BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap perubahan iklim, pemanasan global dan implikasinya di Indonesia maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut : 1. Protokol Kyoto merupakan langkah kecil sebagai instrumen implementasi
UNFCCC tetapi memiliki arti yang sangat besar bagi upaya menstabikan konsentrasi GK di atmosfer unutk selanjutnya melindungi iklim bumi dari
perubahan yang menbawa dampak buruk bagi kehidupan manusia. Langkah ini kecil karena komitmen penurunan emisi yang berhasil disepakati
untuk periode komitmen I hanya 5 persen, jauh dari upaya menstabilkan konsentrasi GRK. Namun, bila dapat didemonstrasikan dengan baik, langkah
awal ini akan mendorong para pihak untuk membuat langkah-langkah lain yang lebih berarti.
2. Implikasinya di Indonesia mencakup tiga aspek yaitu pada aspek politik dan hukum, aspek bisnis, dan aspek kelembagaan dan SDM. Bagaimanapun juga
keputusan Indonesia dalam menandatangani dan meratifikasi Protokol ini yang menunjukkan rasa prihatin Indonesia mengenai pemanasan global yang
terjadi pasti merupakan suatu keuntungan di bidang hubungan internasional.
Universitas Sumatera Utara
B. Saran
Saran – saran berikut merupakan hasil dari penelitian yang terkumpul selam peneliti melakukan penelitian :
1. Pemerintah diharapkan bertindak tegas terhadap penerapan peraturan perundang-undangan yang sudah dikeluarkan di Indonesia. Dan
pemerintah diharapkan tidak membawa kepentingan pihak-pihak tertentu saat membuat peraturan perundang-undangan karena
perlindungan lingkungan masih minoritas ketimbang semangat mengeksploitasi. Ini dapat dilihat dari seperangkat aturan tentang
sumber daya alam, yang diterbitkan sekedar untuk mengatur eksploitasi ketimbang konservasi.
2. Pemerintah diharapkan lebih gencar dalam mesosialisasikan pengetahuan terhadap pemanasan global kepada masyarakat Indonesia
secara merata tidak hanya di kota-kota besar saja tetapi juga di pedalaman-pedalaman.
3. Sesegera mungkin membentuk Lembaga Pemerintahan Perubahan Iklim yang berdiri secara otonom dan memiliki kewenangan penuh
dalam menindak tegas perlindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
BAB II INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL YANG
BERKAITAN DENGAN PEMANASAN GLOBAL
A. INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL A. 1 UNITED NATIONS FRAMEWORK CONVENTION ON CLIMATE
CHANGE Diluncurkan pada tahun 1992 dan diberlakukan pada tahun 1994,
menetapkan suatu tujuan pokok untuk menstabilkan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer pada tingkat yang akan mencegah intervensi manusia
yang berbahay pada sistem ilkim.
4
UNFCCC dibentuk pada tanggal 1992 dalam Rio Summit di Rio de Jainero, Brazil yang mempunyai tujuan untuk menegosiasikan perjanjian yang
berskala luas dalam mereduksi dan membatasi dampak dari pemanasan global. Terdapat beberapa kemajuan dalam satu dasawarsa terakhir.
5
Second World Climate Confrence yang dilaksanakan pada tahun 1990
merupakan sebuah langkah signifikan bagi awal permintaan akan adanya sebuah kerangka kerja perjanjian internasional. Konfrensi ini di sponsori oleh
WMO World Meteorology Organization, UNEP United Nations
4
The World Bank, “ World Developm ent Report 2010: Developm ent and Clim at e Change in 2010” , Washingt on: The I nt ernat ional Bank for Reconst ruct ion and
Developm ent , 2010 , hal 318
5
Mark Maslin, Global Warm ing: A Very Short I nt roduct ion, Oxford Universit y Press I nc, New York, 2004, hal 118
Universitas Sumatera Utara
Environmental Programme, dan organisasi internasional lainnya, serta negosiasi dan diskusi pada tingkat mentri di antara 137 negara ditambah
komunitas negara-negara Eropa. UNFCCC menyusun kerangka kerja untuk melakukan aksi terhadap pengontrolan dan pembatasan emisi.
UNFCCC tersebut akhirnya diterima secara universal sebagai suatu komitmen politik internasional tentang perubahan iklim dan kemudian di buka
untuk ditandatangani pada KTT Bumi tentang Lingkungan dan Pembangunan United Nations Confrence on Environmental and Development di Rio de
Jainero, Brazil pada bulan Juni 1994 dan mulai berkekuatan tetap pada tanggal 21 Maret 1994 setelah diratifikasi oleh 50 negara. terdapat 189 negara
yang meratifikasi konvensi tersebut dan negara yang meratifikasi disebut parties
negara pihak.
6
a. Sejarah Lahirnya Protokol Kyoto A. 2 PROTOKOL KYOTO
Gagasan dan program untuk menurunkan emisi GRK secara internasional telah dilakukan sejak tahun 1979. Program itu memunculkan
sebuah gagasan dalam bentuk perjanjian internasional, yaitu Konvensi Perubahan Iklim, yang diadopsi pada tanggal 14 Mei 1992 dan berlaku sejak
6
“ Perj alanan Panj ang Prot okol Kyot o” , diakses dari ht t p: www.t erranet .or.id berit anya.php?od- 12671, pada t anggal 11 novem ber
2010
Universitas Sumatera Utara
tanggal 21 Maret 1994, Pemerintah Indonesia turut menandatangani perjanjian tersebut dan telah mengesahkannya melalui Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1994.
