Pendugaan Distribusi Ikan Pelagis Di Perairan Teluk Tomini, Perairan Di Sekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka Menggunakan Metode Hidroakustik.
1 1.1. Latar Belakang
Keberadaan ikan di wilayah perairan Indonesia sangat beragam dan terus mengalami perubahan karena adanya ruaya dan migrasi ikan, dengan kata lain terjadi perubahan stok dan ikan secara spasial dan temporal. Hal ini mendorong perlunya dilakukan pendugaan stok, karena industri perikanan memerlukan informasi tentang distribusi ikan dalam rangka efisiensi operasi penangkapan yang dilakukan.
Salah satu teknologi yang digunakan untuk mengetahui informasi tentang stok dan keberadaan ikan di wilayah perairan laut Indonesia adalah dengan metode hidroakustik. Penggunaan metode hidroakustik dalam pendugaan stok ikan masih sangat diperlukan untuk mengetahui distribusi ikan yang terdapat pada titik-titik lokasi penangkapan. Metode hidroakustik juga diperlukan untuk tujuan eksplorasi sumberdaya hayati laut dimana dengan metode tersebut dapat dilihat kelimpahan ikan secara spasial dan temporal.
Metode hidroakustik memiliki kecepatan tinggi untuk memproses data secara
cepat dan bersamaan (real time), akurat dan berketepatan tinggi sehingga dapat
memberikan kontribusi yang cukup tinggi bagi penyediaan data dan informasi sumberdaya perikanan. Berkenaan dengan perairan Teluk Tomini yang potensial dan strategis sebagai daerah penangkapan ikan, maka perlu adanya pemanfaatan secara optimal dan berkesinambungan dengan dibantu penerapan metode hidroakustik yang dapat mendukung tersedianya informasi tentang letak wilayah yang dijadikan
(2)
2 1.2. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis nilai volume backscattering strength (SV) di perairan Teluk
Tomini, perairan disekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka.
2. Menganalisis sebaran ikan pelagis yang terdapat di perairan Teluk Tomini,
perairan disekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka berdasarkan nilai
threshold terseleksi.
(3)
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keadaan Umum Teluk Tomini
Teluk Tomini adalah teluk yang berada di Pulau Sulawesi, Indonesia dan termasuk kedalam wilayah propinsi Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah
dengan luasan sekitar 17.200 mil2. Wilayah Teluk Tomini berhubungan langsung
dengan Laut Maluku dan kearah timur laut berhubungan dengan Laut Sulawesi. Perairan Teluk Tomini relatif subur dan kaya dengan potensi sumberdaya laut. Kesuburan perairan ini sangat berkaitan dengan unsur hara yang terdapat di Teluk Tomini, dengan demikian kelimpahan plankton yang dihasilkan pun cukup besar (Prasetyati, 2004).
Topografi perairan Teluk Tomini sangat dipengaruhi oleh massa air yang berasal dari Samudera Pasifik dan diperkirakan sangat bervariasi baik secara spasial ataupun temporal. Kondisi oseanografi di perairan Teluk Tomini dipengaruhi secara
nyata oleh dua musim. yaitu musim barat (northwest monsoon) pada bulan Desember
sampai bulan Februari, yang ditandai pula dengan musim hujan, dan musim timur
(southeast monsoon) pada bulan Juni sampai Oktober ditandai dengan musim kering. Angin cukup bertiup keras pada bulan Juli/Agustus, namun angin tersebut akan berkurang kekuatannya dibagian utara (Wyrtki, 1961).
Pada waktu musim timur, arus lebih sering mengarah ke selatan dengan kecepatan 6-7 knot terutama di daerah persempitan dibagian utara. Pada musim ini terdapat juga arus kearah utara dengan kecepatan maksimum 3,5 knot, namun
(4)
4
kadang-kadang arus tersebut hilang akibat pengaruh arus ke selatan. Pada musim barat terdapat arus yang mengarah ke utara dengan kecepatan maksimum 6-7 knot yang merupakan gambaran kebalikan dari musim timur. Studi oseanografi fisika di
daerah Laut Maluku menghasilkan bahwa periode upwelling terjadi selama musim
timur. Upwelling yang terjadi kira-kira pada bulan April sampai Oktober
menyebabkan perairan Teluk Tomini diperkaya oleh zat hara yang berasal dari lapisan bawah sehingga menyebabkan tingginya produktivitas primer di perairan Teluk Tomini (Wyrtki, 1961).
2.2. Metode Hidroakustik
Hidroakustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di suatu medium (dalam hal ini mediumnya adalah air laut), sehingga proses pembentukan
dan sifat perambatannya dibatasi oleh air laut (Arnaya, 1991 in Duror, 2004). Untuk
memperoleh informasi tentang objek di dalam air laut digunakan sistem akustik sonar yang terdiri dari echosounder (sistem pancar vertikal) dan sonar (sistem pancar
horizontal). Sistem ini terdiri dari empat komponen yaitu transmitter untuk
menghasilkan pulsa, transducer yang berfungsi untuk mengubah energi Iistrik
menjadi energi suara dan sebaliknya, receiver yang berfungsi untuk menerima pulsa
dari objek dan display atau recorder untuk mencatat hasil echo. Selain keempat
komponen tersebut ditambah dengan time base yang digunakan untuk mengaktifkan
pulsa. Pada umumnya hasil rekaman dicatat dalam echogram atau dengan osiloskop yang dapat menvisualisasikan osilasi atau tegangan listrik (Maclennan dan
(5)
5
Gambar 1. Prinsip kerja metode hidroakustik (Sumber: Maclennan and Simmonds, 1992 )
2.3. Ikan Pelagis
Ikan pelagis adalahorganisme yang hidup di laut terbuka, lepas dari dasar
perairan. Ikan pelagis merupakan organisme yang mempunyai kemampuan untuk bergerak sehingga mereka tidak tergantung pada arus laut yang kuat atau gerakan air yang disebabkan oleh angin (Nybakken, 1988). Ikan pelagis terdiri dari dua jenis yaitu ikan pelagis besar yang hidup di perairan oseanis (laut lepas) dan ikan pelagis kecil yang banyak terdapat di perairan pantai (Dahuri, 2003).
Beberapa ikan pelagis melakukan migrasi vertikal harian (diurnal vertical
migrations). Pada saat migrasi normal ikan naik dari dekat dasar atau dekat lapisan termoklin menuju dekat lapisan permukaan pada saat gelap, berpencar dan akhirnya turun dan berkelompok di lapisan yang lebih dalam atau dekat lapisan dasar pada saat
(6)
6
fajar/dini hari. Hal disebabkan dengan kecenderungan ikan yang akan berenang menghindari suhu yang lebih tinggi dan menuju ke sebelah dalam pada waktu suhu permukaan lebih tinggi dari biasanya (Laevastu dan Hayes, 1981).
Menurut Aziz et al (1987) in Wahyuningsih dan Alexander (2006) penyebaran
ikan pelagis di Indonesia merata di seluruh perairan. Jenis-jenis ikan pelagis yang terdapat di perairan Indonesia antara lain :
1) Ikan pelagis besar yaitu ikan pelagis yang berukuran besar (100-250 cm)
seperti tuna (Thunnus sp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol
(Euthynnus sp), tenggiri (Scomberomorini commersoni), dan lain-lain.
2) Ikan pelagis kecil yaitu jenis-jenis ikan permukaan yang biasanya bermigrasi
cukup jauh. Salah satu sifat ikan pelagis ini adalah suka bergerombol sehingga penyebarannya pada suatu kolom perairan tidak merata dan umumnya ikan ini
mempunyai ukuran yang relatif (5-50 cm) seperti kembung (Rastrelliger spp),
lemuru (Sardinella spp), layang (Decapterus russet), teri (Stolephorus spp).
selar (Sclav spp).
Umumnya densitas ikan pelagis kecil memiliki kelimpahan sangat tinggi di
daerah terjadinya pengangkatan massa air ke permukaan (upwelling)yang merupakan
daerah subur akibat adanya pengangkatan zat hara ke daerah permukaan laut (Dahuri, 2003).
(7)
7 2.4. Target Strength
Dalam pendugaan stok ikan dcngan metode akustik, faktor terpenting yang
harus diketahui adalah target strength. Target strength (TS) adalah kekuatan dari
suatu target untuk mcmantulkan suara. Target strength dari seekor ikan dipengaruhi
oleh ukuran, kekompakan daging, struktur dan anatomi, dan bentuk yang secara bersama-sama membentuk bangun tubuh ikan secara keseluruhan. Oleh sebab itu spesies, karakteristik refleksi, orientasi, dan dimensi dari gelembung renang ikan akan
mempengaruhi target strength (Johannesson dan Mitson, 1983).
Target strength didefinisikan sebagai sepuluh kali nilai logaritma dari intensitas
yang dipantulkan pada jarak satu meter dari ikan (Ii), dibagi dengan intensitas yang
mengenai ikan (Ii) (Johannesson dan Mitson, 1983). Target strength dapat
didefinisikan menjadi dua, yaitu intensitas target strength dan energi target strength.
Berdasarkan intensitas, target strength diformulasikan sebagai berikut :
TSi = 10 Log
i r
I
I
...(1)
TSi = Intensitas target strength
Ir= Intensitas suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari target
Ii= Intensitas suara yang mengenai ikan
(8)
8
Tse = 10 Log
i r
E
E
...(2)
TSe = Energi target strength
Er = Energi suara yang pantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari target
Ei = Energi suara yang mengenai ikan
Acousticscattering cross section (σ) merupakan jumlah energi suara yang
dipantulkan ketika suatu objek dikenai sinyal akustik. Backscattering cross section
(σbs) merupakan perbandingan intensitas suara yang dipantulkan oleh target (Ir)
dengan intensitas suara yang mengenai target (Ii). Hubungan TS dan σbs dapat
dirumuskan sebagai berikut:
σbs = …………...(3) σbs= Backscattering cross section
Ir= Intensitas suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari target
Ii= Intensitas suara yang mengenai ikan
sehingga persamaan TS dapat dirumuskan menjadi:
TS = 10 Log (σbs) ...(3) TS = Target strength
(9)
9 2.5. Volume Backscattering Strength
Volume backscattering strength didefinisikan sebagai rasio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu kelornpok single target yang diinsonifikasikan secara sesaat yang diukur pada jarak 1 m dari target dengan intensitas suara yang mengenai
target. Pengertian volume backscattering ini sama dengan target strength, dimana
target strength untuk target tunggal sedangkan volume backscattering untuk kelompok/gerombolan ikan (Johannesson dan Mitson, 1983).
