Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengumpulan Zakat, Infaq Dan Shoddaqoh Pada Badan Amil Zakat Daerah Sumut

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PENGUMPULAN ZAKAT, INFAQ DAN SHODDAQOH PADA

BADAN AMIL ZAKAT DAERAH SUMUT

SKRIPSI

Diajukan oleh Niken Fidyah Ramadhani

070501019

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2011


(2)

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmad dan karunia-Nya, kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, dengan judul “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengumpulan Zakat, Infaq dan Shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Daerah SUMUT ”.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu pelaksanaan akademis untuk memenuhi syarat perkuliahan dijenjang studi strata-1 dalam rangka meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, yang di sebabkan keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu, penulis memohon maaf serta meminta kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak yang membaca dan membantu serta memotivasi penulis agar lebih baik dimasa yang akan datang.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis baik secara moril maupun materil dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, yaitu:

1. Kedua orang tua penulis Ayahanda tercinta yaitu Bapak Suparman Saleh dan Ibunda terkasih Rus Andriani yang telah membesarkan dan mengorbankan segala sesuatunya serta dengan penuh kesabaran, keikhlasan membimbing penulis demi keberhasilan studi penulis serta adik penulis yaitu Ichsan Ramadhan, M. Firza Putra dan M. Nabil Fairuz, terima kasih atas kasih sayangnya, doa serta dukungan moril, dan materil yang tidak pernah putus diberikan kepada penulis.


(3)

2. Bapak Drs.Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program S1 Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, MSi selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Paidi Hidayat, SE, MSi selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini, memberikan saran dan masukannya serta petunjuk yang sangat berarti bagi penulis.

6. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya, MSi selaku selaku dosen pembanding penulis yang telah memberikan kritik,saran, dan masukan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Walad Altsani, MEc selaku dosen pembanding penulis yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Seluruh staf pengajar (dosen) Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan pendidikan yang sangat bermanfaat bagi penulis yang dapat digunakan pada masa yang akan datang serta seluruh karyawan


(4)

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis selama menjalani perkuliahan.

9. Seluruh staf dan karyawan Badan Amil Zakat Daerah SUMUT yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan masukan bagi seluruh pihak yang membaca dan memerlukan skripsi ini.

Wassalammualaikum Wr.Wb

Medan, February 2011 Penulis


(5)

ABSTRACT

This study aims to determine how the development of the collection of zakat, infaq and shoddaqoh on BAZDA SUMUT and factors influencing it.

The design of this study is a descriptive study using primary data and secondary data. Data was collected by interview techniques, questionnaires and documentation. The respondents in this study is Muzakki who pay zakat, and shoddaqoh infaq BAZDA SMUT on as many as 85 people.

The results showed that the development of the collection of zakat, infaq and shoddaqoh has increased from year to year. While the factors that affect the collection is the moment in religious, income and age Muzakki. Reason Muzakki prefer to pay zakat, infaq and shoddaqoh in Amil Zakat Agency Region North Sumatra because BAZDA SUMUT is a formal or legal institutions of the Government. And most Muzakki expressed his satisfaction towards services and the benefits gained so Muzakki continue to pay zakat, infaq and shoddaqoh in BAZDA SUMUT in each year. To increase public awareness in the tithe,berzakat, berinfaq and bershoddaqoh, BAZDA SUMUT must continue to disseminate comprehensive charity through social activities and religious.


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada BAZDA SUMUT dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Adapun desain penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara, kuesioner dan dokumentasi. Adapun responden dalam penelitian ini adalah muzakki yang membayar zakat, infaq dan shoddaqoh pada BAZDA SUMUT sebanyak 85 orang.

Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi pengumpulan tersebut adalah moment bulan keagamaan, pendapatan dan usia muzakki. Alasan Muzakki lebih memilih membayar zakat, infaq dan shoddaqoh di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara karena BAZDA SUMUT adalah institusi yang resmi atau legal milik Pemerintah. Dan sebagian besar muzakki menyatakan puas terhadap pelayanan dan manfaat yang diperoleh sehingga muzakki tetap membayar zakat, infaq dan shoddaqoh di BAZDA SUMUT di setiap tahunnya. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berzakat, berinfaq dan bershoddaqoh, BAZDA SUMUT harus terus melakukan sosialisasi zakat secara komprehensif melalui kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRACT ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zakat ... 11

2.1.1. Pengertian Zakat ... 11

2.1.2. Klasifikasi Zakat . ... 13

2.1.3. Tujuan Pengelolaan Zakat ... 29

2.2. Infaq ... 31

2.2.1. Pengertian Infaq………..31

2.3. Shoddaqoh ... 32

2.4. Pendapatan ... 32

2.5. Usia ... 34

2.6. Moment Bulan Keagamaan ... 35

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 37


(8)

3.3. Penentuan Populasi dan Sampel ... 37

3.4. Tehnik Pengumpulan Data ... 39

3.5. Pengolahan Data ... 39

3.6. Metode Analisis Data ... 40

3.7. Defenisi Operasional ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ... 41

4.1.1. Gambaran Umum Badan Amil Zakat ... 41

4.1.2. Visi, Misi, Azas dan Tujuan Badan Amil Zakat SUMUT... 44

4.1.3. Strukur Organisasi BAZDA SUMUT……….45

4.2. Perkembangan Badan Amil Zakat Daerah SUMUT ... 47

4.3. Karakteristik Responden ... 49

4.4. Penyajian dan Analisis Deskriptif Data ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 60

5.2. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Judul Halaman

2.1. Nishab dan Zakat Unta... 22

2.2. Nishab dan Zakat Sapi dan Kerbau………. ... 23

2.3. Nishab dan Zakat Sapi dan Kerbau………. ... 23

2.4. Nishab dan Zakat Kambing………... 24

2.5. Nishab dan Zakat Domba dan Kacangan……… ... 24

4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... ... 50

4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan…... ... 50


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul

Halaman

4.1. Bagan Struktur Hierarki BAZ ... 42

4.2. Bagan Struktur Organisasi BAZ SUMUT…………. 46 4.3. Perkembangan Jumlah Pendapatan Zakat,

Infaq dan Shoddaqoh pada Badan Amil Zakat

Sumatera Utara tahun 1993 s/d 2007………. 48 4.4. Alasan Muzakki Memilih Memilih Membayar Zakat,

Infaq dan Shoddaqoh di Badan Amil Zakat Daerah

Sumatera Utara………... 52

4.5. Membandingkan dengan Lembaga Zakat lain sebelum

Memilih BAZ………... .. 53

4.6. Sumber Mengetahui Keberadaan BAZDA SUMUT… 53 4.7. Cara Penyaluran Zakat, Infaq dan Shoddaqoh pada BAZ

Daerah SUMUT………. 54

4.8. Pelayanan Pengumpulan Zakat, Infaq dan Shoddaqoh Dengan Manfaat yang diperoleh dari BAZ Daerah

SUMUT………. 55

4.9. Usia Muzakki………... 55 4.10. Pendapatan Muzakki Perbulan………... 56 4.11. Pemilihan Bulan dalam Membayar Zakat, Infaq dan

Shoddaqoh di BAZDA Sumatera Utara………. … 57 4.12. Jenis Zakat/Harta yang diberikan Muzakki……… 58 4.13. Kendala yang dihadapi Selama Menjadi Muzakki di BAZ


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian


(12)

ABSTRACT

This study aims to determine how the development of the collection of zakat, infaq and shoddaqoh on BAZDA SUMUT and factors influencing it.

The design of this study is a descriptive study using primary data and secondary data. Data was collected by interview techniques, questionnaires and documentation. The respondents in this study is Muzakki who pay zakat, and shoddaqoh infaq BAZDA SMUT on as many as 85 people.

The results showed that the development of the collection of zakat, infaq and shoddaqoh has increased from year to year. While the factors that affect the collection is the moment in religious, income and age Muzakki. Reason Muzakki prefer to pay zakat, infaq and shoddaqoh in Amil Zakat Agency Region North Sumatra because BAZDA SUMUT is a formal or legal institutions of the Government. And most Muzakki expressed his satisfaction towards services and the benefits gained so Muzakki continue to pay zakat, infaq and shoddaqoh in BAZDA SUMUT in each year. To increase public awareness in the tithe,berzakat, berinfaq and bershoddaqoh, BAZDA SUMUT must continue to disseminate comprehensive charity through social activities and religious.


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada BAZDA SUMUT dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Adapun desain penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara, kuesioner dan dokumentasi. Adapun responden dalam penelitian ini adalah muzakki yang membayar zakat, infaq dan shoddaqoh pada BAZDA SUMUT sebanyak 85 orang.

Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi pengumpulan tersebut adalah moment bulan keagamaan, pendapatan dan usia muzakki. Alasan Muzakki lebih memilih membayar zakat, infaq dan shoddaqoh di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara karena BAZDA SUMUT adalah institusi yang resmi atau legal milik Pemerintah. Dan sebagian besar muzakki menyatakan puas terhadap pelayanan dan manfaat yang diperoleh sehingga muzakki tetap membayar zakat, infaq dan shoddaqoh di BAZDA SUMUT di setiap tahunnya. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berzakat, berinfaq dan bershoddaqoh, BAZDA SUMUT harus terus melakukan sosialisasi zakat secara komprehensif melalui kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan.


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah besar bagi bangsa Indonesia. Kemiskinan ini sudah ada sejak lama dan telah menjadi kenyataan dalam kehidupan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak tahun 1997 telah melipatgandakan jumlah penduduk miskin. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2002 (Februari) jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 38,4 juta jiwa (18,2%) yang terdistribusi 14,5% di perkotaan dan 21,1% di pedesaan. Indeks kedalaman kemiskinan di perkotaan meningkat dari 2,55 pada 1996 (sebelum krisis) menjadi 4,35 pada 1998 (saat krisis), dan di pedesaan meningkat dari 3,55 menjadi 0,51. Sementara itu indeks keparahan kemiskinan di perkotaan meningkat dari 0,71 menjadi 1,27 dan di pedesaan meningkat dari 0,96 menjadi 1,48. Peningkatan kedua indeks kemiskinan tersebut mengindikasikan bahwa krisis ekonomi yang terjadi telah memperdalam dan memperparah kemiskinan di Indonesia. (Sumber : www.bps.go.id)

Dengan adanya data tersebut tidak dapat dibantah lagi bahwa kemiskinan merupakan masalah besar bagi umat manusia, begitu juga bangsa Indonesia. Kemiskinan dari waktu yang lama telah menyebabkan Bangsa Indonesia menjadi sangat terpuruk terlebih pasca krisis moneter tahun 1997, sehingga untuk menanggulangi masalah yang sangat serius ini harus ada langkah-langkah yang sistematis secara terpadu.

