Keragaman Jenis Hijauan Pakan Kambing Lokal di Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara.

ABSTRACT
Diversity of Local Forage for Goats in Pidoli Lombang and Aek Banir Village,
Panyabungan Subdistrict, Mandailing Natal Regency, North Sumatera
Siregar, R. A., S. Jayadi, and M. Agus Setiana
Pidoli Lombang and Aek Banir are villages in Panyabungan City where have goat
farms. There are three type of goat in Pidoli Lombang village which are Benggala
goat, Peranakan Benggala goat and Kacang goat. Type of goat in Aek Banir Village
is Kacang goat. These goats eat shrub forage and there were found three types forage
consist of legume, grass and leaves. The aim of this study was identifying forages
diversity in Pidoli Lombang and Aek Banir village. This experiment used descriptive
analysis, composition of botany analysis and Nell and Rollinson method. The results
on composition of botany showed that the first, second and third rank in Pidoli
Lombang village were Panicum maximum var. Gatton (31.51 %), Mikania micrantha
HBK (20.74%) and Manihot utillissima POHL (10.29%) respectively. The
percentage of forages that were consumed by goats in Aek Banir village were legume
(41.67%), leaves (41.67%) and grass (16.66%) respectively. The result of Nell and
Rollinson method showed that animal capacity in Pidoli Lombang and Aek Banir
village could still accommodate animals as many as 217.572,39 and 33.055,14
animal unit respectively.
Keyword: composition of botany, goat, grass, leaves, legume.


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Mandailing Natal merupakan sebuah wilayah yang dibagi atas 23
kecamatan dan 395 desa/kelurahan dengan luas daerah 662.070 ha dari wilayah
propinsi Sumatera Utara dan jumlah penduduk 386.596 jiwa. Kecamatan
Panyabungan merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal dengan
luas 25.977,43 ha. Berdasarkan topografi, Kabupaten Mandailing Natal dibedakan
menjadi dataran rendah, dataran landai dan dataran tinggi. Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal mempunyai musim yang hampir sama dengan kota lain di
Indonesia yakni musim hujan dan musim kemarau (Badan Pusat Statistik Kabupaten
Mandailing Natal, 2009). Mata pencaharian penduduk Kabupaten Mandailing Natal
pada umumnya adalah bertani dan beternak.
Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir merupakan desa yang yang terdapat di
Kecamatan Panyabungan. Desa Pidoli Lombang terletak paling dekat dengan pusat
pemerintahan Kecamatan Panyabungan. Desa Aek Banir terletak cukup jauh dengan
pusat kecamatan Panyabungan. Dinamika sosial yang terdapat di kedua desa tersebut
memiliki perbedaan yang disebabkan oleh letak yang dekat dengan kota kecamatan.
Populasi ternak kambing di Kecamatan Panyabungan memiliki angka
tertinggi kedua di Kabupaten Mandailing Natal yakni sebesar 1.668 ekor (BPS
Kabupaten Mandailing Natal, 2009). Produksi daging kambing di Kecamatan

Panyabungan pada tahun 2008 mencapai 963,73 kg/tahun (Dinas Peternakan
Kabupaten Mandailing Natal, 2009).
Ternak kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang
diunggulkan di daerah Kabupaten Mandailing Natal karena memiliki keunggulan,
antara lain mudah memeliharanya, cepat berkembang biak, dapat menghasilkan
produksi daging sebagai substitusi daging sapi. Selain itu ternak kambing juga sudah
melekat dengan masyarakat Mandailing Natal karena merupakan ternak warisan
nenek moyang dan budaya di masyarakat Mandailing Natal. Umumnya keluarga
petani memelihara ternak kambing dengan tujuan untuk memperoleh sumber
pendapatan lain, jika tanaman pangan yang diusahakannya mengalami kegagalan
panen, disamping juga sebagai tabungan hidup yang sewaktu-waktu dapat dijual jika
ada keperluan keuangan mendesak.
1

Secara umum, peternak kambing rakyat yang terdapat di Kecamatan
Panyabungan memberikan pakan kepada ternak kambingnya berupa tumbuhan yang
ada di sela-sela lahan sawah serta kebun. Selain itu, peternak juga sering melepaskan
ternak kambingnya di lapangan untuk mencari makanannya sendiri. Jenis hijauan
pakan yang terdapat di Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir sangat beraneka ragam.
Namun keragaman jenis tumbuhan pakan ini belum dapat dimanfaatkan secara

optimal oleh para peternak. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk
mengetahui lebih lanjut tentang keragaman jenis hijauan yang terdapat di Desa Pidoli
Lombang dan Aek Banir sehingga diharapkan mampu meningkatkan perkembangan
peternakan kambing rakyat di Kecamatan Panyabungan khususnya di Desa Pidoli
Lombang dan Aek Banir.
Tujuan
Menganalisis jenis hijauan pakan yang diberikan pada kambing dan
membandingkan keragaman jenis hijauan yang terdapat di Desa Pidoli Lombang dan
Aek Banir.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Kambing di Indonesia
Pada mulanya domestikasi kambing terjadi di daerah pegunungan Asia Barat
sekitar 8000-7000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal
dari 3 kelompok kambing liar yang telah dijinakkan, yaitu bezoar goat atau kambing
liar eropa (Capra aegagrus), kambing liar India (Capra aegagrus blithy) dan makhor
goat atau kambing makhor di pegunungan Himalaya (Capra falconeri). Sebagian
besar kambing yang diternakkan di Asia berasal dari keturunan bezoar.

Berdasarkan klasifikasi biologi, kambing digolongkan dalam kerajaan
Animalia, filum cordata, kelas kelompok mamalia, ordo Arthodactyla, famili
Bovidae, sub family Caprinae dan genus Capra. Ciri-ciri kambing lokal antara lain :
(1) garis profil kepala lurus atau cekung, (2) daun telinga pendek dengan sikap
berdiri yang mengarah ke depan dan panjangnya 15 cm, (3) tanduk relatif pendek,
melengkung dengan ujung yang membengkok keluar, panjang tanduk jantan 10 cm
dan betina 8 cm, (4) betina memiliki bulu yang pendek dan jantan memiliki bulu
yang panjang pada dagu, tengkuk, pundak dan punggung sampai ke ekor serta bagian
belakang, (5) warna bulu hitam, putih, coklat serta campuran (Pamungkas et al.,
2009).
Menurut Setiadi et al., (2002), ada dua rumpun kambing yang dominan di
Indonesia yakni kambing Kacang dan kambing Ettawah. Kambing Kacang berukuran
kecil sudah ada di Indonesia sejak tahun 1900-an dan kambing Ettawah tubuhnya
lebih besar menyusul kemudian masuk ke Indonesia. Kemudian ada juga beberapa
jenis kambing yang didatangkan ke Indonesia pada masa jaman pemerintahan Hindia
Belanda dalam jumlah kecil sehingga menambah keragaman genetik kambing di
Indonesia. Sejalan dengan bertambahnya jenis bangsa kambing maka terjadilah
proses adaptasi terhadap agroekosistem yang spesifik sesuai dengan lingkungan dan
manajemen pemeliharaan yang ada di daerah setempat.
Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia juga didapati di

Malaysia dan Philipina. Kambing Kacang sangat cepat berkembang biak, pada umur
15-18 bulan sudah bisa menghasilkan keturunan. Kambing ini cocok sebagai
penghasil daging dan kulit, bersifat prolifik, tahan terhadap berbagai kondisi dan

