Pengaruh Putaran Cetakan Terhadap Sifat Mekanik Besi Cor Kelabu Pada Pembuatan Silinder Liner Mesin Otomotif Dengan Pengecoran Sentrifugal Mendatar

(1)

PENGARUH PUTARAN CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BESI COR KELABU PADA PEMBUATAN SILINDER LINER MESIN OTOMOTIF DENGAN PENGECORAN SENTRIFUGAL MENDATAR

TESIS

Oleh

HAPOSAN SITUNGKIR 067015010 /TM

PROGRAM MAGISTER TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH PUTARAN CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BESI COR KELABU PADA PEMBUATAN SILINDER LINER MESIN OTOMOTIF DENGAN PENGECORAN SENTRIFUGAL MENDATAR

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

dalam Fakultas Teknik Mesin

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HAPOSAN SITUNGKIR 067015010 /TM

PROGRAM MAGISTER TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis

Nama Mahasiswa

Nomor Pokok

Program Studi

PENGARUH PUTARAN CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BESI

COR KELABU PADA PEMBUATAN SILINDER LINER MESIN OTOMOTIF DENGAN PENGECORAN SENTRIFUGAL MENDATAR

Haposan Situngkir 067015010 /TM

Teknik Mesin  

: : :    

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME) Ketua

(Ir.Alfian Hamsi, M.Sc) (Ir. Batu Mahadi Siregar, MT) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME) (Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng) Tanggal lulus: 5 Februari 2010


(4)

Telah Diuji pada

Tanggal: 5 Februari 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME Anggota : 1. Ir. Alfian Hamsi, M.Sc

2. Ir. Batu Mahadi Siregar, MT

3. Dr.–Ing. Ikhwansyah Isranuri 4. Ir. Syahrul Abda, M.Sc


(5)

ABSTRAK

Pengecoran sentrifugal mendatar adalah salah satu proses pengecoran yang dapat digunakan untuk membuat coran yang berbentuk silinder berongga. Pengecoran dilakukan pada cetakan yang berputar sehingga logam cair ikut berputar sampai pembekuan terjadi, setelah itu coran dikeluarkan dari dalam cetakan. Dengan cara ini dihasilkan coran yang berbentuk tabung, oleh karena itu pengecoran sentrifugal sangat cocok digunakan untuk memproduksi silinder liner. Cetakan yang berputar menimbulkan gaya sentifugal yang mendesak logam cair pada cetakan. Gaya ini dapat mempengaruhi sifat mekanik coran seperti kuat tarik, kekerasan, dan strukturmikro. Silinder liner dibuat dari besi cor FC 300, berbentuk silinder berongga dengan ukuran diameter luar 105 mm, diameter dalam 60 mm, dan panjang = 165 mm. Variasi putaran dipilih sebanyak enam variasi yaitu n1 = 900 rpm, n2 = 1100

rpm, n3 = 1300 rpm, n4 = 1450 rpm, n5 = 1600 rpm, dan n6 = 1700 rpm. Untuk

memperoleh data coran, dilakukan serangkaian pengujian berupa uji tarik, uji kekerasan dan uji metalograpi. Dari hasil pengujian tarik diperoleh bahwa semakin tinggi putaran cetakan semakin besar kuat tarik dari coran. Besarnya pertambahan kuat tarik rata-rata untuk setiap kenaikan putaran cetakan sebesar 100 rpm adalah 0,02 %. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada pengujian kekerasan, semakin tinggi putaran cetakan semakin besar kekerasan coran, dimana kekerasan coran paling besar berada pada bagian diameter luar dan paling kecil berada pada bagian diameter dalam. Besarnya pertambahan kekerasan rata-rata untuk setiap kenaikan putaran cetakan sebesar 100 rpm adalah 0,045 %. Bentuk grafit yang terjadi pada coran di bagian diameter luar, tengah, dan dalam adalah bentuk serpih. Tipe grafit pada bagian diameter luar adalah dendritic dan pada bagian diameter dalam adalah serpih tersebar merata. Pada bagian diameter tengah terdapat dua tipe grafit yaitu pada putaran cetakan n1, n2, dan n3 adalah rosette dan pada putaran cetakan n4, n5, dan n6 adalah

pemisahan antar dendritic. Ukuran grafit pada bagian diameter luar adalah ukuran 6 (panjang grafit (1/8–¼ inci), pada bagian diameter tengah adalah ukuran 5 (panjang

grafit (1/4–1/2 inci) dan pada bagian diameter dalam adalah ukuran 4 (panjang grafit

(1/2–1 inci).

Kata kunci : silinder liner, putaran cetakan, pengecoran sentrifugal, sifat mekanik, besi cor kelabu.


(6)

ABSTRACT

The Horizontal centrifugal casting is one of the casting processes that can be used to manufacture a hollow cylindrical casting. The casting was carried out in a rotating mould so that the molten iron will be picked up and held firmly to the mould cavity till the solidification occurs, the mould and casting were then separated from each other. In this ways the casting product is in form of tubular so that the centrifugal casting suitable for use in manufacture of cylinder linear. The mould rotation generates the centrifugal force that exerts the molten iron on the mould cavity. This force may affect the mechanical properties of the casting such as tensile strength, hardness and microstructure. In this research, cylinder linear manufactured of FC 300, is in form of hollow cylinders with an outside diameter of 105 mm, inside diameter of 60 mm, and length of 165 mm. The mould rotation is selected in six variations: n1 = 900 rpm, n2 = 1100 rpm, n3 = 1300 rpm, n4 = 1450 rpm, n5 = 1600

rpm, and n6 = 1700 rpm. To obtain the data of the casting, a series of tests were

conducted such as tensile test, hardness test and metallography test. The tensile test results showed that the higher the mould rotation the bigger tensile strength will produce. The increase in mould rotation of 100 rpm will increase the tensile strength of casting in amount of 0.02% in average. The same tendency also occurs in hardness test. The higher the mould rotation the greater hardness will result, where the hardness of casting maximum is in outside diameter and minimum is in inside diameter. The increase in mould rotation of 100 rpm will increase the hardness of casting in amount of 0.045% in average. The microstructure investigation showed that the form of graphite occurs in the casting in the outer diameter, the middle and the inner is the flake form. Type of graphite in the outer diameter is dendritic and in the inner diameter is flake uniform distribution. In the part of inner diameter of casting, there are two kinds of graphite, which is on mould rotation n1, n2, and n3 is

rosette, while in mould rotation n4, n5, and n6 is interdendritic segregation. The size

of the graphite in the outer diameter is the size of 6 (1/8-1/4 inch), in the middle diameter is the size of 5 (1/4-1/2 inch) and in the inside diameter is a size of 4 (1/2-1 inch).

Keywords: cylinder linear, mould rotation, centrifugal casting, mechanical properties, gray cast iron.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Indentitas Pribadi

Nama : Haposan Situngkir Nip : 090016086

Pangkat dan golongan ruang : Penata Tk.I, III/d

Tempat dan tanggal lahir : Sipali-pali, 17 Juni 1958 Instansi : Baristand Industri Medan

Alamat : Jl. Pintu Air IV Ling. X Medan Johor

Status : Kawin

Riwayat Pendidikan

Pendidikan Tahun lulus 1. SD Negeri Hutamanik, Sipalipali 1970

2. SMP Negeri Sumbul, Sumbul 1973

3. STM Pembina, Medan 1976

4. Fak. Teknik Univ. HKBP Nommensen, Medan

Sarjana Muda Teknik Mesin 1983 5. Fak. Teknik Univ. HKBP Nommensen, Medan

Sarjana Teknik Mesin 1993 6. Pendidikan S2 Sekolah Pascasarjana

Program Studi Teknik Mesin USU, Medan 2010

Riwayat Pekerjaan

Pangkat TMT

1. CPNS 1985

2. Pengatur muda Tk.I, II/b 1987

3. Pengatur, II/c 1989

4. Pengatur Tk.I, II/d 1983

5. Penata Muda , III/a 1996

6. Penata Muda Tk.I, III/b 2000 7. Penata III/c 2003

8. Penata Tk I, III/d 2008

Jabatan : Penyuluh Perindustrian 1989-2008 Perekayasa Industri 2008-sekarang


(8)

Pelatihan /Seminar/Lokakarya

1. 1993 Product Control Course, Quality Control Course, Metrology Course, DGS

Mechelen, Belgium.

2. 1996 Pengecoran Aluminum, PT. Wijaya Karya Majalengka 3. 1996 Pengecoran Besi Tuang, PT.Bakrie Tosan Jaya Bekasi 4. 1996 Perancangan Tuangan, Polman-ITB Bandung

5. 1996 Teknologi Rotary Furnace, BBLM Bandung

6. 1997 Lokakarya Nasional Industri Pengecoran Logam, BBLM Bandung 7. 1998 Teknik Pengecoran Logam, Polman-ITB Bandung

Penelitian

1. 2002 Pembuatan Nozel untuk Peleburan Aluminum (Peneliti)

2. 2003 Pembuatan Grinding Ball, dari bahan Cast Iron Alloys (Peneliti) 3. 2004 Pembuatan Pompa Katup dari bahan Ductile Cast Iron (Kordinator) 4. 2005 Pembuatan Bahan Roda Gigi dari bahan Aluminum Bronze Casting

(Kordinator)

5. 2008 Perancangan dan Pembuatan Centrifugal Casting Machine Kapasitas 25 Kg (Kordinator)

Pengalaman

1. 2001 – 2005 Konsultan bidang foundry di PT. Karya Deli Steelindo Medan

2. 2009 – sekarang Konsultan bidang foundry di PTPN IV, Dolok Ilir

Medan, 17 Juni 2010

Haposan Situngkir


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Tesis ini dibuat dalam bidang keahlian Manufaktur dengan judul: “Pengaruh Putaran Cetakan Terhadap Sifat Mekanik Besi Cor Kelabu Pada Pembuatan Silinder Liner Mesin Otomotif Dengan Pengecoran Sentrifugal Mendatar”.

Penulisan tesis ini dapat terlaksana berkat bimbingan dan arahan berbagai pihak, terutama komisi pembimbing. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME (ketua), Ir. Alfian Hamsi, M.Sc, (anggota), Ir. Batu Mahadi Siregar, MT (anggota) selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan kesempatan dan arahan sehingga penulis dapat melaksanakan pembuatan tesis ini.

Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME dan Dr. Ing. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua dan Sekretaris Program Magister Teknik Mesin SPs-USU, Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng selaku dekan Fakkultas Teknik USU dan Prof. Dr. Ir. T. Chairul Nisa B., M.Sc selaku direktur Sekolah Pascarjana, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan S2 pada


(10)

Seluruh dosen dan staf administrasi Program Magister Teknik Mesin SPs-USU yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan bantuan kepada penulis selama mengikuti pendidikan.

Ir. Hotman Simamora selaku kepala Baristand Industri Medan yang terdahulu dan Ir. Mochamad Furqon, MM selaku kepala Baristand Industri Medan saat ini yang memberikan kesempatan kepada penulis mengikuti pendidikan S2 pada Program

Magister Teknik Mesin SPs-USU.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada Lintong dan Aseng beserta staff, yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian tesis di PT. Karya Deli Steelindo Medan.

Demikian juga kepada Ir. Pander Sitindaon, Kepala Lab. Pengecoran Baristand Industri Medan dan Ismoyo, ST., MT, Staf pengajar UNJANI Bandung, penulis ucapkan terimakasih banyak atas dukungan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik. Istimewa kepada Marita Ernawati, Amd dan kedua anak tercinta, Edwin Mehator Situngkir, dan Reward Japarolih Situngkir yang telah banyak mengorbankan waktu dan kasih sayang mereka selama pendidikan dan penyelesaian tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa MTM USU yang memberikan semangat dan dorongan kepada penulis, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Medan, 17 Juni 2010

Penulis,

Haposan Situngkir


(11)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ... RIWAYAT HIDUP ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR TABEL ... BAB 1 PENDAHULUAN ...