Pemerintah saat ini masih terlihat belum siap dalam upaya mengentaskan kemiskinan walaupun berbagai langkah pernah ditempuh namun itu hanya bersifat tambal sulam. Di satu sisi, pemerintah belum siap melepaskan diri dari utang luar negeri berbasis bunga sehingga utang menjadi salah satu sumber utama pembiayaan APBN. Namun di sisi lain, utang luar negeri yang belum terserap jumlahnya juga tidak sedikit. Berdasarkan


(15)

fakta dan kenyataan di atas jelas bahwa hanya mengandalkan APBN tidak akan pernah bisa mengentaskan kemiskinan yang ada, untuk itu perlu ada suatu upaya dalam bentuk penggalangan dana yang bersumber dari dalam negeri melalui bentuk-bentuk instrument seperti zakat,infaq dan shoddaqoh (Mohammad, 2010 : 311-312).

Perkembangan ekonomi syariah di tanah air semakin tumbuh dan berkembang. Hal ini ditandai dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat tentang perlunya melaksanakan kegiatan ekonomi yang sesuai dengan syariah. Terlepas dari success story di industri perbankan dan keuangan syariah sejauh ini ada sebuah kritikan yang sering dilontarkan yaitu bahwa ekonomi syariah bukan hanya terbatas pada industri perbankan dan keuangan saja. Masih banyak sisi-sisi ekonomi syariah lainnya yang juga perlu mendapat perhatian, seperti bisnis yang berlandaskan syariah, perilaku konsumsi yang islami,termasuk perilaku memberi (giving behavior) atau filantropi (kedermawanan).

Syari’at Islam tidak hanya berdimensi ibadah, tetapi juga mengandung dimensi sosial kemanusiaan. Zakat, infaq dan shoddaqoh adalah ibadah yang bermuatan dua dimensi sekaligus, ibadah kepada Allah dan hubungan kemanusiaan. Pada perkembangan pengamalan zakat tidak hanya memenuhi kewajiban semata,

tetapi mengarah kepada perkembangan perekonomian Islam. Menurut istilah syara’, zakat itu adalah nama bagi pengambilan tertentu dari harta tertentu menurut sifat-sifat tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu. Jadi, dalam zakat terdapat aturan-aturan khusus yang ada ketentuan-ketentuannya. Selain zakat, dikenal pula istilah infaq dan shoddaqoh. Infaq dan shoddaqoh tidak ditentukan jumlahnya (bisa besar atau kecil) dan tidak ditentukan pula nishabnya dan sasaran penggunaannya. Dari sini terlihat bahwa zakat bersifat khusus, sedangkan infaq dan sedeqah bersifat lebih umum. Meskipun kata zakat,infaq dan shoddaqoh memiliki perbedaan, tetapi Alquran dan sunnah seringkali menggunakan kata infaq, shoddaqoh dan haq untuk makna zakat. Dan dalam konteks


(16)

Indonesia, berbicara tentang ekonomi Islam, akan mengarah kepada pelaksanaan zakat,infaq dan shoddaqoh (Agustianto, 2002).

Islam merupakan agama yang rahmatan lil’alamin, yaitu memberikan rahmat bagi semua mahluk, sehingga dari makna tersebut dapat di artikan bahwa Islam sangat peduli terhadap kaum dhuafa. Sebagai bentuk kepedulian islam terhadap kaum tidak berpunya, Islam menghadirkan lembaga zakat, infaq dan shoddaqoh yang berfungsi mengumpulkan dan mendistribusikan kepada masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Islam sangat concern kepada pembangunan sosioekonomi rakyat (umat). Lembaga-lembaga zakat,infaq dan shoddaqoh ini lebih dikenal dengan nama filantropi (Mohammad, 2010: 312).

Islam mempunyai perhatian yang tinggi untuk melepaskan orang miskin dan kaum dhu’afa dari kemiskinan dan keterbelakangan. Tak dapat dipungkiri bahwa zakat sangat berpotensi sebagai sebuah sarana yang efektif untuk memberdayakan ekonomi umat. Potensi itu bila digali secara optimal dari seluruh masyarakat Islam dan dikelola dengan baik dengan manajemen amanah dan profesionalisme tinggi, akan mewujudkan sejumlah dana yang besar yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan dan memberdayakan ekonomi umat( Agustianto, 2002 : 210).

Fakta membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara terbesar di dunia yang berpenduduk muslim. Karena itu, negeri ini sangat potensial dalam perolehan zakat. Andaikan 25% saja dari 180 juta penduduk muslim Indonesia (sekitar 45 juta) membayar zakat harta yang jumlahnya rata-rata Rp 100.000, akan terhimpun dana sekitar 4,5 trilyun. Jumlah ini cukup signifikan bagi pemberdayaan kaum dhu’afa yang masih banyak di Indonesia (sekitar 40 juta). Sementara zakat yang baru terkumpul sekitar Rp 217 milyar untuk seluruh Indonesia. Sungguh ironis, Indonesia sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia, dalam soal pengelolaan zakat, jauh tertinggal dibandingkan Singapura


(17)

saja misalnya. Di negara yang jumlah penduduk muslimnya hanya 15% (kurang lebihnya 450.000), perolehan ZISnya pada tahun 1997 mencapai 14,5 juta dollar Singapura atau sekitar Rp 58 milyar (kurs Rp 4000). Kalau dibandingkan dengan Singapura, setidaknya umat Islam Indonesia dapat mengumpulkan dana zakat setahun Rp 17 trilyun, tapi nyatanya baru Rp 217 milyar. Menurut perhitungan di Indonesia pertahun baru terkumpul sekitar Rp 200-300 milyar. Padahal masih banyak sumber zakat yang belum tergali seperti zakat perusahaan,zakat profesi, zakat saham, dsb ( Agustianto, 2002: 210).

Zakat sebagai bagian integral dari sistem hukum Islam, dimungkinkan untuk diaplikasikan secara totalitas di Indonesia. Sebab bagaimanapun juga eksistensi hukum Islam diakui sebagai bagian dari hukum nasional, sebab mayoritas rakyat Indonesia adalah Muslim. Jumlahnya kurang lebih 87,21% dari keseluruhan rakyat Indonesia. Kondisi objektif ini menyebabkan setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam berbagai aspek, tidak terkecuali aspek ekonomi, akan langsung dirasakan dampaknya oleh umat Islam, sebagai penduduk mayoritas di negeri ini. Dan ini terbukti dengan munculnya undang-undang zakat Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat yang disahkan Presiden Habibie ( Zulfahmi, 2007: 567).

Pada tahun 1984, Menteri Agama mengeluarkan instruksi No. 2/1984, tanggal 3 Maret 1984 tentang Infak Seribu Rupiah yang diadakan khusus selama bulan Ramadhan. Operasional dari instruksi ini diatur dalam keputusan Dirjen Dimas Islam dan Urusan Haji No. 19/1984, tanggal 30 April 1984 kemudian penggunaan dananya diatur dalam Radio Gram Menteri Agama No. 16/1986 tanggal 13 Juni 1986. Selanjutnya pada tahun 1989, Menteri Agama menerbitkan Instruksi No. 16/1989 tanggal 12 Desember 1989, tentang Pembinaan Zakat, Infaq dan Shoddaqoh dalam instruksi Menteri Agama tersebut ditetapkan semua jajaran Departemen Agama, mulai dari Propinsi (Kantor Wilayah) Kabupaten, Kotamadya (Kantor Departemen Agama), hingga tingkat Kecamatan (Kantor Urusan Agama) agar membantu Lembaga-Lembaga Keagamaan yang menyelenggarakan


(18)

Pengelolaan zakat, infaq dan shoddaqoh agar mendayagunakan hasil pengelolaannya untuk kepentingan kelangsungan pendidikan Islam, dan hal-hal lain yang mendukung pengembangan da’wah Islam. Ketentuan terakhir yang dikeluarkan Pemerintah mengenai zakat adalah Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama RI dan Menteri Dalam Negeri RI. Surat Keputusan Bersama tersebut bernomor 29 dan 47 tahun 1991, tanggal 19 Maret 1991. Mengenai petunjuk teknis operasionalnya diatur dalam Instruksi Menteri Agama No. 5 tahun 1991, yang isinya membahas tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq dan Shoddaqoh (Zulfahmi, 2007: 567-573).

Islam menyediakan seperangkat ajaran yang komprehensif untuk memecahkan masalah kemiskinan, di antaranya melalui lembaga zakat,infaq dan shoddaqoh (ZIS) tersebut. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan zakat,infaq dan shoddaqoh tersebut dibutuhkan sebuah lembaga Amil yang bekerja secara professional. Satu hal yang perlu disadari bersama bahwa pelaksanaan ZIS bukanlah semata-mata diserahkan kepada muzzaki saja, akan tetapi tanggung jawab memungut dan mendistribusikannya dilakukan oleh amilin. Zakat bukan pula memberikan bantuan yang bersifat konsumtif kepada para mustahiq, akan tetapi lebih jauh dari itu, untuk meningkatkan kualitas hidup para mustahik ,terutama fakir miskin atau kualitas sumberdaya muslim,misalnya untuk pendidikan. Karena itu amil zakat harus meningkatkan profesionalisme kerjanya hingga menjadi amil yang amanah, jujur, sungguh-sungguh mengerti masalah amil zakat dan kapabel dalam melaksanakan tugas keamilan. Hal yang mengembirakan adalah kesadaran berzakat dikalangan kaum muslimin di Indonesia telah mengalami kemajuan. Ini dapat dilihat dengan munculnya lembaga-lembaga atau badan amil zakat, baik yang dikelola oleh Pemerintah maupun swasta. Namun perkembangan yang mengembirakan ini belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat kaum muslimin.


(19)

Badan amil zakat tidak hanya harus berfokus pada pengelolaannya saja tetapi juga bagaimana agar pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh itu sendiri berjalan dengan lancar. Untuk itu penulis meneliti apakah yang menjadi faktor pengumpulan zakat. Pengumpulan zakat itu sendiri menurut penulis dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pendapatan, usia dan moment bulan keagamaan. Dengan pendapatan yang tinggi dari seorang muzakki maka zakat harta yang diberikannya menurut penulis juga akan lebih tinggi dari muzakki yang berpendapatan rendah.

Faktor usia juga ikut menjadi faktor penentu pengumpulan zakat. Apabila usia dari muzakki berada pada usia produktif maka zakat, infaq dan shoddaqoh yang diberikan muzakki itu juga tinggi. Begitu juga dengan moment bulan keagamaan yang menjadi faktor ketiga yang mempengaruhi pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh. Moment bulan keagamaan menjadi penting dimana muzakki memberikan sebagian hartanya yaitu zakat, infaq dan shoddaqoh pada bulan-bulan tertentu yang menurut para muzakki pada bulan yang di pilih untuk membayar zakat adalah waktu yang tepat untuk beramal. Pakar zakat, infaq dan shoddaqoh banyak mengeluhkan bahwa dana “ZIS” tersebut belum secara optimal terealisasi dan terjadi sebagaimana harapan kita sebagai kaum muslimin. Dari sekian banyak lembaga amil zakat jika diperhatikan baru beberapa di antara saja yang sudah dikelola dengan baik dan optimal. Sedangkan keberadaan lembaga ZIS masih dipandang sebagai cara yang paling efektif untuk mendapatkan surga sehingga orientasi ZIS sebagi sarana untuk mensejahterakan umat belum terwujud. Dan apabila zakat dikelola dengan benar secara professional, amanah dan transparan, maka ia merupakan sumber pendapatan negara yang cukup besar. Dan bagi Daerah zakat sangat potensial menjadi sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) (Agustianto, 2002 : 174).