Masing-masing individu target merupakan sumber dari reflected sound wave,
jadi output dari integrasi akan proporsional dengan kuantitas ikan dalam kelompok. Ada dua metode dasar yang digunakan untuk memperoleh data kelimpahan ikan
dengan metode akustik yaitu echo counting dan echo integration. Jika densitas ikan
pada volume yang disampling rendah, maka echo dari ikan-ikan tunggal dapat dengan
mudah dipisahkan dan kemudian dihitung satu-persatu dengan memakai echo
counting. Metode echo counting jarangdigunakan dalam menduga kelimpahan ikan
karena ikan pada umumnya ikan bergerombol, sehingga menyebabkan overlap dari
echo ikan. Hal lain yang menyebabkan metode ini jarang digunakan adalah karena densitas ikan tidak homogen dan pada umumnya tinggi. Jika densitas ikan tinggi atau
membentuk gerombolan. dimana echo dari target ganda menjadi overlap dan ikan
tunggal sulit dipisahkan maka total biomass dapat diduga dengan menggunakan echo
integrator. Pada dasarnya echo integrator berguna untuk mcngubah energi total dari
echo ikan menjadi densitas ikan dalam ikan/m3 atau kg/m3. Echo integrator ini
(10)
10
densitas ikan pada daerah survei tidak merata. Metode echo integration yang
digunakan untuk mengukur volume backscattering berdasarkan pada pengukuran
total power backscattered pada transducer (Johannesson dan Mitson, 1983).
Selanjutnya volume reverberasi digunakan untuk mendapatkan volume
backscattering strength dari kelompok ikan. Menurut Johannesson dan Mitson (1983) total intensitas suara yang dipantulkan oleh suatu multiple target adalah
jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing target tunggal atau:
Ir total = Irl + Ir2 + Ir3 + ....+ Irn...(4)
Dimana :
n= jumlah individu ikan
Maka jika n memiliki sifat akustik yang serupa, nilai rata-rata intensitasnya dapat diduga dengan:
Ir total = n.Ir ...(5)
Dimana :
Ir = intensitas rata-rata yang direfleksikan oleh target tunggal
Hingga acoustic cross section rata-rata tiap target adalah :
(11)
11
Nilai juga dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
= 4π
Ii
Ir
...(7)
Sehingga Ir =
4
.
Ii
dan Ir total dapat dicari dengan persamaan :
Ir total =
Ii
n
.
4
.
...(8)
Dengan persamaan diatas, akan memugkinkan untuk mencari nilai TS rata-rata
(TS). Bila ρf = n/ volume, dalam bentuk persamaan logaritma dengan satuan dB, nilai
SV ( volume backscattering strength ) dapat diselesaikan dengan persamaan :
SV = 10 Log ρf + TS...(9)
Dimana ρf adalah densitas ikan.
2.6. Seleksi sebaran puncak Volume Backscattering Strength (SV)
Nilai volume backscattering strength rata-rata yang diperoleh dapat
dikorelasikan dengan posisi dan kedalaman untuk memperoleh sebaran puncak SV
pada suatu batas threshold tertentu. Proses integrasi dilakukan dengan menggunakan
ping dan layer kedalaman tertentu untuk mendapatkan nilai rata-rata SV (dB) berdasarkan posisi dan kedalaman. Dari nilai rata-rata SV yang dihasilkan
selanjutnya dilinearkan untuk memperoleh data sebaran puncak threshold. Puncak
(12)
12
dengan laju kenaikan sebesar (-3) dB. Kuantitas sebaran puncak threshold
selanjutnya dicatat dan dianalisis untuk memvisualisasikan hubungan sebaran target
terdeteksi berdasarkan letak posisi dan kedalaman. Sebaran puncak threshold yang
mewakili nilai SV rata-rata dapat dikorelasikan dengan nilai standar deviasi, dimana
nilai standar deviasi dengan kisaran 4 – 60 % dari nilai rata-rata volume
backscattering strength memiliki korelasi negative dengan jumlah kelimpahan suatu target (Eckmann, R. 1998).
2.7. Faktor-faktor Oseanografi yang Mempengaruhi Distribusi Ikan
Indonesia beriklim laut tropis karena letaknya di daerah tropis dan diapit oleh dua Samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Indonesia memiliki dua musim yaitu musim barat dan musim timur. Namun karena wilayahnya yang luas, keadaan geografisnya yang berbeda-beda serta daerahnya yang dibelah oleh garis khatulistiwa maka sering terjadi perbedaan atau penyimpangan musim. Pengetahuan mengenai penyebaran atau distribusi ikan sangat berkaitan dengan pencarian dan pemiiihan teknik penangkapan ikan yang sesuai. Pola kehidupan ikan tidak bisa dipisahkan dari adanya berbagai kondisi lingkungan perairan dan fluktuasi keadaan lingkungan tersebut. Interaksi antara berbagai. faktor lingkungan terhadap ikan sangat kompleks mengingat bahwa faktor lingkungan tersebut senantiasa berubah.
Faktor-faktor fisik merupakan faktor yang mudah diamati jika dibandingkan dengan faktor lingkungan lain. Suhu dan salinitas merupakan parameter fisika yang penting artinya dalam mempelajari kehidupan biota laut. Adanya perubahan baik
(13)
13
suhu maupun salinitas akan mempengaruhi keadaan organisme di suatu perairan (Safruddin, 2007).
2.7.1. Suhu
Suhu adalah salah satu faktor lingkungan yang paling mudah untuk diteliti dan ditentukan. Suhu air laut merupakan faktor yang banyak mendapatkan perhatian dalam penelitian-penelitian kelautan, karena suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme laut. Menurut Nybakken (1988) suhu adalah ukuran energi dari suatu molekul. Suhu perairan Indonesia sangat bervariasi secara horizontal (menurut garis lintang) dan secara vertikal (menurut garis
kedalaman). Data suhu dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut, tetapi juga berkaitan dengan kehidupan hewan atau
tumbuhan didalamnya (Nontji, 1993). Suhu dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan perubahan ekologi. Hal ini tidak saja menyangkut suhu dan daerah fluktuasinya, akan tetapi juga menyangkut gradien horizontal dan vertikalnya, variasi dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Perubahan suhu dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan stratifikasi air secara langsung maupun tidak langsung yang nantinya akan berpengaruli terhadap distribusi ikan (organisme perairan). Ikan-ikan akan cenderung memilih suhu tertentu untuk dapat hidup dengan baik. Aktivitas metabolisme serta penyebaran ikan banyak dipengaruhi oleh suhu air tersebut, dalam hal ini ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walau hanya 0,03°C. Fluktuasi suhu ternyata bertindak sebagai faktor penting yang merangsang dan menentukan ruaya ikan (Wahyuningsih dan Alexander, 2006).
(14)
14 2.7.2. Salinitas
Salinitas atau kadar garam merupakan jumlah garam (dalam gram) yang terlarut di dalam 1 liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan derajat per-mil (%o).
Salinitas air laut umumnya bervariasi dengan kisaran antara 30-36 permil
(Brotowidjoyo, 1995 in Safruddin, 2007). Sebaran salinitas dilaut dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi), curah hujan
(presipitasi) dan masukan dari aliran sungai (run off) yang ada disekitarya.
Perubahan salinitas pada perairan bebas (laut lepas) relatif kecil bila dibandingkan dengan perairan pantai. Hal ini disebabkan karena perairan pantai banyak memperoleh masukan air tawar dari muara-muara sungai terutama pada waktu hujan (Safruddin, 2007). Salinitas juga erat hubungannya dengan adanya penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel tubuh ikan dengan
keadaan sekelilingnya. Perubahan salinitas sering menunjukkan perubahan massa air dan keadaan salinitasnya. Ikan cenderung untuk memilih medium dengan kadar salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh mereka masing-masing. Salinitas lingkungan juga berpengaruh terhadap distribusi telur, larva, juvenil dan ikan dewasa: orientasi migrasi; dan keberhasilan produksi.
(15)
15
3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan hasil survei pada tanggal 10-15 Mei 2010,
menggunakan data Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta. Lokasi dan objek penelitian berada di perairan Teluk
Tomini (0° 2’ 24”- 0° 5’ 24”) LS dan (121° 45’ 50”- 121° 46’ 16”) BT, perairan di
sekitar Pulau Una-una (0° 9’ 0” - 0° 12’ 0”) LS dan (121° 39’ 43” - 121° 40’ 19”)
BT, perairan di sekitar Pulau Batu Daka (0° 36’ 0”- 0° 39’ 36”) LS dan (121° 37’
12”- 121° 45’ 36”) BT (Gambar 2). Pemrosesan data akustik dilakukan di
Laboratorium Akustik Kelautan, Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) pada bulan
(16)
16
Lintasan survei yang digunakan pada saat melakukan pengambilan data
hidroakustik berupa lintasan lurus di perairan Teluk Tomini, perairan di sekitar pulau Una-una dan perairan di sekitar pulau Batu Daka.
3.2. Perangkat Penelitian
Alat yang digunakan untuk pengolahan data adalah sebagai berikut:
a. Wahana
Pengambilan data penelitian menggunakan Kapal Riset “Bawal Putih”
(Lampiran 1).
b. Perangkat Keras :
1) Personal Computer (PC)
2) SIMRAD EK60 Scientific Echosounder System
3) DongleEchoview 4.0
4) GPS
c. Perangkat lunak :
1) Golden Surfer Software 8.0
2) Microsoft Excel 2007
3) Perangkat lunak Echoview 4.0
(17)
17
3.3. Pengolahan Data Volume Backscattering Strength (SV)
Pengolahan data hidroakustik dilakukan dengan software echoview 4.0 dengan
memasukan faktor koreksi terhadap parameter yang digunakan.(Tabel 1).
Tabel 1. Parameter yang digunakan dan kaliberasi dari instrumen echosounder
Parameter Nilai
Frekuensi (kHz) 120
Transducer gain (dB) 27
Sa Correction (dB) 0
Absorption coeffissient (dB/m) 0,041803
Pulse length (m/s) 0,512
Power (W) 50
Proses integrasi dilakukan dengan menggunakan 100 ping. Setelah integrasi
dan kalibrasi dilakukan, pengekstrakan data dilakukan dengan menggunakan dongle
dalam bentuk Microsoft excel yang mencakup nilai lintang, bujur dan kedalaman.
Nilai rata-rata SV (dB) yang dihasilkan selanjutnya dilinearkan untuk memperoleh
data sebaran puncak threshold (Lampiran 2, 3 dan 4). Puncak threshold yang
dihasilkan diintegrasi kembali berdasarkan selang threshold disetiap kisaran puncak.
