Radionuklida Alam Tingkat Cemaran Unsur Radionuklida Alam 238U dan 232Th di Perairan Sekitar Kawasan PLTU Batubara (Kajian di Perairan Pulau Panjang dan Pesisir Teluk Lada, Banten)

2.6 Radionuklida Alam

238 U dan 232 Th dalam Tubuh Manusia Unsur radionuklida alam 238 U dan 232 Th dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui beberapa cara, yaitu melalui pernafasan inhalasi, saluran pencernaan atau mulut ingesti, injeksi melalui pembuluh darah dan melalui kulit luka terbuka dan pori-pori kulit. Model asupan intake, serapan uptake dan ekskresi unsur radionuklida dalam tubuh manusia terlihat pada Gambar 7 O’Brien dan Cooper 1998 in Mellawati 2004; BATAN 2009. Radionuklida yang terdapat dalam tubuh manusia meradiasi jaringan selama jangka waktu yang ditentukan oleh waktu-paruh fisik dan retensi biologis dalam tubuh. Radionuklida thorium masuk ke dalam tubuh umumnya melalui inhalasi kontaminasi debu dan ingesti makanan atau minuman. Ketika masuk melalui ingesti, thorium akan tinggal di dalam tubuh dalam beberapa hari segera di eksresikan melalui fases dan urin. Sejumlah kecil thorium akan masuk ke dalam aliran darah dan dideposisikan dalam tulang, serta tinggal untuk beberapa tahun. Sedangkan untuk uranium, ketika masuk ke dalam tubuh, akan secara cepat melalui aliran darah berasosiasi dengan sel darah merah membentuk kompleks uranil albumin, kompleks uranil hidrogen karbonat UO 2 HCO 3 + dalam plasma darah Mellawati 2004. Gambar 7. Jalur masuk intake, penyerapan uptake dan keluaran ekskresi radionuklida alam dalam tubuh manusia inhalasi ingesti Sistem pernafasan Sistem saluran pencernaan DARAH injeksi Jaringan lain Sistem urinari ekskresi defikasi ekshalasi Pada umumnya efek paparan radiasi terhadap kesehatan dapat dikelompokan menjadi 2 dua kategori yaitu BATAN 2009: a. Efek deterministik reaksi jaringan yang berbahaya yaitu kerusakan biologis yang segera dapat teramati secara klinis setelah terpapari radiasi dengan dosis di atas dosis ambang. Sebagian besar sel jaringan mengalami kematian atau fungsi sel rusak karena dosis radiasi tinggi. Induksi reaksi jaringan pada umumnya ditandai dengan adanya dosis ambang. Alasan ditetapkannya dosis ambang adalah bahwa kerusakan radiasi gangguan fungsi yang serius atau kematian sel suatu populasi kritis sel pada suatu jaringan perlu dipertahankan sebelum terlanjur jaringan tersebut cedera atau rusak. Di atas dosis ambang akan terjadi cedera atau kerusakan jaringan. Semakin besar dosis radiasi semakin meningkat terjadinya keparahan pada jaringan dan daya pemulihan jaringanpun akan terganggu. Menurut ICRP 1990 in Mellawati 2004 guna pencegahan efek deterministik pada manusia, maka batasan dosis ekivalen terikat integral waktu 50 tahun ≤ 0,5 Sv untuk semua jaringan kecuali lensa mata, dan ≤ 0,15 Sv untuk lensa mata. Contoh efek deterministik antara lain kerusakan kulit, eritema, epilepsi, katarak dan kemandulan. b. Efek stokastik, yaitu kerusakan biologis yang sukar teramati secara klinis, karena efeknya terlihat setelah beberapa tahun atau jangka waktu yang cukup lama. Efek ini munculnya tidak memerlukan dosis ambang. Contohnya yaitu berupa pengembangan kanker pada individu yang terpapari karena mutasi sel somatik atau penyakit keturunan pada keturunan individu yang terpapari karena mutasi sel reproduktif. Kerusakan pada materi inti sel, khususnya pada DNA dan kromosom meneyebabkan peluang terbentuknya kanker. Studi eksperimen dan epidemologi memberikan fakta adanya risiko radiasi sekalipun dengan ketidakpastian pada dosis sekitar 100 mSv atau kurang untuk kasus kanker. Sejak tahun 1990 fakta akumulasi menunjukkan bahwa frekuensi penyakit non-kanker meningkat pada beberapa populasi yang terpapar radiasi. Studi induksi efek non-kanker pada dosis efektif dalam orde 1 Sv yang diturunkan dari analisis mortalitas terkini survivor bom atom Jepang setelah tahun 1968 memperkuat bukti statistik mengenai hubungan antara dosis dengan terutama penyakit jantung, stroke, gangguan pencernaan dan penyakit pernafasan. ICRP meninjau data korban bom atom mengenai induksi keterbelakangan mental yang berat setelah terpapari radiasi pada periode pra-kelahiran paling sensitif 8-15 minggu setelah pembuahan mendukung dosis ambang paling tidak 300 mGy BATAN 2009. 3 METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian