Citra Perempuan LANDASAN TEORI

51 Menurut Abrams “latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan” dalam Burhan Nurgiantoro, 1995:216. “Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra” Panuti Sudjiman, 1984:46. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra membangun cerita. Menurut Burhan Nurgiantoro. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Burhan Nurgiantoro, 1995:227-233. Ketiga unsur tersebut menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri tetapi pada kenyataannya saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lain.

B. Citra Perempuan

Citraan adalah gambar-gambar angan atau pikiran sedangkan setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji. Gambaran atau pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang menyerupai atau gambaran yang dihasilkan oleh objek Altenbernd dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1997:12. Citra artinya rupa, gambaran, dapat berupa gambar yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi atau kesan mental bayangan visual yang ditimbulkaan oleh sebuah kata, frasa atau kalimat dan merupakan dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi. Citra perempuan merupakan wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan dalam berbagai 52 aspeknya yaitu aspek fisis dan psikis sebagai citra diri perempuan serta aspek keluarga dan masyarakat sebagai citra sosial. Sugihastuti, 2000:7. Dewasa ini sukar memberikan suatu “gambaran” perempuan dan kepribadiannya secara bulat, karena sejak dahulu perempuan telah menampilkan dirinya dalam barbagai cara. Terlebih-lebih penampilan itu ditujukan dalam sifat dan sikap terhadap masalah yang dihadapinya antara lain perannya sebagai istri, ibu, maupun sebagai anggota masyarakat. Salah satu ciri perbedaan perempuan pada masa kini dengan perempuan pada zaman Kartini adalah perempuan masa kini ingin, bersedia, boleh dan bahkan diarahkan mengisi dua perannya yaitu 1 berperan dalam rumah tangga sebagai istri dan ibu, 2 berperan di luar rumah. Namun, pada umumnya perempuan digambarkan memiliki sifat pasrah, halus, sabar, setia, berbakti, dan sifat yang lain, misalnya kritis, cerdas, berani menyatakan pendiriannya. Secara empiris perempuan dicitrakan secara stereotipe baku sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan, sementara laki-laki dianggap sebagai makhluk yang kuat, rasional, jantan dan perkasa Dagun, 1992:3. Citra demikian timbul karena adanya konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap sebagai ketentuan Tuhan. Citra perempuan dalam penelitian ini berwujud mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh tokoh Hayuri yang menunjukkan wajah dan ciri khas perempuan. Citra perempuan dapat dilihat melalui peran yang 53 dimainkan perempuan dalam kehidupan sehari-hari dan juga melalui tokoh-tokoh lainnya yang terlibat dalam kehidupannya. Untuk itu dapat dideskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perempuan sebagai berikut. 1. Perempuan yang dicitrakan sebagai makhluk individu yang berkaitan dengan perannya sebagai ibu dan istri. 2. Makhluk sosial yang banyak terlibat dalam publik. Dalam hal ini dibedakan menjadi dua peran berdasarkan norma-norma yaitu: 1. Perempuan yang mempunyai peran aktif dan pasif. 2. Perempuan yang mempunyai peran negatif. BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian