Pengaruh Pengambilan Keputusan Perempuan Terhadap Kesejahteraan Keluarga

PENGARUH PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEREMPUAN
TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA

ANGGI LESTARI UTAMI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pengambilan
Keputusan Perempuan Terhadap Kesejahteraan Keluarga adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013

Anggi Lestari Utami
NIM I34090134

ABSTRAK
ANGGI LESTARI UTAMI. Pengaruh Pengambilan Keputusan Perempuan
Terhadap Kesejahteraan Keluarga. Dibimbing oleh IVANOVICH AGUSTA.
Pengambilan keputusan perempuan menjadi kontrol penting dalam tingkat
keberhasilan program Keluarga Berencana. Adanya kecenderungan dominasi
terhadap pola pengambilan keputusan oleh perempuan dalam keluarga mampu
menciptakan optimalnya tujuan dari program Keluarga Berencana. Tingkat
keberhasilan program Keluarga Berencana selanjutnya menjadi kontrol keluarga
dalam mencapai kesejahteraan bersama. Tujuan penelitian ini menganalisis sejauh
mana pengaruh pengambilan keputusan perempuan dalam keluarga terhadap
tingkat keberhasilan KB serta mengetahui kesejahteraan keluarga tersebut. Hasil
penelitian menunjukan dominasi perempuan dalam pengambilan keputusan
mempengaruhi tingginya tingkat keberhasilan KB. Secara langsung tingkat
kesuksesan Keluarga Berencana yang tinggi dilihat dari jumlah akseptor KB yang

tinggi, jumlah anak dari setiap keluarga yang ideal, tingkat kesakitan reproduksi
yang rendah, dan usia perkawinan yang matang mempengaruhi tingginya tingkat
kesejahteraan keluarga.
Kata kunci: pengambilan keputusan perempuan, keberhasilan KB, kesejahteraan
keluarga

ABSTRACT
ANGGI LESTARI UTAMI. Influence Decision Making Women Against Family
Welfare. Supervised by IVANOVICH AGUSTA.
Woman and their decision making can play an important role to control
the success of family planning program (KB). The tendency of women dominance
on decision making in the family can support KB effectiveness. Family welfare
then can be achieved, depends on the success rate of KB, thus to be a control tool
to the family. This study is to analyze how far women can influence the decision
making to KB program, and then to see how it construct the family welfare. The
analysis results the women dominance to decision making, impacting to KB
success rate itself. KB program can be counted as successful based on criteria
such as high KB acceptors, ideal number of children, reproductive morbidity, and
suitable age of marriage. A success KB program can extent family welfare.
Keywords: women's decision-making, the success of family planning, family

welfare

PENGARUH PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEREMPUAN
TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA

ANGGI LESTARI UTAMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Pengaruh Pengambilan Keputusan Perempuan Terhadap
Kesejahteraan Keluarga

: Anggi Lestari Utami
Nama
: I34090134
NIM

Disetujui oleh

[V
Dr Ivanovich Agusta, SP, M.Si
Pembimbing

Tanggal Lulus:

1 2 JUL .D13

7

Judul Skripsi : Pengaruh Pengambilan Keputusan Perempuan Terhadap
Kesejahteraan Keluarga
Nama

: Anggi Lestari Utami
NIM
: I34090134

Disetujui oleh

Dr Ivanovich Agusta, SP, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah

kajian gender dengan judul Pengaruh Pengambilan Keputusan Perempuan
Terhadap Kesejahteraan Keluarga.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.
Ivanovich Agusta, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan masukan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis hingga skripsi
ini dapat terselesaikan. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih
kepada Divisi Bagian Statistik BKKBN Pusat dan Kabupaten Bogor, Bapak Amin
Tohani selaku Korlap Kecamatan Tamansari, Keluarga dari Drs. Cecep
Sumardiana, seluruh warga RW 04 dan berbagai pihak Desa Sirnagalih yang telah
memberikan banyak informasi mengenai akseptor KB. Orang tua tercinta A.
Dahyani dan Nina Awinah, dan adik tercinta Panca Buana Wijaya yang selalu
sabar memberi doa, dukungan, semangat, materi, dan semua pengorbanannya
dengan penuh rasa sayang kepada penulis. Sahabat-sahabat terbaik KPM,
khususnya Tyas Widyastini, Shitta Narendra, Linda Dessy, Rizka Andini, Andika
Sefri, Faris Budiman, Fadil Afrianto, Muhammad Septiadi, Irma Handasari serta
teman satu bimbingan, Rafi Nugraha dan Resti Taryania untuk semangat,
masukan, saran, candaan, dan kebersamaan yang sangat berharga dalam
mengerjakan skripsi sehingga kita bisa bersama-sama menyelesaikan skripsi
dengan lancar. Terimakasih kepada seluruh keluarga besar KPM, khususnya KPM
46 serta semua pihak yang telah membantu proses penulisan studi pustaka hingga

penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Anggi Lestari Utami

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

5

Pengambilan Keputusan

5

Pemberdayaan Perempuan

6

Partisipasi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga

7

Program Keluarga Berencana

9


Kesejahteraan Keluarga

10

Kerangka Pemikiran

12

Hipotesis Penelitian

12

Definisi Operasional

13

METODE PENELITIAN

17


Lokasi dan Waktu Penelitian

17

Teknik Pengumpulan Data

18

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

19

GAMBARAN UMUM
Profil Desa Sirnagalih
KARAKTERISTIK RESPONDEN

21
21
25

Usia

25

Jenis Pekerjaan

25

Tingkat Pendidikan

26

Aset Rumah Tangga Responden

26

TINGKAT PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEREMPUAN DAN FAKTOR
YANG BERHUBUNGAN
29
Tingkat Pengambilan Keputusan

29

Tingkat Keberhasilan Program Keluarga Berencana

30

Analisis Hubungan Tingkat Pengambilan Keputusan Perempuan dan Tingkat
Keberhasilan Program Keluarga Berencana
33

TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAN
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
35
Tingkat Kesejahteraan Keluarga

35

Analisis Hubungan Antara Tingkat Keberhasilan KB dan Tingkat
Kesejahteraan Keluarga

36

Ikhtisar

37

SIMPULAN DAN SARAN

39

Simpulan

39

Saran

39

DAFTAR PUSTAKA

41

LAMPIRAN

43

RIWAYAT HIDUP

55

DAFTAR TABEL
1. Persentase akseptor KB terhadap jumlah PUS di tingkat Provinsi
sampai RW
2. Jumlah penduduk Desa Sirnagalih berdasarkan kelompok umur
3. Jumlah dan persentase penduduk Desa Sirnagalih berdasarkan tingkat
pendidikan
4. Jumlah dan persentase penduduk Desa Sirnagalih berdasarkan mata
pencaharian
5. Jumlah dan persentase penduduk Desa Sirnagalih berdasarkan
penggolongan jenis pekerjaan
6. Luas lahan Desa Sirnagalih berdasakan pemanfaatannya
7. Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia
8. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan
9. Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan
10. Jumlah dan persentase aset rumah tangga responden
11. Jumlah dan persentase responden berdasarkan pola pengambilan
keputusan rumah tangga terhadap keluarga berencana
12. Jumlah dan persentase tingkat pengambilan keputusan perempuan
terhadap keikutsertaan program KB
13. Jumlah dan persentase tingkat keberhasilan KB
14. Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia perkawinan
15.Jumlah dan persentase anak menurut kategori ideal dan tidak ideal
BKKBN
16.Jumlah dan persentase tingkat kesakitan reproduksi menurut proses
persalinan
17.Persentase hubungan tingkat pengambilan keputusan dengan tingkat
keberhasilan KB
18.Persentase tingkat kesejahteraan menurut indikator keluarga sejahtera
BKKBN
19. Persentase hubungan tingkat keberhasilan KB dengan tingkat
kesejahteraan keluarga

17
22
23
24
24
24
25
25
26
27
29
30
30
31
32
32
33
35
36

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran pengaruh pengambilan keputusan peempuan
terhadap tingkat kesejahteraan keluarga

12

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Peta Desa Sirnagalih
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2013
Data Responden PUS Desa Sirnagalih
Kerangka sampling PUS Desa Sirnagalih
Kuesioner
Contoh Hasil Pengolahan Data
Dokumentasi

43
43
44
45
46
51
51

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan jumlah penduduk indonesia
sekitar 237.6 juta jiwa, melebihi 3.4 juta dari proyeksi sebesar 234.2 juta jiwa.
Demikian juga untuk angka laju pertumbuhan penduduk (LPP) periode tahun
2000-2010 sebesar 1.49% meningkat dibanding LPP 1990-2000 yaitu 1.45%. LPP
pada 2014 diharapkan menurun menjadi 1,1 persen. Dalam kurun waktu 5 tahun
(2002/2003-2007), permasalahan lain jumlah PUS (Pasangan Usia Subur) yang
ingin menunda punya anak atau tidak menginginkan anak lagi atau kebutuhan berKB belum terlayani atau unmet need, meningkat dari 8.6% tahun 2002/03 menjadi
9.1% pada tahun 2007. Alasan utama PUS tidak menggunakan kontrasepsi karena
efek samping, hasil SDKI 2007 menunjukan angka 30% untuk mengakhiri dan
27% untuk menjarangkan.
Median usia kawin pertama 19,8 tahun (SDKI 2007), diharapkan menjadi
20.3 tahun pada tahun 2012 sehingga berdampak pada penurunan total fertility
rate. Pendewasaan usia perkawinan bertujuan untuk memberikan pengertian dan
kesadaran kepada remaja agar didalam merencanakan keluarga, mereka dapat
mempertimbangkan berbagai aspek yaitu kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik,
mental dan sosial ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran.
Keluarga berencana adalah sebagai upaya peningkatan kepedulian dan peran
serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk
mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (BKKBN 2011). Menurut data
BKKBN per Januari 2013, total peserta aktif KB di Provinsi Jawa Barat masih
belum merata disetiap wilayahnya bahkan peningkatannya pun tidak signifikan.
Tercatat jumlah peserta KB hanya 62.8% padahal pemerintah merumuskan
peserta KB harus mencapai 100%. “Dua anak lebih baik”, bukan hanya menjadi
jargon program Keluarga Berencana (KB) semata, tetapi memiliki makna filosofi
“kesejahteraan” yang sangat mendalam. Dengan dua anak diyakini bahwa setiap
keluarga dapat lebih mudah memecahkan persoalan pendidikan dan kesehatan
yang makin mahal serta persoalan nilai daya beli masyarakat yang semakin
rendah, yang lebih penting setiap orang tua dapat memberikan perhatian dan
bimbingan yang lebih terhadap anak-anaknya, sehingga kualitas, akhlak dan
moralitas anak dapat lebih dipertanggungjawabkan.
Keikutsertaan dari berbagai pihak dalam membentuk perilaku sosial yang
mengupayakan kesetaraan gender pada program KB nasional merupakan salah
satu strategi pelaksanaan KB dan kesehatan reproduksi, sehingga setiap pasangan
suami isteri mempunyai tanggung jawab yang sama dalam menentukan kesehatan
reproduksi, kesehatan anak, dan jumlah anak (BKKBN 2011). Pada akhirnya
pengambilan keputusan dalam keluarga pun menjadi hal yang penting untuk
dibahas dalam penelitian ini karena akses kontrol suami dan isteri dapat
menentukan langkah mana yang akan mereka tetapkan sebagai alat peningkat
kesejahtreraan keluarga. Pada penelitian ini, pengambilan keputusan difokuskan
pada perempuan di mana perempuan menjadi subjek yang dikenai alat kontrasepsi
dan reproduksi biologis sehingga mereka seharusnya memiliki otoritas dan
kontrol atas dirinya sendiri.

2

Artikel BKKBN (2011)1 menyebutkan pengentasan kemiskinan dan
peningkatan kesejahteraan dapat dilakukan dengan pendekatan kependudukan.
Hasil pendataan keluarga 2012 BKKBN menunjukan Provinsi Jawa Barat
memiliki persentase akseptor KB terhadap pasangan usia subur sebanyak 72.18%
persen (Tabel 1, halaman 15). Hal ini sebanding dengan persentase di RW IV
Desa Sirnagalih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor dengan perbedaan
prevalensi yang tidak signifikan. Oleh karena itu, sangat menarik bagi peneliti
untuk melihat sejauh mana pengaruh pengambilan keputusan perempuan
terkait keluarga berencana dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Perumusan Masalah
Mengacu pada Millenium Development Goals (2008), sebagian besar
pengguna alat kontrasepsi adalah perempuan. Sehingga perlu dilihat pengaruh
keputusan dari perempuan itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
terlihat bahwa keberhasilan program KB suatu daerah berkaitan dengan
pengambilan keputusan perempuan di dalamnya. Untuk itu perlu dikaji:
1. Sejauh mana pengaruh pengambilan keputusan perempuan terhadap
tingkat keberhasilan KB?
2. Sejauh mana pengaruh tingkat keberhasilan KB terhadap kesejahteraan
keluarga?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji pola pengambilan
keputusan dalam keikutsertaan ber-KB dan keterkaitannya dengan kesejahteraan
keluarga. Secara spesifik, penelitian ini bertujuan:
1. Menganalisis sejauh mana pengaruh pengambilan keputusan perempuan
terhadap tingkat keberhasilan KB.
2. Menganalisis sejauh mana pengaruh tingkat keberhasilan KB terhadap
kesejahteraan keluarga.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh
pengambilan keputusan perempuan terhadap tingkat keberhasilan program KB
dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Melalui penelitian ini, terdapat juga
beberapa hal yang ingin penulis sumbangkan pada berbagai pihak, yaitu:
1. Akademisi, dimana penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi
peneliti yang ingin mengkaji lebih lanjut mengenai kajian gender,
khususnya pengambilan keputusan perempuan yang seringkali tidak
diperhatikan keberlanjutannya.
2. Masyarakat, dimana penelitian ini diharapkan dapat memberi dampak
positif bagi masyarakat, khususnya untuk menambah pengetahuan tentang
pentingnya program KB dan dampaknya terhadap kondisi kesejahteraan
keluarga yang masih rendah.
1

Artikel ‘Kesejahteraan, kemiskinan dan program KB di Jawa Barat’ (2011) oleh Lipi Ahmad

3

3. Pemerintah, dimana penelitian ini dapat memberikan masukan atau
dijadikan bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan pemerintah
dalam perencanaan keberlanjutan program KB.

4

5

TINJAUAN PUSTAKA
Pengambilan Keputusan
Menurut Sajogyo (1983) Kekuasaan yang dinyatakan sebagai kemampuan
untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga bisa
tersebar dengan sama nilainya atau tidak sama nilainya, khususnya antara suami
dan istri, sedangkan pembagian kerja menunjuk pada pola peranan yang ada
dalam keluarga dimana khususnya suami dan istri melakukan pekerjaan-pekerjaan
tertentu. Kedua aspek tersebut (kekuasaan dan pembagian kerja) adalah hal yang
paling mendasar dalam keluarga yang dipengaruhi pula oleh posisi keluarga di
lingkungan atau masyarakatnya.
Peranan perempuan di dalam dan luar rumah tangga sebagai pengambil
keputusan pada berbagai bidang kehidupan cukup bervariasi. Setiap jenis
keputusan rumah tangga, dikelompokkan dalam lima angkatan sebagai berikut
(Sajogyo 1983):
1. pengambilan keputusan hanya oleh istri;
2. pengambilan keputusan dilakukan bersama tetapi istri dominan;
3. pengambilan keputusan dilakukan bersama setara;
4. pengambilan keputusan dilakukan bersama tetapi suami dominan; dan
5. pengambilan keputusan dilakukan oleh suami sendiri.
Suatu hubungan antara pria dan wanita yang menunjukkan adanya
distribusi kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang seimbang (balanced
power), tetapi ada kesalingketergantungan yang kuat di antaranya. Dalam hal
penguasaan terhadap sumber-sumber yang penting, baik laki-laki maupun
perempuan, tidak ada hubungan yang saling mendominasi. Sementara itu, suatu
hubungan antara perempuan dan laki-laki yang menunjukkan hierarki dalam
kekuasaan, artinya distribusi kekuasaannya tidak seimbang. Dalam hal ini, salah
satu pihak memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari yang lain dan
mendominasinya (Sajogyo 1983).
Teori pilihan rasional (Scott 2000) menjelaskan tindakan rasional akan
muncul ketika individu menyadari terlibat dalam strategi yang dia rencanakan.
Teori pilihan rasional tersebut berusaha menjelaskan fenomena sosial dengan
memperhitungkan kerasionalitasan yang dimiliki oleh seorang individu. Dimana
tindakan-tindakan kolektif dapat memberikan pengaruh terhadap pilihan rasional
seseorang. Penjelasan lain tentang teori pilihan rasional juga ditemukan
dalam International Encyclopedia of The Social Sciences2. Di dalamnya
dijelaskan bahwa teori pilihan rasional ini terfokus pada maksud, berorientasi
pada tujuan yang dimiliki oleh seorang individu. Dimana interaksi sosial, struktur
sosial dan budaya akan mempengaruhi seseorang dalam menggapai hasil yang
diinginkan dan mempengaruhi keputusan yang diambil oleh individu tersebut.
Walaupun tidak selalu individu tersebut dapat mencapai apa yang mereka
inginkan, mereka akan memilih alternatif lain yang mereka pikir dapat
memberikan kepuasan yang sama besar atau lebih besar dalam mencapai
kepentingannya dalam situasi tertentu.
2

International Encyclopedia of The Social Sciences- 2nd edition. (2012). Rational Choice
Theory p. 74-76

