Mimi Nurminah.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi susu bubuk dan starter yang sesuai untuk menghasilkan yoghurt bengkuang instan dengan karakteristik terbaik, selain itu juga untuk memperkenalkan produk olahan dari bengkuang serta untuk mengetahui cara pembuatan yoghurt bengkuang instan. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu konsentrasi susu bubuk (B): 14%, 15%, dan 16% dan konsentrasi starter (S): 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, dan 4%. Parameter yang dianalisa adalah total padatan, total padatan terlarut, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya larut, viabilitas, dan nilai organoleptik (aroma dan rasa).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi susu bubuk memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap total padatan, total padatan terlarut, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya larut, viabilitas, dan nilai organoleptik (aroma dan rasa). Konsentrasi starter memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap total padatan, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya larut, viabilitas, nilai organoleptik aroma dan rasa, dan berbeda nyata terhadap total padatan terlarut. Interaksi kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap total mikroba dan viabilitas. Konsentrasi susu bubuk 16% dan konsentrasi starter 4% memberikan hasil yang terbaik untuk mutu yoghurt bengkuang instan. Kata Kunci : yoghurt bengkuang instan, konsentrasi susu bubuk, dan konsentrasi starter.
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
RISKA AMELIA PURBA : Study of the making of instant juicy tuber yogurt with various concentration of milk powder and starter, supervised by Herla Rusmarilin and Mimi Nurminah.
This research was conducted to find the concentration of milk powder and starter that suitable for producing instant juicy tuber yogurt with the best characteritics, and also to introduce the refined products from juicy tuber and to find ways of making instan juicy tuber yogurt. This research had been performed using factorial completely randomize design with two factors, i.e the concentration of milk powder (B): 14% ,15% and 16% and the concentration of starter (S): 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, and 4%. Parameters analyzed were total solid, total soluble solid, protein content, total lactic acid, total microbe, solubility, viability, and organoleptic values (flavour and taste).
The results showed that the concentration of milk powder had highly significant effect on total solid, total soluble solid, protein content, total lactic acid, total microbe, solubility, viability, and flavour and taste. The concentration of starter also had highly significant effect on total solid, protein content, total lactic acid, total microbe, solubility, viability, and flavour and taste, and had a significantly effect on total soluble solid. The interaction of the two factors had highly significant effect on total microbe and viability. The concentration of milk powder of 16% and concentration starter of 4% produced the best quality of instant juicy tuber yogurt. Keywords : instant juicy tuber yogurt, concentration of milk powder, and concentration of starter.
Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gunung Bayu pada tanggal 14 Januari 1990 dari ayah A.L. Purba dan ibu S. Sinaga. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara.
Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bandar dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih program studi Ilmu dan Teknologi Pangan di Fakultas Pertanian USU.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota IMITP (Ikatan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan), sebagai anggota UKM KMK UP FP dan sebagai asisten praktikum di Laboratorium Teknologi Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PG. Kuala Madu dari bulan Juli sampai Agustus 2011.
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Pembuatan Yoghurt Bengkuang Instan dengan Berbagai Konsentrasi Susu Bubuk dan Starter”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Mimi Nurminah, STP., M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda A.L. Purba dan ibunda S. Sinaga serta kakak, abang dan adikku tersayang (abang Edward Purba, kakak Nurmiani Purba, dan adik saya Joan Purba) atas segala dukungan moril maupun materil, doa dan perhatiannya. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Progran Studi Ilmu Teknologi Pangan serta semua rekan mahasiswa stambuk 2008 yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Agustus 2012
Penulis
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
RISKA AMELIA PURBA : Studi pembuatan yoghurt bengkuang instan dengan berbagai konsentrasi susu bubuk dan starter, dibimbing oleh Herla Rusmarilin dan Mimi Nurminah.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi susu bubuk dan starter yang sesuai untuk menghasilkan yoghurt bengkuang instan dengan karakteristik terbaik, selain itu juga untuk memperkenalkan produk olahan dari bengkuang serta untuk mengetahui cara pembuatan yoghurt bengkuang instan. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu konsentrasi susu bubuk (B): 14%, 15%, dan 16% dan konsentrasi starter (S): 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, dan 4%. Parameter yang dianalisa adalah total padatan, total padatan terlarut, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya larut, viabilitas, dan nilai organoleptik (aroma dan rasa).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi susu bubuk memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap total padatan, total padatan terlarut, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya larut, viabilitas, dan nilai organoleptik (aroma dan rasa). Konsentrasi starter memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap total padatan, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya larut, viabilitas, nilai organoleptik aroma dan rasa, dan berbeda nyata terhadap total padatan terlarut. Interaksi kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap total mikroba dan viabilitas. Konsentrasi susu bubuk 16% dan konsentrasi starter 4% memberikan hasil yang terbaik untuk mutu yoghurt bengkuang instan. Kata Kunci : yoghurt bengkuang instan, konsentrasi susu bubuk, dan konsentrasi starter.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
RISKA AMELIA PURBA : Study of the making of instant juicy tuber yogurt with various concentration of milk powder and starter, supervised by Herla Rusmarilin and Mimi Nurminah.
This research was conducted to find the concentration of milk powder and starter that suitable for producing instant juicy tuber yogurt with the best characteritics, and also to introduce the refined products from juicy tuber and to find ways of making instan juicy tuber yogurt. This research had been performed using factorial completely randomize design with two factors, i.e the concentration of milk powder (B): 14% ,15% and 16% and the concentration of starter (S): 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, and 4%. Parameters analyzed were total solid, total soluble solid, protein content, total lactic acid, total microbe, solubility, viability, and organoleptic values (flavour and taste).
The results showed that the concentration of milk powder had highly significant effect on total solid, total soluble solid, protein content, total lactic acid, total microbe, solubility, viability, and flavour and taste. The concentration of starter also had highly significant effect on total solid, protein content, total lactic acid, total microbe, solubility, viability, and flavour and taste, and had a significantly effect on total soluble solid. The interaction of the two factors had highly significant effect on total microbe and viability. The concentration of milk powder of 16% and concentration starter of 4% produced the best quality of instant juicy tuber yogurt. Keywords : instant juicy tuber yogurt, concentration of milk powder, and concentration of starter.
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanaman bengkuang (Pachyrhizus erosus) telah dikenal dengan baik oleh
masyarakat Indonesia. Tanaman bengkuang mengandung pachyrhizon, rotenon, vitamin B1, dan vitamin C, selain itu umbi bengkuang mengandung inulin yang bermanfaat bagi kesehatan serta sering dimanfaatkan dalam pangan fungsional. Inulin merupakan polimer dari unit-unit fruktosa. Inulin bersifat larut di dalam air, tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, tetapi difermentasi mikroflora kolon (usus besar), sehingga inulin berfungsi sebagai prebiotik (Susanto, 2011).
Inulin tidak dicerna oleh enzim yang dihasilkan pankreas, perut atau bagian lain dari sistem pencernaan anak, namun inulin akan dipecah di saluran usus oleh enzim bakteria bifidobakteria. Bakteri sehat atau bifidobakteria ini mampu mencerna inulin. Inulin telah dibuktikan secara klinis dapat meningkatkan bifidobakteria sehat di dalam sistem pencernaan. Studi yang sama juga membuktikan bahwa inulin dapat membantu sistem daya tahan tubuh dan membantu penyerapan vitamin (Susanto, 2011).
Tanaman bengkuang membentuk umbi akar (cormus) berbentuk bulat atau membulat seperti gasing dengan berat mencapai 0,5 kg. Kulit umbinya tipis berwarna kuning pucat dan bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak manis. Umbinya mengandung gula, pati, fosfor dan kalsium. Umbi ini juga memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air sekitar 86-90%. Rasa manis berasal dari suatu oligosakarida yang disebut inulin, yang tidak bisa dicerna tubuh manusia (Wikipediaa, 2012). Sifatnya yang manis seperti gula dan sebagai
Universitas Sumatera Utara

penurun kalori sehingga baik untuk penderita diabetes. Inulin juga berperan dalam membantu tulang menyerap dan mengikat kalsium lebih kuat sehingga mencegah pengeroposan tulang (osteoporosis).
Umbi bengkuang umumnya digunakan untuk bahan rujak, asinan, manisan, atau dicampurkan dalam masakan tradisional seperti tekwan. Umbi bengkuang sebaiknya disimpan pada tempat kering bersuhu 12°C hingga 16°C. Suhu yang lebih rendah dapat mengakibatkan kerusakan. Penyimpanan yang baik dapat membuat umbi bertahan hingga 2 bulan (Wikipediaa, 2012).
Kesadaran masyarakat saat ini akan pentingnya kesehatan semakin meningkat. Salah satunya adalah dengan meningkatnya konsumsi produk-produk pangan fungsional. Salah satu produk pangan fungsional yang sedang berkembang saat ini adalah minuman susu fermentasi yang mengandung probiotik. Menurut Agrawal (2005), sekitar 65% produk pangan fungsional yang beredar saat ini merupakan produk pangan probiotik. Terdapat berbagai jenis produk yang telah dikenal luas mengandung probiotik, sebagian besar diantaranya merupakan produk turunan susu seperti kefir, yoghurt, susu fermentasi ‘yakult’, keju dengan Bifidus infantis, es krim dengan berbasis susu fermentasi, dan produk susu bubuk yang mengandung bifidus untuk anak-anak (Nuraida, dkk., 2011)
Yoghurt berasal dari susu hewan ternak yang kemudian ditambahkan dengan bakteri asam laktat yang akan membentuk asam laktat. Bakteri yang biasa digunakan dalam proses pembuatan yoghurt adalah bakteri Bifidobacterium sp., Lactobacillus sp., bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Bakteri-bakteri ini yang akan memicu proses fermentasi dari susu, mengubah laktosa susu menjadi asam laktat. Efek lain dari proses fermentasi
Universitas Sumatera Utara


adalah pecahnya protein pada susu yang menyebabkan tekstur susu menjadi kental. Hasil akhirnya susu akan terasa asam dan kental, inilah bentuk yoghurt dasar yang telah jadi.
Yoghurt bengkuang instan merupakan inovasi pangan yang diharapkan dapat membuat yoghurt lebih diminati masyarakat, karena pada kenyataannya terdapat beberapa golongan orang yang kurang menyukai yoghurt asli dikarenakan rasa asam dan bau amisnya, namun bau amis dari susu berkurang karena diproses selanjutnya menjadi bubuk yoghurt.
Pemanfaatan bengkuang umumnya masih sebagai bahan dasar untuk kosmetik dan sebagai bahan dasar obat, sedangkan pemanfaatan bengkuang menjadi produk olahan masih sangat terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan diversifikasi produk dari bengkuang, salah satunya adalah menjadi bentuk yoghurt bengkuang, sehingga bengkuang tidak hanya dapat dikonsumsi segar atau digunakan untuk bahan rujak, asinan, keripik, maupun manisan saja oleh masyarakat. Daya simpan yoghurt bengkuang relatif singkat (tidak tahan lama), pengamatan yang telah dilakukan pada studi pendahuluan menunjukkan penyimpanan yoghurt bengkuang di dalam lemari pendingin hanya bertahan 1 minggu, sehingga yoghurt bengkuang tersebut perlu dibuat menjadi bentuk instan untuk memperpanjang daya simpannya.
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian dengan memanfaatkan bengkuang sebagai pelengkap gizi dalam pembuatan yoghurt sehingga produk yang dihasilkan dapat berupa pangan fungsional yang dapat meningkatkan kesehatan dan juga sebagai inovasi pangan. Hal-hal tersebutlah
Universitas Sumatera Utara

