TINJAUAN PUSTAKA Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, SpAK 4. DR.dr. Rosihan Anwar, DMM, MS, Sp.MK, M.Pd

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kontak serumah dengan penderita Tuberkulosis Anak kontak serumah dengan penderita TB BTA + memiliki peran khusus, pada pengertian epidemik TB dalam suatu komunitas Starke, 2003; Soysal Ahmed et al, 2005. Secara teoritis indikator epidemiologis paling akurat adalah infeksi. Keadaan ini merefleksikan penularan berkepanjangan dalam suatu komunitas. Sayangnya, sangat tidak praktis mengukur insiden infeksi karena memerlukan survei besar-besaran, dan biaya mahal sehingga perlu variabel epidemiologi yang dapat dipakai untuk menilai situasi tuberkulosis Soemirat, 1999. Tuberkulosis Surveilance Research Unit TSRU menemukan indikator epidemiologis sederhana dan dapat dipercaya, dikenal dengan rate of infection risiko infeksi. Indikator ini dapat menilai situasi tuberkulosis di suatu daerah atau negara, disebut juga Annual Risk of Tuberculosis Infection ARTI. Cara lain perkiraan risiko infeksi TB dapat diperoleh dari survei tuberkulin. Survei tuberkulin dilakukan dengan mengukur prevalensi infeksi Achmadi, 2005. Walaupun cakupan imunisasi BCG besar, infeksi Mycobacterium tuberculosis lingkungan sekitar akan menyulitkan kita menentukan prevalensi infeksi Starke, 1983; Depkes 2002. 6 Welldany Siregar: Perbedaan Hasil Uji Mantoux Pada Anak Umur 3 Bulan - 16 Tahun Yang Kontak Serumah Dengan Penderita Tuberkulosis BTA + Yang Telah Diimunisasi Dan Belum Imunisasi BCG, 2008. USU e-Repository © 2008 2.2. Imunisasi BCG Vaksin BCG adalah vaksin hidup, dibuat dari M. bovis yang dibiakkan berulang kali selama 1-3 tahun sehingga didapat basil tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,05 ml untuk bayi atau 0,1 ml untuk anak Aditama, 1994; Starke, 2003; Rahajoe, 2005. Berdasarkan latar belakang kondisi negara kita, meskipun belum membuktikan efikasi imunisasi BCG secara konsisten, hingga saat sekarang imunisasi ini masih efektif dan aman diberikan. BCG merupakan salah satu upaya dari berbagai upaya penanggulangan TB. Deteksi dan tata laksana adekuat TB anak merupakan upaya yang sangat diperlukan Rahajoe, 2005. Imunisasi BCG di Indonesia dimulai sejak tahun 1973, diberikan pada semua bayi sebagai salah satu program imunisasi dasar. Sebaiknya diberikan pada umur ≤ 2 bulan. PP IDAI menganjurkan pemberian secara intradermal di daerah insersio otot deltoid kanan, sehingga bila terjadi limfadenitis di aksila lebih mudah terdeteksi Starke, 2003; Rahajoe, 2005. Imunisasi BCG untuk mencegah infeksi TB sudah bertahun-tahun dilakukan. Dampak morbiditas penyakit sulit ditentukan karena imunisasi BCG diberikan pada anak di negara berkembang dimana kejadian infeksi TB pada orang dewasa masih tinggi yang merupakan sumber penularan utama pada anak. Anak yang sudah diimunisasi BCG diharapkan tidak akan mendapat komplikasi TB berat Rahajoe, 2005. Welldany Siregar: Perbedaan Hasil Uji Mantoux Pada Anak Umur 3 Bulan - 16 Tahun Yang Kontak Serumah Dengan Penderita Tuberkulosis BTA + Yang Telah Diimunisasi Dan Belum Imunisasi BCG, 2008. USU e-Repository © 2008 2.3. Uji Mantoux Pada tahun 1890 Koch menemukan, apabila basil tuberkulosis mati disuntikkan pada kulit binatang akan menyebabkan reaksi radang pada tempat suntikan. Mantoux menyimpulkan, respon terhadap uji tersebut berhubungan secara kuantitatif dengan kekuatan tuberkulin yang dipakai Aditama, 1994; Small, 2000; Starke, 2003; Rahajoe, 2005. Uji Mantoux adalah salah