Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Laten pada Anak Kontak Serumah dengan Tuberkulosis Dewasa

(1)

TESIS

FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS LATEN PADA ANAK KONTAK SERUMAH DENGAN PENDERITA TUBERKULOSIS DEWASA

FLORA MINDO PANJAITAN 097103043/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

Judul Tesis : Faktor risiko kejadian tuberkulosis laten pada anak kontak serumah dengan tuberkulosis dewasa

Nama Mahasiswa : Flora Mindo Panjaitan Nomor Induk Mahasiswa : 097103043/IKA

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

dr. Ridwan M. Daulay, Sp.A(K) Ketua

Dr. Supriatmo, MKed(Ped), SpA(K) Anggota

Program Magister Kedokteran Klinik

Sekretaris Program Studi Dekan

dr. Murniati Manik, MSc, SpKK, SpGK Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD, KGEH


(3)

PERNYATAAN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS LATEN PADA ANAK KONTAK SERUMAH DENGAN TUBERKULOSIS DEWASA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Oktober 2014

Flora Mindo Panjaitan

Telah diuji pada


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ridwan M. Daulay, SpA(K) ……… Anggota: 1. Dr. Supriatmo, MKed(Ped), SpA(K) ……… 2. Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K) ……… 3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) ………


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat, serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Dr. Ridwan M. Daulay, SpA(K) dan Dr. Supriatmo, MKed(Ped), SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.


(6)

3. Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K), Dr. Melda Deliana, MKed(Ped), SpA(K), Dr. Wisman Dalimunthe, MKed(Ped), SpA(K), Dr. Rini Savitri Daulay, MKed(Ped), SpA dan Dr. Gema Nazri Yanni, Mked(Ped), SpA yang sudah membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

4. Kepala Puskesmas Padang Bulan dan Tuntungan Medan, yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian ini di Puskesmas tersebut.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Teman-teman yang telah membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, Dermawan, Wardah, Monalisa serta teman-teman seangkatan lainnya. Terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.

7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya Farel Panjaitan dan Sondang Lumban Tobing, mertua saya alm. Mangantar Simatupang dan Florina Panjaitan atas doa serta dukungan moril kepada saya. Terima kasih yang sangat besar juga saya sampaikan kepada suamiku tercinta Bintang Simatupang, SH, MH, yang dengan segala pengertian dan bantuannya baik moril maupun materil membuat saya mampu menyelesaikan


(7)

tesis ini. Begitu juga buat anakku tersayang, Margareth Louise Nauli Simatupang yang selalu menjadi sumber kekuatan dan semangat bagi saya.

Akhir kata ,penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, Oktober 2014


(8)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing ii

Lembar Pernyataan iii

Ucapan Terima Kasih v

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Singkatan xii

Daftar Lambang xiii

Abstrak xiv Abstract xv BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Hipotesis 2

1.4. Tujuan Penelitian 2

1.5. Manfaat Penelitian 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi 4

2.2. Definisi TB laten 5

2.3. Patogenesis Penyakit Tuberkulosis 5

2.4. Faktor Risiko 8

2.5. Diagnosis 11 2.6. Respon Imun terhadap M. tuberkulosis 12 2.7 Uji Tuberkulin 13

2.8. Kerangka Konseptual 17

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain 18

3.2. Tempat dan Waktu 18

3.3. Populasi dan Sampel 18

3.4. Perkiraan Besar Sampel 19

3.5. Pemilihan Sampel 19

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 20

3.7. Persetujuan / Informed Consent 20

3.8. Etika Penelitian 21

3.9. Cara Kerja 21

3.10. Alur Penelitian 23

3.11. Identifikasi Variabel 24

3.12. Definisi Operasional 24


(9)

BAB 4. HASIL 28

BAB 5. DISKUSI 33

BAB 6. KESIMPULAN 39

RINGKASAN 40

SUMMARY 42

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 2. Rencana Anggaran 3. Jadwal Penelitian

4. Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua

5. Persetujuan Setelah Penjelasan

6. Lembaran Pengisian Data 7. Persetujuan Komite Etik 8. Daftar Riwayat Hidup


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik dasar 28

Tabel 4.2 Hubungan faktor – faktor risiko dengan TB laten 30 Tabel 4.3 Analisa multivariat faktor-faktor risiko dengan TB laten 31


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagan Patogenesis Tuberkulosis 7

Gambar 2.2. Perjalanan Mycobacterium tuberculosis 8

Gambar 2.3. Kerangka konseptual 17

Gambar 3.1. Alur Penelitian 22


(12)

DAFTAR SINGKATAN

BB : berat badan

BAL : bronchoalveolar lavage

BCG : Bacillus Calmette Guerrin

BTA : Bakteri Tahan Asam

cm : centimeter

ELISA : Enzym Linked Immunosorbent Assay HIV : Human Immunodeficiency Virus ICT : immunochromatografic test

IK : interval kepercayaan

kg : kilogram

LAM : lipoarabinomanan

MDR : Multiple Drug Resistant

ml : milliliter

mm : millimeter

n : jumlah sampel

OAT : obat anti tuberkulosis

OR : Odds Ratio

P : tingkat kemaknaan

PCR : Polimerase Chain Reaction

PPD : purified protein derivative

Rp : Rupiah

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SMA : Sekolah Menengah Atas

TB : Tuberkulosis

TB : tinggi badan

TU : tuberculin unit

WHO : World Health Organization


(13)

DAFTAR LAMBANG

α : kesalahan tipe I β : kesalahan tipe II Zα : deviat baku normal untuk α Zβ : deviat baku normal untuk β ≥ : lebih besar atau sama dengan ≤ : lebih kecil atau sama dengan


(14)

ABSTRAK

Latar belakang Prevalensi tuberkulosis (TB) adalah tinggi di Indonesia, dan TB anak mengambil proporsi besar dari keseluruhan beban TB. Deteksi dini terhadap TB laten pada anak merupakan strategi penting untuk mengkontrol TB.

Tujuan Untuk menentukan faktor risiko TB laten pada anak (3 bulan – 18 tahun) kontak serumah dengan penderita TB dewasa.

Metode Sebuah studi potong lintang dilakukan pada Februari - Maret 2014 di Medan. Sampel adalah anah umur 3 bulan – 18 tahun kontak serumah dengan penderita TB dewasa. Hubungan antara faktor risiko dan kejadian TB laten dianalisa dengan menggunakan chi square dan tes fisher’s exact. Faktor risiko yang diduga berhubungan dengan TB laten dianalisa dengan menggunakan analisis multivariat regresi logistik.

Hasil Dari 48 anak didapati TB laten sebanyak 19 (39.6%). Analisis bivariat menunjukkan status BCG, status ekonomi, ventilasi rumah dan kepadatan penghuni rumah mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian TB laten pada anak kontak serumah dengan penderita TB dewasa dengan masing – masing RO 0.06, 8.59, 6.60 dan 9.63. Setelah analisis multivariat, status BCG mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian TB laten pada anak kontak serumah dengan TB dewasa (RO 0.02).

Kesimpulan Status BCG merupakan faktor proteksi terhadap kejadian TB laten pada anak kontak serumah dengan TB laten.


(15)

ABSTRACT

Background Tuberculosis (TB) is highly prevalent in Indonesia, and children carry a large proportion of the overall burden. Early detection of latent TB in children is an important strategy to control TB.

Objective To determine the risk factor of latent TB in children (3 months – 18 years) with household contact to adult TB patients.

Methods A cross sectional study was conducted between February to March 2014 in Medan. We studied children aged 3 months to 18 years old living in the same house with adult TB patients. The association of the risk factor and the occurrence of latent TB were analyzed by using chi square and fisher’s exact test. The risk factor that may associate to the occurrence latent TB were analyzed by using multivariate logistic regression.

Results Of the 48 children, we obtained 19 (39.6%) latent TB. Bivariate analysis showed the BCG immunization status, the economic status, house ventilation and residential density have a significant association with the occurrence of latent TB in children with households contact to adult TB patients with OR 0.06, 8.59, 6.60 and 9.63, respectively. After multivariate logistic analysis, the BCG immunization status has a significant association with the occurrence of latent TB in children with households contact to adult TB patients (OR 0.02).

Conclusion The BCG immunization status is a protective factor to the occurrence of latent TB in children with households contact to adult TB patients.


(16)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama saat ini, dan menjadi tantangan global.1,2 Diperkirakan sekitar dua miliar orang terinfeksi secara laten oleh Mycobacterium tuberculosis, dan menyebabkan kasus baru TB aktif pada 9.2 juta orang dan kematian pada 1.7 juta orang di dunia.1 Pada daerah dengan sarana terbatas dengan prevalensi TB yang tinggi, anak-anak mengambil proporsi besar dari keseluruhan beban kasus TB. Hampir satu juta kasus TB anak diperkirakan terjadi setiap tahun dan 10% sampai 20% diantaranya bersifat fatal.3,4

Ada beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya TB laten pada anak. Faktor risiko terjadinya TB laten pada anak tersebut adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak Bakteri Tahan Asam/BTA positif) terutama close contact atau tinggal serumah, tinggal di daerah endemis, tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), lingkungan dengan kebersihan dan sanitasi yang tidak baik, faktor kemiskinan (status ekonomi), kondisi rumah tempat tinggal yaitu ukuran rumah, kepadatan penghuni dan ventilasi rumah.5

Deteksi dan pengobatan TB laten merupakan strategi kunci dalam upaya kontrol dan eliminasi TB.6-9 Anak dengan infeksi TB lebih mungkin berkembang menjadi penyakit yang serius dibanding dewasa, karena


(17)

kemampuan yang rendah melawan infeksi akibat sistem imun yang belum berkembang sempurna (immature).10-12

1.2. Perumusan masalah

Dari uraian ringkas latar belakang masalah di atas merupakan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Apakah ada faktor risiko kejadian TB laten pada anak kontak serumah dengan TB dewasa ?

1.3. Hipotesis

Anak kontak serumah dengan TB dewasa mempunyai faktor risiko untuk menderita TB laten.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor risiko kejadian TB laten pada anak dengan kontak TB dewasa.

2. Untuk mengetahui prevalensi TB laten pada anak

1.5 . Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai faktor risiko kejadian TB laten pada anak kontak serumah dengan penderita TB dewasa.

2. Di bidang pelayanan masyarakat : meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya pada anak dengan TB laten.


(18)

3. Dalam bidang pengembangan penelitian : memberikan masukan terhadap bidang respirologi tentang TB laten pada anak kontak serumah dengan penderita TB dewasa dan membantu menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB.


