G. Sistematika Penulisan
Seluruh uraian yang ada dalam skripsi ini disusun secara sistematis yang terdiri dari lima bab, dan masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang akan
memudahkan pembaca dalam membaca dan memahami isi skripsi ini.
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakng masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II: SISTEM PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai pengertian, asas, dan tujuan dalam hukum acara pidana, pengertian hukum pembuktian, teori-teori
pembuktian, macam-macam alat bukti menurut KUHAP, serta tujuan pembuktian.
BAB III: KEDUDUKAN KETERANGAN SAKSI SEBAGAI ALAT
BUKTI
Dalam bab ini diuraikan mengenai syarat-syarat menjadi saksi, jenis- jenis saksi, serta tata cara pemeriksaan saksi dipersidangan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV: KEDUDUKAN KETERANGAN SAKSI DI PENYIDIKAN
SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PERSIDANGAN DALAM PUTUSAN NO.752PID.B2012PN.STB
Bab ini diuraikan tentang kedudukan keterangan saksi dalam penyidikan yang dijadikan bukti yang sah dalam persidangan, serta
pertimbangan hakim dalam menentukan hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa pelaku tindak pidana pemerkosaan di
Pengadilan Negeri Negeri Nomor 752PID.B2012PN.STB
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini adalah bagian penutup dari penulisan penelitian yang menguraikan secara singkat mengenai kesimpulan dari keseluruhan
penulisan serta saran yang penulis anggap perlu untuk disampaikan agar dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam memahami topik
yang telah dibahas yaitu mengenai kedudukan keterangan saksi di penyidikan sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan Studi
putusan Pengadilan Negeri Stabat No.752PID.B2012PN.STB
Universitas Sumatera Utara
21
BAB II SISTEM PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA
A. Pengertian, asas, dan tujuan hukum acara pidana 1. Pengertian Hukum Acara Pidana
Istilah hukum acara pidana sudah tepat dibandingkan dengan istilah “ hukum proses pidana” atau “hukum tuntutan pidana”. Belanda memakai istilah
strafvordering yang kalau diterjemahkan akan menjadi tuntutan pidana. Bukan istilah strafprocesrecht yang padanannya acara pidana.Istilah itu dipakai menurut Menteri
Kehakiman Belanda pada waktu rancangan undang-undang dibicarakan di Parlemen karena meliputi seluruh prosedur acara pidana.Istilah Inggris Criminal Procedure
Law lebih tepat daripada istilah Belanda.Hanya karena istilah strafvordering sudah memasyarakat, maka tetap dipakai.Orang Prancis menamainya Code d’Instruction
Criminelle.Adapun istilah yang sering dipakai di Amerika Serikat ialah Criminal Prosedure Rules.Dipakai istilah rules karena di Amerika Serikat bukan saja undang-
undang yang menjadi sumber hukum formal hukum acara pidana, tetapi juga putusan hakim dan dibukukan sebagai himpunan.
15
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang No.8 Tahun 1981, tidak dijelaskan apakah hukum acara pidana itu. Hanya diberi defenisi-
defenisi beberapa bagian hukum acara pidana seperti penyidikan, penuntutan,
15
Andi Hamzah, Op Cit, hal 2.
Universitas Sumatera Utara
mengadili, praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum, penyitaan, penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan lain-lain Pasal 1 KUHAP.
Berikut ini beberapa pendapat para ahli tentang hukum acara pidana, antara lain:
a. Mochtar Kusuma Atmaja mendefenisikan bahwa yang dimaksud hukum acara
pidana adalah peraturan hukum pidana yang mengatur bagaimana cara mempertahankan berlakunya hukum pidana materiil. Hukum pidana formil
memproses bagaimana menghukum seseorang yang dituduh melakukan tindak pidana makanya disebut sebagai hukum acara pidana.
b. Wirjono Prodjodikoro memberikan defenisi hukum acara pidana adalah
rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yakni kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak
guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana. c.
Andi. Hamzah menyatakan hukum acara pidana merupakan bagian dari hukum pidana dalam arti luas. Hukum pidana dalam arti luas meliputi baik
hukum pidana formal atau hukum acara pidana. d.
Van Bemmelen, mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan hukum acara pidana adalah kumpulan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur cara
bagaimana negara, bila dihadapkan suatu kejadian yang menimbulkan syak wasangka telah terjadi suatu pelanggaran hukum pidana, dengan perantaraan
alat-alatnya mencari kebenaran, menetapkan di muka hakim suatu keputusan
Universitas Sumatera Utara
mengenai perbuatan yang didakwakan, bagaimana hakim harus memutuskan suatu hal yang telah terbukti dan bagaimana keputusan itu harus dijalankan.
e. Simons mendefenisikan hukum acara pidana yang mengatur cara-cara negara
dengan alat-alat perlengkapannya mempergunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan pidana.
Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-
badan pemerintahan yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana.
16
16
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1977, hal 13
Jadi, hukum acara pidana adalah hukum hukum acara yang melaksanakan dan mempertahankan hukum pidana materiil KUHP. Disamping kebenaran materiil
perlu mendapat perhatian di dalam hukum acara pidana dengan menerapkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan semestinya, akan tetapi lebih dari itu
kesalahan materi harus diperhatikan, mengingat kesalahan maupun kebenaran dalam hukum akan menentukan sekali apakah seseorang itu dapat dihukum atau tidak,
pidana harus mampu menemukan titik akhir tentang kebenaran yang sesungguhnya dan kesalahan yang sesungguhnya, sebab kerancuan atara keduanya akan
mengakibatkan penginjakan hak asasi manusia dan ini berarti akan bertentangan dengan maksud diterapkannya KUHAP yaitu sebagai jaminan hak asasi manusia
Indonesia dalam bidang hukum pidana
Universitas Sumatera Utara
2. Asas-asas Hukum Acara Pidana
Dalam hukum acara pidana dikenal beberapa asas atau prinsip-prinsip hukum
acara pidana, yaitu :
a. Asas Legalitas
Legalitas berasa dari kata legal Latin, aslinya legalis, artinya sah menurut undang-undang. Berlainan dengan asas legalitas dalam hukum pidana materiil yang
bertumpu pada Pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi “ tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana selain berdasarkan kekuatan kekeuatan perundang-undangan
sebelumnya.” Disini KUHP dipakia istilah “ perundang-undangan pidana” sebagai salinan wettelijk strafbepaling dalam bahasa asli KUHP. Ini berarti suatu peraturan
yang lebih rendah dari undang-undang dalam arti formil, seperti Peraturan Pemerintah dan Perda dapat merumuskan delik dan sanksi pidana. Adapun dalam
hukum acara pidana dipakai istilah undang-undang wet, sehingga hanya dengan undang-undang suatu pembatasan hak asasi manusi seperti penangkapan, penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan dapat dilakukan, karena dalam KUHAP, konsideran huruf a mengatakan, “ Bahan Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Universitas Sumatera Utara
b. Asas Perlakuan yang Sama atas Diri Setiap Orang di Muka Hukum Equality
Before the Law Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman berbunyi;
pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Penjelasan umum butir 3 a KUHAP berbunyi; perlakuan yang sama atas diri setiap
orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.
c. Asas Praduga Tidak Bersalah Presumption of Innocent
Asas ini dapat dijumpai dalam penjelasan dalam pasal 8 Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 Tahun 1970 yang berbunyi : “setiap orang yang
sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Dengan asas praduga tak bersalah yang dimiliki KUHAP, dengan sendirinya
memberi pedoman kepada penegak hukum untuk mempergunakan prinsip akusator dalam setiap tingkat pemeriksaan.Aparat penegak hukum harus menjauhkan diri dari
cara-cara pemeriksaan yang inkuisitor, yang menempatkan tersangka terdakwa dalam setiap pemeriksaan sebagai obyek yang dapat diperlakukan dengan sewenang-
wenang.Prinsip inkuisitor inkuisitor inilah yang dulu dijadikan landasan pemeriksaan dalam periode HIR. HIR sama sekali tidak memberi hak dan kesempatan yang wajar
Universitas Sumatera Utara
bagi tersangka terdakwa untuk membela diri dan mempertahankan hak dan kebenarannya.