satu uji tuberkulin intra dermal, akan menimbulkan reaksi delayed hypersensitivity terhadap tuberkuloprotein akibat infeksi tuberkulosis dan erat hubungannya dengan mekanisme imunitas seluler di dalam tubuh. Reaksi ini bersifat lambat timbul 24 jam setelah kontak dengan tuberkuloprotein, berupa infiltrasi sel-sel radang. Dilakukan untuk mendeteksi infeksi M. tuberculosis, hasil imunisasi BCG, mengetahui prevalensi dan insiden infeksi TB Small, 2000; Starke, 2003. Walaupun uji ini tidak sensitif dan spesifik 100 masih tetap digunakan karena belum ada metode pengganti yang lebih baik. Manifestasi yang timbul setelah 6-12 jam penyuntikan adalah delayed hypersensitivity klasik. Reaksi ini merupakan reaksi lokal berupa eritema karena vasodilatasi primer, edema karena reaksi antigen-antibodi, indurasi dibentuk oleh sel-sel mononukleus dan sering disertai rasa gatal, juga bisa nyeri saat disentuh Small, 2000; Starke, 2003. Antara 12-72 jam sel netrofil terus menurun, sebaliknya monosit akan meningkat sampai dengan 72 jam. Sel monosit terdiri dari 80-90 limfosit dan 10-20 sel makrofag Roitt Ivan, 2003. Kemungkinan terjadi peningkatan antibodi di peredaran darah, sehingga timbul aggregasi antigen-antibodi Sajarwa, 1983. Welldany Siregar: Perbedaan Hasil Uji Mantoux Pada Anak Umur 3 Bulan - 16 Tahun Yang Kontak Serumah Dengan Penderita Tuberkulosis BTA + Yang Telah Diimunisasi Dan Belum Imunisasi BCG, 2008. USU e-Repository © 2008 Uji kulit lain seperti Multiple puncture tests lebih menyenangkan dan gampang dilakukan, uji kulit ini merupakan uji saring kualitatif qualitatif screening tests. Uji kulit Heaf sudah banyak ditinggalkan Ehlers.WRM, 1995; Hopewell CP, Bloom,RB, 2000. Uji kulit Mantoux lebih dapat dipercaya dan dipakai hampir pada seluruh kegiatan epidemi TB Starke, 2003; Small, 2000; Rahajoe, 2005. Ada dua jenis tuberkulin digunakan pada uji Mantoux yaitu Old Tuberkulin OT dan Purified Protein Derivative PPD. PPD mengandung Tween 80 + Khinosol sehingga dapat digunakan setiap saat. OT tidak dapat dipakai berulang kali bila telah diencerkan. PPD yang sering dipakai yaitu PPD-S Seibert dan PPD-RT 23 Renset 23. Kekuatan dari tuberkulin dinyatakan dalam International Tuberkulin Unit atau TU, 1 TU = 0,01 mg OT atau 0,00002 mg PPD. Dosis baku uji Mantoux adalah, 0,1 ml PPD S kekuatan 5 TU atau 10 TU atau PPD-RT 23 kekuatan 2 TU atau 5 TU atau OT kekuatan 12000 atau 11000 dengan kekuatan intermediate. Suntikkan intradermal dilakukan pada bagian sentral volar lengan bawah kiri menggunakan satu syringe plastik dan jarum pendek berukuran 26 atau 27 G yang dimiringkan ke arah atas. Pada saat suntikan akan timbul benjolan berwarna putih berdiameter 6-10 mm. Reaksi tuberkulin mulai terjadi 5-6 jam sesudah penyuntikan, maksimal indurasi terjadi 48-72 jam sehingga pembacaan dilakukan pada 48-72 jam. Reaksi hipersensitifitas cepat akibat tuberkulin atau pengencernya bisa terjadi, reaksi ini akan hilang dalam 24 jam Small, 2000; Starke, 2003; Rahajoe, 2005. Interpretasi hasil uji Mantoux dapat berupa reaksi positif dan negatif palsu. Keadaan ini berhubungan dengan sensitivitas dan spesifisitas sebagai nilai duga bagi Welldany Siregar: Perbedaan Hasil Uji Mantoux Pada Anak Umur 3 Bulan - 16 Tahun Yang Kontak Serumah Dengan Penderita Tuberkulosis BTA + Yang Telah Diimunisasi Dan Belum Imunisasi BCG, 2008. USU e-Repository © 2008 uji Mantoux Madiyono, 2002. Sensitivitas adalah persentase populasi hasil uji positif, mampu untuk mengenali secara benar orang terinfeksi. Spesifisitas