Filtrasi Tahap I A. Fluks

Tabel 3 Derajat swelling membran selulosa asetat. Massa membran gram Derajat swelling Sebelum direndam Setelah direndam 0,1219 0,3075 152,26 Berdasarkan hasil pada Tabel 3, membran selulosa asetat yang dipakai dalam penelitian ini memiliki derajat swelling sebesar 152,26. Artinya, setiap 100 gram membran selulosa asetat memiliki kemampuan menyerap air laut sebanyak 152,26 gram. Air laut yang digunakan sebagai umpan pada proses filtrasi tahap I memiliki nilai salinitas 32 ‰ dan nilai kekeruhan sebesar 116 NTU dapat dilihat pada Lampiran 3. Kekeruhan air laut tersebut cukup tinggi, hal ini yang menjadi alasan dilakukannya penyaringan air laut dengan menggunakan kertas saring terlebih dahulu. Langkah ini dilakukan agar umpan yang digunakan dalam proses filtrasi lebih jernih, sehingga mengurangi terjadinya kerusakan membran akibat fouling menempelnya pengotor pada membran.

4.1. Filtrasi Tahap I A. Fluks

Membran selulosa asetat yang digunakan dalam pengolahan air laut dipasang dalam sistem dead end. Membran ini mampu melewatkan air laut, terlihat pada nilai fluks yang dihasilkan. Analisis pengaruh waktu terhadap fluks dapat dilihat pada Gambar 3. Fluks pada membran selulosa asetat dengan ukuran pori 0,2 µm pada tekanan yang diberikan sebesar 5 psi memiliki nilai fluks awal sebesar 0,229 Lm 2 s dan fluks akhir sebesar 0,167 Lm 2 s. Sedangkan pada tekanan 8 psi, fluks awal yang dihasilkan memiliki nilai sebesar 0,292 Lm 2 s dan fluks akhir sebesar 0,192 Lm 2 s. Pada tekanan 15 psi memiliki niali awal fluks sebesar 0,458 Lm 2 s dan fluks akhir sebesar 0,275 Lm 2 s. Pada kondisi tanpa tekanan menghasilkan nilai fluks yang lebih rendah dibandingkan dengan adanya tekanan. Fluks awal dalam kondisi tanpa tekanan memiliki nilai sebesar 0,047 Lm 2 s dan fluks akhir sebesar 0,033 Lm 2 s. Dengan melihat grafik pada Gambar 3, terlihat jelas bahwa nilai fluks semakin menurun terhadap waktu. Semakin lama waktu yang diberikan, semakin kecil fluks yang dihasilkan. Penurunan fluks cukup signifikan pada rentang waktu antara 30-300 s. Sedangkan pada waktu antara 330-900 s fluks yang dihasilkan cenderung stabil. Diperkirakan penurunan fluks terjadi karena umpan mengandung pengotor. Pada rentang waktu 30-300 s, secara perlahan partikel-pertikel pengotor terakumulasi di atas permukaan membran dan menutup sebagian pori-pori membran, sehingga penurunan fluks terlihat jelas. Sedangkan pada rentang waktu 330- 900 s cenderung stabil nilai fluksnya, diperkirakan karena jumlah partikel pengotor yang menyumbat membran pada rentang waktu tersebut sudah dalam keadaan jenuh. Faktor waktu mempengaruhi kinerja membran, dimana semakin lama waktu filtrasi maka membran semakin tersumbat oleh kotoran berupa padatan terlarut pada umpan. Peristiwa tersumbatnya membran disebut dengan peristiwa fouling. Gambar 3 Hubungan fluks permeat terhadap waktu pada filtrasi tahap I menggunakan membran selulosa asetat melalui sistem dead end dengan variasi tekanan 1psi = 6896,552 Pa 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 30 90 150 210 270 330 390 450 510 570 630 690 750 810 870 930 Fluks Lm -2 s -1 Waktu s Tekanan 5 psi Tekanan 8 psi Tekanan 15 psi tanpa tekanan Pola penurunan nilai fluks terhadap waktu dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 4 yang menyajikan hubungan nilai fluks pada waktu-waktu tertentu, dimana waktu yang dipilih adalah pada waktu 90 s, 180 s, 420 s dan 900 s. Penurunan fluks terhadap waktu pada masing-masing tekanan yang diberikan pada filtrasi tahap I dapat dilihat pada Tabel 4. Pada masing-masing tekanan yang diberikan, penurunan nilai fluks semakin besar seiring bertambahnya waktu. Penurunan fluks diukur dengan membandingkan nilai fluks pada waktu tertentu terhadap nilai fluks pada waktu awal t=30s. Sedangkan Gambar 5 menyajikan data total volume permeat pada filtrasi tahap I. Tabel 4 Persentase penurunan fluks pada filtrasi tahap I. Waktu S penurunan fluks tanpa tekanan 5 psi 10 psi 15 psi 90 17,647 7,527 5,263 12,500 180 19,118 11,290 14,035 24,479 420 24,789 12,442 24,436 35,045 900 30,882 21,720 33,246 42,604 Gambar 5 Total volume permeat selama 15 menit tiap masing-masing tekanan yang diberikan pada filtrasi tahap I 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 5 10 15 Fluks Lm -2 s -1 Tekanan psi Gambar 4 Hubungan fluks terhadap variasi tekanan tanpa tekanan, 5 psi, 8 psi, dan 15 psi pada filtrasi tahap I dalam waktu t tertentu pada t = 90 s pada t = 180 s pada t = 420 s pada t = 900s 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 160.0 180.0 200.0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total volume mL Tekanan psi Bagan pada Gambar 4, selain menunjukkan hubungan fluks terhadap waktu juga menyajikan hubungan fluks terhadap variasi tekanan yang diberikan pada filtrasi tahap I. Perlakuan tekanan yang diberikan mempengaruhi nilai fluks. Gambar 4 menunjukkan bahwa pada waktu yang sama, semakin tinggi tekanan yang diberikan semakin meningkat nilai fluks yang dihasilkan. Nilai fluks yang meningkat menunjukkan jumlah volume permeat yang melewati membran semakin besar lihat Gambar 5. Total volume permeat pada kondisi tanpa tekanan 23,5 mL; pada tekanan 5 psi sebanyak 121,3 mL; pada tekanan 8 psi sebanyak 126,8 mL; dan total volume permeat pada tekanan 15 psi sebesar 183,7 mL. Dengan demikian peningkatan tekanan yang diberikan akan meningkatkan efisiensi membran melewatkan air, jumlah air yang melewati membran semakin banyak. Namun pada penelitian ini tidak dianalisis kosentrasi permeat pada tiap tekanan yang diberikan. Jika Gambar 3 dan Gambar 4 dikorelasikan, terlihat adanya keistimewaan pada fluks yang dihasilkan ketika membran diberikan tekanan 5 psi dan 8 psi. Walaupun pada tekanan 8 psi mengalami peningkatan nilai fluks, namun peningkatannya tidak signifikan, dapat dikatakan hampir sama nilai fluks yang dihasilkan. Hal ini karena dimungkinkan pada kondisi tekanan 5-8 psi membran masih mampu menahan kondisi tekanan tersebut. Pada kondisi ini dimungkinkan jari-jari pori membran belum mengalami pelebaran atau belum adanya kerusakan pada membran, sehingga volume air laut yang melewati membran hampir sama pada tekanan 5 psi dan 8 psi. Berbeda dengan kondisi ketika tekanan dinaikkan menjadi 15 psi, nilai fluks meningkat tajam. Hal ini dimungkinkan terjadi karena kondisi pori-pori membran yang semakin membesar dibandingkan kondisi membran pada tekanan 5-8 psi, bahkan mungkin pada tekanan 15 psi membran sudah mulai mengalami kerusakan sedikit demi sedikit.