(19)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi

Diperkirakan sekitar dua miliar orang menderita TB laten oleh Mycobacterium tuberculosis, dan menyebabkan kasus baru TB aktif pada 9.2 juta orang dan kematian pada 1.7 juta orang di dunia.1 Diperkirakan Asia merupakan penyumbang sekitar 55% kasus baru TB aktif tersebut dan hanya 78% diantaranya yang terdeteksi. Pada daerah dengan sarana terbatas dan prevalensi TB yang tinggi, anak-anak mengambil proporsi besar dari keseluruhan beban kasus TB. Hampir satu juta kasus TB anak diperkirakan terjadi setiap tahun dan 10% sampai 20% diantaranya bersifat fatal. Meskipun begitu, TB anak masih merupakan penyakit selalu diabaikan.3,4

Sejak tahun 2009, Indonesia telah turun dari urutan ketiga menjadi urutan kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia setelah India, Cina, Nigeria dan Afrika Selatan.2,7 Jumlah kasus TB di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 528 063 orang atau 228 orang per 100 000 penduduk per tahun, di Sumatera Utara jumlahnya 264 orang per 100 000 penduduk per tahun. Proporsi penderita TB anak diantara seluruh penderita TB pada tahun 2000 sampai 2007 berkisar 0.6% sampai 0.8%, pada tahun 2010 meningkat menjadi 9.9%. Di Sumatera Utara tahun 2010 jumlah kasus TB anak ada sebesar 2% dari keseluruhan kasus TB.7 Jika tidak dilakukan tindakan segera untuk menghentikan penyebaran TB, World Health Organization (WHO)


(20)

memperkirakan sekitar 70 milyar orang akan meninggal oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis selama 20 tahun mendatang.1,8

2.2 Definisi TB laten

Tuberkulosis laten didefinisikan sebagai keadaan asimtomatik dengan karakteristik adanya respon sel T spesifik mikobakterium ditandai dengan hasil uji tuberkulin positif, tidak ada manifestasi klinis TB paru atau ekstra paru, dan tidak ada bukti sembuh dari sakit TB.12

Hanya sebagian kecil individu yang penderita TB laten yang mengalami perkembangan menjadi sakit TB. Jumlah kuman pada TB laten tidak cukup menyebabkan sakit TB.1 Tuberkulosis laten mempunyai karakteristik dorman dan metabolisme kuman Mycobacterium tuberculosis bersifat inaktif.10

2.3. Patogenesis Penyakit Tuberkulosis

Patogenesis terjadinya infeksi TB dimulai dari masuknya Mycobacterium tuberculosis yang terdapat dalam percik renik, karena ukurannya sangat kecil (<5 μm) maka bakteri tersebut dapat mencapai alveolus. Selanjutnya terjadi proses fagositosis oleh makrofag, sebagian bakteri akan mati sedangkan sebagian lagi akan terus berkembang biak dalam makrofag dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Setelah itu Mycobacterium tuberculosis membentuk lesi disebut fokus primer atau Ghon. Dari fokus primer, Mycobacterium tuberculosis menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar


(21)

limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi pada saluran limfe (limfangitis), dan di kelenjar limfe (limfadenitis). Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer. Pada saat terbentuknya kompleks primer akan terbentuk imunitas seluler dan dinyatakan infeksi primer telah terjadi.4

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuk imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian bersarang pada berbagai organ tubuh dengan vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal dan lain-lain. Pada umumnya, kuman disarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang). Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.5


(22)

Gambar 2. 1. Bagan patogenesis tuberkulosis11

Secara imunopatogenesis, setelah terinhalasi di paru, kuman TB mempunyai beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama, respon imun awal penjamu secara efektif membunuh semua kuman TB, sehingga TB tidak terjadi. Kedua segera setelah infeksi terjadi multiplikasi, pertumbuhan kuman TB dan muncul manisfestasi klinis, yang dikenal sebagai TB primer. Ketiga, kuman TB dalam keadaan dorman, terjadi infeksi laten dengan uji tuberkulin positif sebagai satu-satunya manifestasi. Keempat, kuman TB laten tumbuh


(23)

dan muncul manifestasi klinis, disebut sebagai reaktivasi TB (TB pasca primer). Hal ini seperti seperti digambarkan pada gambar 2.4

Gambar 2. 2. Perjalanan Mycobacterium tuberculosis 12

2.4. Faktor Risiko

Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya TB laten dan sakit TB pada anak.3 Faktor-faktor risiko tersebut antara lain:

2.4.1 Faktor demografi

Kejadian TB laten tidak sama pada semua kelompok umur. Kemungkinan terjadinya TB laten lebih tinggi pada kelompok umur yang lebih muda, karena kemampuan yang rendah melawan infeksi akibat sistem imun yang belum berkembang sempurna (immature).13-15 Anak usia muda berada pada risiko tinggi mengalami TB laten. Penelitian menunjukkan risiko mengalami TB laten pada anak kurang dari lima tahun sebesar 10% sampai 20%.16

Tuberkulosis laten akan berkembang menjadi sakit TB pada 50% bayi dalam 3 sampai 9 bulan setelah infeksi, 25% anak pada usia 1 sampai 5


(24)

anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya, dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien anak. Hal ini disebabkan jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas anak masih lemah, jumlah yang tersebut sudah mampu menyebabkan sakit. Lokasi infeksi primer biasanya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi sputum. Tidak adanya/sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim menyebabkan jarangnya terdapat gejala batuk pada TB anak.5

2.4.2 Faktor penjamu : Status imunologis

Daya tahan anak mempengaruhi kejadian TB laten. Kondisi yang membuat daya tahan anak turun meningkatkan kejadian TB laten anak. Adanya kejadian epidemik dari infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) saat ini, meningkatkan insidensi kejadian TB laten anak. Suatu penelitian di Kenya melaporkan prevalensi TB meningkat 50% pada yang terinfeksi HIV.14

2.4.3 Faktor lingkungan

Faktor risiko terjadinya TB laten pada anak antara lain anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak BTA positif), tinggal di daerah endemis, tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), lingkungan dengan kebersihan dan sanitasi yang tidak baik, serta faktor kemiskinan. Tidak semua anak yang menderita TB laten akan mengalami sakit TB.5


(25)

Sumber infeksi pada TB laten anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Kemungkinan terjadinya TB laten pada anak yang kontak dengan penderita TB dengan BTA positif lebih tinggi dibandingkan jika kontak dengan penderita TB dengan BTA negatif. Risiko akan meningkat apabila kontak merupakan close contact yaitu tinggal serumah dengan penderita TB. Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA positif, infiltrat luas atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi (ventilasi rumah) yang kurang baik, kondisi rumah tempat tinggal yaitu ukuran rumah, kepadatan penghuni dan status ekonomi.15

Dilaporkan dalam sebuah penelitian bahwa anak dengan kontak BTA positif dewasa meningkat risiko menderita TB laten dengan OR 3.3, 95% IK : 1.4-7.7.4 Kemungkinan TB laten dipengaruhi oleh kedekatan dan lama kontak dengan penderita TB dewasa. Anak dengan kontak serumah yang lama dengan penderita TB dewasa sebanyak 60% sampai 80% akan menderita TB laten. Kontak dengan penderita TB dewasa yang BTA sudah negatif juga merupakan risiko anak mengalami TB laten, tetapi lebih rendah, yaitu sebesar 30% sampai 40%.15


(26)

2.5. Diagnosis

Pengambilan spesimen atau sputum sulit dilakukan pada anak, karena lokasi kelainannya di parenkim yang tidak berhubungan langsung dengan bronkus, maka produksi sputum tidak ada atau minimal dan gejala batuk juga jarang.3 Karena jumlah kuman sangat sedikit pada TB laten, pemeriksaan direk untuk mendeteksi keberadaan kuman tidak mungkin bisa dilakukan.1

Belum ada pemeriksaan baku emas yang dapat mendiagnosis TB laten pada anak.17 Tidak adanya alat diagnotik mikrobiologis untuk TB laten, sehubungan dengan rendahnya jumlah bakteri yang juga nonreplikasi, diagnosis TB laten hanya mungkin dengan metode imunologis.18 Pemeriksaan indirek seperti foto dada bukan pemeriksaan yang sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis TB laten.19,20

Pemeriksaan serologis untuk mendeteksi imunologik antigen-antibodi spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dengan menggunakan Purified Protein Derivative (PPD), A60, 38kDa, lipoarabinomanan (LAM) dengan bahan pemeriksaan dari darah, sputum, cairan bronkus (bronkus dan bronchoalveolar lavage/BAL) dan cairan serebrospinal sampai saat ini masih diteliti serta dikembangkan yang diharapkan dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. Beberapa pemeriksaan serologis yang ada antara lain PAP TB, Mycodot, immunochromatografic test (ICT) dan lain-lain, tetapi hingga saat ini masih menunjukkan akurasi yang sangat rendah dan sangat terbatas penggunaannya di klinik.1


(27)

Pemeriksaan terbaru yang sedang dikembangkan adalah geneXpert, yaitu pemeriksaan berbasis Polimerase Chain Reaction (PCR) yang mendeteksi keberadaan amplifikasi dan ekstraksi asam nukleat M. tuberculosis pada region gen rpoB, dimana mutasi pada region ini akan meningkatkan resistensi terhadap rifampisin hingga 95%.21 World Health Organisation merekomendasikan pemeriksaan ini sebagai tes diagnostik inisial terhadap pasien terduga Multiple Drug Resistant/MDR-TB atau HIV/TB, dan sebagai tes ikutan setelah tes mikroskopis pada pasien MDR-TB dan atau HIV dengan apusan spesimen negatif.22

2.6. Respon Imun terhadap M. tuberculosis

Umumnya antigen bersifat tergantung pada sel T (TD=T dependent antigen), artinya antigen akan mengaktifkan sel imunokompoten dengan bantuan sel T helper (Th) melalui zat yang dilepaskan sel Th aktif. Sedangkan antigen yang tidak memerlukan sel T (TI=T independent) untuk menghasilkan antibodi dengan cara langsung merangsang limfosit B.Limfosit B umumnya mengenal antigen bila dipresentasikan bersama molekul produk MHC (mayor histocompatibility complex) kelas I & II yaitu molekul yang antara lain terdapat pada membrane sel makrofag. Setelah antigen diproses oleh sel makrofag akan dipresentasikan bersama MHC kelas I & II kepada sel Th sehingga terjadi ikatan antara TCR (T cell receptor) dengan antigen. Kemudian akan terjadi diferensiasi menjadi sel Th efektor, sel Tc efektor, serta sel Th memori


(28)

dan sel Tc memori atas pengaruh sitokin. Sel Th efektor mengaktivasi makrofag.5

Pada manusia terdapat dua jenis sel Th yaitu sel Th1 dan Th2 yang dapat dibedakan dari sitokin yang dihasilkannya dan fungsi efektornya. Sedangkan peran utama sel Tc atau sel CD8 adalah untuk mengenal dan kemudian melisiskan sel target yang terinfeksi sehingga disebut juga sel cytotoxic T lymphocyte (CTLs) yang berperan pada infeksi virus, bakteri dan parasit.11