3

mampu beradaptasi dengan baik di berbagai lingkungan yang berbeda termasuk
dalam kondisi pemeliharaan yang sangat sederhana.
Menurut Pamungkas et al., (2009), ciri-ciri kambing Kacang adalah antara
lain bulu pendek dan berwarna tunggal (putih, hitam dan coklat). Adapula yang
warna bulunya berasal dari campuran ketiga warna tersebut. Kambing jantan maupun
betina memiliki tanduk yang berbentuk pedang, melengkung ke atas sampai ke
belakang. Telinga pendek dan menggantung. Janggut selalu terdapat pada jantan,
sementara pada betina jarang ditemukan, leher pendek dan punggung melengkung.
Kambing jantan berbulu surai panjang dan kasar sepanjang garis leher, pundak,
punggung sampai ekor.
Kambing Kacang
Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia juga didapati di
Malaysia dan Philipina. Kambing Kacang sangat cepat berkembang biak, pada umur
15-18 bulan sudah bisa menghasilkan keturunan. Kambing ini cocok sebagai

penghasil daging dan kulit, bersifat prolifik, tahan terhadap berbagai kondisi dan
mampu beradaptasi dengan baik di berbagai lingkungan yang berbeda termasuk
dalam kondisi pemeliharaan yang sangat sederhana.
Ciri-ciri kambing Kacang adalah antara lain bulu pendek dan berwarna
tunggal (putih, hitam dan coklat). Adapula yang warna bulunya berasal dari
campuran ketiga warna tersebut. Kambing jantan maupun betina memiliki tanduk
yang berbentuk pedang, melengkung ke atas sampai ke belakang. Telinga pendek
dan menggantung. Janggut selalu terdapat pada jantan, sementara pada betina jarang
ditemukan. Leher pendek dan punggung melengkung. Kambing jantan berbulu surai
panjang dan kasar sepanjang garis leher, pundak, punggung sampai ekor (Pamungkas
et al., 2009).
Tingkat kesuburan kambing Kacang tinggi dengan kemampuan hidup dari
lahir sampai sapih 79,4%, sifat prolifik anak kembar dua 52,2%, kembar tiga 2,6%
dan anak tunggal 44,9%. Kambing Kacang dewasa kelamin rata-rata umur 307,72
hari, persentase karkas 44-51%. Rata-rata bobot anak lahir 3,28 kg dan bobot sapih
(umur 90 hari) sekitar 10,12 kg. Karakteristik morfologik kambing Kacang disajikan
pada Tabel 1.

4


Tabel 1. Karakteristik Morfologik Tubuh Kambing Kacang
Uraian

Kambing Kacang
Betina

Jantan

Bobot/kg

22

25

Panjang badan/cm

47

55


Tinggi pundak/cm

55,3

55,7

Tinggi pinggul/cm

54,7

58,4

Lingkar dada/cm

62,1

67,6

Lebar dada/cm


-

-

Dalam dada/cm

-

-

Panjang Tanduk/cm

7

7,8

Panjang telinga/cm

4


4,5

Lebar telinga/cm

-

-

Tegak

Tegak

Panjang ekor/cm

12

12

Lebar ekor/cm


2

2,5

Type telinga

Sumber: Batubara et al., (2007)

Kambing Benggala
Kambing Benggala diduga merupakan hasil persilangan kambing Black
Benggal dengan kambing Kacang. Kambing Benggala secara umum lebih besar dari
kambing Kacang, umumnya didominasi warna hitam dan sedikit berwarna
kecoklatan. Ciri khas dari kambing ini antara lain: bentuk telinga sedang, lurus ke
samping dan kira-kira sepertiga bagian ujung telinga jatuh seperti patah di ujung,
garis muka lurus tidak cembung seperti Peranakan Ettawah (PE), garis punggung
lurus, bulu rambut sedang menutup semua permukaan kulit tetapi tidak panjang atau
tebal dan tanduk tegak ke belakang. Kambing ini termasuk tipe pedaging (kambing
potong) dan biasanya cukup prolifik (jumlah anak sekelahiran lebih dari satu atau
kembar). Kambing Benggala mempunyai jumlah ambing yang cukup bagus sehingga
produksi susu relatif cukup untuk kebutuhan anak walaupun kembar dua atau tiga
pada saat pra sapih (Pamungkas et al., 2009). Karakteristik morfologik kambing
Benggala disajikan pada Tabel 2.

5

Tabel 2. Karakteristik Morfologik Tubuh Kambing Benggala
Uraian

Umur
±6 Bulan

±9 Bulan

Induk

Jantan

13,8

18,9

37,9

40

Panjang badan (cm)

50

57,2

72,8

77,3

Tinggi pundak (cm)

46,9

46,3

59

69,7

Tinggi pinggul (cm)

42,4

49,8

62,7

74

Lingkar dada (cm)

56,6

63,5

78,3

85,7

Lebar dada (cm)

42,6

52,4

62

66,6

Diameter dada (cm)

21

26,2

31

33,5

Panjang tanduk (cm)

1,8

6,4

15,2

14,3

Panjang telinga (cm)

14

13,5

18

27

Lebar telinga (cm)

4,8

5,9

6,3

6,8

Panjang ekor (cm)

16

9,7

13,2

15,5

Lebar ekor (cm)

5

5,6

4,8

6

Bobot (kg)

Sumber: Batubara et al., (2007)

Hijauan Pakan
Hijauan pakan adalah semua pakan yang berasal dari tanaman dalam bentuk
daun-daunan. Hijauan pakan diberikan pada ternak dapat berupa pakan segar atau
pakan kering. Hijauan pakan terbagi dalam dua kelompok, yaitu hijauan pakan
budidaya dan hijauan pakan alami.
Hijauan pakan adalah faktor yang penting untuk pertumbuhan karena dengan
pemberian pakan yang berkualitas dan cukup maka berat badan ternak akan
meningkat, begitu pula dengan kualitas karkasnya (Newman dan Snapp, 1969). Jenis
hijauan pakan yang dikumpulkan peternak untuk pakan ternak pada umumnya
berasal dari golongan rumput dan leguminosa (kacang-kacangan). Sebagian besar
hijauan pakan yang diberikan kepada ternak di Indonesia berupa rumput lokal atau
rumput asli yang sering disebut rumput alam, baik yang berasal dari padang
penggembalaan umum maupun dari tempat lain seperti pematang sawah, pinggir
jalan, pinggir hutan, saluran irigasi atau perkebunan (Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Jawa Barat, 2010). Apabila menginginkan produksi lebih baik sesuai
dengan tujuan komersil, selain hijauan pakan juga harus diberikan makanan penguat
seperti dedak padi, jagung, bungkil kelapa dan lainnya.
6

Hijauan Pakan Budidaya
Hijauan pakan budidaya adalah hijauan yang dihasilkan lewat tata laksana
budidaya hijauan meliputi penyediaan benih, pengolahan tanah, penanaman,
pemupukan, perawatan/penyiangan dan pemanenan (Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Jawa Barat, 2010). Budidaya hijauan pakan dapat dilakukan dengan
beberapa model sistem tanam yang mampu mengakomodasi tanaman utama, pakan
ternak dan konservasi. Model sistem tanam budidaya hijauan pakan antara lain strip
rumput, penguat teras, tanaman lorong/alley cropping, sistem tiga strata dan pagar
hidup.
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum)
Rumput gajah merupakan jenis hijauan pakan yang berkualitas dan disukai
ternak. Rumput gajah dapat hidup diberbagai tempat (0-3000 m dpl), tahan
lindungan, dan respon terhadap pemupukan. Rumput gajah merupakan tanaman
tahunan dengan sistem pengakaran yang kuat, tumbuh tegak membentuk rumpun
dengan rhizome yang pendek dan menghasilkan anakan apabila dipangkas.
Umumnya batang tumbuh tegak mencapai tinggi 200-600 cm, jumlah buku mencapai
20 buku, diameter batang bagian bawah mencapai 3 cm. Panjang daun 30-120 cm
dan lebar daun 10-50 mm. Pelepah daun halus hingga berbulu pendek, helai daun
bergaris dengan dasar yang lebar dan memiliki ujung yang runcing. Warna bunga
kehijauan, kekuningan, kecoklatan atau keunguan (Reksohadiprojo, 2000).
Rumput Ruzi (Brachiaria ruziziensis R. Germ dan C. M. Evrard)
Brachiaria ruziziensis merupakan salah satu spesies rumput yang memiliki
fungsi ganda yang dapat dipakai sebagai rumput potongan atau penggembalaan,
palatabilitas tinggi, pertumbuhan cepat dan mampu bersaing dengan tanaman lain.
Rumput Brachiaria sering disebut rumput bede yang dapat tumbuh dengan baik pada
tanah subur dengan pH netral sampai keasaman sedang. Rumput ruzi memiliki daun
yang lebat, padat berbulu pendek dan bertekstur lembut dengan panjang 10-25 cm
dan lebar 10-15 mm. Daun dapat tumbuh dari buku batang dan rhizome. Tinggi
tanaman mencapai 0,5-1,5 m saat berbunga. Kandungan beberapa zat nutrisi penting
pada rumput ruzi antara lain bahan kering (18%-20%), air (80%-82%), bahan

7

organik (89%-90%), abu/mineral (9%-10%), protein kasar (8%-14%), NDF (50%61%), ADF (35%-40%) dan energi 4064 kkal/kg BK (Hutasoit et al., 2009).
Rumput Setaria (Setaria splendida Staft)
Rumput setaria berasal dari kawasan Afrika tropis, kemudian berkembang di
Kenya dan Senegal. Rumput setaria tumbuh tegak, berumpun lebat, tinggi dapat
mencapai 2 m. Memiliki daun yang halus dan lebar berwarna hijau gelap, berbatang
lunak dengan warna merah keungu-unguan, pangkal batang pipih dan pelepah daun
pada pangkal batang tersusun seperti. Rumput setaria cocok ditanam di daerah yang
mempunyai ketinggian 1.200 m dpl dengan curah hujan tahunan 750 mm, dapat
tumbuh pada berbagai jenis tanah dan tahan terhadap genangan air. Produksi hijauan
setaria mencapai 100 ton rumput segar/hektar/tahun. Komposisi nutrient rumput
setaria antara lain abu 11,5%, ekstrak eter/EE 2,8%, serat kasar 32,5%, BETN
44,8%, PK 8,3% dan TDN 52,88% (Rukmana, 2005).
Rumput Raja (Pennisetum typhoides [Burm. f.] Stapf )
Rumput raja (Pennisetum purputhypoides Burm.) disebut juga “King Grass”
merupakan hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum)
dan jewawut mutiara {Pennisetum typhoides (Burm. f.) Stapf dan C. E. Hubb}.
Selanjutnya dinyatakan bahwa rumput raja mempunyai toleransi yang cukup tinggi
terhadap tempat tumbuhnya, tetapi tidak tahan terhadap naungan dan genangan air.
Rumput raja merupakan tanaman tahunan, tumbuh tegak membentuk rumpun.
Perakaran cukup dalam dan tingginya dapat mencapai 4 meter. Berbatang tebal, daun
lebar dan panjang dibandingkan dengan rumput gajah. Pada daun banyak terdapat
bulu kasar dibandingkan dengan rumput gajah ( Reksohadiprojo, 2000).
Hijauan Pakan Alami
Hijauan pakan alami merupakan jenis pakan ternak yang dapat tumbuh secara
liar atau pun ditanam secara khusus tanpa ada perawatan khusus. Hijauan pakan
alami terdiri dari jenis rumput-rumputan, kacang-kacangan dan daun-daunan
(ramban).

8

Rumput
Rumput tergolong dalam Famili Gramineae yaitu tanaman monokotiledon
(bijinya terdiri atas satu kotiledon atau disebut juga berkeping satu). Struktur rumput
relatif sederhana, terdiri dari akar yang bagian atasnya silindris dan langsung
berhubungan dengan batang. Batangnya berbuku, helai daunnya keluar dari pelepah
daun (sheath) pada buku batang. Malai rumput terdiri atas beberapa bunga yang
nantinya menghasilkan biji. Hampir semua rumput adalah tanaman herba (tidak
berkayu) sedangkan ukuran, bentuk dan pola tumbuhnya sangat beragam (Turgeon,
2002). Rumput mempunyai bagian atas yang terdiri dari batang, daun dan organ
reproduktif serta bagian bawah yang berupa akar (Munandar dan Hardjosuwignyo,
1990). Rumput dapat diperbanyak secara generatif yaitu dengan benih dan vegetatif
yaitu dengan stolon dan rhizome (Sulistyantara, 1992). Rumput merupakan jenis
tumbuhan yang mampu hidup dengan pertumbuhan tinggi di daerah tropik lembab,
akan tetapi kelemahannya adalah sulit dalam mempertahankan kualitasnya karena
semakin tua umur tanaman semakin rendah kadar proteinnya dan semakin tinggi
kadar serat kasarnya.
Rumput lapang adalah pakan yang sudah umum digunakan oleh peternak
sebagai pakan utama ternak ruminansia. Rumput banyak di sekitar sawah atau
ladang, pegunungan, tepi jalan dan semak-semak. Rumput ini tumbuh liar sehingga
memiliki mutu yang kurang baik untuk pakan (Aboenawan, 1991). Rumputrumputan merupakan hijauan segar yang sangat disukai ternak, mudah diperoleh
karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi, terutama di daerah tropis meskipun
sering

dipotong/disengut

langsung

oleh

ternak

sehingga

menguntungkan

peternak/pengelola ternak. Rumput lapang adalah campuran dari beberapa jenis
rumput lokal yang umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas
nutrisi yang rendah, namun rumput lapang merupakan hijauan yang mudah di dapat,
murah dan pengelolaannya mudah (Wiradarya, 1989). Rumput mengandung zat
makanan yang bermanfaat bagi ternak seperti lemak, bahan ekstrak tanpa-N, serat
kasar, mineral (terutama phosphor dan garam dapur) serta vitamin.
Kacangan/Leguminosa
Leguminosa adalah tanaman dikotilledon (bijinya terdiri dari dua kotiledon
atau disebut juga berkeping dua). Famili tanaman kacangan/leguminosa terbagi atas
9

tiga sub-famili yaitu Mimosaceae, Caesalpinaceae dan Papilionaceae. Kacangan
merupakan salah satu hijauan pakan yang mengandung protein lebih tinggi daripada
rumput, tanaman ini umumnya responsif terhadap pemupukan fosfat karena
dibutuhkan untuk pertumbuhan perakaran dan aktivitas fiksasi nitrogen (Sumarsono,
2002). Mimosaceae adalah tanaman perdu berkayu dengan bunga biasa sedangkan
Caesalpinaceae mempunyai bunga irregular. Papilionaceae adalah tanaman semak
berkayu dengan bunga papilionate atau berbentuk seperti kupu. Antar jenis
kacangan/leguminosa terdapat perbedaan morfologi.
Fungsi kacangan dibagi menjadi 3 macam yaitu: (1) sebagai bahan pangan
dan hijauan pakan (Papilionaceae): kacang tanah (Arachis hipogeae), kacang kedelai
(Glycine soya), kacang panjang (Vigna sinensis); (2) sebagai hijauan pakan ternak
(Mimosaceae): kacang gude (Cayanus cayan), kalopo (Calopogonium muconoides),
sentro (Centrosoma pubescens) dan (3) multi fungsi (pakan, pagar, pelindung,
penahan erosi): Gliricidia maculata, Albizzia falcata. Kandungan nilai protein dari
tanaman leguminosa sangat tinggi dibandingkan dengan tanaman rumput-rumputan.
Selain itu, leguminosa juga mempunyai kandungan serat kasar yang lebih rendah
dibanding rumput sehingga kecernaannya akan lebih tinggi (Sumarsono, 2002).
Daun-Daunan (Ramban)
Daun-daunan atau ramban berasal dari tanaman yang tidak tergolong sebagai
jenis tanaman yang secara konvensional dikenal sebagai hijauan pakan ternak seperti
rumput-rumputan ataupun leguminosa. Daun-daunan/ramban tergolong sebagai
tanaman buah-buahan, gulma ataupun tanam pohon dikawasan hutan. Penggunaan
daun-daunan ini umumnya dapat diamati dikawasan pertanian intensif di negaranegara tropis, khususnya pada musim kemarau yang merupakan periode dimana
jenis-jenis hijauan pakan ternak konvensional sulit didapatkan. Adapun beberapa
jenis daun-daunan yang dimaksud misalnya berasal dari tanaman alpukat (Persea
sp), nangka (Artocarpus sp) serta pisang (Musa sp). Jenis-jenis pohon yang daunnya
dilaporkan digunakan sebagai pakan ruminansia di kawasan asia meliputi Erythrina
variegata, Ficus (F. exasperata, F. bengalnensis, F. religiosa), Albizia lebbeck,
Tamarindus indica, Cajanus cajan (Devendra, 1990).

10

Usaha Peternakan Kambing
Ternak kambing merupakan ternak yang dipelihara oleh masyarakat secara
luas karena mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan bagi pemeliharaannya
yaitu sebagai tabungan yang sewaktu-waktu boleh dijual dan cepat berkembang biak.
Menurut Mubyarto (1989), peternakan dilihat dari pola pemeliharaan yang terbagi
atas tiga kelompok, yaitu 1) peternakan rakyat dengan pemeliharaan tradisional, 2)
peternakan rakyat dengan pemeliharaan semi komersil dan 3) peternakan komersil.
Tercapainya produksi optimal memerlukan faktor pendukung produksi meliputi
ternak, tenaga kerja, modal dan manajemen.
Pemeliharaan ternak kambing secara tradisional umumnya memiliki
produktivitas kambing rendah. Menurut Handiwirawan et al., (1996) rendahnya
produktivitas kambing terutama berkaitan dengan rendahnya laju pertambahan
bobot badan, panjangnya selang beranak dan tingginya laju mortalitas.
Sistem Pemeliharaan Ternak
Sistem pemeliharaan ternak terbagi atas tiga yaitu sistem ekstensif, semiintensif atau intensif (Parakkasi, 1999).
Sistem Pemeliharaan Ekstensif
Sistem pemeliharaan ekstensif umumnya dilakukan di daerah dengan kondisi
tanah tidak cocok untuk peningkatan pertanian dan terlalu sulit atau mahal untuk
dipagar. Ternak dilepas bebas dan mencari makan sendiri di padang rumput atau
tempat sumber pakan lain pada siang hari dan pulang pada malam hari. Ternak tidak
memiliki kandang sebagai tempat berlindung (Mulyono et al., 2008). Parakkasi
(1999) menyatakan bahwa sistem ekstensif dapat dilihat dari aktivitas perkawinan,
pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan yang dilaksanakan oleh orang dan di
lapangan yang sama. Ditinjau dari segi usaha, cara ini tidak merugi karena ongkos
produksi hampir nol, akan tetapi secara nasional akan kebutuhan daging sistem ini
tidak diharapkan.
Sistem Pemeliharaan Semi Intensif
Sistem pemeliharaan semi intensif merupakan pemeliharaan ternak dengan
penggembalaan secara teratur, memiliki kandang sebagai tempat berlindung dan

11

tempat tidur ternak pada malam hari. Peternak mulai memperhatikan tanda-tanda
birahi dan membantu kelahiran ternak. Masa penggembalaan berlangsung sekitar
delapan jam setiap hari cerah. Selain rerumputan, kambing juga mulai diberi
makanan tambahan sebagai penguat seperti dedak padi, ampas tahu, ubi jalar, ubi
kayu serta daun-daunan seperti daun lamtoro atau petai cina, daun nangka atau daun
mangga. Garam mineral dan gula merah juga diberikan sebagai campuran pada air
minum kambing atau bisa juga dicampur dengan rumput atau pakan penguat
(Mulyono et al., 2008).
Sistem Pemeliharaan Intensif
Sistem pemeliharaan intensif menuntut perhatian penuh dan memerlukan
pengadaan hijauan pakan terus menerus tanpa penggembalaan. Kandang ternak
dipisahkan menurut jenis kelamin dan umur ternak. Perawatan rutin yang dilakukan
meliputi : 1) pembersihan kandang, 2) pengumpulan kotoran dan 3) penyediaan
pakan hijauan, pakan tambahan dan air minum. Perawatan insidental meliputi: 1)
pemotongan kuku kambing, 2) kastrasi atau pengebirian, 3) pemeriksaan kesehatan
dan pemberian obat, 4) pemberian tanda pengenal, 5) pemotongan tanduk dan 6)
vaksinasi (Mulyono et al., 2008).

12

MATERI METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di daerah peternakan kambing rakyat di Desa Pidoli
Lombang dan Aek Banir, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal
pada bulan Mei-Agustus 2011.
Materi
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, papan triplek,
alkohol 70 %, kertas koran, timbangan, tali rapia dan peternak sebagai
respondenserta kuisioner yang digunakan untuk mengetahui keterampilan peternak
dan lingkungan pemeliharaan kambing. Bahan yang digunakan adalah ternak
kambing.
Prosedur
Persiapan Penelitian
Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan bentuk topografi dan dinamika sosial
budaya. Wawancara dengan setiap peternak terkait kondisi ternak, pola penyediaan
pakan, sistem pemeliharaan, lingkungan, serta permasalahannya. Wawancara
dilakukan dengan metode survey dan menggunakan kuisioner.
Penimbangan Hijauan dan Konsumsi
Penimbangan hijauan dan konsumsi hijauan pakan dilakukan untuk melihat
komposisi botani hijauan pakan di dalam kandang dan performa kambing.
Penimbangan hijauan dan konsumsi hanya dapat dilakukan di Desa Pidoli Lombang
yang menerapkan sistem pemeliharaan intensif. Desa Aek Banir menerapkan sistem
pemeliharaan semi intensif yang lebih cenderung ke ekstensif, sehingga tidak bisa
melakukan prosedur komposisi botani di dalam kandang.
Hijauan segar yang diberikan pada ternak dipisahkan tiap jenisnya, kemudian
ditimbang satu per satu untuk mengetahui berapa proporsi tiap jenis hijauan yang
diberikan agar didapatkan hijauan apa saja yang dominan dikonsumsi oleh ternak.
Keesokan harinya menimbang sisa seluruh jenis hijauan yang diberikan di hari
sebelumnya agar dapat mengestimasi berapa banyak hijauan tersebut dimakan oleh

