Menurut Anggadiredja et al.2007, ciri-ciri Kappaphycus alvarezii yaitu sebagai berikut:
Memiliki warna hijau terang, hijau olive, dan coklat kemerahan. Berbentuk silindris, permukaan licin, menyerupai tulang rawan
cartilageneus Percabangan berujung runcing atau tumpul
Memiliki nodulus atau tonjolan-tonjolan Memiliki tulang lunak untuk melindungi gametangia
Percabangan bersifat alternatus,tidak teratur, serta dapat bersifat dichotomus
percabangan dua-dua atau trichotomus sistem percabangan tiga-tiga
2.2 Pertumbuhan rumput laut
Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran suatu organisme yang dapat berupa berat ataupun panjang dalam waktu tertentu. Salah satu
penentu utama laju pertumbuhan adalah fotosintesis. Proses fotosintesis akan berlangsung optimal apabila intensitas cahaya masuk lebih tinggi namun
kelebihan penerimaan cahaya akan mengakibatkan thallus menjadi putih aging effect
atau kehilangan pigmen Doty, 1981. Ukuran bibit rumput laut yang ditanam juga berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan Mamang, 2008. Menurut hasil penelitian Bachtiar 2004 laju pertumbuhan yang tinggi dan cepat cenderung diperoleh dari bibit dengan ukuran
paling kecil. Pada penelitian tersebut thallus Kappaphycus alvarezii yang berbobot awal 30 gr memiliki bobot basah terbesar, sedangkan bobot basah
terkecil diperoleh dari thallus dari pangkal yang berbobot 120 gr. Menurut Doty
1981 laju pertumbuhan jenis K. Alvarezii sebesar 2- 3 perhari dalam waktu 35 hari setelah penanaman sudah termasuk baik untuk usaha budidaya, karena bobot
tanaman telah menjadi dua kali lipat dari bobot awal.
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut
Keberhasilan pertumbuhan dan penyebaran rumput laut sangat bergantung pada faktor-faktor biotik dan abiotik yang berada di sekitar ekosistem rumput laut.
Secara umum, rumput laut dapat tumbuh di daerah perairan yang dangkal intertidal dan sublitorral dengan kondisi dasar perairan berpasir, berlumpur, atau
campuran keduanya. Rumput laut juga memiliki sifat benthic algae yang melekatkan thallusnya pada substrat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan rumput laut adalah sebagai berikut:
2.3.1. Suhu Perairan
Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan rumput laut karena berkaitan dengan laju fotosintesis. Menurut
Sulistijo dan Atmadja 1996 kisaran suhu perairan yang baik untuk rumput laut Eucheuma sp Kappaphycus alvarezii adalah 27-30°C. Hal tersebut
tidak jauh berbeda sebagaimana diungkapkan Anggadiredja 2007 bahwa kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan Kappaphycus alvarezii adalah 27-
28°C.
2.3.2. Salinitas
Salinitas adalah jumlah gram zat-zat yang larut dalam kilogram air laut dimana dianggap semua karbonat telah diubah menjadi oksida, brom, dan
ion diganti dengan klor dan semua bahan-bahan organik telah teroksidasi
sempurna. Rumput laut Kappaphycus alvarezii berkembang dengan baik pada salinitas yang tinggi. Menurut Atmadja et al. 1996, kisaran salinitas
yang baik pada pertumbuhan Kappaphycus alvarezii adalah 28-34 ppt.
2.3.3. Intensitas cahaya matahari
Kualitas dan periode penyinaran merupakan faktor abiotik utama yang sangat menentukan laju produktivitas primer di dalam perairan. Mutu
dan kuantitas cahaya berpengaruh terhadap produksi spora dan pertumbuhannya. Fotosintesis juga bertambah sejalan dengan meningkatnya
intensitas cahaya sampai pada satu nilai optimum tertentu. Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii akan semakin meningkat jika
intensitas cahaya masuk lebih tinggi, tetapi jika cahaya yang diterima berlebih serta terkena udara secara langsung dapat merusak thallus menjadi
putih atau kehilangan pigmen Doty, 1981.
2.3.4. Pergerakan air
Arus dan gelombang memiliki pengaruh besar terhadap aerasi, transportasi nutrien, dan pengadukan air. Pengadukan air berperan untuk
menghindari fluktuasi suhu yang besar Trono et al., 1988. Peranan lain dari arus adalah menghindari akumulasi lumpur silt dan epifit yang melekat pada
thallus yang dapat menghalangi pertumbuhan alga. Menurut Atmadja et al
1996, kecepatan arus yang dapat mendukung pertumbuhan optimal rumput laut Kappaphycus alvarezii adalah 20-40 cmdetik, sedangkan tinggi
gelombang yang baik untuk pertumbuhan alga laut tidak lebih dari 30 cm Apriyana, 2006.