adalah persentase populasi dengan hasil uji negatif, mampu mengenali secara benar orang yang tidak terinfeksi Madiyono, 2002. Sensitivitas tinggi apabila hasil uji Mantoux negatif semuanya, sedangkan positif semu mengurangi spesifisitas uji tersebut Madiyono, 2002. Reaksi positif palsu terjadi pada : a Individu yang terinfeksi oleh Mycobacterium lain seperti imunisasi dengan BCG. b Infeksi silang dengan M. Atipik. Reaksi negatif palsu terjadi pada : a. Kondisi individu saat dilakukan uji Mantoux : 1. Infeksi : 1.1. Virus : Mumps, Varicella, Rubella, Morbilli, HIV. 1.2. Bakteri : Typhus abdominalis, Pertusis, Bruselosis. 1.3. Jamur : Blastomycosis. 2. Gangguan metabolisme gagal ginjal kronik. 3. Penyakit yang berhubungan dengan organ limfoid penyakit Hodgkin, Limfoma, Leukemia kronik, dan Sarkoidosis. 4. Obat-obatan kortikosteroid, obat imunosupresif, umur baru lahir, bedah, luka bakar, penyakit mental, reaksi graft-versus-host. 5. Malnutrisi berat. 6. Mendapat imunisasi polio oral dan campak kurang dari 6 minggu. Welldany Siregar: Perbedaan Hasil Uji Mantoux Pada Anak Umur 3 Bulan - 16 Tahun Yang Kontak Serumah Dengan Penderita Tuberkulosis BTA + Yang Telah Diimunisasi Dan Belum Imunisasi BCG, 2008. USU e-Repository © 2008 b. Tuberkulin yang dipakai : Penyimpanan tidak memadai terpapar sinar dan panas, pengenceran tidak tepat, kontaminasi bakteri, dan absorpsi tuberkuloprotein ke dinding wadah. c. Metode pemberian : Penyuntikan antigen tuberkulin terlalu sedikit, suntikan secara subkutan, menunda pemberian terlalu lama sesudah dimasukkan ke semprit. d. Pembacaan dan pencatatan hasil uji Mantoux : Pembacaan hasil uji Mantoux dilakukan orang yang belum berpengalaman, bias yang disadari atau tidak, dan kesalahan pencatatan Small, 2000; Starke, 2003. Dalam setiap populasi keberadaan hasil uji Mantoux positif apakah mewakili true infection atau tidak, dihubungkan dengan prevalensi infeksi M. tuberculosis. Spesifikasi uji Mantoux 99 dalam populasi tanpa ada paparan dengan Mycobacterium lain atau imunisasi BCG. Spesifikasi menurun menjadi 95 populasi yang memiliki reaksi silang dengan Mycobacterium lain Small, 2000; Starke, 2003. Interpretasi hasil uji Mantoux yang layak diterima membutuhkan pengetahuan yang cukup mengenai faktor-faktor perancu seperti imunisasi BCG yang sudah dilakukan sebelumnya. Ini penting, terutama pada negara-negara yang tinggi prevalensi TB nya dan dimana BCG masih merupakan imunisasi rutin diberikan. Telah dilaporkan individu dengan imunisasi BCG, memiliki hasil uji Mantoux positif bervariasi dari 0 sampai 80. Beberapa laporan terakhir menyatakan imunisasi BCG pada masa bayi tidak memberi kontribusi respon PPD yang positif. Apabila Welldany Siregar: Perbedaan Hasil Uji Mantoux Pada Anak Umur 3 Bulan - 16 Tahun Yang Kontak Serumah Dengan Penderita Tuberkulosis BTA + Yang Telah Diimunisasi Dan Belum Imunisasi BCG, 2008. USU e-Repository © 2008 imunisasi BCG diberikan pada masa anak atau umur lebih besar bisa menghasilkan uji Mantoux yang positif Rahajoe, 2005. 2.4. Respon Imunologi terhadap M. tuberculosis Pada infeksi TB terjadi respon imunologi berupa imunitas seluler dan hipersensitivitas tipe lambat. Imunitas seluler menyebabkan proliferasi limposit-T CD4 dan memproduksi sitokin lokal. Sebagai respon terhadap antigen yang dikeluarkan M.tuberculosis, limposit-T CD4 mempengaruhi limposit-T Th1 untuk mengaktifkan makrofag dan limposit-T Th2 untuk memproduksi sitokin lokal TNF dan INF γ. Sitokin ini akan menarik monosit darah ke lesi TB dan mengaktifkannya. Monosit aktif atau makrofag dan limposit-T CD4 memproduksi enzim lisosom, oksigen radikal, nitrogen intermediate khususnya nitrogen oksida dan interleukin-2 Matondang, 2001. Nitrogen oksida ini selanjutnya diaktifkan oleh TNF α dan INF γ untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh M. tuberculosis virulen Musa, 1997. Peran imunitas seluler mengaktifkan makrofag dan menghancurkan basil TB terutama pada jumlah basil sedikit. Kemampuan membunuh M. tuberculosis juga tergantung jumlah makrofag setempat yang aktif Rahajoe, 2005. Hipersensitivitas tipe lambat merupakan respon imun seluler, terjadi peningkatan aktifitas limposit-T CD4 dan limposit-T CD8 sitotoksik dan sel pembunuh yang memusnahkan makrofag setempat, jaringan sekitar dan perkijuan. Hipersensitivitas tipe lambat dapat mengisolasi lesi aktif, menyebabkan Welldany Siregar: Perbedaan Hasil Uji Mantoux Pada Anak Umur 3 Bulan - 16 Tahun Yang Kontak Serumah Dengan Penderita Tuberkulosis BTA + Yang Telah Diimunisasi Dan Belum Imunisasi BCG, 2008. USU e-Repository © 2008 M. tuberculosis menjadi dorman, kerusakan jaringan, fibrosis dan jaringan parut. Proses ini merugikan tubuh, karena M. tuberculosis dapat keluar dari pinggir daerah nekrosis dan membentuk hipersensitivitas tipe lambat kemudian difagositosis oleh makrofag setempat. Apabila makrofag belum diaktifkan oleh imunitas seluler, maka M. tuberculosis dapat tumbuh dalam makrofag sampai hipersensitifitas tipe lambat merusak makrofag dan menambah daerah nekrosis. Pada saat ini imunitas seluler menstimulasi makrofag setempat untuk membunuh basil dan mencegah perkembangan penyakit. Hipersensitifitas tipe lambat lebih berperan pada jumlah basil yang banyak dan menyebabkan nekrosis jaringan Starke, 2003; Rahajoe, 2005. Apabila M. tuberculosis masuk ke dalam aliran limfe atau darah biasanya akan dihancurkan di tempat yang baru dan terbentuk tuberkel. Adanya reseptor spesifik terhadap antigen yang dihasilkan M. tuberculosis pada limposit-T di darah dan jaringan limfe, menyebabkan pengumpulan dan aktifasi makrofag dan destruksi M. tuberculosis lebih cepat. Tuberkel yang terjadi tetap kecil dengan perkijuan minimal, cepat sembuh dan dapat terjadi penyebaran hematogen atau limfogen ke jaringan lain Aditama, 1994; Rahajoe, 2005. Tujuan imunisasi BCG diharapkan infeksi primer oleh M. tuberculosis yang potensial berbahaya diganti dengan infeksi BCG yang tidak berbahaya, oleh karena timbul aktifasi imunitas seluler terhadap M. tuberculosis. Anak sudah mendapat imunisasi BCG terinfeksi oleh M. tuberculosis maka sel limposit-T memori segera berproliferasi, berdiferensiasi, mengaktifkan makrofag dan memproduksi sitokin. Sitokin akan meningkatkan kemampuan makrofag dalam mekanisme mikrobisida dan Welldany Siregar: Perbedaan Hasil Uji Mantoux Pada Anak Umur 3 Bulan - 16 Tahun Yang Kontak Serumah Dengan Penderita Tuberkulosis BTA + Yang Telah Diimunisasi Dan Belum Imunisasi BCG, 2008. USU e-Repository © 2008 telah dibuktikan bahwa sitokin ini mampu menghambat pertumbuhan basil, membunuh basil dan menghambat mobilitas makrofag yang terinfeksi sehingga tidak terjadi penyebaran infeksi secara hematogen. Dengan demikian respon limposit-T ini meningkatkan perlindungan terhadap penyebaran sistemik Starke, 2003; Rahajoe, 2005. Welldany Siregar: Perbedaan Hasil Uji Mantoux Pada Anak Umur 3 Bulan - 16 Tahun Yang Kontak Serumah Dengan Penderita Tuberkulosis BTA + Yang Telah Diimunisasi Dan Belum Imunisasi BCG, 2008. USU e-Repository © 2008

BAB III METODE PENELITIAN