Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara).

(1)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN

PEMBANGUNAN DESA

(Studi Pada Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal)

OLEH:

SUHARDIMAN

080903011

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAKSI

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN

PEMBANGUNAN DESA DI DESA SIGALAPANG JULU KECAMATAN PANYABUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

Nama : Suhardiman NIM : 080903011

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pembimbing :Hatta Ridho, S. Sos, MSP

Proses perencanaan pembangunan di Desa Sigalapang Julu dilakukan dengan musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdes). Dimana dalam prosesnya dibuka kesempatan bagi seluruh masyarakat dan stakeholder untuk berpartisipasi. Di desa ini, pemerintah mengupayakan pengikutsertaan masyarakat dalam perencanaan pembangunan melalui partisipasi. Sehingga dengan demikian masyarakat dapat menentukan kebutuhan dan keinginannya akan pembangunan berdasarkan potensi riil yang ada.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber datanya adalah informan yang berjumlah 11 orang dan didukung oleh dokumentasi dan pustaka sedangkan teknik pengumpulan datanya adalah dengan wawancara.

Dari hasil wawancara dan observasi maka dapat diketahui bahwa partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa di Desa Sigalapang Julu masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing dan kurangnya pengetahuan juga informasi sehingga masyarakat menjadi apatis dengan perencanaan pembangunan itu sendiri.

Kontribusi yang diberikan masyarakat dalam perencanaan pembangunan terbatas pada sumbangan pemikiran berupa ide, saran ataupun gagasan untuk pembangunan yang diselenggarakan nantinya. Masyarakat yang terlibat dalam penyusunan perencanaan pembangunan belum memiliki kemampuan maksimal dalam merencanakan pembangunan yaitu masih belum kreatifnya dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang ada di sekitar mereka.


(3)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas limpahan rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, Shalawat dan salam semoga tercurah keharibaan Rasulullah SAW sebagai suri tauladan, keluarganya serta para sahabatnya yang telah berjuang dan membawa kita kepada jalan yang benar.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara)."

Sesungguhnya dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, hal itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki baik dalam hal penelitian maupun dalam hal penulisan skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis memohon saran dan masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini di masa mendatang.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari semua pihak mustahil skripsi ini akan selesai. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat dirampungkan. Untuk itu izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

1. Teristimewa untuk Ayah dan Ibu tercinta (Alm, Abu Sahrin Hsb dan Nur Aida Nst) yang telah memberikan semua hal yang terbaik buat penulis sehingga bisa sampai pada tahap ini, tiada kata yang dapat mewakili ucapan terima kasih selain seuntaian do’a semoga Allah SWT membalas jasa dan jerih payah Ayah dan Ibu.


(4)

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M. Si selaku ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Hatta Ridho, S. Sos, MSP selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu, pikiran, tenaga dan masukan-masukan dalam membimbing dan mengarahkan dengan sabar dari awal hingga selesainya skripsi ini.

6. Staf pengajar Ilmu Administrasi Negara yang telah banyak memberikan Ilmu Pengetahuan yang berguna selama penulis menjalani pendidikan di FISIP USU, juga kepada seluruh pegawai pendidikan FISIP USU terutama kak Dian dan kak Mega yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan di FISIP USU ini.

7. Bapak Khoirul Anwar Hsb selaku Kepala Desa Sigalapang Julu dan Kaur Desa yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan informasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kepada Saudara – saudaraku tercinta kanda Ikhwan, Mispairoh, Muniroh, Aisen Akhyar, Zulfikar, dinda Ika Maya Sari, Anwar Ansari dan M. Sahril. semoga kalian selalu menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan berguna bagi manusia dan makhluk dimana kalian berada. Amien …

9. Untuk Uda, Abg dan Teman-Teman Sigalapang Julu, Aswan Hasibuan, Aswar Bayu Hasibuan, Sopwan Nasution, Sukri Elmi Dalimunte, Suheri Batubara, Abdullah, Roihan Rangkuti, Akhiruddin Lubis (Jabaki), bang Bayduldul. Makasih ya atas bantuan dan dukungannya.


(5)

10. Teman-teman seperjuangan Kholidin Lubis, Ade Munawar Hasibuan, Anami Nasution, M. Darbi Nasution, Zainal Arifin Daulay, Abdul Azis Lubis, M. Rizki Hsb, Selamat T, Iyan Andryadi P. Serta semua pihak yang terkait dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebut satu persatu. Semoga persahabatan kita ini takkan pernah luntur oleh waktu dan akan abadi hingga keakhir hayat dan semoga semua yang kalian lakukan mendapat Rahmat dan Ridha dari Ilahi Rabbi. Amien……

Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan skripsi yang penuh dengan kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis menerima koreksi serta saran-saran yang konstruktif dari pembaca.

Akhir kata, semoga ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2013


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR BAGAN ... ix

LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

1.5. Kerangka Teori ... 12

1.5.1. Partisipasi Masyarakat ... 12

1.5.2. Perencanaan ... 21

1.5.3. Perencanaan Pembangunan ... 25

1.5.3.1. Tahapan Pelaksanaan Musrenbang Desa ... 29

1.5.3.1.1Pengorganisasian Pelaku ... 29

1.5.3.1.2. Penyusunan Draf RKP Desa ... 30

1.5.3.1.3. Persiapan Pra Pelaksanaan ... 30

1.5.3.1.4. Tahapan Pelaksanaan ... 31

1.5.3.1.5. Tahapan Pasca Musrenbang Desa ... 32

1.5.4. Perencanaan Partisipatif ... 34

1.5.5. Desa ... 36


(7)

1.5.5.2. Pemerintahan Desa ... 38

1.5.5.2.1 Pemerintah Desa ... 39

1.5.5.2.2. Badan Permusyawaratan Desa ... 41

1.6. Defenisi Konsep ... 42

BAB II METODE PENELITIAN ... 44

2.1. Bentuk Penelitian ... 44

2.2. Lokasi Penetian ... 44

2.3. Informan Penelitian ... 44

2.4. Tehnik Pengumpulan Data ... 45

2.5. Tehnik Analisa Data ... 47

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 48

3.1. Sejarah Desa Sigalapang Julu ... 48

3.2. Profil Desa Sigalapang Julu ... 50

3.2.1. Kehidupan Sosial ... 57

3.3. Struktur Pemerintahan Desa Sigalapang Julu ... 58

3.4. Visi dan Misi Desa Sigalapang Julu ... 68

BAB IV PENYAJIAN DATA ... 69

4.1. Hasil Penelitian ... 69

4.2. Pelaksanaan Penelitian ... 69

4.3. Hasil Penelitian ... 70

BAB V ANALISA DATA ... 85

5.1. Perencanaan Pembangunan Partisipatif ... 85

5.2. Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Desa di Desa Sigalapang Julu ... 87


(8)

6.1 Kesimpulan ... 97

6.2. Saran ... 97


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jadwal Pelaksanaan Musrenbang Mulai dari

tingkat Desa sampai tingkat Nasional. ... 8

Tabel III. 1. Jumlah Penduduk Desa Sigalapang Julu ... 51

Tabel III. 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

Tabel III. 3. Jumlah penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 53

Tabel III. 4. Prasarana dan Sarana Desa Sigalapang Julu ... 54

Tabel III. 5. Klasifikasi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 56

Tabel III. 6. Ketersediaan Pelayanan Desa ... 66

DAFTAR BAGAN Bagan 1.1 Tahapan Pelaksanaan Musrenbang Desa ... 29

Bagan III. 2. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Sigalapang Julu ... 64


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Data Identitas Informan

Lampiran 2 : Daftar Pertanyaan Wawancara

Lampiran 3 : Pengajuan Judul Skripsi

Lampiran 4 : Surat Permohonan

Lampiran 5 : Penunjukan Dosen Pembimbing

Lampiran 6 : Undangan Seminar Proposal

Lampiran 7 : Jadwal Seminar Proposal

Lampiran 8 : Daftar Hadir Seminar Proposal

Lampiran 9 : Berita Acara Seminar Proposal

Lampiran 10 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 11 : Surat Keterangan Izin Penelitian

Lampiran 12 : Surat Keterangan Kepala Desa


(11)

ABSTRAKSI

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN

PEMBANGUNAN DESA DI DESA SIGALAPANG JULU KECAMATAN PANYABUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

Nama : Suhardiman NIM : 080903011

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pembimbing :Hatta Ridho, S. Sos, MSP

Proses perencanaan pembangunan di Desa Sigalapang Julu dilakukan dengan musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdes). Dimana dalam prosesnya dibuka kesempatan bagi seluruh masyarakat dan stakeholder untuk berpartisipasi. Di desa ini, pemerintah mengupayakan pengikutsertaan masyarakat dalam perencanaan pembangunan melalui partisipasi. Sehingga dengan demikian masyarakat dapat menentukan kebutuhan dan keinginannya akan pembangunan berdasarkan potensi riil yang ada.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber datanya adalah informan yang berjumlah 11 orang dan didukung oleh dokumentasi dan pustaka sedangkan teknik pengumpulan datanya adalah dengan wawancara.

Dari hasil wawancara dan observasi maka dapat diketahui bahwa partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa di Desa Sigalapang Julu masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang sibuk dengan pekerjaan masing-masing dan kurangnya pengetahuan juga informasi sehingga masyarakat menjadi apatis dengan perencanaan pembangunan itu sendiri.