Kuantitas sebaran threshold selanjutnya dicatat dan dianalisis menggunakan
perangkat lunak Matlab v 7.0.1 untuk memvisualisasikan hubungan sebaran target
terdeteksi berdasarkan letak posisi dan kedalaman. Gambar 3 adalah diagram alir proses pengolahan data SV dalam penelitian hidroakustik.
(18)
18
Gambar 3. Diagram alir proses pengolahan data SV Raw data penelitian
hidroakustik
Pengolahan data dengan perangkat lunak Echoview 4.0
Ekstraksi data dengan
dongle
Data lintang, bujur, dan kedalaman
SV (dB)
Integrasi puncak terseleksi berdasarkan batas threshold
Visualisasi sebaran nilai SV berdasarkan posisi
dan kedalaman
Integrasi puncak target terdeteksi pada selang
threshold (-90) – (-42) dB dengan increment rate (-3) dB
Pengolahan data dengan perangkat
lunak Matlab 7.0.1
Sebaran puncak terseleksi pada selang (-90) – (-42) dB
Nilai SV hasil ekstraksi data
dengan dongle berdasarkan
(19)
19 3.4. Pembagian Strata Kedalaman
Pemrosesan data hidroakustik dilakukan dengan membagi kedalaman secara vertikal. Lapisan perairan pada lokasi penelitian dibagi dalam tiga lapisan yaitu
lapisan permukaan (0 – 80 meter), lapisan termoklin (80 – 160 meter) dan lapisan
dalam (160 – 260 meter). Pembagian strata kedalaman dalam penelitian ini dilakukan
untuk membandingkan hasil deteksi hidroakustik yang bervariasi disetiap strata kedalaman. Pada lapisan permukaan terjadi pengadukan yang disebabkan oleh angin dan gelombang, dan akibat dari pengadukan tersebut akan terbentuk suatu lapisan yang homogen. Pada lapisan termoklin terjadi pengurangan temperatur secara cepat dengan densitas yang besar sehingga menyebabkan lapisan ini menjadi sangat stabil dan sangat sukar dipengaruhi gerakan arus baik dari lapisan atas maupun lapisan perairan yang berada dibawahnya. Karakter perairan pada lapisan dalam umumnya dicirikan oleh pengurangan suhu perairan secara lambat akibat dari kurangnya penetrasi cahaya matahari yang masuk ke lapisan tersebut.
3.5. Pengolahan Data Target Strength (TS)
Pemrosesan data target strength (TS)dilakukan dengan menggunakan nilai data
yang dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan dongle. Nilai densitas diperoleh
dengan membagi nilai beam volume yang dihasilkan dengan nilai sampel ping yang
berasal dari alat. Selanjutnya nilai densitas tersebut dibandingkan dengan data
(20)
20
Data target strength linear tersebut kemudian dirata-ratakan dan dikonversi kedalam
satuan desibel dengan rumus:
TS = 10 Log (TSlin) ...(11) TS = Target strength (dB)
TSlin = Nilai Target strength linear
Gambar 4 adalah diagram alir proses pengolahan data TS dalam penelitian hidroakustik.
Gambar 4. Diagram alir proses pengolahan data TS Data hasil ekstraksi
dengan dongle
Beam volume Ping Sample
Densitas
Target strength (TS)
(21)
21
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Batimetri Daerah Penelitian
Penelitian hidroakustik meliputi daerah tubir bagian luar (perairan Teluk Tomini), daerah tubir bagian dalam (perairan pulau Una-una) dan daerah perairan tenang (perairan pulau Batu Daka). Batimetri perairan pada ketiga lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
(22)
22 4.1.1. Seleksi Puncak Threshold
4.1.1.1. Perairan Teluk Tomini
Hasil seleksi secara hidroakustik di perairan Teluk Tomini pada kedalaman
0 – 80 m memperlihatkan adanya sebaran puncak volume backscattering strength
pada nilai threshold sebesar -90 dB sampai -78 dB dengan nilai frekuensi sebaran
puncak tertinggi sebesar 68 pada nilai threshold -81 dB dan nilai frekuensi sebaran
puncak terendah sebesar 3 pada nilai threshold -78 dB (Lampiran 5). Pada
kedalaman 80 – 160 m memperlihatkan adanya sebaran puncak volume
backscattering strength pada nilai threshold sebesar -90 dB sampai -69 dB dengan
nilai frekuensi sebaran puncak tertinggi sebesar 45 pada nilai threshold -72 dB dan
nilai frekuensi sebaran puncak terendah sebesar 3 pada nilai threshold -90 dB
(Lampiran 6). Pada kedalaman 160 – 260 m memperlihatkan adanya sebaran puncak
volume backscattering strength pada nilai threshold sebesar -84 dB sampai -57 dB
dengan nilai frekuensi sebaran puncak tertinggi sebesar 87 pada nilai threshold -60
dB dan nilai frekuensi sebaran puncak terendah sebesar 1 pada nilai threshold -81 dB
dan -78 dB (Lampiran 7).
4.1.1.2. Perairan Disekitar Pulau Una-una
Hasil seleksi secara hidroakustik perairan disekitar pulau Una-una pada
kedalaman 0 – 80 m memperlihatkan adanya sebaran puncak volume backscattering
(23)
23
sebaran puncak tertinggi sebesar 90 pada nilai threshold -81 dB dan nilai frekuensi
sebaran puncak terendah sebesar 3 pada nilai threshold -90 dB (Lampiran 8).
4.1.1.3. Perairan Disekitar Pulau Batu Daka
Hasil seleksi secara hidroakustik perairan disekitar pulau Batu Daka pada
kedalaman 0 – 80 m memperlihatkan adanya sebaran puncak volume backscattering
strength pada nilai threshold sebesar -90 dB sampai -69 dB dengan nilai frekuensi sebaran puncak tertinggi sebesar 172 pada nilai threshold -84 dB dan nilai frekuensi
sebaran puncak terendah sebesar 3 pada nilai threshold -75 dB (Lampiran 9).
4.1.2. Sebaran Puncak Threshold 4.1.2.1. Perairan Teluk Tomini
Secara keseluruhan visualisasi hasil seleksi nilai puncak volume backscattering
strength (SV) perairan Teluk Tomini pada kedalaman strata kedalaman 0 - 80 m
memperlihatkan adanya target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata threshold
sebesar -82,58 dB dengan standar deviasi sebesar 2,81x10-09. Pada strata kedalaman
ini juga memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength
sebesar -74,28 dB dengan densitas rata – rata sebesar 2.900 target/1.000 m3 (Tabel 2a
dan Gambar 6a).
Pada kedalaman 80 – 160 m memperlihatkan adanya target terdeteksi dengan
kisaran nilai rata – rata volume backscattering strength (Sv) sebesar -73,74 dB
(24)
24
memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength sebesar
-53,8 dB dengan densitas rata – rata sebesar 90 target/1.000 m3 (Tabel 2b dan Gambar
6b).
Pada kedalaman 160 – 260 m memperlihatkan adanya target terdeteksi dengan
kisaran nilai rata – rata volume backscattering strength (Sv) sebesar -61,83 dB
dengan standar deviasi sebesar 4,14x10-07. Pada strata kedalaman ini juga
memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength sebesar
-42,43 dB dengan densitas rata – rata sebesar 30 target/1.000 m3 (Tabel 2c dan
Gambar 6c).
4.1.2.2. Perairan Disekitar Pulau Una-una
Secara keseluruhan visualisasi hasil seleksi nilai puncak volume backscattering
strength (SV) perairan disekitar pulau Una-una pada kedalaman 0 – 80 m
memperlihatkan adanya target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata threshold
sebesar -80,89 dB dengan standar deviasi sebesar 5,57x10-09. Pada strata kedalaman
ini juga memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength
sebesar -74,55 dB dengan densitas rata – rata sebesar 2.900 target/1.000 m3 (Tabel 2a
Gambar 7).
4.1.2.3. Perairan Disekitar Pulau Batu Daka
Secara keseluruhan visualisasi hasil seleksi nilai puncak volume backscattering
(25)
25
memperlihatkan adanya target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata threshold
sebesar -81,33 dB dengan standar deviasi sebesar 1,47x10-08. Pada strata kedalaman
ini juga memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength
sebesar -75,28 dB dengan densitas rata – rata sebesar 2.900 target/1.000 m3 (Tabel 2a
dan Gambar 8).
Gambar 6a. Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 0-80 meter
E
S
D
U
(26)
26
Gambar 6b. Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 80-160 meter
Gambar 6c. Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 160-260 meter
E
S
D
U
Sv
E
S
D
U
(27)
27
Gambar 7. Sebaran puncak threshold perairan P. Una-una kedalaman 0-80 meter
Gambar 8. Sebaran puncak threshold perairan P. Batu Daka kedalaman 0-80 meter
E
S
D
U
Sv
E
S
D
U
(28)
28
Sehingga dapat disimpulkan pada strata kedalaman 0 – 80 meter di perairan
Teluk Tomini, perairan disekitar pulau Una-una dan pulau Batu Daka memiliki nilai
densitas target yang sama. Strata kedalaman ini menunjukan nilai volume
backscattering strength (SV) rata-rata tertinggi terdapat di perairan Pulau Una-una dan nilai SV rata-rata terendah terdapat di perairan Teluk Tomini namun dengan kisaran nilai yang tidak jauh berbeda. Strata kedalaman ini juga menunjukan perairan
Teluk Tomini memiliki nilai rata-rata target strength (TS) tertinggi dengan nilai
standar devisasi terendah sedangkan nilai rata-rata TS terendah terdapat pada perairan Pulau Batu Daka dengan nilai standar deviasi terbesar jika dibandingkan pada
perairan Teluk Tomini dan Pulau Una-una (Tabel 2a).
Strata kedalaman yang lebih tinggi pada perairan Teluk Tomini menunjukan
semakin bertambahnya kedalaman terjadi peningkatan nilai volume backscattering
strength (SV), target strength (TS) dan standar deviasi. Hal ini ditunjukan dari
perbandingan nilai ketiga parameter tersebut pada lapisan permukaan perairan (0 – 80
meter), lapisan tengah perairan (80 – 160 meter) dan pada lapisan dalam perairan
(160 – 260 meter). Perbandingan ini juga dapat dilihat nilai densitas target mengalami
(29)
29
Tabel 2a. Kisaran nilai rata – rata volume backscatteringstrength strata kedalaman 0 – 80 meter pada perairan Teluk Tomini, perairan disekitar Pulau Una-una dan P Batu Daka
Kedalaman 0 - 80 meter Lokasi SV rata-rata (dB) Max (dB) Min (dB) Standar Deviasi TS rata-rata (dB) ρ (target/ m3) Perairan T.Tomini -82,58 -82,51 -82,65 2,81x10-09 -74,28 2,90 Pulau Una-una -80,89 -80,86 -80,91 5,57x10-09 -74,55 2,90 Pulau Batu Daka -81,33 -81,12 -81,56 1,47x10-08 -75,28 2,90
Tabel 2b. Kisaran nilai rata – rata volume backscattering strength strata kedalaman 80 – 160 meter pada perairan Teluk Tomini
Kedalaman 80 - 160 meter Lokasi SV rata-rata (dB) Max (dB) Min (dB) Standar Deviasi TS rata-rata (dB) ρ (target/ m3) PerairanT.Tomini -73,74 -73,52 -73,97 4,28x10-08 -53,8 0,09
Tabel 2c. Kisaran nilai rata – rata volume backscattering strength strata kedalaman 160 – 260 meter pada perairan Teluk Tomini
Kedalaman 160 - 260 meter Lokasi SV rata-rata (dB) Max (dB) Min (dB) Standar Deviasi TS rata-rata (dB) ρ (target/ m3) Perairan T.Tomini -61,83 -61,81 -61,86 4,14x10-07 -42,34 0,03
(30)
30 4.2. Pembahasan
4.2.1. Perairan Teluk Tomini 4.2.1.1. Kedalaman 0 – 80 meter
Strata kedalaman 0 – 80 m secara keseluruhan menunjukan target terdeteksi
dengan pola mengelompok disepanjang lintasan ESDU (Gambar 6a). Deteksi target pada kedalaman ini menunjukan konsentrasi tinggi, hal ini ditunjukan oleh nilai
densitas yang sama sebesar 2.900 target/1.000 m3. Hal ini disebabkan karena nilai
tersebut bukan merupakan target ikan yang sesungguhnya melainkan jumlah
sampling yang berasal dari alat. Berdasarkan nilai rata- rata target strength sebesar
-74,28 dB dapat diestimasi bahwa target terdeteksi adalah sekumpulan juvenile atau plankton berukuran besar dengan nilai standar deviasi ukuran yang relatif tinggi
sebesar 2,81x10-09. Topografi perairan Teluk Tomini termasuk dalam daerah perairan
tubir luar yang memiliki karakter pergerakan masa air cukup kuat. Kondisi ini dapat menyebabkan proses turbulensi yang relative kuat dan mengakibatkan terjadinya pengangkatan unsur hara. Proses tersebut dapat membantu meningkatkan
ketersediaan makanan bagi jenis plankton yang hidup didaerah permukaan (strata
kedalaman 0 – 80 m). Akibatnya keseragaman ukuran pada strata kedalaman tersebut
relatif lebih tinggi karena proses predasi yang terjadi lebih rendah.
4.2.1.2. Kedalaman 80 – 160 meter
Strata kedalaman 80 – 160 m secara keseluruhan menunjukan target terdeteksi
(31)
31
target pada kedalaman ini menunjukan konsentrasi relatif rendah, hal ini ditunjukan
oleh nilai densitas sebesar 90 target/1.000 m3. Berdasarkan nilai rata- rata target
strength sebesar -53,80 dB dapat diestimasi bahwa target terdeteksi adalah
sekumpulan ikan kecil dengan nilai standar deviasi ukuran yang relatif lebih rendah
sebesar 4,28x10-08 jika dibandingkan dengan nilai standar deviasi ukuran target pada
kedalaman 0 – 80 meter. Pada umumnya target yang terdeteksi pada kedalaman ini
tergolong dalam kelompok ikan pelagis kecil (5 – 50 cm) seperti ikan malalugis
(Decapterus macarellus), ikan layang (Decapterus russet) atau ikan mumar. Pada strata kedalaman ini terdapat lapisan termoklin yang dapat membatasi ketersediaan makanan bagi organisme seperti ikan yang hidup pada area tersebut sehingga proses predasi cenderung lebih tinggi dan mengakibatkan keseragaman relatif lebih rendah.
4.2.1.3. Kedalaman 160 – 260 meter
Strata kedalaman 160 – 260 m secara keseluruhan menunjukan target terdeteksi
dengan pola mengelompok disepanjang lintasan ESDU (Gambar 6c). Deteksi target pada kedalaman ini menunjukan konsentrasi relatif rendah, hal ini ditunjukan oleh
nilai densitas sebesar 30 target/1.000 m3. Berdasarkan nilai rata- rata target strength
sebesar -42,34 dB dapat diestimasi bahwa target terdeteksi adalah sekumpulan ikan
dengan nilai standar deviasi ukuran relatif rendah sebesar 4,14x10-07. Pada umumnya
jenis target yang terdeteksi pada kedalaman ini tergolong dalam kelompok ikan
pelagis kecil (5 – 50 cm) seperti ikan malalugis (Decapterus macarellus), ikan layang
(32)
32
perairan cenderung lebih tenang menyebabkan proses predasi lebih tinggi sehingga keseragaman ukuran organisme yang berada pada kedalaman tersebut lebih rendah
jika dbandingkan pada strata kedalaman 0 – 80 m dan strata kedalaman 80 – 160 m.
4.2.2. Perairan Pulau Una-una 4.2.2.1. Kedalaman 0 – 80 meter
Strata kedalaman 0 – 80 m secara keseluruhan menunjukan target terdeteksi
dengan pola mengelompok disepanjang lintasan ESDU (Gambar 7). Deteksi target pada kedalaman ini menunjukan konsentrasi sangat tinggi, hal ini ditunjukan oleh
nilai densitas sebesar 2.900 target/1.000 m3. Berdasarkan nilai rata- rata target
strength sebesar -74,55 dB dapat diestimasi bahwa target terdeteksi adalah sekumpulan juvenile atau plankton berukuran besar dengan nilai standar deviasi
ukuran yang relatif tinggi sebesar 5,57x10-09. Kondisi perairan disekitar pulau
Una-una termasuk dalam daerah perairan tubir bagian dalam yang memiliki karakter pergerakan masa air lebih kuat, menyebabkan proses turbulensi yang relatif kuat dan mengakibatkan terjadinya pengangkatan unsur hara. Proses tersebut menyebabkan kondisi perairan menjadi homogen sehingga dapat membantu meningkatkan ketersediaan makanan bagi jenis plankton yang hidup didaerah permukaan (strata
kedalaman 0 – 80 m). Akibatnya keseragaman ukuran pada strata kedalaman tersebut
(33)
33 4.2.3. Perairan Pulau Batu Daka
4.2.3.1. Kedalaman 0 – 80 meter
Strata kedalaman 0 – 80 m secara keseluruhan menunjukan target terdeteksi
dengan pola menyebar disepanjang lintasan ESDU (Gambar 8). Deteksi target pada kedalaman ini menunjukan konsentrasi sangat tinggi, hal ini ditunjukan oleh nilai
densitas sebesar 2.900 target/1.000 m3. Berdasarkan nilai rata- rata target strength
sebesar -75,28 dB dapat diestimasi bahwa target terdeteksi adalah sekumpulan juvenile atau plankton berukuran besar dengan nilai standar deviasi ukuran yang
relatif tinggi sebesar 1,47x10-09. Topografi perairan disekitar pulau Batu Daka
termasuk dalam daerah perairan yang memiliki karakter pergerakan masa air lebih tenang, dengan proses turbulensi yang masih terjadi didaerah permukaan (strata
kedalaman 0 – 80 m) dan mengakibatkan terjadinya pengangkatan unsur hara,
sehingga ketersediaan makanan bagi jenis plankton yang hidup tercukupi. Akibatnya keseragaman ukuran pada strata kedalaman tersebut relatif lebih tinggi karena proses predasi yang terjadi lebih rendah.
(34)
34
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pendeteksian yang dilakukan di perairan Teluk Tomini, perairan disekitar pulau Una-una dan pulau Batu Daka, dapat disimpulkan semakin
bertambahnya kedalaman perairan maka ukuran target semakin besar dan beragam.
Pada lapisan permukaan perairan (strata kedalaman 0 – 80 m) target yang terdeteksi
di perairan Teluk Tomini, perairan sekitar pulau Una-una dan pulau Batu Daka umumnya adalah sekumpulan juvenile atau plankton berukuran besar dengan kisaran
densitas yang sama. Pada lapisan tengah perairan (strata kedalaman 80 – 160 m)
target yang terdeteksi di perairan Teluk Tomini ikan berukuran kecil. Pada strata kedalaman ini densitas target lebih rendah jika dibandingkan dengan densitas target
pada strata kedalaman 0 – 80 m. Pada lapisan dalam perairan (strata kedalaman 160
– 260 m) target yang terdeteksi di perairan Teluk Tomini umumnya adalah ikan
berukuran kecil yang memiliki nilai rata-rata target strength relatif lebih besar
dibandingkan pada strata kedalaman (80 – 160 m) dengan kisaran densitas yang lebih
rendah dibandingkan pada lapisan permukaan dan lapisan tengah perairan.
5.2. Saran
Diharapkan pada penelitian hidroakustik berikutnya proses sampling daerah penelitian diperluas, sehingga pendugaan distribusi secara hidroakustik dapat menghasilkan korelasi data yang lebih baik.
(35)
1
MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK
BONAR MARIHOT SAGALA
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
(36)
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DI PERAIRAN TELUK TOMINI, PERAIRAN DI SEKITAR PULAU UNA-UNA DAN PULAU BATU DAKA MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
(37)
3
RINGKASAN
BONAR MARIHOT SAGALA. Pendugaan Distribusi Ikan Pelagis Di Perairan Teluk Tomini, Perairan Di Sekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka
Menggunakan Metode Hidroakustik. Dibimbing oleh TOTOK HESTIRIANOTO.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui distribusi ikan pelagis adalah metode hidroakustik. Penggunaan metode hidroakustik dalam
pendugaan stok ikan masih sangat diperlukan untuk mengetahui distribusi ikan secara
spasial dan temporal sehingga dapat membantu dalam eksplorasi titik – titik
penangkapan ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap sebaran nilai volume backscattering strength (Sv) dan distribusi ikan pelagis yang terdapat di perairan Teluk Tomini, perairan di sekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka.
Pengambilan data hidroakustik dilaksanakan pada tanggal 10 – 15 Mei 2010 di
perairan Teluk Tomini, Sulawesi Tengah yang dilaksanakan oleh Balai Penelitian
Perikanan Laut (BPPL) Jakarta. Alat – alat yang digunakan adalah SIMRAD EK60
Scientific Echosounder System, softwareEchoview 4.0, dongle Echoview 4.0,
personal computer, golden software surfer 8.0 dan Microsoft Excel 2007. Proses
integrasi nilai volume backscattering strength dilakukan dalam pada software
Echoview 4.0, dan dianalisis dengan software Matlab 7.0.1 untuk memperoleh visualisasi pola sebaran dari target terdeteksi.
Pada lapisan permukaan (strata kedalaman 0 – 80 meter) nilai rata-rata Sv target
terdeteksi pada perairan Teluk Tomini sebesar -82,58 dB, perairan di sekitar Pulau Una-una sebesar -80,89 dB dan Pulau Batu Daka -81,33 dB yang dapat diduga sebagai sekumpulan juvenile atau plankton berukuran besar dengan kisaran densitas
yang sama sebesar 2,90 target/m3. Pada lapisan tengah perairan (strata kedalaman 80
– 160 meter) nilai ratarata Sv target terdeteksi pada perairan Teluk Tomini sebesar
-73,74 dB yang dapat diduga sebagai sekumpulan ikan kecil. Pada strata kedalaman
ini densitas target pada perairan Teluk Tomini lebih rendah (sebesar 0,09 target/m3)
dibandingkan dengan densitas target pada lapisan permukaan perairan. Pada lapisan
dalam (strata kedalaman 160 – 260 meter) nilai rata-rata Sv target terdeteksi pada
perairan Teluk Tomini sebesar -61,83 dB yang dapat diduga sebagai sekumpulan ikan
(38)
4
© Hak cipta milik Bonar Marihot Sagala, 2012
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
(39)
5
PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DI PERAIRAN TELUK TOMINI, PERAIRAN DI SEKITAR PULAU UNA-UNA DAN PULAU BATU DAKA
MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK
BONAR MARIHOT SAGALA
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
(40)
6 SKRIPSI
Judul Skripsi : PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DI PERAIRAN SEKITAR PULAU UNA-UNA, PULAU BATU DAKA DAN PERAIRAN DALAM TELUK TOMINI
MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK Nama Mahasiswa : Bonar Marihot Sagala
Nomor Pokok : C54051069
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc NIP 19620324 198603 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen,
Prof.Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc
NIP 19580909 198303 1 003
(41)
7
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis skripsi penelitian ini dapat
diselesaikan. Skripsi yang berjudul PENDUGAAN DISTRIBUSI IKAN DI
PERAIRAN TELUK TOMINI, PERAIRAN DI SEKITAR PULAU UNA-UNA DAN PULAU BATU DAKA MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc selaku dosen pembimbing. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada orangtua, saudara dan seluruh staf Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) terutama kepada Rodo Manalu S.Pi atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan membantu penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat berguna baik bagi penulis sendiri maupun bagi orang lain.
Bogor, Maret 2012
(42)
viii
Halaman DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 1
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1. Keadaan umum Teluk Tomini ... 3 2.2. Metode hidoakustik ... 4 2.3. Ikan pelagis ... 5 2.4. Target strength ... 7 2.5. Volume backscattering strength ... 9
2.6. Seleksi sebaran puncak volume backscattering strength ... 11
2.7. Faktor – faktor oseanografi yang mempengaruhi distribusi ikan ... 12
2.7.1.Suhu ... 13 2.7.1.Salinitas ... 14
3. METODE PENELITIAN ... 15 3.1. Lokasi dan waktu penelitian ... 15 3.2. Perangkat penelitian ... 16
3.3. Pengolahan data volume backscattering strength (SV) ... 17
3.4. Pembagian strata kedalaman ... 19 3.5. Pengolahan data target strength (TS) ... 19
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21 4.1. Batimetri daerah penelitian ... 21 4.1.1. Seleksi puncak threshold ... 22 4.1.1.1. Perairan Teluk Tomini ... 22 4.1.1.2. Perairan disekitar Pulau Una-una ... 22 4.1.1.3. Perairan disekitar Pulau Batu Daka ... 22 4.1.2. Sebaran puncak threshold ... 23 4.1.2.1. Perairan Teluk Tomini ... 23 4.1.2.2. Perairan disekitar Pulau Una-una ... 24
(43)
ix
4.2.1. Perairan Teluk Tomini ... 30 4.2.1.1. Kedalaman 0 – 80 meter ... 30 4.2.1.2. Kedalaman 80 – 160 meter ... 30 4.2.1.3. Kedalaman 160 – 260 meter ... 31 4.2.2. Perairan Pulau Una-una ... 32 4.2.2.1. Kedalaman 0 – 80 meter ... 32 4.2.3. Perairan Pulau Batu Daka ... 33 4.2.3.1. Kedalaman 0 – 80 meter ... 33
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34 5.1. Kesimpulan ... 34 5.2. Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
LAMPIRAN ... 37
(44)
x
Tabel Halaman
1.Parameter yang digunakan dan kaliberasi dari instrument echosounder ... 17
2.Kisaran nilai rata – rata volume backscattering strength disetiap strata
(45)
xi
Gambar Halaman
1.Prinsip kerja metode hidroakustik ... 5 2.Peta lokasi penelitian hidroakustik... 15 3.Diagram alir proses pengolahan data SV ... 18 4.Diagram alir proses pengolahan data TS ... 20 5.Batimetri daerah penelitian hidroakustik ... 21
6a.Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 0 – 80 meter ... 25
6b.Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 80 – 160 meter ... 26
6c.Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 160 – 260 meter ... 26
7.Sebaran puncak threshold perairan Pulau Una-una kedalaman
0 – 80 meter ... 27
8.Sebaran puncak threshold perairan Pulau Batu Daka kedalaman
(46)
xii
Lampiran Halaman
1.Gambar dan spesifikasi Kapal Riset Bawal Putih ... 5
2.Contoh tampilan nilai volume backscattering strength hasil integrasi raw
data pada software Echoview 4.0 pada selang threshold (-87) – (-42) dB
perairan Teluk Tomini kedalaman 0 – 80 meter ... 15
3.Contoh tampilan nilai volume backscattering strength hasil integrasi raw
data pada software Echoview 4.0 pada selang threshold (-87) – (-42) dB
perairan Pulau Una-una kedalaman 0 – 80 meter ... 15
4.Contoh tampilan nilai volume backscattering strength hasil integrasi raw
data pada software Echoview 4.0 pada selang threshold (-85) – (-42) dB
perairan Pulau Batu Daka kedalaman 0 – 80 meter ... 15
5.Sebaran puncak threshold perairan Teluk Tomini kedalaman 0 – 80 meter... 25
6.Sebaran puncak threshold perairan Teluk Tomini kedalaman 80 – 160 meter... 26
7.Sebaran puncak threshold perairan Teluk Tomini kedalaman 160 – 260 meter... 26
8.Sebaran puncak threshold perairan Pulau Una-una kedalaman
0 – 80 meter ... 27
9.Sebaran puncak threshold perairan Pulau Batu Daka kedalaman
0 – 80 meter ... 27
10.Contoh tampilan grafik hasil integrasi nilai mutlak volume backscattering
strength linear pada ESDU 1 perairan Teluk Tomini ... 27
11.Contoh tampilan grafik hasil integrasi nilai mutlak volume backscattering
strength linear pada ESDU 1 perairan Pulau Una-una ... 27
12.Contoh tampilan grafik hasil integrasi nilai mutlak volume backscattering
strength linear pada ESDU 1 perairan Pulau Batu Daka ... 27
13.Sintaks program pengolahan sebaran puncak threshold pada perairan Teluk,
perairan disekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka pada software Matlab
(47)
1 1.1. Latar Belakang
Keberadaan ikan di wilayah perairan Indonesia sangat beragam dan terus mengalami perubahan karena adanya ruaya dan migrasi ikan, dengan kata lain terjadi perubahan stok dan ikan secara spasial dan temporal. Hal ini mendorong perlunya dilakukan pendugaan stok, karena industri perikanan memerlukan informasi tentang distribusi ikan dalam rangka efisiensi operasi penangkapan yang dilakukan.
Salah satu teknologi yang digunakan untuk mengetahui informasi tentang stok dan keberadaan ikan di wilayah perairan laut Indonesia adalah dengan metode hidroakustik. Penggunaan metode hidroakustik dalam pendugaan stok ikan masih sangat diperlukan untuk mengetahui distribusi ikan yang terdapat pada titik-titik lokasi penangkapan. Metode hidroakustik juga diperlukan untuk tujuan eksplorasi sumberdaya hayati laut dimana dengan metode tersebut dapat dilihat kelimpahan ikan secara spasial dan temporal.
Metode hidroakustik memiliki kecepatan tinggi untuk memproses data secara
cepat dan bersamaan (real time), akurat dan berketepatan tinggi sehingga dapat
memberikan kontribusi yang cukup tinggi bagi penyediaan data dan informasi sumberdaya perikanan. Berkenaan dengan perairan Teluk Tomini yang potensial dan strategis sebagai daerah penangkapan ikan, maka perlu adanya pemanfaatan secara optimal dan berkesinambungan dengan dibantu penerapan metode hidroakustik yang dapat mendukung tersedianya informasi tentang letak wilayah yang dijadikan
(48)
2 1.2. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis nilai volume backscattering strength (SV) di perairan Teluk
Tomini, perairan disekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka.
2. Menganalisis sebaran ikan pelagis yang terdapat di perairan Teluk Tomini,
perairan disekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka berdasarkan nilai
threshold terseleksi.
(49)
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keadaan Umum Teluk Tomini
Teluk Tomini adalah teluk yang berada di Pulau Sulawesi, Indonesia dan termasuk kedalam wilayah propinsi Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah
dengan luasan sekitar 17.200 mil2. Wilayah Teluk Tomini berhubungan langsung
dengan Laut Maluku dan kearah timur laut berhubungan dengan Laut Sulawesi. Perairan Teluk Tomini relatif subur dan kaya dengan potensi sumberdaya laut. Kesuburan perairan ini sangat berkaitan dengan unsur hara yang terdapat di Teluk Tomini, dengan demikian kelimpahan plankton yang dihasilkan pun cukup besar (Prasetyati, 2004).
Topografi perairan Teluk Tomini sangat dipengaruhi oleh massa air yang berasal dari Samudera Pasifik dan diperkirakan sangat bervariasi baik secara spasial ataupun temporal. Kondisi oseanografi di perairan Teluk Tomini dipengaruhi secara
nyata oleh dua musim. yaitu musim barat (northwest monsoon) pada bulan Desember
sampai bulan Februari, yang ditandai pula dengan musim hujan, dan musim timur
(southeast monsoon) pada bulan Juni sampai Oktober ditandai dengan musim kering. Angin cukup bertiup keras pada bulan Juli/Agustus, namun angin tersebut akan berkurang kekuatannya dibagian utara (Wyrtki, 1961).