yang mendorong penulis memilih judul “Studi Pembuatan Yoghurt Bengkuang Instan dengan Berbagai Konsentrasi Susu Bubuk dan Starter”.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi susu bubuk dan
starter yang sesuai untuk menghasilkan yoghurt bengkuang instan dengan karakteristik terbaik, selain itu juga untuk memperkenalkan produk olahan dari bengkuang serta untuk mengetahui cara pembuatan yoghurt bengkuang instan.
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan bengkuang pada penelitian ini adalah: 1. Sebagai sumber informasi kepada masyarakat adanya bentuk olahan yoghurt bengkuang instan, sebagai minuman fungsional yang berkhasiat dan tidak berbahaya atau yang dapat menimbulkan efek samping bagi kesehatan. 2. Sebagai bahan diversifikasi olahan umbi bengkuang menjadi produk yoghurt bengkuang instan. 3. Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hipotesis Penelitian Ada pengaruh konsentrasi susu bubuk dan starter serta interaksi antara keduanya terhadap pembuatan yoghurt bengkuang instan.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Bengkuang Bengkuang (Pachyrhizus erosus) dikenal dari umbi (cormus) putihnya
yang bisa dimakan sebagai komponen rujak dan asinan atau dijadikan masker untuk menyegarkan wajah dan memutihkan kulit. Tumbuhan yang berasal dari Amerika tropis ini termasuk dalam suku polong-polongan atau Fabaceae. Di tempat asalnya, tumbuhan ini dikenal sebagai xicama atau jícama. Orang Jawa menyebutnya sebagai besusu (Wikipediaa, 2012).
Bengkuang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak diminati oleh masyarakat sebagai bahan konsumsi. Bengkuang juga telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan produk-produk kecantikan seperti lulur bengkuang, handbody bengkuang, dan sebagainya. Namun demikian bengkuang masih belum dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga bengkuang bukanlah buah yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan berharga mahal (Williams, dkk., 1993).
Bagian umbinya dapat dimakan, namun bagian bengkuang yang lain sangat beracun karena mengandung ± 0,01% rotenon dan rotenoid (biji dan daun bengkuang). Racun ini sering dipakai untuk membunuh serangga atau menangkap ikan, terutama yang diambil dari biji-bijinya. Meski beracun, biji bengkuang pun dapat dijadikan bahan obat. Biji yang ditumbuk dan dicampur dengan belerang digunakan untuk menyembuhkan sejenis kudis. Sementara, di Jawa Tengah, setengah butir biji bengkuang dapat digunakan sebagai obat urus-urus. Keracunan biji bengkuang biasanya diatasi dengan meminum air kelapa hijau dan dapat
Universitas Sumatera Utara


digunakan untuk memperlancar buang air besar karena bengkuang mengandung serat yang relatif lebih tinggi daripada mangga (Wikipediaa, 2012).
Komposisi Kimia Umbi Bengkuang Seperti bahan alami lain yang bermanfaat bagi kesehatan kulit, bengkuang
mengandung antioksidan vitamin C, flavonoid, dan saponin yang berperan mencegah kerusakan kulit oleh radikal bebas. Bengkuang juga memiliki manfaat lain sebagai pemutih kulit, karena kandungan zat fenolik yang berfungsi dapat menghambat proses pembentukan melanin (pigmentasi) akibat sinar UV matahari, menghilangkan bekas jerawat atau efek samping kosmetik (Majalah kesehatan, 2011).
Kandungan vitamin C pada buah bengkuang yang tinggi yaitu sebesar 20 mg/100 gram yang sangat berperan sebagai antioksidan yang bermanfaat untuk menangkal serangan radikal bebas penyebab kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, diabetes, dan stroke. Sementara kandungan vitamin B1-nya bermanfaat untuk memperlancar metabolisme tubuh, mengoptimalkan fungsi otak, mencegah terjadinya kerusakan saraf, maupun memperlancar sirkulasi darah (Dike, 2011).
Di dalam bengkuang terdapat juga fitoestrogen. Bagi kaum perempuan, kehadiran fitoestrogen sangat diperlukan untuk mempertahankan kualitas hidup di usia tua. Ketika memasuki masa monopause, dimana hormon estrogen tak lagi diproduksi tubuh, perempuan mengalami kemunduran fisik, diantaranya kulit cepat mengeriput serta organ tulang mulai rapuh dan mudah patah (Astawan dan Kasih, 2008).
Universitas Sumatera Utara

Bengkuang termasuk umbi-umbian yang memiliki kandungan air tinggi.

Bentuknya bulat dengan ujung yang meruncing. Buah ini sering digunakan untuk

bahan rujak. Bengkuang kaya vitamin C, kalsium, fosfor, dan serat makanan

(Sekarindah dan Rozaline, 2006). Umbi bengkuang mengandung gizi yang cukup

baik, yang secara umum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam 100 gram bengkuang


Komposisi Gizi

Jumlah

Energi

(kcal)

Protein

(g)

Lemak

(g)

Karbohidrat

(g)


Kalsium

(mg)

Fosfor

(mg)

Kalium

(mg)

Vitamin A

(IU)

Vitamin B1 Vitamin C

(mg) (mg)


Air (%)

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992)

55,00 1,40
0,20 12,80 15,00 18,00
0,60 0,00 0,04 20,00 85,10

Manfaat Umbi Bengkuang Kebanyakan masyarakat mengenal manfaat bengkuang hanya sebatas
sebagai kosmetik pemutih wajah atau kulit saja. Hal ini memang tidak juga salah karena sesuai dengan sifat bengkuang yang memiliki banyak kandungan air yang bervitamin dan mengandung antioksidan, sehingga sering digunakan oleh industri kosmetik dalam pembuatan krim pemutih atau penghalus wajah (Dike, 2011).
Kandungan mineral kalsium pada bengkuang bermanfaat untuk kesehatan tulang dan gigi, mencegah terjadinya keropos tulang (osteoporosis), melenturkan otot, menyetimbangkan tingkat keasaman darah, menurunkan risiko kanker usus, mencegah penyakit jantung, meminimalkan penyusutan tulang saat hamil dan menyusui, serta menjaga keseimbangan cairan tubuh. Sementara kandungan