6

Pemberdayaan Perempuan
Jika kesetaraan antara perempuan dan laki-laki merupakan tujuan hakiki
pembangunan perempuan, maka wajar pemberdayaan perempuan menjadi alat
utama untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam mewujudkan kesetaraan
perempuan. Menurut Sudirja (2007), terdapat lima tingkat kesetaraan perempuan
agar perempuan terlibat dalam proses pembangunan, yaitu:
1. Kesejahteraan; perempuan lebih dianggap sebagai penerima pasif
kesejahteraan. Kesenjangan gender dapat diidentifikasi melalui tingkat
kesejahteraan yang berbeda diantara laki-laki dan perempuan dengan
indikator keadaan gizi, angka kematian dan lain
sebagainya.
Pemberdayaan perempuan tidak terjadi secara murni pada tingkat
kesejahteraan ini karena tindakan untuk memperbaiki kesejahteraan
masyarakat mensyaratkan akses perempuan atas sumber daya harus
meningkat dan ini berarti perempuan maju ke tahap berikutnya.
2. Akses; tingkat produktivitas perempuan lebih rendah karena adanya
pembatasan akses atas sumberdaya pembangunan dan produksi dalam
masyarakat, seperti tanah, kredit, lapangan kerja dan pelayanan.
Mengatasi kesenjangan gender berarti akan meningkatkan akses
perempuan sehingga setara dengan laki-laki. Pemberdayaan berarti
perempuan disadarkan akan situasi-situasi yang tidak adil ini dimana
kesadaran baru tersebut akan mendorong untuk berjuang mendapatkan
haknya , termasuk memperoleh akses yang setara dan adil atas berbagai
macam sumber daya baik di dalam rumah tangga komunitas dan
masyarakat.
3. Kesadaran kritis; tingkat kesadaran ini akan meningkatkan kesadaran
perempuan bahwa masalah-masalah mereka tidak berasal dari
ketidakmampuan pribadi mereka, melainkan karena ditundukkan oleh
sistem sosial yang deskriminatif dan sudah terinstitusi di dalam diri
perempuan. Kesadaran ini akan membangkitkan kemampuan perempuan
untuk menganalisis masyarakat secara kritis dan mengenai semua hal
yang dianggap perlu “normal” atau bagian dari “pemberian dunia” yang
permanen dan tidak bisa diubah jika menyebabkan ketidakadilan bagi
perempuan. Keyakinan pada kesetaraan gender ini merupakan elemen
ideologis yang sangat penting dalam proses pemberdayaan, yang
menyediakan basis konseptual untuk penggalangan kekuatan menuju
keadilan dan kesetaraan perempuan.
4. Partisipasi; konsep partisipasi disini diartikan bahwa perempuan setara
terhadap laki-laki untuk terlibat secara aktif dalam proses pembangunan.
Kesetaraan dalam tingkat ini diartikan sebagai partisipasi setara
perempuasn dalam proses pengambilan keputusan. Dalam sebuah proyek
pembangunan, partisipasi dapat berarti bahwa perempuan diwakili oleh
perempuan dalam proses penilaian kebutuhan, identifikasi masalah,
perencanaan proyek, manajemen, penerapan dan evaluasi. “Kesetaraan
dalam partisipasi” juga berarti melibatkan perempuan dari komunitas
dampingan dalam proses pengambilan keputusan dikomunitasnya.
Kesetaraan dalam partisipasi ini tidak mudah diperoleh. Mobilisasi
perempuan yang meningkat akan menghasilkan meningkatnya jumlah

7

perempuan yang duduk dalam institusi-institusi yang berhak mengambil
keputusan. Meningkatnya jumlah perempuan dalam posisi-posisi penting
dalam komunitasnya merupakan hasil pemberdayaan sekaligus menjadi
sumbangan potensial bagi peningkatan upaya pemberdayaan perempuan.
5. Kontrol; partisipasi perempuan yang meningkat pada proses pengambilan
keputusan akan berdampak pada akses dan distribusi keuntungan yang
adil bagi perempuan jika partisipasi tersebut diikuti dengan kontrol yang
meningkat pula atas faktor-faktor produksi. Kesetaraan dalam hal kontrol
berarti sebuah keseimbangan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki,
dimana tidak ada satu pihak pun berada di bawah dominasi yang lainnya.
Ini berarti perempuan mempunyai kekuasaan yang sama dengan laki-laki
untuk mempengaruhi masa depan mereka dan masa depan masyarakat
mereka. Hanya dengan memiliki kontrol inilah perempuan dapat
meningkatkan aksesnya terhadap sumberdaya dan karenanya akan
mensejahterakan diri dan anak-anaknya. Kesetaraan dalam partisipasi
dan kontrol merupakan persyaratan yang diperlukan jika kita mau
membuat kemajuan pada kesetaraan gender dalam hal kesejahteraan.
Mengacu pada konsep tersebut, maka tingkat keberhasilan program dilihat
dari sejauh mana tercapai tingkat keberdayaan perempuan yang diukur dari
tingkat akses dan kontrol perempuan dalam program tersebut (Sudirja 2007).
Partisipasi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga
Menurut Munandar (1983), keadaan suatu masyarakat sebagian besar
ditentukan orang-orang yang ada dalam masyarakat itu. Mengingat keluarga
merupakan satuan masyarakat terkecil, maka keluarga berperan penting dalam
menentukan keadaan masyarakat. Keluarga sejahtera memberikan pengaruh
positif terhadap anggota-anggotanya, dan menjadi wadah pembentukan kader
penerus yang baik. Dalam hal ini suami bertanggung jawab dalam memenuhi
kebutuhan keluarga.
Selain suami yang notabene sebagai kepala rumah tangga, isteri juga
merupakan salah satu unsur penting dan berperan dalam menjalankan kehidupan
rumah tangga. Oleh karena itu perempuan dalam keluarga merupakan dua
pengertian yang saling berkaitan. Dalam hal ini kesatuan keluarga merupakan
dasar yang signifikan dan relevan untuk memahami partisipasi perempuan dalam
keluarga maupun masyarakat. Partisipasi perempuan dalam peningkatan sosial
ekonomi keluarga tidak kalah penting dibandingkan laki-laki. Perempuan mampu
melakukan banyak hal baik bersifat reproduksi yang tidak menghasilkan materi
maupun bekerja mencari nafkah yang langsung menghasilkan guna kelangsungan
ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga.
Perempuan atau isteri terlibat dalam pekerjaan adalah didorong oleh
pendapatan suami yang rendah, sehingga mereka bekerja sebagai petani, pedagang
kecil, pembantu rumah tangga, buruh, karyawan dan lain sebagainya. Dari uraian
tersebut tersirat bahwa kondisi ekonomi suami yang rendah mendorong isteri
untuk berpartisipasi mencari penghasilan dengan merubah perannya dari sektor
domestik (dalam rumah tangga) ke sektor publik (di luar rumah tangga).
Keterlibatan perempuan dalam sektor publik secara garis besar didorong
oleh beberapa hal. Pertama dan yang terbesar didorong oleh tekanan ekonomi