Agar Konvensi tersebut dapat dilaksanakan oleh Para Pihak, dipandang penting adanya komitmen lanjutan, khususnya untuk negara pada Annex I
negara industri atau negara penghasil GRK untuk menurunkan GRK sebagai unsur utama penyebab perubahan iklim. Namun, mengingat
lemahnya komitmen Para Pihak dalam Konvensi Perubahan Iklim, Conference of the Parties COP
III yang diselenggarakan di Kyoto pada bulan Desember tahun 1997 yang dimana menghasilkan suatu konsensus
yang berupa keputusan dasar bagi negara-negara industri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca gabungan yang paling sedikit persen darii tingkat
emisi tahun 1990 menjelang periode 2008-2012. komitmen yang mengikat secara hukum ini akan mengembalikan tendensi peningkatan emisi yang
secara historis dimulai di negara-negara tersebut 150 tahun yang lalu. Protokol Kyoto yang demikian selanjutnya protokol itu disebut, disusun
untuk mengatur target waktu penurunan emisi bagi negara maju. Sementara, negara berkembang tidak memiliki kewajiban atau komitmen
untuk menurunkan emisinya.
7
7
Daniel Murdiyarso, Prot okol Kyot o: I m plikasinya bagi Negara Berkem bang, Jakart a: Penerbit Buku Kom pas,Jakart a,2007, hal 36
Universitas Sumatera Utara
Di bawah Protokol Kyoto, negara-negara maju atau industri harus patuh di bawah hukum yang mengikat tentang pengendalian enam emisi
gas rumah kaca yaitu: Carbondioxide , Methane, Nitrousoxide, Hydrofluorocarbons, Perfluorocarbons,
dan Sulfurhexafluoride.
8
Lahirnya Protokol Kyoto tidak dapat dilepaskan dari peran UNFCCC United Nations Framework Convention on Climate Change sebagai
kerangka Konvensi Perubahan Iklim yang diterima secara universal. Pada Konferensi para pihak kedua CoP-2 di Jenewa merupakan titik awal
dimana para negara memutuskan untuk mengadopsi suatu Protokol sebagai langkah konkret untuk menghadapi pemanasan global. Pertemuan tersebut
menghasilkan deklarasi Jenewa yang terdiri dari 10 butir dan beberapa diantaranya yang relevan dengan Protokol Kyoto adalah;
9
8
“ Kyot o Prot ocol” , dapat dilihat pada Microsoft ® Encart a ® 2006. © 1993-2005 Microsoft Corporat ion. All right s reserved.
9
Daniel Murdiyarso, Sepuluh Tahun Perj alanan Negosiasi: Konvensi Perubahan I klim , Jakart a: Penerbit Buku Kom pas, Jakart a, 2003, hal 23
pertama, pengakuan dan penerimaan para mentri dan ketua delegasi atas laporan
IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change dapat digunakan sebagai pijakan untuk mengambil tindakan global, nasional dan local
khususnya oleh negara-negara Annex I dalam rangka menurunkan emisi GRKnya. Kedua, ajakan kepada semua pihak untuk mendukung
pengembangan Protokol dan Instrumen legal lainnya yang didasarkan atas temuan ilmiah yang disajikan dalam laporan tersebut. Ketiga, instruksi
Universitas Sumatera Utara
kepada semua perwakilan para pihak untuk mempercepat negosiasi terhadap teks Protokol yang secara hukum akan mengikat sehingga dapat
adopsi pada CoP Conference of Parties III berupa komitmen negara- negara dalam konvensi kebijakan dan tindakan atau policies and measures
PAMs. Keempat, undangan kepada negara berkembang untuk
mengimplementasikan konvensi dan mendukung upaya tersebut.
b. Tujuan Protokol Kyoto
Protokol Kyoto bertujuan menjaga konsentrasi GRK di atmosfer agar berada pada tingkat yang tidak membahayakan sistem iklim
bumi. Untuk mencapai tujuan itu, Protokol mengatur pelaksanaan penurunan emisi oleh negara industri sebesar 5 di bawah tingkat emisi
tahun 1990 dalam periode 2008-2012 yang tercipta dalam suatu prinsip kerja sama yang dapat terlihat pada mekanisme yang ada pada Protokol
Kyoto seperti;
10
• Implementasi Bersama Joint Implementation
Implementasi Bersama adalah sebuah mekanisme yang memungkinkan negara-negara maju untuk membangun proyek
bersama yang dapat menghasilkan kredit penurunan atau
10
“ Sekilas Perubahan I klim dalam Kerangka Negosisasi I nt ernasional” , diakses dari ht t p: www.wwf.or.id adm in file- upload files FCT1189527007.pdf, pada
t anggal 15 novenm ber 2010
Universitas Sumatera Utara
penyerapan emisi GRK. Implementasi Bersama merupakan suatumekanisme untuk mengalihkan unit pengurangan emisi yang
diperoleh dari suatu kegiatan atau program yang dilakukan di negara maju ke negara maju lainnya. Hal ini berarti bahwa setiap
kegiatan atau program yang dilakukan oleh suatu negara di negara lainnya akan memberikan unit pengurangan emisi bagi negara yang
melakukan program tersebut.
11
• Perdagangan Emisi Emission Trading
Perdagangan Emisi merupakan mechanisme yang memungkinkan sebuah negara maju untuk menjual kredit
penurunan emisi GRK kepada negara maju lainnya. Perdagangan Emisi dapat dimungkinkan ketika negara maju yang menjual kredit
GRK memiliki kredit penurunan GRK melebihi target negaranya. • Mekanisme Pembangunan Bersih Clean Development
Mechanism. Mekanisme ini memungkinkan negara-negara non- Annex I
untuk berperan aktif membantu penurunan emisi GRK melalui proyek yang di implementasikan oleh sebuah negara maju.
11
“ Guide To The Kyot o Prot ocol” , diakses dari: ht t p: yosem it e.epa.gov oar globalwarm ing.nsf uniqueKeyLookup SHSU5BUQN2
File Kyot o.pdf,pada t anggal 15 Novem ber 2010
Universitas Sumatera Utara
Nantinya kredit penurunan emisi GRK yang dihasilkan dari proyek tersebut dapat dimiliki oleh negara maju tersebut. Mekanisme
Pembangunan Bersih juga bertujuan agar negara berkembang dapa mendukung pembangunan bekelanjutan, selain itu Mekanisme
Pembangunan Bersih adalah satu-satunya mekanisme di mana negara berkembang dapat berpartisipasi dalam Protokol Kyoto.
c. Manfaat Pengesahan Protokol Kyoto
Dengan mengesahkan Protokol Kyoto, Indonesia mengadopsi Protokol tersebut sebagai hukum nasional untuk dijabarkan dalam kerangka peraturan
dan kelembagaan sehingga dapat:
1. Mempertegas komitmen pada Konvensi Perubahan Iklim berdasarkan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan
common but differentiated responsibilities principle ;
2. Melaksanakan pembangunan berkelanjutan khususnya untuk menjaga kestabilan konsentrasi GRK di atmosfer sehingga tidak
membahayakan iklim bumi; 3. Membuka peluang investasi baru dari negara industri ke Indonesia
melalui MPB;
Universitas Sumatera Utara
4. Mendorong kerja sama dengan negara industri melalui MPB guna memperbaiki dan memperkuat kapasitas, hukum, kelembagaan,
dan alih teknologi penurunan emisi GRK; 5. Mempercepat pengembangan industri dan transportasi dengan
tingkat emisi rendah melalui pemanfaatan teknologi bersih dan efisien serta pemanfaatan energi terbarukan;
6. Meningkatkan kemampuan hutan dan lahan untuk menyerap GRK.
d. Materi Pokok Protokol Kyoto
Protokol Kyoto disusun berdasarkan prinsip tanggung jawab bersama yang dibedakan, sebagaimana tercantum dalam prinsip ketujuh Deklarasi Rio,
yang berarti bahwa semua negara mempunyai semangat yang sama untuk menjaga dan melindungi kehidupan manusia dan integritas ekosistem bumi,
tetapi dengan kontribusi yang berbeda sesuai dengan kemampuan negara masing-masing. Protokol Kyoto terdiri atas 28 Pasal dan 2 Annex:
Annex A : Gas Rumah Kaca dan kategori sektorsumber.
Annex B : Kewajiban penurunan emisi yang ditentukan untuk Para Pihak.
Materi pokok yang terkandung dalam Protokol Kyoto, antara lain hal-hal berikut:
Universitas Sumatera Utara
a Definisi
Protokol Kyoto mendefinisikan beberapa kelembagaan Konvensi dan Protokol, yaitu:
Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC
IPCC didirikan pada tahun 1988 oleh kedua badan perserikatan bangsa-bangsa PBB yaitu UNEP United
Nations Environmental Programme dan WMO World Meteorological Organization. Pendiri IPCC ini mempunyai
tujuan untuk melakukan berbagai studi saintifik mengenai perubahan iklim. IPCC terdiri dari 2500 ilmuwan dari
seluruh dunia dan memberikan pernyataan dan laporan secara berseri mengenai perubahan iklim dan dampaknya.
12
12
Shannon K. Orr, “ I nt erest Groups and I nt ernat ional Clim at e Change Policy” , paper ini dipersiapkan unt uk Annual Meet ing of t he Am erican Polit ical Science
Associat ion, August 28- August 31, 2003, diakses dari
Beberapa laporan dari IPCC terkait dengan perubahan iklim antara lain adalah mengenai semakin meningkatnya panas
ht t p: www.allacadem ic.com m et a p64400_index.ht m l,pada t anggal 14 Novem ber 2010, Hal 3
Universitas Sumatera Utara
atmosfir yang meningkat dari 1,4 derajat celcius menjadi 5,8 derajat celcius di akhir abad 21.
13
Laporan pertama pada tahun 1990 telah banyak membantu dimulainya proses negosiasi tentang konvensi perubahan
iklim. Laporan pengkajian kedua yang disahkan pada tahun 1995 telah banyak menolong para negara pihak dalam
mengadopsi Protokol Kyoto. Sedang laporang ketiga yang diterbitkan pada tahun 2001 banyak mengungkap bukti-
bukti baru mengenai perubahan iklim dan kerentanan negara-negara berkembang. Tidak seperti laporan
sebelumnya, pada laporan ketiga, IPCC juga menyiapkan rangkuman dari ketiga kelompok kerja yang dikenal dengan
nama synthesis report. IPCC juga menghasilkan beberapa makalah teknis technological papers dan laporan khusus
yang telah diselesaikan IPCC. Laporan tersebut diantaranya adalah methodological dan technological issues of
technology transfer dan land-use, land use change and
forestry . Dari laporan pengkajian IPCC kedua diperoleh
bahwa efisiensi energi sebesar 10-30 persen dapat
13
Sonia Labat t and Rodney R. Whit e, Carbon Finance: The Finanial I m plicat ion of Clim at e Change, Jon Wiley Sons, I nc, New Jersey, 2007, hal 5.
Universitas Sumatera Utara
dilakukan banyak negara tanpa biaya atau dengan biaya yang tidak berarti untuk waktu 20-30 tahun mendatang.
14
IPCC terbagi dalam tiga kelompok kerja working group ditambah task force yang mempunyai fungsi unutk
mengkalkulasi jumlah GRK yang diproduksi oleh tiap-tiap negara. keempat kelompok ini memiliki dua co-chairmen
satu dari negara maju dan satu lagi dari negara berkembang serta unit technical support. WG-1
mempunyai tugas untuk mengkaji aspek ilmiah dari perubahan dan sistem iklim.
15
WG-2 mengkaji tingkat kerawanan social-ekonomi dan sistem alami terhadap perubahan iklim,konsekuensi
negative dan positif dari perubahan iklim, dan berbagai pilihan untuk penyesuaian terhadap perubahan iklim.
WG-1 inilah yang melaporkan berbagai informasi dan data-data terbaru
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kondisi perubahan iklim. iklim.
16
14
Daniel Murdiyarso, Op.Cit , Hal 35- 36
Tugas dari kelompok kerja ini lebih menekankan pada
15
“ The I PCC Working Group I ” , diakses dari ht t p: www,ipcc.ch about working- group1.ht m , pada t anggal 16 novem ber 2010.