Kontribusi yang diberikan masyarakat dalam perencanaan pembangunan terbatas pada sumbangan pemikiran berupa ide, saran ataupun gagasan untuk pembangunan yang diselenggarakan nantinya. Masyarakat yang terlibat dalam penyusunan perencanaan pembangunan belum memiliki kemampuan maksimal dalam merencanakan pembangunan yaitu masih belum kreatifnya dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang ada di sekitar mereka.


(12)

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tuntutan adanya otonomi daerah terus dilakukan agar setiap daerah dapat memainkan peranan dan posisi yang strategis sebagai pemilik sumber daya di daerahnya sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah juga di harapkan sebagai upaya untuk mempercayai masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam mengatur dan mengembangkan potensi daerahnya sendiri. Besarnya dominasi negara selama ini menjadi alasan penting bagi masyarakat untuk melakukan perubahan yang mendasar pada pemerintahan daerah terlebih dalam pemerintahan desa. Proses perencanaan, pengambilan keputusan dan program pembangunan kerap kali dilakukan dengan sistem dari atas ke bawah.

Rencana program-program pembangunan diseragamkan dibuat di tingkat pusat dan dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten, sedangkan potensi setiap daerah berbeda-beda. Sistem perencanaan pembangunan dari atas ke bawah yang bersifat sentralistik ini menyebabkan mandulnya partisipasi masyarakat. Sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam pelaksanaan program-program kegiatan pemerintah, padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tetapi juga mulai dari tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan. Suatu skema baru otonomi daerah, yang di dalamnya termuat semangat melibatkan masyarakat, dengan menekankan bahwa kualitas otonomi daerah akan ditentukan oleh sejauh mana keterlibatan masyarakat, maka dengan sendirinya harus ditunjukan adanya saluran aspirasi masyarakat semenjak dini (Alexander Abe, 2005). Di sini dapat kita ketahui bahwa sudah seharusnya ide awal proses pembangunan harus menyertakan masyarakat di dalam perumusannya. Maka perumusan ini merupakan proses perumusan yang umum, yang mana pada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan pokok-pokok harapan, dan kepentingan dasarnya. Dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, pemerintah meletakkan komitmen politik untuk memperbaiki kualitas


(13)

pembangunan manusia Indonesia mulai dari pemetaan sistem perencanaan pembangunan yang melibatkan peran serta profesional masyarakat dan pemerintah daerah dari sejak awal tahap perencanaan sampai pemanfaatan dan pelestarian.

Pembangunan adalah suatu proses kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dan terus-menerus. Dengan kata lain, pembangunan itu bersifat dinamis. Kondisi dinamis dalam pembangunan tersebut bisa dilihat dalam dua konteks, yakni yang pertama adalah masyarakat itu yang selalu berubah, dan kedua bahwa pembangunan itu sendiri dimaksudkan untuk membawa perubahan yakni dari kondisi yang sekarang menuju kondisi lain di masa depan yang lebih baik dan bijaksana Kartz (dalam Tjiptoherijanto, 1993:15).

Orientasi pembangunan yang mengikutsertakan partisipasi masyarakat terkandung suatu pengertian bahwa rakyat adalah subjek pembangunan, bukan objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan berarti rakyat didorong untuk aktif terlibat dalam proses pembangunan sejak perencanaan sampai dengan pelaksanaan serta pemeliharaan dan pengembangan suatu hasil pembangunan (Soetrisno, 1995:204).

Perencanaan merupakan tahap awal dan paling vital dalam pembangunan. Perencanaan pembangunan merupakan penentu utama dalam keberhasilan pembangunan yang akan dilakukan di dalam suatu Negara. Perencanaan yang baik dan matang akan melahirkan hasil yang baik pula. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan harus melibatkan semua pihak yang di dalamnya bukan sebagai objek tetapi sebagai subjek dalam pelaksanaan pembangunan.

Sesuai dengan amanat yang diemban dalam UU No. 32 tahun 2004, perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya harus berorientasi ke bawah dan melibatkan masyarakat luas, melalui pemberian wewenang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat daerah. Dengan cara ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi masyarakat banyak, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dapat memberdayakan dan memenuhi kebutuhan rakyat banyak. Rakyat harus menjadi pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina dan


(14)

dipersiapkan untuk dapat merumuskan sendiri permasalahan yang dihadapi, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan, melaksanakan rencana yang telah diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan.

Pengikutsertaan masyarakat dalam perencanaan pembangunan merupakan salah satu cara yang efektif untuk menampung dan mengakomodasi berbagai kebutuhan yang beragam. Dengan kata lain, upaya peningkatan partisipasi masyarakat pada perencanaan pembangunan dapat membawa keuntungan substantif, dimana pelaksanaan pembangunan akan lebih efektif dan efesien, di samping itu juga akan memberi sebuah rasa kepuasan dan dukungan masyarakat yang kuat terhadap program-program pemerintah.

Pada dasarnya partisipasi masyarakat tidak timbul dengan sendirinya melainkan ada hal-hal yang mempengaruhi sehingga masyarakat tersebut merasa sadar dan terdorong untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Banyak hal yang dapat membuat masyarakat terdorong atau termotivasi untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan, apakah dengan memberikan dana ataupun dipaksa. Tetapi yang lebih baik adalah dengan cara memberikan pengertian dan penyadaran terhadap pola pikir mereka tentang betapa pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Terdapat dua faktor yang benar-benar penting dalam menentukan apakah masyarakat benar-benar ingin terlibat dalam suatu perencanaan atau tidak (Conyers, 1994:186). Faktor pertama yaitu hasil keterlibatan masyarakat itu sendiri. Nyata sekali bahwa masyarakat tidak akan berpartisipasi atas kemauan sendiri atau dengan antusias yang tinggi dalam kegiatan perencanaan kalau mereka merasa bahwa partisipasi mereka dalam perencanaan tersebut tidak mempunyai pengaruh pada rencana akhir. Faktor kedua yaitu bahwa masyarakat merasa enggan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang tidak menarik minat mereka atau aktivitas yang tidak mempunyai pengaruh langsung yang dapat mereka rasakan. Sekalipun demikian, masyarakat akan berpartisipasi secara sukarela bila perencanaan didesentralisasikan semampu-mampunya, tetapi


(15)

perencanaan tersebut diarahkan pada jenis kegiatan yang memikirkan keadaaan mereka secara langsung.

Partisipasi dalam pembangunan dipandang sebagai sebuah metodelogi yang mengantarkan pelaku-pelakunya untuk dapat memahami masalah-masalah yang dihadapi, sehingga dapat menganalisa dan mencari solusi dari masalah yang dihadapi tersebut, sehingga memberikan kerangka untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan. Pemerintah desa sebagai ujung tombak pembangunan yang mana keberadaan dari pemerintahan desa berhubungan langsung dengan masyarakat. dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Bab 1 pasal 1 di poin 1 disebutkan bahwa desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan demikian desa semakin dituntut kesiapannya dalam hal merumuskan kebijakan desa, merencanakan pembangunan desa yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Demikian juga dalam mengembangkan atau menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kreativitas dan inovasi masyarakat dalam mengelola dan menggali potensi yang ada, sehingga tercipta desa yang otonom yaitu masyarakat desa yang mampu memenuhi kepentingan dan kebutuhan yang diperlukan.

Keberhasilan penyelenggaraan otonomi masyarakat desa tidak terlepas dari partisipasi aktif anggota masyarakat. Di desa telah dibentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai wujud dari demokrasi yang berfungsi sebagai lembaga legislatif desa. Masyarakat desa baik sebagai sistem maupun sebagai individu merupakan bagian integral yang sangat penting dari Pemerintahan Desa karena secara prinsip penyelenggaraan otonomi ditunjukan guna mewujudkan masyarakat sejahtera di desa yang bersangkutan. Oleh sebab itu tanggung jawab penyelenggaraan desa tidak saja ditangan Kepala Desa, BPD dan Aparat Desa tetapi juga ditangan masyarakat desa itu sendiri.


(16)

Masyarakat sebagai subjek pembangunan berarti masyarakat terkena langsung atas kebijakan dan kegiatan pembangunan. Dalam hal ini perlu masyarakat ikut dilibatkan baik dari segi formulasi kebijakan maupun aplikasi kebijakan tersebut, sebab merekalah yang dianggap lebih tahu tentang kondisi lingkungannya. Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam rangka mensinergikan antara keinginan penguasa dengan keinginan rakyat. Yang mana pada dasarnya partisipasi masyarakat timbul tidaklah semata-mata dengan sendirinya melainkan ada hal-hal yang mampu mempengaruhinya, sehingga masyarakat merasa sadar dan terdorong untuk terlibat lebih jauh dalam segala aspek kehidupan negara.

Setelah reformasi, desa mempunyai wewenang untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan sesuai prakarsa maupun aspirasi dari masyarakat setempat. Dengan semangat partisipatif, pembangunan desa dapat dibahas melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Musrenbangdes merupakan forum tahunan yang dilaksanakan sacara partisipatif oleh semua elemen desa untuk menyepakati pembangunan tahun berikutnya.

Dengan demikian, untuk tercapainya keberhasilan pembangunan masyarakat desa maka segala program perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi pembangunan harus melibatkan masyarakat, karena merekalah yang mengetahui permasalahan dan kebutuhan dalam rangka membangun wilayahnya sebab merekalah yang nantinya yang akan memanfaatkan dan menilai tentang berhasil atau tidaknya pembangunan di wilayah mereka.