8

rumah tangga. Hal ini disebabkan pemenuhan kebutuhan pada keluarga dan
masyarakat semakin lama semakin kompleks. Dengan kata lain, pengeluaran
untuk rumah tangga tidak hanya terbatas pada kebutuhan pangan dan sandang,
tetapi telah mengalami penambahan seperti pendidikan, kesehatan, organisasi
(perkumpulan), rekreasi dan lain-lain. Dalam kondisi seperti ini semakin besar
kemungkinan muncul realita dimana suami tidak mampu menanggung sendiri
beban ekonomi keluarga. Kedua adalah didorong keinginan untuk meningkatkan
harga diri, persamaan hak yang biasanya terdapat pada perempuan berpendidikan
dan perempuan perkotaan.
Motivasi tekanan sosial ekonomi suami yang rendah seperti yang telah
disinggung sebelumnya, merupakan kekurangmampuan yang disebabkan banyak
faktor. Akan tetapi secara umum dapat dijelaskan, faktor yang mempengaruhi
adalah tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, profesionalisme, pengalaman kerja
yang pada dasarnya menentukan besar kecilnya penghasilan suami
(Sajogyo1983).
Perempuan penting dalam mendukung ekonomi keluarga, juga mendukung
pemerintah. UU 1945, GBHN dan UU No.1 Tahun 1974 menjelaskan Mengenai
Kedudukan dan Peranan Perempuan yaitu bahwa:
a. Meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh
lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan gender.
b. Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan
tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis
perjuangan kaum perempuan, dalam rangka melanjutkan usaha
pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Banyak faktor yang mempengaruhi partisipasi isteri dalam ekonomi
keluarga, dari segi pendidikan, sosio-kultural, sosio-psikologis, sosio-phisik dan
lain sebagainya. Motivasi perempuan untuk bekerja di luar rumah tangga
(Munandar 1983) meliputi:
1. menambah penghasilan keluarga.
2. ekonomi, tidak tergantung kepada suami.
3. menghindari rasa kebosanan dan mengisi waktu kosong.
4. ketidakpuasan dalam perkawinan.
5. mempunyai minat dan keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan.
6. memperoleh status.
7. mengembangkan diri.
Terlihat jelas bahwa partisipasi perempuan pada sektor publik selain
menguntungkan secara ekonomi, perempuan juga mendapat pengalaman yang
berguna untuk membina rumah tangga. Dengan demikian kedudukan dan peranan
perempuan dalam keluarga, masyarakat semakin nyata.

9

Program Keluarga Berencana
Menurut BKKBN (2011), keluarga berencana adalah upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,
pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan
keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Kebijakan
dilakukan dengan upaya peningkatan keterpaduan, dan peran serta masyarakat,
pembinaan keluarga dan pengaturan kelahiran dengan memperhatikan nilai-nilai
agama, keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara jumlah penduduk
dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, kondisi perkembangan sosial
ekonomi dan sosial budaya serta tata nilai yang hidup dalam masyarakat.
Salah satu tugas pokok pembangunan KB menuju pembangunan keluarga
sejahtera adalah melalui upaya pengaturan kelahiran yang dapat dilakukan dengan
pemakaian kontrasepsi. Kontrasepsi merupakan komponen penting dalam
pelayanan kesehatan reproduksi sehingga dapat mengurangi resiko kematian dan
kesakitan dalam kehamilan. Konsep keluarga kecil dua anak cukup dengan cara
mengatur jarak kelahiran melalui berbagai metoda kontrasepsi masih tetap
menjadi perhatian program KB di Indonesia dalam era baru saat ini. The
International Conference on Population and Development (ICPD) 1994
menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi merupakan bagian dari hak-hak
reproduksi, yaitu bagian dari hak-hak azasi manusia yang universal. Hak-hak
reproduksi yang paling pokok adalah hak setiap individu dan pasangan untuk
menentukan kapan akan melahirkan, berapa jumlah anak dan jarak anak yang
dilahirkan, serta memilih upaya untuk mewujudkan hak-hak tersebut.
Program Keluarga Berencana Nasional diatur dalam Undang-Undang
Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera serta diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 7
tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
tahun 2004-2009. Dalam Peraturan presiden tersebut, pembagunan Keluarga
Berencana diarahkan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk serta
meningkatkan keluarga kecil berkualitas.
Program Keluarga Berencana Nasional dalam mengendalikan tingkat
kelahiran melalui upaya memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB. Upaya
tersebut terutama diprioritaskan bagi keluarga miskin dan rentan serta daerah
terpencil yang sulit dijangkau dengan pelayanan atau pada daerah tertinggal.
Secara bersamaan dilakukan peningkatan kualitas kesehatan reproduksi
remaja dalam rangka menyiapkan kehidupan keluarga yang lebih baik, termasuk
dalam rangka pendewasaan usia perkawinan pertama melalui upaya-upaya
peningkatan pemahaman dan peningkatan derajat kesehatan reproduksi remaja.
Selain itu juga dilakukan upaya program ketahanan keluarga dalam kemampuan
pengasuhan dan penumbuh kembangan anak, peningkatan pendapatan keluarga
sejahtera I (keluarga miskin), peningkatan kualitas lingkungan keluarga dan
memperkuat kelembagaan dan jejaring pelayanan KB bekerja sama dengan
masyarakat luas.
Selaras dengan filosofi BKKBN yang sejak awal diarahkan untuk
menggerakkan peran serta masyarakat dalam KB, BKKBN telah menetapkan visi
yaitu: "Seluruh Keluarga Ikut KB". Melalui visi tersebut diharapkan dapat
menjadi inspirator, fasilitator, dan penggerak Program KB Nasional sehingga di

10

masa depan seluruh Keluarga Indonesia menerima ide Keluarga Berencana,
melalui pencapaian misi "Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera".
Setiap tahun ada 500 000 perempuan meninggal akibat berbagai masalah
yang melingkupi kehamilan, persalinan, dan pengguguran kandungan (aborsi)
yang tak aman dan KB bisa mencegah sebagian besar kematian itu. BKKBN
menjelaskan keberhasilan KB dapat diukur dengan melihat pencapaian target
akseptor KB, jumlah anak yang dilahirkan per ibu, dan ekonomi keluarga. Ketiga
indikator ini menjadi fokus BKKBN dalam peningkatan kesejahteraan keluarga
melalui program KB.
Kesejahteraan Keluarga
Konsep keluarga sejahtera menurut UU No. 10 Pasal 1 tahun 1992 adalah
keluarga yang dibentuk atas pekawinan yang sah, mampu memenuhi spiritual dan
materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki hubungan yang
serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat
dan lingkungannya. Sedangkan BKKBN merumuskan pengertian keluarga
sejahtera sebagai keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya baik
kebutuhan sandang, papan, pangan, sosial dan agama; keluarga yang memiliki
keseimbangan antara penghasilan keluarga dengan jumlah anggota keluarga;
keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarga, kebutuhan
bersama dengan masyarakat sekitar, beribadah khusuk disamping terpenuhinya
kebutuhan pokok.
Program pembangunan keluarga sejahtera sudah dilakukan oleh BKKBN
sejak dahulu dan semakin mendapat pijakan yang kuat dengan diundangkannya
UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga Sejahtera. Ruang lingkup kesejahteraan dapat dibagi menjadi tiga
(Burhan 2010) yaitu:
1. Kesejahteraan Ekonomi
Kesejahteraan ekonomi sebagai tingkat terpenuhinya input secara finansial
oleh keluarga. Input yang dimaksud berupa pendapatan, nilai aset
keluarga, maupun pengeluaran. Sementara indikator output memberikan
gambaran manfaat langsung dari investasi tersebut pada tingkat individu,
keluarga, dan penduduk.
2. Kesejahteraan Sosial
Beberapa komponen dari kesejahteraan sosial diantaranya adalah
penghargaan (self esteem) dan dukungan sosial.
3. Kesejahteraan Psikologi
Terdapat tiga dimensi kesejahteraan psikologi dalam kaitannya dengan peran
orang tua yaitu: suasana hati, tingkat kepuasan, dan arti hidup. Keluarga sejahtera
menurut BKKBN dibagi menjadi 5 tahap yakni pra sejahtera (PS), keluarga
sejahtera I (KS I), keluarga sejahtera II (KS II), keluarga sejahtera III (KS III), dan
keluarga sejahtera III plus (KS III plus).
1. Keluarga PS I adalah keluarga yang belum memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan,
sandang, papan, dan kesehatan.
2. KS I adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologinya,

11

seperti kebutuhan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi
dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.
3. KS II adalah keluarga yang selain dapat memenuhi kebutuhan dasar
minimalnya dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikologinya, tetapi
belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan seperti kebutuhan untuk
menabung dan memperoleh informasi.
4. KS III adalah keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar
minimum dan sosial psikologinya, dapat memenuhi kebutuhan
pengembangannya, tetapi belum aktif dalam usaha kemasyarakatan di
lingkungan desa atau wilayahnya.
5. KS III Plus adalah keluarga-keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan
dasar minimumnya, kebutuhan sosial psikologisnya, kebutuhan
pengembangannya, serta secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan
sosial dan aktif mengikuti gerakan semacam itu dalam masyarakat

12

Kerangka Pemikiran
Tingkat pengambilan keputusan perempuan menjadi aspek penting dalam
menciptakan kesejahteraan keluarga. Peneliti menetapkan lima subjek dalam
keluarga sebagai pengambil keputusan dominan untuk mengukur tingkat
pengambilan keputusan perempuan. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan
pada keikutsertaan keluarga dalam program KB. Program KB sendiri merupakan
program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam peningkatan
kesejahteraan dan kesehatan keluarga melalui pengadaan akseptor KB dengan
penggunaan berbagai alat kontrasepsi untuk menekan jumlah kelahiran di
Indonesia. Keberhasilan program KB tentunya dapat diukur dari usia perkawinan,
jumlah akseptor KB, jumlah anak, tingkat kesakitan reproduksi, serta kualitas
anak dan keluarga. Secara kuantitatif, peneliti akan melihat pengaruh pengambilan
keputusan terhadap keberhasilan program KB dengan melihat dominan istri,
dominan suami atau bersama setara tanpa mengabaikan pengaruh pengambilan
keputusan dari keluarga luas dan petugas PLKB. Dominasi istri akan menunjukan
tingkat pengambilan keputusan perempuan yang tinggi.
Setelah peneliti melihat tingkat keberhasilan program KB melalui
indikator tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai tingkat
kesejahteraaan keluargadi Desa Sirnagalih berdasarkan tingkatan kesejahteraan
menurut BKKBN.

Tingkat
Pengambilan
Keputusan
Perempuan
Terhadap
Keluarga
Berencana

Tingkat Keberhasilan
Program Keluarga
Berencana
 Usia perkawinan
 Jumlah akseptor KB
 Jumlah anak
 Tingkat kesakitan
reproduksi

Tingkat Kesejahteraan
Keluarga BKKBN
- Pra Sejahtera
- Keluarga Sejahtera 1
- Keluarga Sejahtera 2
- Keluarga Sejahtera 3
- Keluarga Sejahtera 3
Plus

Keterangan :
: berhubungan
Gambar 1 Kerangka pemikiran pengaruh pengambilan keputusan peempuan
terhadap tingkat kesejahteraan keluarga.

Hipotesis Penelitian
Dari kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
1. Diduga pengambilan keputusan perempuan berpengaruh terhadap tingkat
keberhasilan Keluarga Berencana.
2. Diduga tingkat keberhasilan keluarga berencana berpengaruh terhadap
kesejahteraan keluarga dan perempuan.

13

Definisi Operasional
1. Karakteristik responden adalah ciri-ciri yang melekat pada individu. Terdiri
atas usia, jenis pekerjaan, dan tingkat pendidikan.
a. Usia adalah lama hidup responden dari lahir sampai penelitian dilakukan
yang diukur dengan skala rasio. Penggolongan usia mengacu pada
Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006) yang dikategorikan atas:
1. Dewasa awal
: 18-29 tahun
2. Dewasa pertengahan : 30-50 tahun
3. Dewasa tua
: > 50 tahun ke atas
b. Jenis pekerjaan adalah adalah profesi yang dijalankan responden untuk
menopang kebutuhan hidupnya. Pengukuran dengan skala nominal yang
dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu tidak bekerja, bekerja di sektor
usaha, dan bekerja di sektor non usaha.
1. Tidak bekerja
: responden tidak memiliki pekerjaan yang
menghasilkan uang secara berkala.
2. Sektor non usaha
: responden bekerja sebagai buruh atau pegawai.
3. Sektor usaha
: responden memiliki unit usaha seperti warung,
bengkel, atau home industri.
c. Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir responden secara formal
yang dikategorikan atas:
1. Rendah
: tidak sekolah sampai tamat SMP/sederajat
2. Tinggi
: tamat SMA/sederajat sampai tamat perguruan tinggi
2. Tingkat pengambilan keputusan perempuan adalah siapa yang memiliki
kekuasaan (kontrol) dalam segala keputusan mengenai keikutsertaan dalam
program keluarga. Pengukurannya ditentukan oleh:
1. Dominan istri, yaitu apabila istri lebih dominan terhadap pengambilan
keputusan.
2. Dominan suami, yaitu apabila pengambilan keputusan lebih didominasi
oleh suami.
3. Bersama setara, yaitu apabila suami dan istri memiliki pengambilan
keputusan yang senilai.
4. Keluarga luas, yaitu apabila pengambilan keputusan didominasi oleh
anggota keluarga luas (bukan keluarga inti) seperti orang tua dari PUS
atau paman, bibi atau sepupu.
5. Petugas PLKB, yaitu apabila pengambilan keputusan didominasi oleh
petugas PLKB atau kader-kader posyandu dan puskesmas di sekitar
tempat tinggal PUS.
Variabel ini merupakan jenis data interval dan diukur menggunakan
kuesioner dengan lima pertanyaan. Dikategorikan menjadi rendah (5-11),
sedang (12-18), dan tinggi (19-25) dengan akumulasi skor sebagai berikut:
Dominan istri
(skor: 5)
Bersama setara
(skor: 4)
Dominan suami
(skor: 3)
Keluarga luas
(skor: 2)
PLKB
(skor: 1)

14

3. Tingkat keberhasilan program KB adalah kondisi masyarakat yang telah sesuai
dengan tujuan, visi dan misi BKKBN dalam peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat. Pengukurannya ditentukan oleh:
1. Usia perkawinan adalah usia suami dan istri saat menikah pertama dan
usia pernikahannya.
2. Jumlah akseptor KB adalah jumlah akseptor KB aktif dari seluruh PUS
yang ada di lokasi penelitian.
3. Tahun kesenjangan anak lahir adalah jarak usia antara anak pertama
terhadap anak kedua, anak kedua terhadap anak berikutnya, dan
seterusnya.
4. Jumlah anak adalah jumlah anak yang lahir hidup per ibu.
Variabel ini merupakan jenis data interval dan dan diukur menggunakan
kuesioner. Dikategorikan menjadi rendah (4-5), sedang (6-7), dan tinggi (8)
dengan akumulasi skor sebagai berikut:
Akseptor KB
: bukan akseptor (skor:1), akseptor (skor: 2)
Usia perkawinan
: awal (skor: 1), tengah (skor: 2), akhir (skor: 3)
Jumlah anak
: tidak ideal (skor: 1), ideal (skor: 2)
Kesakitan reproduksi
: normal (skor: 2) , caesar (skor: 1)
4. Keluarga sejahtera menurut BKKBN dibagi menjadi 5 tahap yakni;
1. Pra Sejahtera: Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar
(Basic Need) secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan, sandang,
papan, kesehatan, dan pendidikan.
2. Keluarga Sejahtera 1: Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan
dasar secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan sosial-psikologisnya seperti kebutuhan ibadah, makan protein
hewani, pakaian, ruang untuk interaksi keluarga, dalam keadaan sehat,
mempunyai penghasilan, bisa baca tulis latin, dan keluarga berencana.
Pengukurannya melalui; Makan 2 kali sehari atau lebih, Memiliki
pakaian yang berbeda untuk di rumah, sekolah, bekerja, berpergian,
Semua anak dapat bersekolah, Kondisi rumah dalam keadaan baik,
3. Keluarga Sejahtera 2: Keluarga yang telah memenuhi kebutuhan
dasarnya, juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan sosialpsikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan pengembangannya seperti kebutuhan untuk peningkatan
agama, menabung, berinteraksi dalam keluarga, ikut melaksanakan
kegiatan dalam masyarakat dan mampu memperoleh informasi.
Pengukurannya melalui; Seminggu sekali makan daging atau ikan,
Pasangan usia subur ber-KB, Seluruh anggota keluarga dapat baca tulis
4. Keluarga Sejahtera 3: Keluarga yang telah memenuhi seluruh kebutuhan
dasar, sosial-psikologis, dan kebutuhan pengembangan, namun belum
dapat memberikan sumbangan yang maksimal terhadap masyarakat,
seperti secara teratur memberikan sumbangan dalam bentuk material dan
keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan serta berperan serta
secara aktif dengan menjadi pengurus lemabag kemsyarakatan atau
yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan, dan
sebagainya. Pengukurannya melalui; Sebagian penghasilan dapat
ditabung, Mengikuti kegiatan masyarakat, Memperoleh informasi dari

15

surat kabar, majalah, radio, TV, internet, Berupaya miningkatkan
pengetahuan agama.
5. Keluarga Sejahtera 3 Plus: Keluarga yang telah mampu memenuhi semua
kebutuhan baik yang bersifat dasar, sosial-psikologis, maupun yang
bersifat pengembangan, serta telah dapat pula memberikan sumbangan
yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat. Pengukurannya melalui;
Memberikan sumbangan materi untuk kegiatan social, Aktif sebagai
pengurus organisasi sosial masyarakat
Variabel ini diukur dengan menggunakan dua puluh tiga pertanyaan
pada kuesioner dengan skala ordinal “Ya” (1) dan “Tidak” (0).
Dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi dengan akumulasi skor
sebagai berikut:
Pra Sejahtera (1) skor: 0
Sejahtera 1
(2) skor: 1-7
Sejahtera 2
(3) skor: 8-13
Sejahtera 3
(4) skor: 14-21
Sejahtera 3+
(5) skor: ≥22

16

17

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang didukung
dengan pendekatan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan pendekatan
penelitian survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan
kemudian peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang
pokok (Singarimbun dan Effendi 1989). Penelitian menggunakan metode survai
dapat menjelaskan hubungan kausal antara variabel melalui pengujian hipotesa
yang sudah dirancang peneliti. Hubungan kausal yang dapat diuji dari hipotesa
meliputi hubungan adanya pengaruh pengambilan keputusan dalam keikutsertaan
ber-KB terhadap kesejahteraan keluarga. Setiap pengujian hipotesa di atas
diharapkan mampu menjawab keterkaitan antara pengaruh pengambilan
keputusan perempuan dengan tingkat kesejahteraan keluarga dan perempuan itu
sendiri. Alasan lain dari pemilihan metode penelitian kuantitatif dengan
pendekatan penelitian survai dikarenakan metode ini dapat menjelaskan tujuan
dari penelitian melalui generalisasi objek penelitian untuk populasi masyarakat
yang tidak sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Singarimbun dan Effendi
(1989) yang menyebutkan bahwa keuntungan utama dari penggunaan metode
penelitian survai yaitu memungkinkan pembuatan generalisasi untuk populasi
yang besar.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian yang mengangkat judul Pengaruh Pengambilan Keputusan
Perempuan Terhadap Kesejahteraan Keluarga ini dilakukan di RW 04, Desa
Sirnagalih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
(lampiran 1). Terletak 120 km dari ibukota provinsi dan 20 km dari ibukota
kabupaten. Sebelum menentukan tempat penelitian, peneliti melakukan telaah
dokumen melalui kepustakaan media cetak, internet, dan sumber lainnya untuk
mendapatkan informasi. Waktu penelitian dilakukan selama kurun waktu dua
bulan, yaitu pada bulan Maret hingga April 2013. Penelitian yang dimaksud
mencakup waktu semenjak peneliti intensif di lapangan hingga pengolahan dan
analisis data. Penentuan lokasi ditetapkan secara sengaja atau purposive
berdasarkan hasil survei data sekunder dari BKKBN.
Tabel 1 Jumlah dan persentase Akseptor KB terhadap PUS di tingkat Provinsi
sampai RW
Lokasi
Jawa Barat
Kabupaten Bogor
Kecamatan Tamansari
Desa Sirnagalih
RW IV

Jumlah PUS

Jumlah
Akseptor KB

Persentase Akseptor
KB terhadap PUS

8 691 022
909 118
18 257
2 860
247

6 273 365
646 289
14 161
2 219
191

72.18
71.08
77.56
77.58
77.32

18

Data tersebut menjadikan RW IV Desa Sirnagalih penting untuk menjadi
lokasi penelitian karena telah mewakili persentase di berbagai tingkat wilayah.
Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan
proposal, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan
draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi (lampiran 2).
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengambilan Sampel
Subjek dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu responden dan
informan. Responden merupakan pihak yang memberi keterangan tentang diri dan
kegiatan yang dilaksanakannya. Responden dalam penelitian ini adalah Pasangan
Usia Subur yang menjadi akseptor KB dengan karakteristik yang telah ditentukan.
Informan adalah pihak yang memberikan keterangan tentang pihak lain dan
lingkungannya. Informan penelitian ini, yaitu pihak Kader Posyandu selaku
pemberi informasi mengenai akseptor KB, pasangan-pasangan usia subur, dan
berbagai kegiatan terkait program KB dengan karakteristik yang telah ditentukan.
Setiap unit analisis atau responden dipilih berdasarkan teknik penarikan
sampel nonprobabilita, yaitu setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan
yang sama untuk dipilih. Teknik penarikan sampel diambil secara purposive,
karena unit analisis diambil hanya berdasarkan karakteristik PUS, yaitu pasangan
yang masih dalam kurun usia 16-49, serta ikut serta dalam program Keluarga
Berencana. Unit analisis yang diambil berjumlah 35 responden, artinya 35 PUS
yang menjadi akseptor KB.
Proses pengambilan sampel dimulai dari pencarian data seluruh warga
setiap RT kepada Ketua RW 04 kemudian dilanjutkan diskusi dengan Kader
Posyandu mengenai karakteristik PUS di RW 04. Selanjutnya dilakukan teknik
simple random sampling sebanyak 35 orang responden (lampiran 3) dari jumlah
populasi sebanyak 190 orang (lampiran 4).
Data dan Pengumpulan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari responden
dengan pendekatan kuantitatif dan didukung oleh pendekatan kualitatif. Instrumen
data yang dipakai adalah kuesioner (lampiran 5) untuk pendekatan kuantitatif, dan
pedoman wawancara mendalam untuk pendekatan kualitatif. Data sekunder yang
dikumpulkan merupakan dokumen-dokumen terkait dengan data-data mengenai
nama kepala keluarga dan berbagai persentase terkait akseptor KB. Metode
pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan metode survei dengan
menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner dan diberikan kepada
responden yang terpilih. Kuesioner diberikan langsung kepada responden dengan
mengunjungi responden satu per satu ke rumah se-RW, sedangkan pedoman
wawancara mendalam dibacakan langsung dan ditanyakan langsung kepada
seluruh resoponden dalam proses penelitian pada Bulan Maret sampai Bulan
April.

19

Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa kuesioner dan
pertanyaan terstruktur (pedoman wawancara). Kuesioner yang menjadi acuan
dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, berisikan pertanyaan-pertanyaan mengenai
karakteristik individu dan keterangan anggota rumah tangga. Kedua, berisikan
pernyataan mengenai aset dan kebutuhan rumah tangga serta kebutuhan pangan
dan non pangan. Ketiga, berisikan pernyataan tentang pengukuran tingkat
kesejahteraan menggunakan indikator keluarga sejahtera BKKBN. Pertanyaan
terstruktur berisi tentang panduan pertanyaan yang ditujukan kepada PUS
akseptor KB untuk mengukur pola pengambilan keputusan ikut KB dan mengukur
tingkat kesejahteraan keluarga secara umum.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama, melakukan
pengkodean pada pertanyaan dan pernyataan yang telah diajukan, kemudian
memasukkan data ke buku kode atau lembaran data (code sheet). Kedua, membuat
tabel frekuensi. Ketiga, mengedit yakni mengoreksi kesalahan-kesalahan yang
ditemui setelah membaca tabel frekuensi baik pada saat mengisi kuesioner,
mengkode, maupun memindahkan data dari lembaran kode ke komputer
(Singarimbun dan Effendi 2006).
Data hasil kuesioner terhadap responden kemudian diolah secara statistik
deskriptif dengan menggunakan SPSS (Statistical Pakage for Sosial Science) 16.0
dan Microsoft Excel 2007. Statistik deskriptif merupakan statistik yang
menggambarkan sekumpulan data secara visual baik dalam bentuk gambar
maupun tulisan yang digunakan untuk menggambarkan data berupa tabel
frekuensi dan tabulasi silang (crosstab).
Data kuantitatif yang diperoleh dari kuesioner dimasukkan dalam tabel
frekuensi, diuji, kemudian dianalisis secara statistik deskriptif yang meliputi tabel
frekuensi, ukuran pemusatan, dan ukuran penyebaran. Hasil analisis
diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan. Pengujian hubungan antar
variabel uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan yang
nyata antar variabel dengan data berbentuk ordinal, seperti untuk menentukan
hubungan antara kedua variabel (variabel independen dan variabel dependen)
yang ada pada penelitian ini, yaitu menguji hubungan antara karakteristik
penerima pelayanan (skala ordinal) seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
dan jenis pekerjaan dengan tingkat pengambilan keputusan (skala ordinal).
Rumus korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut:

Dimana:
ρ atau rs : koefisien korelasi spearman rank
di
: determinan
n
: jumlah data atau sampel

20

Kaidah pengambilan keputusan tentang hubungan antar variabel dalam uji
korelasi Rank Spearman dan Chi-Square adalah melalui nilai signifikansi atau
probabilitas atau α yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
antar variabel yang diteliti. Signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebesar α (0,05), artinya hasil penelitian mempunyai kesempatan untuk
benar atau tingkat kepercayaan sebesar 95% dan tingkat kesalahan sebesar 5%.
Dasar pengambilan keputusan dirumuskan sebagai berikut:
a. Jika angka signifikansi hasil penelitian < 0,05 maka H0 ditolak. Jadi hubungan
kedua variabel signifikan; dan
b. Jika angka signifikansi hasil penelitia