Pada waktu musim timur, arus lebih sering mengarah ke selatan dengan kecepatan 6-7 knot terutama di daerah persempitan dibagian utara. Pada musim ini terdapat juga arus kearah utara dengan kecepatan maksimum 3,5 knot, namun
(50)
4
kadang-kadang arus tersebut hilang akibat pengaruh arus ke selatan. Pada musim barat terdapat arus yang mengarah ke utara dengan kecepatan maksimum 6-7 knot yang merupakan gambaran kebalikan dari musim timur. Studi oseanografi fisika di
daerah Laut Maluku menghasilkan bahwa periode upwelling terjadi selama musim
timur. Upwelling yang terjadi kira-kira pada bulan April sampai Oktober
menyebabkan perairan Teluk Tomini diperkaya oleh zat hara yang berasal dari lapisan bawah sehingga menyebabkan tingginya produktivitas primer di perairan Teluk Tomini (Wyrtki, 1961).
2.2. Metode Hidroakustik
Hidroakustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di suatu medium (dalam hal ini mediumnya adalah air laut), sehingga proses pembentukan
dan sifat perambatannya dibatasi oleh air laut (Arnaya, 1991 in Duror, 2004). Untuk
memperoleh informasi tentang objek di dalam air laut digunakan sistem akustik sonar yang terdiri dari echosounder (sistem pancar vertikal) dan sonar (sistem pancar
horizontal). Sistem ini terdiri dari empat komponen yaitu transmitter untuk
menghasilkan pulsa, transducer yang berfungsi untuk mengubah energi Iistrik
menjadi energi suara dan sebaliknya, receiver yang berfungsi untuk menerima pulsa
dari objek dan display atau recorder untuk mencatat hasil echo. Selain keempat
komponen tersebut ditambah dengan time base yang digunakan untuk mengaktifkan
pulsa. Pada umumnya hasil rekaman dicatat dalam echogram atau dengan osiloskop yang dapat menvisualisasikan osilasi atau tegangan listrik (Maclennan dan
(51)
5
Gambar 1. Prinsip kerja metode hidroakustik (Sumber: Maclennan and Simmonds, 1992 )
2.3. Ikan Pelagis
Ikan pelagis adalahorganisme yang hidup di laut terbuka, lepas dari dasar
perairan. Ikan pelagis merupakan organisme yang mempunyai kemampuan untuk bergerak sehingga mereka tidak tergantung pada arus laut yang kuat atau gerakan air yang disebabkan oleh angin (Nybakken, 1988). Ikan pelagis terdiri dari dua jenis yaitu ikan pelagis besar yang hidup di perairan oseanis (laut lepas) dan ikan pelagis kecil yang banyak terdapat di perairan pantai (Dahuri, 2003).
Beberapa ikan pelagis melakukan migrasi vertikal harian (diurnal vertical
migrations). Pada saat migrasi normal ikan naik dari dekat dasar atau dekat lapisan termoklin menuju dekat lapisan permukaan pada saat gelap, berpencar dan akhirnya turun dan berkelompok di lapisan yang lebih dalam atau dekat lapisan dasar pada saat
(52)
6
fajar/dini hari. Hal disebabkan dengan kecenderungan ikan yang akan berenang menghindari suhu yang lebih tinggi dan menuju ke sebelah dalam pada waktu suhu permukaan lebih tinggi dari biasanya (Laevastu dan Hayes, 1981).
Menurut Aziz et al (1987) in Wahyuningsih dan Alexander (2006) penyebaran
ikan pelagis di Indonesia merata di seluruh perairan. Jenis-jenis ikan pelagis yang terdapat di perairan Indonesia antara lain :
1) Ikan pelagis besar yaitu ikan pelagis yang berukuran besar (100-250 cm)
seperti tuna (Thunnus sp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol
(Euthynnus sp), tenggiri (Scomberomorini commersoni), dan lain-lain.
2) Ikan pelagis kecil yaitu jenis-jenis ikan permukaan yang biasanya bermigrasi
cukup jauh. Salah satu sifat ikan pelagis ini adalah suka bergerombol sehingga penyebarannya pada suatu kolom perairan tidak merata dan umumnya ikan ini
mempunyai ukuran yang relatif (5-50 cm) seperti kembung (Rastrelliger spp),
lemuru (Sardinella spp), layang (Decapterus russet), teri (Stolephorus spp).
selar (Sclav spp).
Umumnya densitas ikan pelagis kecil memiliki kelimpahan sangat tinggi di
daerah terjadinya pengangkatan massa air ke permukaan (upwelling)yang merupakan
daerah subur akibat adanya pengangkatan zat hara ke daerah permukaan laut (Dahuri, 2003).
(53)
7 2.4. Target Strength
Dalam pendugaan stok ikan dcngan metode akustik, faktor terpenting yang
harus diketahui adalah target strength. Target strength (TS) adalah kekuatan dari
suatu target untuk mcmantulkan suara. Target strength dari seekor ikan dipengaruhi
oleh ukuran, kekompakan daging, struktur dan anatomi, dan bentuk yang secara bersama-sama membentuk bangun tubuh ikan secara keseluruhan. Oleh sebab itu spesies, karakteristik refleksi, orientasi, dan dimensi dari gelembung renang ikan akan
mempengaruhi target strength (Johannesson dan Mitson, 1983).
Target strength didefinisikan sebagai sepuluh kali nilai logaritma dari intensitas
yang dipantulkan pada jarak satu meter dari ikan (Ii), dibagi dengan intensitas yang
mengenai ikan (Ii) (Johannesson dan Mitson, 1983). Target strength dapat
didefinisikan menjadi dua, yaitu intensitas target strength dan energi target strength.
Berdasarkan intensitas, target strength diformulasikan sebagai berikut :
TSi = 10 Log
i r
I
I
...(1)
TSi = Intensitas target strength
Ir= Intensitas suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari target
Ii= Intensitas suara yang mengenai ikan
(54)
8
Tse = 10 Log
i r
E
E
...(2)
TSe = Energi target strength
Er = Energi suara yang pantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari target
Ei = Energi suara yang mengenai ikan
Acousticscattering cross section (σ) merupakan jumlah energi suara yang
dipantulkan ketika suatu objek dikenai sinyal akustik. Backscattering cross section
(σbs) merupakan perbandingan intensitas suara yang dipantulkan oleh target (Ir)
dengan intensitas suara yang mengenai target (Ii). Hubungan TS dan σbs dapat
dirumuskan sebagai berikut:
σbs = …………...(3) σbs= Backscattering cross section
Ir= Intensitas suara yang dipantulkan yang diukur pada jarak 1 m dari target
Ii= Intensitas suara yang mengenai ikan
sehingga persamaan TS dapat dirumuskan menjadi:
TS = 10 Log (σbs) ...(3) TS = Target strength
(55)
9 2.5. Volume Backscattering Strength
Volume backscattering strength didefinisikan sebagai rasio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu kelornpok single target yang diinsonifikasikan secara sesaat yang diukur pada jarak 1 m dari target dengan intensitas suara yang mengenai
target. Pengertian volume backscattering ini sama dengan target strength, dimana
target strength untuk target tunggal sedangkan volume backscattering untuk kelompok/gerombolan ikan (Johannesson dan Mitson, 1983).
Masing-masing individu target merupakan sumber dari reflected sound wave,
jadi output dari integrasi akan proporsional dengan kuantitas ikan dalam kelompok. Ada dua metode dasar yang digunakan untuk memperoleh data kelimpahan ikan
dengan metode akustik yaitu echo counting dan echo integration. Jika densitas ikan
pada volume yang disampling rendah, maka echo dari ikan-ikan tunggal dapat dengan
mudah dipisahkan dan kemudian dihitung satu-persatu dengan memakai echo
counting. Metode echo counting jarangdigunakan dalam menduga kelimpahan ikan
karena ikan pada umumnya ikan bergerombol, sehingga menyebabkan overlap dari
echo ikan. Hal lain yang menyebabkan metode ini jarang digunakan adalah karena densitas ikan tidak homogen dan pada umumnya tinggi. Jika densitas ikan tinggi atau
membentuk gerombolan. dimana echo dari target ganda menjadi overlap dan ikan
tunggal sulit dipisahkan maka total biomass dapat diduga dengan menggunakan echo
integrator. Pada dasarnya echo integrator berguna untuk mcngubah energi total dari
echo ikan menjadi densitas ikan dalam ikan/m3 atau kg/m3. Echo integrator ini
(56)
10
densitas ikan pada daerah survei tidak merata. Metode echo integration yang
digunakan untuk mengukur volume backscattering berdasarkan pada pengukuran
total power backscattered pada transducer (Johannesson dan Mitson, 1983).
Selanjutnya volume reverberasi digunakan untuk mendapatkan volume
backscattering strength dari kelompok ikan. Menurut Johannesson dan Mitson (1983) total intensitas suara yang dipantulkan oleh suatu multiple target adalah
jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing target tunggal atau:
Ir total = Irl + Ir2 + Ir3 + ....+ Irn...(4)
Dimana :
n= jumlah individu ikan
Maka jika n memiliki sifat akustik yang serupa, nilai rata-rata intensitasnya dapat diduga dengan:
Ir total = n.Ir ...(5)
Dimana :
Ir = intensitas rata-rata yang direfleksikan oleh target tunggal
Hingga acoustic cross section rata-rata tiap target adalah :
(57)
11
Nilai juga dapat dicari dengan menggunakan persamaan:
= 4π
Ii
Ir
...(7)
Sehingga Ir =
4
.
Ii
dan Ir total dapat dicari dengan persamaan :
Ir total =
Ii
n
.
4
.
...(8)
Dengan persamaan diatas, akan memugkinkan untuk mencari nilai TS rata-rata
(TS). Bila ρf = n/ volume, dalam bentuk persamaan logaritma dengan satuan dB, nilai
SV ( volume backscattering strength ) dapat diselesaikan dengan persamaan :
SV = 10 Log ρf + TS...(9)
Dimana ρf adalah densitas ikan.
