577 Dalam paruh kedua dekade 2000an, kemampuan dorong komoditi kakao biji
kembali melemah. Hal ini berkorelasi dengan melemahnya kemampuan dorong sisi penawaran ekonomi Sulteng. Meskipun demikian, kondisi tersebut, sebenarnya tidak
perlu dikhawatirkan, karena dalam kondisi ekonomi dunia yang membaik, perekonomian Sulteng kembali dapat memanfaatkan peluang tarikan permintaan.
Tarikan permintaan sebagaimana diilustrasikan dalam persamaan MO.106 merupakan akumulasi pengaruh pertumbuhan nasional dan pengaruh mix industry.
Tampak dalam Tabel 96 bahwa dalam paruh kedua dekade 2000an, pengaruh tarikan nasional sangat tinggi 300.
8.1.4 Peranan Kakao Biji dalam Perekonomian Sulteng
Paparan di atas menunjukkan bahwa komoditi kakao biji benar-benar dapat diandalkan menjadi penggerak utama ekonomi Sulteng. Kesimpulan tersebut didukung
oleh data yang dipaparkan dalam Bab Pendahuluan, dan telah diilustrasikan dalam kerangka pemikiran, serta dikonfirmasikan dalam dua blok model ekonometrik yang
ditafsirkan berdasarkan kondisi usahatani kakao rakyat. Peranan tersebut dimodelkan dalam suatu flowchart sebagaimana dilustrasikan dalam Gambar 51 yang dapat
dijelaskan sebagai berikut : i
Kakao biji menjadi komoditi andalan, dan memiliki peranan yang kuat dari sisi penawaran dalam meningkatkan pangsa relatif wilayah. Berdasarkan konsep
KLUI , komoditi kakao biji dapat dicantelkan ke dalam dua sektor dalam
perekonomian Sulteng, yaitu sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran PHR.
ii Sektor pertanian merupakan sektor basis ekonomi Sulteng dengan pangsa relatif
terbesar 42,27. Adapun sektor PHR, meskipun bukan sektor basis, namun memiliki peranan yang kuat 12,04 terhadap ekonomi Sulteng peringkat kedua
setelah sektor pertanian. iii Komoditi kakao biji digabungkan ke sektor pertanian melalui subsektor perkebunan
yang memiliki pangsa relatif sebesar 36 persen terhadap sektor pertanian, dan 15
578 .
iii
Pertumbuhan 9,87
Pangsa Relatif
Wilayah Positif
menguat
NTNKB 8,5, 8, 1
SS Perdagangan 94,
11
Sektor PHR,12,04
Sisi Penawaran 50
EKONOMI SULTENG
Rp. 28,15 T 0,6 vs 3,49
Sisi Permintaan 50
PERANAN KAKAO BIJI
Mix Industry
NPKB, Rp. 1,77 T
41, 15, 6
SS Perkebuan, 36 dan 15
Sektor Pertanian
42,27
Pengaruh Nasional
Gambar 51 Model Ekonomi Sulteng Berbasis Kakao Biji
PI, US 199 M Rp. 2.2 T
48,25,
6,19
Pengangguran
Inflasi
Distribusi
Pendapatan
Jumlah Penduduk
Miskin
Daya Saing Kakao Biji
PPK
Net Trade Kakao Biji
579 persen terhadap ekonomi Sulteng.. Di kelompok sektor pertanian, nilai
produksi kakao biji didefinisikan sebagai PDRB output kakao biji dengan pangsa relatif berturut-turut 41 persen terhadap subsektor perkebunan, 15 persen
terhadap sektor pertanian, dan 6 persen terhadap total ekonomi Sulteng. iv Komoditi kakao biji juga merupakan komoditi pendukung dalam sektor PHR
melalui subsektor perdagangan subsektor pendukung utama sektor PHR yang memiliki pangsa relatif 94 persen terhadap sektor PHR dan 11 persen terhadap
ekonomi Sulteng. Dalam kelompok sektor tersebut, nilai tataniaga komoditi kakao biji didefinisikan sebagai PDRB subsektor perdagangan asal nilai
tataniaga kakao biji dengan pangsa relatif berturut-turut 8,5 persen terhadap subsektor perdagangan, 8 persen terhadap sektor PHR, dan 1 persen terhadap
total ekonomi Sulteng. v Total PDRB kedua sektor pertanian dan PHR di mana komoditi kakao biji
dihitung, menyumbang di atas 50 persen terhadap ekonomi Sulteng melalui sisi penawarannya. Sayangnya, daya dorong sisi penawan ekonomi Sulteng
berfluktuasi yang menjadi indikator kemampaun daya dorong komoditi kakao biji yang juga berfluktuasi.
vi Peranan komoditi kakao biji tidak saja dari sisi penawaran, tetapi juga dari
sisi permintaan melalui dua komponen yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi wilayah. Kedua komponen tersebut, yaitu pengaruh nasional dan
pengaruh mix industry dapat menjadi alternatif yang baik pada saat sisi penawaran kakao biji melemah. Dalam paruh kedua dekade 2000an, pengaruh
nasional memperlihatkan dominasi yang tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh nilai bersih perdagangan kakao biji yang cenderung meningkat karena tarikan
permintaan dunia. vii
Meskipun demikian, pertumbuhan nilai bersih kakao biji hanya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kabupaten-kabupaten, dan tidak mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi propinsi, karena adanya kebocoran ekonomi.
580
8.2 Kesimpulan