(20)

Penulis memilih Badan Amil Zakat Sumatera Utara karena sebagai lembaga pengumpul dan penyaluran zakat, infaq dan sedeqah lembaga ini menurut penulis lebih terprogram,terencana, terukur, transparan, amanah, obyektif, berdasarkan skala prioritas dan sangat potensial sebagai salah satu lembaga zakat yang dikelola oleh pihak pemerintah. Badan Amil Zakat berbeda dengan lembaga amil zakat yang lainnya. Dengan misi untuk membangun kemandirian dan pelayanan masyarakat, Badan Amil Zakat kini ada pada tingkat yang lebih tinggi, yakni sebagai organisasi sosial keagamaan di bawah pengawasan pemerintah.

Menghadapi kenyataan ketidaksuksesan pengumpulan zakat di kalangan umat islam dan juga pendayagunaannya untuk pemberdayaan umat dan juga mengurangi masalah kemiskinan, maka menjadi penting kini untuk mengetahui faktor-faktor apa yang memotivasi masyarakat untuk membayar zakat,infaq dan sedeqah kepada lembaga zakat yang dikelola oleh pihak pemerintah dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya dana zakat,infaq dan shoddaqoh itu terkumpul khususnya zakat di Badan Amil Zakat . Untuk ini, para ulama terpercaya harus dilibatkan dalam struktur BAZ bersama pemerintah dan ahli manajemen keuangan. Bila BAZ telah berdiri, namun belum berhasil menghimpun zakat secara optimal, maka harus diteliti faktor penyebab kegagalan pengumpulan dana BAZ dari para muzakki selama ini.

Dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut, penulis mencoba menganalisis berbagai variabel yang menentukan pengumpulan zakat,infaq dan shoddaqoh di Indonesia, untuk itu penulis mengambil judul: “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara”.


(21)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Sumatera Utara?

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan studi litelatur tambahan terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.

2. Sebagai bahan studi dan litelatur bagi mahasiswa/mahasiswi ataupun peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis selanjutnya.

3. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan jejang sarjana. 4. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau instansi-instansi yang terkait.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Zakat

2.1.1. Pengertian Zakat

Dilihat dari sudut bahasa, perkataan zakat berasal dari kata zaka, yang artinya tumbuh dengan subur. Dalam kitab-kitab hukum Islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Dan jika pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam, harta yang dizakati itu akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan berkah (Daud, 1998 : 38-39).

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengolaan Zakat menyatakan bahwa zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Sedangkan menurut istilah Fikih Islam, zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam syara’ (Abdul, 2006: 12).

Mahzab Maliki mendefinisikan zakat dengan mengeluarkan sebagian dari harta yang khusus yang telah mencapai nishab ( batas kuantitas minimal yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya (Wahbah, 2000: 83).

Mazhab Hanafi mendefenisikan zakat dengan menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh syariat karena Allah. Menurut mazhab Syafi’I zakat adalah sebuah ungkapan keluarnya


(23)

harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan menurut mazhab Hambali, zakat itu hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula, yaitu kelompok yang diisyaratkan dalam Al-Quran.

Menurut Nawawi, jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu “menambah banyak, membuat lebih berarti dan melindungi kekayaan dari kebinasaan”. Sedangkan menurut Ibnu Taymiyah, jiwa orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya menjadi lebih bersih pula dan bertambah maknanya. (Thahir,et.al, 2000: 57)

Hal ini berarti bahwa makna tumbuh dan berkembang itu hanya diperuntukkan buat harta kekayaan tetapi lebih jauh dari itu. Dengan mengeluarkan zakat itu menjadi bersih. Hal ini disesuaikan dengan Al-Quran Surat At-Taubah ayat 103, yang artinya sebagai berikut : “ Ambillah zakat dari sebahagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka”. Berdasarkan pengertian secara istilah, meskipun para ulama mengemukakannya dengan reaksi yang agak berbeda antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama. Jadi, zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu. (Didin, 2002: 7).

Para pemikir ekonomi Islam kontemporer mendefinisikan zakat sebagai harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang, kepada masyarakat umum atau individu yang bersifat mengikat dan final, tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta, yang dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an. Serta untuk memenuhi tuntutan politik bagi keuangan Islam. (Gazi, 2003: 3)


(24)

Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan pengertian menurut istilah, adalah sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah,tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik.

2.1.2. Klasifikasi Zakat

Ahli fiqh membagi zakat kepada dua macam, pertama zakat fitrah, kedua zakat maal (harta). Dalam fiqih zakat, ditentukan harta-harta yang wajib dikeluarkan zakatnya (al-amwal az-zakawiyah). Macam-macam zakat dijelaskan sebagai berikut:

1. Zakat Nafs (Jiwa) atau Zakat Fitrah a. Pengertian

Zakat fitrah adalah suatu zakat yang dikeluarkan oleh orang-orang muslim sebagai pembersih dirinya dan menjadi tanggungannya, disamping untuk menghilangkan cela yang terjadi selama puasa pada bulan Ramadhan (Ahmad,1996: 81).

Zakat tersebut wajib atas setiap individu muslim, kecil, besar, laki-laki, wanita, merdeka, maupun budak.(Syaikh,2005:203).

Zakat fitrah sering disebut sedekah fitrah. Fitrah sendiri berarti asal kejadian. Abu Muhammad al-Abrari menyebut, zakat fitrah seolah-olah merupakan zakat bagi badan. Beberapa ulama lain menyebut zakat fitrah sebagai zakat kepala. Kata fitrah yang ditunjuk para fuqaha memang terhubung dengan pemaknaan tersebut (Aditia, 2005: 123).

Oleh karena kemudian zakat fitrah disepakati merupakan zakat bagi pribadi-pribadi yang berfungsi menyucikan badan dan perbuatan. Ini berbeda dengan zakat lain yang persyaratannya disebabkan oleh kekayaan. b. Unsur dan ketentuannya


(25)

Menurut jumhur ulama, zakat fitrah itu harus dibayarkan dengan makanan pokok setempat dan tidak sah dibayar dengan uang. Kadar wajib yang dibayarkan itu, menurut mereka, sebanyak satu sha’ menurut ukuran yang berlaku di Irak, yakni sekitar 2,751 kg (Aditia,2005:81).

Kadar zakat fitrah di ukur dengan takaran, yaitu satu sha’ bahan makanan pokok masyarakat, atau sekitar 2,25 kg. Berdasarkan hal ini, seorang muslim wajib mengeluarkan satu sha’ bahan makanan pokok di negerinya, atau seberat timbangan yang setara dengannya. Namun imam Hanafi memperbolehkan mengganti nilai satu sha yang berupa makanan itu dengan uang. Karena jika ditarik tujuan zakat fitrah sebagai pemenuhan bagi kebutuhan orang fakir dan miskin di hari raya maka uang dapat memerankan fungsi itu. Jadi umumnya para ulama juga membolehkan membayar zakat fitrah dengan uang seharga makanan pokok itu. Di Indonesia membayar zakat fitrah dengan beras atau uang, mashur adanya (Aditia, 2005: 125).

Para ulama sepakat bahwa kewajiban zakat fitrah tidak gugur meskipun sudah lewat dari waktunya. Ia tetap merupakan hutang yang menjadi tanggungan orang yang bersangkutan sehingga dia membayarnya, meskipun di akhir umurnya.

1. Zakat Maal (Harta) a. Pengertian

Zakat Maal atau zakat harta adalah zakat yang harus dikeluarkan yang berkaitan dengan pemilikan sejumlah harta yang ada bagi orang islam, terhadap zakat harta pelaksanaannya didasarkan kepada dua hal,


(26)

yaitu umur didapatnya harta tersebut (haul) dan ukuran minimal untuk menilai jumlah harta sehingga harta dapat dikeluarkan zakatnya (nishab). b. Harta Kekayaan yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya

Dalam UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Pasal 1 ayat (2) harta yang wajib dikenakan zakat adalah:

1. Emas,perak dan uang

2. Perdagangan dan perusahaan

3. Hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil perikanan 4. Hasil pertambangan

5. Hasil peternakan

6. Hasil pendapatan dan jasa 7. Rikaz

Di bawah ini akan dijelaskan delapan harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya:

1) Zakat Emas,Perak dan Uang

Emas, perak dan uang wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah dipunyai (dimiliki secara pasti) selama satu tahun penuh dan mencapai nisabnya. Nisab untuk emas, perak dan uang adalah sebagai berikut :

• Emas nisabnya adalah 20 dinar, lebih kurang sama dengan 96 gram emas murni. Setelah dimiliki selama satu tahun, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %.

• Perak nisabnya adalah 200 dirham, beratnya sama dengan lebih kurang 672 gram. Setelah dimiliki selama satu tahun, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %. Berdasarkan beberapa hadits, emas dan perak


(27)

yang menjadi perhiasan wanita yang cukup senisab dan dimiliki cukup setahun pula, hendaklah dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 %.

• Untuk uang giral maupun kartal, nisabnya adalah sama dengan nilai atau harga 96 gram emas, bila disimpan cukup setahun, zakatnya adalah 2,5 %.

• Adapun barang sebangsa permata, seperti intan, berlian, yakut, zamrud dan segala jenis batu mulia, bebas tidak terkena zakat. Kecuali apabila barang-barang tersebut merupakan barang dagangan. Sehingga zakatnya bukan zakat dari jenis benda-benda tersebut melainkan karena benda dagangan yang sudah tentu nilai uang yang diperhitungkan dan sudah sampai satu tahun atau haul (Syamsuri, 1988:62).

2) Zakat perdagangan dan perusahaan

Zakat perdagangan yang dimaksud bukanlah zakat profesi sebagai pedagang, melainkan zakat yang dihasilkan dari keuntungan berniaganya selama satu tahun (masa haul) yang dihitung sejak waktu pembelian barangnya. Besarnya nishab barang perniagaan ini sama dengan nishab emas dan perak, senilai 85 gram emas, zakatnya sebesar 2,5 %.

Zakat perdagangan ini didasarkan atas potensial berkembangnya suatu harta kekayaan (usaha). Segala benda yang dapat dijadikan potensial berkembangnya terhadap suatu harta, maka dapat dikenakan zakat. Tetapi tidak semua benda yang berda dalam suatu tempat perniagaan dapat dikenakan pajak, misalnya : timbangan barang, takaran, etalase tempat penyimpanan barang dagangan atau barang lain yang digunakan sebagai


(28)

perkakas perniagaan. Sebab tidak berpotensi untuk berkembang, juga sejak semula penjual tidak mempunyai niat menjual perkakas tersebut.