B. Rejeksi

Pengukuran kualitas umpan maupun permeat penting dilakukan untuk mendukung analisis kemampuan membran menahan ataupun melewatkan larutan tertentu. Pengukuran ini dilakukan untuk menganalisis konsentrasi umpan yang masuk dalam sistem filtrasi dan konsentrasi permeat sebagai hasil filtrasi. Kualitas umpan maupun permeat pada filtrasi tahap I dapat dilihat pada Tabel 5. Kemudian nilai rejeksi membran terhadap kualitas-kualitas tersebut dihitung nilai rejeksinya yang tercantum dalam Tabel 6. Sebelum disaring, air laut yang digunakan memiliki salinitas 32 ‰, artinya dalan satu liter air laut terdapat 32 gram garam-garaman. Kekeruhan umpan memeliki nilai 0,826 NTU, nilai ini berada di bawah batas ambang kekeruhan yang diperbolehkan. Batas maksimal nilai kekeruhan yang ditetapkan pada keputusan menteri kesehatan RI No:907MENKESVII2002 untuk air bersih sebesar 5 NTU. Sedangkan pH air laut berada pada nilai 8,74, berarti air tersebut memiliki sifat basa karena pH-nya berada di atas nilai netral. Rapat massa umpan sebesar 1000,553 kgm 3 , nilai ini sedikit berada di atas rapat massa air tawar. Permeat yang dianalisis kualitasnya yaitu permeat yang dihasilkah oleh filtrasi air laut pada kondisi tekanan 5 psi. Setelah melewati proses filtrasi, nilai salinitas, kekeruhan, pH maupun rapat massa air laut menjadi turun. Penurunan ini menunjukkan bahwa membran CA yang digunakan telah berfungsi menyaring sebagian partikel- partikel di dalam air laut. Tabel 5 Konsentrasi umpan dan permeat pada filtrasi tahap I pada tekanan 5 psi. Komponen Salinitas ‰ Kekeruhan NTU pH Rapat massa kgm³ Umpan 32 0,826 8,740 1000,553 Permeat 30 0,508 8,713 1000,127