2.3.5. Pasang surut
Menuru Bhatt 1978, pasang surut adalah periode naik dan turunnya permukaan air laut yang merupakan hasil gaya tarik menarik antara bumi
dengan bulan, dan gaya tarik menarik antara bumi dengan matahari. Pasang surut dipengaruhi juga oleh posisi kedudukan relatif bulan dan matahari
terhadap bumi dan pantai Nontji, 1993. Pasang surut berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap
fenomena biologi laut, seperti distribusi dan suksesi organisme. Frekuensi pasang surut juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kehidupan alga laut di wilayah interdal. Pada wilayah semidiurnal yang memiliki frekuensi lebih besar dari pasang diurnal, lebih menyokong
bermacam-macam populasi alga laut.
2.3.6. Substrat
Substrat perairan merupakan dasar perairan dimana alga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Penyebaran alga di suatu perairan
tergantung pada tipe substrat , musim, dan komposisi jenis. Menurut Atmadja et al. 1996, dasar perairan yang dapat ditumbuhi rumput laut jenis
Kappaphycus alvarezii adalah karang mati dan tidak belumpur. Selain itu,
rumput laut Kappaphycus alvarezii juga cocok ditanam di perairan berpasir sedikit berlumpur.
2.3.7. Kedalaman
Kedalaman rata-rata yang diperlukan bagi pertumbuhan rumput laut tergantung pada jumlah intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam
perairan. Semakin dalam perairan, sinar matahari tidak dapat menjangkau permukaan thallus. Hal ini dapat mengganggu proses fotosintesis rumput
laut. Menurut Atmadja et al. 1996, kedalaman yang ideal bagi pertumbuahan rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii berkisar antara 0.3-
0.6 m dan pada kedalaman antara 0.0 – 0.3 m masih cukup baik untuk mencegah kekeringan bagi tanaman.
2.3.8. Oksigen terlarut DO
Oksigen terlarut DO umumnya banyak dijumpai di lapisan permukaan karena proses difusi dan fotosintesis yang dilakukan oleh
fitoplankton. DO sangat penting artinya dalam mempengaruhi kesetimbangan kimia air laut dan mempengaruhi kehidupan organisme laut.
Baku mutu DO untuk rumput laut adalah lebih dari 5 mgL Sulistijo dan Atmadja, 1996. Iksan 2005 menyatakan bahwa perubahan oksigen harian
dapat terjadi di laut dan bisa berakibat nyata terhadap produksi alga bentik.
2.3.9. Derajat keasaman pH
Salah satu faktor yang penting dalam kehidupan alga adalah kondisi pH, sama halnya dengan faktor-faktor lainnya. Nilai pH sangat berpengaruh
terhadap jumlah karbon yang terkandung dalam medium pemeliharaan. Alga dapat tumbuh optimal pada pH yang sesuai. Supit 1989 menyatakan bahwa
hampir seluruh alga menyukai kisaran pH 6.8-9.6.
2.3.10. Unsur hara
Rumput laut dan sebagian tanaman berklorofil memerlukan unsur hara untuk melakukan proses fotosintesis dan menunjang pertumbuhannya.
Masuknya unsur hara ke rumput laut dilakukan dengan cara difusi melalui seluruh permukaan tubuh. Proses difusi dipengaruhi oleh faktor lingkungan
terutama oleh adanya gerakan air Doty dan Glenn, 1981. Unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan dapat dikelompokkan ke
dalam dua bagian yaitu makro nutrien dan mikro nutrien. Makro nutrien yang dibutuhkan alga laut adalah sulfat, potassium, kalsium, magnesium,
karbon, nitrogen, dan fosfor, sedangkan mikro nutrien meliputi Fe, Mn, Cu, Si, Zn, Na, Mg, dan Cl. Baracca, 1999 in Iksan, 2005.
2.3.11. Penyakit
Penyakit merupakan suatu gangguan yang terjadi terhadap suatu organisme yang dapat menyebabkan penurunan kualitas organisme tersebut,
dalam hal ini rumput laut. Penyakit yang menyerang rumput laut dapat menyebabkan penurunan kualitas baik secara anatomi maupun struktur
bagian dalam thallus rumput laut, gejala ini dapat dilihat dengan adanya perubahan warna dan bentuk sehingga laju pertumbuhan rumput laut
menurun. Timbulnya penyakit umumnya disebabkan oleh adanya perubahan faktor – faktor lingkungan suhu, salinitas, DO, pH, dll.
2.3.11.1. Penyakit “Ice – ice”
Ciri – ciri rumput laut yang terkena penyakit ice – ice ditandai dengan timbulnya bintik – bintik pada bagian thallus yang dapat mengakibatkan
thallus menjadi patah apabila dibiarkan dalam waktu relatif lama. Penyebab
timbulnya penyakit ini adalah karena adanya mikroba yang menyerang tanaman rumput laut yang lemah. Penyakit ice – ice biasanya menyerang
rumput laut jenis Eucheuma spp. Gejala yang dapat dilihat adalah perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa thallus menjadi putih thallus dan
akhirnya membusuk Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2004. Menurut Trono 1974, adanya perubahan lingkungan seperti: arus, suhu,
salinitas, kecerahan pada wadah pemeliharaan dapat memicu terjadinya penyakit ice – ice. Tingkat penyerangannya terjadi dalam jangka waktu yang
cukup lama.