2.7. Uji Tuberkulin

Tuberkulosis, tidak seperti penyakit infeksi yang lain, memiliki dua tingkatan proses dalam patogenesisnya. Manifestasi klinis penyakit timbul setelah adanya infeksi beberapa tahun atau dekade sebelumnya. Infeksi TB mempunyai fase laten, dimana terdapat infeksi dari kuman TB tetapi bersifat dorman, namun terdapat imunogenitas yang dapat dideteksi oleh sistem imun pada orang yang terinfeksi. Pada fase ini uji tuberkulin bermanfaat sebagai alat diagnostik untuk mengetahui infeksi TB walaupun tidak ditemukan manifestasi.14

Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang memiliki sifat antigen yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB maka akan terbentuk indurasi di lokasi suntikan.3 Uji tuberkulin pertama kali ditemukan oleh Koch, lima belas tahun setelah mycobacterium tuberculosis ditemukan. Terdapat dua teknik melakukan uji


(29)

tuberkulin kulit yaitu secara Mantoux dan multiple punction.14 Uji tuberkulin secara Mantoux merupakan metode standar untuk menentukan infeksi TB, dan Committee on Infectious Disease of the American Academy of Pediatrics, pada Januari 1994 telah merekomendasikan uji tuberkulin cara Mantoux sebagai prosedur standar untuk menentukan infeksi TB karena memiliki sensitivitas dan spesifitas yang lebih baik.17

Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml tuberkulin PPD secara intrakutan di bagian volar sentral lengan bawah kiri. Suntikan dilakukan dengan menggunakan jarum tuberkulin, jika penyuntikan dilakukan secara benar akan timbul benjolan berdiameter 4-6 mm berwarna kepucatan. Tuberkulin yang saat ini tersedia di Indonesia adalah PPD RT-23 buatan Statens Serum Institute Denmark dan PPD buatan Biofarma. Pembacaan dilakukan setelah 48-72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul bukan hiperemi/eritemanya. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat pengukur transparan.19

Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi ≥ 10 mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-14 mm dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan BCG. Pengaruh BCG terhadap reaksi positif tuberkulin secara


(30)

bertahap akan semakin berkurang dengan berjalannya waktu, dan paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah penyuntikan.3,5

Apabila diameter indurasi 0-4 mm, dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5-9 mm dinyatakan positif meragukan. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan teknis (trauma, dan lain-lain), keadaan anergi, atau reaksi silang dengan M. atipik. Bila mendapatkan hasil yang meragukan, uji tuberculin dapat diulang. Untuk menghindari efek booster tuberkulin, ulangan dilakukan 2 minggu kemudian dan penyuntikan dilakukan di lokasi yang lain, minimal berjarak 2 cm.4

Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun (imunokompromais) maka cut off-point hasil positif yang digunakan adalah ≥5 mm. Keadaan ini dapat dijumpai pada pasien gizi buruk, infeksi HIV, keganasan, morbili, pertusis, varisela, atau pasien yang mendapat imunosupresan jangka panjang (≥2 minggu). Pada keadaan diatas, uji tuberkulin dapat positif sehingga pasien dengan dugaan anergi tetap dilakukan uji tuberkulin jika dicurigai TB. Pada anak yang mengalami kontak erat dengan pasien TB dewasa akitif disertai BTA positif, juga digunakan batas ≥ 5 mm.19


(31)

2.8. Kerangka Konseptual

: yang diamati dalam penelitian Gambar 2. 3. Kerangka konseptual

TB laten pada anak  Kontak dengan penderita 

TB dewasa

Kuman TB merangsang   imunitas seluler 

Respon imun terhadap M. tuberculosis 

  Uji  tuberkulin positif 

Kontak dengan  penderita TB  dewasa (close  contact) Umur 

Status BCG 

Status ekonomi  (kemiskinan) 

Kepadatan  penghuni rumah 

Ventilasi rumah

 Status BTA kontak   Status Imunologi 

(HIV) 


(32)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional untuk menilai pengaruh faktor-faktor risiko pada kejadian tuberkulosis laten pada anak-anak tinggal serumah dengan penderita TB dewasa.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan pada anak-anak tinggal serumah dengan penderita TB dewasa yang datang berobat ke puskesmas Padang Bulan di Jl. Djamin Ginting Kecamatan Medan Baru dan Tuntungan di Jl. Bunga Melati Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, sejak bulan Februari sampai dengan Maret 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak-anak yang tinggal serumah dengan penderita TB dewasa. Populasi terjangkau adalah anak-anak yang tinggal serumah dengan penderita TB dewasa yang datang berobat ke puskesmas Padang Bulan dan Tuntungan, Medan. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis proporsi satu populasi,23 dengan:


(33)

n= Z√PoQo + Z √PaQa 2

Pa – Po

n = besar sampel

P0 = Proporsi standar (dari pustaka) = 0.314

Pa = Proporsi yang diteliti(clinical judgement) = 50%

Q0 = 1- P0 = 0.69

Qa = 1- Pa =0.5

Z = Tingkat kepercayaan 5% → Z = 1.96 Z = Power penelitian 80% → Z =0,842

Dengan menggunakan rumus diatas maka didapatkan besar sampel sebanyak 43 orang.

3.5. Pemilihan Sampel

Sampel diambil dengan cara consecutive sampling.

3.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.6.1. Kriteria Inklusi

Anak usia 3 bulan sampai 18 tahun serumah dengan penderita TB dewasa BTA sputum positif.


(34)

3.6.2. Kriteria Eksklusi

1. Anak yang mendapat obat kortikosteroid jangka lama atau imunosupresi lain dan obat sitostatika.

2. Anak sedang atau baru atau pernah menderita campak, gondongan (mumps), menderita sakit TB, penyakit keganasan, gizi buruk dan kondisi lain yang mempengaruhi status imunitas.

3. Mendapat imunisasi polio oral dan campak atau vaksin virus hidup dalam 6 minggu terakhir.

3.7. Persetujuan / Informed consent

Semua sampel diminta persetujuan orangtua setelah terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai kondisi anak yang rentan terhadap infeksi tuberkulosis dan manfaat yang diperoleh dari penelitian.

3.8. Etika Penelitian

Penelitian ini mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.9. Cara Kerja

1. Penderita TB dewasa diperoleh berdasarkan data dari puskesmas, kemudian anak umur 3 bulan – 18 tahun tinggal serumah bersama mereka dan mendapat persetujuan dari orangtua dimasukkan sebagai sampel penelitian.


(35)

2. Karakteristik dasar dan informasi mengenai sampel diperoleh dari wawancara dengan orangtua yaitu nama, umur, jenis kelamin, panjang badan atau tinggi badan, berat badan, penyakit yang diderita dan pengobatan yang diterima, riwayat imunisasi BCG dan imunisasi dalam 6 minggu terakhir, pendidikan ayah dan ibu, jumlah anggota rumah tangga, status ekonomi keluarga, dan kepadatan penghuni rumah.

3. Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux terhadap semua sampel, dengan menggunakan 0,1 ml PPD RT-2TU buatan Biofarma Bandung. Penyuntikan dilakukan secara intrakutan di bagian sentral volar lengan kiri bawah dengan memakai jarum suntik no 27. Daerah tempat suntikan dibersihkan dengan kapas setelah dibasahi dengan aquabides, kemudian penyuntikan dilakukan secara perlahan. Setelah posisi jarum suntik tepat intrakutan, posisi jarum dibuat sejajar dengan permukaan kulit dan sedikit didorong. Apabila suntikan benar, maka akan timbul benjolan berwarna kepucatan berdiameter 4-6 mm. Untuk anak berikutnya jarum suntik diganti dengan yang baru.

4. Setelah 72 jam penyuntikan, dilakukan kunjungan rumah untuk membaca hasil uji tuberculin dan pengukuran ventilasi rumah oleh peneliti sendiri. Diameter indurasi hasil uji Mantoux diukur bukan hiperemi yang timbul dan tebal-tipisnya indurasi dinilai. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, kemudian kedua tepi indurasi ditandai dengan alat


(36)

transparan. Hasil pengukuran dinyatakan dalam millimeter jika tidak timbul indurasi, dilaporkan indurasi 0 mm dan bila timbul bula atau vesikel dicatat.

5. Uji tuberkulin dikatakan positif infeksi TB jika diameter indurasi ≥ 5 mm anak umur > 5 tahun belum diimunisasi BCG. Anak balita yang sudah di imunisasi BCG dikatakan positif infeksi TB jika diameter indurasi ≥ 15 mm. 3.10. Alur Penelitian

Gambar 3. 1. Alur Penelitian

Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Wawancara untuk pengisian formulir dan pemeriksaan

fisik

Umur Status BCG Status Ekonomi Kepadatan penghuni rumah

Ventilasi rumah

Uji tuberkulin dengan cara Mantoux

Positif Negatif

Tuberkulosis Laten

72 jam kemudian dilakukan kunjungan ke rumah untuk pembacaan uji Mantoux dan pengukuran ventilasi.


(37)

3.10. Identifikasi Variabel

Variabel Bebas Skala

Umur Nominal Dikotom

Status BCG Nominal Dikotom

Status Ekonomi Nominal Dikotom

Ventilasi rumah Nominal Dikotom

Kepadatan penghuni rumah Nominal Dikotom

Variabel tergantung

Tuberkulosis laten Nominal Dikotom

3.11. Definisi Operasional

1. Tuberkulosis laten didefinisikan sebagai keadaan asimtomatik dengan karakteristik adanya respon sel T spesifik mikobakterium ditandai dengan hasil uji tuberkulin positif, tidak ada manifestasi klinis TB paru atau ekstra paru, atau tidak ada bukti sembuh dari sakit TB.12

2. Umur dihitung mulai dari tanggal lahir anak sampai tanggal dilakukan pemeriksaan.


(38)

4. BTA positif jika pada pemeriksaan BTA Direct Smear dari sputum didapati Mycobacterium tuberculosis minimal dengan satu kali pemeriksaan.25 Pada penelitian ini data tersebut diperoleh dari data puskesmas.

5. Status imunisasi BCG dikatakan positif jika dijumpai parut bekas imunisasi BCG atau tercatat dalam kartu imunisasi, dan jika tidak ada parut bekas imunisasi BCG dan tidak tercatat di kartu imunisasi, status imunisasi BCG dikatakan negatif.

6. Pada penelitian ini, tingkat pendidikan orang tua dikatakan rendah jika pendidikan terakhir adalah SD, SMP, atau SMA, dan tinggi jika pendidikan terakhir adalah diploma atau sarjana.

7. Status nutrisi anak ditetapkan dengan teknik antropometri standar berdasarkan grafik pertumbuhan CDC dan WHO untuk anak umur dibawah 60 bulan.26

8. Hasil uji tuberkulin dikatakan positif jika diameter indurasi transversal ≥ 5 mm. Untuk anak umur ≤ 5 tahun yang telah diimunisasi BCG dikatakan positif jika diameter indurasi ≥ 15 mm. Apabila diameter indurasi 0-4 mm dinyatakan uji tuberkulin negatif.5

9. Ventilasi rumah dinyatakan baik jika rumah mempunyai luas ventilasi sebesar ≥10% dari luas lantai rumah dan dinyatakan jelek jika ventilasi rumah <10%.27


(39)

10. Status ekonomi dinilai berdasarkan jumlah pengeluaran per orang per bulan. Status ekonomi dibagi menjadi tidak miskin, hampir tidak miskin, miskin dan sangat miskin. Dinyatakan tidak miskin jika pengeluaran per orang perbulan lebih dari Rp. 350.610, hampir tidak miskin jika pengeluaran per orang per bulan antara Rp.280.488-Rp.350.610, hampir miskin jika pengeluaran per orang per bulan Antara Rp. 233.740 – Rp. 280.488, miskin jika pengeluaran per orang per bulan kurang dari Rp. 233.740 serta sangat miskin jika tidak ada kriteria berapa pengeluaran per orang per bulan dan tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah pastinya.28 Dalam penelitian ini status ekonomi dikatakan miskin jika masuk dalam kriteria hampir miskin, miskin dan sangat miskin. Tidak miskin jika masuk dalam kriteria tidak miskin dan hampir tidak miskin.

11. Anggota rumah tangga adalah semua orang yang biasa bertempat tinggal dalam satu rumah tangga selama ≥ 6 bulan.28 Kepadatan penghuni rumah dinilai dengan terpenuhinya luas rumah untuk masing-masing anggota keluarga sebesar ≥9 m2. Dikatakan rumah padat penghuni jika luas rumah untuk masing-masing keluarga <9 m2.29

12. Semua anak yang menderita TB laten pada penelitian ini dianjurkan untuk kontrol ke Puskesmas untuk dievaluasi dan diberikan edukasi


(40)

3.12. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Untuk melihat hubungan antara hubungan antara variabel bebas dan tergantung digunakan analisis bivariat dengan chi square dan uji fisher’s exact. Untuk melihat faktor risiko kejadian TB laten pada anak kontak serumah dengan TB dewasa digunakan analisis multivariat dengan uji regresi logistik. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak dengan interval kepercayaan (IK) 95% dan tingkat kemaknaan P<0,05.


(41)

BAB 4. HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan terhadap anak-anak tinggal serumah dengan penderita TB dewasa yang datang berobat ke puskesmas Padang Bulan dan Tuntungan, Medan. Penelitian dilakukan dari Februari sampai Maret 2014. Dari 40 orang dewasa penderita TB yang datang berobat, terdapat sebanyak 59 anak usia 3 bulan sampai 18 tahun tinggal serumah dengan penderita tersebut. Dari 59 anak tersebut terdapat 48 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sebanyak 11 anak dieksklusikan karena gizi buruk dan sakit TB (TB disease).

Dari 48 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi terdapat anak <5 tahun sebanyak 27 orang (56%) dan anak ≥5 tahun sebanyak 21 orang (43.8%). Terdapat anak perempuan lebih banyak daripada laki-laki, dengan jumlah laki-laki sebanyak 23 orang (47.9%) dan perempuan sebanyak 25 orang (52.1%). Terdapat lebih banyak anak dengan status gizi normal daripada status gizi kurang, dengan jumlah gizi normal sebanyak 29 orang (60.4%) dan gizi kurang sebanyak 19 orang (39.6%). Baik pendidikan ayah dan ibu dijumpai terbanyak tingkat rendah, yaitu sebesar 46 orang (83.3%). Anak lebih banyak berasal dari status ekonomi tidak miskin daripada miskin dengan jumlah sebesar 33 orang (68.8%) dan 15 orang (31.3%), lebih banyak berasal dari ventilasi rumah yang baik daripada ventilasi rumah jelek dengan jumlah sebesar 32 orang (67.7%) dan 16 orang (33.3%), lebih banyak berasal dari rumah tidak padat penghuni daripada rumah padat


(42)

penghuni dengan jumlah sebesar 35 orang (72.9%) dan 13 orang (27.1%). Tuberkulosis laten terdapat pada 19 orang (39.6%) dari 48 anak.

Tabel. 4. 1. Karakteristik dasar

Karakteristik n %

Umur

<5 tahun 27 56.3

≥5 tahun 21 43.8

Jenis kelamin

Laki-laki 23 47.9 Perempuan 25 52.1 Status gizi

Gizi kurang 19 39.6

Gizi normal 29 60.4

Status BCG

Ya 40 83.3 Tidak 8 16.7 Pendidikan Ayah

Rendah 46 95.8 Tinggi 2 4.2 Pendidikan Ibu

Rendah 46 95.8 Tinggi 2 4.2 Status Ekonomi

Miskin 15 31.3

Tidak miskin 33 68.8

Ventilasi Rumah

Jelek 16 33.3 Baik 32 66.7 Kepadatan Rumah

Padat 13 27.1

Tidak Padat 35 72.9

TB laten

Positif 19 39.6 Negatif 29 60.4

Dari hasil analisis bivariat menggunakan chi square dan uji fisher’s

exact dengan nilai α = 0.005 didapatkan hubungan yang bermakna antara


(43)

TB laten, dimana masing-masing P = 0.002, P = 0.001, P = 0.003, P = 0.001. Anak yang berasal dari status ekonomi rendah, ventilasi rumah yang jelek dan rumah yang padat berisiko menderita TB laten sebesar 8.59, 6.6 dan 9.63 kali dibanding anak yang berasal dari status ekonomi tidak miskin, ventilasi rumah baik dan rumah yang tidak padat. Sedangkan adanya imunisasi BCG merupakan faktor protektif terhadap TB laten dengan nilai OR 0.002. (Tabel 4.2)


(44)

Tabel 4.2. Hubungan faktor-faktor risiko dengan TB laten

Karakteristik

TB laten

P OR (IK 95%)

Positif (n=19)

Negatif (n=29) Umur

<5 tahun, n(%) 13(68.4) 14(48.3) 0.169 2.32 (0.69-7.79) ≥5 tahun, n(%) 6(31.6) 15(51.7)

Jenis kelamin

Laki-laki, n(%) 7(36.8) 16(55.2)

Perempuan, n(%) 12(63.2) 13(44.8) 0.214 0.47 (0.14-1.55) Status gizi

Gizi kurang, n(%) 5(26.3) 14(48.3) 0.128 0.38 (0.10-1.34 Gizi normal, n(%) 14(73.7) 15(51.7)

Status BCG

Ya, n(%) 12(63.2) 28(96.6) 0.002 0.06 (0.00-0.55) Tidak, n(%) 7(36.8) 1(3.4)

Pendidikan Ayah

Rendah, n(%) 19(100) 27(93.1) 0.512 0.58 (0.46-0.74) Tinggi, n(%) 0(0) 2(6.9)

Pendidikan Ibu

Rendah, n(%) 19(100) 27(93.1) 0.512 0.58 (0.46-0.74) Tinggi, n(%) 0(0) 2(6.9)

Status Ekonomi

Miskin, n(%) 11(57.9) 4(13.8) 0.001 8.59 (2.13-34.64) Tidak miskin, n(%) 8(42.1) 25(86.2)

Ventilasi Rumah

Jelek, n(%) 11(57.9) 5(17.2) 0.003 6.60 (1.75-24.85) Baik, n(%) 8(42.1) 24(82.8)

Kepadatan Rumah

Padat, n(%) 10(52.6%) 3(10.3) 0.001 9.63 (2.15-43.00) Tidak Padat, n(%) 9(47.4) 26(89.7)

Semua variabel bebas yang secara analisis bivariat mempunyai P < 0.25 dilakukan analisis multivariat. Hasil multivariat dengan uji regresi logistik multipel didapatkan dari seluruh variabel bebas (faktor risiko) yang diduga berhubungan dengan TB laten didapatkan satu variabel secara bermakna berhubungan yaitu status BCG, dimana anak yang mendapat imunisasi BCG


(45)

mempunyai faktor protektif sebesar 0.02 kali (IK 95% 0.00-0.62) dibanding anak yang tidak mendapat imunisasi BCG. (Tabel 4.3)

Tabel 4.3. Analisa multivariat faktor-faktor risiko dengan TB laten

Variabel P OR (IK 95%)

Umur <5 tahun 0.311 2.63 (0.39-17.94)

Jenis kelamin 0.055 0.16 (0.25-1.04)

Status gizi kurang 0.386 0.44 (0.06-2.80)

Status BCG (+) 0.024 0.02 (0.00-0.62)

Status ekonomi miskin 0.409 8.07 (0.05-1155.79) Ventilasi rumah jelek 0.971 0.91 (0.00-129.76)


(46)

BAB 5 PEMBAHASAN

Kejadian TB laten pada anak kontak serumah dengan penderita TB dewasa berbeda-beda pada berbagai penelitian, dimana penelitian di Guinea-Bissau, melaporkan kejadian TB laten anak sebesar 21%,30 penelitian di Salvador sebesar 63,9%31 dan di Filipina sebesar 64,6%.32 Penelitian di Guinea-Bissau dilakukan di daerah pemukiman yang tidak padat dengan sirkulasi rumah yang baik, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya transmisi TB laten. Kejadian TB laten yang tinggi pada penelitian Salvador dan Filipina dapat disebabkan oleh penggunaan alat diagnostik yang lebih lengkap (uji tuberkulin, foto radiologi dada, sputum BTA dan bilas lambung) dibandingkan dengan penelitian ini.31,32 Kejadian TB laten pada penelitian ini hampir sama bila dibandingkan di beberapa negara berkembang lain dengan subjek balita seperti Thailand, Afrika, India dan Laos.33-35 Namun lebih rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara maju seperti penelitian di Amerika Serikat dan Perancis.36,37 Pada penelitian ini didapatkan kejadian TB laten pada anak kontak serumah dengan penderita TB dewasa sebesar 39.6%.

Peningkatan kejadian TB laten terjadi di seluruh dunia, namun lebih banyak terjadi di negara berkembang. Di negara maju peningkatan kasus terjadi terutama akibat adanya pendatang atau imigran dari negara berkembang.38,39 Peningkatan angka kejadian TB laten di negara berkembang terjadi akibat berbagai faktor seperti kondisi status ekonomi


(47)

yang rendah, kemiskinan, kepadatan penduduk, malnutrisi, dan peningkatan infeksi HIV.40 Data epidemiologi dari seluruh kasus TB anak dan dewasa menunjukkan persentase TB laten anak lebih tinggi di negara berkembang (15%-40%) dari kasus TB total dibandingkan dengan di negara maju (2%-7%).41 Dilaporkan dalam sebuah penelitian bahwa anak dengan kontak BTA positif dewasa meningkat risiko menderita TB laten dengan OR 3.3.6 Semakin tinggi derajat sputum BTA pasien TB paru dewasa, semakin tinggi risiko kejadian TB laten pada anak yang kontak, dimana sputum BTA positif sebagai faktor risiko TB laten anak.40 Beberapa penelitian epidemiologi menyebutkan bahwa penularan TB laten dari pasien dewasa ke anak sangat berkaitan dengan konsentrasi kuman TB (derajat sputum BTA) yang dikeluarkan oleh pasien TB paru dewasa tersebut saat batuk. Oleh sebab itu, semakin banyak kuman yang dikeluarkan, semakin besar pula risiko seorang anak terkena TB laten.42-44 Pada penelitian ini semua sumber kontak merupakan penderita TB BTA positif, tetapi tidak dibedakan sesuai derajat sputum BTA.

Kemungkinan terjadinya TB laten lebih tinggi pada kelompok umur yang lebih muda, karena kemampuan yang rendah melawan infeksi akibat sistem imun yang belum berkembang sempurna (immature).3 Anak usia muda berada pada risiko tinggi mengalami TB laten. Risiko kejadian TB laten pada anak kurang dari lima tahun sebesar 10% sampai 20%.16 Pada penelitian ini dengan analisis bivariat risiko kejadian TB laten lebih besar


(48)

Penelitian di Filipina menunjukkan bahwa kejadian TB laten antara kelompok subjek dengan berbagai tingkat status ekonomi tidak jauh berbeda.32 Faktor status ekonomi bukan merupakan faktor risiko langsung yang berhubungan dengan infeksi TB pada anak. Status ekonomi yang rendah berkaitan dengan kemiskinan, tingkat hunian yang padat, pendidikan dan pengetahuan orangtua yang rendah serta ventilasi rumah yang tidak baik, dimana semua hal tersebut banyak ditemukan pada keluarga dengan angka kejadian TB laten anak yang tinggi.41 Status ekonomi rendah akan menyebabkan terapi yang tidak adekuat karena keterbatasan dana. Selain itu status ekonomi berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pemahaman orang tua yang rendah mengenai transmisi kuman M. tuberculosis sehingga pasien TB dewasa sering meludah di sembarang tempat dan tidak menutup mulut saat batuk. Semua hal tersebut dapat meningkatkan risiko TB laten pada anak.39,45 Penelitian ini mendapatkan status ekonomi berperan terhadap kejadian TB anak, dimana secara analisis bivariat risiko anak yang berasal dari status ekonomi miskin berisiko lebih besar menderita TB laten dengan OR 8.59.

Penelitian di Guinea-Bissau menunjukkan bahwa ventilasi rumah yang tidak baik berperan pada kejadian TB laten dibandingkan dengan ventilasi baik.31 Ventilasi rumah yang jelek dapat meningkatkan transmisi kuman TB karena aliran udara yang statis. Aliran udara yang statis akan menyebabkan udara yang mengandung banyak kuman TB akan terhirup oleh anak yang berada dalam rumah dengan ventilasi buruk.38,41 Pada penelitian ini


(49)

didapatkan risiko kejadian TB laten pada anak yang tinggal pada rumah dengan ventilasi jelek lebih besar, dengan OR sebesar 6.6.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa tingkat populasi/hunian yang padat akan meningkatkan risiko TB laten pada anak.46 Meskipun demikian, beberapa penelitian lain menyatakan tidak terdapat hubungan bermakna antara kepadatan populasi dan TB laten.47,48 Hasil yang berbeda kemungkinan disebabkan oleh perbedaan definisi operasional yang dipakai oleh berbagai penelitian tersebut. Pada penelitian ini, secara analisis bivariat didapatkan anak yang tinggal pada rumah padat penghuni mempunyai risiko lebih besar menderita TB laten dengan OR sebesar 9,63.

Selama ini, lebih dari tiga milyar dosis vaksin BCG telah diberikan di seluruh dunia. Meskipun demikian, perdebatan mengenai efektivitas BCG dalam memproteksi bayi/anak terhadap TB masih terus berlangsung.4 Imunisasi BCG mempengaruhi hasil uji Mantoux dan dapat memberikan hasil

false positive. Pengaruh BCG terhadap hasil uji Mantoux akan semakin

berkurang dan paling lama bertahan sampai lima tahun setelah penyuntikan.4,49 Sebuah sistematic review di Brazil, melaporkan bahwa imunisasi BCG memiliki efek proteksi yang tinggi dalam mencegah TB milier dan meningitis TB, tetapi efek proteksinya memiliki variasi yang lebar untuk mencegah tuberkulosis paru, dimana beberapa hasil penelitian melaporkan tidak ada efek proteksi dan penelitian yang lainnya melaporkan efek proteksinya hampir 80%.50 Efek proteksi vaksin BCG dipengaruhi oleh


(50)

Efek proteksi atau efektivitas BCG adalah kemampuan BCG untuk menurunkan angka kejadian TB yang baru dalam populasi, bukan pada seorang individu.6 Penelitian di Turki, yang dilakukan pada anak kontak dengan penderita TB dewasa menggunakan uji ELISpot dan uji Mantoux, didapatkan bahwa anak yang diimunisasi BCG memiliki OR 0.60 untuk kejadian TB laten dibandingkan anak yang tidak diimunisasi BCG.51 Penelitian di India juga melaporkan bahwa anak yang tidak diimunisasi BCG memiliki faktor risiko untuk kejadian TB laten.35 Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang signifikan antara imunisasi BCG dengan kejadian TB laten yaitu dengan P=0.024 dan OR 0.02 yang menunjukan bahwa imunisasi BCG memiliki efek proteksi terhadap kejadian TB laten.

Keterbatasan penelitian ini adalah tidak dilakukan pemeriksaan foto toraks dan pemeriksaan klinis lainnnya untuk menyingkirkan sakit TB pada anak. Pada penelitian ini juga tidak dilakukan analisis risiko kejadian TB laten dalam berbagai tingkatan derajat BTA sputum sumber kontak.


(51)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini didapatkan kejadian TB laten sebanyak 39.6%. Ada hubungan bermakna antara status BCG, status ekonomi, ventilasi rumah, dan kepadatan rumah dengan kejadian TB laten. Status imunisasi BCG lengkap merupakan faktor protektif terhadap kejadian TB laten.

6.2 Saran

Perlu dilakukan lebih banyak penyuluhan tentang pentingnya imunisasi BCG yang lengkap, dan menjaga ventilasi dan tingkat hunian yang baik dalam menurunkan kejadian TB laten pada anak.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ruhwald M, Ravn P. Biomarkers of latent TB infection. Expert Rev

Resp Med 2009;3:387-401

2. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan. Rencana aksi nasional informasi strategis pengendalian tuberkulosis Indonesia 2011-2014. Diunduh dari: http://www. depkes.go.id. Diakses Desember 2013

3. Singh V, Patra S. A relook at preventive therapy for tuberculosis in

children. Indian J Pediatr. 2011;78:205-10

4. Rahajoe NN, Setyanto DB. Patogenesis dan perjalanan alamiah.

Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h.30-58

5. Rahajoe NN, Basir D, MS Makmuri, Kartasasmita C. Pedoman nasional

tuberculosis anak. Edisi ke-2. Jakarta. UKK Respirologi PP IDAI; 2007

6. Nguyen TH, Odermatt P, Slesak G, Barennes H. Risk of laten

tuberculosis infection in children living in households with tuberculosis patients: cross sectional survey in remote northern Lao people’s democratic republic. BMC Infect Dis 2009;9:96-104

7. TB Indonesia 2010. Situasi Epidemiologi TB di Indonesia. Diunduh dari:

http://www.tbindonesia.or.id/pdf/Data_tb_1_2010. Diakses Desember

2013

8. WHO Report. Global TB Control. 2011. Diunduh dari:

http://www.who.org. Diakses Desember 2013

9. Connell TG, Ritz N, Paxton GA, Buttery JP, Curtis N, Ranganathan SC.

A Three-way comparison of tuberculin skin testing, quantiferon-TB gold and T-SPOT TB in children. Plos One 2012;3:2624-30

10. Amanatidou V, Syridon G, Mavrikon. Latent tuberculosis infection in

children: diagnostic approches. Eur J Clin Microbiol Infect Dis 2011:1:1524-33

11. Rodgers GL. Tuberculosis. Dalam: Panitch HB, penyunting. Pediatric

Pulmonology. Edisi ke-2. Philadelphia: Elsevier Mosby;2005.h.172-9

12. Saiman L. Targeted tuberculin skin testing and treatment of latent

tuberculosis infection in children and adolescent. Pediatrics. 2004;114:1175-201

13. Eley BS, Beatty DW. The basic immunology of tuberculosis. Dalam:

Schaaf HS, Zumla AI, penyunting. Tuberculosis a comprehensive clinical reference. British: Elsevier; 2009.h.75-85

14. Gie RP, Beyers N, Enarson DA. Epidemiology of childhood

tuberculosis. Dalam: Schaaf HS, Zumla AI, penyunting. Tuberculosis a comprehensive clinical reference. British: Elsevier; 2009.h.38-42

15. Marais BJ, Donald PR. The natural history of tuberculosis infection and


(53)

16. Tuberculosis a comprehensive clinical reference. British: Elsevier;

2009.h.133-41

17. Finnell SME, Christenson JC, Downs SM. Latent tuberculosis infection

in children: a call for revised treatment guidelines. Pediatrics 2009;123:816-22

18. Kakkar F, Allen UD, Ling D, Pai M, Kitai IC. Tuberculosis in children:

new diagnostic blood test. Can J Infect Dis Med Microbiol. 2011;21:111-5

19. Chegou NN, Hoek KGP, Kriel M, Warren RM, Victor TC. Tuberculosis

assay: past, present and future. Expert Rev Anti Infect Ther. 2011;9:457-69

20. Nelson LJ, Jereb JA, Castro KG. New guidelines about latent

tuberculosis infection in children and adolescent: a welcome advancement. Pediatrics 2004;10:1084-6