Universitas Sumatera Utara

fosfornya bermanfaat untuk memperbaiki fungsi saraf dan otot, membantu penyerapan lemak di usus, mengoptimalkan fungsi jantung dan ginjal, atau dapat mengatasi kelelahan (Dike, 2011).
Sari Bengkuang Pembuatan sari bengkuang pada dasarnya adalah memproses umbi
bengkuang untuk diambil sarinya. Kualitas umbi bengkuang yang bisa dilihat dari warna, penampakan, tekstur, dan lain-lain sebagai bahan baku dalam pembuatan sari bengkuang perlu diperhatikan karena sangat mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Syarief dan Irawati (1988) menyatakan bahwa untuk umbi-umbian, yang penting diperhatikan adalah warna bagian dalam dari umbi. Kelainan dari warna-warna tersebut menjadi indeks penurunan kualitas bagi umbi tertentu, misalnya mungkin disebabkan memar atau mulai busuk.
Laktosa Laktosa adalah bentuk disakarida dari karbohidrat yang dapat terurai
menjadi bentuk lebih sederhana yaitu galaktosa dan glukosa. Laktosa terdapat di dalam kandungan susu, dan merupakan 2-8 persen dari bobot susu keseluruhan. Laktosa mempunyai rumus kimia C12H22O11. Mamalia yang baru dilahirkan akan disusui oleh induknya, dimana air susu ini kaya dengan nutrisi dan laktosa. Untuk mencerna laktosa air susu dibutuhkan enzim laktase. Enzim ini menghidrolisis molekul laktosa menjadi dua bagian: glukosa dan galaktosa, yang kemudian dapat diserap usus. Pada kebanyakan mamalia produksi enzim pencernaan laktase ini berangsur-angsur menurun seiring dengan semakin bertambahnya umur. Hal ini juga terjadi pada manusia. Ketidakmampuan mencerna laktosa menyebabkan
Universitas Sumatera Utara


intoleransi laktosa. Orang yang mempunyai masalah intoleransi laktosa sebaiknya menghindari mengonsumsi produk makanan dan minuman yang mengandung laktosa (Wikipediab, 2012).
Laktosa yang terdapat dalam susu akan digunakan oleh bakteri sebagai sumber energi dan sumber karbon selama pertumbuhan pada saat fermentasi. Sumber energi juga dapat diperoleh dari bahan baku bengkuang atau bahan tambahan lain. Semakin banyak senyawa yang dapat memproduksi asam laktat, semakin tinggi asam laktat yang terbentuk. Proses tersebut diawali hidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa atau galaktosa-6-fosfat. Selanjutnya melalui rantai glikolisis dan piruvat glukosa diubah menjadi asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan akan mempengaruhi terhadap karakteristik yoghurt yang dihasilkan. Semakin tinggi laktosa maka jumlah asam laktat yang dihasilkan akan semakin tinggi juga. Penguraian laktosa menjadi asam laktat dipengaruhi oleh banyaknya laktosa dan jumlah bakteri asam laktat yang ditambahkan. Susu bubuk digunakan untuk mencapai kandungan solid non fat dan sebagai sumber protein (Triyono, 2010). Gambar 1 berikut adalah hidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Gambar 1. Hidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa (Wikipediae, 2007).
Universitas Sumatera Utara

Komponen susu bubuk yang dapat mempengaruhi total padatan terlarut adalah laktosa. Semakin banyak penambahan susu bubuk maka semakin tinggi jumlah laktosa yang terkandung. Jumlah laktosa yang semakin banyak akan mengakibatkan semakin besar jumlah laktosa yang diubah menjadi asam laktat (Teja, 1990).
Penyediaan Starter Yoghurt Starter yoghurt terdiri dari dua jenis bakteri yaitu Streptococcus
thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus dalam perbandingan 1 : 1, kedua jenis bakteri hidup dalam simbiosis dan untuk memperoleh produksi asam yang cepat perbandingan ini harus tetap dipertahankan. Rasio antara Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus dapat dipertahankan dengan mengatur suhu inkubasi dan persentase inokulum Streptococcus thermophillus menyukai suhu 40oC sedangkan Lactobacillus bulgaricus menyukai suhu lebih tinggi dan waktu inkubasi yang lebih lama. Bila persentase inokulum diturunkan maka diperlukan waktu inkubasi lebih lama (Sumanti, 2007).
Sejak bibit ditanam pada susu terjadilah persaingan pertumbuhan antara kedua mikroba tersebut, Streptococcus thermophillus lebih cepat pertumbuhannya sehingga dalam waktu singkat, pertumbuhannya jauh melebihi Lactobacillus bulgaricus. Hal ini berlangsung sampai rasio 3 : 1. Pada tahap ini jumlah asam laktat yang dihasilkan besar sehingga dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus berkembang pesat karena tumbuh dalam kondisi asam yang cukup tinggi. Akhirnya pertumbuhan mikroba sampai pada keseimbangan dengan rasio 1 : 1 (Scribd, 2008).
Universitas Sumatera Utara

Pembuatan Yoghurt Yoghurt adalah salah satu produk fermentasi. Yoghurt didefenisikan
sebagai produk pangan berasal dari susu sapi dengan bentuk seperti bubur atau es krim, yang merupakan hasil fermentasi susu sapi dengan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Yoghurt mengandung kultur aktif sehingga yoghurt merupakan produk probiotik (Koswara, 1992). Teknologi dasar pembuatan yoghurt meliputi persiapan bahan baku (susu) dan bahan-bahan tambahan lainnya tergantung dari jenis yoghurt, pasteurisasi, homogenisasi campuran, penambahan kultur, pemeraman, dan pengepakan (Hidayat, dkk., 2006).
Untuk memperoleh yoghurt dengan kualitas yang baik diperlukan susu yang berkualitas baik pula. Selain itu, kualitas yoghurt yang baik juga ditentukan oleh kadar lemak dalam susu, jenis bakteri yang digunakan dalam fermentasi, cara pembuatan, dan cara penyimpanan setelah fermentasi. Cara pembuatan yoghurt adalah dengan cara memanaskan susu yang akan difermentasi pada suhu 90oC
selama 15-30 menit. Pendinginan susu yang telah dipanaskan sampai suhunya
mencapai 40oC. Selanjutnya dilakukan inokulasi dengan menggunakan biakan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus sebanyak 2% dari jumlah susu yang akan difermentasikan, kemudian ditutup dengan plastik dengan prefarasi yang cukup. Susu yang telah diinokulasikan tersebut disimpan dalam ruangan yang bersuhu sekitar 43oC selama tiga jam atau sampai tercapai pH 4-5. Susu yang telah mencapai pH 4-5 disimpan pada suhu 5oC untuk selanjutnya dikemas dalam botol atau tempat lainnya (Rochintaniawati, 2007).
Universitas Sumatera Utara

Standar Nasional Indonesia (SNI) yoghurt dapat dilihat pada Tabel 2.


Tabel 2. Syarat mutu yoghurt

No. Kriteria Uji Satuan Yoghurt tanpa perlakuan panas setelah fermentasi

Yoghurt dengan perlakuan panas setelah fermentasi

1 Keadaan 1.1 Penampakan

Yoghurt

Yoghurt Yoghurt Yoghurt Yoghurt Yoghurt

rendah tanpa

rendah tanpa lemak

lemak lemak

lemak


- cairan kental-padat

cairan kental-padat

1.2 Bau

-

normal/khas

normal/khas

1.3 Rasa

-

asam/khas

asam/khas

1.4 Konsistensi

-

homogen

2 Kadar lemak % min. 3,0 0,6-2,9 maks. 0,5 min. 3,0 0,6-2,9 maks. 0,5

(b/b)

3 Total padatan susu %

min 8,2

min 8,2

bukan lemak (b/b)

4 Protein (Nx6,38) (b/b)
5 Kadar abu

% %

min. 2,7 maks. 1,0

min. 2,7 maks. 1,0

(b/b)

6 Keasaman

%

0,5-2,0

0,5-2,0

(dihitung

sebagai asam

laktat) (b/b)

7 Cemaran logam

7.1 Timbal (Pb) mg/kg

maks. 0,3

maks. 0,3

7.2 Tembaga (Cu) mg/kg

maks. 20,0

maks. 20,0

7.3 Timah (Sn) mg/kg

maks. 40,0

maks. 40,0

7.4 Raksa (Hg) mg/kg

maks. 0,03

maks. 0,03

8

Arsen

mg/kg

maks. 0,1

maks. 0,1

9.0 Cemaran mikroba

9.1 Bakteri APM/g

coliform

atau

maks. 10

maks. 10

koloni/g

9.2 Salmonella

-

negatif/25 g

negatif/25 g

9.3 Listeria

monocytogene -

negatif/25 g

negatif/25 g

s

10 Jumlah bakteri koloni/g starter

min. 107

-

* Sesuai dengan pasal 2 (istilah dan defenisi) Sumber : Badan Standardisasi Nasionalb, 2009

Universitas Sumatera Utara

Dalam pembuatan yoghurt, total padatan dari susu ditingkatkan sampai 16% dengan rincian 1-5% adalah lemak dan 11-14% adalah padatan bukan lemak (SNF). Ini dapat dicapai dengan penguapan air dalam susu atau penambahan susu konsentrat atau susu bubuk. Penambahan total padatan meningkatkan nilai gizi dari yoghurt, memudahkan untuk menghasilkan yoghurt yang semi-padat dan meningkatkan kestabilan dari kandungan susu pada saat difermentasi sampai menjadi yoghurt. Yoghurt campuran harus mengandung SNF minimal 12% untuk menambah viskositas dan juga menambah ketahanan dari terjadinya wheying off pada yoghurt yang dihasilkan (Watson, 2012).
Yoghurt mempunyai tekstur setengah padat seperti keju yang lembut. Manfaat yang diperoleh dengan mengkonsumsi yoghurt yaitu lebih mudah dicerna dari pada susu, penting untuk kesehatan usus, membantu penyembuhan infeksi usus, mengandung banyak kalsium, sumber protein yang sangat baik, dapat menurunkan kolesterol, dan sebagai makanan untuk pertumbuhan (Sears, dkk., 2004).
Semakin tinggi konsentrasi susu skim dan waktu fermentasi yang semakin lama maka akan terjadi peningkatan protein, hal ini disebabkan karena adanya penambahan protein dari aktivitas mikrobia yang digunakan. Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus yang ditambahkan akan memanfaatkan sumber nitrogen dan karbon yang terdapat pada susu kedelai untuk hidup dan berkembang biak. Semakin banyak jumlah mikrobia yang terdapat di dalam soyghurt maka akan semakin tinggi kandungan proteinnya karena sebagian besar koimponen penyusun mikrobia/ bakteri adalah protein (Herawati dan Wibawa, 2003).
Universitas Sumatera Utara

Pengeringan Yoghurt Pengeringan adalah suatu metoda untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga mempermudah pengangkutan, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih mudah (Winarno, dkk., 1984).
Yoghurt relatif lebih awet dibandingkan susu segar atau susu bubuk yang telah direhidrasi, tetapi penyimpanannya harus dalam keadaan dingin. Untuk meningkatkan daya awet, memperluas kisaran suhu penyimpanan, dan memperluas jangkauan pemasaran maka perlu perlakuan lebih lanjut. Perlakuan ini diharapkan dapat mempertahankan atau hanya sedikit mengurangi kandungan gizi, sifat fisikokimia dan nilai organoleptiknya. Salah satu alternatif perlakuan tersebut adalah pengeringan. Proses pengeringan yoghurt akan merubah bentuk kental menjadi bentuk kering dan harus direhidrasi kembali pada saat akan dikonsumsi (Warintek, 2010).
Proses untuk membuat starter kering biasanya dilakukan dengan teknik enkapsulasi. Selain untuk mendapatkan bentuk serbuk (powder), enkapsulasi juga dimaksudkan untuk melindungi BAL probiotik dan kondisi lingkungan yang ekstrim seperti pH rendah, adanya H2O2, garam empedu (bile salts), serta kompetisi bakteri lain dalam sistem pencernaan (Frazier dan Westhoff, 1998).
Yoghurt bubuk dapat dengan mudah digunakan untuk membuat minuman. Ini jelas artinya banyak aditif yang digunakan untuk memberikan bubuk terlihat
Universitas Sumatera Utara

seperti yoghurt dan bersifat rehidrasi. Beberapa contoh dari zat aditif ini adalah sukrosa, dekstrosa, penstabil, kalsium, asam organik, dan acidogen (Tamime dan Robinson, 1999).
Sekarang ini, yoghurt bubuk diproduksi secara komersial menggunakan spray drying, tetapi perlu dipertimbangkan beberapa tindakan pencegahan. Pertama konsentrasi yoghurt sebelum kering dapat dilakukan pada 50-60oC dan kedua, kondisi pengeringan cukup untuk memastikan hitungan sel yang hidup tinggi dari Streptococcus thermophillus, Lactobacillus delbruechii, dan Lactobacillus bulgaricus dalam produk kering. Sebagai tambahan, konsentrasi yoghurt pada temperatur tinggi akan meningkatkan kegosongan permukaan evaporator dan mengakibatkan kehilangan warna pada hasil (bubuk) akhir (Sharma dan Arora, 1993).
Penelitian Karinawatie, dkk. (2008) menyatakan bahwa setelah inkubasi pupulasi bakteri asam laktat tertinggi terdapat pada penambahan WPC sebanyak 4%. Hal ini disebabkan semakin tinggi penambahan WPC maka nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan BAL semakin besar. Viabilitas BAL dipengaruhi oleh konsentrasi nutrisi bahan yang ditambahkan. Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain nutrisi, temperatur, kelembaban, oksigen, pH, dan substansi penghambat. Kultur starter yoghurt kering cenderung mangalami stress dan sakit sehingga aktivitas yang dimilikinya rendah. Hal ini mengakibatkan waktu adaptasi dan perbaikan kondisi fisik lebih lama daripada kondisi normalnya.
Bubuk yoghurt secara normal diperlukan sebagai pencuci mulut didalam menyiapkan makanan sup, atau bahkan mengkonsumsi makanan ringan seperti
Universitas Sumatera Utara