16
“ The I PCC Working Group I I ” , diakses dari ht t p: www,ipcc.ch about working- group2.ht m , pada t anggal 16 novem ber 2010
Universitas Sumatera Utara
kajian-kajian mengenai dampak-dampak dari perubahan iklim baik dampak ekonomi maupun social. WG-3
melakukan kajian-kajian untuk mengurangi perubahan iklim melalui pembatasan atau mencegah emisi gas rumah
kaca dan meningkatkan aktivitas yang dapat memindahkan gas rumah kaca tersebut dari atmosfer.
17
Pada tahun 2001 ketiga kelompok kerja tersebut telah mempublikasikan laporan yang berasal dari 400 ahli dari
120 negara yang dilibatkan dalam proses drafting, revisi, dan menyeesaikan laporan. Sedangkan 2500 ahli lainnya
melakukan review terhadap laporan-laporan tersebut. Selain itu, IPCC juga menyusun penelitian mengenai gas
rumah kaca; dari mana asalnya dan mengkaji tentang konsensus yang berhubungan dengan pemanasan global.
Laporan-laporan yang berasal dari WG-3 ini diorientasikan untuk mencari
solusi atau respon terkait dengan perubahan iklim serta kebijakan-kebijakan instrument yang tepat.
18
IPCC merupakan contoh grobal environmental governance yang berbentuk institusi yang sifatnya formal. IPCC secara
17
“ The I PCC Working Group I I I ” , diakses dari ht t p: www,ipcc.ch about working- group3.ht m , pada t anggal 16 novem ber 2010
18
Mark Maslin, Op.Cit , hal 15
Universitas Sumatera Utara
tipikal mepunyai fungsi sebagai global environmental governance karena dibentuk bukan atas inisiatif para
pemerintah, namun dibentuk oleh dua organisasi internasional yaitu UNEP dan WMO. Didalam IPCC ini
meliputi tenaga-tenaga ahli di bidang lingkungan dan para ilmuwan.
19
COP merupakan implementasi dan negosiasi dalam konteks politik dari Konvensi Kerangka Persekutuan
Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim United Nation Framework Convention on Climate Change yang bertemu
Karena bukan atas inisiatif para pemerintah, IPCC menjadi sebuah lemabaga otonom. Namun sebagai
lembaga otonom, IPCC selalu terlibat dialog dengan para pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari dua co-chaimen yang
ada di dalam IPCC yang merupakan perwakilan dari negara-negara maju dan berkembang.
Conference of the Parties COP
19
Frank Bierm ann, “Global Environm ent al Governance: Concept ualizat ion and Exam ples” , Global Governance Working Paper No.12, Novem ber 2004,
Am st erdam , Berlin, Oldenburg, Post dam : The Global Governance Proj ect , hal 13
Universitas Sumatera Utara
setiap satu tahun sekali merupakan badan pembuat keputusan tertinggi.
CoP bertanggung jawab mengulas dan mengimplementasikan hasil konvensi dengan menelaah
komunikasi nasional dan menginventarisir emisi yang dikumpulkan oleh para pihak tersebut. Setiap pihak
konvensi ini mewakili delegasi nasional yang mempunyai otoritas atas nama pemerintahannya untuk melakukan
negosiasi dalam konvensi.
20
Konfrensi para pihak First session of Confrence of The Parties I ini melakukan siding pertamanya yang diadakan
di Berlin, Jerman pada tahun 1995. Konfrensi tersebut memutuskan bahwa komitmen negara-negara maju untuk
mengembalikan emisi ke tingkat tahun 1990 menjelang tahun 2000, tidak memadahi untuk mencapai tujuan jangka
panjang konvensi untuk menghindari pengaruh manusia yang membahayakan sistem iklim bumi. Oleh karena itu
Sedangakan IPCC merupakan lembaga merupakan lembaga yang memberikan data dan
fakta mengenai perubahan iklim dan dampaknya yang berisikan aktor-aktor non-pemerintah dan privat.
20
Shannon K Orr, Op.Cit , hal 5
Universitas Sumatera Utara
para mentri dan pejabat tinggi lainnya menanggapinya dengan mengadopsi Mandat Berlin yang antara lain
menekankan dimulainya suatu proses yang memungkinkan pengambilan tindakan pada periode setelah tahun 2000.
CoP I juga memberikan mandate untuk para pihak agar segera meluncurkan serangkaian rencana pembicaraan baru
untuk memperjelas komitmen-komitmen negara maju.
21
CoP II dilaksanakan pada tanggal 8-19 Juli di 1996 di Jenewa. Konfrensi tersebut membicarakan berbagai hal,
antara lain seperti pengembangan dan transfer teknologi di antara pihak-pihak; pembahasanmengenai kegiatan
secretariat yang berhubungan dengan bantuan teknis dan financial kepada para pihal-pihak; pengkajian mengenai
laporan IPCC sehubungan dengan pemasan global dan terciptanya memorandum of understanding MoU antara
pihak-pihak konferensi dan GEF global environmental facility.
22
21
Daniel Murdiy arso,2003,Op.Cit hal 3 Namun konfrensi ini belum menghasilkan suatu
konsensus yang dapat mengikat negara-negara secara
22
“ Report of The Conference of t he Part ies on I t s Second Session CoP I I ” , Laporan m engenai CoP I I ini dapat di download m elalui
ht t p: unfccc.int resource docs cop2 15a01.pdf, diakses pada t anggal 16 Novem ber 2010
Universitas Sumatera Utara
hukum untuk melakukan reduksi terhadap emisi yang diproduksi.
Pada CoP III di Kyoto tahun 1997, para pihak dalam UNFCCC telah berhasil menciptakan suatu konsensus baru
untuk membatasi negara-negara maju atau industri dalam meproduksi GRK. Konfrensi tersebut telah menghasilkan
protokol yang merupakan dasar bagi negara-negara industri untuk mengurangi emisi GRK gabungan mereka paling
sedikit 5 persen dari tingkat emisi tahun 1990 menjelang 2008-2012.