21. Nicol MP, Zar HZ. New spesimens and laboratory diagnostics for

childhood pulmonary TB progress and prospects. Pediatr Respir Rev. 2011;12:16-21

22. WHO. Tuberculosis diagnostics xpert MTB/RIF test. WHO endorsement

and recommendations. 2012. Diunduh dari:

http://who.int/tb/laboratory/mtbrifrollout. Diakses April 2014

23. Madiono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH.

Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto; 2011.h.348-81

24. Rathi SK, Akhtar S, Rahbar MH, Azam SI. Prevalence and risk factor

associated with tuberculin skin test positivity among household contacts of smear-positive pulmonary tuberculosis cases in Umerkot, Pakistan. Int J Tuberc Lung Dis. 2001;6: 851-7

25. WHO. Tuberculosis practical guide for clinicians, nurses, laboratory

technicians and medical auxiliaries. 2010. Diunduh dari: http://www. WHO.org. Diakses Januari 2014

26. Herdarto A, Sjarif DR. Antropometri Anak dan Remaja. Dalam: Sjarif

DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Cetakan ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.h.23-35

27. Departemen Kesehatan RI. Pengawasan penyehatan lingkungan

pemukiman. 1989. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id. Diakses Januari 2014

28. Badan Pusat Statistika. Kemiskinan. 2012. Diunduh dari: http://www.

bps.go.id. Diakses Januari 2014

29. Kementrian Pekerjaan umum. Pedoman umum rumah sederhana


(54)

30. Gustafson P, Lisse I, Gomes V, Vieira CS, Lienhardt C, Naucler A, dkk.

Risk factors for positive tuberculin skin test in Guinea-Bissau. Epidemiology 2007;18:340-7

31. Lemos AC, Matos ED, Pedral-Sampaio DB, Netto EM. Risk of

tuberculosis among household contacts in Salvador, Bahia. BJID 2004;8:424-9

32. Sia IG, Orillaza RB, Sauver JL, Quelapio ID, Lahr BD, Alcaneses RS,

dkk. Tuberculosis attributed to householdcontacts in the Philippines. Int J Tuberc Lung Dis 2010;14:122-5

33. Tornee S, Kaewkungwal J, Fungladda W, Silachamroon U, Akarasewi

P, Sunakorn P. Risk faktors for tuberculosis infection among household contacts in Bangkok, Thailand. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2004;35:375-82

34. Sinfield R, Nyirenda M, Haves S, Molyneux EM, Graham SM. Risk

factors for TB infection and disease in young childhood contacts in Malawi. Ann Trop Paediatr 2006;26:205-13

35. Singh M, Mynak ML, Kumar L, Mathew JL, Jindal SK. Prevalence and

risk faktors for transmission of infection among children in household contact with adult having pulmonary tuberculosis. Arch Dis Child 2005;90:624-8

36. Gessner BD, Weiss NS, Nolan CM. Risk factor for pediatric tuberculosis

infection and disease after household exposure to adult index cases in Alaska. Pediatr 1998;132:509-13

37. Madhi F, Fuhrman C, Monnet I, Atassi K, Poirier C, Housset B, dkk.

Transmission of tuberculosis from adults to children in a Paris Suburb. Pediatr Pulmonol 2002;34:159-63

38. Munoz M, Starke JR. Tuberculosis (Mycobacterium tuberculosis).

Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 958-72

39. Starke JR. Transmission of Mycobacterium tuberculosis to and from

children and adolescent. Semin Pediatr Infect Dis 2001;12:115-23

40. Mandalakas AM, Starke JR. Current concepts of childhood

tuberculosis. Semin Pediatr Infect Dis 2005;16:93-104

41. Nelson LJ, Wells CD. Global epidemiology of childhood tuberculosis. Int

J Tuberc Lung Dis 2004;8:636-47

42. Nelson JL, Wells CD. Tuberculosis in children: Considerations for

children from developing countries. Semin Pediatr Infect Dis 2004;15:150-4

43. Nakaoka H, Lawson L, Squire B, Coulter B, Ravn P, Brock I, dkk. Risk


(55)

44. Vidal R, Miravitlles M, Cayla JA, Torella M, de Gracia J, Morell F.

Increased risk of tuberculosis transmission in families with microepidemics. Eur Respir J 1997;10:1327-31

45. Enarson DA. Tuberculosis: 12. Global disease and the role of

international collaboration. CMAJ 2000;162:57-61

46. Rieder HL. Opportunity for exposure and risk of infection: the fuel for

the tuberculosis pandemic. Infection 1995;23:1-4

47. Lienhardt C, Sillah J, Fielding K, Donkor S, Manneh K, Warndorff D,

dkk. Risk factors for tuberculosis infection in children in contact with infectious tuberculosis cases in the Gambia, West Africa. Pediatrics 2003;111:e608-14

48. Tornee S, Kaeekungwal J, Fungladda W, Silachamroon U, Akarasewi

P, Sunakorn P. The association between environmental factors and tuberculosis infection among household contacts. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2005;36:221-5

49. Center for Disease Control and Prevention. The role of BCG vaccine in

the prevention and control of tuberculosis in the United States. 1996; 45:1-19.

50. Pereira SM, Souza OM, Ximenes R, Barreto M. BCG vaccine against

tuberculosis: its protective effect and vaccination policies. Rev Saude Publica. 2007; 41:1-7.

51. Soysal A, Millington KA, Bakir M, Dosanjh D, Deeks JJ, Staveley I, dkk.

Effect of BCG vaccination on risk of Mycobacterium tuberculosis infection in children with household tuberculosis contact: a prospective community based study. Lancet. 2005; 366:1443-51


(56)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ruhwald M, Ravn P. Biomarkers of latent TB infection. Expert Rev

Resp Med 2009;3:387-401

2. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan. Rencana aksi nasional informasi strategis pengendalian tuberkulosis Indonesia 2011-2014. Diunduh dari: http://www. depkes.go.id. Diakses Desember 2013

3. Singh V, Patra S. A relook at preventive therapy for tuberculosis in

children. Indian J Pediatr. 2011;78:205-10

4. Rahajoe NN, Setyanto DB. Patogenesis dan perjalanan alamiah.

Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h.30-58

5. Rahajoe NN, Basir D, MS Makmuri, Kartasasmita C. Pedoman nasional

tuberculosis anak. Edisi ke-2. Jakarta. UKK Respirologi PP IDAI; 2007

6. Nguyen TH, Odermatt P, Slesak G, Barennes H. Risk of laten

tuberculosis infection in children living in households with tuberculosis patients: cross sectional survey in remote northern Lao people’s democratic republic. BMC Infect Dis 2009;9:96-104

7. TB Indonesia 2010. Situasi Epidemiologi TB di Indonesia. Diunduh dari:

http://www.tbindonesia.or.id/pdf/Data_tb_1_2010. Diakses Desember

2013

8. WHO Report. Global TB Control. 2011. Diunduh dari:

http://www.who.org. Diakses Desember 2013

9. Connell TG, Ritz N, Paxton GA, Buttery JP, Curtis N, Ranganathan SC.

A Three-way comparison of tuberculin skin testing, quantiferon-TB gold and T-SPOT TB in children. Plos One 2012;3:2624-30

10. Amanatidou V, Syridon G, Mavrikon. Latent tuberculosis infection in

children: diagnostic approches. Eur J Clin Microbiol Infect Dis 2011:1:1524-33

11. Rodgers GL. Tuberculosis. Dalam: Panitch HB, penyunting. Pediatric

Pulmonology. Edisi ke-2. Philadelphia: Elsevier Mosby;2005.h.172-9

12. Saiman L. Targeted tuberculin skin testing and treatment of latent

tuberculosis infection in children and adolescent. Pediatrics. 2004;114:1175-201

13. Eley BS, Beatty DW. The basic immunology of tuberculosis. Dalam:

Schaaf HS, Zumla AI, penyunting. Tuberculosis a comprehensive clinical reference. British: Elsevier; 2009.h.75-85

14. Gie RP, Beyers N, Enarson DA. Epidemiology of childhood

tuberculosis. Dalam: Schaaf HS, Zumla AI, penyunting. Tuberculosis a comprehensive clinical reference. British: Elsevier; 2009.h.38-42

15. Marais BJ, Donald PR. The natural history of tuberculosis infection and


(57)

16. Tuberculosis a comprehensive clinical reference. British: Elsevier;

2009.h.133-41

17. Finnell SME, Christenson JC, Downs SM. Latent tuberculosis infection

in children: a call for revised treatment guidelines. Pediatrics 2009;123:816-22

18. Kakkar F, Allen UD, Ling D, Pai M, Kitai IC. Tuberculosis in children:

new diagnostic blood test. Can J Infect Dis Med Microbiol. 2011;21:111-5

19. Chegou NN, Hoek KGP, Kriel M, Warren RM, Victor TC. Tuberculosis

assay: past, present and future. Expert Rev Anti Infect Ther. 2011;9:457-69

20. Nelson LJ, Jereb JA, Castro KG. New guidelines about latent

tuberculosis infection in children and adolescent: a welcome advancement. Pediatrics 2004;10:1084-6

21. Nicol MP, Zar HZ. New spesimens and laboratory diagnostics for

childhood pulmonary TB progress and prospects. Pediatr Respir Rev. 2011;12:16-21

22. WHO. Tuberculosis diagnostics xpert MTB/RIF test. WHO endorsement

and recommendations. 2012. Diunduh dari:

http://who.int/tb/laboratory/mtbrifrollout. Diakses April 2014

23. Madiono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH.

Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto; 2011.h.348-81

24. Rathi SK, Akhtar S, Rahbar MH, Azam SI. Prevalence and risk factor

associated with tuberculin skin test positivity among household contacts of smear-positive pulmonary tuberculosis cases in Umerkot, Pakistan. Int J Tuberc Lung Dis. 2001;6: 851-7

25. WHO. Tuberculosis practical guide for clinicians, nurses, laboratory

technicians and medical auxiliaries. 2010. Diunduh dari: http://www. WHO.org. Diakses Januari 2014

26. Herdarto A, Sjarif DR. Antropometri Anak dan Remaja. Dalam: Sjarif

DR, Lestari ED, Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Cetakan ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.h.23-35

27. Departemen Kesehatan RI. Pengawasan penyehatan lingkungan

pemukiman. 1989. Diunduh dari: http://www.depkes.go.id. Diakses Januari 2014

28. Badan Pusat Statistika. Kemiskinan. 2012. Diunduh dari: http://www.

bps.go.id. Diakses Januari 2014

29. Kementrian Pekerjaan umum. Pedoman umum rumah sederhana


(58)

30. Gustafson P, Lisse I, Gomes V, Vieira CS, Lienhardt C, Naucler A, dkk.

Risk factors for positive tuberculin skin test in Guinea-Bissau. Epidemiology 2007;18:340-7