biskuit dengan teh. Usaha komersial untuk memproduksi bubuk yoghurt ditujukan pada konsumen dalam beberapa bentuk antara lain permen yoghurt, wafer, coklat dan luluran (Tamime dan Robinson, 1999).

Bahan-bahan yang ditambahkan dalam pembuatan yoghurt

Susu bubuk

Susu bubuk berasal dari susu segar baik dengan atau tanpa rekombinasi

dengan zat lain seperti lemak atau protein yang kemudian dikeringkan. Umumnya

pengeringan dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau roller dryer. Umur

simpan susu bubuk maksimal adalah 2 tahun dengan penanganan yang baik dan

benar. Susu bubuk dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu susu bubuk

berlemak (full cream milk powder), susu bubuk rendah lemak (partly skim milk

powder), dan susu bubuk tanpa lemak (skim milk powder) (Astawan, 2005).

Komposisi kimia susu bubuk fullcream dapat dilihat pada Tabel 4. Komposisi

susu bubuk ini dapat bervariasi tergantung pada komposisi susu segar yang

digunakan dalam pembuatannya.

Tabel 4. Komposisi kimia susu bubuk fullcream

Komposisi kimia
Air Protein Lemak Laktosa Abu Sumber: Buckle, dkk. (1987)

Jumlah (%)
4,00 27,20 26,00 36,80 6,00

Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu

bubuk mempunyai daya tahan yang lebih lama daripada susu cair dan tidak perlu

disimpan di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Seperti

makanan-makanan kering lainnya, susu kering dianggap tidak mudah rusak

Universitas Sumatera Utara

dikarenakan sedikitnya kandungan air (bakteri sangat cepat berkembangbiak pada makanan yang basah atau minuman) (Wikipediac, 2011).
Susu bubuk fullcream adalah produk susu berbentuk bubuk yang diperoleh dari susu cair, atau susu hasil pencampuran susu cair dengan susu kental atau susu bubuk, yang telah dipasteurisasi dan melalui proses pengeringan. Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak kurang dari 26% dan kadar airnya tidak lebih dari 15% (Utami, 2009).
Total padatan merupakan bagian padat dari susu, nilai nutrisi yang terkandung di dalamnya terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral yang tidak larut dalam air dan sebagian kecil air. Penambahan total padatan yoghurt dengan penambahan susu bubuk ke dalam yoghurt akan meningkatkan nilai gizi dan memperbaiki nilai gizi dan memperbaiki kekentalan, tekstur dan bentuk yoghurt yang dihasilkan (Askar dan Sugiarto, 2005). Pertumbuhan starter dalam susu dengan total padatan yang tinggi mempunyai waktu inkubasi yang lebih pendek dibandingkan dengan total padatan dalam susu yang lebih rendah (Mahdian dan Tehrani, 2007). Gula
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam) menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel (Wikipediad, 2010).
Universitas Sumatera Utara

Walaupun gula sendiri mampu untuk memberi stabilitas mikroorganisme pada suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup (diatas 70% padatan terlarut biasanya dibutuhkan), dari teknik pengawetan bahan pangan. Kadar gula yang tinggi bersama dengan kadar asam yang tinggi (pH rendah), perlakuan dengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan pada suhu rendah, dan dehidrasi merupakan teknik-teknik pengawetan pangan yang penting (Buckle, dkk., 1987). Dekstrin
Dekstrin merupakan polisakarida dengan berat molekul (BM) sekitar 50.000 dan menyerupai glikogen. Dekstrin dapat diperoleh melalui sintesis dari sukrosa suatu jenis bakteri tertentu dan merupakan polimer dari unit-unit Dglukopiranosa. Dekstrin terdiri dari rantai dengan ikatan α-1,6 dan α-1,4 (Winarno, 1992).
Beberapa sifat pati adalah mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air dingin tetapi di dalam air panas dapat membentuk sol atau jel yang bersifat kental. Sifat kekentalan ini dapat digunakan untuk mengatur tekstur makanan, dan sifat jelnya dapat diubah oleh gula atau asam. Pati yang terkandung di dalam tanaman dapat merupakan energi cadangan; di dalam biji-bijian pati terdapat dalam bentuk granula. Penguraian tidak sempurna dari pati dapat menghasilkan dekstrin yaitu suatu bentuk oligosakarida (Winarno, dkk., 1984). Gum Arab
Gum arab pada dasarnya merupakan serangkaian satu-satuan D-galaktosa, L-arabinosa, asam D-glukoronat, dan L-Ramnosa. Berat molekulnya antara 250.000 – 1.000.000. Gum arab jauh lebih mudah larut dalam air dibanding
Universitas Sumatera Utara