23
negara-negara yang bertujuan untuk mengurangi emisi secara signifikan dan negara-negara yang
konsen terhadap konsekuensi ekonomi dan politik.
24
b Kebijakan dan Tata Cara
Pasal 2 Protokol Kyoto mengatur kebijakan dan tata cara dalam mencapai komitmen pembatasan dan penurunan emisi oleh
negara pada Annex I serta kewajiban untuk mencapai batas waktu komitmen tersebut. Di samping itu, Protokol juga mewajibkan
negara industri untuk melaksanakan kebijakan dan mengambil
23
Daniel Murdiyarso, Op. Cit , hal 4
24
Sandra Rollings- Magnusson and Robert C. Magnusson, “ The Kyot o Prot ocol: I m plicat ion of a Flawed but I m port ant Environm ent al Policy” , Canadian Public
Policy, Vol XXVI no 3, Universit y of Toront o Press, Toront o, 2000, hal 348
Universitas Sumatera Utara
tindakan untuk meminimalkan dampak yang merugikan dari perubahan iklim terhadap pihak lain, khususnya negara
berkembang.
e. Target Penurunan Emisi
Target penurunan emisi yang dikenal dengan nama Quantified Emission Limitation and Reduction Objectives
QELROs yang dijelaskan dalam Pasal 3 dan 4 Protokol Kyoto adalah ketentuan pokok dalam Protokol Kyoto. Emisi
GRK menurut Annex A Protokol Kyoto meliputi : Carbon Dioxide CO2, Methane
CH4, Nitrous Oxide N2O, Hydrofluorocarbon HFC, Perfluorocarbon
PFC, dan Sulfurhexafluoride SF6 .Target penurunan emisi GRK bagi negara pada Annex I Konvensi diatur dalam Annex B
Protokol Kyoto. Ketentuan ini merupakan pasal yang mengikat bagi negara pada Annex I. Protokol juga mengatur tata cara penurunan emisi GRK secara
bersama-sama. Jumlah emisi GRK yang harus diturunkan tersebut dapat meringankan negara yang emisinya tinggi, sedangkan negara yang emisinya
rendah atau bahkan karena kondisi tertentu tidak mengeluarkan emisi dapat meringankan beban kelompok negara yang emisinya tinggi.
Universitas Sumatera Utara
A. 3 PROTOKOL MONTREAL a. Sejarah lahirnya Protokol Montreal
Sejarah lahirnya protokol montreal berangkat dari penelitian dua ahli kimia dari University of California, Rowland dan Molina, pada tahun
1974 yang memberi sebuah hipotesis sekaligus sebagai “early warning” tentang adanya keterkaitan rusaknya lapisan ozon akibat gas
klorin yang terkandung dalam senyawa CFC Chlorofluorocarbons. Gas klorin yang mampu bertahan sampai ratusan tahun ini,
diindikasikan sebagai penyebab menipisnya lapisan ozon. Kemudian tahun 1985, Farman melakukan sebuah penelitian dan menemukan
lubang ozon ozon hole di benua Antartika. Kondisi ini akhirnya menjadi sebuah perbincangan yang sangat menarik di kalangan para
pemerhati masalah lingkungan khususnya di Amerika Serikat.
Ozon merupakan gas yang tidak berwarna yang tersusun atas tiga unsure oksigen O. secara kimia, ozon sangat aktif dan bereaksi
dengan sejumlah zat lain. ozon bisa berdampak positif ketika berada pada kondisi normal. Salah satu sifat ozon yang sangat baik adalah
mampu menyerap ultraviolet-B UV-B yang sangat merusak kesehatan manusia dan lingkungan, maka ketika ozon dalam kondisi
berlubang yang terjadi adalah persoalan yang rumit terhadap manusia
Universitas Sumatera Utara
dan lingkungan. Untuk mengukur temperatur ozon digunakan alat yang disebut sebagai Dobson Unit DU. Ozon dalam kondisi standar
jika berada dalam kondisi standar jika berada pada kondisi temperature 300 DU setara dengan 3 milimeter atau 0,12 inchi.
Sementara jika berada di kisaran dibawah 300 DU, maka terjadi persoalan dengan ozon. Warna hijau dan kuning menunjukkan ozon
dalam kondisi standard atau berlimpah sementara warna biru dan ungu ozon dalam kondisi sedikit.
25
Ketika ozon dalam jumlah yang standar maka lapisan ozon akan berfungsi secara optimal. Ozon akan melindungi alam semesta dari
beragam kerusakan baik yang terjadi dalam tubuh manusia maupun lingkungan. Kerusakan alam yang melanda dunia saat ini serta
munculnya banyak penyakit yang menimpa masyarakat dunia representasi dari lemahnya pengawasan dan regulasi terhadap lapisan
ozon. Lapisan ozon yang fungsinya sebagai filter terhadap sinar ultra violet telah mengalami kerusakan akibat munculnya zat radikal bebas
seperti CFC chlorofluorocarbon. Untuk mengamankan kondisi lapisan ozom maka perlu dibentuk regim internasional untuk mengatur
jumlah zat-zat yang dapat meipiskan lapisan ozon yang banyak diproduksi oleh negara-negara besar. Sebelum fase pengaturan zat-zat
25
ht t p: ozonholewat ch.ht m . Down Load Tanggal 14 novem ber 2010.
Universitas Sumatera Utara
yang dapat menipiskan lapisan ozon maka negara-negara yang perduli terhadap masalah ozon, sepakat untuk membuat regulasi terhadap
perlindungan lapisan ozon yang dikenal sebagai Konvensi Wina Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer.