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Perumusan Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitian ... 1.3.1 Tujuan umum ... 1.3.2 Tujuan khusus ...

1.4 Manfaat Penelitian ... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...

2.1 Silinder Liner ... 2.2 Logam Cor ... 2.3 Klasifikasi Logam Cor . ... 2.4 Proses Pembekuan Besi Cor Kelabu ... 2.4.1 Struktur mikro besi cor ... 2.4.2 Ukuran grafit ... 2.4.3 Laju pendinginan ... 2.5 Pengecoran Sentrifugal ... 2.6 Jenis-Jenis Pengecoran Sentrifugal ... 2.6.1 Semi sentrifugal ... 2.6.2 Centrifuging ... 2.6.3 True centrifugal ... 2.7 Kecepatan Putar Cetakan ... 2.8 Metal Pickup ... 2.9 Cetakan Permanen ... 2.10 Bahan Pelapis ...

2.11 Penuangan (pouring) ... 2.12 Fluidity ...

2.13 Jenis-Jenis Cacat pada Pengecoran Sentrifugal ... 2.14 Gaya Sentrifugal ...

9  12 17 22 25 28 31 31 31 32 32 34 35 36 36 37 38 40    i iii v vii ix x 1 1 5 6 6 6 7 8 8  8 


(12)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 3.1 Tempat dan Waktu ... 3.1.1 Tempat penelitian ... 3.1.2 Waktu pelaksanaan ... 3.2 Bahan, Peralatan dan Metode ... 3.2.1 Bahan ... 3.2.2 Peralatan ... 3.2.3 Metode ... 3.2.3.1 Penentuan variasi putaran cetakan ... 3.2.3.2 Peleburan ... 3.2.3.3 Pengecoran bahan silinder liner pada

mesin sentrifugal ... 3.2.3.4 Prosedur pengoperasian mesin cetak sentrifugal ... 3.2.3.5 Pembuatan spesimen uji ...

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 40

3.4 Variabel yang Diamati ... 43

3.5 Teknik Pengukuran dan Analisa Data ...43.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Analisa Fluidity ... 4.2 Pengujian Tarik ... 4.3 Pengujian Kekerasan ... 4.4 Pengujian Metalograpi ... BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...64

5.1 Kesimpulan ...64

5.2 Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN 44 44 44 44 44 44 46 50 50 55 56 57 59 62 65 65 66 69 70 75 79 89 89 90 91  


(13)

DAFTAR GAMBAR

halaman Gambar 2.1 Ilustrasi Struktur Pembekuan Logam ... Gambar 2.2 Diagram Kesetimbangan Besi-Karbon ... Gambar 2.3 Struktur Perlit ... Gambar 2.4 Bentuk Grafit Pada Besi Cor ... Gambar 2.5 Tipe Grafit Pada Besi Cor Kelabu ... Gambar 2.6 Standar Ukuran Grafit ... Gambar 2.6 Standar Ukuran Grafit (lanjutan) ... Gambar 2.7 Pengaruh Ketebalan Coran Terhadap Kekerasan dan

Struktur Mikro Besi Cor Kelabu ... Gambar 2.8 Pengaruh Laju Pendinginan Terhadap Grafit dan Struktur Mikro Besi Cor ... Gambar 2.9 Perubahan Volume Akibat Pembekuan ... Gambar 2.10 Titik P Diputar pada Sumbu O ... Gambar 2.11 Vektor Kecepatan Berubah Akibat Perubahan Sudut δθ ... Gambar 2.12 Ilustrasi Perubahan Arah Vektor v2 ...

Gambar 3.1 Mesin Sentrifugal ... Gambar 3.2 Sampel Uji ... Gambar 3.3 Posisi Pembuatan Spesimen Uji ... Gambar 3.4 Bentuk Dan Ukuran Spesimen Uji Tarik ... Gambar 3.5 Spesimen Uji Kekerasan ... Gambar 3.6 Spesimen Uji Metalograpi ... Gambar 3.7 Diagram Alir Penelitian ... Gambar 4.1 Sampel Bahan Silinder Liner Hasil Penelitian ... Gambar 4.2 Spesimen Uji Tarik ... Gambar 4.3 Grafik Kuat Tarik Vs Putaran Cetakan ... Gambar 4.4 Grafik Tegangan Vs Regangan ... Gambar 4.5 Spesimen Uji Kekerasan ... Gambar 4.6 Grafik Kekerasan Vs Putaran Cetakan ... Gambar 4.7 Spesimen Uji Metalograpi ... Gambar 4.8 Foto Struktur Mikro Spesimen Uji Metalograpi 1, Tidak Dietsa ... Gambar 4.9 Foto Struktur Mikro Spesimen Uji Metalograpi 2, Tidak Dietsa ... Gambar 4.10 Foto Struktur Mikro Spesimen Uji Metalograpi 3, Tidak Dietsa ... Gambar 4.11 Foto Struktur Mikro Spesimen Uji Metalograpi 4, Tidak Dietsa ... Gambar 4.12 Foto Struktur Mikro Spesimen Uji Metalograpi 5, Tidak Dietsa ... Gambar 4.13 Foto Struktur Mikro Spesimen Uji Metalograpi 6, Tidak Dietsa ... Gambar 4.14 Foto Struktur Mikro Spesimen Uji Metalograpi 1, Dietsa ... Gambar 4.15 Foto Struktur Mikro Spesimen Uji Metalograpi 2, Dietsa ...

13 14 16 18 22 23 24 25 27 28 40 41 42 47 59 59 60 61 62 64 67 70 71 74 75 76 79 82 83 83 84 83 85 85 86


(14)

Gambar 4.16 Foto Struktur Mikro Spesimen Uji Metalograpi 3, Dietsa ... Gambar 4.17 Foto Struktur Mikro Spesimen Uji Metalograpi 4, Dietsa ... Gambar 4.18 Foto Struktur Mikro Spesimen Uji Metalograpi 5, Dietsa ... Gambar 4.19 Foto Struktur Mikro Spesimen Uji Metalograpi 6, Dietsa ...

86 86 87 87 


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Daftar Peralatan ... Tabel 3.2 Variasi Putaran ... Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Dari Pengaruh Perubahan Panjang Cetakan

Terhadap Putaran Cetakan ... Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Dari Pengaruh Perubahan Diameter Luar Cetakan Terhadap Putaran Cetakan ... Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan Sampel Uji ... Tabel 4.2 Data Ukuran Sampel Uji ... Tabel 4.3 Data Hasil Uji Tarik ... Tabel 4.4 Data Hasil Uji Kekerasan ... Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Struktur Mikro ... Tabel 4.6 Hasil Pengujian Tarik, Kekerasan dan Metalograpi ...

49 53 54 55 68 69 71 76 80 88  


(16)

ABSTRAK

Pengecoran sentrifugal mendatar adalah salah satu proses pengecoran yang dapat digunakan untuk membuat coran yang berbentuk silinder berongga. Pengecoran dilakukan pada cetakan yang berputar sehingga logam cair ikut berputar sampai pembekuan terjadi, setelah itu coran dikeluarkan dari dalam cetakan. Dengan cara ini dihasilkan coran yang berbentuk tabung, oleh karena itu pengecoran sentrifugal sangat cocok digunakan untuk memproduksi silinder liner. Cetakan yang berputar menimbulkan gaya sentifugal yang mendesak logam cair pada cetakan. Gaya ini dapat mempengaruhi sifat mekanik coran seperti kuat tarik, kekerasan, dan strukturmikro. Silinder liner dibuat dari besi cor FC 300, berbentuk silinder berongga dengan ukuran diameter luar 105 mm, diameter dalam 60 mm, dan panjang = 165 mm. Variasi putaran dipilih sebanyak enam variasi yaitu n1 = 900 rpm, n2 = 1100

rpm, n3 = 1300 rpm, n4 = 1450 rpm, n5 = 1600 rpm, dan n6 = 1700 rpm. Untuk

memperoleh data coran, dilakukan serangkaian pengujian berupa uji tarik, uji kekerasan dan uji metalograpi. Dari hasil pengujian tarik diperoleh bahwa semakin tinggi putaran cetakan semakin besar kuat tarik dari coran. Besarnya pertambahan kuat tarik rata-rata untuk setiap kenaikan putaran cetakan sebesar 100 rpm adalah 0,02 %. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada pengujian kekerasan, semakin tinggi putaran cetakan semakin besar kekerasan coran, dimana kekerasan coran paling besar berada pada bagian diameter luar dan paling kecil berada pada bagian diameter dalam. Besarnya pertambahan kekerasan rata-rata untuk setiap kenaikan putaran cetakan sebesar 100 rpm adalah 0,045 %. Bentuk grafit yang terjadi pada coran di bagian diameter luar, tengah, dan dalam adalah bentuk serpih. Tipe grafit pada bagian diameter luar adalah dendritic dan pada bagian diameter dalam adalah serpih tersebar merata. Pada bagian diameter tengah terdapat dua tipe grafit yaitu pada putaran cetakan n1, n2, dan n3 adalah rosette dan pada putaran cetakan n4, n5, dan n6 adalah

pemisahan antar dendritic. Ukuran grafit pada bagian diameter luar adalah ukuran 6 (panjang grafit (1/8–¼ inci), pada bagian diameter tengah adalah ukuran 5 (panjang

grafit (1/4–1/2 inci) dan pada bagian diameter dalam adalah ukuran 4 (panjang grafit

(1/2–1 inci).

Kata kunci : silinder liner, putaran cetakan, pengecoran sentrifugal, sifat mekanik, besi cor kelabu.


(17)

ABSTRACT

The Horizontal centrifugal casting is one of the casting processes that can be used to manufacture a hollow cylindrical casting. The casting was carried out in a rotating mould so that the molten iron will be picked up and held firmly to the mould cavity till the solidification occurs, the mould and casting were then separated from each other. In this ways the casting product is in form of tubular so that the centrifugal casting suitable for use in manufacture of cylinder linear. The mould rotation generates the centrifugal force that exerts the molten iron on the mould cavity. This force may affect the mechanical properties of the casting such as tensile strength, hardness and microstructure. In this research, cylinder linear manufactured of FC 300, is in form of hollow cylinders with an outside diameter of 105 mm, inside diameter of 60 mm, and length of 165 mm. The mould rotation is selected in six variations: n1 = 900 rpm, n2 = 1100 rpm, n3 = 1300 rpm, n4 = 1450 rpm, n5 = 1600

rpm, and n6 = 1700 rpm. To obtain the data of the casting, a series of tests were

conducted such as tensile test, hardness test and metallography test. The tensile test results showed that the higher the mould rotation the bigger tensile strength will produce. The increase in mould rotation of 100 rpm will increase the tensile strength of casting in amount of 0.02% in average. The same tendency also occurs in hardness test. The higher the mould rotation the greater hardness will result, where the hardness of casting maximum is in outside diameter and minimum is in inside diameter. The increase in mould rotation of 100 rpm will increase the hardness of casting in amount of 0.045% in average. The microstructure investigation showed that the form of graphite occurs in the casting in the outer diameter, the middle and the inner is the flake form. Type of graphite in the outer diameter is dendritic and in the inner diameter is flake uniform distribution. In the part of inner diameter of casting, there are two kinds of graphite, which is on mould rotation n1, n2, and n3 is

rosette, while in mould rotation n4, n5, and n6 is interdendritic segregation. The size

of the graphite in the outer diameter is the size of 6 (1/8-1/4 inch), in the middle diameter is the size of 5 (1/4-1/2 inch) and in the inside diameter is a size of 4 (1/2-1 inch).

Keywords: cylinder linear, mould rotation, centrifugal casting, mechanical properties, gray cast iron.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang berfungsi sebagai tempat piston dan ruang bakar pada mesin otomotif. Pada saat langkah kompresi dan pembakaran akan dihasilkan tekanan dan temperatur gas yang tinggi, sehingga untuk mencegah kebocoran kompresi ini maka pada piston dipasang cincin untuk memperkecil celah antara dinding silinder liner dengan piston.

Piston yang bergerak bolak-balik mengakibatkan keausan pada dinding silinder liner bagian dalam, hal ini akan menimbulkan penambahan kelongggaran antara torak dan silinder, sehingga dapat menyebabkan kebocoran gas, tekanan kompresi berkurang dan tenaga yang dihasilkan juga berkurang. Agar keausan silinder tidak terlalu banyak maka diupayakan bahan yang digunakan tahanan aus dan juga tahan terhadap panas. Bahan untuk silinder liner sebaiknya dipakai besi cor kelabu (Tri Tjahjono, 2005).

Besi cor kelabu memiliki sifat mampu cor yang sangat baik sehingga untuk memproduksinya dapat dilakukan dengan berbagai proses pengecoran. Bentuk silinder liner adalah bentuk silindris berongga, apabila pembuatannya dilakukan dengan cara pengecoran statik pada cetakan pasir maka diperlukan cetakan pasir untuk membentuk bagian luar silinder liner dan inti untuk membentuk bagian dalam


(19)

silinder liner (rongga). Untuk mengalirkan logam cair ke dalam cetakan dibuat sistim saluran seperti cawan tuang, saluran turun pengalir, saluran masuk, dan riser.

Pada pengecoran dengan cetakan pasir, laju pembekuan tergolong lambat sehingga karakteristik silinder liner yang dihasilkan cenderung memiliki butiran yang kasar yang mengakibatkan kuat tarik dan kekerasan coran yang relatif rendah. Selain itu pada pengecoran statik dengan cetakan pasir sering terjadi rongga penyusutan dalam (internal sringkage) dan pengotor bukan logam (non metallic inclusions) terdapat pada coran (Tata Surdia, 1975).

Pengecoran sentrifugal dilakukan dengan jalan menuangkan logam cair ke dalam cetakan yang berputar sehingga dihasilkan coran yang mampat dan relatif bebas dari cacat coran akibat gaya sentrifugal. Berkenaan dengan itu maka pengecoran sentrifugal cocok digunakan untuk membuat coran yang berbentuk silinder. Penggunaan yang luas dari pengecoran sentrifugal adalah berdasarkan pada produktifitas yang tinggi, penggunaan ruangan yang kecil, kemungkinan pengecoran masa produksi dengan ketelitian dan kualitas yang baik dan murah.

Pada pengecoran sentrifugal perlu mengadakan penelitian dalam bentuk coran yang dapat dibuat, bagaimana menurunkan biaya, untuk membuat cetakan logam dan cara-cara penuangan (kecepatan putar, kecepatan tuang dan temperatur) dalam usaha untuk mencegah segregasi paduan atau inklusi bukan logam dan cacat coran lainnya (Tata Surdia, 1975).

Pengecoran sentrifugal adalah cara membuat coran dengan membiarkan logam cair membeku pada cetakan yang sedang berputar. Kecepatan putar cetakan


(20)

dan laju penuangan bervariasi menurut jenis logam yang digunakan, ukuran dan bentuk produk yang sedang dicor. Urutan proses pada pengecoran sentrifugal adalah putaran cetakan, penuangan logam cair, laju pembekuan yang seimbang dan pengeluaran coran dari dalam cetakan.

Kecepatan putar cetakan yang ideal akan menghasilkan gaya adhesi yang cukup besar antara logam cair dengan dinding cetakan dengan getaran yang minimal. Kondisi seperti ini dapat menghasilkan sebuah benda cor dengan struktur yang lebih seragam (Soejono Tjitro, 2004).

Ide penggunaan gaya sentrifugal pada pengecoran ditemukan oleh A.G. Echardt’s dan telah dipatenkan pada tahun 1809. Coran yang dihasilkan melalui pengecoran sentrifugal memiliki kehandalan (reliability) yang lebih baik dibanding dengan pengecoran statik karena coran relatif bebas dari porositas akibat gas dan penyusutan (Amit M Joshi).

Karakteristik pengecoran sentrifugal

1. Coran relatif bebas dari cacat coran

2. Pengotor bukan logam yang mengumpul pada bagian dalam coran dapat dikeluarkan dengan cara pemesinan.

3. Kehilangan logam yang lebih sedikit pada sistim saluran dibanding pada pengecoran pasir.

4. Memiliki sifat-sifat mekanik yang lebih baik. 5. Laju produksi tinggi.


(21)

6. Dapat digunakan untuk menghasilkan coran pipa yang berlapis (bimetallic pipes).

7. Proses pengecoran sentrifugal secara fungsional dapat digunakan pada pembuatan coran dari material komposit matriks logam.

Pada pembuatan bahan silinder liner dengan pengecoran sentrifugal putaran tunggal dan menggunakan tanur peleburan kupola, sering ditemui bahwa kualitas dari produk coran yang dihasilkan memiliki karakteristik yang tidak seragam. Ketidak seragaman karakteristik ini dapat berasal dari tanur peleburan dan mesin sentrifugal yang digunakan.

Pengaturan komposisi bahan pada tanur kupola sulit dilakukan karena pada proses peleburan berlangsung, material yang mempunyai titik lebur yang lebih rendah akan mencair terlebih dahulu dan material yang mempunyai titik cair yang lebih tinggi mencair belakangan, sehingga ketika pengeluaran cairan logam dari tanur (tapping) dilakukan, komposisinya dapat berubah dari tapping yang pertama ke tapping selanjutnya.

Komposisi dari logam cair juga dapat berubah karena tanur kupola menggunakan bahan bakar kokas karena bahan bakar ini bersentuhan langsung dengan logam cair, sehingga dapat terjadi penambahan karbon pada logam cair akibat pemakaian kokas tersebut.

Penggunaan putaran tunggal pada pembuatan bahan silinder liner (coran berbentuk silinder berongga) dengan diameter yang berbeda, akan memberikan gaya


(22)

sentrifugal yang juga berbeda pada coran tersebut, perbedaan gaya ini dapat mempengaruhi karakteristik bahan silinder liner yang dihasilkan.

Kualitas bahan silinder liner yang dihasilkan melalui proses pengecoran sentrifugal juga dapat dipengaruhi oleh putaran cetakan, komposisi bahan baku, suhu penuangan dan suhu cetakan. Ketika pengecoran dilakukan pada cetakan yang berputar, gaya sentrifugal timbul dan mendesak logam cair ke dinding cetakan yang terbuat dari logam sampai logam cair tersebut membeku di dalam cetakan. Akibat adanya gaya ini maka besar butir yang terjadi semakin halus, porositas berkurang sehingga sifat mekanik dari silinder liner yang terbuat dari besi cor kelabu dapat ditingkatkan.

Pada penelitian ini, kajian dititik beratkan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh putaran cetakan terhadap sifat mekanik dari bahan silinder liner yang terbuat dari bahan besi cor kelabu yang diproduksi dengan pengecoran sentrifugal. Bahan silinder liner yang di uji pada penelitian ini adalah bahan silinder liner hasil penelitian yang belum dimesin (as-cast).

1.2 Perumusan Masalah

Kualitas bahan silinder liner dengan karakteristik yang tidak seragam sering ditemukan pada pengecoran yang menggunakan tanur kupola pada proses peleburan dan pengecorannya dilakukan pada cetakan mesin sentrifugal mendatar yang diputar pada putaran tunggal.


(23)

Penggunaan putaran cetakan yang sama pada pembuatan bahan silinder liner yang berbeda ukurannya, memberikan gaya sentrifugal yang berbeda pada logam cair di dalam cetakan, dapat mengakibatkan karakteristik bahan silinder liner yang dihasilkan menjadi tidak seragaman.

Kualitas yang tidak seragam ini dapat berasal dari komposisi logam cair yang tidak konsisten dan putaran cetakan yang tidak sesuai dengan diameter dalam dari coran yang diproduksi.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh putaran cetakan terhadap sifat mekanik besi cor kelabu akibat gaya sentrifugal pada pembuatan bahan silinder liner dengan proses pengecoran sentrifugal mendatar. 1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui putaran cetakan yang optimum.

2. Untuk mengetahui pengaruh putaran cetakan terhadap sifat mekanik besi cor kelabu.

3. Untuk mengetahui pengaruh putaran cetakan terhadap karakteristik struktur mikro besi cor kelabu.


(24)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan masukan kepada industri pengecoran logam tentang teknologi pengecoran sentrifugal khususnya yang memproduksi silinder liner.

2. Membantu mengatasi masalah pada pengecoran sentrifugal. 3. Memperbaiki mutu silinder liner.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Silinder Liner

Material yang digunakan untuk bahan silinder mesin (engine cylinders) adalah besi cor kelabu, atau besi cor nikel, atau semi baja. Kuat tarik material ini berada pada 25000-50000 psi dan batas elastis 10000-30000 psi. Pada mesin-mesin yang besar digunakan baja cor untuk silinder dan biasanya besi cor sebagai silinder linernya. Silinder liner terdiri dari dua tipe yaitu tipe basah dan tipe kering. Pada silinder liner tipe basah, bagian luarnya kontak dengan air pendingin dan tipe kering tidak kontak dengan air pendingin. Silinder liner dipasang pada silinder mesin dengan cara press (Maleev V.L.,1945).

2.2 Logam Cor (Cast Metals)

Material logam yang dibentuk melalui proses pengecoran harus diketahui karakteristik seperti sifat mekanik, fisik, komposisi kimia, bentuk sel satuan dan lainnya. Logam cor adalah suatu logam yang memiliki karakteristik khusus yang baik untuk dilakukan proses pembentukan melalui proses pengecoran, besi cor merupakan salah satu logam cor yang dapat dibentuk dengan proses pengecoran. Logam cor (cast metals) ini sebagian akan diproses lanjut sebagai bahan baku untuk dibentuk dengan cara ditempa, diekstrusi, diroll, dipres atau sering disebut sebagai wrought metals. Paduan adalah unsur lain yang ditambahkan ke dalam logam cor agar memiliki sifat


(26)

yang lebih baik jika dibandingkan dengan keadaan awalnya. Logam paduan lebih banyak digunakan untuk pengecoran komersial dibandingkan logam murninya, karena secara umum logam paduan lebih mudah untuk dicor dengan hasil produk yang memuaskan.

2.3 Klasifikasi Logam Cor

Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentasi karbon maksimum 2,11% disebut baja dan jika kadar karbon lebih besar dari 2,11% karbon disebut dengan besi cor. Besi cor komersial secara umum memiliki persentasi karbon (2,5 – 4,3) %. Menurut persentase karbon, baja cor komersial diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu (Heine Richad.W.et.al.,1967):

1. Baja karbon rendah memiliki kadar karbon lebih kecil dari 0,20 % 2. Baja karbon menengah dengan kadar karbon 0,20 sampai dengan 0,50 % 3. Baja karbon tinggi memiliki kadar karbon di atas 0,50 %

Selain ketiga klasifikasi di atas, baja juga diklasifikasikan menurut total kandungan unsur yang terdapat di dalamnya yaitu:

1. Baja paduan rendah (low alloy steels), total kandungan unsur kurang dari 8 % 2. Baja paduan tinggi (high alloy steels), total kandungan unsur di atas 8 %

Jenis besi cor diklasifikasikan berdasarkan grafit, ada dua jenis besi cor yaitu besi cor tanpa grafit (white cast iron) dan besi cor bergrafit (grey, nodular, malleable, cast iron). Jika dilihat dari struktur mikronya terdapat perbedaan bentuk grafit, yaitu


(27)

bentuk bulat, serpih, dan grafit berkelompok. Jenis besi cor yang banyak digunakan terdiri dari:

1. Besi Cor Putih

Besi cor putih terbentuk ketika banyaknya karbon yang terkandung dalam besi cor cair akan membentuk besi karbida dengan kandungan karbonnya lebih dari 1,7 %. Paduan besi cor putih yang mengandung karbon (1,7 – 4,2) % disebut besi cor putih hypoeutectic, 4,2% karbon disebut besi cor putih eutectic, (4,2 – 6,67)% karbon disebut besi cor putih hypereutectic. Selain memiliki unsur karbon, di dalam besi cor putih terkandung silikon (0,5 – 1,9) %, mangan (0,25 – 0,80) %, sulfur (max. 0,20%), dan fosfor (max. 0,18%). Aplikasi besi cor putih digunakan untuk membuat komponen yang membutuhkan permukaan material tahan aus akibat abrasi seperti plat landasan, liner pompa, komponen mesin yang bergesekan, dan penggiling pasir. Kuat tarik besi cor putih sekitar 25,000 – 50,000 Psi, kuat tekan 250,000 – 500,000 Psi, kekerasan 350 – 500 HB. Besi cor putih ini merupakan bahan baku untuk pembuatan besi cor malleable.

2. Besi Cor Malleable

Besi cor malleable awalnya dicorkan dalam bentuk besi cor putih yang memiliki banyak besi karbida dan tidak bergrafit. Komposisi kimia besi cor ini sama dengan komposisi dari besi cor putih, kandungan karbonya sekitar (2,0 – 2,6)%, silikon (1,1 – 1,6) %, mangan (0,2 – 1,0) %, sulfur (max. 0,18%), dan fosfor (max. 0,18%). Untuk memproduksi besi cor malleable ini, coran besi cor putih dipanaskan di dalam tungku (malleableizing furnace) dengan temperatur sekitar


(28)

940 oC (1720 oF) untuk memisahkan karbida besi dalam besi cor putih menjadi besi dan grafit. Setelah ini grafit akan membentuk agragat nodular tidak beraturan yang disebut temper carbon dan austenit. Proses pemanasan dan pendinginan dapat diatur untuk menghasilkan matriks tertentu yaitu ferit, perlit dan martensit. Kekuatan tarik besi cor malleable sekitar 340 – 620 MPa, kekerasanya sekitar 110 – 150 HB. Aplikasi dari besi cor malleable ini antara lain peralatan agrikultur, komponen lokomotif, jangkar kapal, komponen mesin industri dan lain-lain.

3. Besi Cor Nodular

Besi cor nodular disebut juga sebagai besi cor spherolitic karena bentuk grafitnya yang bulat atau sering disebut ductile iron. Besi cor nodular ini mudah dicor seperti besi cor kelabu dengan keuntungan teknis seperti kekuatan yang tinggi, tangguh, ulet, mampu kerja temperatur tinggi, dan kekerasanya yang mendekati sifat-sifat baja. Sifat mampu alir dan mampu cornya sangat baik, juga mudah diproses pemesinan dan tahan aus.

4. Besi Cor Kelabu

Besi cor kelabu terbentuk ketika karbon dalam paduan berlebih hingga tidak larut dalam fasa austenitnya dan membentuk grafit berbentuk serpih(flake). Jika besi cor ini dipatahkan maka permukaan patahannya berwarna abu-abu sehingga disebut besi cor kelabu. Besi cor kelabu adalah salah satu material teknik yang penting karena memiliki banyak kegunaan, biaya produksinya relatif murah, mampu mesin yang sangat baik, tahan aus, dan memiliki efek peredam getaran


(29)

(damping capacity). Secara umum besi cor kelabu memiliki kandungan karbon (2,5 – 3,5) %, silikon (1,5 – 3,0) %, mangan (0,5 – 0,8) %, sulfur (max. 0,15%), dan fosfor (max. 0,25%). Kekuatan tarik besi cor ini antara 179 – 293 MPa, kekerasan 140 – 270 HB. Aplikasi besi cor kelabu antara lain untuk silinder blok, plat kopling, gear box, bodi mesin diesel, dan lain-lain.

2.4 Proses Pembekuan Besi Cor Kelabu

Besi cor kelabu adalah paduan besi yang mengandung karbon, silisium, mangan, phospor dan sulfur. Karbon dan silisium ternyata sangat mempegaruhi struktur mikro, ukuran dan bentuk karbon bebas dan keadaan struktur dasar berubah sesuai mutu dan kuantitasnya, karena karbon akan membentuk senyawa Fe3C dan

silikon akan menggalakkan pertumbuhan grafit pada saat pembekuan berlangsung. Pembekuan coran dimulai dari bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan, yaitu ketika panas dari logam cair diserap oleh cetakan sehingga bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan itu mendingin sampai titik beku, kemudian inti-inti kristal tumbuh. Bagian dalam dari coran mendingin lebih lambat dari pada bagian luar, sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah ke bagian dalam coran dan butir-butir kristal tersebut berbentuk panjang-panjang seperti kolom, yang disebut struktur kolom. Struktur ini muncul dengan jelas apabila terjadi gradien suhu yang besar pada permukaan coran, umpamanya pada pengecoran dengan cetakan logam. Sebaliknya pengecoran dengan cetakan pasir menyebabkan gradien suhu yang kecil dan membentuk struktur kolom yang tidak jelas. Bagian tengah coran


(30)

mempunyai gadien suhu yang kecil sehingga terbentuk susunan butir-butir kristal lebih banyak dengan orientasi sembarang.

Apabila permukaan beku diperhatikan, yaitu ketika logam cair dituang pada cetakan dan telah membeku pada bagian yang bersentuhan dengan cetakan, sementara pada bagian tengah cetakan, logam belum beku dituang keluar dari cetakan, maka terdapat dua kasus bahwa permukaan itu bisa halus atau kasar. Permukaan halus adalah kasus dari logam yang mempunyai daerah beku (yaitu perbedaan suhu antara mulai dan berakhirnya pembekuan) yang sempit, dan permukaan kasar adalah kasus dari logam yang mempunyai daerah beku yang lebar. Oleh karena itu cetakan logam menyebabkan permukaan beku yang halus dan cetakan pasir menyebabkan permukaan beku yang kasar (Kalpakjian, 2003), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

 

a  b  c 

     Gambar 2.1. Ilustrasi  struktur pembekuan logam pada cetakan segi empat 

(b) logam murni; (b) logam paduan; (c) dengan menggunakan    

nucleatingagen (Kalpakjian 2003)

 

a b c

Gambar 2.1 Ilustrasi Struktur Pembekuan Logam Pada Cetakan Segi Empat (a) logam murni; (b) logam paduan; (c) dengan menggunakan nucleating agen. (Kalpakjian, 2003)


(31)

Pada sistim grafit-besi (Fe-graphite system), derajat kejenuhan karbon adalah pada titik 4,23 % C, disebut eutectic iron. Bila kadar karbon berada di bawah titik 4,23 % C disebut hypoeutectic iron dan jika kadar karbon berada di atas titik 4,23 % C disebut hypereutectic iron, umumnya besi cor kelabu termasuk hypoeutectic iron.

di bawah titik 4,23 % C disebut hypoeutectic iron dan jika kadar karbon berada di atas titik 4,23 % C disebut hypereutectic iron, umumnya besi cor kelabu termasuk hypoeutectic iron.

Proses pembekuan paduan dapat diestimasi dari diagram kesetimbangan besi-karbon. Melalui diagram kesetimbangan besi-karbon dapat dipelajari bagaimana fasa berubah dan struktur apa yang timbul kalau besi cor yang mengandung 3 % C membeku dan didinginkan sampai suhu kamar. Pembekuan paduan cair mulai pada titik a dan berakhir pada titik b yang berarti bahwa ada daerah suhu pembekuan, dimana suhu berubah selama paduan itu membeku (Gambar 2.2).

Proses pembekuan paduan dapat diestimasi dari diagram kesetimbangan besi-karbon. Melalui diagram kesetimbangan besi-karbon dapat dipelajari bagaimana fasa berubah dan struktur apa yang timbul kalau besi cor yang mengandung 3 % C membeku dan didinginkan sampai suhu kamar. Pembekuan paduan cair mulai pada titik a dan berakhir pada titik b yang berarti bahwa ada daerah suhu pembekuan, dimana suhu berubah selama paduan itu membeku (Gambar 2.2).

 


(32)

Struktur pada titik m selama lajunya pembekuan ditunjukan dalam Gambar 2.2 dimana kristal-kristal dendrit berada dalam cairan. Fasa padat dalam cairan ini adalah larutan  yang mempunyai kandungan karbon pada titik e. Larutan padat

disebut austenit dan berbentuk cabang-cabang pohon. Kristal-kristal ini mula-mula muncul selama pembekuan, oleh karena itu disebut kristal-kristal mula.

Kandungan karbon dari austenit ini ada pada titik e, sehingga kandungan karbon fasa cair dipekatkan yang ditunjukkan oleh titik f. Selanjutnya jika austenit meningkat ke titik b, kandungan karbon dari austenit ada pada titik E dan kepekatan dari cairan ada pada titik C. Kemudian cairan yang tersisa mulai membeku butir-butir kristal dari pembekuan larutan sisa ini adalah campuran potongan-potongan halus dari grafit dan austenit seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Ini disebut kristal eutektik dan tiap butir eutektik yang timbul sedikit demi sedikit dalam larutan disebut sel eutektik. Sel eutektik ini makin besar dan bersentuhan dengan tetangganya pada akhir pembekuan, selama proses ini temperatur tetap sekitar 1145 C (Tata Surdia, 1975).

Struktur eutektik terbentuk sedemikian sehingga kandungan-kandungan paduan membeku serempak dari fasa cair dan boleh dikatakan dua fasa tercampur halus. Pada besi cor, cabang-cabang grafit tumbuh radian bersama-sama dengan pertumbuhan sel eutektik dan dendrit austenit menjadi tidak jelas sehingga akhirnya struktur menjadi austenit dengan grafit yang tersebar, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.


(33)

Ketika temperatur turun ke 720 οC, setelah seluruhnya menjadi beku, larutan padat γ terurai menjadi dua fasa yaitu larutan padat α dan karbit besi. Gejala ini disebut transformasi eutektoid dan khususnya disebut transformasi A, untuk paduan besi karbon.

Larutan padat α dari transformasi ini disebut ferit, dan dan karbit besi Fe3C

disebut sementit. Keduanya membentuk lapisan-lapisan tipis tertumpuk bergantian, struktur ini disebut perlit. Kalau laju pendinginan selanjutnya diperkecil, larutan padat γ terurai menjadi larutan padat α dan grafit. Karena itu struktur besi cor kelabu pada suhu kamar adalah perlit dengan grafit yang tersebar, ferit dengan grafit yang tersebar atau di antaranya dari ke dua struktur tersebut, struktur perlit ditunjukkan pada Gambar 2.3.

  Gambar 2.3 Struktur Perlit (Kalpakjian, 2003)


(34)

2.4.1 Struktur mikro besi cor

Struktur dasar dari besi cor terdiri dari: grafit, ferit, sementit dan perlit. Jenis besi tuang yang banyak dipakai adalah besi cor kelabu, dimana grafit atau karbon bebas tersebar dalam bentuk serpih.