hidrokoloid lainnya. Pada olahan pangan banyak mengandung gula, gum arab digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi lemak yang mantap dan mencegah kristalisasi gula (Tranggono, dkk., 1991).
Di samping sifat kelarutannya di dalam air, sifat lain gum yang penting adalah bahwa gum dapat menghasilkan larutan yang kental seperti dispersi dalam air. Banyak keragaman sifat kekentalan larutan jenis-jenis gum. Gum arab dapat membentuk larutan yang sangat kental pada konsentrasi 10-20% (Cahyadi, 2009).
Gum arab dapat digunakan untuk memperbaiki kekentalan atau viskositas, tekstur dalam bentuk makanan. Selain itu gum arab dapat mempertahankan flavor dari bahan yang dikeringkan dengan pengering semprot. Gum arab membentuk lapisan yang dapat melapisi partikel flavour, sehingga melindungi dari oksidasi, evaporasi, dan absorbsi air dari udara(Tranggono, dkk., 1991). Mikroba yang aktif selama fermentasi
Komposisi starter harus terdiri dari bakteri termofilik dan mesofilik. Yang umum digunakan adalah Lb. bulgaricus dengan suhu optimum 42-45oC dan Streptococcus thermophillus dengan suhu optimum 38-42oC. Perbandingan jumlah starter biasanya 1:1 sampai 2:3. Selama pertumbuhan terjadi simbiosis antara kedua jenis bakteri. S. thermophillus akan berkembang lebih cepat mengawali pembentukan asam laktat melalui fermentasi laktosa. Pertumbuhan ini terus berlangsung sampai mencapai pH 5,5. Selain itu juga akan dihasilkan senyawa-senyawa volatil dan pelepasan oksigen. Kondisi ini memberikan lingkungan yang sangat baik untuk pertumbuhan Lb. bulgaricus. Aktivitas enzim proteolitik dari Lb. bulgaricus menyebabkan terurainya protein susu, menghasilkan asam-asam amino dan peptida-peptida yang akan menstimulasi
Universitas Sumatera Utara

pertumbuhan Streptococcus. Lactobacillus juga akan menguraikan lemak, menghasilkan asam-asam lemak yang memberikan flavor khas pada produk akhir yoghurt (Hidayat, dkk., 2006).
Kultur starter yoghurt pada umumnya terdiri dari bakteri asam laktat Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus yang merupakan pasangan bakteri utama dalam pembuatan yoghurt. Bergabungnya kedua bakeri ini akan menghasilkan nilai organoleptik yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan kultur tunggalnya. Keadaan ini disebabkan oleh adanya simbiosis antara kedua bakteri tersebut yang saling menguntungkan, karena bakteri yang satu akan mensintesis dan membebaskan senyawa yang saling menguntungkan atau menstimulasi bakteri lainnya. L. Bulgaricus yang terdapat dalam starter mempunyai aktivitas peptidase semakin tinggi dengan semakin meningkatnya konsentrasi starter yang ditambahkan sehingga aroma yoghurt menjadi asam (Ramadzanti, 2006)
Starter adalah kultur atau mikroba yang ditambahkan ke dalam air susu supaya menstimulasi perubahan air susu menjadi yoghurt. Mikroba yang sering digunakan sebagai starter dalam pembuatan yoghurt adalah Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Kedua bakteri ini tergolong pada bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat dilihat dari asam yang dihasilkannya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Bakteri homofermentatif adalah bakteri yang mampu memfermentasi laktosa/ glukosa yang hanya menghasilkan asam laktat sekitar 85%, sedangkan bakteri heterofermentatif adalah bakteri yang mampu memfermentasi laktosa/ glukosa,
Universitas Sumatera Utara

selain menjadi asam laktat 40% juga menghasilkan asam asetat 60% (Pelczar,dkk., 1988). Uji organoleptik
Aroma dari suatu bahan pangan disebabkan oleh adanya zat atau komponen yang mempunyai sifat volatil. Aroma dapat dikatakan atribut yang terpenting setelah rasa dari suatu bahan pangan karena kontribusi aroma dapat memberikan persepsi untuk panelis tentang tingkat penerimaan bahan pangan tersebut (Maulidya, 2007).
Elastisitas atau tekstur suatu produk dapat mengubah rasa karena mempengaruhi kecepatan timbulnya ransangan terhadap sel olfaktori dan ke kelenjar air liur sehingga rasa akan semakin meningkat dengan menurunnya kekentalan produk (Winarno, 1980).
Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juni 2012.
Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bengkuang dari daerah
Binjai Kecamatan Tanah merah, susu dancow fullcream, gula, dan yoghurt yang diperoleh dari pasar swalayan Padang Bulan, Medan.
Reagensia Penelitian Reagensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaOH 0,01 N,
indikator phenolphtalein 1%, K2SO4 : CuSO4 (1:1), asam sulfat 0,02 N, NaOH 0,02 N, NaOH 40%, asam sulfat pekat, indikator mengsel, dekstrin, gum arab, acryl, PCA (Plate Count Agar), dan akuades.
Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk ekstraksi umbi
yaitu pisau, blender, kain saring, piring, baskom, panci kukusan, sendok makan, sendok garpu, kompor gas, termometer, plastik polietilen, oven, timbangan. Peralatan yang digunakan untuk menganalisa mutu yoghurt bengkuang instan meliputi timbangan analitik, cawan aluminium, kertas saring, corong, gelas ukur, labu ukur, oven, buret, loyang, plastik bening, erlenmeyer, beaker glass,
Universitas Sumatera Utara

handrefraktometer, pipet tetes, labu kjedahl, gelas ukur, colony counter, desikator, mortal, alu, dan peralatan gelas lainnya.
Metoda Penelitian Penelitian ini menggunakan metoda Rancang Acak Lengkap (RAL)
faktorial yang terdiri dari 2 faktor, yaitu: Faktor I : Konsentrasi Susu Bubuk (B) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu:
B1 = 14% B2 = 15% B3 = 16% Faktor II : Konsentrasi Starter (S) yang terdiri dari 5 taraf, yaitu: S1 = 2,0% S2 = 2,5% S3 = 3,0% S4 = 3,5% S5 = 4,0%
Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 3 x 5 = 15, maka jumlah ulangan (n) adalah sebagai berikut:
Tc (n-1) ≥ 15 15 (n-1) ≥ 15 15n - 15 ≥ 15 15n ≥ 30 n ≥2 Untuk memperoleh ketelitian dilakukan 2 kali ulangan.
Universitas Sumatera Utara

Model Rancangan (Bangun, 1991) Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
dengan model sebagai berikut: Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Ŷijk : Hasil Pengamatan dari Faktor B dari taraf ke-i dan Faktor S pada taraf ke–j dengan ulangan k µ : Efek nilai tengah αi : Efek dari Faktor Konsentrasi Susu Bubuk (B) pada taraf ke–i βj : Efek dari Faktor Konsentrasi Starter (S) pada Taraf ke–j (αβ)ij: Efek interaksi faktor B pada taraf ke–i dan faktor S pada taraf ke–j
εijk : Efek galat dari faktor B pada taraf ke–i dan faktor S pada taraf ke–j
dengan ulangan ke-k.
Pelaksanaan Penelitian Penyediaan starter yoghurt
Susu bubuk sebanyak 16% dilarutkan dengan air mendidih pada suhu 90oC hingga 500 ml kemudian ditambahkan gula pasir 2% dan diaduk. Suhunya diturunkan sampai 40-45oC, kemudian ditambahkan yoghurt komersial 4% (kultur murni Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus). Diinkubasi pada suhu 40-45oC selama 4-6 jam. Skema penyediaan starter dapat dilihat pada Gambar 2.
Pembuatan sari bengkuang
Universitas Sumatera Utara

Bengkuang dikupas kulitnya dan dicuci sampai bersih. Bengkuang kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender lalu disaring filtratnya dengan menggunakan kain saring. Kemudian filtrat susu bengkuang dipanaskan sampai suhu 80oC (dipasteurisasi). Skema pembuatan sari bengkuang dapat dilihat pada Gambar 3.
Pembuatan yoghurt bengkuang Sari bengkuang yang diperoleh ditambahkan gula 2% dan starter dengan
konsentrasi 2,0%; 2,5%; 3,0%; 3,5%; dan 4% . Ditutup dengan plastik polietilen dan dilubangi. Diinkubasi pada suhu 40-45oC selama 4 jam. Skema pembuatan yoghurt bengkuang dapat dilihat pada Gambar 4.
Pembuatan yoghurt bengkuang instan Yoghurt dikeringkan di dalam oven pada suhu 50ºC-55ºC dengan
penambahan dekstrin 8%, gum arab 0,4%, dan acryl 3%. Setelah kering, diblender sampai halus dan disimpan atau dikemas dalam kemasan plastik. Dilakukan analisa terhadap total padatan, total padatan terlarut, kadar protein, total asam, total mikroba, daya larut, viabilitas, dan uji organoleptik terhadap aroma dan rasa. Skema pembuatan yoghurt bengkuang instan dapat dilihat pada Gambar 5.
Pengamatan dan Pengukuran Data Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap
parameter: - Total padatan - Total padatan terlarut
Universitas Sumatera Utara

- Kadar protein - Total asam laktat - Total mikroba - Daya larut - Viabilitas - Uji organoleptik terhadap aroma dan rasa
Penentuan total padatan (%) (Fox, 1981) Ditimbang cawan kosong yang sebelumnya telah dipanaskan di dalam
oven pada suhu 100°C selama 10 menit. Ditimbang 2 gram contoh dan dimasukkan ke dalam cawan. Diletakkan cawan di oven pada suhu 80°C sampai permukaannya berwarna coklat. Didinginkan dalam desikator selama 5 menit. Ditimbang cawan dan isinya. Dihitung total padatan dengan rumus : Total padatan (%) = Berat Akhir−Berat Cawan x 100%
Berat Awal
Penentuan total padatan terlarut (Muchtadi dan Sugiyono, 1990) Contoh diencerkan terlebih dahulu, kemudian diteteskan pada lensa alat
handrefraktometer yang sebelumnya alat telah dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol dan dikeringkan dengan tissue. Kemudian nilai total padatan terlarut bahan ditunjukkan oleh angka yang didapat pada batas garis biru dan putih. Rumus: Nilai x FP FP = Faktor pengencer Penentuan kadar protein (Sudarmadji, dkk., 1989)
Kadar protein ditetapkan dengan cara contoh dihitung dengan menentukan nitrogen yang dikalikan dengan faktor konversi 6,25 dan protein ditetapkan secara
Universitas Sumatera Utara

semi mikro kjedhal. Contoh yang telah dikeringkan sebanyak 0,2 gram

dimasukkan ke dalam labu kjedhal dan ditambahkan 2 gram campuran K2SO4 dan Cu2SO4 (1:1) dan 3 ml H2SO4 pekat lalu didekstruksi sampai cairan berwarna hijau jernih dan dibiarkan dingin. Setelah dingin ditambahkan 10 ml akuades dan

dipindahkan ke erlenmeyer 500 ml. Ditambahkan 10 ml NaOH 40 % atau lebih

sampai terbentuk warna hitam dan segera didestilasi. Hasil penyulingan

ditampung dengan erlenmeyer berisi 25 ml H2SO4 0,02 N dan 3 tetes indikator mengsel (425 mg metil red dan 500 mg metil blue yang dilarutkan dengan 100 ml

alkohol 96%). Hasil sulingan dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N sampai terjadi

perubahan warna dan juga dilakukan dengan cara yang sama pada blanko (tanpa

bahan).

Kadar protein

(%) =

(b– c) x N x 0,014 x FK a

x

100%

Keterangan: a = Bobot contoh (g)

b = Titrasi blanko (ml)

c = Titrasi contoh (ml)

N = Normalitas larutan NaOH yang digunakan

FK = Faktor Konversi = 6,25

Penentuan total asam laktat (Fox, 1981) Ditimbang contoh sebanyak 10 gram, dimasukkan ke dalam labu ukur dan
ditambahkan akuades sampai volume 100 ml. Dihomogenkan dan diambil filtratnya sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan phenolpthalen 1% sebanyak 2-3 tetes kemudian dititrasi dengan menggunakan

Universitas Sumatera Utara

NaOH 0,01 N. Titrasi dihentikan setelah timbul warna merah jambu yang stabil.

Total asam laktat dapat dihitung sebagai berikut: .

Total asam laktat (%) =

ml NaOH x N NaOH x 0,09 x FP x 100%
Berat contoh (g)

FP = Faktor Pengencer

Penentuan total mikroba dengan metode total plate count (Fardiaz, 1992) Bahan diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan akuades 9 ml dan diaduk sampai merata. Hasil pengenceran ini diambil dengan pipet tetes sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan akuades 9 ml. Pengenceran ini dilakukan sampai 100000 kali (105).
Dari hasil pengenceran pada tabung reaksi yang terakhir diambil sebanyak 1 ml dan diratakan pada medium agar PCA yang telah disiapkan di atas cawan petridish, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu 32°C dengan posisi terbalik. Jumlah koloni yang ada dihitung dengan colony counter. Total koloni = jumlah koloni x FP FP = Faktor Pengencer Penentuan daya larut (Badan Standardisasi Nasionala, 1992)
Sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian dila