31. Lemos AC, Matos ED, Pedral-Sampaio DB, Netto EM. Risk of

tuberculosis among household contacts in Salvador, Bahia. BJID 2004;8:424-9

32. Sia IG, Orillaza RB, Sauver JL, Quelapio ID, Lahr BD, Alcaneses RS,

dkk. Tuberculosis attributed to householdcontacts in the Philippines. Int J Tuberc Lung Dis 2010;14:122-5

33. Tornee S, Kaewkungwal J, Fungladda W, Silachamroon U, Akarasewi

P, Sunakorn P. Risk faktors for tuberculosis infection among household contacts in Bangkok, Thailand. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2004;35:375-82

34. Sinfield R, Nyirenda M, Haves S, Molyneux EM, Graham SM. Risk

factors for TB infection and disease in young childhood contacts in Malawi. Ann Trop Paediatr 2006;26:205-13

35. Singh M, Mynak ML, Kumar L, Mathew JL, Jindal SK. Prevalence and

risk faktors for transmission of infection among children in household contact with adult having pulmonary tuberculosis. Arch Dis Child 2005;90:624-8

36. Gessner BD, Weiss NS, Nolan CM. Risk factor for pediatric tuberculosis

infection and disease after household exposure to adult index cases in Alaska. Pediatr 1998;132:509-13

37. Madhi F, Fuhrman C, Monnet I, Atassi K, Poirier C, Housset B, dkk.

Transmission of tuberculosis from adults to children in a Paris Suburb. Pediatr Pulmonol 2002;34:159-63

38. Munoz M, Starke JR. Tuberculosis (Mycobacterium tuberculosis).

Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 958-72

39. Starke JR. Transmission of Mycobacterium tuberculosis to and from

children and adolescent. Semin Pediatr Infect Dis 2001;12:115-23

40. Mandalakas AM, Starke JR. Current concepts of childhood

tuberculosis. Semin Pediatr Infect Dis 2005;16:93-104

41. Nelson LJ, Wells CD. Global epidemiology of childhood tuberculosis. Int

J Tuberc Lung Dis 2004;8:636-47

42. Nelson JL, Wells CD. Tuberculosis in children: Considerations for

children from developing countries. Semin Pediatr Infect Dis 2004;15:150-4

43. Nakaoka H, Lawson L, Squire B, Coulter B, Ravn P, Brock I, dkk. Risk


(59)

44. Vidal R, Miravitlles M, Cayla JA, Torella M, de Gracia J, Morell F.

Increased risk of tuberculosis transmission in families with microepidemics. Eur Respir J 1997;10:1327-31

45. Enarson DA. Tuberculosis: 12. Global disease and the role of

international collaboration. CMAJ 2000;162:57-61

46. Rieder HL. Opportunity for exposure and risk of infection: the fuel for

the tuberculosis pandemic. Infection 1995;23:1-4

47. Lienhardt C, Sillah J, Fielding K, Donkor S, Manneh K, Warndorff D,

dkk. Risk factors for tuberculosis infection in children in contact with infectious tuberculosis cases in the Gambia, West Africa. Pediatrics 2003;111:e608-14

48. Tornee S, Kaeekungwal J, Fungladda W, Silachamroon U, Akarasewi

P, Sunakorn P. The association between environmental factors and tuberculosis infection among household contacts. Southeast Asian J Trop Med Public Health 2005;36:221-5

49. Center for Disease Control and Prevention. The role of BCG vaccine in

the prevention and control of tuberculosis in the United States. 1996; 45:1-19.

50. Pereira SM, Souza OM, Ximenes R, Barreto M. BCG vaccine against

tuberculosis: its protective effect and vaccination policies. Rev Saude Publica. 2007; 41:1-7.

51. Soysal A, Millington KA, Bakir M, Dosanjh D, Deeks JJ, Staveley I, dkk.

Effect of BCG vaccination on risk of Mycobacterium tuberculosis infection in children with household tuberculosis contact: a prospective community based study. Lancet. 2005; 366:1443-51


(60)

RINGKASAN

Tuberkulosis (TB) masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama saat ini, dan menjadi tantangan global. Ada beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya TB laten pada anak, yaitu anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak BTA positif) terutama close

contact atau tinggal serumah, tinggal di daerah endemis, tempat

penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), lingkungan dengan kebersihan dan sanitasi yang tidak baik, faktor kemiskinan (status ekonomi), kondisi rumah tempat tinggal yaitu ukuran rumah, kepadatan penghuni dan ventilasi rumah.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko kejadian TB laten pada anak dengan kontak TB dewasa dan prevalensi TB laten pada anak. Penelitian ini menggunakan disain penelitian cross sectional, dilakukan bulan bulan Februari sampai dengan Maret 2014. Data mengenai TB paru dewasa dengan BTA sputum positif diperoleh dari Puskesmas Padang dan Tuntungan Medan. Sampel adalah anak berusia 3 bulan sampai 18 tahun yang kontak serumah dengan penderita TB paru dewasa BTA sputum positif yang datang berobat ke Puskesmas yang diambil secara consecutive sampling. Anak yang dalam keadaan imunokompromais, gizi buruk, mendapat vaksin hidup dalam 6 minggu terakhir dan telah dilakukan uji tuberkulin cara Mantoux dalam 2 minggu terakhir dikeluarkan dari penelitian.

Untuk melihat hubungan antara hubungan antara variabel bebas dan tergantung digunakan analisis bivariat dengan chi square dan uji fisher’s


(61)

exact. Untuk melihat faktor risiko kejadian TB laten pada anak kontak serumah dengan TB dewasa digunakan analisis multivariat dengan uji regresi logistik. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak dengan interval kepercayaan (IK) 95% dan tingkat kemaknaan P<0,05.

Pada penelitian ini didapatkan kejadian TB laten sebanyak 39.6%. Ada hubungan bermakna antara status BCG, status ekonomi, ventilasi rumah, dan kepadatan rumah dengan kejadian TB laten. Status imunisasi BCG lengkap merupakan faktor protektif terhadap kejadian TB laten dengan OR 0.02 (IK 95% 0.00-0.62).


(62)

SUMMARY

Tuberculosis (TB) is a global health problem throughout the world. Tuberculosis highly prevalent in Indonesia, and children carry a large proportion of the overall burden. Early detection of latent TB in children is an important strategy to control TB. The purpose of this study is to determine risk factors of latent TB in children household contact to adult pulmonary TB.

Cross-sectional study was conducted at Puskesmas Padang Bulan and Tuntungan Medan North Sumatra in February to April 2014. The subjects of this study were children of three months to 18-year-olds household contact with adult pulmonary TB. Children with immunokompromized state (long-term corticosteroid therapy, cytotoxic drug, and other drugs that are immunosuppressed), malnutrition, measles, mumps, severe tuberculosis, abdominal typhoid, malignant disease and children who underwent Mantoux test within the last 2 weeks or had polio or measles immunization in the last 6 weeks were excluded. This study was approved by the Research Ethics Committee of the Faculty of Medicine of University of Sumatera Utara and it also got consents from subjects parents.

The collected data were processed, analyzed, and presented using a SPSS application. We used chi-square test and fisher’s exact test to see the association of the risk factor and the occurrence of latent TB. We also used multivariate logistic regression to assess the risk factor that may associate to


(63)

the occurrence latent TB. Confidence interval of this study is 95% and P level is <0.05.

Of the 48 children, we obtained 19 (39.6%) latent TB. Bivariate analysis showed the BCG immunization status, the economic status, house ventilation and residential density have a significant association with the occurrence of latent TB in children with households contact to adult TB patients with OR 0.06, 8.59, 6.60 and 9.63, respectively. After multivariate logistic analysis, the BCG immunization status has a significant association with the occurrence of latent TB in children with households contact to adult TB patients (OR 0.02).

This study show that BCG immunization status is a protective factor to the occurrence of latent TB in children with households contact to adult TB patients.


(64)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Flora Mindo Panjaitan

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM

2. Supervisor

1. dr. Ridwan M. Daulay, SpA(K) 2. dr. Supriatmo, SpA(K)

3. Anggota Penelitian

1. dr. Wisman Dalimunthe, SpA(K) 2. dr. Rini S. Daulay, MKed(Ped), SpA 3. dr. Wardah

4. dr. Dermawan 2. Biaya Penelitian

1. Bahan / Perlengkapan : Rp. 5.000.000 2. Penyusunan / Penggandaan : Rp. 3.000.000 3. Seminar hasil penelitian : Rp 3.000.000 Jumlah : Rp. 11.000.000

Semua biaya penelitian ditanggung oleh peneliti sendiri.

3. Jadwal Penelitian

Kegiatan/ Waktu Februari 2014 Maret 2014 April 2014

Persiapan

Pelaksanaan

Penyusunan Laporan


(65)

Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua Calon Subjek Penelitian

Bapak/Ibu Yth,

Perkenalkan nama saya dr. Flora Mindo Panjaitan (dengan menunjukkan surat tugas dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU), saya sedang bertugas di Divisi Respirologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan.

Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul:

”FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS LATEN PADA ANAK KONTAK SERUMAH DENGAN PENDERITA TUBERKULOSIS DEWASA”

Dari penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis dewasa pada anak, merupakan salah satu risiko yang sangat berpengaruh untuk terjadinya infeksi tuberkulosis. Angka kejadian infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis di negara berkembang seperti Indonesia sangat tinggi.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada hubungan antara kontak serumah dengan penderita tuberkulosis dewasa dengan kejadian infeksi tuberkulosis pada anak. Untuk mengetahui terjadinya infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis adalah dengan melakukan uji Tuberkulin dengan cara Mantoux pada anak, seperti yang akan kami lakukan pada anak Bapak/Ibu. Uji Tuberkulin dengan cara Mantoux dilakukan dengan cara melakukan jungkit kulit dengan alat suntik dan memberikan sedikit obat turunan protein murni dari kuman Mycobacterium tuberculosis melalui jarum suntik tersebut (0,1 ml) di lengan kiri anak. Pembacaan terhadap hasil akan kami lakukan 3 hari kemudian (setelah 72 jam).


(66)

Penelitian ini juga memberI manfaat bagi anak-anak bapak/Ibu sekalian, sebab dapat diketahui apakah anak-anak bapak/ibu telah terinfeksi atau tidak oleh tuberkulosis, sehingga dapat diberi penanganan yang tepat.

Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi anak Bapak/ibu sekalian. Namun, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu berupa kemerahan pada bekas suntikan, Bapak/Ibu dapat menghubungi Dr. Flora Mindo Panjaitan (HP. 081396312663) untuk mendapat pertolongan.

Kerjasama Bapak/Ibu sangat diharapkan dalam penelitian ini. Bila masih ada hal-hal yang belum jelas menyangkut penelitian ini, setiap saat dapat ditanyakan kepada peneliti:

Dr. Flora Mindo Panjaitan.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu bersedia mengisi lembar persetujuan turut serta terhadap anak Bapak/Ibu dalam penelitian yang telah disiapkan.