13

ternak. Penimbangan hijauan ini dilakukan selama empat hari pada empat orang
peternak.
Pembuatan Herbarium
Metode yang digunakan dalam membuat herbarium hijauan pakan yaitu
dengan mengikuti metode Stone (1983) yaitu eksplorasi koleksi tumbuhan dengan
bunga dan buah (fertil) diproses untuk spesimen herbarium. Setiap hijauan yang
diberikan peternak pada kambing dibuat koleksi (herbarium) kering. Pembuatan
herbarium kering yaitu dengan cara mengambil satu bagian utuh tiap jenis hijauan
lalu semprotkan alkohol 70 % pada seluruh bagian tanaman, kemudian ditempatkan
pada kertas koran yang ditutup secara rapat dan dipadatkan dengan menggunakan
kardus, lalu diikat dengan tali. Hasil dari herbarium akan digunakan untuk
mengidentifikasi jenis hijauan pakan yang di konsumsi ternak kambing.
Identifikasi Hijauan
Identifikasi dilakukan dengan mengamati tiap jenis hijauan yang telah dibuat
herbarium dan hasil foto lalu mencari nama latinnya dengan cara membandingkan
ciri-ciri fisiknya dengan text book terkait. Kemudian mencatat nama lokal dan nama
latin serta memisahkan antara jenis rumput, kacangan dan ramban. Rumput
merupakan hijauan pakan dari famili gramineae, kacangan merupakan hijauan pakan
dari famili leguminoceae, sedangkan ramban merupakan hijauan pakan yang bukan
berasal dari famili gramineae dan leguminoceae.
Jenis, Sumber dan Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental. Penelitian ini
menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari semua
responden melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner atau daftar pertanyaan
yang disusun berdasarkan kriteria faktor penentu kambing. Teknik observasi yaitu
pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan
untuk mengetahui fenomena atau gejala yang ada pada objek penelitian dan
pengukuran langsung di lapangan (pengamatan lahan sumber hijauan penimbangan
bobot badan, mengamati hijauan pakan yang diberikan dan memotret hijauan
tersebut, serta melakukan penimbangan hijauan yang diberikan peternak).

14

Data sekunder diperoleh dari bahan tertulis atau pustaka yang dapat dipercaya
dan berhubungan dengan penelitian berupa hasil penelitian dan data pendukung lain
yang diperoleh dari instansi yang terkait seperti kantor Desa Pidoli Lombang dan
Aek Banir, kantor Kecamatan Panyabungan, Dinas Peternakan Kabupaten
Mandailing Natal dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal.
Data yang dikumpulkan meliputi keadaan umum Desa Pidoli Lombang dan
Aek Banir, karakteristik peternak responden, sistem pemeliharaan ternak, hijauan
pakan yang digunakan, sumber hijaun pakan, bobot badan ternak dewasa dan
pemberian hijauan pakan per hari. Data primer dan sekunder yang diperoleh
kemudian diolah dengan rapi serta dianalisis secara deskriptif, analisis identifikasi
hijauan pakan, analisis komposisi botani dan analisis kapasitas tampung Nell dan
Rollinson (1974).
Analisis Deskriptif
Data yang diperoleh dari hasil wawancara 12 responden Desa Pidoli
Lombang dan 29 responden Desa Aek Banir diolah secara deskriptif meliputi
gambarkan keadaan umum di lokasi penelitian, karakteristik peternak yang meliputi
umur, pendidikan, pekerjaan, pengalaman beternak dan tanggungan keluarga,
karakteristik tata usaha peternakan, gambaran kondisi dan keragaman hijauan pakan
yang diberikan pada ternak, konsumsi hijauan, meninjau pengaruh pemberian
beragam hijauan pakan terhadap ternak pada peternakan kambing rakyat di Desa Aek
Banir dan Desa Pidoli Lombang.
Analisis Komposisi Botani
Metode analisis komposisi botani yang digunakan adalah dry weight rank
atau perbandingan persentase relatif tentang kedudukan masing-masing spesies
hijauan pakan yang ditemukan di kandang. Data ditabulasikan untuk memperoleh
perbandingan antara spesies hijauan pakan yang menempati urutan pertama, kedua
dan ketiga. Jumlah angka perbandingan dikalikan dengan angka konstanta
8,04:2,41:1.
Analisis Kapasitas Daya Tampung Nell dan Rollinson
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) merujuk pada
metode Nell dan Rollinson (1974) yang merupakan metoda komparatif yang
15

membatasi diri hanya pada sumber hijauan pakan yang tercatat luas atau ukurannya
dalam laporan statistik. Potensi penyediaan hijauan dari sumber tersebut
dikonversikan terhadap potensi padang rumput permanen setelah mengalami
serangkaian penelitian empirik dengan perhitungan sebagai berikut:
1. Daya Dukung Lahan (ST)
Rumus :

Potensi HMT (BK) kg BK/Th x 365 (hari)
Konsumsi ternak/hari

Keterangan :
1. Potensi hijauan pakan dalam bentuk BK dengan satuan kg/tahun
2. Konsumsi atau kebutuhan ternak dengan satuan kg BK/ ST/hari
3. 365 hari = 1 tahun
2. Analisis KPPTR Efektif (ST) = Daya Dukung Lahan – Popriil
Keterangan: Popriil adalah populasi riil ternak ruminansia (ST) pada tahun
tertentu.

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Peternakan Kabupaten Mandailing Natal
Penduduk Kabupaten Mandailing Natal bermata pencaharian di sektor
pertanian secara luas, kemudian sebagai pedagang, buruh, pegawai negeri dan
pegawai swasta serta jenis pencaharian lainnya. Jenis ternak yang banyak diusahakan
masyarakat baik ruminansia maupun unggas yakni kambing, domba, sapi, kerbau,
ayam, itik dan bebek (Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal, 2010).
Kecamatan Panyabungan memiliki luas sebesar 25.977,43 Ha yang terbagi
atas 38 Desa dengan jumlah penduduk keseluruhan sebanyak 76.482 jiwa. Secara
keseluruhan, populasi ternak kambing di Kabupaten Mandailing Natal sebanyak
20.310 ekor. Populasi ternak kambing di Kecamatan Panyabungan merupakan jumah
terbanyak kedua setelah Kecamatan Natal yaitu sebesar 1809. Populasi ternak yang
terdapat di Kabupaten Mandailing Natal disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Populasi Ternak di Kabupaten Mandailing Natal
Jenis Ternak

Tahun (Ekor)
2006

2007

2008

2009

Sapi

3490

3714

4245

4517

Kerbau

4441

4457

4203

4246

Kambing

20235

20516

19993

20310

Domba

7986

8014

7995

8046

Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Mandailing Natal (2009)

Populasi kambing tertinggi ekor terdapat di Kecamatan Natal. Namun,
sulitnya akses untuk menuju ke Kecamatan Natal menjadikan Kecamatan
Panyabungan sebagai Kecamatan dengan populasi ternak kambing tertinggi kedua
sebagai wilayah yang paling ideal untuk mengembangkan ternak kambing. Peran
pemerintah untuk membantu para peternak rakyat sangat membantu dalam
meningkatkan skala peternakan di Kecamatan Panyabungan. Tingkat kepemilikan
ternak kambing di peternakan rakyat umumnya sangat kecil, sehingga para peternak
belum menjadikan ternak kambing sebagai bahan konsumsi makanan dan hanya
sebagai tabungan keluarga saja.

17

Keadaan Umum Desa Pidoli Lombang
Desa Pidoli Lombang merupakan desa di Kecamatan Panyabungan yang
berbatasan dengan Kelurahan Sipolu-Polu di sebelah Utara, Desa Perbangunan di
sebelah Selatan, Kelurahan Pidoli Dolok di sebelah Barat dan Kecamatan
Panyabungan Barat di sebelah Timur. Luas wilayah desa adalah 1.844,18 ha dengan
jumlah penduduk 6.062 jiwa dan 1.306 KK. Desa Pidoli Lombang memiliki
topografi dataran 80%, ketinggian 200 m/dpl, suhu 25 °C, kelembaban 60% dan
hidrologi berupa irigasi berpengairan teknis. Curah hujan mencapai 3000 mm/tahun
dan kecepatan angin 15-25 km/jam.
Penggunaan Lahan Desa Pidoli Lombang
Lahan merupakan salah satu bagian terpenting untuk pengadaan hijauan
pakan. Fungsi lahan terus mengalami pergeseran dari lahan pertanian menjadi lahan
non-pertanian, sehingga sumber dan ketersediaan hijauan pakan menjadi terbatas.
Keberadaan lahan terutama padang penggembalaan menjadi berkurang seiring
meningkatnya kepadatan penduduk. Kekurangan dan keterbatasan penyediaan pakan
dapat diatasi dengan meningkatkan penggunaan tanah-tanah kosong di batas
pekarangan, tepi jalan, pematang sawah dan tegalan (Nitis, 1993).
Berdasarkan data penggunaan lahan pada Tabel 4, Desa Pidoli Lombang
memiliki luas lahan yang dapat dimanfaatkan menjadi sumber hijauan pakan.
Persentase lahan yang dapat dimanfaatkan yaitu ladang, kebun, hutan, kantor,
sekolah, pemakaman, lapangan dan jalan adalah sebesar 81,56%.
Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan Desa Pidoli Lombang
Jenis Lahan

Luas (ha)

Persentase (%)

Pemukiman

40

2,17

Sawah Irigasi

250

13,56

Sawah Tadah Hujan

50

2,9

1504,18

81,56

Lain-Lain
Sumber : Profil Desa Pidoli Lombang, (2011)

Lahan yang memiliki potensi dalam pengadaan hijauan pakan untuk kambing
adalah lahan lain-lain yang meliputi ladang, kebun, rawa, perikanan, hutan,
pemakaman, pinggiran jalan dan lapangan yang memiliki persentase sebesar 81,56%.
18

Keadaan Umum Desa Aek Banir
Desa Aek Banir merupakan desa di Kecamatan Panyabungan yang berbatasan
dengan Desa Sipaga Paga di sebelah Utara, Desa Simangambat Tambangan di
sebelah Selatan, sungai Batang Gadis di sebelah Barat dan Desa Gunung Baringin di
sebelah Timur. Luas wilayah desa yaitu 38 ha, dengan jumlah penduduk 2424 jiwa
dan 568 KK. Rumah penduduk memiliki pola memanjang mengikuti bentuk jalan
utama desa dengan panjang wilayah pemukiman yaitu 2,5 km. Desa Aek Banir
memiliki topografi pegunungan dengan kemiringan 30° dengan ketinggian 350
m/dpl.
Penggunaan Lahan Desa Aek Banir
Lahan merupakan salah satu bagian terpenting untuk pengadaan hijauan
pakan. Fungsi lahan terus mengalami pergeseran dari lahan pertanian menjadi lahan
non-pertanian, sehingga sumber dan ketersediaan hijauan pakan menjadi terbatas.
Keberadaan lahan terutama padang penggembalaan menjadi berkurang seiring
meningkatnya kepadatan penduduk. Letak desa yang berada di pegunungan sehingga
tidak memiliki lahan sawah, rawa dan perikanan. Desa Aek Banir merupakan desa
yang baru mulai berkembang. Bentuk lahan yang miring hanya memungkinkan
penggunaan lahan sebagai kebun karet, aren dan tanaman pohon lainnya. Lahan
perkebunan yang ada merupakan salah satu potensi lahan penghasil hijauan pakan.
Kependudukan dan Sosial Budaya
Mayoritas penduduk Desa Pidoli Lombang merupakan keturunan suku Jawa
dan suku Mandailing. Penduduk Desa Aek Banir merupakan suku Mandailing asli.
Jumlah penduduk Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir yaitu berjumlah 6062 dan
2424 jiwa. Berdasarkan jenis kelamin, penduduk Desa Pidoli Lombang terdiri atas
laki-laki dengan persentase 47,25% (2.864 jiwa) dan perempuan 52,75% (3.198
jiwa). Penduduk Desa Pidoli Lombang lebih banyak berjenis kelamin wanita.
Penduduk Desa Aek Banir berjenis kelamin laki-laki memiliki persentase sebesar
43,32% (1050 jiwa) dan perempuan sebesar 56,68% (1374 jiwa). Penduduk Desa
Aek Banir lebih banyak berjenis kelamin wanita.

19

Pidoli Lombang

52,75%

47,25%

Aek Banir

43%
Laki-Laki

57%

Perempuan

Gambar 1. Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2011
Jumlah penduduk usia produktif di Desa Pidoli Lombang lebih banyak
dibanding dengan usia anak-anak dan lansia. Perbandingan usia anak-anak, produktif
dan lansia adalah 35,30% : 62,26% : 2,44%. Jumlah penduduk pada kategori usia
produktif laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 30,02% dan 32,23%. Kepala
keluarga dari total jumlah penduduk Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir sebanyak
1.306 dan 568 kepala keluarga (Profil Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir, 2011).
Sistem Pemeliharaan Ternak Kambing
Yumichad dan Ilham (2006) mengemukakan bahwa sistem produksi kambing
tidak mengalami perubahan dalam 50 tahun terakhir. Sebagian besar sumbangan
produksi tetap berada dalam tangan peternak rakyat, sementara peternak besar tidak
berkembang. Tingkat masyarakat menunjukkan bahwa kegiatan budidaya ternak
kambing lebih didominasi oleh peternak skala kecil dengan tingkat penguasaan
ternak berkisar antara 3-10 ekor/KK.
Jenis kambing yang dipelihara pada peternakan rakyat di Desa Pidoli
Lombang adalah kambing kacang Peranakan Benggala dan Benggala. Adanya
Peraturan Desa tentang tata cara pemeliharaan hewan ternak menjadikan sistem
pemeliharaan ternak kambing di Desa Pidoli Lombang adalah pemeliharaan intensif.
Sistem pemeliharaan ternak secara intensif merupakan sistem pemeliharaan ternak
yang dikandangkan dengan pola penyediaan HMT secara cut and carry (diaritkan).
Peternak di Desa Pidoli Lombang biasanya mengangkut hijauan pakan
dengan menggunakan sepeda, becak, sepeda motor atau menggunakan pikulan
berjalan kaki hingga ke rumah. Frekuensi pemberian hijauan pakan dengan pola
penyediaan HMT cut and carry terhadap ternak kambing di Desa Pidoli Lombang
sebanyak dua kali dalam sehari dengan periode pemberian pagi dan sore hari.

20

Gambar 2. Kandang dan Pola Penyediaan HMT Cut and Carry (Sistem Intensif)
Penduduk Desa Pidoli Lombang menggunakan tanaman liar yang diperoleh
dari kebun, sawah dan lahan kosong dalam menyediakan hijauan pakan kambing.
Peternak belum memiliki pemahaman untuk menanam sendiri hijauan pakan dalam
pemenuhan kebutuhan. Pemanfaatan lahan kosong sebagai lahan tanam hijauan
pakan akan membantu terjaminnya ketersediaan hijauan pakan.
Ternak kambing umumnya dipelihara di dalam satu kandang dan
dicampurkan. Bentuk kandang secara keseluruhan adalah kandang panggung persegi
panjang yang terbuat dari kayu dan bambu yang berkolong dengan jarak 1-1,5 meter.
Kandang dengan kolong tinggi bertujuan untuk memudahkan dalam membersihkan
kandang, pengumpulan kotoran dan gangguan dari ternak lain. Atap kandang terbuat
dari seng dan ilalang yang dianyam sendiri oleh peternak. Lantai kandang terbuat
dari papan dan bilahan bambu. Lokasi kandang ternak terletak di belakang atau
samping rumah peternak.
Jumlah ternak yang dimiliki peternak tidak terlalu banyak, sehingga kotoran
nya hanya dimanfaatkan untuk keperluan sendiri saja. Tetapi peternak yang memiliki
ternak dengan jumlah 30-50 ekor, setiap seminggu sekali membersihkan kandang
dan mengumpulkan kotorannya lalu di tumpuk dan ditutup dengan plastik sebelum
pembeli datang. Kotoran kambing dijual dengan harga Rp, 1.000,- per karung kecil
dengan berat rata-rata per karung 10 kg.
21

Pola penyediaan hijauan pakan dengan sistem semi intensif dibedakan
menjadi dua yaitu (1) ternak diberi pakan sebelum digembalakan, (2) ternak baru
diberi pakan setelah dikandangkan pada sore hari. Sistem pemeliharaan di Desa Aek
Banir cenderung kepada sistem ekstensif, karena ternak biasa digembalakan seharian,
tidak selalu dikandangkan pada malam hari dan tidak selalu menyediakan hijauan
pakan pada malam hari.

Gambar 3. Ternak Dilepaskan dan Mencari Makan Sendiri (Sistem Semi Intensif)
Jenis kambing yang dipelihara pada peternakan rakyat di Desa Aek Banir
adalah kambing Kacang Lokal. Letak desa jauh dari pusat kota dan terletak di
antara pegunungan dan dibatasi oleh sungai. Sistem pemeliharaan kambing di Desa
Aek Banir adalah pemeliharaan semi intensif. Sistem pemeliharaan semi intensif
merupakan sistem pemeliharaan ternak yang dikandangkan pada malam hari,
sedangkan pada siang hari dilepaskan atau digembalakan agar dapat merumput
(grazing). Pola penyediaan hijauan pakan kambing dengan sistem semi intensif
adalah gabungan antara sistem intensif dan ekstensif. Bentuk kandang ternak
kambing di Desa Aek Banir sama dengan bentuk kandang kambing di Desa Pidoli
Lombang. Namun sedikit kurang terawat dengan baik, karena ternak selalu dilepas.
Pengertian padang penggembalaan secara umum adalah lahan yang
digunakan sebagai tempat atau lahan yang ditanami rumput unggul atau legum yang
tahan terhadap injakan ternak untuk digunakan sebagi tempat penggembalaan ternak.
Padang penggembalaan yang biasa digunakan untuk menggembalakan ternak
kambing di Desa Aek Banir merupakan lahan dengan rumput dan legum yang
tumbuh liat tanpa dirawat dan sengaja ditanam. Lahan yang biasa digunakan sebagai
padang penggembalaan ternak kambing di Desa Aek Banir adalah lahan kosong, tepi
jalan dan kebun.

22

Karakteristik Peternak
Menurut Simamora (2004), karakteristik seseorang mempengaruhi cara dan
kemampuan yang berbeda dalam bentuk persepsi, informasi yang diinginkan dan
menginterpretasikan informasi tersebut. Hasil pengukuran karakteristik peternak di
Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir dibedakan berdasarkan umur, tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan dan pengalaman beternak.
Umur Peternak
Sebagian besar peternak di Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir berumur
antara 20-49 tahun. Jumlah peternak kambing di Desa Pidoli Lombang sebanyak 12
Kepala Keluarga (KK) dan Desa Aek Banir sebanyak 29 Kepala Keluarga (KK)
dengan rataan kerja setiap KK dua orang merupakan tenaga kerja keluarga.
Berdasarkan Gambar 4, peternak di Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir
berusia produktif (20-49 tahun) berjumlah hamper sama yaitu 66,67% dan 65,52%.
Peternak berusia non produktif (≥50 tahun tahun) di Desa Pidoli Lombang dan Aek
Banir yaitu 16,66% dan 34,48%.
Pidoli Lombang
16%

Aek Banir

17%
10-19 tahun

67%

20-49 tahun

34%
66%

≥50 tahun

Gambar 4. Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Umur Tahun 2011
Karakteristik umur peternak di Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir hampir
sama pada usia produktif (20-49 tahun). Hal tersebut menunjukkan bahwa tenaga
kerja di kedua desa tersebut memiliki potensial dalam pengembangan sektor
pertanian terutama subsektor peternakan ruminansia kecil karena sebagian besar
peternak berada dalam usia produktif. Usia produktif menunjukkan kemampuan dan
kemauan yang lebih dibandingkan dengan peternak usia non produktif dalam
penyediaan hijauan pakan dengan jangkauan yang lebih luas, merawat dan menjaga
kebutuhan ternak.

23

Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan peternak di Desa Pidoli Lombang pada Gambar 5.
sebagian besar adalah lulusan SMP (58%), SMA (25%) dan SD (17%). Desa Aek
Banir lebih banyak memiliki lulusan SD (90%), SMP (7%) dan SMA (3%). Tingkat
pendidikan peternak Desa Aek Banir sangat rendah bila dibandingkan dengan Desa
Pidoli Lombang. Rendahnya tingkat pendidikan dan tidak adanya penyuluh
peternakan di kedua desa mempengaruhi tingkat keterampilan khusus dan
pengetahuan peternak dalam memanfaatkan teknologi peternakan khususnya
teknologi pakan.
Pidoli Lombang
25%

7%

17%

Aek Banir
3%

SD
SMP

58%

SMA

90%

Gambar 5. Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan Tahun 2011
Keterampilan dan pengetahuan dapat diperoleh peternak dari pendidikan
formal dan non-formal. Pendidikan formal adalah ilmu yang diperoleh dari sekolah
(SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi). Pendidikan non-formal diperoleh dari
pengalaman, keterampilan dan pengetahuan yaitu dengan mengikuti seminar, kursus
dan pelatihan.
Jenis Pekerjaan
Usaha ternak kambing di Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir merupakan
usaha sampingan yang berfungsi sebagai tabungan keluarga. Berdasarkan Gambar 6,
sebagian besar responden peternak di Desa Pidoli Lombang memiliki pekerjaan
sebagai pedagang (50%). Sisanya adalah peternak dengan pekerjaan sebagai petani
(33%) dan pelajar (17%). Peternak dengan status pelajar merupakan peternak muda
yang menjadikan ternak kambing sebagai hewan peliharaan.
Responden peternak di Desa Aek Banir sebagian besar memiliki pekerjaan
sebagai petani (90%), sisanya sebagai pedagang (7%) dan sopir (3%). Sektor
pertanian di Desa Aek Banir terdiri dari ladang, kebun karet dan kebun aren. Usaha
24

sampingan penduduk Desa Aek Banir selain beternak adalah membuat gula merah.
Persentase rataan penghasilan peternak Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir antara
Rp 1.000.000,00-Rp 2.000.000,00 yaitu sebesar 58,33% dan 89,65%. Rataan jumlah
tanggungan peternak Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir antara 1-4 orang dengan
persentase sebesar 58,33% dan 65,52%.
Aek Banir
3%
7%

Pidoli Lombang
17%

pelajar

50%

tani

33%

90%

dagang

Gambar 6. Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2011
Pengalaman Beternak
Pengalaman beternak kambing di Desa Pidoli Lombang sebagian besar
adalah >5 tahun yaitu 75% (Gambar 7). Salah satu peternak di Desa Pidoli Lombang
sudah beternak selama 41 tahun yaitu Pak Pujo. Beternak kambing sudah ditekuni
beliau sejak umur 9 tahun. Pengalaman yang sangat cukup menjadikan Pak Pujo
sebagai peternak kambing yang paling sukses dengan jumlah ternak mencapai 50
ekor. Pak Pujo juga memberikan vaksin pada ternak kambing sekali dalam satu
tahun.
Pidoli Lombang
25%

Aek Banir
7%
5 tahun

52%

Gambar 7. Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak (2011)
Gambar 7. menunjukkan sebagian besar peternak di Desa Aek Banir memiliki
pengalaman 1-5 tahun (52%). Peternak dengan pengalaman >5 tahun memiliki
persentase yang hampir sama dengan peternak berpengalaman 1-5 tahun yaitu 41%.
Umumnya peternak di Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir telah memiliki

25

pengetahuan beternak yang diperoleh dari keluarga secara turun temurun.
Pengalaman ternak yang lama menandakan peternak sudah memiliki pengalaman
yang cukup baik sehingga dapat dijadikan modal untuk mengelola ternak kambing.
Kepemilikan Ternak
Devendra (2001) membagi skala kepemilikan kambing sebanyak 1-5 ekor
dalam skala kecil, 6-10 ekor dalam skala sedang dan >10 ekor dalam skala besar.
Jumlah ternak yang dimiliki peternak dinyatakan dalam satuan ternak (ST). Jumlah
ternak dalam satuan ternak di Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir disajikan pada
Tabel 8. Usaha peternakan kambing di Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir bersifat
usaha sampingan dalam skala kecil dan sedang dengan tiap peternak memiliki ternak
antara 1-10 ekor. Peternak di Desa Pidoli Lombang yang memiliki ternak >15 ekor
termasuk dalam skala besar dan dapat dikembangkan menjadi usaha peternakan skala
besar yang berbasis teknologi peternakan.
Tabel 5. Populasi Ternak Kambing di Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir
Desa

Jumlah Ternak Kambing (ekor)

Satuan Ternak (ST)

Dewasa

Muda

Anak

Pidoli Lombang

72

53

34

17,12

Aek Banir

54

56

25

14,12

Performa Kambing
Jenis kambing yang terdapat di Desa Pidoli Lombang yaitu kambing kacang,
kambing Peranakan Benggala dan kambing Benggala. Saat ini yang masih memiliki
kambing Benggala hanya satu orang peternak. Jenis kambing yang terdapat di Desa
Aek Banir adalah kambing Kacang Lokal dengan pola warna campuran antara putih,
hitam dan coklat.
Hasil penimbangan kambing dewasa menunjukkan bahwa rataan bobot badan
kambing Benggala dewasa sebesar 44 kg, kambing Peranakan Benggala 41,74 kg
dan kambing kacang 27 kg. Hasil wawancara menyebutkan bahwa rataan bobot
badan jenis kambing Kacang Lokal di Desa Aek Banir adalah 30 kg.

26

Gambar. 8. Kambing Benggala, Peranakan Benggala dan Kacang Lokal
Kualitas dan Kuantitas Hijauan Pakan
Tabel 6 menunjukkan bahwa penggunaan rumput benggala sebagai hijauan
pakan kambing terbanyak. Hal ini dipengaruhi oleh kemudahan dalam mendapatkan
dan ketersediaan yg melimpah. Rumput benggala tumbuh subur di pematang sawah.
Bagi para petani padi, rumput benggala merupakan gulma yang dapat mengganggu
pertumbuhan padi. Luasnya areal sawah yang terdapat di Desa Pidoli Lombang (300
ha) menjadikan ketersediaan rumput benggala melimpah. Rumput benggala termasuk
ke dalam tanaman berumur panjang, dapat beradaptasi dengan segala jenis tanah dan
palatable/disukai ternak (Anganga dan Tshwenyane, 2004).
Menurut hasil penelitian Purbajanti et al., (2007), rumput benggala yang
dipotong dengan ketinggian 10 cm mempunyai kadar protein kasar 10,50% dan serat
kasar 36,68%. Produksi bahan kering rumput benggala di India bagian barat daya
dengan curah hujan 350 mm/tahun adalah 2,98-3,78 ton/ha/tahun (Tomar et al.,
2003). Di Tanzania rumput benggala yang didefoliasi saat tanaman mencapai tinggi
40 cm mempunyai kadar serat kasar 29.90%, sedangkan di Malaysia rumput
benggala yang mengalami defoliasi setiap 6 minggu mempunyai kadar serat kasar
31.20% (Aganga dan Tshwenyane, 2004).
Berdasarkan Tabel 7, hijauan pakan yang paling banyak dikonsumsi ternak
kambing di Desa Aek Banir adalah jenis kacangan (41,67%) dan ramban (41,67%),

27

kemudian rumput (16,66%). Hasil wawancara langsung dengan peternak
menyebutkan bahwa umumnya peternak memberikan hijauan pakan rampas para
kepada kambing. Rampas para atau disebut juga sembung rambat merupakan
tanaman gulma yang tumbuh merambat dan membentuk jalinan. Rampas para dapat
ditemui dengan mudah seperti tumbuh merambat pada pohon pisang, kelapa sawit
dan tanaman-tanaman lainnya.
Jenis dan Komposisi Botani Hijauan Pakan
Jenis hijauan pakan yang terdapat di Desa Pidoli Lombang dan Aek Banir
terbagi menjadi tiga, yaitu rumput, kacangan dan ramban. Jenis hijauan yang terdapat
di Desa Pidoli Lombang sebanyak 14 jenis, yang terbagi atas rumput 3 jenis,
kacangan 5 jenis dan ramban 6 jenis. Jenis rumput yang diberikan yaitu rumput
manis, rumput benggala dan rumput oma. Jenis kacangan yaitu gamal, lamtoro,
sentro, kacangan dan andor. Jenis ramban yang diberikan yaitu daun si