2.6. Seleksi sebaran puncak Volume Backscattering Strength (SV)
Nilai volume backscattering strength rata-rata yang diperoleh dapat
dikorelasikan dengan posisi dan kedalaman untuk memperoleh sebaran puncak SV
pada suatu batas threshold tertentu. Proses integrasi dilakukan dengan menggunakan
ping dan layer kedalaman tertentu untuk mendapatkan nilai rata-rata SV (dB) berdasarkan posisi dan kedalaman. Dari nilai rata-rata SV yang dihasilkan
selanjutnya dilinearkan untuk memperoleh data sebaran puncak threshold. Puncak
(58)
12
dengan laju kenaikan sebesar (-3) dB. Kuantitas sebaran puncak threshold
selanjutnya dicatat dan dianalisis untuk memvisualisasikan hubungan sebaran target
terdeteksi berdasarkan letak posisi dan kedalaman. Sebaran puncak threshold yang
mewakili nilai SV rata-rata dapat dikorelasikan dengan nilai standar deviasi, dimana
nilai standar deviasi dengan kisaran 4 – 60 % dari nilai rata-rata volume
backscattering strength memiliki korelasi negative dengan jumlah kelimpahan suatu target (Eckmann, R. 1998).
2.7. Faktor-faktor Oseanografi yang Mempengaruhi Distribusi Ikan
Indonesia beriklim laut tropis karena letaknya di daerah tropis dan diapit oleh dua Samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Indonesia memiliki dua musim yaitu musim barat dan musim timur. Namun karena wilayahnya yang luas, keadaan geografisnya yang berbeda-beda serta daerahnya yang dibelah oleh garis khatulistiwa maka sering terjadi perbedaan atau penyimpangan musim. Pengetahuan mengenai penyebaran atau distribusi ikan sangat berkaitan dengan pencarian dan pemiiihan teknik penangkapan ikan yang sesuai. Pola kehidupan ikan tidak bisa dipisahkan dari adanya berbagai kondisi lingkungan perairan dan fluktuasi keadaan lingkungan tersebut. Interaksi antara berbagai. faktor lingkungan terhadap ikan sangat kompleks mengingat bahwa faktor lingkungan tersebut senantiasa berubah.
Faktor-faktor fisik merupakan faktor yang mudah diamati jika dibandingkan dengan faktor lingkungan lain. Suhu dan salinitas merupakan parameter fisika yang penting artinya dalam mempelajari kehidupan biota laut. Adanya perubahan baik
(59)
13
suhu maupun salinitas akan mempengaruhi keadaan organisme di suatu perairan (Safruddin, 2007).
2.7.1. Suhu
Suhu adalah salah satu faktor lingkungan yang paling mudah untuk diteliti dan ditentukan. Suhu air laut merupakan faktor yang banyak mendapatkan perhatian dalam penelitian-penelitian kelautan, karena suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan organisme laut. Menurut Nybakken (1988) suhu adalah ukuran energi dari suatu molekul. Suhu perairan Indonesia sangat bervariasi secara horizontal (menurut garis lintang) dan secara vertikal (menurut garis
kedalaman). Data suhu dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut, tetapi juga berkaitan dengan kehidupan hewan atau
tumbuhan didalamnya (Nontji, 1993). Suhu dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan perubahan ekologi. Hal ini tidak saja menyangkut suhu dan daerah fluktuasinya, akan tetapi juga menyangkut gradien horizontal dan vertikalnya, variasi dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Perubahan suhu dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan stratifikasi air secara langsung maupun tidak langsung yang nantinya akan berpengaruli terhadap distribusi ikan (organisme perairan). Ikan-ikan akan cenderung memilih suhu tertentu untuk dapat hidup dengan baik. Aktivitas metabolisme serta penyebaran ikan banyak dipengaruhi oleh suhu air tersebut, dalam hal ini ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walau hanya 0,03°C. Fluktuasi suhu ternyata bertindak sebagai faktor penting yang merangsang dan menentukan ruaya ikan (Wahyuningsih dan Alexander, 2006).
(60)
14 2.7.2. Salinitas
Salinitas atau kadar garam merupakan jumlah garam (dalam gram) yang terlarut di dalam 1 liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan derajat per-mil (%o).
Salinitas air laut umumnya bervariasi dengan kisaran antara 30-36 permil
(Brotowidjoyo, 1995 in Safruddin, 2007). Sebaran salinitas dilaut dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan (evaporasi), curah hujan
(presipitasi) dan masukan dari aliran sungai (run off) yang ada disekitarya.
Perubahan salinitas pada perairan bebas (laut lepas) relatif kecil bila dibandingkan dengan perairan pantai. Hal ini disebabkan karena perairan pantai banyak memperoleh masukan air tawar dari muara-muara sungai terutama pada waktu hujan (Safruddin, 2007). Salinitas juga erat hubungannya dengan adanya penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel tubuh ikan dengan
keadaan sekelilingnya. Perubahan salinitas sering menunjukkan perubahan massa air dan keadaan salinitasnya. Ikan cenderung untuk memilih medium dengan kadar salinitas yang lebih sesuai dengan tekanan osmotik tubuh mereka masing-masing. Salinitas lingkungan juga berpengaruh terhadap distribusi telur, larva, juvenil dan ikan dewasa: orientasi migrasi; dan keberhasilan produksi.
(61)
15
3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan hasil survei pada tanggal 10-15 Mei 2010,
menggunakan data Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta. Lokasi dan objek penelitian berada di perairan Teluk
Tomini (0° 2’ 24”- 0° 5’ 24”) LS dan (121° 45’ 50”- 121° 46’ 16”) BT, perairan di
sekitar Pulau Una-una (0° 9’ 0” - 0° 12’ 0”) LS dan (121° 39’ 43” - 121° 40’ 19”)
BT, perairan di sekitar Pulau Batu Daka (0° 36’ 0”- 0° 39’ 36”) LS dan (121° 37’
12”- 121° 45’ 36”) BT (Gambar 2). Pemrosesan data akustik dilakukan di
Laboratorium Akustik Kelautan, Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) pada bulan
(62)
16
Lintasan survei yang digunakan pada saat melakukan pengambilan data
hidroakustik berupa lintasan lurus di perairan Teluk Tomini, perairan di sekitar pulau Una-una dan perairan di sekitar pulau Batu Daka.
3.2. Perangkat Penelitian
Alat yang digunakan untuk pengolahan data adalah sebagai berikut:
a. Wahana
Pengambilan data penelitian menggunakan Kapal Riset “Bawal Putih”
(Lampiran 1).
b. Perangkat Keras :
1) Personal Computer (PC)
2) SIMRAD EK60 Scientific Echosounder System
3) DongleEchoview 4.0
4) GPS
c. Perangkat lunak :
1) Golden Surfer Software 8.0
2) Microsoft Excel 2007
3) Perangkat lunak Echoview 4.0
(63)
17
3.3. Pengolahan Data Volume Backscattering Strength (SV)
Pengolahan data hidroakustik dilakukan dengan software echoview 4.0 dengan
memasukan faktor koreksi terhadap parameter yang digunakan.(Tabel 1).
Tabel 1. Parameter yang digunakan dan kaliberasi dari instrumen echosounder
Parameter Nilai
Frekuensi (kHz) 120
Transducer gain (dB) 27
Sa Correction (dB) 0
Absorption coeffissient (dB/m) 0,041803
Pulse length (m/s) 0,512
Power (W) 50
Proses integrasi dilakukan dengan menggunakan 100 ping. Setelah integrasi
dan kalibrasi dilakukan, pengekstrakan data dilakukan dengan menggunakan dongle
dalam bentuk Microsoft excel yang mencakup nilai lintang, bujur dan kedalaman.
Nilai rata-rata SV (dB) yang dihasilkan selanjutnya dilinearkan untuk memperoleh
data sebaran puncak threshold (Lampiran 2, 3 dan 4). Puncak threshold yang
dihasilkan diintegrasi kembali berdasarkan selang threshold disetiap kisaran puncak.
Kuantitas sebaran threshold selanjutnya dicatat dan dianalisis menggunakan
perangkat lunak Matlab v 7.0.1 untuk memvisualisasikan hubungan sebaran target
terdeteksi berdasarkan letak posisi dan kedalaman. Gambar 3 adalah diagram alir proses pengolahan data SV dalam penelitian hidroakustik.
(64)
18
Gambar 3. Diagram alir proses pengolahan data SV Raw data penelitian
hidroakustik
Pengolahan data dengan perangkat lunak Echoview 4.0
Ekstraksi data dengan
dongle
Data lintang, bujur, dan kedalaman
SV (dB)
Integrasi puncak terseleksi berdasarkan batas threshold
Visualisasi sebaran nilai SV berdasarkan posisi
dan kedalaman
Integrasi puncak target terdeteksi pada selang
threshold (-90) – (-42) dB dengan increment rate (-3) dB
Pengolahan data dengan perangkat
lunak Matlab 7.0.1
Sebaran puncak terseleksi pada selang (-90) – (-42) dB
Nilai SV hasil ekstraksi data
dengan dongle berdasarkan
(65)
19 3.4. Pembagian Strata Kedalaman
Pemrosesan data hidroakustik dilakukan dengan membagi kedalaman secara vertikal. Lapisan perairan pada lokasi penelitian dibagi dalam tiga lapisan yaitu
lapisan permukaan (0 – 80 meter), lapisan termoklin (80 – 160 meter) dan lapisan
dalam (160 – 260 meter). Pembagian strata kedalaman dalam penelitian ini dilakukan
untuk membandingkan hasil deteksi hidroakustik yang bervariasi disetiap strata kedalaman. Pada lapisan permukaan terjadi pengadukan yang disebabkan oleh angin dan gelombang, dan akibat dari pengadukan tersebut akan terbentuk suatu lapisan yang homogen. Pada lapisan termoklin terjadi pengurangan temperatur secara cepat dengan densitas yang besar sehingga menyebabkan lapisan ini menjadi sangat stabil dan sangat sukar dipengaruhi gerakan arus baik dari lapisan atas maupun lapisan perairan yang berada dibawahnya. Karakter perairan pada lapisan dalam umumnya dicirikan oleh pengurangan suhu perairan secara lambat akibat dari kurangnya penetrasi cahaya matahari yang masuk ke lapisan tersebut.
3.5. Pengolahan Data Target Strength (TS)
Pemrosesan data target strength (TS)dilakukan dengan menggunakan nilai data
yang dihasilkan dari proses ekstraksi menggunakan dongle. Nilai densitas diperoleh
dengan membagi nilai beam volume yang dihasilkan dengan nilai sampel ping yang
berasal dari alat. Selanjutnya nilai densitas tersebut dibandingkan dengan data
(66)
20
Data target strength linear tersebut kemudian dirata-ratakan dan dikonversi kedalam
satuan desibel dengan rumus:
TS = 10 Log (TSlin) ...(11) TS = Target strength (dB)
TSlin = Nilai Target strength linear
Gambar 4 adalah diagram alir proses pengolahan data TS dalam penelitian hidroakustik.