Banyak fenomena menarik dalam proses perencanaan pembangunan yang dilaksanakan di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan, terutama berkaitan dengan langkah ke 3 pada tahap pertama proses perencanaan pembangunan dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2004 yang berbunyi; Melibatkan masyarakat (stakeholder) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Diawali dengan musrenbang tingkat desa, musrenbang tingkat kecamatan, musrenbang tingkat kabupaten. Hal menarik tersebut antara lain mekanisme perencanaan pembangunan dari bawah yang


(17)

dilaksanakan melalui musrenbang desa sampai kecamatan belum melibatkan masyarakat untuk memutuskan kegiatan prioritas, padahal untuk menciptakan perencanaan pembangunan yang tepat waktu, tepat sasaran, berdaya guna, dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan karena merekalah yang mengetahui permasalahan yang dihadapi dan kebutuhan yang mereka kehendaki, sehingga keikutsertaan masyarakat dapat mengakomodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan.

Desa Sigalapang Julu merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Banyak diantara masyarakat di desa Sigalapang Julu yang sudah ikut terlibat dalam pembangunan. Belum dapat dipastikan apakah hal tersebut disebabkan adanya semacam paksaan atau karena masyarakat sudah sadar akan pentingnya berpartisipasi dalam pembangunan untuk kebaikan bersama. Sehingga ditemukan gejala-gejala seperti tingginya tingkat respon masyarakat pada pembangunan atau selalu membuka diri jika dimintai pertolongan, tingkat kehadiran stakeholders seperti tokoh adat dan agama setempat, tokoh pemuda, anggota organisasi kemasyarakatan yang masih rendah yang semata-mata hanya memenuhi undangan kepala desa saja sehingga kehadirannya lebih banyak menjadi pendengar. Adapula beberapa tokoh masyarakat yang diundang dalam musyawarah pembangunan desa tidak bisa hadir dan mewakilkannya pada orang lain yang kurang memahami perencanaan pembangunan. Sehingga mereka tidak mengajukan usulan, tidak memberikan masukan dan juga tidak mengidentifikasi kebutuhan dalam perencanaan. Tetapi di lain pihak tetap masih ada kelompok masyarakat yang tidak ingin melibatkan diri pada proses pembangunan, mungkin saja disebabkan berbagai faktor yang menghambat atau terlalu mengedepankan ego pribadinya.

Ada kecenderungan bahwa usulan yang diajukan dalam murenbang kecamatan yang sesungguhnya masih jauh dari harapan. Fenomena ini dapat dilihat dari kehadiran masyarakat dalam musbangdes di desa Sigalapang Julu, kegiatan musbangdes dihadiri oleh masyarakat desa Sigalapang Julu dan pemerintah desa setempat. Sebelum dilaksanakan musbangdes, masyarakat desa Sigalapang Julu menyerahkan daftar identifikasi kebutuhan mereka ke Kantor


(18)

kepala Desa sebelum penyelenggaraan musbangdes, pada tahap musbangdes, aparat desa membacakan daftar identifikasi kebutuhan dari masyarakat desa, namun tidak mendiskusikan kebutuhan mana yang dijadikan prioritas yang akan diusulakan pada musrenbang tahapan selanjutnya. Berdasarkan fenomena tersebut, pemerintah desa masih mendominasi perumusan kegiatan prioritas yang akan diusulakan dalam musrenbang selanjutnya.

Hal menarik lain adalah proses perencanaan pembangunan belum diawali dengan kegiatan pendahuluan untuk mendapatkan data yang valid mengenai potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat. Riyadi dan Bratakusumah (2004: 36) mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan tidak mungkin hanya dilakukan diatas kertas tanpa melihat realitas di lapangan. Data valid di lapangan sebagai data primer merupakan sesuatu yang sangat penting yang harus ada dan digunakan menjadi bahan dalam kegiatan perencanaan pembangunan. Dengan demikian perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses keputusan-keputusan yang didasarkan pada fakta-fakta dan data yang dijadikan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan kemasyarakatan yang bersifat fisik dalam pencapaian tujuan yang lebih baik.

Berikut jadwal Musrenbang mulai dari tingkat desa sampai tingkat nasional:

Tabel 1.1 Jadwal Pelaksanaan Musrenbang Mulai dari tingkat Desa sampai tingkat Nasional.

No

Tingkatan

Musrenbang Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12


(19)

Sumber:http://wri.or.id

Penjaring aspirasi masyarakat dilakukan melalui wadah Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan). Adapun tahapan Musrenbang adalah:

1. Musrenbang Desa/Kelurahan dilaksanakan pada bulan Januari, dimana aspirasi masyarakat dapat digali melalui dialog atau musyawarah antar kelompok-kelompok masyarakat. Semua masyarakat desa tersebut harus ikut berpartisipasi untuk memasukkan agenda kebutuhannya dalam forum musrenbangdes/kelurahan tersebut. Keluaran dari Musrenbang di tingkat ini adalah penetapan prioritas kegiatan pembangunan tahun mendatang sesuai dengan potensi serta permasalahan di desa/kelurahan tersebut. Pada tahap ini juga ditetapkan daftar nama 3-5 orang delegasi dari peserta Musrenbang Desa/Kelurahan untuk menghadiri Musrenbang Kecamatan.

2. Musrenbang Kecamatan dilaksanakan pada bulan Februari, keluaran dari Musrenbang di tingkat kecamatan ini menetapkan daftar prioritas kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan. Prioritas kegiatan pembangunan ini disesuaikan menurut fungsi SKPD dan penetapan anggaran yang akan didanai melalui APBD dan sumber pendanaan lainnya. Hasil penetapan daftar prioritas ini kemudian disampaikan oleh masing-masing delegasi kepada masyarakat pada masing-masing desa/kelurahan. Pada tahap ini juga ditetapkan delegasi untuk mengikuti forum SKPD dan Musrenbang

2. Kecamatan √

3. Kabupaten/ Kota

4. Provinsi √


(20)

Kabupaten/kota. Perwakilan perempuan harus dipastikan masuk dalam delegasi tersebut.

3. Musrenbang Daerah Kabupaten/Kota dilaksanakan sepanjang bulan Maret. Keluaran dari Musrenbang Kabupaten/Kota ini adalah:

 Arah kebijakan, prioritas pembangunan dan penggunaan dana berdasarkan fungsi SKPD.

 Daftar prioritas yang sudah dibahas pada forum SKPD.

 Daftar usulan kebijakan/regulasi pada tingkat pemerintahan Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat.

 Rancangan pendanaan untuk Alokasi Dana Desa.

Dalam upaya menjaga konsistensi keluaran dalam bentuk Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) maka dilakukan beberapa forum multistakehorders Paska Musrenbang antara delegasi masyarakat, pemerintah daerah dan DPRD. Selain itu forum tersebut juga bertugas untuk memberikan penjelasan alasan diterima atau ditolaknya sejumlah kegiatan yang sudah diusulkan.

4. Musrenbang Provinsi pada bulan April, merupakan tahap pemutakhiran RKPD Provinsi serta tahap penyelarasan RKP dan Renja-KL dengan RKPD Provinsi dan RKPD Kabupaten/Kota.

5. Musrenbang Nasional (Musrenbangnas) dilaksanakan pada bulan April, pada tahap ini hasil musrenbang Provinsi disampaikan kepada seluruh Kementerian/Lembaga, Gubernur dan Kepada Bappeda Provinsi untuk disepakati sebagai program prioritas pembangunan nasional, prioritas pendanaan RAPBD dan rancangan akhir RKP untuk disampaikan dan dibahas dalam sidang kabinet.

Proses perencanaan pembangunan di Desa Sigalapang Julu dilakukan dengan musyawarah pembangunan desa, dimana dalam perencanaan pembangunan telah dibuka kesempatan bagi seluruh warga dan untuk berpartisipasi. Dalam proses perencanaan pembangunan di desa ini pemerintah


(21)

desa mengupayakan pengikutsertaan masyarakat sehingga melalui partisipasi tersebut, masyarakat merencanakan sendiri kebutuhan dan keinginannya berdasarkan kondisi objektif dan potensi rill yang ada.

Keberhasilan pemerintah Kecamatan Panyabungan pada umumnya dan pemerintah desa Sigalapang Julu pada khususnya, dalam jangka panjang tidak hanya bergantung pada kepuasan masyarakat atas pelayanan yang diberikan, tetapi juga atas ketertarikan, keikutsertaan dan dukungan dari masyarakat. Demokrasi yang sehat tergantung pada bagaimana masyarakat mendapatkan informasi yang baik dan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan yang akan ditetapkan oleh pemerintah desa. Untuk itu peran serta masyarakat langsung dalam perencanaan pembangunan sangat diperlukan dan perlu terus diperkuat serta diperluas.

Maka berdasarkan tinjauan diatas peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

I.2 Perumusan Masalah

Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka penulis harus merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi, dan dengan apa ia melakukan penelitian (Arikunto, 1993:17). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pentingnya perumusan masalah adalah agar diketahui arah jalam suatu penelitian.

Berdasarkan penjelasan diatas maka di dalam melakukan penelitian ini penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut; “Bagaimanakah Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal?”


(22)

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan hasil penelitian yang dilakukan. Manfaat penelitian yang dimaksud dalam ini mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Secara Subjektif bermanfaat mengembangkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah.

2. Secara praktis, sebagai masukan/kontribusi bagi pemerintah dan masyarakat desa di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

3. Secara akademis, sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi strata-1 di Depatemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

I.5 Kerangka Teori

Singarimbun (1995:18) Menyebutkan Bahwa teori merupakan serangkaian asumsi, konsep dan kontruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan dan pengaruh antara konsep. Untuk Memudahkan penulis dalam menyusunkan suatu pemikiran yang dapat dijadikan fundamen dalam meniliti hal tersebut di atas, maka disusunlah beberapa kerangka pemikiran sebagai berikut:


(23)

Menurut Adisasmita, (2006:38) Partisipasi masyarakat dapat didefenisikan sebagai keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan. Adisasmita juga mengatakan peningkatan partisipasi masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat (social empowerment) secara aktif yang berorentasi pada pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat pedesaan. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya masyarakat pedesaan secara lebih aktif dan efisien, yaitu dalam hal sebagai berikut:

a. Aspek masukan atau input (SDM, dana, peralatan/sarana, data, rencana, dan teknologi)

b. Aspek proses (pelaksanaan, menitoring, dan pengawasan)

c. Aspek keluar atau output (pencapaian sasaran, efektivitas dan efisiensi) Mubyarto mendefenisikan partisipasi sebagai dana dan daya yang dapat disediakan atau dapat dihemat sebagai sumbangan, sedangkan Tjokroamidjojo (dalam Ndraha, 1990:149) mendefenisikan partisipasi sebagai kontribusi masyarakat kepada proyek-proyek pemerintah atau keterlibatan masyarakat dalam penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, keterlibatan masyarakat dalam memikul beban dan dalam memetik hasil atau manfaat pembangunan. Dalam hubungan ini, menggerakkan partisipasi masyarakat diartikan sebagai usaha untuk menggali, menggerakkan dan mengerahkan dana dan daya dari masyarakat dalam rangka mensukseskan program-program pemerintah.

Soetrisno (1995:207) mendefenisikan partisipasi sebagai kemauan rakyat untuk mendukung secara mutlak program-program pemerintah yang ditentukan dan tujuannya oleh pemerintah. Dia juga menambahkan bahwa partisipasi adalah kerja sama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan.


(24)

Ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam pembangunan (Conyers, 1994:154):

1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.

2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapkan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.

3. Timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan bahwa masyarakat mempunyai hak untuk memberikan saran dalam menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka.

Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dan didengungkan dalam berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat umum atau sebanyaknya orang ikut serta dengan pemerintah memberikan bantuan guna meningkatkan, mempelancar, mempercepat, dan menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum partisipasi dapat diartikan sebagian ”pengikutsertaan” atau pengambilan bagian dalam kegiatan bersama.

Menurut Tjokromidjojo (dalam Safi’i, 2007:104) partisipasi masyarakat dalam pembangunan dibagi atas tiga tahapan, yaitu:

a. Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah.

b. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.

c. Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara berkeadilan.


(25)

Menurut Tjokrowinoto (1996:48) arti penting partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah:

a. Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir pembangunan, partisipasi merupakan akibat logis dari dalil tersebut.

b. Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemauan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat.

c. Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya akan tetap terungkap.

d. Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari dimana rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki.

e. Partisipasi merupakan game zone (kawasan) penerimaan proyek pembangunan.

f. Partisipasi akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh masyarakat.

g. Partisipasi menopang pembangunan.

h. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia.

i. Partisipsi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat untuk mengelola program pembangunan guna memenuhi kebutuhan has daerah.

j. Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokrasi individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.

Dalam proses pembangunan, partisipasi berfungsi sebagai masukan dan keluaran (Ndraha, 1990:109). Sebagai masukan, partisipasi masyarakat berfungsi menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri. Selain itu, partisipasi masyarakat sebagai masukan pembangunan dapat meningkatkan


(26)

usaha perbaikan kondisi dan taraf hidup masyarakat yang bersangkutan. Antara partisipasi masyarakat dengan kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk berkembang secara mandiri, terdapat kaitan yang erat sekali. Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuan awal masyarakat itu untuk berkembang secara mandiri. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat menumbuhkan kemampuan masyarakat tersebut. Sebagai keluaran, partisipasi dapat digerakkan atau dibangun. Disini, partisipasi berfungsi sebagai keluaran proses stimulasi atau motivasi melalui berbagai upaya.

Pusic (dalam Adi, 2001: 206-207) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan tanpa memperhatikan masyarakat akan menjadi perencanaan di atas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi dalam pembangunan desa dilihat dari 2 hal, yaitu:

a. Partisipasi dalam perencanaan

Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah program-program pembangunan desa yang telah direncanakan bersama sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindari pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya keputusan bersama.

b. Partisipasi dalam pelaksanaan

Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah bahwa bagian terbesar dari program (penilaian kebutuhan dan perencanaan program telah selesai dikerjakan). Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga Negara sebagai objek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi dan tanpa ditimbulkan untuk mengatasi masalah. Sehingga warga


(27)

masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari.

Partisipasi sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kandungan kapital yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Partisipasi hanya mungkin dilakukan bila seseorang memiliki kapital sosial yaitu jaringan kerja, aturan-aturan yang jelas dan kepercayaan. Dalam partisipasi yang dipertukarkan adalah hak dan kewajiban. Kapital sosial merupakan wahana yang memungkinkan terjadinya pertukaran itu. Pertukaran akan semakin sering bila pertukaran tersebut mengakibatkan pemenuhan hak seimbang dengan pelaksanaan kewajiban yang akan mempengaruhi frekuensi pertukaran sosial. Partisipasi masyarakat juga akan ditentukan oleh perilaku masyarakat yaitu harapan mereka untuk memperoleh keuntungan/manfaat. Semakin besar manfaat yang diperoleh seseorang atas suatu kegiatan maka semakin tinggi tingkat partisipasinya (Saragi, 2004:49). Jadi agar partisipasi warga makin meningkat dalam kegiatan-kegiatan atau program pembangunan maka harus dijamin adanya pertukaran yang adil.

Menurut Budi Supriyanto (2009:344) bahwa partisipasi masyarakat yang dibutuhkan dalam pembangunan adalah partisipasi yang dilakukan secara sukarela atau tanpa paksaan dan didorong oleh prakarsa atau swadaya masyarakat. Tentunya hal ini sangat relevan dengan cita-cita otonomi daerah yakni untuk mendorong prakarsa dan swadaya masyarakat. Cara berpartisipasi ini dapat dikategorikan atas:

1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan

Artinya keputusan-keputusan untuk kepentingan umum yang dibuat pemerintah seyogyanya melibatkan masyarakat, sehingga keputusan-keputusan tersebut akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Keputusan-keputusan yang selama ini dinilai tidak bermanfaat, karena dibuat secara top-down tanpa melibatkan masyarakat.


(28)

Dalam merencanakan pembangunan, agar tidak menyimpang perlu melibatkan masyarakat yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi, seperti perencanaan pembebasan tanah masyarakat untuk pelebaran jalan, atau untuk pembangunan gedung sekolah, sarana kesehatan (rumah sakit ataupun puskesmas), gedung-gedung pemerintah, ataupun sarana dan prasarana publik lainnya.

3. Parisipasi dalam pelaksanaan pembangunan

Dalam hal ini masyarakat perlu dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunan sehingga terjadi sinergi antara pemerintah dan masyarakat, misalnya dalam pembangunan terminal, pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan.

4. Partisipasi dalam evaluasi

Untuk memastikan bahwa perencanaan sesuai dengan pelaksanaan, seluruh kegiatan harus dievalusi. Evaluasi ini perlu melibatkan partisipasi masyarakat

Sekalipun partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan unsur yang sangat penting, tetapi tidak berarti setiap orang dapat dengan intensitas dan kapasitas yang sama dalam pembangunan yang dimaksud. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan, perbedaan kepentingan, dan perbedaan keahlian antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, seseorang dapat berpartisipasi secara parsial, hanya terlibat dalam satu atau beberapa aktivitas saja dan juga dapat berpartisipasi secara prosesial, dapat terlibat dalam semua fase dari awal hingga akhir (Kaho, 1997:117). Adapun yang menjadi kendala maupun permasalahan dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat di Indonesia adalah:

1. Sering muncul dilema karena ada upaya untuk menghindari maupun meniadakan partisipasi dengan alasan time consuming, costly, dan masyarakat juga malas karena time consuming dan banyak tantangan dari opposing

interest groups.

2. Permasalahan yang biasanya dihadapi tubuh pemerintah adalah:


(29)

b. Bagaimana caranya pihak-pihak yang berpartisipasi tersebut dapat saling berkomunikasi dan mengambil keputusan (mode of communication and decisions).

c. Seberapa jauh yang didiskusikan dalam partisipasi itu diadopsi atau diperhatikan dalam kebijakan atau kegiatan publik (extent of authority)

3. Tidak tersedia ruang partisipasi yang cukup memungkinkan masyarakat terlibat dalam proses-proses politik yang berhubungan dengan kepentingan mereka.

4. Disisi lain bahwa keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan juga belum secara memadai diakomodasi oleh saluran-saluran partisipasi yang tersedia.

5. Masih rendahnya akses terhadap informasi publik mengenai kegiatan perencanaan pembangunan dan pemerintahan, hal ini menyebabkan kualitas partisipasi masyarakat menjadi rendah.

6. Proses partisipasi tanpa substansi, dalam hal ini banyak event-event atas nama partisipasi hanya fokus pada prosedur dengan melupakan substansi partisipasi sebagai wahana untuk kesetaraan relasi kekuasaan dan keadilan distribusi sumber daya.

7. Rendahnya keterlibatan dan keterwakilan kelompok perempuan. Hampir seluruh forum musyawarah dan lembaga perwakilan warga masih didominasi oleh kelompok laki-laki dan cenderung mengabaikan keterwakilan kelompok perempuan.