Konvensi Wina Vienna Convention
Konvensi Wina merupakan bentuk keprihatinan masyarakat internasional terhadap persoalan menipisnya lapisan ozon yang
terjadi pada tahun 1985. Untuk menyikapi persoalan lingkungan khususnya masalah ozon, maka pada tanggal 22 Maret 1985
dibentuklah konvensi Wina Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer di Wina, Austria. Tujuan dari konvensi Wina
ini adalah bahwa para negara sepakat untuk melindungi manusia dan lingkungan dari bahaya penipisan ozon ozone deletion layer
melalui penelitian, observasi, dan bahkan pertukaran informasi. Pada tahun 1985, negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi
Wina berjumlah 184 negara dam pada tanggal 13 maret 2007, anggota Konvensi Wina yang telah meratifikasi adalah 191
Universitas Sumatera Utara
negara.
26
Regulasi yang komprehensif dalam protokol montreal memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam mengatur jalannya
Amerika Serikat sendiri telah menandatangani Konvensi Wina yang yang telah meratifikasi Konvensi Wina pada tanggal 27
Agustus 1986.
Amerika Serikat sebagai negara besar mempunyai peran yang sangat signifikan dalam proses perlindungan lapisan ozon. Hal ini
mengingat bahwa pengaruh Amerika Serikat terhadap sekutu- sekutunya begitu sangat besar. Keputusan Amerika Serikat untuk
menandatangani dan meratifikasi Konvensi Wina secara tidak langsung diikuti oleh negara-negara dunia internasional yang
meratifikasi Konvensi Wina tentunya merupakan sebuah langkah maju dalam program perlindungan lingkungan khususnya ozon
yang digalakkan oleh PBB. Kemudian sebagai langkah konkret dalam perlindungan lapisan ozon dari zat-zat yang dapat
menipiskan lapisan ozon maka dibuat sebuah protokol. Protokol adalah aturan-aturan khusus secara detail yang menjelaskan isi dari
sebuah konvensi. Maka untuk menindaklanjuti dari program perlindungan lapisan ozon dibentuklah Protokol Montreal.
26
ht t p: st at us of rat ificat ion – t he ozone secret ariat .ht m . Down Load t anggal 14 novem ber 2010.
Universitas Sumatera Utara
produksi zat-zat yang dapat menipiskan lapisan ozon. Hal ini sangat penting karena gas klorin yang terkandung dalam senyawa
CFC mampu menipiskan lapisan ozonKetika gas klorin tidak dikendalikan secara terukur maka bahaya besar akan mengancam
mahluk hidup yang ada di muka bumi ini. Untuk itu pemahaman dan pengetahuan tentang Protokol Montreal merupakan hal yang
wajib diketahui oleh banyak pihak baik kalangan akademisi, pemerhati lingkungan, masyarakat awam, dan bahkan para
pengambil kebijakan-kebijakan strategis terkait dengan lingkungan.
Protokol Montreal Montreal Protocol
Protokol Montreal Montreal Protocol on Substnaces that Deplete the Ozone Layer dideklarasikan oleh negara-negara Pihak pada
tanggal Protokol Montreal pada tahun 1987, para Pihak yang meratifikasi Protokol Montreal sangatlah sedikit, yakni berkisar 31
negara Pihak. Tetapi, seiring dengan perjalanan waktu dan desakan dunia internasional dan kelompok-kelompok pemerhati masalah
lingkungan khususnya masalah menipisnya lapisan ozon di atas benua Antartika maka jumlah negara yang sudah meratifikasi
Universitas Sumatera Utara
Protokol Montreal sampai dengan tanggal 13 maret 2007 mencapai angka kisaran yang sangat menakjubkan yakni 191 negara. dan
hanya lima negara yang belum meratifikasi Protokol Montreal. Kelima negara tersebut adalah Irak, Andora, Timor leste, Holy
Sea, San Marino.
27
Berpijak pada kerangka hipotesa Rowland dan Molina, tentang gas klorin dari senyawa CFC chlorofluorocarbon yang mamu
merusak lapisan ozon, maka di awal pembentukan Protokol Untuk merespon Protokol Montreal ini, Amerika Serikat telah
mengirimkan delegasinya full powers untuk menandatanganinya Protokol Montreal pada tanggal 16 September 1987 dan di level
domestik Amerika Serikat, Amerika Serikat telah meratfikasi Protokol Montreal pada tanggal 21 April 1988. Tujuan dari
Protokol Montreal ini adalah untuk mengendalikan lebih lanjut terhadap menipisnya lapisan ozon yang kemudian menyebabkan
lubang ozon ozon hole diatas benua Antartika yang mencapai 27 kilometer persegi dengan cara mengendalikan lebih dan bahkan
meminimalisasikan zat-zat yang dapat menipiskan lapisan ozon ozon depletion substances
27
ht t p: st at us of rat ificat ion – Ozone secret ariat .ht m Down Load 14 novem ber 2007
Universitas Sumatera Utara
Montreal, Protokol Montreal mengajak negara-negara untuk segera mempunyai perhatian yang besar terhadap “bencana atmosfer”
yang mengancam kehidupan manusia dan lingkungan di masa yang akan datang. Perhatian terhadap persoalan ozon sedikit
menampakkan bentuknya pada beberapa tahun pasca dideklarasikannya Protokol Montreal. Hal ini bisa dilihat dari tiga.
fakta berikut.
Pertama, masuknya 12 anggota masyarakat Eropa, yang tnetunya sangat mempunyai pengaruh yang sangat signifikan bagi
oengurangan zat-zat yang dapat menipiskan lapisan ozon dan negara-negara Eropa tersebut mempunyai kepedulian yang serius
terhadap pengurangan ODS ozon depletion substances. Selain itu juga, menjelang bukan maret 1989, pihak yang meratifikasi
Protokol Montreal semakin bertambah banyak menjadi 40 negara.