17
d. Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapatkan Bantuan Hukum
Dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 KUHAP diatur tentang bantuan hukum tersebut di mana tersangka terdakwa mendapat kebebasan yang sangat luas.
Kebebasan itu antara lain sebagai berikut : 1
Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan. 2
Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan. 3
Penasihat hukum dapat menghubungi tersangkaterdakwa pada semua tingkat pemeriksaan pada setiap waktu.
4 Pembicaraan antara penasihat hukum dan tersangka tidak didengar oleh penyidik
dan penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan negara. 5
Turunan berita acara akan diberikan kepada tersangka atau penasihat hukum guna kepentingan pembelaan.
6 Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka terdakwa.
e. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Dalam Pasal 153 ayat 3 dan 4 KUHAP yang berbunyi, untuk keperluan sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai
17
Mohammad Taufik Makarao dan Suhansil, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal 4
Universitas Sumatera Utara
kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat 2 dan 3 ,mengakibatkan batalnya putusan demi hukum .
Kekecualian terhadap kesusilaan dan anak-anak alasannya karena kesusilaan dianggap masalahnya sangat pribadi sekali. Tidak selayaknya proses jalannya sidang
dipaparkan dan dipertontonkan di muka umum. Begitu juga dengan anak-anak, karena dalam persidangan jika persidangan itu terbuka untuk umum maka
kemungkinan psikologis anak tersebut menjadi terganggu.Maka dari itu, terhadap kasus yang terdakwanya adalah seorang anak, hukum acara pidana tidak
memberlakukan asas persidangan terbuka untuk umum. Untuk dapat mengetahui suatu persidangan tidak terbuka untuk umum, maka
persidangan dilakukan di ruang sidang yang tertutup.Pertimbangan tersebut sepenuhnya diserahkan kepada hakim.Penetapan hakim bahwa persidangan tertutup
untuk umum itu tidak dapat dibanding.
18
Sifat terbuka untuk umum dari suatu proses pemeriksaan untuk umum dari suatu proses pemeriksaan perkara pidana tidak terletak pada dapatnya orang keluar
masuk ruang sidang pengadilan, tetapi terletak pada pemberitaan yang bebas oleh pers dan dapat dipertanggungjawabkan sedemikian rupa, sehingga the fair
administration of justice tidak menjadi terdesak karenanya. Persidangan terbuka demi keadilan, hak seseorang atas persidanagan terbuka untuk umum tidak boleh
18
Andi Hamzah, Op Cit, hal 22
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan bahwa hak seseorang untuk diadili secara terbuka berubah sifatnya menjadi ianya diadili oleh orang banyak publik.
19
f. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan
Walaupun sidang dinyatakan tertutup untuk umum, namun keputusan hakim dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Bahkan Undang-Undang
Kekuasaan Kehakiman Pasal 20 dan KUHAP Pasal 195 tegas menyatakan: “Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum”.
Asas ini bertujuan agar proses persidangan berjalan dengan mudah. Karena, jika penerapan sidang ternyata mempersulit para pihak, maka persidangan bejalan
tidak efektif dan bahkan dapat melanggar hak-hak dan kepentingan para pihak. Jika persidangan dilakukan dengan berbelit-belit, maka penyelesaian kasus akan berjalan
lambat. Sudah pasti hak asasi tersangka dilanggar, karena tersangka terdakwa dihadapkan oleh rasa ketidakpastian yang berlarut-larut disebabkan sangkaan atau
dakwaan yang didakwakan kepadanya tanpa suatu penyelesaian akhir. Dalam KUHAP, dapat kita lihat beberapa ketentuan sebagai penjabaran dari asas peradilan
cepat, dalam Pasal 50 dinyatakan “tersangka atau terdakwa berhak segera mendapat pemeriksaan penyidik, segera diajukan ke penuntut umum, segera diadili oleh
pengadilan.
19
Alvi Syahrin,SH.MS, Acara Pemeriksaan Perkara Pidana di Pengadilan Negeri, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1997, hal 31.
Universitas Sumatera Utara
Asas sederhana artinya cara yang jelas, mudah dipahami, dan tidak berbelit- belit. Yang penting disini ialah agar para pihak dapat mengemukakan kehendaknya
dengan jelas dan pasti tidak berunah-ubah dan penyelesaiannya dilakukan dengan jelas, terbuka, dan pasti, dengan penerapan hukum acara yang fleksibel demi
kepentingan para pihak yang menghendaki acara yang sederhana. Biaya ringan dalam asas pengadilan adalah sedikitnya biaya yang dikeluarkan
untuk pencari keadilan dalam menyelesaikan sengketanya di depan pengadilan. Dalam hal ini tidak dibutuhkan biaya lain kecuali benar-benar biaya yang diperlukan
untuk keperluan penyelesaian sengketa yang dihadapi oleh pencari keadilan. Pengadilan harus mempertanggungjawabkan uang tersebut kepada yang bersangkuta
dengan mencantumkannya dalam jurnal keuangan perkara sehingga yang bersangkutan dapat melihatnya sewaktu-waktu.
g. Pemeriksaan hakim yang Langsung dan Lisan.
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakimg secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi.Ini berbeda dengan acara perdata di
mana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya.Pemeriksaan hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa, dimana hakim hakim
bisa mengorek keterangan lebih jauh baik kepada terdakwa atau kepada saksi-saksi guna penyelesaian kasus.Ketentuan mengenai hal di atas diatur dalam Pasal 154,155
KUHAP, dan seterusnya.
Universitas Sumatera Utara
Yang dipandang pengecualian dari asas langsung ialah kemungkinan putusan dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa, yaitu putusan verstek atau putusan in
absentia.Tetapi ini merupakan pengecualian, yaitu dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan Pasal 213 KUHAP dan dalam hukum acara pidana
khusus seperti Tindak Pidana Ekonomi dan Tindak pidana Korupsi.
3. Tujuan Hukum Acara Pidana
Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-
lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang
dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjtnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan dan apakah terbukti
bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan.
20
Menurut Van Bemmelen dalam bukunya “Strafordering Leerbook Van Het Nederlandsch Straf Procesrecht” Undang-Undang di Belanda yang memuat tentang
Hukum Acara Pidana bahwa yang terpenting dalam Hukum Acara Pidana adalah mencari dan memperoleh Kebenaran.Sementara itu , menurut doktrin pendapat para
ahli Hukum bahwa tujuan Hukum Acara Pidana adalah :
20
Andi Hamzah, Op Cit, hal 7.
Universitas Sumatera Utara
1. Mencari dan menemukan kebenaran materiil;
2. Memperoleh putusan Hakim; dan
3. Melaksanakan putusan Hakim.
21
Dari ketiga fungsi diatas, yang paling penting karena menjadi tumpuan kedua fungsi berikutnya, ialah “mencari kebenaran”. Setelah menemukan kebenaran yang
diperoleh melalui alat bukti dan bahan bukti itulah, hakim akan sampai kepada putusan yang seharusnya adil dan tepat, karena kemudian dilaksanakan oleh
jaksa.
22
Jadi, tujuan hukum acara pidana mencari kebenaran, ini hanyalah merupakan tujuan antara.Tujuan akhir sebenarnya adalah mencapai suatu ketertiban,
ketentraman, kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat. Jaksa kemudian mendakwakan pelaku suatu kejahatan hukum, dan kemudian
meminta pemeriksaan dan putusan pemgadilan guna menemukan apakah bukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang di dakwakan itu dapat
dipersalahkan.
23
B. Pengertian Hukum Pembuktian
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pengertian hukum pembuktian, terlebih dahulu akan dibahas istilah dari pembuktian. Hal ini penting untuk
21
Waluyadi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara PidanaSebuah Catatan Khusus, Mandar Maju, Bandung, 1999, hal 15.
22
Andi Hamzah, Op Cit, hal 9.
23
Andi Hamzah, Loc Cit
Universitas Sumatera Utara
memahami pengertian dari bukti, pembuktian, dan hukum pembuktian. Berbagai istilah tersebut terdengar sama, tetapi ketiga hal tersebut berbeda.
Dalam kosa kata bahasa Inggris, ada dua kata yang sama-sama diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai “bukti”, namun sebenarnya kedua kata tersebut
memiliki perbedaan yang cukup prinsip. Pertama adalah kata “evidence” dan yang kedua adalah kata “proof”.Kata evidence memiliki arti, yaitu informasi yang
memberikan dasar-dasar yang mendukung suatu keyakinan bahwa beberapa bagian atau keseluruhan fakta itu benar. Sementara itu proof adalah suatu kata dengan
berbagai arti. Dalam wacana hukum, kata proof kepada hasil suatu proses evaluasi dan menarik kesimpulan terhadap evidence atau dapat juga digunakan lebih luas
untuk mengacu kepada proses itu sendiri.
24
Pembuktian adalah perbuatan membuktikan.Pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti tersebut dipergunakan, diajukan ataupun dipertahankan,
sesuatu hukum acara yang berlaku.
25
Sementara itu membuktikan berarti memperlihatkan bukti atau meyakinkan dengan bukti.
26
24
Eddy O.S. Hiariej, Op Cit, hal 2
25
Bambang Waluyo, Op Cit, hal 3
Menurut Van Bummelen adalah memberikan kepastian yang layak menurut akal redelijk tentang: a apakah
hal yang tertentu itu sungguh-sungguh terjadi ; b apa sebabnya demikian halnya.
26
http: www.deskripsi.commmembuktikan
, diakses tanggal 10 Maret 2014, pukul 23.48 WIB.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian bukti, membuktikan dan pembuktian dalam konteks hukum tidak jauh berbeda dengan pengertian pada umumnya.
27
Menurut M.Yahya Harahap, pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang
membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang
yang boleh digunakan hakim membuktikan kesalahan terdakwa.
28
Hukum pembuktian adalah merupakan sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang
dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian.
Dalam konteks hukum acara pidana, pembuktian merupakan inti persidangan perkara pidana karena yang dicari dalam hukum acara pidana adalah kebenaran
materiil, yang menjadi tujuan pembuktian adalah benar bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.Untuk membuktikan
kesalahan terdakwa, pengadilan terikat oleh cara-cara ketentuan-ketentuan pembuktian sebagaimana diatur dalam undang-undang.Pembukian yang sah harus
dilakukan di dalam sidang pengadilan sesuai dengan prosedur cara-cara yang berlaku dalam hukum pembuktian.
29
27
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op Cit, hal 11
28
M. Yahya Harahap, Pembahasan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hal 273.
29
Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op Cit, hal 10.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut, Munir Fuady mendefenisikan hukum pembuktian itu sebagai suatu proses dalam hukum acara perdata, hukum acara pidana, maupun hukum acara
lainnya yakni penggunaan prosedur kewenangan hakim untuk menilai fakta atau pernyataan yang dipersengketakan di pengadilan untuk dapat dibuktikan
kebenarannya.
30
C. Teori - Teori Pembuktian