8. Apatisme masyarakat, muncul akibat berbagai kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat tidak membuahkan hasil dan tidak sesuai dengan keinginan dan cita-cita masyarakat sehingga masyarakat merasa apatis terhadap partisipasi (Julianara Dadang, 2004:137).


(30)

Berdasarkan hasil penelitian di Jamaica, Goldsmith dan Blustain (dalam Taliziduhu Ndraha, 1990: 105) berkesimpulan bahwa masyarakat bergerak untuk berpartisipasi jika:

a. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada ditengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.

b. Partisipasi itu member manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan.

c. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat.

d. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata kurang jika mereka tidak atau kurang berperan dalam pengambilan keputusan.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan bukanlah mobilitas mereka dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah kerjasama antara masyarakat dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan dan membiayai pembangunan. Untuk mengembangkan dan melembagakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan harus menciptakan suatu perubahan dalam persepsi pemerintah terhadap pembangunan. Pembangunan haruslah dianggap sebagai suatu kewajiban moral dari seluruh bangsa ini, bukan suatu ideologi baru yang harus diamankan. Sehingga untuk membangkitkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan diperlukan sikap toleransi dari aparat pemerintah terhadap kritik, pikiran alternatif yang muncul dalam masyarakat sebagai akibat dari dinamika pembangunan itu sendiri, karena kritik dan pemikiran alternatif itu merupakan satu bentuk dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Pemerintah dan aparatnya harus mau menghargai anak bangsa Indonesia yang menunjukkan sedini mungkin kesalahan yang dilakukan pemerintah dan aparatnya dalam melakukan pembangunan, bukan justru meredamnya sebelum kesalahan itu menumbuhkan permasalahan baru yang menghambat laju pembangunan itu sendiri (Loekman Soetrisno, 1995: 208-209).


(31)

I.5.2 Perencanaan

Secara umum perencanaan berasal dari kata rencana, yang berarti rancanan atau rangka sesuatu yang akan dikerjakan. Menurut Waterson (dalam Conyers, 1994: 4) pada hakekatnya perencanaan adalah usaha yang secara sadar terorganisasi dan terus menerus dilakukan guna memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan J Nehru (Ibid, 1994: 4) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu bentuk latihan intelejensia guna mengolah fakta serta situasi bagaimana adanya dan mencari jalan keluar guna memecahkan masalah.

Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Tjokromidjojo, 1998:12).

Menurut Wrihatnolo (2006:39), perencanaan merupakan:

a. Himpunan asumsi untuk mencapai tujuan.

Perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat akan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa yang datang dengan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan untuk mencapai hasil tertentu.

b. Seleksi tujuan.

Perencanaan adalah proses dasar yang kita gunakan untuk memilih tujuan-tujuan dan menguraikan bagaimana cara pencapaiannya.


(32)

Perencanaan adalah pemilihan alternatif atau pengalokasian berbagai sumber daya yang tersedia.

d. Rasionalitas.

Perencanaan adalah pemikiran rasional berdasarkan fakta-fakta dan atau perkiraan yang mendekat (estimate) sebagai persiapan untuk melaksanakan tindakan-tindakan kemudian.

e. Proses penentuan masa depan.

Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang hal-hal yang dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

Weterston (dalam Conyers, 1994:4) menyatakan perencanaan sebagai penerapan yang rasional dari pengetahuan manusia terhadap proses pencapaian keputusan yang bertindak sebagai dasar perilaku manusia. Sedangkan menurut Friedman (dalam Tarigan, 2002:4) perencanaan adalah cara berpikir mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi, untuk menghasilkan sesuatu di masa depan. Friedman melihat perencanaan memerlukan pemikiran yang mendalam dan melibatkan banyak pihak sehingga hasil yang diperoleh dan cara memperoleh hasil itu dapat diterima banyak pihak. Hal ini berarti perencanaan sosial dan ekonomi harus memperhatikan aspirasi masyarakat dan melibatkan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.

Tjokroamidjojo (1998:12) mengemukakan alasan dilakukannya perencanaan sebagai berikut :

a. Dilihat dari segi suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan, alasan dilakukannya perencanaan adalah :


(33)

1. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan pembangunan.

2. Dengan adanya perencanaan, maka dilakukan suatu perkiraan (forecasting) terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui.

3. Dengan perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara yang terbaik atau kesempatan untuk memilih kombinasi terbaik.

4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas memilih urutan-urutan pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya.

5. Dengan adanya rencana, maka akan ada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan/evaluasi.

b. Dari segi ekonomi, maka perencanaan dilakukan untuk:

1. Penggunaan dan alokasi sumber-sumber pembangunan yang terbatas secara efektif dan efesien.

2. Perkembangan ekonomi yang tetap, atau pertumbuhan ekonomi yang secara terus-menerus meningkat.

3. Stabilitas ekonomi.

Jadi, perencanaan berfungsi sebagai alat untuk memilih, merencanakan untuk masa yang akan datang, cara untuk mengalokasikan sumber daya serta alat untuk mencapai sasaran, dan apabila dikaitkan dengan pembangunan yang hasilnya diharapkan dapat menjawab semua permasalahan, memenuhi kebutuhan masyarakat, berdaya guna dan berhasil guna, serta mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan pembangunan dalam perencanaan itu merupakan suatu proses kearah yang lebih baik melalui apa yang dilakukan secara terencana.


(34)

Ada 6 langkah proses perencanaan, yaitu:

1. Perumusan tujuan

Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan tujuan yang jelas, organisasi akan menggunakan sumber daya-sumber dayanya secara tidak efektif.

2. Perumusan masalah

Kegiatan ini sangat penting, hanya setelah keadaan organisasi saat ini dianalisa dapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana kegiatan lebih lanjut.

3. Melakukan analisa

Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu diidentifikasikan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan.

4. Mengembangan alternatif

5. Pemilihan alternatif

Yaitu pemilihan alternatif terbaik (paling memuaskan) diantara berbagai alternatif yang ada.

6. Pengembangan rencana derivatif

Dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dijelaskan tentang pendekatan-pendekatan dalam proses perencanaan yaitu:

1. Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan presiden/kepala daerah adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat memilih menentukan


(35)

pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon presiden/kepala daerah. Oleh karena itu rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda pembangunan yang ditawarkan presiden/kepala daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.

2. Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.

3. Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciftakan rasa memiliki.

4. Sedangkan pendekatan atas-bawah dan bawah-atas dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan atas-bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa.

I.5.3 Perencanaan Pembangunan

Tjokroamidjojo (1998:12) mendefenisikan perencanaan pembangunan sebagai suatu pengarahan penggunaan sumber-sumber pembangunan termasuk sumber-sumber ekonomi yang terbatas adanya untuk mencapai tujuan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien dan efektif.

Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun nonfisik (mental dan spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik (Riyadi, 2005:7).


(36)

Perencanaan pembangunan juga merupakan upaya yang bertujuan untuk memperbaiki sumber daya publik yang tersedia untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dan publik dalam menciftakan nilai sumber daya swasta dan publik yang bertanggung jawab demi kepentingan pembangunan masyarakat menyeluruh (Kuncoro, 2004:46).

Ciri-ciri dan tujuan perencanaan pembangunan (Tjokroamidjojo, 1998:49) yaitu:

1. Mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap

2. Meningkatkan pendapatan perkapita.

3. Mengadakan perubahan struktur ekonomi.

4. Perluasan kesempatan kerja.

5. Pemerataan pembangunan (distributive justice). 6. Pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat.

7. Kemandirian pembangunan.

8. Stabilitas ekonomi.

Dalam suatu perencanaan pembangunan terdapat berbagai unsur-unsur pokok. Secara umum unsur-unsur pokok yang terdapat dalam perencanaan pembangunan adalah:

1. Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan.

2. Perkiraan sumber-sumber pembangunan.

3. Adanya kerangka rencana.

4. Uraian tentang kerangka kebijaksanaan yang konsisten.

5. Program investasi.


(37)

Semua unsur diatas harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pembangunan. Perlu diterangkan secara jelas tentang kebijaksanaan dasar dari rencana pembangunan tersebut, misalnya mengenai tujuan, arah, dan prioritas-prioritas pembangunan yang dilaksanakan. Kemudian perlu adanya kerangka rencana sebagai pedoman dalam melaksanakan pembangunan tadi. Juga perlu diperhatikan tentang perkiraan sumber-sumber pembangunan yang dapat dimanfaatkan. Kebijaksanaan yang konsisten perlu ada, supaya tidak terjadi keraguan atau kesalahpahaman dalam melaksanakan rencana pembangunan tersebut.

Perencanaan pembangunan menurut Nasution (2008: 105) merupakan suatu tahapan awal dalam proses pembangunan. Sebagai tahap awal, maka perencanaan pembangunan akan menjadi bahan pedoman atau acuan dasar bagi pelaksana pembangunan (action plan) dan dapat ditetapkan (aplikatif). Lebih lanjut Riyadi dan Bratakusumah (2004: 6) mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan merupakan suatu tahap awal proses pembangunan. Sebagai tahapan awal, maka perencanaan pembangunan merupakan pedoman/acuan/dasar bagi pelaksana kegiatan pembangunan. Karena perencanaan pembangunan hendaknya bersifat implementatif (dapat melaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan), serta perlu disusun dalam suatu perencanaan strategis dalam arti tidak terlalu mengatur, penting, mendesak dan mampu mangatasi kehidupan masyarakat luas, sekaligus mampu mengantisipasi tuntutan perubahan internal dan eksternal, serta disusun berdasarkan fakta riil di lapangan.