Gambar 4. Diagram alir proses pengolahan data TS Data hasil ekstraksi
dengan dongle
Beam volume Ping Sample
Densitas
Target strength (TS)
(67)
21
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Batimetri Daerah Penelitian
Penelitian hidroakustik meliputi daerah tubir bagian luar (perairan Teluk Tomini), daerah tubir bagian dalam (perairan pulau Una-una) dan daerah perairan tenang (perairan pulau Batu Daka). Batimetri perairan pada ketiga lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
(68)
22 4.1.1. Seleksi Puncak Threshold
4.1.1.1. Perairan Teluk Tomini
Hasil seleksi secara hidroakustik di perairan Teluk Tomini pada kedalaman
0 – 80 m memperlihatkan adanya sebaran puncak volume backscattering strength
pada nilai threshold sebesar -90 dB sampai -78 dB dengan nilai frekuensi sebaran
puncak tertinggi sebesar 68 pada nilai threshold -81 dB dan nilai frekuensi sebaran
puncak terendah sebesar 3 pada nilai threshold -78 dB (Lampiran 5). Pada
kedalaman 80 – 160 m memperlihatkan adanya sebaran puncak volume
backscattering strength pada nilai threshold sebesar -90 dB sampai -69 dB dengan
nilai frekuensi sebaran puncak tertinggi sebesar 45 pada nilai threshold -72 dB dan
nilai frekuensi sebaran puncak terendah sebesar 3 pada nilai threshold -90 dB
(Lampiran 6). Pada kedalaman 160 – 260 m memperlihatkan adanya sebaran puncak
volume backscattering strength pada nilai threshold sebesar -84 dB sampai -57 dB
dengan nilai frekuensi sebaran puncak tertinggi sebesar 87 pada nilai threshold -60
dB dan nilai frekuensi sebaran puncak terendah sebesar 1 pada nilai threshold -81 dB
dan -78 dB (Lampiran 7).
4.1.1.2. Perairan Disekitar Pulau Una-una
Hasil seleksi secara hidroakustik perairan disekitar pulau Una-una pada
kedalaman 0 – 80 m memperlihatkan adanya sebaran puncak volume backscattering
(69)
23
sebaran puncak tertinggi sebesar 90 pada nilai threshold -81 dB dan nilai frekuensi
sebaran puncak terendah sebesar 3 pada nilai threshold -90 dB (Lampiran 8).
4.1.1.3. Perairan Disekitar Pulau Batu Daka
Hasil seleksi secara hidroakustik perairan disekitar pulau Batu Daka pada
kedalaman 0 – 80 m memperlihatkan adanya sebaran puncak volume backscattering
strength pada nilai threshold sebesar -90 dB sampai -69 dB dengan nilai frekuensi sebaran puncak tertinggi sebesar 172 pada nilai threshold -84 dB dan nilai frekuensi
sebaran puncak terendah sebesar 3 pada nilai threshold -75 dB (Lampiran 9).
4.1.2. Sebaran Puncak Threshold 4.1.2.1. Perairan Teluk Tomini
Secara keseluruhan visualisasi hasil seleksi nilai puncak volume backscattering
strength (SV) perairan Teluk Tomini pada kedalaman strata kedalaman 0 - 80 m
memperlihatkan adanya target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata threshold
sebesar -82,58 dB dengan standar deviasi sebesar 2,81x10-09. Pada strata kedalaman
ini juga memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength
sebesar -74,28 dB dengan densitas rata – rata sebesar 2.900 target/1.000 m3 (Tabel 2a
dan Gambar 6a).
Pada kedalaman 80 – 160 m memperlihatkan adanya target terdeteksi dengan
kisaran nilai rata – rata volume backscattering strength (Sv) sebesar -73,74 dB
(70)
24
memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength sebesar
-53,8 dB dengan densitas rata – rata sebesar 90 target/1.000 m3 (Tabel 2b dan Gambar
6b).
Pada kedalaman 160 – 260 m memperlihatkan adanya target terdeteksi dengan
kisaran nilai rata – rata volume backscattering strength (Sv) sebesar -61,83 dB
dengan standar deviasi sebesar 4,14x10-07. Pada strata kedalaman ini juga
memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength sebesar
-42,43 dB dengan densitas rata – rata sebesar 30 target/1.000 m3 (Tabel 2c dan
Gambar 6c).
4.1.2.2. Perairan Disekitar Pulau Una-una
Secara keseluruhan visualisasi hasil seleksi nilai puncak volume backscattering
strength (SV) perairan disekitar pulau Una-una pada kedalaman 0 – 80 m
memperlihatkan adanya target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata threshold
sebesar -80,89 dB dengan standar deviasi sebesar 5,57x10-09. Pada strata kedalaman
ini juga memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength
sebesar -74,55 dB dengan densitas rata – rata sebesar 2.900 target/1.000 m3 (Tabel 2a
Gambar 7).
4.1.2.3. Perairan Disekitar Pulau Batu Daka
Secara keseluruhan visualisasi hasil seleksi nilai puncak volume backscattering
(71)
25
memperlihatkan adanya target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata threshold
sebesar -81,33 dB dengan standar deviasi sebesar 1,47x10-08. Pada strata kedalaman
ini juga memperlihatkan target terdeteksi pada kisaran nilai rata – rata target strength
sebesar -75,28 dB dengan densitas rata – rata sebesar 2.900 target/1.000 m3 (Tabel 2a
dan Gambar 8).
Gambar 6a. Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 0-80 meter
E
S
D
U
(72)
26
Gambar 6b. Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 80-160 meter
Gambar 6c. Sebaran puncak threshold perairan T. Tomini kedalaman 160-260 meter
E
S
D
U
Sv
E
S
D
U
(73)
27
Gambar 7. Sebaran puncak threshold perairan P. Una-una kedalaman 0-80 meter
Gambar 8. Sebaran puncak threshold perairan P. Batu Daka kedalaman 0-80 meter
E
S
D
U
Sv
E
S
D
U
(74)
28
Sehingga dapat disimpulkan pada strata kedalaman 0 – 80 meter di perairan
Teluk Tomini, perairan disekitar pulau Una-una dan pulau Batu Daka memiliki nilai
densitas target yang sama. Strata kedalaman ini menunjukan nilai volume
backscattering strength (SV) rata-rata tertinggi terdapat di perairan Pulau Una-una dan nilai SV rata-rata terendah terdapat di perairan Teluk Tomini namun dengan kisaran nilai yang tidak jauh berbeda. Strata kedalaman ini juga menunjukan perairan
Teluk Tomini memiliki nilai rata-rata target strength (TS) tertinggi dengan nilai
standar devisasi terendah sedangkan nilai rata-rata TS terendah terdapat pada perairan Pulau Batu Daka dengan nilai standar deviasi terbesar jika dibandingkan pada
perairan Teluk Tomini dan Pulau Una-una (Tabel 2a).
Strata kedalaman yang lebih tinggi pada perairan Teluk Tomini menunjukan
semakin bertambahnya kedalaman terjadi peningkatan nilai volume backscattering
strength (SV), target strength (TS) dan standar deviasi. Hal ini ditunjukan dari
perbandingan nilai ketiga parameter tersebut pada lapisan permukaan perairan (0 – 80
meter), lapisan tengah perairan (80 – 160 meter) dan pada lapisan dalam perairan
(160 – 260 meter). Perbandingan ini juga dapat dilihat nilai densitas target mengalami
(1)
56
backscattering strength linear pada ESDU 1 perairan di sekitar Pulau Una-una
(2)
57
Lampiran 11. Contoh tampilan grafik hasil integrasi nilai mutlak volume backscattering strength linear pada ESDU 1 perairan di sekitar Pulau Una-una (lanjutan)
(3)
58
backscattering strength linear pada ESDU 1 perairan di sekitar Pulau Batu Daka
(4)
59
Lampiran 12. Contoh tampilan grafik hasil integrasi nilai mutlak volume backscattering strength linear pada ESDU 1 perairan di sekitar Pulau Batu Daka (lanjutan)
(5)
60
perairan Teluk Tomini, perairan di sekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka pada software Matlab 7.0.1
(6)
3
RINGKASAN
BONAR MARIHOT SAGALA. Pendugaan Distribusi Ikan Pelagis Di Perairan Teluk Tomini, Perairan Di Sekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka
Menggunakan Metode Hidroakustik. Dibimbing oleh TOTOK HESTIRIANOTO.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui distribusi ikan pelagis adalah metode hidroakustik. Penggunaan metode hidroakustik dalam
pendugaan stok ikan masih sangat diperlukan untuk mengetahui distribusi ikan secara spasial dan temporal sehingga dapat membantu dalam eksplorasi titik – titik
penangkapan ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap sebaran nilai volume backscattering strength (Sv) dan distribusi ikan pelagis yang terdapat di perairan Teluk Tomini, perairan di sekitar Pulau Una-una dan Pulau Batu Daka.
Pengambilan data hidroakustik dilaksanakan pada tanggal 10 – 15 Mei 2010 di perairan Teluk Tomini, Sulawesi Tengah yang dilaksanakan oleh Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) Jakarta. Alat – alat yang digunakan adalah SIMRAD EK60 Scientific Echosounder System, software Echoview 4.0, dongle Echoview 4.0, personal computer, golden software surfer 8.0 dan Microsoft Excel 2007. Proses integrasi nilai volume backscattering strength dilakukan dalam pada software Echoview 4.0, dan dianalisis dengan software Matlab 7.0.1 untuk memperoleh visualisasi pola sebaran dari target terdeteksi.
Pada lapisan permukaan (strata kedalaman 0 – 80 meter) nilai rata-rata Sv target terdeteksi pada perairan Teluk Tomini sebesar -82,58 dB, perairan di sekitar Pulau Una-una sebesar -80,89 dB dan Pulau Batu Daka -81,33 dB yang dapat diduga sebagai sekumpulan juvenile atau plankton berukuran besar dengan kisaran densitas yang sama sebesar 2,90 target/m3. Pada lapisan tengah perairan (strata kedalaman 80 – 160 meter) nilai ratarata Sv target terdeteksi pada perairan Teluk Tomini sebesar -73,74 dB yang dapat diduga sebagai sekumpulan ikan kecil. Pada strata kedalaman ini densitas target pada perairan Teluk Tomini lebih rendah (sebesar 0,09 target/m3) dibandingkan dengan densitas target pada lapisan permukaan perairan. Pada lapisan dalam (strata kedalaman 160 – 260 meter) nilai rata-rata Sv target terdeteksi pada perairan Teluk Tomini sebesar -61,83 dB yang dapat diduga sebagai sekumpulan ikan kecil dengan kisaran densitas sebesar 0,03 target/m3.