Pada besi cor bergrafit bulat terdapat endapan grafit bebas yang berbentuk bulat. Kecuali grafit struktur utama disebut matrik, dan struktur dasar dari matrik terdiri dari ferit, perlit dan sementit. Ferit dalam besi cor adalah ferit silisium, yang liat tetapi tidak diinginkan dalam jumlah yang banyak karena apabila terlalu banyak akan merusak sifat-sifatnya. Tetapi kadang-kadang matriknya dirubah menjadi ferit untuk mendapatkan sifat liat seperti pada besi cor bergrafit bulat. Perlit adalah struktur yang berbentuk lapisan dari ferit dan sementit, gabungan ferit dan sementit inin membuat perlit menjadi ulet dan baik sekali ketahanan ausnya. Sementit tidak membentuk matrik sendirian tetapi terpisah dalam matriks atau membentuk struktur eutektik dengan sementit, atau tersisihkan sebagai stedit bercampur dengan fospida besi. Sementit sangat keras dan merusak mampu mesin, sehingga pengendapan sementit lebih baik dihindari kecuali untuk mendapatkan sifat tahan aus.

Grafit adalah satu bentuk kristal karbon yang lunak dan rapuh, pada struktur besi cor 85 % dari kandungan karbon terbentuk sebagai grafit. Dalam struktur mikro ada berbagai bentuk dan ukuran dari potongan-potongan grafit yaitu halus atau besar, serpih atau asteroit, bergumpal atau bulat. Keadaan potongan grafit ini memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat mekanis dari besi cor. Sebagai contoh besi cor kelabu yang mempunyai kandungan karbon 3,6 % dan silisium 2,1 %,


(35)

mempunyai grafit serpih dengan kekuatan tariknya sekitar 18 kg/mm2, sedangkan besi cor bergrafit bulat yang mempunyai kandungan karbon dan silisium yang sama kekuatan tariknya 55 sampai 70 kg/mm2.

Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan bentuk dari potongan-potongan grafit, dimana serpih-serpih grafit mengalami pemusatan tegangan pada ujung-ujungnya, kalau suatu gaya bekerja tegak lurus pada arah serpih, sedangkan pada grafit bulat tidak mengalami hal tersebut. Bentuk grafit besi cor dinyatakan dengan angka Romawi mulai dari angka I sampai dengan VI, ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Bentuk Grafit pada Besi Cor (Tata Surdia, 1975)  

   


(36)

Bentuk, ukuran, jumlah dan distribusi grafit serpih dipengaruhi oleh komposisi, laju pendinginan dan perlakuan terhadap logam cair seperti penginokulasian. Sebahagian dari karakteristik besi cor kelabu secara morpologi dipengaruhi oleh grafit.

Ada lima tipe yang umum dari potongan-potongan grafit pada besi tuang yaitu:

1. Tipe A: Terbagi rata orientasi sembarang, tipe ini mempunyai serpih-serpih grafit yang terbagi rata dan orientasinya sembarang. Potongan-potongan grafit yang bengkok memberikan kekuatan yang tinggi pada besi tuang. Untuk mendapatkan potongan-potongan grafit yang bengkok, pengendapan kristal mula harus ditingkatkan untuk membengkokkan potongan-potongan grafit tersebut sepanjang austenit proeutektik. Besi cor dengan kandungan karbon yang tinggi sukar mempunyai potongan-potongan grafit bengkok disebabkan oleh sedikitnya pengendapan kristal-kristal mula. Untuk mendapatkan struktur serupa itu, perlu mengatur bentuk potongan-potongan grafit dengan penghilangan oksid dan melakukan inokulasi penggrafitan dari besi cair.

2. Tipe B: Pengelompokan “Rosette”orientasi sembarang, grafit pengelompokan “Rosette” adalah salah satu dari sel eutektik yang mempunyai potongan-potongan eutektik halus dari grafit di tengah dengan serpih-serpih radial di sekitarnya. Kecenderungan untuk mengendap pada bagian yang tipis dan daerah bagian tengah eutektik berubah sesuai dengan komposisi dan keadaan pendinginan. Kadang-kadang tidak ada daerah eutektik dan hanya mengendap


(37)

serpih grafit radial. Kalau besi cair agak sedikit teroksidasi, potongan-potongan grafit pengelompokan Rosette dengan grafit eutektik cenderung untuk mengendap, sedangkan laju pendinginan yang besar atau kandungan silisium yang tinggi mengakibatkan pengendapan ferit di tengah-tengahnya. Macam ini muncul bersama dengan grafit tipe A pada coran yang tipis. Besi cor yang memerlukan kekuatan tarik 25 sampai 30 kg/mm2, paling banyak dibolehkan adanya pengelompokan Rosette 20 sampai 30 % dengan daerah eutektik yang sedikit. Potongan-potongan grafit pengelompokan Rosette tersebar pada pada besi tuang yang mempunyai kandungan karbon yang tinggi, karena banyak pengendapan grafit, struktur menjadi lemah dan bagian tengahnya kadang-kadang retak karena gaya potong ketika dikerjakan dengan mesin dan mengakibatkan adanya lobang-lobang kecil. Kalau ferit mengendap kecenderungan tersebut lebih besar.

3. Tipe C: Serpih saling menumpuk orientasi sembarang, struktur ini muncul pada sistim hipereutektik, jumlah grafit begitu banyak sehingga ferit sangat mudah mengendap. Pada struktur ini, kristal-kristal mula dari grafit yang panjang dan lebar ditumpuki dan dikelilingi oleh serpih-serpih grafit yang mengkristal di daerah eutektik. Struktur demikian sangat lemah dan disertai oleh pengendapan ferit karenanya tidak banyak dipakai.

4. Tipe D: Penyisihan antar dendrit orientasi sembarang, struktur ini mempunyai potongan-potongan grafit yang halus yang mengkristal di antara dendrit-dendrit kristal mula dari austenit. Hal ini muncul dengan adanya dingin lanjut (under


(38)

cooling) dalam pembekuan eutektik. Satu dari keadaan dingin lanjut adalah oksidasi dalam pencairan yang juga cenderung membentuk struktur macam ini. Keadaan ini umumnya diperbaiki dengan inokulasi penggrafitan walaupun perbaikan tidak selalu berhasil. Kadang-kadang tipe ini muncul dan mengembang di tengah-tengah Rosette tipe B, dan kadang-kadang ia disisihkan pada daerah yang membeku terakhir di tengah-tengah tuangan yang tebal. Matrik dari tipe ini sering berisi ferit yang menyebabkan lemah.

5. Tipe E: Penyisihan antar dendrit orientasi tertentu. Struktur ini muncul jika kandungan karbon agak rendah, sangat menguragi kekuatan karena jarak yang dekat antara potongan-potongan grafit seperti pada tipe D, tetapi kadang-kadang kekuatannya tinggi, yang disebabkan oleh kandungan karbon yang rendah dan berkurangnya pengendapan grafit. Tipe grafit yang dapat terjadi pada besi cor kelabu ditunjukkan pada Gambar 2.5.


(39)

 

   

   

Gambar 2.5 Tipe Grafit Pada Besi Cor Kelabu (Tata Surdia,1975)

2.4.2 Ukuran grafit

Sifat mekanik besi cor kelabu sangat dipengaruhi oleh bentuk, distribusi grafit dan matrik struktur mikro. Pada komposisi yang umum, dapat disebutkan bahwa semakin rendah derajat kesetimbangan karbon dan semakin cepat laju pendinginan, maka kuat tarik akan semakin tinggi.

Ukuran grafit yang kasar pada coran akan memberikan kekerasan dan kekuatan tarik yang rendah, grafit yang halus dan jumlahnya sedikit akan meningkatkan kekerasan dan kuat tarik coran. Ukuran grafit dinyatakan dengan angka


(40)

Arab mulai dari angka 1 sampai dengan angka 8. Angka yang lebih kecil menunjukkan ukuran grafit yang lebih panjang dan angka yang lebih besar menunjukkan ukuran grafit yang lebih pendek. Untuk menentukan ukuran grafit dilakukan dengan cara membandingkannya dengan gambar standar. Gambar standar ukuran grafit menurut ASTM, A247 ditunjukkan pada Gambar 2.6.

 

Size 1 longest flakes 4 inch       Size 2 longest flakes  2 to 4 inch  

Gambar 2.6 Standar ukuran grafit (ASTM, A247)


(41)

 

Size 3 longest flakes 1 to 2 inch Size 4 longest flakes 1/2 to 1 inch   

  Size 5 longest flakes 1/4 to 1/2   

inch (8 mm) in length

  Size 6 longest flakes 1/8 to 1/4 

inch (4 mm) in length

  Size 8 longest flakes 1/16 inch   

Size 7 longest flakes 1/16 to 1/8 


(42)

2.4.3 Laju pendinginan (cooling rate)

Laju pendinginan dipengaruhi oleh sejumlah variabel yaitu temperatur penuangan (pouring), kecepatan penuangan, volume besi cair yang didinginkan, luas permukaan besi cair, konduktifitas panas material cetakan, lokasi inti dan posisi saluran turun dan saluran masuk. Dalam cetakan sejumlah variabel tesebut akan tetap konstan. Bagaimanapun, perbandingan luas permukaan terhadap volume pada proses pengecoran akan bervariasi dari bagian ke bagian lain, sehingga terjadi variasi laju pendinginan pada bagian-bagian tersebut akibatnya pola pembekuan pada setiap bagian berubah yang dapat menghasilkan sifat mekanik yang berbeda pada produk coran. Pengaruh ketebalan terhadap kekerasan pada besi cor kelabu diperlihatkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Pengaruh Ketebalan Coran Terhadap Kekerasan

dan Struktrur Mikro Besi Cor Kelabu (Winte H.C.,1949)


(43)

Pada bagian ujung laju kecepatan pendinginan tinggi sehingga menghasilkan pembentukan besi cor putih yaitu campuran dari senyawa besi karbida dan fasa perlit yang lebih keras dari besi cor kelabu (Gambar 2.7). Ketika laju pendinginan menurun sehingga memberikan waktu yang cukup untuk terjadinya pembentukan beberapa grafit, yaitu daerah yang tampak seperti coreng-coreng (mottled zone). Daerah ini adalah campuran dari besi cor kelabu dan besi cor putih, memiliki kekerasan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan besi cor putih. Ketika lebar produk semakin membesar, besi cor putih secara bertahap akan menghilang dan dibarengi dengan menurunnya nilai kekerasan. Pada saat besi cor putih menghilang, struktur mikro menjadi campuran fasa ferit dan grafit tipe D, menghasilkan kekerasan minimum seperti yang diperlihatkan. Penurunan laju pendinginan menghasilkan peningkatan kekerasan (pada lebar 2,5 - 5,0 mm) karena struktur mikro berubah dari grafit tipe D ke grafit tipe A dan matriks berubah dari ferit ke perlit. Menurunnya laju pendinginan, kekerasan juga menurun (lebar >5,0 mm), hal ini terjadi karena perubahan yang bertahap dari perlit ke ferit dan terbentuknya struktur grafit yang kasar.

Perbedaan laju pendinginan (cooling rate) dapat merubah ukuran grafit dan struktur mikro dari besi cor. Secara skematik keadaan pendinginan besi cor dibagi dalam tiga bagian yaitu pendinginan cepat, medium dan lambat. Pada Gambar 2.8 dapat dilihat perbedaan grafit dan struktur mikro akibat adanya perbedaan laju pendinginan.


(44)

 

Gambar 2.8 Pengaruh laju pendinginan terhadap grafit dan struktur mikro besi cor (Winte H.C.,1949)


(45)

2.5 Pengecoran Sentrifugal

Proses pengecoran sentrifugal berbeda dengan proses pengecoran statik, pada pengecoran sentrifugal, pembekuan logam terjadi pada cetakan yang berputar, sedangkan pada pengecoran statik pembekuan logam terjadi pada cetakan yang diam. Pada pengecoran sentrifugal, biasanya pengisian cetakan (pouring) dilakukan ketika cetakan sedang berputar, walaupun pada aplikasi tertentu terutama pada pengecoran sentrifugal yang tegak lurus, penuangan dimulai ketika cetakan diam, kemudian cetakan diputar sampai pada kecepatan tertentu sehingga pembekuan logam terjadi pada saat cetakan tersebut berputar.

Pada pengecoran sentrifugal yang mendatar, pengisian logam dilakukan pada saat cetakan berputar pada kecepatan putar yang rendah, setelah cetakan penuh putaran dinaikkan sampai pada putaran tertentu dengan percepatan yang tinggi dan ditahan pada putaran itu sampai pembekuan terjadi.

Aplikasi gaya sentrifugal pada saat pembekuan dapat digunakan untuk mendapatkan kerapatan butir yang baik. Untuk memudahkan pemahaman ini dapat dilihat karakteristik pembekuan logam (Nathan Janco, 1992), seperti yang digambarkan pada Gambar 2.9.

V O L U M E

T E M P E R A T U R

L o g a m C a ir

D ae ra h P em b ek ua n D ae ra h P en y u su ta n  


(46)

Hampir semua logam dan logam paduan mengalami penurunan volume ketika berubah dari fasa cair ke fasa padat. Penurunan volume ini disebut dengan penyusutan, besarnya penyusutan tergantung dari jenis logamnya, penyusutan dapat terjadi sampai 5 % atau lebih. Oleh karena itu pada pengecoran statik dipakai penambah (riser) yang berfungsi untuk mengisi cetakan ketika penyusutan berlangsung. Suhu logam terus menurun dalam cetakan sampai pada akhirnya membeku seluruhnya. Pada kondisi ini juga terjadi penurunan volume seiring dengan penurunan suhu coran, sehingga ukuran coran menjadi lebih kecil pada suhu kamar, untuk mengatasi hal ini biasanya dilakukan penambahan ukuran pada mal (pattern allowance).

Pada pengecoran sentrifugal, proses pembekuan terjadi pada cetakan logam dan tidak memakai inti (core), penyerapan panas dari logam cair yang paling besar terjadi pada dinding cetakan bagian luar dan penyerapan panas yang lebih kecil terjadi pada bagian diameter dalam dari coran, karena pada pada bagian diameter luar logam cair bersentuhan dengan dinding cetakan yang terbuat dari logam dan pada bagian diameter dalam bersentuhan dengan udara. Oleh karena itu arah pembekuan coran terjadi dari bagian diameter luar mengarah ke bagian diameter dalam. Karena bagian coran yang membeku terlebih dahulu adalah pada bagian diameter luar, maka pengurangan volume akibat penyusutan akan terisi oleh logam cair yang tersisa pada bagian diameter dalam, oleh karena itu pada pengecoran sentrifugal mendatar tidak digunakan penambah.


(47)

Pengecoran centrifugal adalah proses penuangan logam cair ke dalam cetakan yang berputar. Proses pengecoran ini dapat menghasilkan produk coran yang relatif bebas dari gas dan shrinkage porosity. Karena pengaruh dari gaya centrifugal hasil coran akan lebih padat, permukaan halus dan struktur logam yang dihasilkan akan memberikan sifat mekanik yang baik. Selain itu, pengotor yang memiliki berat jenis lebih rendah dibandingkan logamnya akan berkumpul di permukaan dalam dan dapat dibuang melalui proses pemesinan.

Kecepatan putar cetakan yang ideal akan menghasilkan gaya adhesi yang cukup besar antara logam cair dengan dinding cetakan dan getaran yang minimal. Kondisi seperti ini dapat menghasilkan sebuah benda cor dengan struktur yang seragam. Kecepatan putar yang terlalu rendah dapat mengakibatkan sliding dan menghasilkan permukaan yang kurang baik. Sedangkan kecepatan putar yang terlalu tinggi dapat menimbulkan getaran, dimana hasilnya berupa segregasi melingkar. Selain itu, kecepatan putar yang terlalu tinggi dapat meningkatkan tegangan melingkar yang cukup tinggi dan dapat menyebabkan cacat cleavage secara radial atau retakan secara melingkar ketika logam mengalami penyusutan selama proses pembekuan.

Struktur atau zone yang terbentuk dari pengecoran centrifugal terbagi menjadi tiga yaitu:

a. Chill zone.

Daerah dimana terbentuk struktur butir halus berbentuk equiaxial pada dinding cetakan.


(48)

b. Columnar zone.

Daerah ini merupakan lanjutan dari chill zone. Arah orientasi kristal tegak lurus dengan permukaan cetakan.

c. Equiaxed zone.

Daerah ini merupakan lanjutan dari Columnar zone dimana memiliki karakteristik butir besar dan seragam.

2.6 Jenis-Jenis Pengecoran Sentrifugal 2.6.1 Semi Sentrifugal

Pada proses ini cetakan diisi penuh oleh logam cair dan biasanya diputar pada sumbu vertikal. Bila diperlukan dapat digunakan inti untuk menghasilkan produk cor yang berongga. Coran yang sulit dihasilkan melalui cara statis dapat dilakukan dengan metode ini, karena gaya sentrifugal dapat mengalirkan logam cair di bawah tekanan yang lebih tinggi jika dibandingkan pada pengecoran statis. Hal ini meningkatkan hasil coran dan menghasilkan coran berkualitas tinggi, bebas rongga dan porositas. Bagian coran yang lebih tipis dapat dibuat dengan metode ini Aplikasi dari pengecoran semi sentrifugal adalah untuk membuat gear blanks, pulley, roda, impelers dan rotor motor listrik.

2.6.2 Centrifuging

Centrifuging (pressure) memiliki aplikasi yang paling luas. Pada metode ini, lubang coran disusun di sekitar pusat sumbu putaran seperti jari-jari roda, sehingga memungkinkan produksi coran lebih dari satu. Gaya sentrifugal memberikan tekanan


(49)

pada logam cair seperti yang terdapat pada pengecoran semi sentrifugal. Metode pengecoran ini khususnya digunakan untuk memproduksi valve bodies, bonnet, plugs, yokes, brackets dan banyak lagi pada industri pengecoran lainnya.

2.6.3 True centrifugal

True Centrifugal digunakan untuk menghasilkan coran turbular atau silindris dengan memutar cetakan pada sumbunya sendiri. Hasil coran memiliki pembekuan terarah atau pembekuan dari bagian luar coran menuju sumbu putaran (sumbu rotasi). Pembekuan terarah ini menghasilkan coran berkualitas tinggi tanpa cacat penyusutan (shrinkage) yang merupakan penyebab utama cacat coran hasil cetakan pasir. Secara umum pengecoran sentrifugal tipe mendatar digunakan untuk membuat produk seperti pipa, bantalan luncur, silinder liner, cincin piston, rol, puly, plat kopling, dan lain-lain. Produk coran dengan bentuk tidak silinder atau tidak simetris, tidak dapat dibuat dengan menggunakan proses ini.

2.7 Kecepatan Putar Cetakan

Pada pengecoran sentrifugal, cetakan diputar pada putaran tertentu dan besarnya putaran yang diberikan pada praktisnya dinyatakan dengan grafitasi (G). Biasanya ketika memproduksi coran dengan diameter yang kecil, cetakan diputar pada putaran yang memberikan gaya setara dengan 60G. Gaya yang bekerja pada coran yang kecil dan coran yang besar, akan sama besarnya bila diputar dengan besaran bilangan G yang sama, dimana gaya ini bekerja pada bagian diameter dalam dari coran tersebut.


(50)

Pada mesin cetak sentrifugal tegak lurus, biasanya digunakan untuk memproduksi coran yang diameter dalamnya dengan dan tanpa tirus. Putaran cetakan yang digunakan umumnya adalah 75G, yang didasarkan pada diameter dalam coran yang diproduksi. Pada kondisi ini akan terdapat tirus yang sangat kecil yang tidak kasat mata, atau tidak terdapat perbedaan yang nyata ketika dilakukan pemesinan. Pada pembuatan coran silindris dengan mesin cetak sentrifugal ada acuan khusus yang digunakan. Jika panjang coran yang diproduksi relatif pendek dibanding dengan diameter dalamnya maka dapat diproduksi pada mesin cetak sentrifugal tegak lurus. Jika panjang coran dua kali diameter dalamnya atau lebih, maka lebih baik diproduksi dengan mesin cetak sentrifugal mendatar.

Kecepatan putar cetakan yang paling rendah pada mesin cetak sentrifugal mendatar adalah 20G. Umumnya coran berbentuk silindris seperti pipa, dituang pada kecepatan putar cetakan sebesar 40G sampai dengan 60G (Nathan Janco, 1992).

Untuk coran dengan ketebalan yang besar (10 inci atau lebih) kriteria di atas harus dicermati dengan hati-hati. Diameter dalam menjadi sangat kecil, jika digunakan putaran dengan 60G yang didasarkan pada diameter dalam coran, maka dihasilkan putaran yang berlebih, hal ini akan menghasilkan tegangan yang berlebih pada diameter luar coran yang dapat mengakibatkan retak pada arah logitudinal.

Setelah berat dan ukuran tuangan ditentukan, maka kecepatan putar merupakan satu-satunya variabel dari gaya sentrifugal, karena grafitasi merupakan besaran yang tetap dengan arah yang mendatar. Setiap perubahan pada kombinasi


(51)

dari kedua gaya ini berasal dari perubahan satu dari dua hal yaitu dari sudut putar atau kecepatan putar.

Posisi aksis pada mesin cetak sentrifugal biasanya disesuaikan dengan jenis coran yang dibuat. Jika aksis dibuat konstan pada saat pengoperasian maka kecepatan putar dapat digunakan mengontrol efek kepada material melalui kombinasi gaya.

Pada prakteknya kebanyakan mesin cetak sentrifugal dibuat dengan aksis tegak lurus dan mendatar. Hanya sedikit mesin cetak sentrifugal dibuat dengan kemiringan aksis.

2.8 Metal Pickup

Ketika logam cair dituangkan ke kaviti cetakan yang sedang berputar, logam cair tidak segera dapat terbawa seluruhnya dengan percepatan yang sama oleh cetakan. Kecepatan putar bertambah padanya akibat gesekan dari logam cair dengan cetakan. Setelah kaviti cetakan terisi, seluruh logam cair tersebut akan berputar akibat adanya gesekan antara permukaan cairan logam yang sedang berputar dengan logam cair yang akan terbawa (pickup), hal ini akan memberikan peluang adanya slip.

Dengan menambahkan kecepatan putar pada cetakan, dapat mengakomodir slip dan raining tapi di bawah kondisi getaran kritis, dengan bertambahnya putaran cenderung memperhalus ukuran butiran dan juga memperbaiki kualitas diameter dalam dari tuangan. Pada putaran cetakan yang optimum, logam cair akan terbawa dengan cepat dan menempel dengan baik pada kaviti cetakan tanpa terjadi slip dan raining. Pada saat logam tersebut berada dalam cetakan, tekanan akan timbul secara


(52)

radial pada tuangan yang terjadi akibat adanya gaya sentrifugal, dan membersihkan logam dari pengotor yang bukan logam.

Gaya sentrifugal bekerja pada coran dengan tekanan yang lebih kecil pada diameter dalam dan bertambah besar dan maksimum pada diameter luar. Partikel-partikel dengan densiti yang berbeda, jika diberi gaya sentrifugal akan mengalami tekanan yang berbeda, hal ini akan memberikan kecenderungan partikel-partikel yang densitinya lebih besar bergerak ke arah diameter luar dan memindahkan partikel yang densitinya lebih kecil pada diameter dalam. Oleh karena itu sejumlah partikel terak dan pengotor ringan yang bukan logam berpisah dan berada pada daerah diameter dalam, dan akan dikeluarkan dengan cara pemesinan.

2.9 Cetakan Permanen

Cetakan permanen adalah cetakan yang dapat digunakan berulang-ulang. Cetakan permanen dapat dibagi dua kategori yaitu cetakan yang terbuat dari grafit atau karbon dan cetakan yang terbuat dari logam seperti baja, besi cor dan tembaga. Cetakan yang terbuat dari grafit harganya lebih mahal dan masa pakainya relatif rendah yaitu sekitar 10 sampai dengan 100 kali. Cetakan yang terbuat dari besi cor masa pakai berkisar antara 500 sampai dengan 1000 kali, harganya lebih murah tetapi tidak cocok bila dipakai dengan pendinginan air. Baja memiliki masa pakai yang lebih tinggi dan harganya tidak terlalu mahal jika dibanding dengan cetakan besi cor, cetakan yang terbuat dari baja cocok bila dioperasikan dengan pendinginan air, masa pakai berkisar antara 1000 sampai dengan 3000 kali.


(53)

2.10 Bahan Pelapis (mould coating)

Bahan pelapis cetakan memiliki dua fungsi yaitu sebagai bahan pemisah antara coran dengan cetakan dan sebagai isolasi panas. Cetakan dilapisi dengan bahan pelapis dengan cara menyemprotkannya, ketika pengecoran dilakukan maka bahan pelapis ini berfungsi untuk menjaga agar logam cair tidak melekat pada rongga cetakan sehingga coran dapat dengan mudah dikeluarkan. Disamping itu bahan pelapis ini juga berfungsi sebagai isolator panas untuk mengurangi chilling effect pada coran. Bahan pelapis yang dapat digunakan pada pengecoran sentifugal adalah bentonit, aluminum silikat dan zirkon.

2.11 Penuangan (pouring)

Suhu penuangan pada proses pengecoran statik dan sentrifugal dalam berbagai hal adalah relatif sama. Penuangan pada pengecoran sentrifugal dilakukan pada cetakan yang sedang berputar, logam cair dituangkan dengan kecepatan yang lebih besar dari kecepatan tuang pada pengecoran statik. Hal ini dimaksudkan untuk memberi tambahan energi pada logam cair tersebut untuk lebih mudah terbawa pada cetakan yang berputar. Pada kenyataannya suhu penuangan yang digunakan pada pengecoran sentrifugal lebih rendah dari pada suhu penuangan pengecoran statik.

Raining adalah fenomena jatuhnya tetesan logam cair dari atas rongga cetakan, hal ini dapat terjadi jika suhu tuang yang terlalu tinggi, coating terlalu halus dan putaran cetakan yang terlalu rendah. Suhu logam yang terlalu tinggi akan memberikan fluiditas cairan logam yang terlalu besar sehingga sulit segera terbawa


(54)

sesuai dengan putaran cetakan. Permukaan coating yang terlalu halus akan memberikan gesekan yang terlalu kecil pada cairan logam, sehingga logam cair tidak dapat segera terbawa sesuai dengan putaran cetakan. Putaran cetakan yang terlalu rendah juga dapat mengakibatkan raining karena putaran yang rendah memberikan gesekan antara cairan logam dan cetakan yang terlalu kecil.

2.12 F luidity

Kemampuan logam cair mengalir di dalam cetakan terutama dipengaruhi oleh kekentalan logam cair dan kekasaran permukaan cetakan. Kekentalan logam cair sangat dipengaruhi oleh temperatur, pada temperatur yang tinggi kekentalan menjadi lebih rendah dan pada temperatur yang rendah kekentalan menjadi lebih tinggi. Besi cor memiliki sifat mampu alir (fluidity) yang paling baik dibanding dengan logam ferro lainnya, sehingga coran dengan ketebalan yang tipis dan berlekuk-lekuk dapat dibuat (Heine Richad.W.at.al.,1967). Umumnya kekentalan logam cair berada pada komposisi eutektik, rumus faktor komposisi adalah:

CF = % C + ¼ x % Si + ½ x % P ... (2.1) Cf = Faktor komposisi

C = Karbon Si = Silikon P = Phospor

Panjang aliran logam (inci) pada cetakan tergantung pada komposisi dan temperatur tuang yang dituliskan dengan rumus:


(55)

Fluidity = 14,9 x CF + 0.05T - 155 ………. (2.2) Fluidity = Panjang aliran logam cair, inci

CF = Faktor komposisi

T = Temperatur penuangan, 0F

2.13 Jenis-Jenis Cacat pada Pengecoran Sentrifugal

Pada pengecoran statis cacat seperti penyusutan (shrinkage), porositas dan inklusi non-metalic kemungkinan besar tidak terjadi pada pengecoran sentrifugal. Cacat yang biasa terjadi pada pengecoran sentrifugal adalah sebagai berikut:

Cold Shuts atau ketidaksempurnaan pengisian cetakan, pada saat logam membeku sebelum semua bagian cetakan terisi, akan menimbulkan cacat yang disebut dengan cold shuts. Cold shuts dapat dihindari dengan cara:

1. Laju penuangan dipercepat. 2. Temperatur dipertinggi. 3. Cetakan lebih dipanaskan. 4. Lapisan cetakan dipertebal

5. Kecepatan putaran cetakan ditinggikan

Dros yang berlebih atau pit yang terjadi pada diameter dalam coran diakibatkan oleh raining. Raining dapat terjadi saat dilakukan pengecoran sentrifugal mendatar dengan kecepatan putaran cetakan yang lambat atau suhu penuangan yang sangat tinggi, sehingga menghasilkan dros atau pit (lubang) pada diameter dalam coran. Apabila logam cair tidak tertahan pada dinding cetakan (karena permukaan cetakan


(56)

sangat halus) atau akibat kecepatan putar cetakan yang sangat rendah, logam cair akan terbawa ke atas dan kemudian tumpah ke bawah seperti hujan. Hal ini dapat dicegah dengan cara :

1. Menurunkan temperatur logam cair 2. Meningkatkan kecepatan putar cetakan

3. Laju penuangan yang rendah pada saat awal penuangan

Porositas, disebabkan oleh gas yang diserap, aliran turbulen yang berlebih selama penuangan atau sistem pendinginan yang tidak tepat. Sebaiknya pada saat penuangan logam cair tidak terputus.

Hard Spots, disebabkan oleh adanya dros atau senyawa non metalik yang lain di dalam coran, kondisi ini dapat dihindarkan melalui pengendalian yang hati-hati untuk mencegah terjadinya oksida, inklusi atau material yang tidak diinginkan selama peleburan sampai ke penuangan. Hard spots dapat juga disebakan oleh adanya senyawa intermetalic keras yang berlebih.

Cacat karena getaran, dapat menyebabkan coran berlapis. Hal ini dapat ditahan seminimum mungkin dengan cara pembingkaian (mounting) yang tepat, keseimbangan cetakan yang cermat, pemeriksaan rol dan bantalan yang sering dan bagian penting lainnya.

Laps, cacat ini terbentuk akibat tidak sempurnanya aliran logam cair. Biasanya terjadi pada logam yang memiliki mampu alir yang rendah, khususnya logam yang dapat membentuk lapisan film oksida.


(57)

Hot Tears, biasanya terjadi pada pengecoran true centrifugal, karena kecepatan putar terlalu tinggi. Longitudinal tears terjadi ketika coran membeku bersamaan dengan terjadinya pemuaian pada cetakan, menghasilkan tegangan hoop yang melebihi kekuatan kohesif logam pada temperatur dalam daerah solidus. Faktor lain yang mempengaruhi adanya tearing pada saat coran dimasukan pada cetakan logam adalah besarnya pemuaian dari cetakan itu sendiri. Hal ini dapat dihindari dengan cara meningkatkan ketebalan dan kapasitas termal cetakan. Pemanasan awal pada cetakan dapat mengurangi pemuaian lebih lanjut pada coran. Temperatur pemanasan awal berkisar 300 0C atau lebih.

2.14 Gaya Sentrifugal

Apabila sebuah benda diputar pada sumbunya maka akan terjadi percepatan sentripetal. Pada Gambar 2.10 diilustrasikan bahwa sebuah titik P diputar pada sumbu O dengan kecepatan sudut tetap ω.

Gambar 2.10 Titik P Diputar pada Sumbu O

Jari-jari garis lintasan dari titik P adalah garis O-P, dan kecepatan tangensial dari titik P adalah v, maka besarnya v adalah:


(58)

v = ω.r ... (2.3) vektor v ini memiliki besaran tetap dengan arah yang selalu berubah

Percepatan didefinisikan sebagai perubahan kecepatan dibagi waktu. yang dapat ditulis dengan

a = Δv/t ... (2.4) Jika kecepatan adalah sebuah vektor dengan besaran yang cukup dan dapat merubah arah dengan sendirinya, maka titik tersebut akan bergerak membentuk lingkaran dengan arah yang selalu berubah, karenanya kecepatan memiliki percepatan. Menurut hukum Newton ke dua dinyatakan bahwa:

Gaya = Massa x Percepatan

F = m x a ... (2.5) Gaya yang dibutuhkan untuk mendorong massa bergerak mengikuti garis edar lingkaran disebut dengan gaya sentripetal, dan selalu bergerak ke arah pusat

lingkaran. Gaya yang besarnya sama dan berlawanan arah dengan gaya sentripetal disebut Gaya Sentrifugal. Vektor kecepatan sebelum dan sesudah titik P bergerak dengan sudut yang kecil δθ, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. 11.

 

Gambar 2.11 Vektor Kecepatan Berubah Akibat Perubahan Sudut δθ


(59)

Besaran v1 dan v2 adalah sama, sehingga dapat dinyatakan dengan v. Arah berubah

setelah periode waktu yang kecil δt sebesar δθ radian. Maka dapat disimpulkan perubahan arah vektor ini dengan menggunakan vektor tambahan yaitu:

vektor pertama + vektor perubahan = vektor akhir atau dengan rumus

v1 + δv = v2 ... (2.6)

Perubahan arah vektor ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Ilustrasi Perubahan Arah Vektor v2

δv hampir sama dengan panjang busur dari jari-jari v. Jika sudut ini sangat kecil maka pernyataan ini adalah benar. Panjang dari busur adalah jari-jari x sudut, maka

δv = v δθ ... (2.7) Perubahan ini berlangsung dengan perubahan waktu yang kecil δt, sehingga laju perubahan kecepatan menjadi

δv/δt = v δθ/δt ... (2.8) limit δt dt, δv/ δt δt dt, δv/ δt dv/dt,

 

dv/dt adalah percepatan a, maka


(60)

a = v ω ... (2.9)

ω = δθ/dt = laju perubahan sudut

Karena v = ω.r, kemudian disubtitusikan pada v maka

percepatan sentripetal a = ω2r ... (2.10) Karena ω = v/r, disubtitusikan pada ω, maka

percepatan sentripetal a = v2/r ... (2.11) Pada diagram vektor, dapat dilihat bahwa jika δθ menjadi semakin kecil maka arah dari δv menjadi radial dan menuju pusat. Percepatan berada searah dengan arah perubahan kecepatan dan percepatan sentripetal adalah radial dan menuju pusat.

Jika titik P memiliki massa m, maka untuk memberi percepatan pada massa m dibutuhkan gaya sebesar:

gaya sentripetal = mω2 r ... (2.12) atau

gaya sentripetal = mv2 /r ...(2.13) Gaya sentrifugal adalah reaksi dari gaya sentripetal dengan arah radial menjauhi pusat


(61)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu 3.1.1 Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di berbagai tempat sesuai dengan jenis kegiatan yang dilakukan di antaranya :

1. PT. Karya Deli Steelindo Medan, untuk melakukan peleburan dan pengecoran (Lay out terlampir)

2. Laboratorium Metalurgi, Dep.Teknik Mesin FT USU Medan, untuk melakukan pengujian kekerasan dan metalograpi.

3. Laboratorium Teknik Mesin Polmed Medan, untuk pengujian tarik. 4. Laboratorium Baristand Industri Medan, untuk pembuatan mesin sentrifugal, pembuatan sampel uji tarik, kekerasan dan metalograpi.

3.1.2 Waktu pelaksanaan

Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama enam bulan.

3.2 Bahan, Peralatan, dan Metode 3.2.1 Bahan


(62)

1. Bahan baku, terdiri dari besi cor kelabu dan baja

2. Bahan paduan, terdiri dari karbon (C), ferro silisium (FeSi75) dan ferro

mangan (FeMn75)

3. Bahan Penolong terdiri dari slag remover dan inoculant

Skrap besi cor kelabu yang digunakan sebagai bahan baku pada penelitian ini adalah skrap besi cor kelabu berupa skrap balik pada saat pembuatan besi cor kelabu jenis FC 300. Skrap ini berasal dari saluran tuang, pengalir, saluran masuk, penambah dan coran yang gagal. Pemilihan bahan ini dilakukan karena komposisi bahan sudah mendekati komposisi yang diinginkan.

Skrap baja memiliki kadar karbon yang rendah sehingga apabila pada pengecekan komposisi ternyata kadar karbonnya terlalu tinggi maka skrap baja ditambahkan pada saat peleburan untuk menurunkan kadar karbon dimaksud. Skrap baja ini dapat berasal dari plat-plat baja yang tersisa pada industri karoseri mobil.

Bahan paduan seperti karbon (C), ferro silisium (FeSi75), ferro mangan

(FeMn75) digunakan untuk menambah kandungan unsur yang berkurang selama

proses peleburan.

Bahan penolong pada peleburan digunakan untuk mempermudah proses peleburan. Pada saat peleburan berlangsung, timbul terak yang mengapung pada permukaan logam cair. Terak ini terjadi akibat adanya reaksi kimia dari logam cair dengan oksigen yang terdapat pada udara, untuk membuang terak ini digunakan slag


(63)

remover yang berupa butiran dan ditaburkan di atas logam cair sehingga terak mengumpul dan mudah dikeluarkan.

Sebelum penuangan dilakukan proses inokulasi, inokulan yang berupa butiran halus dimasukkan ke dalam dasar ledel kemudian logam cair dituangkan, sehingga inokulan dapat tercampur dengan baik dalam logam cair, inokulan berfungsi untuk membentuk pengintian sehingga karbon memisahkan diri dan membentuk grafit. Bahan inokulan yang diberikan memiliki komposisi C = (0,50 – 0.30) %, Si = (45 – 60 ) %, Al = (0,50 – 4,00) % dan Mg = (0,40 – 1,50) %. Pemakaian bahan inokulan relatif rendah yaitu antara 0,05 sampai dengan 0,60 % dari cairan logam yang akan diinokulasi, pada penelitian ini jumlah inokulan yang diberikan adalah 0,1 %.

Bahan baku dan bahan paduan dilebur dan dijadikan menjadi material yang digunakan untuk membuat bahan silinder liner yaitu besi cor kelabu kelas FC 300 dengan komposisi unsur pemadu yang terdiri dari karbon (C) = (2,95 - 3,10) %, silikon (Si) = (1,70 – 2,00) %, mangan (Mn) = (0,40 – 0,70) %, sulfur (S) <0,10 %, dan phospor (P)<0,20 % (JIS G.5501).

3.2.2 Peralatan

Peralatan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah tanur listrik induksi dan mesin cetak sentrifugal mendatar. Tanur listrik induksi digunakan untuk melebur bahan baku dan bahan paduan untuk menghasilkan material FC 300 dan mesin cetak sentrifugal digunakan pada proses pengecoran bahan silinder liner dengan variasi putaran cetakan sebanyak enam variasi.


(64)

Spesifikasi tanur listrik induksi:

Jenis tanur : Tanur listrik induksi

Kapasitas : 500 kg/muatan

Frekuensi : 1000 HZ

Merek : Inductotherm

Mesin Cetak Sentrifugal dibuat di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan dengan cara mengadopsi Mesin Cetak Sentrifugal pada pabrik pengecoran HRC Medan dan Tulsa Centrifugal Casting Machines LLC, USA. Mesin ini dilengkapi dengan alat kontrol putaran sehingga pada pembuatan sampel, putaran mesin dapat diatur sesuai dengan putaran yang rencanakan, mesin cetak sentrifugal yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Spesifikasi mesin cetak sentrifugal:

Tipe : Mendatar

Kapasitas : Maksimum 25 kg

Putaran Cetakan : 800 s/d 1800 rpm

Cetakan : Diameter cavity 105 mm, panjang 165 mm

  Gambar 3.1 Mesin Cetak Sentrifugal


(65)

Mesin cetak sentrifugal ini digerakkan oleh motor listrik yang dihubungkan dengan V- belt. Cetakan permanen dihubungkan pada salah satu ujung poros dengan sambungan ulir dan pada ujung yang lain dipasang puli dengan sambungan pasak. Puli pada motor listrik dan poros dibuat dengan ukuran yang sama, sehingga putaran motor sama dengan putaran cetakan. Untuk mengatur putaran motor digunakan inverter, dengan mengubah frekwensi arus listrik pada inverter maka putaran motor juga berubah. Pada inverter telah dibuat rangkaian elektronika sedemikian rupa sehingga frekwensi arus listrik sebesar 1 Hz akan memberikan putaran poros motor listrik sebesar 30 rpm. Rumus kecepatan putar motor induksi adalah:

... (3.1)

nm =

       (1-s)f x 60

nm = kecepatan putar motor, rpm

s = slip

f = frekwensi, Hz p = jumlah pasang kutup

Dari rumus (3.1) dapat dilihat bahwa putaran motor adalah fungsi dari frekuensi, sehingga dengan merubah frekwensi maka putaran motor dapat diubah.


(66)

Daftar peralatan yang digunakan pada penelitian ini ditabelkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Daftar Peralatan

No Nama Peralatan Fungsi Parameter

1 Tanur listrik induksi Pencairan logam

2 Timbangan Penimbangan berat bahan. baku,

paduan , penolong kg

3 Ladel tuang

Pembawa cairan logam,

penuangan 4

Sendok-sendok

peleburan Peleburan, pembuangan terak

5 Thermocouple Pengukuran suhu logam cair 0C 6 Cill test

Pembuatan spesimen uji

komposisi unsur %

7 Spectrometer Pengujian komposisi unsur %

8 Mesin cetak sentrifugal Pengecoran bahan silinder liner 0C

9 Burner Pemanaskan cetakan logam 0C

10 Infrared thermocouple Pengukuran suhu cetakan, logam cair

0

C 11 Tachometer Pengukuran putaran cetakan rpm 12 Mesin gergaji Penyiapan spesimen uji tarik,

kekerasan, metalograpi

13 Mesin bubut Pembentukan spesimen uji tarik,

kekerasan, metalograpi

Standar pengujian 14 Mistar ukur Pengukuran spesimen uji Milimeter 15 Mesin uji tarik Pengujian kuat tarik Pascal 16 Mesin gerinda duduk Penyiapan spesimen uji,

kekerasan, metalograpi 17 Mesin amplas Penyiapan spesimen uji,

kekerasan, struktur mikro

Kehalusan kertas pasir,

powder

18 Hardnes terster Pengujian kekerasan BHN

19 Metalurgical microscope

Pengamatan struktur mikro Fasa


(67)

3.2.3 Metode

Sampel uji pada penelitian ini adalah bahan untuk silinder liner mesin diesel Kubota type A70 yang dihasilkan melalui proses pengecoran sentrifugal. Bentuk dan ukuran bahan silinder liner yang dibuat berbentuk silinder berongga dengan ukuran coran sebelum dimesin (as-cast), diameter luar (D) = 105 mm, diameter dalam (d) = 60 mm dan panjang (L) = 165 mm.

Material yang digunakan pada pembuatan sampel uji ini adalah besi cor kelabu kelas FC 300, dengan berat jenis (ρ) = 7,2 kg/dm3 dilebur pada tanur listrik induksi. Pengeluaran cairan logam dari tanur listrik induksi dilakukan pada suhu 1450

0

C, ditampung dengan menggunakan ledel dan dilakukan pengecoran pada mesin sentrifugal dengan suhu 1400 0C.

Pembuatan sampel uji pada mesin sentrifugal, dilakukan dengan memvariasikan putaran cetakan sebanyak enam variasi, yaitu pada putaran cetakan n1 = 900 rpm, n2 = 1100 rpm, n3 = 1300 rpm, n4 = 1450 rpm, n5 = 1600 rpm dan n6

= 1700 rpm. Dari tiap-tiap sampel uji yang dihasilkan melalui variasi putaran, dibuat spesimen uji tarik, kekerasan dan metalograpi. Data yang diperoleh dari masing-masing pengujian dianalisa dan selanjutnya diambil kesimpulan.

3.2.3.1 Penentuan variasi putaran cetakan

Pada umumnya cetakan diputar pada kecepatan yang memberikan gaya sentrifugal sebesar 40 – 60 kali gravitasi pada diameter dalam tuangan (Nathan Janco, 1992).


(68)

Untuk melihat pengaruh putaran terhadap sifat mekanik besi cor kelabu ini dipilih kecepatan putar cetakan di bawah dan di atas kecepatan putar cetakan yang umum digunakan. Pada penelitian ini ditentukan enam variasi kecepatan putar cetakan yang memberikan gaya sentrifugal pada diameter dalam coran sebesar: 20G, 30G, 40G, 50G, 60G dan 70G.

Karena bentuk dari silinder liner yang dihasilkan adalah coran yang berbentuk silinder berongga maka volume coran dapat dihitung dengan rumus

V = π/4 L(D2 – d2) ... (3.2) V = volume coran, mm3

D = diameter luar coran = 105 mm d = diameter dalam coran = 60 mm L = panjang coran = 165 mm

Dengan memakai rumus (3.2) diperoleh volume coran V, mm3 yaitu V = 3.14 / 4 x (1052 – 602)

V = 961723,1 mm3 atau 0,9617231 dm3

Berat jenis dari besi cor (ρ) = 7,2 maka diperoleh berat coran W, adalah W = V x ρ

= 0.9617231 x 7,2 = 6,924 kg

Massa coran (m) adalah berat coran dibagi dengan gravitasi, maka diperoleh m = 6,924/9.81 = 0,70585 kg


(1)

 

Lampiran 7 (lanjutan) 

Logam cair dikeluarkan dari dalam tanur dan ditampung dengan memakai ladel pada suhu 1450 0C lalu dibawa ke mesin sentrifugal selanjutnya dilakukan pengecoran

  Pengecoran dilakukan pada cetakan mesin sentrifugal pada suhu Logam cair 1400 0C

   


(2)

Lampiran 7 (lanjutan)

  Setelah satu menit, coran membeku dan dikeluarkan dari dalam cetakan dengan cara mendorongnya melalui ejector yang terpasang pada mesin sentrifugal

  Coran yang telah dilepas dari cetakan, dipindahkan dan dilakukan pengecoran selanjutnya

   


(3)

 

 

Lampiran 7 (lanjutan)

Coran yang telah dikeluarkan dari dalam cetakan didinginkan di udara

Coran yang dihasilkan dalam penelitian, selanjutnya dilakukan pengujian terhadap kuat tarik, kekerasan dan pengujian metalograpi


(4)

Lampiran 7 (lanjutan)

Pemasangan spesimen uji tarik pada mesin uji tarik


(5)

Lampiran 7 (lanjutan)

Hasi uji tarik ditampilkan pada layar monitor komputer


(6)

Lampiran 7 (lanjutan)

Pengukuran diameter indentasi pada spesimen uji kekerasan dengan menggunakan Profil Projector