Kedua, negara-negara pihak yang telah meratifikasi Protokol Montreal sudah mulai menunjukkan keseriusan terhadap Protokol
Montreal dengan membuat regulasi di level domestic. Tidak terkecuali pula, negara-negara Eropa yang memiliki beban 768.400
ton CFC juga berjanji unutk meminimalisasikan atau melakukan pengurangan secara bertahap phase out terhadap jumlah CFC
Universitas Sumatera Utara
yang dimilikinya. Negara-negara Eropa tersebut berjanji untuk menuntaskan phase out di negaranya masing-masing pada tahun
2000, yang kemudian dijadwal ulang lebih cepat pada tahun 1997. Pihak Amerika Serikat yang mempunyai predikat the most
producer of CFC yakni 694.600 ton juga berjanji untuk melakukan phase out di level domestik Amerika Serikat dengan membuat
regulasi terhadap CFC dan melakukan pengawasan terhadap produksi, konsumsi, ekspor, dan impor CFC.
Ketiga, munculnya pembahasan-pembahasan mengenai keinginan untuk memperluas adanya ketentuan-ketentuan dari badan
pengawas Montreal yang diselenggarakan di Helsinki pada musim semi pada tahun 1989. ketentuan-ketentuan tersebut menyangkut
pembatasan-pembatasan terhadap produksi metal klorofom dan karbon tetaklorida, karena dua zat ini ternyata memiliki kans yang
cukup memadai yakni sekitar 13 persen dalam merusak lapisan ozon.
28
Setelah mendapatkan perhatian yang cukup besar dari banyak pihak, maka diharapkan Protokol Montreal akan mamou berjalan
efektif dalam mengawal regulasi dalam rangka mengurangi kadar
28
Daryant o, Agenda Polit ik I nt ernasional, Pust aka Pelaj ar, Yogyakart a, 2006, Hal 488- 489
.
Universitas Sumatera Utara
CFC dan zat-zat lain yang merupakan zat yang menipiskan lapisan ozon. Untuk itu perlu dibuat sebuah regulasi berupa pengaturan
dan amandemen-amandemen dalam Protokol Montreal. Dalam sejarahnya, Protokol Monteal telah mengalami satu kali
pengaturan yakni di Wina pada tahun 1995 dan empat kali amandemen. Pegaturan dan amandemen ini dilakukan atas
kerangka dasar bahwa untuk melaksanakan dan mengefektifkan tujuan dari Protokol Montreal diperlukan perubahan dan
pengaturan yang disesuaikan dengan dinamika zat-zat yang menipiskan lapisan ozon dan kondisi domestic di masing-masing
negara pihak.
Amandemen pertama dalam Protokol Montreal terjadi pada tanggal 29 Juni 1990. Amandemen ini disebut Amandemen
London, Inggris. Amandemen London ini telah diratifikasi oleh 185 negara Pihak dan Amerika Serikat telah meratifikasi
amandemen London pada tanggal 18 Desember 1991. Tujuan dari amandemen ini adalah untuk memperkuat prosedur-prosedur –
prosedur pengawasan substansi-substansi yang mengurangi lapisan ozon termasuk dalam Protokol Montreal, serta memperluas
lingkup Protokol dengan menambah 12 ODS baru dan membentuk mekanisme keuangan untuk Protokol Montreal.
Universitas Sumatera Utara
b. Negara-Negara Peratifikasi Protokol Montreal
Paska dideklerasikannya Protokol Montreal pada tahun 1987 sebagai media pelaksana dari konvensi Wina pada tahun 1985, maka banyak
negara yang tertarik unutk bergabung pada tahun 1987 adalah 31 negara Pihak. Seperti Arab Saudi, Mesir, Inggris, Belanda, Jerman,
Jepang, Uni Soviet dan lain-lain. diantara banyak negara yang menandatangani dan meratifikasi Protokol Montreal, negara-negara
Eropa merupakan negara yang sangat peduli terhadap persoalan lingkungan. Negara yang sangat menonjol dalam perlindungan
terhadap lingkungan adalah Jerman, khususnya Jerman Barat. Ketika fenomena lubang ozon menjadi perbincangan yang hangat di kalangan
akademisi, praktisi, dan epistemic community, maka saat itu pula banyak negara yang apatis dan tidak sedikit pula yang hanya
menganggapnya sebagai isu politik. Jerman Barat, sebelum terjadinya unifikasi dengan Jerman Timur, memiliki sikap yang berbeda dengan
negara-negara lain. Maksudnya adalah Jerman memiliki perhatian yang relative besar terhadap persoalan penipisan lapisan ozon di atas
benua Antartika. Keseriusan Jerman Barat atas persoalan ozon, dapat dilihat dari dibentuknya departemen lingkungan hidup yang secara
khusus menangani regulasi zat-zat yang menipiskan lapisan ozon.
Universitas Sumatera Utara
Konsen negara-negara di dunia internasional untuk persoalan lingkungan tentu tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan leran dari
kelompok-kelompok yang mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap persoalan lingkungan khususnya mengenai penipisan lapisan
ozon. Penipisan lapisan stratosfir yang berdampak pada kerugian yang sangat besar bagi kehidupan mahluk hidup yang ada di muka bumi
adalah hal yang sangat urgen untuk segera mendapatkan perhatian yang besar.
Gebrakan politil di lingkaran kekuasaan dan tekanan yang dilakukan pleh para pemerhati dan aktivis lingkungan untuk menekan
pemerintahannya masing-masing memberikan efek yang luar biasa bagi terwujudnya sistem rejim yang kuat untuk menjadi regulator bagi
stabilisasi permasalahan lingkungan yang terkait dengan lubang ozon. Hal ini tentunya menjadi kabar baik bagi terwujudnya fenomena alam
yang bebas dari ketakutan bencana dunia ke depan. Kelompok- kelompok yang perduli terhadap permasalahan lingkungan memiliki
peran yang sangat penting dalam menyadarkan negara yang acuh-tak acuh terhadap persoalan lingkungan.
Data terakhir yang memuat jumlah protokol Montreal tanggal 13 maret 2007 ada sekitar 191 negara yang telah meratifikasi Protokol
Universitas Sumatera Utara
Montreal. Amerika Serikat sendiri menandatangani Protokol Montreal pada tanggal 16 september 1987 dan meratifikasi Protokol Montreal
pada tanggal 21 April 1988. Pada sesi sebelumnya, Amerika Serikat juga menandatangani Konvensi Wina yang merupakan cikal bakal
terbentuknya Protokol Montreal pada tanggal 22 Maret 1985 dan meratifikasinya pada tanggal 27 agustus 1985.