Para pakar zakat menganalogikan zakat perindustrian sama dengan zakat perdagangan. Sehingga nishabnya juga sama dengan nishab emas yaitu 85 gram emas, kadar zakatnya sebesar 2,5 persen. Mencapai nishab pada setiap akhir tahun, atau pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bagi para pemegang saham.

Secara umum pola pembayaran dan penghitungan zakat perusahaan adalah sama dengan zakat perdagangan. Sedangkan nisab untuk zakat perusahaan menurut Didin Hafidhuddin adalah senilai 85 gram emas. Pola perhitungan zakat perusahaan , didasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan mengurangkan kewajiban atas aktiva lancar atau seluruh harta (di luar sarana dan prasarana) ditambah keuntungan, dikurangi pembayaran utang dan kewajiban lainnya, lalu dikeluarkan 2,5 % sebagai zakatnya (Didin,2002: 102).

3) Zakat Pertanian, Perkebunan dan Perikanan

Para ahli membuat istilah penyebutan zakat pertanian beraneka ragam. Ada yang menyebutkan, zakat hasil bumi, zakat tanaman dan buahan, zakat biji-bijian dan buahan, serta zakat tanaman dan buah-buahan, serta zakat tanaman dan buah-buah-buahan, serta zakat tumbuh-tumbuhan (nabat). Namun dari semua istilah tersebut pada intinya adalah sama, yakni zakat yang dikeluarkan dari hasil bumi. Di tanah air kita, selain hasil bumi juga terdapat hasil laut yang perlu di keluarkan zakatnya (Didin,2002: 39).


(29)

Untuk menentukan masa wajib zakat pertanian dan masa mengambilnya, beberapa ahli fiqih mempunyai pendapat yang berbeda. Menurut Imam Malik adalah ketika diambil sesudah dituai dan menjadi biji. Menurut Syafi’I, masa wajib zakat kurma dan anggur adalah ketika sudah menjadi keras. Sedangkan Ibnu Hazam sesudah kering terhadap buah-buahan dan sesudah dibersihkan terhadap biji-bijian. Misalnya, anggur setelah menjadi kismis, kurma setelah menjadi tamar, padi setelah menjadi beras (Abdul,2006: 63).

Menurut Didin Hafidhuddin, pengeluaran zakat hasil bumi tidak harus menunggu satu tahun dimiliki, tetapi harus dilakukan setiap kali panen atau menuai.

Nishab zakat pertanian adalah mulai 5 wasaq. Hal ini sebagaimana Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Al-jama’ah, Dari Said Al-khudri, Rasulullah SAW bersabda : “hasil tanaman yang kurang dari lima wasaq tidak dikenai zakat”.

Untuk menentukan nishab hasil pertanian yang lain seperti kopi, cengkih, panili, lada, apel, kapas, dan sebagainya, diperhitungkan harga nishab hasil tanaman yang menjadi bahan makanan pokok tersebut. Untuk ukuran di Indonesia yang digunakan sebagai acuan harga nishab adalah beras. Karena semakin besar makanan pokok bangsa Indonesia adalah beras, di samping sagu dan jagung.

Jumhur ulama berpendapat bahwa, hasil lautan baik berupa mutiara, merjan, zabarzad ikan, ikan paus dan lain-lain tidak wajib dizakati kecuali menurut salah satu riwayad ahmad. Ia berpendapat bahwa


(30)

hasil lautan wajib dikeluarkan zakatnya, apabila sampai satu nishab (Tahir, 2000: 76).

Pendapat di atas nampaknya memang wajar, karena hasil ikan yang telah digarap oleh perusahaan-perusahaan besar dengan peralatan modern saat ini memang menghasilkan uang yang sangat banyak. Bagi para ulama yang berpendapat bahwa ikan harus dikeluarkan zakatnya adalah apabila nisab ikan senilai 200 dirham. Sedangkan hasil laut lain di dalam suatu riwayat pernah disebutkan bahwa ambar dan mutiara laut wajib dizakati sebesar 20 % (Tahir, 2000: 77).

Mengenai zakat hasil laut ini memang tidak ada landasannya yang tegas, sehingga di antara para ulama sendiri terjadi perbedaan pendapat. Namun jika dilihat dari surat Al- Baqarah ayat 267 sebagaimana sudah disebutkan di atas, jelas bahwa setiap usaha yang menghasilkan uang dan memenuhi syarat baik nisab dan haulnya wajib dikeluarkan zakatnya. Dan pada umumnya mengenai harta yang diperdagangkan itu nisabnya sama nilainya dengan nisab emas dan perak dan kadar zakatnya juga 2,5 %. Adapun waktu mengeluarkan zakatnya seperti tanaman, yaitu disaat hasil itu diperoleh.

4) Zakat Pertambangan

Zakat pertambangan adalah segala yang dikeluarkan dari hasil bumi yang dijadikan Allah di dalamnya dan berharga, seperti timah, besi dan sebagainya (Teungku, 2006 : 149).

Harta makdin (pertambangan) yang berupa besi, baja, tembaga, kuningan, timah, minyak, batubara, dan lain-lain di Indonesia dikuasai


(31)

oleh negara. Adapun yang berupa batu-batuan, emas dan perak, oleh pemerintah masyarakat masih diperbolehkan menambangnya. Makdin inilah yang dikenakan zakat, ialah dua setengah persen. Adapun nishabnya seharga nisab emas ialah 20 dinar atau 94 gram (Syukri, 2001 : 149).

Zakat makdin tidak mempergunakan syarat haul. Artinya, zakatnya wajib dikeluarkan pada saat didapatkan, seperti zakat hasil pertanian (Syaikh, 2005: 113).

5) Zakat Peternakan

Syarat wajib zakat atas pemilik binatang tersebut antara lain : a. Islam

Orang yang bukan Islam walupun mempunyai binatang tersebut tidak wajib dikeluarkan zakatnya.

b. Merdeka

Artinya hamba sahaya yang kemerdekaannya atas dirinya dipegang oleh orang lain, tidak wajib berzakat.

c. Milik sempurna

Sesuatu yang dimiliki belum sempurna tidak wajib zakatnya. Misalnya belum dibayar. Meskipun belum dibayar. Meskipun telah mencapai nishab dan masa haulnya, pemegang piutang tidak dapat merasakan penuh keberadaan hartanya, maka dalam keadaan seperti ini dikatakan harta tersebut belum cukup sempurna.


(32)

Nishab zakat peternakan apabila telah mencapai suatu jumlah tertentu sehingga pemilik peternakan wajib mengeluarkan zakatnya.

Nishab tersebut antara lain :  Nishab dan zakat unta

Tabel 2.1. Nishab dan Zakat Unta

Nishab Bilangan dan Jenis zakat Umur 5-9 1 ekor kambing biasa/ 1

ekor kambing domba

2 tahun lebih 1 tahun lebih 10-14 2 ekor kambing biasa/ 2

ekor kambing domba

2 tahun lebih 1 tahun lebih 15 - 19 3 ekor kambing biasa/ 3

ekor kambing domba

2 tahun lebih 1 tahun lebih 20 - 24 4 ekor kambing biasa/ 4

ekor kambing domba

2 tahun lebih 1 tahun lebih 25 - 35 1 ekor anak unta 1 tahun lebih 36 - 45 1 ekor anak unta 2 tahun lebih 46 - 60 1 ekor anak unta 3 tahun lebih 61 - 75 1 ekor anak unta 4 tahun lebih 76 - 90 2 ekor anak unta 2 tahun lebih 91 - 120 2 ekor anak unta 3 tahun lebih 121 - dst 3 ekor anak unta 2 tahun lebih

Mulai dari 121 ini, dihitung tiap-tiap 40 ekor unta, zakatnya 1 ekor anak unta yang berumur 2 tahun atau lebih. Dan tiap-tiap 50 ekor unta zkatnya 1 ekor unta yang berumur 3 tahun lebih. Jadi, 130 ekor unta, zakatnya 2 ekor anak unta berumur 2 tahun dan 1 ekor anak unta berumur 2 tahun dan 2 ekor anak unta berumur 3 tahun, dan seterusnya menurut perhitungan di atas. Umur-umur tersebut supaya dilebihkan walau sedikit seperti yang tersebut dalam daftar.


(33)

 Nishab dan zakat sapi dan kerbau. Nishab untuk kerbau sama dengan sapi demikian juga dengan kadar zakatnya.

Tabel 2.2. Nishab dan Zakat Sapi dan Kerbau Nishab Bilangan dan Jenis zakat Umur 30 - 39 1 ekor anak sapi atau seekor

kerbau

2 tahun lebih 40 - 59 1 ekor anak sapi atau seekor

kerbau

2 tahun lebih 60 - 69 2 ekor anak sapi atau 2 ekor

kerbau

1 tahun lebih 70 - … 1 ekor anak sapi atau seekor

kerbau dan seekor anak sapi atau seekor kerbau

2 tahun lebih 1 tahun lebih

Seterusnya, tiap-tiap 30 ekor sapi atau kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau umur 1 tahun lebih dari tiap-tiap 40 ekor sapi atau kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau umur 2 tahun lebih, zakat 100 sapi atau kerbau, 2 ekor umur 1 tahun lebih dan 1 ekor umur 2 tahun.

Sedangkan menurut Pedoman perhitungan zakat, zakat untuk sapi atau kerbau adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3. Nishab dan Zakat Sapi atau Kerbau

Nishab Bilangan dan Umur Keterangan

30 1 ekor umur 1 tahun Setiap bertambah 30

ekor zakatnya bertambah 1 ekor 1 umur tahun

40 1 ekor umur 2 tahun Setiap bertambah 40

ekor zakatnya tambah 1 ekor umur 2 tahun

• Nishab dan zakat kambing

Tabel 2.4. Nishab dan Zakat Kambing Nishab Bilangan dan jenis zakat Umur


(34)

ekor kambing domba betina 1 tahun lebih 121-200 2 ekor kambing betina atau2 ekor

kambing domba betina

2 tahun lebih 1 tahun lebih 201-399 3 ekor kambing betina atau 3

ekor kambing domba betina

2 tahun lebih 1 tahun lebih 400-… 4 ekor kambing betina atau 4

ekor kambing domba betina

2 tahun lebih dan 1 tahun lebih

Mulai dari 400 kambing, dihitung tiap-tiap 100 kambing zakatnya 1 ekor kambing biasa atau domba umur sebagai tersebut di atas. Seterusnya jadi 500 ekor kambing zakatnya 5 ekor kambing, 599 ekor kambing zakatnya juga 5 ekor, karena belum sampai 600 ekor, 600 zakatnya 6 ekor, dibandingkan seterusnya.

Sedangkan menurut Pedoman Perhitungan Zakat, zakat untuk kambing, domba dan kacangan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5. Nishab dan Zakat Domba dan Kacangan

Nishab Bilangan dan Umur Keterangan

40-120 ekor 1 ekor domba umur 1 tahun atau kacangan umur 2 tahun

Setiap

bertambahnya 100 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor domba umur 1 tahun/kacangan umur 2 tahun 121-200 ekor 1 ekor domba umur 1

tahun atau kacangan umur 2 tahun

e. Sampai setahun lampaunya

Artinya, pemilik ternak telah memiliki binatang ternak tersebut selama 1 tahun.

f. Digembalakan di rumput yang mubah

Artinya, binatang tersebut makan dari makanan rumput liar bukan rumput yang dibeli atau sengaja ditanam. Tidak diberi


(35)

makan oleh pemiliknya sedangkan binatang yang diberi makan (diambil makannya), tidak wajib dizakati.

g. Anak binatang setelah lahir sampai nishabnya menurut tahun ibunya atau kelahirannya, apabila ditambah dengan binatang lain dengan jalan dibeli atau dipusakai atau sebagainya, dipisahkan perhitungan tahunnya dari binatang yang telah cukup nishabnya itu.

h. Binatang yang dipakai untuk membajak sawah atau menarik gerobak, tidak wajib dizakati. Sebagaimana juga kain yang dipakai atau perkakas rumah tangga yang sengaja dipakai sendiri.

6) Zakat Pendapatan dan Jasa profesi

Zakat profesi (penghasilan) adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi (pekerjaan) seseorang, baik dokter, arsitek, notaris, ulama/dai, karyawan, guru, dan lain-lain.

Menurut Yusuf Qardhawi, profesi (pekerjaan) yang menghasilkan uang ada dua macam. Pertama, pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan maupun otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang dokter, insinyur, advokat, seniman, penjahit, tukang kayu dan lain-lainnya.(Abdul,2006:86).

Kedua, pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain, baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh


(36)

upah, yang diberikan, dengan telapak tangan, otak, ataupun kedua-duanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, ataupun honorarium.

Pada masa Rasulullah, zakat profesi/penghasilan ini memang belum ada karena pada saat itu orang mencari penghasilan dengan pertanian, peternakan dan perniagaan. Namun pada saat ini orang mempunyai penghasilan bukan dari yang tiga hal itu saja, tetapi juga dari profesinya.

Ada tiga kemungkinan kesimpulan dalam menentukan nishab, kadar dan waktu mengeluarkan zakat profesi. Hal ini sangat bergantung pada Qiyasi (analogi) yang dilakukan (Didin,2002: 96-98):

a. Jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nishab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengannya dan sama juga dengan zakat emas dan perak. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 % dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok. Contoh : Bila A berpenghasilan Rp. 5.000.000,00 setiap bulan dan kebutuhan pokok perbulannya Rp. 3.000.000,00 maka besar zakat yang dikeluarkannya adalah 2,5 % X 12 X Rp.2.000.000,00 atau sebesar Rp. 600.000,00 per tahun atau Rp. 50.000,00 per bulan.

b. Jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka nishabnya senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar 5% dan dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan, misalnya sebulan sekali. Dalam contoh kasus di atas, maka kewajiban zakat A adalah


(37)

sebesar 5 % X Rp. 2.000.000,00 atau sebesar Rp. 1.200.000,00 per tahun atau Rp. 100.000,00 per bulan.

c. Jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 % tanpa adanya nishab, dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Pada contoh di atas, maka A mempunyai kewajiban zakat sebesar 20 % X Rp. 5.000.000,00 atau sebesar Rp. 1.000.000,00 setiap bulan.

Didin hafiduddin berpendapat bahwa zakat profesi bisa dianalogikan kepada dua hak sekaligus, yaitu pada zakat pertanian dan zakat emas dan perak. Dari segi nishab dapat di analogikan pada zakat pertanian, yaitu sebesar lima wasaq atau senilai 653 kg padi/ gandum dan keluarkan pada saat menerimanya.

7) Barang Temuan (Rikaz)

Dalam kitab-kitab hukum (fiqih) Islam barang yang wajib dizakati hanyalah emas dan perak saja. Demikian juga dengan barang temuan, yang dizakati terbatas pada emas dan perak saja. Nisab untuk barang tambang adalah sama dengan nisab emas (96 gram) dan perak (672 gram), kadarnya pun sama, yaitu 2,5 %. Kewajiban untuk menunaikan zakat barang-barang tambang adalah setiap kali barang itu selesai dibersihkan (diolah) (Daud, 1998: 47).

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, yang berkewajiban membayar zakat adalah:

a. Setiap WNI yang beragama Islam b. Badan yang dimiliki oleh umat Islam


(38)

Dan syarat-syarat mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:

1. Pemilikan yang pasti. Harta benda yang akan dizakatkan ada dalam kekuasaan pemberi zakat.

2. Berkembang. Harta berkembang baik secara alami berdasarkan sunatullah dan karena usaha manusia.

3. Melebihi kebutuhan pokok. Harta yang dizakatkan harus melebihi dari kebutuhan pokok.

4. Bersih dari utang. Harta yang akan dizakatkan harus bersih dari utang kepada Allah (nazar) maupun utang kepada manusia. 5. Mencapai nisab, yaitu mencapai jumlah minimal yang wajib

dikeluarkan zakatnya.

6. Mencapai haul, yaitu harus mencapai waktu tertentu untuk dikeluarkan zakatnya.

Adapun delapan asnaf termasuk ke dalam golongan yang berhak menerima zakat, sedangkan yang tidak masuk ke dalam delapan asnaf tersebut, termasuk ke dalam golongan yang tidak behak menerima zakat.

1. Golongan yang Berhak Menerima Zakat a. Golongan Fakir

b. Golongan Miskin c. Amil Zakat

d. Golongan Muallaf

e. Riqab (Memerdekakan budak)

f. Al- Gharimin (Orang-Orang Yang Berhutang) g. Fi Sabilillah


(39)

h. Ibnussabil

2. Golongan yang Tidak Berhak Menerima Zakat a. Keturunan Nabi Muhammad SAW.

b. Kelompok orang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha dan penghasilan .

c. Keluarga Muzakki yakni keluarga orang-orang yang wajib zakat mengeluarkan zakat.

d. Orang yang sibuk beribadah sunnah untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi melupakan kewajibannya mencari nafkah untuk diri sendiri dan keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungannya.

e. Orang yang tidak mengetahui adanya tuhan dan menolak ajaran agama.

f. Hamba sahaya 2.1.3. Tujuan Pengelolaan Zakat

Zakat yang mengandung pengertian bersih, suci, berkembang dan bertambah mempunyai makna yang penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat. Dengan demikian lembaga zakat itu diwajibkan untuk dilaksanakan guna mencapai tujuan-tujuan yang di inginkan. Yang dimaksud dengan tujuan dalam hubungan ini adalah sasaran praktisnya. Tujuan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta penderitaan.


(40)

2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para gharimin, ibnussabil dan mustahiq lainnya.

3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya.

4. Menghilangkan sifat kikir dan atau loba pemilik harta

5. Membersihkan diri dari sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dalam hati orang-orang miskin.

6. Menjembatani jurang pemisah antara orang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.

7. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta kekayaan. Dan menghindari penumpukan kekayaan perseorangan yang dikumpulkan di atas penderitaan orang lain.

8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.

9. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.

Dalam konsideran huruf B UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dikatakan bahwa penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber adana yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dan zakat juga dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu umtuk mencapai hal tersebut diperlukan penyempurnaan sistem pengelolaan zakat ( Tahir,2000: 89).


(41)

2.2. Infaq

2.2.1. Pengertian Infaq

Infaq adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali memperoleh rezeki sebanyak yang dikehendakinya.

Infaq sesunguhnya lebih dari zakat dan merupakan kewajiban kaum Muslim yang kaya. Kaum Muslim tidak akan mendapat ridha dari Allah SWT. Jika tidak mau berinfaq kepada kaum miskin (Mohammad Hidayat, 2010: 316).

Pengertian lain, Infaq adalah amal/pemberian seseorang Muslim atau badan hukum karena sesuatu kebutuhan yang didasari rasa taqarrub kepada dan mengharapkan pahala dari Allah SWT. Yang dalam prakteknya dapat berbentuk kupon atau selainnya, seperti Gebu Minang, Infaq Ramadhan Rp. 1.000,-, infaq masjid, infaq sekolah dan lain-lain ( Nukthoh, 2005: 18-19).

Jadi infaq ini dikaitkan dengan adanya suatu kebutuhan tertentu, yang berarti manakala kebutuhan tersebut telah terpenuhi atau tercukupi, maka permintaan infaq itu dihentikan, misalnya membangun masjid, apabila masjid tersebut sudah berdiri, rampung, tuntas dan sudah bisa dilaksanakan shalat di situ, maka permintaan infaq dihentikan.

2.3. Shoddaqoh

Selanjutnya shoddaqoh (sedekah) dalam pengertian umum adalah memberikan harta atau nilainya dan juga manfaatnya kepada yang berhak atau patut diberi, karena perintah Allah/ Rasul-Nya, baik perintah wajib maupun perintah sunnah, yang merupakan ibadah kepada Allah dan sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakat dan kemanusiaan( Nukthoh, 2005: 19-20).


(42)

Menurut H. Nukthoh Arfawie Kurde bahwa shoddaqoh itu adalah pemberian/amal sukarela dari seseorang muslim dan tidak tertentu jumlahnya, seperti kotak amal, list derma, shalawat Jum’at/pengajian, permintaan dan lain-lain. Karena itu shoddaqoh(sedekah) lebih luas cakupannya, karena tidak terbatas jumlahnya dan untuk keperluan yang tidak terbatas pula.

Dalam kasus shoddaqoh, ibadah privat sekaligus menjadi ibadah publik; sebuah individual yang berwujud dalam bentuk sosial. Dengan demikian, nilai shoddaqoh terbagi dua:

 Nilai spiritual (vertikal) dan  Nilai sosial(horizontal)

Lembaga shoddaqoh sangat digalakkan oleh ajaran Islam untuk menanamkan jiwa sosial dan mengurangi penderitaan orang lain. Bentuk shoddaqoh tidak hanya berupa materi, tetapi dapat juga berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain (Mohamad Hidayat,2010: 317).

2.4. Pendapatan

Menurut kebiasaan masalah pendapatan, mengandung 2 hal utama, yakni: 1. Pendapatan dari hasil kerja seseorang.

2. Pendapatan yang datangnya dari milik

Pendapatan pribadi( personal income) dapat diartikan sebagai semua jenis pendapatan, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan suatu kegiatan apa pun,yang diterima oleh penduduk suatu negara. Dalam pendapatan pribadi telah termasuk juga pembayaran pindahan yang merupakan pemberian-pemberian yang dilakukan oleh pemerintah kepada berbagai golongan masyarakat dimana para penerimanya tidak perlu


(43)

memberikan balas jasa atau usaha apa pun sebagai imbalannya. Pembayaran pindahan ini antara lain uang pensiun yang dibayarkan kepada pegawai pemerintah yang tidak bekerja lagi, bantuan-bantuan kepada orang cacat, bantuan kepada veteran dan berbagai beasiswa yang diberikan pemerintah. Pembayaran pindahan ini lazim disebut dengan istilah subsidi atau bantuan.

Sedangkan pendapatan disposebel yaitu pendapatan pribadi yang dikurangi oleh pajak yang harus dibayar oleh para penerima pendapatan. Pendapatan disposebel adalah pendapatan yang digunakan oleh para penerimanya untuk membeli barang dan jasa yang mereka inginkan. Tetapi tidak semua pendapatan ini dapat digunakan untuk tujuan konsumsi melainkan sebagian ditabung dan membayar bunga pinjaman yang digunakan untuk membeli barang-barang secara mencicil.

Tingkat pendapatan juga mempengaruhi kemampuan seseorang dalam membayar zakat tinggi, tingkat pendapatan tinggi seseorang maka semakin tinggi pula kemampuannya membayar zakat hartanya.

Sumber pendapatan dan penerima menurut BPS dibedakan dalam: 1. Pendapatan yang bersumber dari:

a. Penghasilan gaji dan upah

b. Penghasilan dari usaha sendiri dan pekerjaan bebas c. Penghasilan dari pemilikan harta

2. Transfer yang bersifat redistributif, terutama terjadi dari transfer pendapatan yang tidak mengikat dan biasanya bukan merupakan


(44)

imbalan atau penyerahan barang, jasa atau harta milik. (Sumber:

2.5. Usia

Struktur umur penduduk dapat dilihat dalam umur satu tahunan atau yang disebut juga umur tunggal (single age), dan yang dikelompokkan dalam lima tahunan. Dalam pembahasan demografi pengertian umur adalah umur pada saat ulang tahun terakhir.

Informasi tentang jumlah penduduk kelompok usia tertentu penting diketahui agar pembangunan dapat diarahkan sesuai kebutuhan penduduk sebagai pelaku pembangunan. Dengan mengetahui jumlah dan persentase penduduk ditiap kelompok umur, dapat diketahui berapa besar penduduk yang berpotensi sebagai beban yaitu penduduk yang belum produktif (usia 0-14 tahun) termasuk kategori bayi dan anak berusia (0-4 tahun) dan penduduk yang di anggap kurang produktif (65 tahun ke atas). Juga dapat dilihat berapa persentase penduduk yang berpotensi sebagai modal dalam pembangunan yaitu penduduk usia produktif atau yang berusia 15-64 tahun. (Sumber:www.bps.go.id)

Berdasarkan UU No. 4 Tahun 1965, seseorang dianggap lansia bila berusia 55 tahun. Hal ini sesuai dengan usia pensiun seorang pegawai negri, terutama seorang pegawai negeri sipil (PNS). Namun, dalam perjalanan zaman, Undang-undang No.13 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Dalam Undang-Undang tersebut dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Persetujuan batas usia lansia ini atas pertimbangan kondisi sosial (masyarakat yang mungkin membaik) dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah usia makin bertambah.


(45)

2.6. Moment Bulan Keagamaan

Moment bulan keagamaan merupakan waktu khusus yaitu bulan-bulan suci yang utama bagi umat islam dimana pada bulan yang penting tersebut Allah menurunkan Rahmatnya dan umat islan menjalankan perintahnya untuk mendapatkan pahala. “ Jumlah bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, tersebut dalam kitab Allah SWT pada saat Allah SWT menciptakan langit dan bumi.Pada dasarnya setiap bulan adalah sama satu dengan yang lainnya dan tidak ada perbedaan dalam kesuciannya dibandingkan dengan bulan- bulan lain. Diantara kedua belas bulan itu ada beberapa bulan yang disucikan dua diantara beberapa bulan yang suci adalah bulan Ramadhan, Syawal, Zulqaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Bulan suci Ramadhan adalah moment yang tepat bagi kaum muslim untuk memperbaiki kehidupan keagamaannya, karena bulan Suci tersebut baik suasana hati maupun suasana lingkungan di sekitar kita begitu berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Hampir Dalam segala aspek mendukung Bulan suci ini. (Sumber: www.wikipedia.co.id)

Ramadhan dalam bahasa arab artinya orang yang sakit mata mau buta. Lebih lanjut lagi hal itu dikiaskan dengan dimanfaatkannya momen Ramadhan oleh para kekuatan fisik spiritual dan tingkah lakunya, sebagaimana panas merepresentasikan sesuatu yang dapat mencairkan materi.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengumpulan zakat,infaq,shodaqoh yang dilakukan di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara yang beralamatkan di Jl. Williem iskandar Medan Estate.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang di gunakan penulis dalam penelitian ini.

1. Data primer, di peroleh dari wawancara cara langsung yaitu para muzakki Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara melalui daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah di sediakan.

2. Data sekunder, data yang diperoleh dari pihak yang berwenang pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara, buku, litelatur, media internet serta bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.3. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, atau transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian ( Kuncoro,2001:bab 3 ).

Populasi yang dipilih oleh penulis yaitu para muzakki pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara yang tinggal di daerah Medan. Jumlah dari populasi ini sendiri adalah sebanyak 550 muzakki . Sampel adalah sebagian / himpunan bagian dari unit populasi yang mewakili keseluruhan objek penelitian. Dalam


(47)

menentukan sampel menggunakan metode pengambilan sampel dengan Simple Random Sampling yaitu salah satu metode pemeriksa sampel probabilitas dilakukan dengan cara acak sederhana dan setiap responden memiliki kemungkinan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Muhammad Teguh,1999: 160).. Dimana dalam menentukan ukuran sampel populasi, penulis menggunakan rumus Slovin yaitu sebagai berikut :

n = 2 1 Ne

N

+

n= ukuran sample N= ukuran populasi

E= nilai kritis (Batas kesalahan) yang diinginkan

n = 2

%) 10 ( 550 1 550 + n = 5 , 5 1 550 +

n = 84,6 maka dibulatkan menjadi 85

Dari rumus diatas diperoleh jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 85 muzakki.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang akan di teliti, dalam hal ini pengamatan langsung ke Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara mengenai pengumpulan jumlah Zakat, Infak dan Shoddaqoh.

2. Wawancara yaitu salah satu tehnik pengumpulan data dan informasi dengan mewawancarai para muzakki pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara.


(48)

3. Studi Kepustakaan yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui telaah berbagai litelatur yang relevan yang berhubungan dengan permasalahan yang ada di dalam penlisan skripsi ini, dapat diperoleh dari buku-buku, internet dan lain-lain.

4. Kuesioner, penulis membuat daftar pertanyaan yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Kuesioner ini di tujukan kepada muzakki yang membayarkan zakat ke Badan Amil Zakat. Jawaban atas pertanyaan ini digunakan sebagai pelengkap dan pendukung kebenaran data-data yang ada.

3.5 Pengolahan Data

Penulis melakukan pengolahan data dengan cara tabulasi data , chart dan grafik. 3.6. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode deskriptif, dimana data-data yang diproleh dianalisis dengan cara tabulasi, sehingga diperoleh jumlah dan persentase dari variabel yang diteliti. Disamping itu dilakukan pula dengan bentuk analisis lain seperti tabel,chart maupun grafik . Sehingga diperoleh berbagai gambaran informasi yang menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada lembaga Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara.

3.7. Definisi Operasional

1. Zakat, Infaq dan Shoddaqoh , Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sedangkan infaq dan shoddaqoh adalah bukan kewajiban.


(49)

2. Pendapatan adalah penerimaan keseluruhan atau uang kontan yang diperoleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) (Rupiah per Bulan).

3. Usia muzakki adalah usia dimana awal masyarakat menjadi muzakki di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara.

4. Moment bulan keagamaan adalah yaitu bulan-bulan suci yang utama bagi umat islam dimana pada bulan yang penting tersebut Allah menurunkan Rahmatnya dan umat islan menjalankan perintahnya untuk mendapatkan pahala.


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Objek Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Badan Amil Zakat

Islam sangat concern kepada pembangunan sosio-ekonomi rakyat (umat). Islam mempunyai perhatian yang tinggi untuk melepaskan orang miskin dan kaum dhu’afa dari kemiskinan dan keterbelakangan, tanpa harus didahului oleh gerakan revolusi kaum miskin dalam menuntut perubahan nasibnya. Perhatian Islam terhadap kaum dhu’afa tidak bersifat insidentil, tetapi regular dan sistimatis.

Tak dapat dipungkiri bahwa zakat sangat berpotensi sebagai sebuah sarana yang efektif untuk memberdayakan ekonomi umat. Pengelolaan dan pengumpulan zakat di Indonesia masih belum berjalan secara optimal. Hanya sebagian kecil potensi dana zakat saja yang berhasil dikumpulkan dan didistribusikan kepada yang berhak. Entah dimana letak kesalehan sosial masyarakat muslim, bila melihat betapa pengelolaan dana zakat hanya berlaku sporadis atau kurang terorganisir. Dan hasilnya, justru pada saat isu optimalisasi pengelolaan dana zakat diluncurkan lewat UU No. 38 1999, isu yang muncul kemudian malah mempertanyakan akan kemampuan sistem zakat sebagai solusi kemiskinan dan pemerataan. Untuk kasus Indonesia jumlah penduduk miskin yang didata Departemen Sosial pada tahun 2000 adalah sebesar 40% dari penduduk Indonesia. Potensi dana zakat,infaq dan shodaqqoh sangatlah besar untuk dapat diproses sebagai suatu bentuk system redistribusi income. Sedangkan menurut Menteri Agama Said Aqil Al-Munawar bahwa potensi dana zakat di Indonesia mencapai Rp. 7,5 triliun pertahun. Namun, hingga kini baru Rp 250 miliar atau 2,7 % yang berhasil dihimpun oleh lembaga-lembaga pengelola zakat. Pada fenomena saat ini semisal Indonesia, otoritas negara sudah diwakili oleh suatu bentuk lembaga intermediary (Amil) , di mana berdasarkan UU RI


(51)

No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, bahwa pengelola zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah.

Jika dikaitkan dengan konsep jaringan masjid chart hierarki organisasi secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Struktur Organisasi BAZ

Gambar 4.1. Struktur Hierarki BAZ

Berdasarkan keputusan Menteri Agama Republik Indonesia tentang pelaksana Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat disebutkan pada Pasal 2 mengenai susunan hierarki mulai dari BAZ Nasional yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZ provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi, BAZ daerah berkedudukan di

BAZ Nasional

MASJID

BAZ Daerah kabupaten

MASJID MASJID

BAZ Kecamatan BAZ Kecamatan

BAZ Provinsi


(52)

ibu kota kabupaten, dan terakhir BAZ kecamatan yang berkedudukan di ibu kota kecamatan.