Medan, Februari 2014

Peneliti,


(67)

FORMULIR ISIAN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS LATEN PADA ANAK KONTAK SERUMAH DENGAN TUBERKULOSIS DEWASA

Nomor :………..

Tanggal :……….

Pewawancara :……….. I. DATA PRIBADI

Nama Lengkap :………... Jenis Kelamin : LK / PR

Umur :...tahun...bulan Anak ke :….…………dari………..bersaudara Alamat : ………. ... Pekerjaan orangtua : ( ) petani

( ) wiraswasta ( ) pegawai negeri ( ) lain-lain

Tingkat pendidikan orangtua : Ayah Ibu

( ) ( ) Tidak sekolah ( ) ( ) Sekolah dasar

( ) ( ) SLTP ( ) ( ) SLTA


(68)

Luas ventilasi (pintu, jendela, ventilasi yang bisa dibuka dan tutup dll): …. m2 Luas lantai rumah: ….m2

Ventilasi rumah: …..% dari luas lantai rumah

Ventilasi rumah: luas ventilasi/luas lantai rumah x 100%: …%

Indikator: ventilasi jelek jika luas ventilasi rumah < 10% dari luas lantai rumah (pengukuran dilakukan oleh peneliti)

Jumlah anggota keluarga: ……. orang

Jumlah pengeluaran rumah tangga per bulan: Rp………

Jumlah pengeluaran per orang dalam 1 bulan: jumlah pengeluaran rumah tangga/jumlah anggota keluarga: Rp………..

Kepadatan rumah: luas rumah/jumlah anggota keluarga=…….m2 Indikator: rumah padat jika kepadatan tumah < 9 m2.

II. PEMERIKSAAN FISIK

NO VARIABEL HASIL

1 Berat kg 2 Tinggi Badan Cm

3 Umur ……….tahun …….bulan

4 Diameter indurasi

tuberkulin

cm

Status Nutrisi : ………. - BB / TB : …………%


(69)

Indikator status gizi ditetapkan dengan grafik pertumbuhan CDC (usia ≥60 bulan) dan WHO (usia <60 bulan):

Gizi buruk jika: usia < 60 bulan : <-3 SD

Usia ≥ 60 bulan : BB / TB < 70% Hasil mantoux positif jika:

Anak sudah diimunisasi BCG :

- usia ≤ 5 tahun : ≥ 15 mm - usia > 5 tahun : ≥ 10 mm Anak belum diimunisasi BCG : ≥ 10 mm

III. ANAMNESE

1. Apakah anak ada makan obat TBC dalam satu bulan terakhir? A. Ya

B. Tidak

2. Apakah anak pernah demam lama (≥ 2 minggu) dan/atau berulang? A. Ya

B. Tidak

3. Apakah anak mengalami batuk lama >3 minggu? A. Ya

B. Tidak

4. Apakah berat badan anak menurun dalam 1 bulan ini? A. YA

B. TIDAK

5. Apakah anak tidak ada nafsu makan? A. Ya


(70)

B. Tidak

6. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG? A. Ya

B. Tidak

Bila Ya, kapan : ………

7. Apakah anak sekarang sedang minum obat tertentu (obat rutin)? A. Ya

B. Tidak

Bila Ya, apa nama obatnya : ( ) prednison ( ) deksametason

( ) tablet obat kemoterapi ( ) lain-lain:……… 8. Apakah anak sedang menderita suatu penyakit?

A. Ya B. Tidak

Bila Ya, apa nama penyakitnya/gejalanya : ……… 9. Apakah anak ada mendapat imunisasi dalam 6 minggu terakhir

A. Ya, sebutkan : ( ) polio oral ( ) campak

( ) lain-lain:………. B. Tidak


(71)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Flora Mindo Panjaitan Tempat danTanggalLahir : Hutaginjang, 1 Juni 1981 Alamat : Stella Residence Blok MM no. 5,

Medan Selayang, Medan, Sumatera Utara

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Pardamean Toba Samosir, tamat tahun1987 Sekolah Menengah Pertama : SMPN Narumonda Toba Samosir, tamat tahun1996 Sekolah Menengah Umum : SMUN 2 Soposurung Balige, tamat tahun 1999 Dokter Umum : FK USU Medan, Sumatera Utara

tamat tahun 2005

Magister KedokteranKlinik : FakultasKedokteran USU Medan, 2009- sekarang Dokter Spesialis Anak : Fakultas Kedokteran USU Medan,

Oktober 2010- sekarang

RIWAYAT PEKERJAAN

2006 – 2008 : PNS dan Dokter Fungsional Puskesmas Laguboti, Toba Samosir

2008-2010 : Kepala Puskesmas Soposurung, Toba Samosir 2010- sekarang : PNS Dinkes Kesehatan Toba Samosir PENELITIAN :

1. Faktor risiko kejadian tuberkulosis laten pada anak kontak serumah dengan penderita tuberkulosis dewasa

ORGANISASI


(1)

diketahui apakah anak-anak bapak/ibu telah terinfeksi atau tidak oleh tuberkulosis, sehingga dapat diberi penanganan yang tepat.

Pada lazimnya, penelitian ini tidak akan menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi anak Bapak/ibu sekalian. Namun, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu berupa kemerahan pada bekas suntikan, Bapak/Ibu dapat menghubungi Dr. Flora Mindo Panjaitan (HP. 081396312663) untuk mendapat pertolongan.

Kerjasama Bapak/Ibu sangat diharapkan dalam penelitian ini. Bila masih ada hal-hal yang belum jelas menyangkut penelitian ini, setiap saat dapat ditanyakan kepada peneliti:

Dr. Flora Mindo Panjaitan.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu bersedia mengisi lembar persetujuan turut serta terhadap anak Bapak/Ibu dalam penelitian yang telah disiapkan.

Medan, Februari 2014

Peneliti,


(2)

FORMULIR ISIAN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS LATEN PADA ANAK KONTAK SERUMAH DENGAN TUBERKULOSIS DEWASA

Nomor :………..

Tanggal :……….

Pewawancara :……….. I. DATA PRIBADI

Nama Lengkap :………... Jenis Kelamin : LK / PR

Umur :...tahun...bulan Anak ke :….…………dari………..bersaudara Alamat : ………. ... Pekerjaan orangtua : ( ) petani

( ) wiraswasta ( ) pegawai negeri ( ) lain-lain

Tingkat pendidikan orangtua : Ayah Ibu

( ) ( ) Tidak sekolah ( ) ( ) Sekolah dasar

( ) ( ) SLTP ( ) ( ) SLTA


(3)

Luas ventilasi (pintu, jendela, ventilasi yang bisa dibuka dan tutup dll): …. m2 Luas lantai rumah: ….m2

Ventilasi rumah: …..% dari luas lantai rumah

Ventilasi rumah: luas ventilasi/luas lantai rumah x 100%: …%

Indikator: ventilasi jelek jika luas ventilasi rumah < 10% dari luas lantai rumah (pengukuran dilakukan oleh peneliti)

Jumlah anggota keluarga: ……. orang

Jumlah pengeluaran rumah tangga per bulan: Rp………

Jumlah pengeluaran per orang dalam 1 bulan: jumlah pengeluaran rumah tangga/jumlah anggota keluarga: Rp………..

Kepadatan rumah: luas rumah/jumlah anggota keluarga=…….m2 Indikator: rumah padat jika kepadatan tumah < 9 m2.

II. PEMERIKSAAN FISIK

NO VARIABEL HASIL

1 Berat kg 2 Tinggi Badan Cm

3 Umur ……….tahun …….bulan

4 Diameter indurasi

tuberkulin

cm

Status Nutrisi : ………. - BB / TB : …………%


(4)

Indikator status gizi ditetapkan dengan grafik pertumbuhan CDC (usia ≥60 bulan) dan WHO (usia <60 bulan):

Gizi buruk jika: usia < 60 bulan : <-3 SD

Usia ≥ 60 bulan : BB / TB < 70% Hasil mantoux positif jika:

Anak sudah diimunisasi BCG :

- usia ≤ 5 tahun : ≥ 15 mm - usia > 5 tahun : ≥ 10 mm Anak belum diimunisasi BCG : ≥ 10 mm

III. ANAMNESE

1. Apakah anak ada makan obat TBC dalam satu bulan terakhir? A. Ya

B. Tidak

2. Apakah anak pernah demam lama (≥ 2 minggu) dan/atau berulang? A. Ya

B. Tidak

3. Apakah anak mengalami batuk lama >3 minggu? A. Ya

B. Tidak

4. Apakah berat badan anak menurun dalam 1 bulan ini? A. YA

B. TIDAK

5. Apakah anak tidak ada nafsu makan? A. Ya


(5)

6. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG? A. Ya

B. Tidak

Bila Ya, kapan : ………

7. Apakah anak sekarang sedang minum obat tertentu (obat rutin)? A. Ya

B. Tidak

Bila Ya, apa nama obatnya : ( ) prednison ( ) deksametason

( ) tablet obat kemoterapi ( ) lain-lain:……… 8. Apakah anak sedang menderita suatu penyakit?

A. Ya B. Tidak

Bila Ya, apa nama penyakitnya/gejalanya : ……… 9. Apakah anak ada mendapat imunisasi dalam 6 minggu terakhir

A. Ya, sebutkan : ( ) polio oral ( ) campak

( ) lain-lain:………. B. Tidak


(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Flora Mindo Panjaitan

Tempat danTanggalLahir : Hutaginjang, 1 Juni 1981

Alamat : Stella Residence Blok MM no. 5,

Medan Selayang, Medan, Sumatera Utara

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Pardamean Toba Samosir, tamat tahun1987

Sekolah Menengah Pertama : SMPN Narumonda Toba Samosir, tamat tahun1996

Sekolah Menengah Umum : SMUN 2 Soposurung Balige, tamat tahun 1999

Dokter Umum : FK USU Medan, Sumatera Utara

tamat tahun 2005

Magister KedokteranKlinik : FakultasKedokteran USU Medan, 2009- sekarang

Dokter Spesialis Anak : Fakultas Kedokteran USU Medan,

Oktober 2010- sekarang

RIWAYAT PEKERJAAN

2006 – 2008 : PNS dan Dokter Fungsional Puskesmas Laguboti,

Toba Samosir

2008-2010 : Kepala Puskesmas Soposurung, Toba Samosir

2010- sekarang : PNS Dinkes Kesehatan Toba Samosir PENELITIAN :

1. Faktor risiko kejadian tuberkulosis laten pada anak kontak serumah dengan penderita tuberkulosis dewasa

ORGANISASI