Tinjauan Tentang Pihak terkait Dalam hubungan Ketenagakerjaan

57 Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini memuat hal-hal yang mendasari dan melatar belakangi penulisan hukum ini. Maka pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan umum tentang tinjauan umum tentang pekerja, pengertian pekerja dan pengertian pengusaha, Tinjauan umum tentang Perjanjian Kerja, Tinjauan umum tentang Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu,. Sedangkan dalam kerangka pemikiran penulis akan menampilkan bagan kerangka pemikiran.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini memuat deskripsi lokasi penelitian dan hasil penelitian, yaitu : PT. INDATEX KARANGANYAR sehingga digolongkan dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu, isi perjanjian kerja untuk waktu tertentu dan landasan hukumnya di PT Indatex Karanganyar dan pelaksanaan isi perjanjian kerja untuk waktu tertentu di PT. Indatex Karanganyar.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Pihak terkait Dalam hubungan Ketenagakerjaan

a. Pekerja Seperti yang kita ketahui dalam dunia kerja terdapat banyak istilah untuk pekerja, seperti: buruh, karyawan, atau pegawai. Namun 58 semua istilah tersebut memiliki maksud dan tujuan yang sama yaitu: orang yang bekerja pada orang lain dan mendapat upah sebagai imbalan Darwin Prins; 2000 : 20 Dilihat dari definisi diatas, maka antara pekerja, buruh, karyawan dan pegawai itu mencakup pegawai swasta maupun pegawai negeri. Sedangkan pada prakteknya dibedakan antara pekerja, buruh dengan pegawai negeri. Pengertian buruh berbeda dengan pengertian pegawai negeri meskipun keduanya termasuk pengertian tenaga kerja. Adapun beda buruh dengan pegawai negeri dapat diketahui segi hukumnya maupun dari segi peraturan perundangan yang mengaturnya. Bagi buruh, hubungan hukum antar buruh dengan majikan berdasarkan hubungan hukum keperdataan, artinya hubungan hukum tersebut harus dibuat antara dua pihak yang mempunyai kedudukan perdata. Bagi pegawai negeri, hubungan hukum antara pegawai negeri dengan pemerintah berdasarkan hukum publik. Menurut Imam Soepomo 1992 : 26 pengertian ”pekerja adalah sangat luas yaitu setiap orang yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan kerja maupun diluar hubungan kerja yang secara kurang tepat oleh sementara orang disebut buruh lepas”. Untuk melengkapi pengertian atau perumusan buruh ini, perlu dikemukakan Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang nomor 13 tahun 2003 ini , meskipun dikatakan sebagai sumber utama hukum Ketenagakerjaan negara Indonesia, ternyata tidak memberikan perumusan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan Buruh. Istilah pekerja secara yuridis baru ditemukan dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang membedakannya dengan pengertian tenaga kerja. Dalam UU No.13 Tahun 2003 pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa Tenaga kerja adalah : “Setiap orang yang mampu 11 59 melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang danatau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”. Dari pengertian diatas jelaslah bahwa pengertian tenaga kerja sangat luas yakni mencakup semua penduduk dalam usia kerja dalam UU No.13 Tahun 2003 minimal berumur 14 tahun. Dari pasal 1 angka 2 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 dapat disimpulkan bahwa buruh adalah : “setiap orang yang melakukan pekerjaan yang dilakukan dalam hubungan kerja yang bertujuan untuk menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”. Kalimat “didalam hubungan kerja” perlu digaris bawahi karena disinilah letak kuncinya apakah orang itu tenaga kerja atau buruh. Orang itu disebut buruh apabila dia telah melakukan hubungan kerja dengan majikan. Kalau tidak maka dia hanyalah “tenaga kerja”, belum termasuk buruh. Jadi disini tenaga kerja lebih luas daripada buruh, sebab buruh merupakan bagian dari tenag kerja. Tetapi dalam pasal 1 ayat 3 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dalam hal tertentu yang tercakup dalam pengertian pekerja atau buruh diperluas. Misalnya dalam hal kecelakaan kerja, dalam Undang-undang No.3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga kerja pasal 5 ayat 2, ditentukan bahwa, termasuk tenaga kerja dalam jaminan kecelakaan kerja ialah : a Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah maupun yang tidak; b Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong adalah perusahaan; c Narapidana yang dipekerjakan perusahaan. Dalam pasal 1 angka 14 Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Naional, memberikan pengertian : “Setiap 60 orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain”. Dalam pasal 1 huruf d Undang-undang No. 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan, memberikan pengertian bahwa buruh adalah: “Tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan dengan menerima upah”. Dengan demikian dapat disimpulkan walaupun perumusannya agak berlain-lainan tentang pengertian pekerja, pada dasarnya memuat unsur yang sama, yaitu : seseorang yang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Jadi pekerja pengertiannya sama dengan kata buruh. b. Pengusaha Menurut Imam Supomo 1992 : 27 istilah pengusaha secara umum ”menujukkan tiap orang yang melakukan suatu usaha enterpreneur , seorang majikan adalah seorang pengusaha dalam hubungan dengan buruh”. Sebelum istilah pengusaha ada, maka istilah majikan yang digunakan untuk menyebut mereka para pengusaha yang mempekerjakan dan membayar buruh. Sama halnya dengan istilah buruh, istilah majikan itu tidak sesuai dengan konsep di dalam Hubungan Industrial, karena bila kita mendengar kata majikan, maka yang terlintas di dalam pikiran kita adalah orang yang memiliki kekuasaan dan kemampuan untuk menekan buruh agar selalu menurut kepadanya, padahal antara buruh dan majikan secara yuridis merupakan mitra kerja yang mempunyai kedudukan yang sama. Karena itu lebih tepat jika disebut dengan Pengusaha. Sehubungan dengan hal tersebut, perundang-undangan yang lahir kemudian seperti UU No.7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan. UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. 61 Undang-undang No. 7 tahun 1981 pasal 1 huruf b memberikan pengertian sebagai berikut : 1 Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu perusahaan milik sendiri; 2 Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; 3 Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, yang berkedudukan di luar Indonesia. Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, pengertian pengusaha adalah sebagai berikut : 1 Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; 2 Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; 3 Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di indonesia dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah indonesia. Dalam Undang-undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, pengusaha adalah : 1 Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja; 2 Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja; 3 Orang atau badan hukum yang indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada a dan b, jikalau yang diwakili berkedudukan di luar indonesia. Sedangkan di dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.100MEN2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu memberikan definisi pengusaha adalah : 62 1 Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; 2 Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secar berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; 3 Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.100MEN2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu tersebut ternyata sama dengan pengertian pengusaha dalam pasal 1 angka 5 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dari pengertian di atas jelaslah bahwa pengertian pengusaha menunjukkan pada orangnya sedangkan perusahaan menunjuk pada bentuk usaha atau orangnya. Jadi bisa dikatakan bahwa istilah pengusaha adalah yang paling tepat dan pantas digunakan karena memberikan gambaran adanya hak dan kewajiban yang seimbang antara pihak yang saling berkait, sehingga tercipta hubungan kerja yang tepat.

2. Tinjauan Tentang Perjanjian Kerja