Kehadiran Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor : 451.7.05/ 53620/K tanggal 23 April 2001 sebelumnya bernama Badan Amil Zakat, Infaq dan Shoddaqoh (BAZIS) Provinsi Sumatera Utara bertujuan untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat Islam dalam pelaksanaan zakat sesuai dengan tuntutan agama, meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial serta meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat di Sumatera Utara.

Kemudian BAZIS berkembang menjadi Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Undang-Undang Zakat Nomor 38 Tahun 1999 yang merupakan institusi resmi pengelola zakat dimana BAZDA dalam tugas, pokok dan fungsinya (TUPOKSI) merupakan mitra pemerintah daerah provinsi Sumatera Utara dalam pengumpulan ZIS dari masyarakat Islam khususnya Sumatera Utara dan didayagunakan kembali untuk kepentingan dan kesejahteraan umat Islam sesuai dengan syari’at Islam. Dalam kinerjanya BAZDA Sumatera Utara tidak membawahi BAZ Kabupaten /Kota yang ada di Sumatera Utara, namun hanya sebatas koordinasi, begitu juga dengan LAZ yang ada di Sumatera Utara yang merupakan mitra informasi dan komunikasi penghimpun zakat.

Dalam usianya yang relatif muda, BAZ Sumatera Utara telah berkembang dari tahun ke tahun dan menunjukkan peningkatan yang menggembirakan. Jika pada tahun 1994/1995, BAZ berhasil mengumpulkan dana ummat sebesar Rp 350 juta, maka pada tahun 1995/1996 BAZ berhasil mengumpulkan sekitar Rp 980 juta. Dan yang lebih menggembirakan lagi ialah bahwa dana yang dikumpul tahun 1996/1997 meningkat lagi


(53)

sebesar 34%, dimana BAZ mengumpulkan dana sebesar 1,2 milyar lebih. Untuk tahun 1997/1998, BAZ Sumatera Utara, menargetkan akan mencapai angka 1,5 milyar.

4.1.2. Visi, Misi, Azas dan Tujuan Badan Amil Zakat Sumatera Utara

Visi Badan Amil Zakat Sumatera Utara adalah menjadi lembaga pengelola zakat yang amanah, professional dan transparan untuk meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi ummat. Dan yang menjadi misi dari Badan Amil Zakat Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan pengumpulan dan pendistribusian dana zakat secara merata. 2. Memberikan pelayanan prima dalam penerimaan dan penyaluran dana zakat. 3. Mengembangkan managemen modern dalam pengelolaan zakat.

4. Mendorong peningkatan ekonomi umat. 5. Merubah mustahik menjadi muzzaki.

Sedangkan azas BAZDA SUMUT adalah sebagai berikut: 1. Iman dan amal sholeh

2. Terbuka dan bertanggung jawab 3. Di percaya

Tujuan dari BAZDA SUMUT adalah menjadikan lembaga pengelola zakat yang amanah, profesional, dan transparan.

4.1.3. Struktur Organisasi Badan Amil Zakat SUMUT

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Pasal 6 dan Pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu badan amil zakat dan lembaga amil zakat. Badan amil zakat dibentuk oleh pemerintah, sedangkan lembaga amil zakat didirikan oleh atau atas prakarsa masyarakat.


(54)

Pengorganisasian badan amil zakat perlu di atur sebaik-baiknya agar pelaksana zakat dapat dikoordinasikan dan diarahkan dengan tepat. Ini perlu dilakukan untuk memantapkan kepercayaan masyarakat dan wajib zakat bagi badan amil zakat tersebut.

Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dibentuk dengan Keputusan Gubernur yang susunan kepengurusannya diusulkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi. Susunan kepengurusan BAZDA terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana yang personalianya diusulkan kepada Gubernur setelah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Membentuk tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama, cendekia, tenaga profesional, praktisi pengelola zakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang terkait dan unsur pemerintahan.

b. Menyusun kriteria calon Badan Amil Zakat Daerah Provinsi.

c. Mempublikasikan rencana pembentukan Badan Amil Zakat Daerah Propinsi sesuai dengan keahliannya.

d. Calon pengurusnya diusulkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi pengurus Badan Amil Zakat Daerah Provinsi.

Calon pengurus Badan Amil Zakat Daerah Provinsi harus memiliki sifat amanah, mempunyai visi dan misi, berdedikasi, profesional, dan berintegritas tinggi. Struktur Organisasi Badan Amil Zakat Daerah adalah sebagai berikut:


(55)

Gambar 4.2. Struktur Organisasi Badan Amil Zakat Daerah

Badan Amil Zakat SUMUT dipimpin oleh Badan Pelaksana yang di ketuai oleh Drs. H. Amansyah Nasution, MSP. Ketua Badan Amil Zakat Sumatera Utara dibantu oleh wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara dan wakil bendahara.

Ketua Badan Amil Zakat Sumatera Utara membawahi 4 bidang, yakni bidang pengumpulan, bidang pendistribusian, bidang pendayagunaan dan bidang pengembangan. Masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang kepala. Dan masing- masing kepala tersebut terbagi lagi menjadi beberapa anggota.

4.2. Perkembangan Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara

Badan Amil Zakat Sumatera Utara berdiri pada tahun 1992 dengan nama Bazis, dengan keluarnya SK. GUBSU No.119 Tahun 1981 tanggal 30 Juni 1981 ditetapkan pengurus. Penyaluran zakat di bagi:

Dewan Pertimbangan

Komisi Pengawas

Badan Pelaksana

Bidang Pengumpulan

Bidang Pendistribusian

Bidang Pendayagunaan

Bidang Pengembangan


(56)

a. Propinsi 80% Sabilillah 10% Muallaf 10% Amil b. Kab./ Kota 10% Gharim

50% Sabilillah 10% Muallaf 10% Amil 10% Ibnu Sabil 10% Provinsi c. Kecamatan 10% Gharim

10% Muallaf 40% Sabilillah 10% Amil

10% LHAI Provinsi 20% Kab./ Kota d. Kelurahan 30% Fakir

25% Miskin 10% Amil 10% Provinsi 15% Kecamatan


(57)

Dan pada tahun 1993 di tetapkan tidak ada setoran kepada Provinsi. Kemudian BAZIS berkembang menjadi Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Undang-Undang Zakat Nomor 38 Tahun 1999. Dalam usianya yang relatif muda, BAZ Sumatera Utara telah berkembang dari tahun ke tahun dan menujukkan peningkatan yang menggembirakan. Berikut ini adalah data perkembangan jumlah pendapatan zakat,infaq dan shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Sumatera Utara periode tahun 1993 s/d 2007.

Gambar 4.3. Perkembangan Jumlah Pendapatan Zakat,Infaq

dan Shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Sumatera Utara Periode Tahun 1993 s/d 2007

Sumber : Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara

Berdasarkan Gambar 4.3. di atas dapat dilihat bahwa jumlah pendapatan pada Badan Amil Zakat yang bersumber dari dana zakat,infaq dan shoddaqoh dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Akan tetapi kecenderungan terlihat bahwa jumlah pendapatan senantiasa mengalami peningkatan sejak awal berdirinya lembaga Badan Amil Zakat SUMUT ini, hanya pada tahun 2000/2001 mengalami penurunan. Dimana pada tahun 1993/1994 yang terkumpul sebesar Rp 80 juta sedangkan pada tahun 1994/1995, BAZ berhasil mengumpulkan dana ummat sebesar Rp 350 juta, maka pada tahun 1995/1996 BAZ berhasil mengumpulkan sekitar Rp 908 juta. Dan dana yang terkumpul tahun 1996/1997 meningkat lagi sebesar 34%, dimana BAZ mengumpulkan


(58)

dana sebesar 1,2 milyard lebih. Tahun 1998 pendapatan dana BAZ yang terkumpul meningkat menjadi Rp 1,6 milyar. Tahun 2000/2001 pendapatan yang terkumpul menurun menjadi Rp 900 juta. Lalu pada tahun 2006-2007 kembali meningkat sebesar Rp 2,5 milyar lebih dan inilah titik tertinggi dalam pendapatan yang diperoleh Badan Amil Zakat.

Dana yang sudah terkumpul tersebut telah disalurkan kepada para mustahaqnya, diantaranya untuk beasiswa mulai dari SD sampai mahasiswa S3, berjumlah 1545 orang, bantuan modal usaha pengusaha kecil tanpa bunga sejumlah 300 orang, pembangunan rumah ibadah, pembangunan sarana pendidikan islam, honor da’i BAZ di daerah ( Karo, Dairi, Nias, Taput, Tapteng, Langkat, Deli Serdang dan Tapsel), juga untuk pembangunan kebun kelapa sawit BAZDA seluas 105 Ha di langkat, membantu fakir miskin, ibnu sabil, gharimin (berhutang) dan muallaf.

4.3. Karakteristik Responden

Analisis ini digunakan untuk menggambarkan keadaan dari sampel yang diteliti. Sampel dari penelitian ini adalah mereka yang menjadi muzakki pada Badan Amil Zakat Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada muzakki Badan Amil Zakat Sumatera Utara dengan mengumpulkan berbagai data tentang keadaan responden. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti mengedarkan 85 kuesioner terhadap 85 responden muzakki yang memberikan zakat,infaq dan shoddaqoh pada BAZ Daerah SUMUT. Karakteristik responden yang diperoleh dari hasil pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner yang dijadikan sebagai responden. Lalu data tersebut diklasifikasikan kemudian dilakukan penghitungan terhadap masing-masing klasifikasi tersebut dan ditentukan berapa besar persentasenya. Selanjutnya data yang didapat disajikan dalam bentuk analisa Berikut ini adalah beberapa klasifikasi sampel dari penelitian yang telah di olah oleh peneliti dalam bentuk tabulasi data:


(59)

a. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin tahun 2010

Jenis kelamin

muzakki Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 53 62,3

Perempuan 32 37,6

Jumlah 85 100

Sumber : Data Primer diolah berdasarkan kuesioner

Berdasarkan tabel 4.1., terlihat bahwa dari 85 muzakki yang berjenis kelamin laki-laki memiliki persentase sebesar 62,3 % dari keseluruhan responden. Sedangkan muzakki yang berjenis kelamin perempuan memiliki persentase sebesar 37,6% dari keseluruhan responden.

b. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pendidikan Muzakki

Tabel 4.2. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pendidikan Tahun 2010

Pendidikan Muzakki

Frekuensi Persentase (%)

Tamat SD 0 0

Tamat SMP 0 0

Tamat SMA 24 28,2

Diploma 19 22,3

Sarjana 42 49,4

jumlah 85 100

Sumber: Data Primer diolah

Dari tabel 4.2., dari 85 orang yang menjadi responden terlihat bahwa tingkat pendidikan muzakki dengan tamat SMA memiliki persentase sebesar 28,2% dari


(60)

keseluruhan responden. Muzakki yang mengenyam pendidikan hingga Diploma memiliki persentase sebesar 22,3% dari keseluruhan responden. Dan persentase tertinggi adalah muzakki yang menyelesaikan pendidikan hingga Sarjana yaitu jumlah persentasenya adalah 49,4% dari keseluruhan responden.

c. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 4.3. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Muzakki Frekuensi % Persentase

PNS 47 55,2

Pegawai Swasta 3 3,5

Wirausaha 9 10,5

Bidang Jasa 16 18,8

Lain-lain 10 11,7

Jumlah 85 100

Sumber: Data Primer olahan

Dari tabel 4.3., dapat dilihat jumlah responden terbesar membayar zakat, infaq dan shoddaqoh adalah yang bekerja sabagai PNS dengan persentase sebesar 55,2% dari keseluruhan responden. Sedangkan Bidang Jasa hanya sebesar 18,8 % dari keseluruhan responden. Muzakki yang memiliki pekerjaan sebagai wirausaha jumlah responden sedikit dengan persentase sebesar 10,5 %. Persentase terkecil adalah muzakki yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta dengan persentase sebesar 3,5%. Dan pekerjaan lainnya termasuk didalamnya pensiunan adalah sebesar 11,7%.


(61)

4.4. Penyajian dan Analisis Deskriptif Data

Dalam penelitian ini akan disajikan data dalam bentuk analisa dengan jumlah sampel 85 orang, yang mempergunakan tehnik pengumpulan data dengan penyebaran kuesioner.Dengan faktor yang mempengaruhi pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada BAZDA SUMUT yaitu terdiri dari pendapatan,usia dan moment bulan keagaamaan. Berikut ini akan disajikan jawaban kuesioner yang telah dibagikan kepada 85 orang responden yang disajikan sampel dalam penelitian.

Gambar 4.4. Alasan Muzakki memilih Membayar Zakat, Infaq dan Shoddaqoh di Badan Amil Zakat

Daerah Sumatera Utara

Sumber : Data olahan berdasarkan Kuesioner

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa yang menjadi alasan muzakki membayar zakat, infaq dan shoddaqoh di Badan Amil Zakat Sumatera Utara adalah karena institusi yang legal milik pemerintah didukung oleh 43 responden (50,5%), terorganisir oleh 19 responden (22,3 %), kondisi pelayanan yang baik oleh 23 responden (27 %) dan lainnya sebesar.


(62)

Gambar 4.5. Membandingkan dengan Lembaga Zakat Lain sebelum Memilih BAZ

Sumber : Data olahan berdasarkan Kuesioner

Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 34 responden (40%) menganggap bahwa sebelum memilih BAZ terlebih dahulu membandingkan membandingkan dengan Lembaga Zakat Lain selain BAZ sedangkan 51 responden lainnya (60%) menganggap bahwa sebelum memilih BAZ responden tidak terlebih dahulu membandingkan dengan Lembaga Zakat Lain selain BAZ karena berbagai alasan.

Gambar 4.6. Sumber Mengetahui Keberadaan BAZDA SUMUT

Sumber : Data olahan berdasarkan Kuesioner 31,7% 28,2%

40%

0 10 20 30 40

iklan di koran brosur masyarakat


(63)

Dari hasil jawaban responden diketahui 27 muzakki (31,7%) menyatakan mengetahui keberadaan BAZDA SUMUT melalui iklan dikoran, 24 muzakki (28,2%) menyatakan mengetahui keberadaan BAZDA SUMUT melalui brosur dan 34 orang muzakki (40%) menyatakan mengetahui keberadaan BAZDA SUMUT melalui masyarakat.

Gambar 4.7. Cara Penyaluran Zakat, Infaq dan Shoddaqoh pada BAZ Daerah SUMUT

Sumber : Data olahan berdasarkan Kuesioner

Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 44 responden (51,7%) memilih menyalurkan zakat, Infaq dan shoddaqoh pada BAZ Daerah SUMUT dengan memberikan langsung, 7 responden (8,2%) memilih menyalurkan zakat,infaq dan shoddaqoh pada BAZ Daerah SUMUT dengan melalui transfer lewat bank, 34 responden (40%) memilih menyalurkan zakat, infaq dan shoddaqoh pada BAZ Daerah SUMUT dengan cara Amil zakat menjemput langsung/delivery.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian dan hasil analisis yang telah dilakukan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka diperoleh beberapa kesimpulan berikut:

1) Perkembangan Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara menunjukkan tren yang meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan hasil pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh. 2) Alasan Muzakki lebih memilih membayar zakat, infaq dan shoddaqoh di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara karena BAZDA SUMUT adalah institusi yang resmi atau legal milik Pemerintah. Untuk itu masyarakat lebih percaya dengan institusi milik pemerintah dibandingkan dengan lembaga zakat, infaq dan shoddaqoh milik swasta.

3) Untuk masalah pelayanan dalam pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh di BAZ Daerah SUMUT, sebagian besar muzakki menyatakan puas sehingga muzakki tetap membayar zakat, infaq dan shoddaqoh di BAZDA SUMUT di setiap tahunnya.

4) Dalam membayar zakat, infaq dan shoddaqoh pada BAZDA SUMUT adalah muzakki yang memiliki pendapatan rata-rata diatas Rp. 10.000.000 dan memiliki kesadaran akan pentingnya berzakat, infaq dan shoddaqoh.


(2)

5) Untuk jenis zakat/harta yang diberikan pada BAZDA SUMUT, kebanyakan muzakki lebih memilih untuk membayar zakat harta. Sedangkan untuk zakat fitrah, infaq dan shoddaqoh masih sangat kurang jumlahnya dikarenakan masih kurangnya informasi.

6) Kendala yang dihadapi masyarakat selama menjadi muzakki BAZDA SUMUT adalah lokasi yang tidak strategis dan sulit di jangkau masyarakat serta masih minimnya informasi yang diberikan kepada masyarakat.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka disarankan hal-hal berikut :

1) Pihak- pihak yang terkait dalam Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara haruslah lebih meningkatkan kinerja dimasa depan secara lebih transparan dan professional dengan manajemen yang lebih amanah.

2) Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BAZDA SUMUT maka disarankan untuk meningkatkan kinerja dan meningkatkan infrastruktur.

3) Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berzakat, berinfaq dan bershoddaqoh, BAZDA SUMUT harus terus melakukan sosialisasi zakat secara komprehensif melalui kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aditia. 2005. Makna Hukum, Himah dan Aturannya, Majalah Hidayah Edisi 52 Tahun V,Jakarta.

Agustianto. 2002. Percikan Pemikiran EkonomiIslam, Bandung : Cita Pustaka Media.

Arfawie, Nukthoh. 2005. Memungut Zakat dan Infaq Profesi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Azizy, Qodri. 2004. Membangun Fondasi Ekonomi Umat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azhari, Tahir. 2000. Buku Ajar Universitas Indonesia (Zakat dan Wakaf) Bagian A, Jakarta: UI Press.

Bustami, Zulfahmi. 2007. Argumentasi Positifikasi Hukum Zakat di Indonesia Vol. VII. No.5

Daud, Mohammad. 1988. Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI Press

Ghofur, Abdul. 2006. Hukum dan Pemberdayaan Zakat, Upaya Sinergi Wajib Zakat dan Pajak di Indonesia, Yogyakarta: Pilar Media

Ghozali, Syukri, et.al. 2001. Pedoman Zakat 9 Seri, Jakarta: Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf.

Hafidhuddin,Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani.

Hasbi, Muhammad. 2006. Pedoman Zakat, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra.

Hidayat, Mohammad. 2010. Pengantar Ekonomi Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim.

Husnan, Ahmad. 1996. Zakat Menurut Sunnah dan Zakat Model Baru, Jakarta : Al-Kautsar.


(4)

Inayah, Gazi. 2003. Teori Komprehensif Tentang Zakat dan Pajak, Jakarta : Tiara wacana.

Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi Edisi 3, Jakarta : Erlangga.

Nurul, at.al. 2008. Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, Jakarta : Kencana.

Qhordhawi, Yusuf. 2006. Hukum Zakat, Jakarta : Lintera Antar Nusa.

Sayyid, Syaikh. 2005. Panduan Zakat Menurut Al-Quran dan As-Sunah, Jakarta : Pustaka Ibnu Katsir.

Sugiyono. 2006. Statistika untuk penelitian, Bandung: alphabeta

Suprayitno,Eko. 2005. Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Teguh, Muhammad. 1999. Metode Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Zuhayliy, Wahbah. 2000. Zakat Kajian Beberapa Mahzab, Bandung: Remaja Rosdakarya.


(5)

KUESIONER PENELITIAN (Untuk Muzakki)

Yth. Responden,

Kuesioner ini berguna untuk penulisan Skripsi yang berjudul “ Faktor-faktor yang mempengaruhi pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara”. Peran serta dan partisipasi saudara-saudari dalam menjawab pertanyaan dari kuesioner ini akan sangat membantu keberhasilan penelitian yang sedang diadakan. Atas perhatian dan kerjasama yang baik, peneliti mengucapkan terimakasih.

Petunjuk:

Berikan tanda silang (X) untuk jawaban yang sesuai dengan pilihan anda. Identitas Responden

Nama : Jenis kelamin :

Pendidikan : a. tamat SD b. tamat SMP c. tamat SMA d. Diploma e. Perguruan Tinggi (S1/S2)

Pekerjaan : a. PNS b. Pegawai Swasta c. Wirausaha d. Bidang Jasa e.Lain-lain(tuliskan)

1. Mengapa Anda memilih membayar zakat, infaq dan shoddaqoh di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara?

a. institusi yang legal milik pemerintah b. terorganisir

c. kondisi pelayanan yang baik d. Lain-lain(tuliskan)

2. Sebelum memilih BAZ apakah bapak/Ibu terlebih dahulu membandingkan dengan produk zakat lain yang ditawarkan pada BAZ?

a. Iya b. Tidak


(6)

3. Dari manakah Bapak/Ibu mengetahui keberadaan BAZ? a. iklan dikoran

b. brosur c. masyarakat

4. Jika Bapak/Ibu menyalurkan zakat,infaq dan shoddaqoh pada BAZ Daerah SUMUT, bagaimana cara menyalurkannya?

a. Diberikan langsung b. Transfer lewat bank

c. Amil zakat menjemput langsung/delivery

5. Bagaimana mengenai pelayanan pengumpulan zakat,infaq dan shoddaqoh dengan manfaat yang diperoleh dari BAZ Daerah SUMUT?

a. sangat memuaskan b. memuaskan

c. kurang memuaskan d. tidak memuaskan e. sangat tidak memuaskan 6. Usia Anda:

a. < 19 tahun b. 20-30 tahun c. 31-40 tahun d. 41-50 tahun e. 51-60 tahun f. >60 tahun

7. Pendapatan Anda perbulan: a. Rp. 1.000.000-Rp. 3.000.000 b. Rp. 3.000.000-Rp. 5.000.000 c. Rp. 5.000.000-Rp. 10.000.000 d. Rp. 10.000.000-Rp. 50.000.000 e. >Rp.50.000.000