(38)

Perencanaan pembangunan terdiri dari empat (4) tahapan (UU No. 25 tahun 2004), yakni:

1. Penyusunan rencana

Dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang siap untuk ditetapkan yang terdiri dari empat langkah yaitu penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh dan terukur, masing-masing institusi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan, melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan dan yang terakhir adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

2. Penetapan rencana

Penetapan rencana untuk menetapkan landasan hukum bagi rencana pembangunan yang dihasilkan pada tahap penyusunan rencana.

3. Pengendalian pelaksanaan rencana.

Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah.

4. Evaluasi pelaksanaan rencana

Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indicator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indicator dan


(39)

sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact).

Bagan 1.1 Tahapan Pelaksanaan Musrenbang Desa

Sumber :

1.5.3.1 Tahapan Pelaksanaan Musrenbang Desa http://wordpress.com

1.5.3.1.1 Pengorganisasian Pelaku

Untuk menjamin mutu proses dan mutu hasil Musrenbang Desa, maka perlu dilakukan persiapan-persiapan, sebagai berikut :

• Pembentukan dan konsolidasi Tim Fasilitator Musrenbang Desa. Tim ini berkedudukan di tingkat kecamatan, terdiri dari Kasie PMD (PJOK) sebagai Ketua, dan anggota tim terdiri dari : Setrawan Kecamatan, Fasilitator

Pengorganisas ian Pelaku

Penyusunan Draft RKP Desa

Persiapan Pra Pelaksanaan

Tahapan Pelaksanaan

Tahapan Pasca Musrenbang Desa


(40)

Kecamatan (FK) PNPM Mandiri Perdesaan, Pengurus BKAD dan Pendamping Lokal PNPM Mandiri Perdesaan.

• Pembentukan Tim Penyusun Draft RKPD Desa. Tim ini berkedudukan di tingkat desa, terdiri dari Sekretaris Desa sebagai Ketua, Ketua LPM sebagai Sekretaris dan beranggotakan: KPMD, Tokoh Masyarakat dan Wakil Perempuan. Pemilihan anggota Tim Penyusun RKP Desa sebaiknya diprioritaskan kepada mantan anggota Tim Penyusun RPJM Desa.

• Pelatihan Tim Penyusun Draft RKPD Desa.

1.5.3.1.2 Penyusunan Draft RKP Desa

Tim Penyusun Draft RKP Desa melakukan penyusunan rancangan RKP Desa sesuai dengan sistimatika yang telah ditetapkan. Pedoman utama yang akan digunakan sebagai dasar adalah RPJM Desa. Dengan demikian, maka RKP Desa adalah merupakan penjabaran lebih lanjut dari RPJM Desa.

1.5.3.1.3 Persiapan Pra Pelaksanaan

Beberapa persiapan yang diperlukan agar kegiatan Musrenbang Desa dapat berjalan dengan baik adalah sebagai berikut :

1. Penentuan Jadwal dan tempat pelaksanaan Musrenbang Desa.

2. Identifikasi peserta Musrenbang Desa yang merepresentasikan keterwakilan kelompok-kelompok kepentingan, termasuk kelompok perempuan.

3. Menyiapkan dan mendistribusikan undangan kepada seluruh peserta Musrenbang Desa.

4. Penyiapan data/informasi tentang realisasi RKP Desa Tahun 2010 dan Tahun 2011.

5. Menyiapkan data/informasi tentang program/proyek/kegiatan yang akan masuk ke desa pada tahun 2011.

6. Menyiapkan bahan-bahan dan alat bantu fasilitasi lainnya.

1.5.3.1.4 Tahapan Pelaksanaan


(41)

1. Pembukaan oleh Kepala Desa.

2. Penjelasan tujuan dan agenda Musrenbang Desa, oleh Sekretaris Desa. 3. Pemaparan – Pemaparan (secara panel) dan diskusi pleno :

1. Pemaparan tentang Program/Proyek/Kegiatan yang akan masuk ke desa pada tahun 2011, oleh Setrawan Kecamatan.

2. Pemaparan tentang Program Prioritas SKPD pada tahun 2012, oleh wakil SKPD Kecamatan.

3. Pemaparan tentang realisasi pelaksanaan RKP Desa tahun 2010 dan 2011, oleh Kepala Desa.

4. Tanya jawab dengan peserta Musrenbang Desa. 4. Pembahasan dan Penetapan RKP Desa

1. Pemaparan Draft RKP Desa, oleh Sekretaris Desa sebagai ketua Tim Penyusun RKP Desa.

2. Pembahasan Draft RKP Desa oleh peserta Musrenbang Desa. 3. Penetapan RKP Desa tahun 2012.

5. Penentuan Kegiatan yang didanai melalui Swadaya Desa dan ADD 2012. 1. Kepala Desa menjelaskan ancar-ancar besaran ADD dan pola

penggunannya.

2. Sekretaris Desa memandu peserta Musrenbang Desa untuk menyepakati kegiatan yang akan didanai melalui swadaya desa dan ADD tahun 2012. Kegiatan yang disepakati tersebut bersumber dari RKP Desa tahun 2012.

3. Sekretaris Desa sebagai pemimpin rapat menetapkan kegiatan yang didanai melalui Swadaya Desa dan ADD 2012.

6. Penentuan Kegiatan yang akan diusulkan untuk didanai melalui PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM P2SPP Tahun 2012. Berkaitan dengan hal ini, maka kegiatan yang pilih adalah kegiatan yang telah ditetapkan dalam RKPD Desa tahun 2012. Proses penentuan kegiatan tersebut mengikuti tatacara yang telah ditentukan dalam PTO PNPM Mandiri Perdesaan dan PTO PNPM P2SPP.


(42)

1. Peserta Musrenbang Desa mengidentifikasi kegiatan yang akan diajukan sebagai usulan desa dalam Musrenbang Kecamatan. Kegiatan dimaksud adalah kegiatan yang tertuang dalam RKP Desa, tetapi belum mendapat kepastian pendanaan baik melalui swadaya desa dan ADD. Sedangkan kegiatan yang diusulkan untuk mendapat pendanaan dari PNPM MPd maupun PNPM P2SPP harus dimasukkan dalam DU RKP Desa.

2. Peserta Musrenbang Desa berdiskusi untuk menyusun skala prioritas berbagai kegiatan tersebut berdasarkan bidang-bidang.

3. Peserta menyepakati urutan prioritas kegiatan sesuai dengan bidang-bidang.

8. Penetapan Delegasi Desa yang akan menghadiri Musrenbang Kecamatan. Delegasi Desa tersebut hendaknya merepresentasikan kepentingan kelompok pengusul, termasuk kelompok perempuan. Jumlah Delegasi Desa minimal 6 orang, terdiri dari Kepala Desa, Ketua LPM dan tokoh masyarakat. Sebanyak 3 orang dari 6 orang delegasi desa merupakan wakil perempuan.

1.5.3.1.5 Tahapan Pasca Musrenbang Desa

Beberapa kegiatan penting yang harus dilakukan setelah Musrenbang Desa adalah sebagai berikut :

1. Tim Penyusun RKP Desa melakukan finalisasi dokumen RKP Desa berdasarkan masukan dan penyempurnaan yang telah ditetapkan dalam Musrenbang Desa. Selanjutnya Dokumen RKP Desa tersebut disampaikan kepada Kepala Desa untuk ditetapkan sebagai Keputusan Kepala Desa.

2. Tim Penyusun RKP Desa selanjutnya menyiapkan Daftar Usulan RKP Desa (DU-RKP Desa) dan mendorong kepala desa untuk menyampaikannya kepada camat sebelum pelaksanaan Musrenbang Kecamatan.

Perencanaan daerah merupakan proses penyusunan langkah-langkah yang akan diselenggarakan oleh pemerintah daerah, dalam rangka menjawab kebutuhan masyarakat, untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Perencanaan daerah dapat dipandang sebagai formulasi (rumusan) mengenai aspirasi masyarakat setempat,


(43)

dalam rangka mencapai suatu kehidupan baru yang lebih baik dan bermakna, melalui langkah-langkah pembangunan.

Dalam hal ini dikenal 2 model perencanaan:

1. Perencanaan yang ditentukan langsung oleh pusat, sehingga pemerintahan daerah hanya merupakan pelaksana atau pelengkap dari konsep yang sudah ada.

2. Perencanaan merupakan hasil dari pergulatan masyarakat setempat, dengan menggunakan mekanisme formal dan non formal yang ada.

Kualitas perencanaan daerah dan implikasinya pada kehidupan masyarakat akan sangat ditentukan oleh model yang di pilih (Abe, 2005:71). Berbagai bentuk partisipasi masyarakat di dalam pembangunan dapat dibentuk atau diciptakan. Hal ini sangat tergantung pada kondisi masyarakat setempat, baik kondisi sosial, budaya, ekonomi maupun tingkat pendidikan. Di beberapa daerah bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan telah terjadi, di mana wadah serta mekanisme partisipasinya telah terbentuk dengan baik.

Langkah-langkah dalam mengajak peran serta masyarakat secara penuh di dalam perencanaan pembangunan dapat dilakukan dengan jalan:

1. Merumuskan dan menampung keinginan masyarakat yang akan diwujudkan melalui upaya pembangunan.

2. Dengan dibantu oleh pendamping atau nara sumber atau lembaga advokasi masyarakat, dibuatkan alternatif perumusan dari berbagai keinginan tersebut.

3. Merencanakan pertemuan seluruh masyarakat yang berminat dan berkepentingan, yang membicarakan resiko dan manfaat dari pelaksanaan pembangunan ini.

4. Memilih tokoh masyarakat atau perwakilan masyarakat untuk turut serta dalam proses selanjutnya.


(44)

5. Proses perencanaan program pembangunan dan pembiayaan pembangunan serta rencana pelaksanaan pembangunan dilangsungkan beberapa kali dan melibatkan seluruh institusi maupun pemeran pembangunan yang terkait.

6. Mendapatkan sejumlah usulan program pembangunan yang sudah disepakati.

7. Melaksanakan program pembangunan, disertai dengan pemantauan dan pengawasan pelaksanaan pembangunan (Riyadi, 2005:104).

I.5.4 Perencanaan Partisipatif

Untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi yang kuat dari masyarakat terhadap pembangunan daerah, maka masyarakat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan termasuk pada tahapan perencanaan pembangunan diberbagai tingkatan. Dengan demikian diharapkan akan timbul suatu rasa tanggung jawab bersama seluruh masyarakat terhadap pembangunan di daerahnya. Perencanaan yang mendapatkan dukungan dan partisipasi yang kuat dari masyarakat disebut perencanaan partisipatif.

Perencanaan partisipatif adalah sebagai suatu pengarahan penggunaan sumber-sumber ekonomi yang terbatas adanya untuk mencapai tujuan keadaan sosial yang lebih baik dengan melibatkan masyarakat setempat untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan masyarakat tersebut. Jadi perencanaan bukan hanya semata-mata penjabaran perencanaan nasional, melainkan konsep yang secara ideal dikembangkan dari aspirasi lokal melalui proses partisipatif (Abe, 2005:35). Pemikiran perencanaan partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan sangat ditentukan oleh semua pihak yang terkait dengan prakarsa tersebut. Dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, perencanaan partisipatif diwujudkan melalui musyawarah perencanaan. Dalam musyawarah ini, sebuah rancangan rencana dibahas dan dikembangkan bersama semua pelaku pembangunan (stakeholders). Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara Negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), masyarakat dan kaum


(45)

rohaniwan, pemilik usaha, kelompok professional, organisasi-organisasi non-pemerintah, dan lain-lain (Wrihatnolo, 2006:160).

Ndraha (1990:104) menyatakan bahwa, dalam menggerakkan perbaikan kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat, maka perencanaan partisipasi harus dilakukan dengan usaha:

1. Perencanaan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang nyata (felt need).

2. Dijadikan stimulasi terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban (response).

3. Dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan tingkah laku (behavior)

Dalam perencanaan yang partisipatif, masyarakat dianggap sebagai mitra dalam perencanaan yang turut berperan serta secara aktif baik dalam hal penyusunan maupun implementasi rencana, karena walau bagaimanapun masyarakat merupakan stakeholder terbesar dalam penyusunan sebuah produk rencana.

Menurut Abe (2005:91), perencanaan partisipatif yang melibatkan masyarakat akan mempunyai dampak penting yaitu:

1. Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi. Keterlibatan rakyat akan memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki masyarakat.

2. Memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan.

3. Meningkatkan kesadaran dan keterampilan politik masyarakat.

Dalam perencanaan partisipatif ada tahapan-tahapan yang harus dilalui, sebagai berikut:


(46)

1. Melakukan identifikasi peserta. Maksud dasar tahap ini adalah adanya pengenalan yang lebih seksama terhadap mereka yang ingin melibatkan dalam proses perencanaan.

2. Melakukan identifikasi persoalan-persoalan dan masa depan yang akan dicapai.

3. Melakukan analisis kritis secara bersama, apa yang menjadi permasalahan.

4. Melakukan analisis tujuan. Dalam proses ini dilakukan penggalian mengenai apa sebetulnya yang hendak dituju.

5. Memilih tujuan. Memilih tujuan mengandung maksud menetapkan apa yang paling mungkin dilakukan, dengan mempertimbangkan sumber daya.

6. Menganalisis kekuatan dan kelemahan.

7. Melakukan perumusan hasil-hasil dalam sebuah matrik program.

8. Menyiapkan organisasi kerja.

I.5.5 Desa

I.5.5.1 Pengertian Desa

Posisi pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat adalah pemerintahan desa, maka dalam pengembangan peran serta masyarakat, pemerintah desa selaku Pembina, pengayom dan pemberian pelayanan kepada masyarakat sangat berperan dalam menunjang mudahnya masyarakat digerakkan untuk berpartisipasi (Widjaja, 2001: 42)

Adapun menurut Syarif (dalam Purwoko, 2004: 60) secara umum tujuan dari otonomi dan desentaralisasi yang dimaksud adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, mengembangkan kreativitas daerah, menciptakan pemerataan pembangunan, memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengelola sumber daya yang


(47)

dimiliki dan mewujudkan demokrasi ditingkat lokal terutama pada tingkat pemerintahan desa.

Pengertian desa secara umum menurut Daldjoeni (2003: 53) adalah pemukiman manusia yang letaknya diluar kota dan penduduknya berjiwa agraris, sedangkan desa dalam artian administaratif menurut Kartohadikusumo (dalam Daldjoeni, 2003: 54) yaitu desa dijelaskan sebagai suatu kesatuan hukum yang mana tempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Desa adalah Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia.

Desa berdasarkan Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 adalah desa atau disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dibentuk dalam sistem pemerintah nasional dan berada dikabupaten atau kota, sebagaimana dimaksud dalam UU 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.


(48)

Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan pembentukan desa sebagai mana yang dimaksud harus memenuhi syarat:

a. Jumlah penduduk

b. Luas wilayah

c. Bagian wilayah kerja

d. Perangkat, dan

e. Sarana dan prasarana pemerintahan

Sebagai wujud demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintah desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lain sesuai dengan budaya yang berkembang di desa yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dalam penyelengaraan pemerintahan desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa. Di desa di bentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra kerja Pemerintah Desa dalam memberdayakan masyarakat desa.

I.5.5.2 Pemerintahan Desa

Dalam pemerintah daerah Kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, pembentukan, penghapusan, dan penggabungan desa dengan memperhatikan asal usul dan prakarsa masyarakat. Desa di Kabupaten secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemerintah desa bersama BPD yang ditetapkan dengan perda.


(49)

Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa terdiri dari Sekdes dan perangkat desa lainnya. Sekretaris Desa diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihan diatur oleh perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa ditetapkan sebagai kepala desa. Pemilihan Kepala Desa dalam kesatuan masyarakat hukum dapat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan, hukum adat setempat yang ditetapkan dalam perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Pemerintah desa adalah unsur penyelenggaraan pemerintahan desa, menurut Nurcholis (2005: 138) pemerintah mempunyai tugas pokok:

1. Melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum, membangun dan membina masyarakat.

2. Menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.

Untuk menjalankan tugas pokok tersebut pemerintah desa mempunyai fungsi:

a. Menyelenggarakan urusan rumah tangga desa

b. Pelaksanaan tugas di bidang pembanggunan dan pembinaan masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya

c. Pelaksanaan pembinaan perekonomian desa

d. Pelaksanaan pembinaan partisipasi dan swadaya dan gotong royong masyarakat

e. Pelaksanaan pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat

f. Pelaksanaan musyawarah penyelesaian perselisiahan antar masyarakat


(50)

h. Pelaksanaan tugas yang dilimpahkan kepada desa

Berdasarkan Pasal 14 dan 15 Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 bahwa Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Pertama, urusan pemerintahan yang dimaksud adalah pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan Badan Usaha Milik Desa, kerjasama antar desa. Kedua, urusan pembangunan yang dimaksud adalah pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana prasarana fasilitas umum desa seperti jalan desa, jembatan desa, irigasi desa, pasar desa. Ketiga, urusan kemasyarakatan ialah pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, adat istiadat.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatas Kepala Desa mempunyai wewenang :

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD

b. Mengajukan rancangan peraturan desa

c. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD

d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD

e. Membina kehidupan masyarakat desa

f. Membina perekonomian desa

g. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif

h. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan


(51)

I.5.5.2.2 Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa atau disingkat dengan BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Adapun wewenang BPD yaitu Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa. Membentuk panitia pemilihan kepala desa, Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan Menyusun tata tertib BPD BPD mempunyai hak, meminta keterangan kepada Pemerintah Desa, menyatakan pendapat.

Anggota BPD mempunyai kewajiban mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan, melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat, memproses pemilihan kepala desa, mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan, menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat dan menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.


(52)

Menurut Masri Singarimbun (1995:37) konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk mengambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat ilmu sosial.

Berdasarkan judul penelitian dalam tulisan ini, maka yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:

1. Partisipasi masyarakat adalah dana dan daya yang dapat disediakan atau dapat dihemat sebagai sumbangan atau kontribusi masyarakat kepada proyek-proyek pemerintah atau keterlibatan masyarakat dalam penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, keterlibatan masyarakat dalam memikul beban dan dalam memetik hasil atau manfaat pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan salah satu prasyarat utama untuk keberhasilan proses pembangunan di Indonesia. Indikator partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut:

a. Kontribusi masyarakat yaitu suatu keterlibatan sukarela atau bentuk kontribusi langsung dari masyarakat dalam perencanaan pembangunan baik dalam sumbangan pemikiran, waktu, tenaga, serta materi.

b. Ketersediaan organisasi sebagai wadah masyarakat dalam penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat.

c. Kemampuan masyarakat untuk terlibat dalam perencanaan pembangunan, yakni berupa kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa ia mempunyai kemampuan, bias berupa pikiran, tenaga/waktu sarana dan materi lainnya.

d. Kerjasama yakni hubungan yang sinergis antara pemerintah dan masyarakat dalam merencanakan pembangunan.

e. Konsultasi yakni keterbukaan masyarakat untuk memberikan kritik/saran bagi pemerintah.

2. Perencanaan pembangunan merupakan tahap suatu awal proses pembangunan. Sebagai tahap awal, maka perencanaan pembangunan merupakan pedoman/acuan/dasar bagi pelaksana kegiatan pembangunan. Karena perencanaan


(53)

pembangunan hendaknya bersifat implentatif (dapat melaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan), serta perlu disusun dalam suatu perencanaan strategis dalam arti tidak terlalu mengatur, penting, mendesak dan mampu mangatasi kehidupan masyarakat luas, sekaligus mampu mengantisipasi tuntutan perubahan internal dan eksternal, serta disusun berdasarkan fakta riil di lapangan.


(1)

Untuk membangkitkan partisipasi rakyat dalam pembangunan diperlukan sikap toleransi dari pemerintah terhadap kritik, pikiran alternatif yang muncul dalam masyarakat sebagai akibat dari dinamika pembangunan itu sendiri karena kritik dan pikiran alternatif itu merupakan satu bentuk dari partisipasi rakyat dalam pembangunan (Soetrisno, 1995: 208). Oleh karena itu, sebagai pemerintah yang demokratis dan memandang masyarakat sebagai subjek sekaligus objek dalam pembangunan maka pemerintah harus memberi kesempatan bagi masyarakat untuk berkonsultasi dengan pemerintah mengenai pelaksanaan pembangunan.

Konsultasi yang dimaksud ialah ketersediaan masyarakat dalam menanggapi pembangunan itu sendiri berupa kritik/ saran maupun usulan terhadap pembangunan yang telah dilaksanakan maupun usulan-usulan dalam perencanaan pembangunan. Konsultasi yang disampaikan masyarakat kepada pihak pemerintah antara lain tentang pengaspalan jalan, pengerasan jalan, pembangunan irigasi, penambahan ruang sekolah dan pembangunan sarana dan prasarana lainnya.

Hal tersebut diatas sejalan dengan pendapat (Conyers 1994: 207) bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa masyarakat memiliki hak untuk memberikan saran/ usulan dalam menentukan jenis pembangunan seperti apa yang akan dilaksanakan di daerah mereka, sebab hanya masyarakat yang tahu apa yang mereka butuhkan. Dengan demikian, adanya konsultasi dari masyarakat menandakan bahwa prinsip pemerintahan yang demokratis sudah terlaksana di desa Sigalapang Julu ini.


(2)

BAB VI PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan mengambil beberapa kesimpulan dari hasil penelitian di lapangan selama ini serta memberikan saran sebagai langkah terakhir dalam hasil penelitian ini.

VI. 1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Masyarakat sebagai salah satu subsistem suatu desa seharusnya dilibatkan

dalam proses pembangunan di desa. Keterlibatan itu dimulai dari tahap perencanaan pembangunan, pelaksanaan hingga tahap evaluasi hasil pembangunan. Tanpa adanya keterlibatan masyarakat maka hasil dari pembangunan belum tentu menjawab kebutuhan masyarakat dan belum tercapainya kesejahteraan masyarakat.

2. Partisipasi yang diberikan masyarakat dalam perencanaan pembangunan masih berupa gagasan dan sumbangan pemikiran berupa ide juga saran untuk pembangunan yang akan dilaksanakan.

3. Peran serta masyarakat merupakan faktor penting dalam pembangunan desa. Peran serta masyarakat yang tinggi dapat mewujudkan tujuan dari pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna.

VI. 2 Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan berupa saran-saran sebagai berikut:

1. Pihak pemerintah desa Sigalapang Julu dan organisasi kemasyarakatan harus melakukan sosialisasi yang lebih mendalam kepada masyarakat tentang perencanaan pembangunan melalui musyawarah perencanaan pembangunan


(3)

desa (musrenbangdes) sehingga masyarakat mau berpartisipasi untuk ke depannya.

2. Melalui musrenbangdes, pemerintah desa Sigalapang Julu hendaknya memberitahukan dengan jelas mengenai pembangunan yang akan direncanakan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat.

3. Sebagai tahap awal, maka perencanaan pembangunan merupakan pedoman/ acuan/ dasar bagi pelaksana kegiatan pembangunan. Karena perencanaan pembangunan hendaknya bersifat implentatif (dapat melaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan), serta perlu disusun dalam suatu perencanaan strategis dalam arti tidak terlalu mengatur, penting, mendesak dan mampu mengatasi kehidupan masyarakat luas, sekaligus mampu mengantisipasi tuntutan perubahan internal dan eksternal, serta disusun berdasarkan fakta riil di lapangan.

4. Mengadakan pertemuan dengan tiap-tiap masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah desa atau organisasi kemasyarakat untuk mendiskusikan perencanaan pembangunan ketempat mereka melakukan pekerjaan. Sebab salah satu alasan masyarakat jarang mengikuti musrenbangdes karena alasan pekerjaan.

5. Kepada masyarakat Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal, penulis juga menghimbau bahwa pembangunan desa bukan saja tanggung jawab Pemerintah Desa tetapi juga tanggung jawab semua lapisan masyarakat. Oleh sebab itu keikut sertaan masyarakat atau partisipasi masyarakat seluruh elemen masyarakat sangat menentukan sukses atau tidaknya pembangunan yang akan dilaksanakan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abe, Alexander. 2005. Perencanaan Daerah Pertisipatif. Yogyakarta: Pembaharuan

Buku

Adisasmita, Raharjo. 2006. Pembangunan Pedesaan Dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Perberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta: Lembaga Penelitian FE-UI.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Conyers, Diana. 1994. Perencanaan Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Gadjah Mada. University Press

Daldjoeni, N. 2003. Geografi Kota dan Desa. Bandung: PT. Alumni

Juliantara, Dadang. 2004. Pembaruan Kabupaten Arah Realisais Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pustaka Jogja Mandiri

Kaho, Josef R. 1997. Prospek Otonomi Daerah Di Negara Republik Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Erlangga

Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Nasution, Arifin. 2008. Perencanaan Pembangunan Daerah. Medan: FISIP USU Press.


(5)

Ndraha, T. 1990. Membangun Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta: Rineka Cipta

Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: Grasindo

Purwoko, Herutjati. 2004. Desentralisasi dalam Perspektif Lokal. Salatiga: Pustaka Peruk

Riyadi & Bratakusumah. 2004 Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Riyadi & Deddy. 2005 Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Singarimbun, Masri dan Efendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES Safi’i. M. 2007. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah

Perespektif Teoritik. Malang: Averroes Press

Saragi, Tumpal P. 2004. Mewujudkan Otonomi Masyarakat Desa: Alternatif Pemberdayaan Desa. Yogyakarta: CV Cipruy

Soetrisno, Lukman. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius Sutopo H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori Dan Terapannya

Dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Supriyanto, Budi. 2009. Manajemen Pererintahan (Plus Dua Belas Langkah Strategis). Tengerang: CV. Media Berlian

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Prenada Media

Tarigan, Robinson. 2002. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT Bumi Aksara

Tjiptoherijanto, Prijono & Said Z. Abidin. 1993. Reformasi Administrasi Dan Pembangunan Nasional. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI


(6)

Tjokromidjojo, Bintoro. 1998. Perencanaan Pembangunan. Jakarta: CV Haji Masagung

Tjokrowinoto, Moeljorto. 1996. Pembangunan: Delema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Widjaja, HAW. 2001. Otonomi Desa merupakan Otonomi Asli Bulat Dan Utuh. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Wrihatnolo. R dan Nugroho. 2006. Manajemen pembangunan Indonesia: Sebuah Pengantar dan Panduan. Jakarta: Elex Media Komputindo

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional

Undang-Undang dan Peraturan:

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005 Tentang Desa

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 50/ 200/ II/ BANGDA/ 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Undang-undang No. 25 Tahun 2004 Tentang

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

Sumber Internet:


Dokumen yang terkait

Peran Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Mewujudkan Good Governance"(Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal)

27 139 108

Peran Serta Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Malaria Di Desa Gunung Manaon Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal

4 111 89

Partisipasi Masyarakat Desa Terhadap Pembangunan Prasarana Transportasi Darat (Studi Deskriptif: Pada Desa Hutatinggi, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara)

2 58 96

Tingkat Kesiapan Masyarakat Desa Penyangga Terhadap Pra Penetapan Dan Pengelolaan Sistem Zonasi Di Taman Nasional Batang Gadis (Studi Di Desa Batahan, Sibanggor Julu Dan Sopotinjak Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara)

0 43 128

Persepsi Masyarakat dan Prospek Pembangunan Hutan Wisata Lumban Julu (Studi Kasus di Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara)

10 70 78

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI DESA IPARBONDAR KECAMATAN PANYABUNGAN KOTA KABUPATEN MANDAILING NATAL.

0 2 22

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang - Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara).

0 0 42

Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara).

0 1 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian - Peran Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Mewujudkan Good Governance"(Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal)

0 0 27

Peran Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Mewujudkan Good Governance"(Suatu Penelitian Deskriptif Kualitatif di Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal)

1 1 10