2.3.11.2. Penyakit White Spot
Penyakit white spot merupakan penyakit yang menyerang rumput laut jenis Laminaria japonica di Cina. Penyakit ini menimbulkan gejala
terjadinya perubahan warna thallus dari coklat kekuningan menjadi putih kemudian menyebar keseluruh thallus dan bagian tanaman membusuk dan
rontok Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2004.
2.4 Karbondioksida CO
2
Karbondioksida merupakan senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon, berbentuk gas
pada keadaan suhu dan tekanan standar dan berada di atmosfer bumi. Atmosfer bumi mengandung karbondioksida yang relatif kecil, yakni sekitar 0.033.
Menurut Effendi 2003, bahwa setengah dari karbondioksida yang merupakan hasil pembakaran ini berada di atmosfer dan setengahnya lagi tersimpan di laut
dan digunakan dalam proses fotosintesis oleh diatom dan algae laut lain seperti rumput laut. Menurut Small 1972 dalam Cole 1988 mengemukakan bahwa
88 hasil fotosintesis di bumi merupakan sumbangan dari algae di lautan. Laut
mengandung karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon di atmosfer, perpindahan karbon ini terjadi melalui proses difusi.
Karbondioksida yang terlarut di dalam air membentuk beberapa kesetimbangan, secara terperinci ditunjukkan dalam persamaan kesetimbangan
karbondioksida Mackereth et al., 1989: CO
2gas
CO
2aq
………………………1 CO
2
+ H
2
O H
2
CO
3 …………………………………
2 H
2
CO
3
H
+
+ HCO
3 -
………………………3 HCO
3 -
CO
3 2-
+ H
+
………………………4 CO
2
+ OH
-
HCO
3 -
………………………5 H
2
O H
+
+ OH
-
………………………6 Jadi, pada dasarnya keberadaan karbondioksida di perairan terdapat dalam
bentuk gas karbondioksida bebas CO
2
, ion bikarbonat HCO
3 -
, ion karbonat CO
3 2-
, dan asam karbonat H
2
CO
3
Boney, 1989 dan Cole, 1988. Perairan tawar alami yang memiliki pH 7 – 8 biasanya mengandung ion
bikarbonat 500mgliter dan hampir tidak pernah kurang dari 25mgliter. Ion ini mendominasi sekitar 60 – 90 bentuk karbon anorganik total di perairan
McNeely et al., 1979.
2.5 Alkalinitas
Alkalitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam, atau dikenal dengan sebutan acid – neutralizing capacity ANC atau kuantitas anion di dalam
air yang dapat menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga buffer capacity terhadap perubahan pH perairan. Penyusun
alkalinitas peraiiran adalah anion bikarbonat HCO
3 -
, karbonat CO
3 2-
, dan hidroksida OH
-
. Ketiga ion tersebut merupakan penyusun utama alkalinitas,
dan ion bikarbonat yang memberikan kontribusi paling banyak pada perairan alami Effendi, 2003.
Alkalinitas dihasilkan dari karbondioksida dan air yang dapat melarutkan sedimen batuan karbonat menjadi bikarbonat. Kelarutan kalsium karbonat
menurun dengan meningkatnya suhu dan meningkat dengan keberadaan karbondioksida. Kalsium karbonat bereaksi dengan karbondioksida membentuk
kalsium bikarbonat [CaHCO
3 2
] yang memiliki daya larut lebih tinggi dibandingkan dengan kalsium karbonat CaCO
3
Cole, 1988. Kation utama yang mendominasi perairan tawar adalah kalsium dan
magnesium, sedangkan pada perairan laut adalah sodium dan magnesium. Anion utama pada perairan tawar adalah bikarbonat dan karbonat, sedangkan pada
perairan laut adalah klorida Barnes, 1989. Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30 – 500 mgliter CaCO
3
. Nilai alkalinitas di perairan berkisar antara 5 hingga ratusan mgliter CaCO
3
. Nilai alkalinitas pada perairan alami adalah 40 mgliter CaCO
3
disebut perairan sadah hard water, sedangkan perairan dengan nilai alkalitas 40 disebut perairan
lunak soft water Effendi, 2003. Hubungan antara derajat keasaman, alkalinitas total, dan karbondioksida bebas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hubungan antara derajat keasaman, alkalinitas total, dan karbondioksida bebas
Derajat keasaman
Alkalinitas total [mglCaCO
3
] Karbondioksida
[mglCO
2
]
7 50
9.7 100
19.4 200
38.7 7.2
50 6.1
100 12.3
200 24.5
7.4 50
3.9 100
7.8 200
15.6 7.6
50 2.4
100 4.8
200 9.7
7.8 50
1.5 100
3.1 200
6.1 8
100 1.9
200 3.8
300 5.7
8.2 100
1.2 200
2.4 300
3.6 Sumber : Cole 1988
2.6 Bahan organik di perairan