B. INSTRUMEN HUKUM NASIONAL
B. I. Undang-Undang no. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sehubungan dengan kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya
sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan.
29
Adapun ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ini meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
Oleh karena itu diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
29
“ Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup” diakses dari ht t p: www.digilib- am pl.net det ail det ail.php, t anggal 17 novem ber 2010
Universitas Sumatera Utara
penegakan hukum. Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah
ekoregion, dan penyusunan RPPLH.
Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH. Mengenai pengendalian pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam
rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya
alam, danatau pelestarian fungsi atmosfer. Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, danatau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Untuk
penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
B. II. BALI ROADMAP
United Nations Climate Change Conference 2007 dilaksanakan di Denpasar
pada tanggal 3-14 Desember 2007. Konferensi tersebut telah menghasilkan sejumlah keputusan dan yang paling utama di antaranya adalah Bali Roadmap yang merupakan
sebuah kumpulan keputusan yang dibuat sebagai persiapan untuk konferensi PBB tentang perubahan iklim global yang akan diselenggarakan selanjutnya.
30
1. Adaptasi Pada dasarnya, Bali Roadmap ialah langkah-langkah yang didalamnya
tercakup kesepakatan aksi adaptasi, jalan pengurangan emisi gas rumah kaca, dan transfer teknologi dan keuangan yang meliputi adaptasi dan mitigasi. poin-poin Bali
Roadmap, yaitu :
Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk membiayai proyek adaptasi di negara-negara berkembang melalui metode clean development mechanism
CDM. CDM ialah salah satu dari ketiga metode pengurangan emisi CO2 yang ditetapkan dalam Kyoto Protocol. Proyek ini dilaksanakan oleh Global
Environment Facility GEF. Kesepakatan ini memastikan adanya dana adaptasi
pada tahap awal periode komitmen pertama Kyoto Protocol 2008-2012. Dana yang tersedia berjumlah sekitar 37 juta euro dan mengingat banyaknya jumlah
30
“ UNCCC2007: Bali Roadm ap diakses dari ht t p: www.uncccbaliroadm ap- Maj ari Magazine.ht m , pada t anggal 16 novem ber 2010
Universitas Sumatera Utara
proyek CDM, angka ini akan bertambah menjadi sekitar US 80-300 juta dalam periode 2008-2012. Beberapa negara peserta konferensi belum menyepakati
pelaksanaan proyek adaptasi ini dikarenakan sulitnya regulasi dan penyatuan kebijakan nasional.
2. Teknologi
Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk memulai program strategis untuk memfasilitasi teknologi mitigasi dan adaptasi yang dibutuhkan negara-
negara berkembang. Tujuan program ini adalah untuk memberikan contoh proyek yang konkrit, menciptakan lingkungan investasi yang menarik, dan juga termasuk
memberikan insentif untuk sektor swasta untuk melakukan alih teknologi. Global Environment Facility
GEF akan menyusun program ini bersama dengan lembaga keuangan internasional dan perwakilan-perwakilan dari sektor keuangan
swasta. Negara-negara peserta konferensi juga bersepakat untuk memperpanjang mandat Expert Group on Technology Transfer selama 5 tahun. Grup ini diminta
memberikan perhatian khusus pada kesenjangan dan hambatan pada penggunaan dan pengaksesan lembaga-lembaga keuangan.
3. Reducing emissions from deforestation in developing countries REDD
Emisi karbon yang disebabkan karena deforestasi hutan merupakan isu utama di Bali. Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk menyusun sebuah
Universitas Sumatera Utara
program REDD dan menurunkan hingga tahapan metodologi. REDD akan memfokuskan diri kepada penilaian perubahan cakupan hutan dan kaitannya
dengan emisi gas rumah kaca, metode pengurangan emisi dari deforestasi, dan perkiraan jumlah pengurangan emisi dari deforestasi. Deforestasi dianggap
sebagai komponen penting dalam perubahan iklim sampai 2012.
4. Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC
Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk mengakui Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC
sebagai assessment
yang paling komprehensif dan otoritatif.
5. Clean Development Mechanisms CDM
Merupakan mekanisme yang berbasis pasar juga sama seperti Joint Implementation.
31
6. Negara Miskin Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk
menggandakan batas ukuran proyek penghutanan kembali menjadi 16 kiloton CO2 per tahun. Peningkatan ini akan mengembangkan angka dan jangkauan
wilayah negara CDM ke negara yang sebelumnya tak bisa ikut mengimplementasikan mekanisme pengurangan emisi CO2 ini.
31
Daniel Murdiy arso, CDM: Mek anism e Pem bangunan Bersih, Jak art a, 2003, hal 5
Universitas Sumatera Utara
Negara-negara peserta konferensi bersepakat untuk memperpanjang mandat Least Developed Countries LDCs Expert Group
. Grup ini akan menyediakan saran kritis bagi negara miskin dalam menentukan kebutuhan adaptasi. Hal tersebut
didasari fakta bahwa negara-negara miskin memiliki kapasitas adaptasi yang rendah.
Setelah mundurnya jadwal konferensi selama satu hari dan setelah diadakannya perpanjangan waktu selama 23 jam, delegasi dari 189 negara, termasuk
Amerika Serikat, akhirnya dapat menyepakati Bali Roadmap. Keikutsertaan Amerika Serikat dalam Bali Roadmap memberikan sinyal positif bagi keberhasilan
menyatukan seluruh bangsa dalam satu aksi bersama untuk menyelamatkan bumi. Seperti yang kita ketahui, Amerika Serikat ialah negara emiten karbon dan negara
industri yang sangat besar dan tanpa keikutsertaan AS dalam Bali Roadmap, upaya penyelamatan bumi tidak akan maksimal.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan