Pemodelan keseimbangan hara kaitannya dengan produksi tanaman kelapa sawit

i

PEMODELAN KESEIMBANGAN HARA KAITANNYA
DENGAN PRODUKSI TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq)

EKO NOVIANDI GINTING

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan
Keseimbangan Hara Kaitannya dengan Produksi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Eko Noviandi Ginting
NRP A15111011

ii

RINGKASAN
EKO NOVIANDI GINTING. Pemodelan Keseimbangan Hara Kaitannya dengan
Produksi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Dibimbing oleh
ATANG SUTANDI, BUDI NUGROHO dan LILIK TRI INDRIYATI.
Indonesia merupakan negara yang memiliki perkebunan kelapa sawit terluas
di dunia. Pada tahun 1990 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia hanya 1.12
juta hektar, kemudian pada tahun 2000 meningkat tajam menjadi 4.15 juta hektar,
dan pada tahun 2012 sudah mencapai 9.07 juta hektar. Kelapa sawit memiliki
banyak keunggulan dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati
lainya. Beberapa keunggulan itu antara lain adalah produksi per satuan luas yang

tinggi, umur ekonomis yang panjang, dan produknya dapat digunakan dalam
berbagai industri baik pangan maupun non pangan.
Produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor baik berupa faktor
internal maupun eksternal. Pemupukan merupakan salah satu faktor eksternal
yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pencapaian produksi. Di sisi
lain pemupukan juga merupakan kegiatan pemeliharaan yang menghabiskan biaya
yang cukup tinggi. Mengingat biaya yang cukup besar tersebut maka ketepatan
dalam pemupukan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.
Penambahan salah satu unsur hara melalui pemupukan akan menyebabkan
terjadinya pergeseran keseimbangan hara di dalam tanah. Hal tersebut tentunya
akan mempengaruhi ketersediaan hara dan penyerapan hara oleh tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kisaran keseimbangan hara baik di
dalam jaringan tanaman maupun di dalam tanah untuk tanaman kelapa sawit.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan
dalam melakukan rekomendasi pemupukan kaitannya dengan penentuan
kebutuhan pupuk untuk tanaman kelapa sawit sehingga pemupukan yang
dilakukan dapat lebih tepat dalam upaya pencapaian produksi yang optimum.
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei eksplorasi
dengan mengumpulkan data hasil analisis daun, data hasil analisis tanah, dan data
produksi kelapa sawit dari beberapa perkebunan kelapa sawit yang tersebar di

beberapa propinsi di Indonesia. Data tersebut dikumpulkan dari perkebunan
kelapa sawit yang berada di Provinsi Sumatera Utara, Jambi, Riau, Sumatera
Barat, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan
Timur, dan Kalimantan Selatan. Keseimbangan hara di dalam jaringan tanaman
ditentukan mengan menggunakan metode DRIS (Diagnosis and Recommendation
Integrated System), sementara keseimbangan hara di dalam tanah dianalisis
dengan menggunakan metode garis batas (Boundary Line Method).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) nilai norms masing-masing rasio
hara di dalam jaringan tanaman adalah sebesar 15.92 untuk rasio hara N/P, 2.53
untuk N/K, 3.87 untuk N/Ca, 10.12 untuk N/Mg, 6.35 untuk K/P, 4.17 untuk
Ca/P, 1.62 untuk Mg/P, 1.55 untuk K/Ca, 4.05 untuk K/Mg, dan 2.65 untuk rasio
hara Ca/Mg; (2) nilai keseimbangan hara di dalam tanah yang optimum masingmasing sebesar 6.4 untuk rasio hara Ca/K, 2.5 untuk rasio Ca/Mg dan 2.3 untuk
rasio Mg/K.
Kata kunci: Keseimbangan hara, Metode garis batas, DRIS, Kelapa Sawit.

SUMMARY
EKO NOVIANDI GINTING. Model of Nutrients Balance Related to Oil Palm
(Elaeis guineensis Jacq) Productivity. Supervised by ATANG SUTANDI, BUDI
NUGROHO, and LILIK TRI INDRIYATI.
Indonesia is the country which has the largest area of oil palm plantation in

the world. Indonesia had only about 1.12 million hectares of oil palm plantation in
1990s, but greatly increased in 2000s which attain 4.15 million hectares and in
2012 had reached about 9.07 million hectares.
Oil palm has many advantages compared to other oil crops such as higher
production per unit area, long economic life, and its product, either edible or nonedible one can be used in variety industries. Oil palm productivity is highly
affected by so many internal and external factors. Fertilization is one of the
external factors which have a big effect on oil palm productivity.
Nutritients addition through fertilization will lead of alter nutrient balance in
the soil; which will affect nutrients availability and plant nutrient uptake. The aim
of this study was to determine the nutrients balance for oil palm both of in the
plant tissue and the soil. Hopefully, the results of the study could be use on of
consideration in fertilizer recommendation practice related to determination of
fertilizer requirements for oil palm thus will be more appropriate in order to
achieve optimum oil palm productivity.
Exploration survey method was used in this study by collecting data of oil
palm production, foliar and soil analysis. The data were collected from several oil
palm plantations in Indonesia such as North Sumatera, Jambi, Riau, West
Sumatera, Lampung, South Sumatera, West Java, West Kalimantan, East
Kalimantan, and South Kalimantan provinces. Diagnosis and Recommendation
Integrated System (DRIS) was used for determined nutrients balance in the oil

palm tissue whereas boundary line method was used for determining nutrients
balance in the soil.
The results showed that (1) the norms value for each nutrient ratio were
15.92 for N/P, 2.53 for N/K, 3.87 for N/Ca, 10.12 for N/Mg, 6.35 for K/P, 4.17
for Ca/P, 1.62 for Mg/P, 1.55 for K/Ca, 4.05 for K/Mg, and 2.65 for Ca/Mg; and
(2) the optimum value of soil nutrient balance of Ca/K, Ca/Mg, and Mg/K were
6.4, 2.5, and 2.3 respectively.
Key words: Nutrients balance, Boundary line method, DRIS, Elaeis guineensis
Jacq

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMODELAN KESEIMBANGAN HARA KAITANNYA
DENGAN PRODUKSI TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq)

EKO NOVIANDI GINTING

Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

vi


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Arief Hartono, M.Sc

Judul Tesis
Nama
NIM

: Pemodelan Keseimbangan Hara Kaitannya dengan Produksi
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq).
: Eko Noviandi Ginting
: A151 i 10011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Ir: Atang Sutandi. MSi.PhD
Ketua Komisi

Dr.Ir. Budi Nugroho;MSi
Anggota


Dr.Ir. Lilik Tri Indriyati;MSc.
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ihnu Tanah

Ir.Atang Sutandi,Msi,Phd

Tanggal Ujian : 30 Agustus 2013

Tanggal Lulus :

C ZU IJ

Judul Tesis
Nama
NIM


: Pemodelan Keseimbangan Hara Kaitannya dengan Produksi
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq).
: Eko Noviandi Ginting
: A151110011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Ir. Atang Sutandi, MSi,PhD
Ketua Komisi

Dr.Ir. Budi Nugroho,MSi
Anggota

Dr.Ir. Lilik Tri Indriyati,MSc.
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Tanah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Ir.Atang Sutandi,Msi,Phd

Dr.Ir.Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 30 Agustus 2013

Tanggal Lulus :

viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penelitian dan tesis sebagai syarat penyelesaian
program Magister Sains ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini adalah mengenai Keseimbangan Hara dan Kaitannya dengan
Produksi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis gueenensis Jacq). Penelitian dilakukan

sejak Januari sampai dengan Juni 2013.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Atang Sutandi Msi PhD,
Bapak Dr.Ir. Budi Nugroho MSi, dan Ibu Dr.Ir. Lilik Tri Indriyati MSc selaku
pembimbing yang telah banyak membantu, mengarahkan dan membimbing dalam
pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis ini. Terima kasih kepada Bapak
Dr.Ir. Arief Hartono MSc sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis. Terima
kasih juga penulis ucapkan kepada Putro Hairutomo, Arfi Irawati, dan
Muhammad Nuriman yang telah banyak membantu selama penulis melakukan
penelitian dan penulisan tesis. Selain itu, penghargaan dan terima kasih penulis
ucapkan kepada Direktur dan Manajemen Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan
atas kesempatan pendidikan, beasiswa, dukungan dan segala batuan moril yang
telah diberikan. Terima kasih kepada Bapak Lukman Fadli MSi, yang telah
memberikan izin penulis untuk memperoleh data yang diperlukan dalam
penelitian ini, kepada Agung dan Darly Anief yang telah membantu penulis
mengumpulkan data, juga kepada mas Heri Santoso SP MSi, yang telah banyak
memberikan dukungan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
istri tercinta dan juga kepada anak-anakku yang telah menjadi penyemangat
selama saya menempuh studi, orang tua di Medan dan Kisaran serta seluruh
keluarga atas segala do’a, dukungan, dan kasih sayangnya.
Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi praktisi perkebunan kelapa sawit khususnya dan masyarakat pada
umumnya.

Bogor, Agustus 2013

Eko Noviandi Ginting

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1. PENDAHULUAN
Latar belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
3

2. TINJAUAN PUSTAKA
Sekilas Tentang Kelapa Sawit
Tanah dan Pemupukan di Perkebunan Kelapa Sawit
Keseimbangan Hara
Metode DRIS (Diagnosis Recommendation Integrated System)
Metode Garis Batas (Boundary Line Method) dalam menilai
kisaran keseimbangan hara

4
4
5
6
7

3. METODE PENELITIAN
Tempat dan waktu
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Pengolahan data
Peneraan umur tanaman
Penentuan keseimbangan hara N, P, K, Ca, Mg di dalam
jaringan tanaman dengan menggunakan metode DRIS
Perhitungan indeks DRIS masing-masing hara
Perhitungan Indeks Keseimbangan hara/Nutrient Balance
Index (NBI)
Penentuan keseimbangan hara K, Ca, Mg dapat ditukarkan
tanah dengan metode garis batas (boundary line method)

11
11
11
11
11
12

8

12
14
15
15

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Peneraan berdasarkan umur tanaman
Norms DRIS dan keseimbangan hara di dalam jaringan tanaman
Indeks DRIS dan Indeks Keseimbangan hara/Nutrient Balanc
Index (NBI)
Keseimbangan hara K, Ca, Mg dapat ditukarkan tanah
Kejenuhan Alumminium (Al) tanah

17
17
18

5. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

30
30
30

6. DAFTAR PUSTAKA

31

7. LAMPIRAN

34

22
25
29

x

DAFTAR TABEL
Halaman

1. Nilai norm, standar deviasi (std) dan koefisien keragaman
(cv) masing-masing rasio hara

18

2. Keseimbangan hara dalam jaringan daun tanaman kelapa
sawit

21

3. Kisaran nilai indeks hara pada sub populasi produksi tinggi
dan produksi rendah

24

4. Nilai keseimbangan dan nilai optimum hara K, Ca, Mg
tanah untuk tanaman kelapa sawit

27

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.
10.

11.
12.
13.
14.

Diagram sebar (scatter diagram) hubungan antara produksi
dengan kadar hara
Kaitan produksi dan kadar hara yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor pembatas
Diagram DRIS untuk mendiagnosis keseimbangan hara N, P,
K dalam jaringan tanaman
Penentuan keseimbangan hara dengan menggunakan metode
garis batas
Diagram sebar hubungan antara umur tanaman dengan
produksi aktual (a) dan hubungan umur tanaman dengan
produksi teraan (b)
Diagram DRIS untuk memperoleh nilai kisaran keseimbangan
hara N, P, K tanaman
Diagram DRIS untuk memperoleh nilai kisaran keseimbangan
hara N, Ca, Mg tanaman
Diagram DRIS untuk memperoleh nilai kisaran keseimbangan
hara Ca, P, K tanaman
Diagram DRIS untuk memperoleh nilai kisaran keseimbangan
hara Mg, P, K tanaman
Diagram sebar hubungan antara produksi tanaman dengan
indeks hara N (a), indeks hara P (b), indeks hara K (c), indeks
hara Ca (d) dan indeks hara Mg (e)
Hubungan antara indeks keseimbangan hara (Nutrient Balance
Index) dengan produksi tanaman
Garis batas pada diagram sebar hubungan antara rasio Ca/K,
Ca/Mg dan Mg/K dengan produksi tanaman
Diagrram sebar hubungan antara kejenuhan K, Ca, Mg tanah
dengan produksi tanaman
Diagram sebar hubungan antara kejenuhan Al tanah dengan
produksi tanaman

9
9
13
16

18
19
20
20
21

23
24
26
28
29

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1.

Indeks DRIS N, P, K, Ca, Mg dari seluruh sampel yang
didiagnosis

34

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman perkebunan yang
perkembangannya sangat pesat di Indonesia. Pada tahun 1975 luas perkebunan
kelapa sawit di Indonesia hanya sekitar 188 ribu hektar, kemudian pada tahun
2000 meningkat menjadi sekitar 4.1 juta hektar, dan pada tahun 2012 luas
perkebunan kelapa sawit di Indonesia diperkirakan mencapai angka 9.07 juta
hektar (DIRJENBUN 2012). Pesatnya pertambahan luas tersebut antara lain
disebabkan kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati
lainnya. Beberapa keunggulan itu antara lain adalah produksi per satuan luas yang
tinggi, umur ekonomis yang panjang, dan produknya dapat digunakan sebagai
bahan baku industri baik pangan maupun non pangan.
Produksi tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
faktor genetis, faktor tanah atau lingkungan, faktor iklim, dan faktor pengelolaan
atau sistem manajemen kebun. Salah satu faktor yang termasuk ke dalam faktor
pengelolaan yang memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap produksi kelapa
sawit adalah pemupukan. Prabowo (2011) menyatakan bahwa produksi tandan
buah segara (TBS) kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor - faktor seperti cadangan
hara tanah, suplai hara, manajemen lapangan, iklim, bahan tanaman dan
pemupukan, namun diantara banyak faktor tersebut pemupukan merupakan faktor
yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap produksi TBS. Sementara Goh et
al. (1999) juga menyatakan bahwa pemupukan memberikan kontribusi sebesar
29% dari peningkatan produksi tanaman kelapa sawit. Namun demikian
pemupukan juga menghabiskan biaya yang cukup tinggi di perkebunan kelapa
sawit. Siahaan et al. (1991) menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk
pemupukan di perkebunan kelapa sawit berkisar 30% dari total biaya produksi
atau sekitar 40% sampai 60% dari total biaya pemeliharaan.
Mengingat biaya yang tinggi tersebut maka efesiensi dan efektivitas
pemupukan yang tinggi menjadi sebuah hal yang harus dicapai agar biaya yang
dikeluarkan untuk pemupukan menghasilkan produksi tanaman seperti yang
diharapkan. Salah satu faktor yang perlu dijadikan pertimbangan dalam upaya
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemupukan adalah masalah keseimbangan
hara. Hal ini disebabkan penambahan suatu unsur hara melalui pemupukan akan
menyebabkan terjadinya perubahan atau pergeseran keseimbangan hara di dalam
tanah yang akan mempengaruhi ketersediaan hara di dalam tanah dan tentu saja
akan mempengaruhi penyerapan hara oleh tanaman. Saat ini informasi mengenai
keseimbangan hara untuk tanaman kelapa sawit khususnya di Indonesia masih
sangat terbatas, oOleh sebab itu diperlukan penelitian mengenai keseimbangan
hara baik di dalam tanah maupun di dalam jaringan tanaman untuk kelapa sawit
agar ketepatan dalam pemupukan dapat lebih ditingkatkan.

2

Perumusan Masalah
Dalam manajemen perkebunan kelapa sawit sebelum melakukan
pemupukan umumnya diawali dengan kegiatan rekomendasi pemupukan. Hasil
analisis daun dan tanah atau kombinasi keduanya digunakan sebagai salah satu
dasar untuk menentukan kebutuhan pupuk untuk tanaman. Hasil analisis tanah
akan memberikan informasi mengenai status kesuburan tanah termasuk
ketersediaan hara di dalam tanah. Sementara hasil analisis daun atau jaringan
tanaman akan memberikan gambaran status hara tanaman, apakah tanaman
memerlukan penambahan hara melalui pemupukan dan jenis hara apa yang perlu
ditambahkan (Corley dan Thinker 2003).
Banyak metode atau pendekatan yang dapat digunakan dalam
menginterpretasi hasil analisis tanah dan tanaman, diantaranya yang sering
digunakan adalah metode batas kritis (critical value) dan kisaran kecukupan hara
(nutrient sufficiency range). Namun metode tersebut memiliki banyak kelemahan
diantaranya metode tersebut merupakan penilaian hara tunggal, sehingga relatif
sulit untuk mengetahui interaksi antara satu hara dengan hara lainnya. Kelemahan
lainnya adalah penggunaan metode tersebut harus disesuaikan dengan umur
ataupun bagian morfologi tanaman contoh yang diambil dan dibandingkan dengan
standar baku. Ketepatan diagnosis akan meningkat apabila cara pengambilan
contoh dilakukan dengan kisaran waktu yang ketat. Namun pada kenyataannya hal
tersebut tidak selalu dapat dilakukan di lapangan, sehingga berpotensi
menyebabkan kesalahan yang serius (Walworth dan Sumner 1987). Berdasarkan
hal tersebut maka diperlukan suatu pendekatan atau metode yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis status hara secara holistik. Salah satu metode yang dapat
digunakan adalah DRIS (Diagnosis and Recommendation Integrated System), di
mana konsep dasarnya adalah menilai hara tanaman untuk menentukan komposisi
hara yang berimbang dalam upaya memperoleh produksi yang optimum. Metode
DRIS memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode lainnya, salah satunya
adalah metode DRIS mampu menghasilkan urutan hara berdasarkan hara yang
paling dibutuhkan tanaman secara relatif terhadap hara lainnya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam usaha perkebunan kelapa sawit
pemupukan merupakan bagian dari kegiatan pemeliharaan yang menghabiskan
biaya yang cukup besar. Pemupukan yang tidak tepat bukan saja dapat
menyebabkan pemborosan tetapi juga dapat menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan hara sehingga pupuk yang diaplikasikan tidak dapat diserap
dengan baik oleh tanaman. Terjadinya defisiensi hara pada tanaman kelapa sawit
yang disebabkan oleh ketidak seimbangan hara telah banyak dilaporkan. Salah
satunya Sugiyono et al. (2005) melaporkan adanya gejala defisiensi Mg yang
tergolong sangat berat pada tanaman kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit
yang ada di Sumatera Barat yang disebabkan oleh hara di dalam tanah yang
berada dalam kondisi yang tidak seimbang. Hal ini diduga karena dalam
penentuan dosis pupuk untuk tanaman kelapa sawit umumnya dilakukan dengan
penilaian hara tunggal tanpa memperhatikan keseimbangan hara. Berdasarkan
permasalahan tersebut maka perlu diketahui nilai kisaran keseimbangan hara baik
di dalam tanah maupun di dalam jaringan tanaman sehingga ketepatan pemupukan
dapat ditingkatkan. Dengan demikian penentuan jenis dan dosis pupuk akan lebih

3

akurat karena dalam penentuannya interaksi antara satu hara dengan hara lainnya
juga dipertimbangkan.

Tujuan Penelitian
1. Menentukan kisaran keseimbangan hara N, P, K, Ca, dan Mg dalam jaringan
tanaman kelapa sawit.
2. Menentukan kisaran keseimbangan K, Ca, Mg dapat ditukarkan tanah untuk
tanaman kelapa sawit.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang nilai
kisaran keseimbangan hara baik di dalam tanah maupun di dalam jaringan
tanaman juga sebagai salah satu dasar dalam melakukan rekomendasi pemupukan
pada tanaman kelapa sawit.

4

2 TINJAUAN PUSATAKA

Sekilas Tentang Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Ealeis guineensis Jacq) merupakan jenis tanaman palma asli
Afrika yang pada awal mulanya di Indonesia ditanam di kebun Raya Bogor
sebagai tanaman hias. Seiring berjalannya waktu, kemudian kelapa sawit
diusahakan untuk tanaman perkebunan sebagai tanaman penghasil minyak nabati
yang memiliki banyak manfaat baik di bidang pangan maupun non pangan.
Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam divisi Embryophita Siphonogama,
kelas Angiospermae, ordo Monokotiledone, famili Arecaceae/Palmae, subfamili
Cocodiae, genus Elaeis, dengan spesies Elaeis guineensis Jacq, Elaeis oleifera
(H.B.K) cortes dan Elaeis odora (Pahan 1988).
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah-daerah
dengan curah hujan 1500 sampai 4000 mm/tahun, namun akan tumbuh dengan
optimal pada daerah dengan curah hujan 2000 sampai 3000 mm/tahun dengan
sebaran yang merata sepanjang tahun. Suhu optimum yang dikehendaki tanaman
kelapa sawit adalah 240C sampai 280C, namun kelapa sawit juga masih dapat
tumbuh dengan suhu terendah 180C dan tertinggi 320C (Pahan 2008).
Tandan bunga kelapa sawit terletak di ketiak daun dan umumnya mulai
muncul setelah tanaman berumur satu tahun di lapangan. Bakal bunga akan
terbentuk sekitar 33 sampai 34 bulan sebelum bunga mekar (anthesis), sedangkan
penentuan terjadinya bunga jantan atau betina terjadi sekitar 14 bulan sebelum
bunga mengalami anthesis (Breure dan Mendez 1990). Secara umum tanaman
kelapa sawit dapat berproduksi sepanjang tahun. Buah akan terbentuk setelah
bunga mengalami penyerbukan dan waktu yang diperlukan dari penyerbukan
sampai buah matang secara fisiologis sangat dipengaruhi oleh iklim. Oleh sebab
itu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk buah pada suatu daerah dapat saja
berbeda dengan daerah yang lainnya.
Jumlah tandan per pokok tanaman kelapa sawit tergantung pada laju
produksi daun, rasio seks bunga, dan kegagalan pembentukan tandan akibat
terjadinya aborsi bunga (Corley dan Thinker 2003). Jumlah tandan per pokok
cenderung menurun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Sedangkan
berat tandan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman.
Dalam kondisi lingkungan dan pengelolaan yang optimal tandan buah
kelapa sawit umumnya dapat dipanen untuk pertama kalinya setelah tanaman
berumur 30-36 bulan di lapangan. Produktivitas tanaman akan terus meningkat
sejalan dengan bertambahnya umur tanaman dan akan mencapai maksimum pada
saat tanaman berumur 8-12 tahun dilapangan. Setelah itu produktivitasnya akan
berangsur-angsur menurun dengan semakin tuanya umur tanaman hingga umur
ekonomis tanaman yaitu 25 tahun (Corley dan Thinker 2003).
Sebenarnya tanaman kelapa sawit memiliki umur yang sangat panjang,
namun untuk usaha perkebunan kelapa sawit, umumnya tanaman kelapa sawit
hanya diusahakan selama 25 tahun. Hal tersebut berkaitan dengan semakin
tingginya pohon kelapa sawit sehingga akan semakin sulit untuk memanen tandan

5

buahnya dan biaya yang dikeluarkan dianggap menjadi tidak lagi ekonomis.
Selain itu pada tanaman kelapa sawit yang sudah tua (>20 tahun) umumnya
produksi sudah mulai turun sehingga dianggap tidak ekonomis untuk terus
diusahakan. Berdasarkan hal tersebut maka tanaman kelapa sawit akan di
replanting (tanam ulang) setelah tanaman berumur 25 tahun.

Tanah dan Pemupukan di Perkebunan Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah.
Tanah dengan solum yang dalam, drainase yang baik, dan dengan pH 5.5 sampai
7.0 serta memiliki topografi yang datar sangat baik untuk budidaya tanaman
kelapa sawit (Hartley 1988). Piggot (1990) mengemukakan beberapa ciri tanah
yang bisa menjadi faktor pembatas untuk budidaya tanaman kelapa sawit antara
lain adalah (i) tanah dengan drainase yang jelek dengan permukaan air tanah yang
dangkal sehingga terjadi penggenangan untuk waktu yang cukup lama, (ii) tanahtanah laterit yang telah berkembang lanjut sehingga memilik fragmen kasar yang
memiliki kemampuan menahan air yang rendah, (iii) tanah-tanah yang bertekstur
pasir, dan (iv) tanah gambut dengan kedalaman lebih dari 2 meter.
Kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman sangat
beragam, tergantung jenis tanah, sifat-sifat tanah, dan berbagai aksi-reaksi di
dalam tanah yang mempengaruhi kemudahan hara untuk mencapai zona perakaran
tanaman. Adiwiganda et al. (1995) membagi status kesuburan tanah pada areal
pengembangan kelapa sawit di Indonesia menjadi lima kelompok, yaitu tanah
dengan tingkat kesuburan tinggi, agak tinggi, sedang, agak rendah, dan rendah.
Adiwiganda et al. (1999) juga menggambarkan hubungan antara tingkat
kesuburan tanah dengan produktivitas kelapa sawit, dengan pembagian sebagai
berikut : (i) tingkat kesuburan tinggi sampai dengan agak tinggi seperti pada
tanah-tanah Hapludand, Haplaquand dan andaquept, memiliki produktivitas 24
ton tandan buah segar (TBS)/ha/tahun, (ii) tanah dengan tingkat kesuburan sedang
seperti Dystropept, Hapludult dan Tropopsament memiliki produktivitas 21-24
ton TBS/ha/tahun, (iii) tingkat kesuburan agak rendah seperti pada tanah-tanah
Haplohumult, Haplaquult, dan Tropofluvent memiliki produktivitas 18-21 ton
TBS/ha/tahun, dan (iv) tanah dengan tingkat kesuburan rendah seperti pada tanahtanah Paleaquult, Paleudult, Palehumult, dan Kandiudult dengan tingkat
produktivitas < 18 ton TBS/ha/tahun.
Dalam usaha perkebunan kelapa sawit sebelum melakukan pemupukan
umumnya dilakukan kegiatan rekomendasi pemupukan terlebih dahulu. Menurut
Goh et al. (1999) rekomendasi pemupukan di perkebunan kelapa sawit memiliki
beberapa tujuan utama yaitu : (1) memberikan hara yang cukup dan dalam
proporsi yang seimbang kepada kelapa sawit agar dapat tumbuh dengan baik dan
berproduksi secara optimum; (2) memberikan pupuk berdasarkan spesifik lokasi
kebun agar penyerapan hara oleh kelapa sawit lebih efisien; (3) untuk
mengintegrasikan penggunaan pupuk dengan residu tanaman; dan (4) untuk
meminimumkan dampak negatif dari pemupukan yang berlebihan terhadap
lingkungan, kerusakan lahan, dan pencemaran logam berat.

6

Banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan
hara bagi tanaman seperti hasil analisis tanah, hasil analisis daun atau kombinasi
dari keduanya. Untuk tanaman perkebunan, hasil analisis tanah saja tidak cukup
untuk dijadikan dasar dalam penentuan kebutuhan hara tanaman, hal ini
disebabkan sulitnya mengetahui jangkauan perakaran tanaman dalam menyerap
unsur hara. Sementara hasil analisis daun dapat memberikan gambaran lebih luas,
hal ini didasari pada prinsip bahwa kadar suatu unsur hara di dalam tanaman
merupakan hasil interaksi dari semua faktor yang mempengaruhi penyerapan
unsur hara tersebut dari dalam tanah (Liferdi et al. 2008). Schroth et al. (2002)
menyatakan bahwa salah satu analisis yang dapat dilakukan untuk mengetahui
status hara pada tanaman tahunan adalah analisis jaringan daun, namun perlu
diketahui jaringan daun yang paling tepat berkorelasi terhadap produksi tanaman
tersebut. Widjaja-adhi (1993) juga mengusulkan bahwa analisis tanaman
diutamakan untuk tanaman tahunan dan analisis tanah untuk tanaman setahun.
Namun demikian kombinasi informasi hasil analisis daun dan tanah akan
meningkatkan keakuratan dalam melakukan rekomendasi pemupukan.

Keseimbangan Hara
Tujuan dari pemupukan adalah untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman
dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Kata “seimbang” menjadi sebuah kata
kunci yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebutuhan pupuk untuk
tanaman. Hal tersebut disebabkan penambahan unsur hara melalui pemupukan
akan menyebabkan terjadinya pergeseran keseimbangan hara di dalam tanah yang
tidak jarang berpengaruh terhadap ketersedian hara di dalam tanah. Secara umum,
konsep keseimbangan hara dapat ditinjau melaui dua aspek, yaitu keseimbangan
hara di dalam tanah dan keseimbangan hara di dalam jaringan tanaman (Winarna
dan Sutarta 2009). Keseimbangan hara di dalam tanah berpengaruh terhadap
ketersediaan hara, sementara keseimbangan hara di dalam jaringan tanaman
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.
Pemupukan tanpa mempertimbangkan konsep keseimbangan hara dapat
memicu terjadinya degradasi tanah dan menurunkan produktivitas tanah (Ernst et
al. 1995). Selain itu ketidak seimbangan hara akan memberikan pengaruh buruk
terhadap tanaman. Munawar (2011) menyatakan pasokan N yang terlalu banyak
pada tanaman tomat (Solanum lycopersicum) relatif terhadap P akan
menghasilkan pertumbuhan tanaman tomat yang sangat bagus, namun mungkin
tidak akan menghasilkan buah. Beberapa peneliti juga melaporkan adanya
dampak negatif dari ketidakseimbangan hara baik terhadap pertumbuhan tanaman
maupun produksi yang dihasilkan. Hasil penelitian Varga et al. (2002)
menunjukkan bahwa ketidakseimbangan hara Nitrogen menyebabkan perubahan
yang cukup besar terhadap rasio tajuk dan akar tanaman jagung sehingga tanaman
menjadi stress. Sementara itu Loide (2004) menyatakan bahwa kelebihan Mg
tertukarkan di dalam tanah yang tidak seimbang dengan Ca akan menyebabkan
memburuknya karakteristik fisiologi akar dan menyebabkan menurunnya
produksi tanaman. Oleh sebab itu keseimbangan hara menjadi suatu hal yang
harus diperhatikan dalam melakukan pemupukan khususnya di perkebunan kelapa
sawit.

7

Metode DRIS (Diagnosis Recommendation Integrated System)
DRIS (Diagnosis and Recommendation Integrated System) merupakan suatu
metode evaluasi status hara tanaman dengan menggunakan rasio kadar hara daun
dari sepasang hara yang dikenal dengan norms (Soultanpour et al. 1995). Konsep
DRIS adalah untuk menilai hara tanaman secara holistik, untuk mendapatkan
komposisi hara yang paling berimbang guna memperoleh produksi dan kualitas
hasil yang optimum. DRIS memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
metode yang lainnya. Bangro et al. (2010) menyatakan bahwa DRIS memiliki
kelebihan berupa kemampuannya untuk mengurutkan hara dari yang defisien
sampai dengan yang berlebih dan sekaligus menghitung keseimbangan hara
tanaman. Selain itu metode DRIS juga bersifat lebih dinamis dan mendiagnosis
hara tanaman dengan menggunakan pasangan hara sehingga DRIS lebih efisien
untuk mendiagnosis hara tanaman baik pada pertanian komersial maupun
perkebunan (Partelli et al. 2007; Wortmann et al. 2008).
Tahap pertama dalam penggunaan DRIS adalah menentukan standar atau
norms. Dalam penentuan norms hal pertama yang harus dilakukan adalah
mengumpulkan data untuk membuat hubungan antara produksi dengan rasio
kadar hara tanaman. Selanjutnya adalah membagi seluruh pengamatan menjadi
dua kelompok yaitu sub populasi yang berproduksi rendah dan sub populasi yang
berproduksi tinggi. Kelompok produksi tinggi merupakan gambaran dari kondisi
yang optimal dimana faktor pembatas yang ada sudah banyak berkurang
dibanding kelompok produksi rendah, antara kelompok produksi tinggi dan
kelompok produksi rendah dibatasi oleh suatu sekat produksi.
Pada metode DRIS sulit untuk membagi atau memberi batasan antara
kelompok produksi tinggi dengan kelompok produksi rendah. Nilai batas (cute-off
value) aktual yang digunakan untuk membagi antara kelompok produksi tinggi
dan rendah bukan merupakan batas kritis selama data pada kelompok produksi
tinggi tetap berdistribusi normal. Untuk mempermudah, nilai batas (cute-off
value) yang dipilih biasanya menggambarkan produksi tertinggi yang biasa
diperoleh oleh petani (Walworth dan Sumner 1987). Sebagai alternatif beberapa
peneliti mengusulkan bahwa kelompok produksi tinggi paling sedikit sebanyak
10% dari total data yang diamati (Jones et al. 1991).
Norms DRIS adalah nilai standar yang diperoleh dari kelompok produksi
tinggi yang selanjutnya akan digunakan untuk menentukan indeks DRIS masingmasing hara. Nilai standar tersebut merupakan nilai rata-rata dari pasangan rasio
hara dari kelompok produksi tinggi. Selain menentukan norms juga dihitung
koefisien variasi (CV) dari masing-masing norm untuk melihat sebaran relatif
dari respon permukaan pada tingkat produksi yang lebih tinggi (Tisdale et al.
1985). Setelah nilai norms diperoleh, tahap selanjutnya adalah menentukan nilai
indeks DRIS masing-masing hara. Indeks DRIS masing-masing hara ditentukan
dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut (Sumner 1977):
Indeks hara A =
Indeks hara B =

( ⁄ )

( ⁄ )

( ⁄ ) ⋯

( ⁄ ) ⋯

( ⁄ )

( ⁄ )

( ⁄ )

( ⁄ )

8

Indeks hara M =
Indeks hara N =

( ⁄ )

( ⁄ )

( ⁄ )

( ⁄ )





( ⁄ )

(

( ⁄ )

(

⁄ )

⁄ )

Dimana :
a/b = norms
A/B = nisbah hara A dan B dari contoh yang diteliti
CV = koefisien keragaman dari norms a/b
Z = jumlah fungsi
M = contoh jenis hara M
N = contoh jenis hara N
/
Bila A/B > a/b, maka f (A/B) =
− 1 100
, atau
/

Bila A/B < a/b, maka maka f (A/B) = 1 −

/

/

100

Indeks hara tersebut menghasilkan nilai positif dan nilai negatif, nilai positif
mencerminkan hara berada dalam kondisi relatif berlebih dan nilai negatif
mencerminkan hara berada dalam kondisi relatif kekurangan, sementara nilai
indeks yang mendekati nol mencerminkan hara tersebut berada dalam kondisi
berimbang secara relatif terhadap hara lainnya.
Ukuran keseimbangan hara di dalam jaringan tanaman secara relatif dapat
dilihat dari nilai indeks keseimbangan hara/nutrients balance index (NBI). NBI
merupakan jumlah absolut dari seluruh indeks DRIS hara yang didiagnosis, nilai
NBI yang mendekati nol mencerminkan komposisi hara yang didiagnosis berada
dalam keadaan seimbang. Pada umumnya produksi tanaman akan cenderung
menurun dengan semakin tingginya nilai NBI. Namun demikian produksi
tanaman tidak dapat diprediksi dengan menggunakan nilai NBI karena adanya
pengaruh dari faktor lain yang mungkin mempengaruhi produksi yang tidak
dicerminkan dari nilai-nilai indeks hara yang didiagnosis (Sutandi, 2004).

Metode Garis Batas (Boundary Line Method) dalam menilai kisaran
keseimbangan hara
Metode garis batas boundary line method merupakan suatu metode yang
dapat digunakan untuk menentukan produktivitas suatu komoditas. Pendekatan
boundary line mendefinisikan hubungan antara nilai maksimum suatu variabel tak
bebas (dependent variable) dengan kisaran nilai variabel bebas (independent
variable) tertentu dalam suatu populasi data. Dengan demikian boundary line
dapat digunakan untuk mencari kisaran nilai kecukupan untuk hara maupun
parameter yang lainnya. Sama halnya dengan metode DRIS, tahap awal dalam
melakukan evaluasi dengan boundary line adalah menentukan norm atau standar.
Satu set data yang menggambarkan hubungan antara produksi tanaman
dengan kadar hara atau rasio pasangan hara di gambarkan ke dalam suatu diagram
sebar (Walworth et al. 1986) seperti pada Gambar 1. Kelompok produksi tinggi
merupakan gambaran dari suatu kondisi yang optimal dimana jumlah faktor
pembatas yang ada sudah jauh lebih sedikit dibanding dengan kelompok produksi

9

rendah. Antara kelompok produksi tinggi dengan kelompok produksi rendah di
batasi oleh suatu sekat produksi.

Leaf N/DM

Gambar 1 Diagram sebar (scatter diagram) hubungan antara produksi dengan
kadar hara (Walworth et al. 1986)
Dari Gambar 1 terlihat bahwa semakin tingi rasio hara, semakin tinggi
produksi tanaman sapai tingkat tertentu kemudian produksi turun kembali dengan
semakin tingginya nilai rasio hara. Ilustrasi seperti ini sangat bermanfaat dalam
mendiagnosis kemungkinan mendapatkan produksi maksimum yang konsisten
dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan yang dapat ditentukan (Walworth et
al. 1986).

Gambar 2 Kaitan produksi dan kadar hara yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
pembatas (Sumner dan Ferina 1986)
Selain dipengaruhi oleh kadar hara yang dievaluasi, tingkat produksi yang
rendah pada gambar di atas juga dipengaruhi oleh sejumlah n faktor pembatas
(Sumner dan Farina 1986) seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2. Dari
gambar tersebut terlihat sejumlah n faktor pembatas yang membatasi produksi
pada tingkat rendah, kemudian semakin berkurang faktor pembatas tersebut maka
produksi bertambah tinggi. Apabila salah satu faktor pembatas dikoreksi, maka

10

produksi akan naik, akan tetapi masih tetap dipengaruhi oleh sejumlah n-1 faktor
pembatas. Semakin banyak faktor pembatas yang dikoreksi maka produksi
semakin meningkat. Garis batas terdapat di bagian sebelah kiri dan sebelah kanan
sebaran data dan mengerucut ke atas. Garis batas tersebut menggambarkan bahwa
semakin tinggi produksi maka semakin kecil selang kadar hara. Dengan demikian
garis paling atas akan menggambarkan batas pada kondisi produksi aktual yang
dibatasi oleh variabel yang diplot pada absis. Puncak observasi merepresentasikan
nilai optimal produksi dengan faktor yang diplot pada absis. Sementara garis
paling bawah mempresentasikan respon produksi pada kondisi yang tidak optimal.

11

3 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Seluruh rangkaian kegiatan penelitian ini dilakukan di kantor Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan. Penelitian berlangsung selama 6 bulan
mulai dari bulan Januari sampai dengan Juni 2013 yang meliputi pengumpulan
data, inventarisasi data, dan pengolahan data.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data hasil analisis daun,
data hasil analisis tanah, dan data produksi tanaman yang dikumpulkan dari
beberapa perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Data tersebut antara lain
dikumpulkan dari perkebunan kelapa sawit yang berada di Propinsi Sumatera
Utara, Jambi, Riau, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Contoh daun diambil dari pelepah
ke-17, sementara contoh tanah yang dianalisis adalah contoh tanah komposit yang
diambil dari dalam piringan pohon sampai kedalaman ± 30 cm. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat personal computer dengan
dukungan software Microsoft Excell, Microsoft word dan software SPSS versi
16.0 untuk analisis statistik.

Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei eksplorasi.
Pertama data dikumpulkan dari perkebunan kelapa sawit dengan berbagai kondisi.
Setelah data dikumpulkan selanjutnya data dipilih dengan menggunakan kriteria
sebagai berikut: (1) perkebunan kelapa sawit yang diusahakan hanya pada tanah
mineral; (2) kerapatan populasi yang dipilih adalah 126-145 pohon/ha dan; (3)
umur tanaman dibatasi 4-15 tahun. Dengan demikian data di luar kriteria tersebut
dieliminasi, selanjutnya data terpilih ditabulasi untuk selanjutnya dilakukan
pengolahan data. Kadar hara daun yang dianalisis meliputi kadar hara N, P, K, Ca
dan Mg sementara unsur hara tanah yang dianalisis meliputi K, Ca, dan Mg dapat
ditukarkan.
Pengolahan data
Data terpilih yang telah ditabulasi dianalisis untuk pemodelan hubungan
antara kadar hara daun dan hara tanah dengan produksi tanaman untuk
memperoleh kisaran keseimbangan hara di dalam tanah dan jaringan tanaman
untuk tanaman kelapa sawit. Pengolahan data yang dilakukan meliputi beberapa
kegiatan yaitu : (i) Peneraan umur tanaman untuk menghilangkan pengaruh umur
terhadap produksi; (ii) Penentuan kisaran keseimbangan hara N, P, K, Ca, Mg di

12

dalam jaringan tanaman dengan menggunakan metode DRIS (diagnosis
recommendation integrated system); dan (iii) Penentuan kisaran keseimbangan K,
Ca, Mg tanah dapat ditukarkan dengan menggunakan metode garis batas
(Boundary Line Method).
Peneraan umur tanaman
Peneraan perlu dilakukan karena data produksi tanaman yang dikumpulkan
di lapang berasal dari tanaman dengan umur yang sangat beragam (4 sampai 15
tahun). Agar data produksi setiap contoh dapat dibandingkan satu dengan yang
lainnya maka terlebih dahulu data produksi ditera terhadap umur (Sutandi dan
Barus 2007). Tahap pertama sebelum melakukan peneraan adalah melakukan
analisis korelasi dan regresi antara umur dengan produksi aktual tanaman untuk
memperoleh persamaan
untuk mencari produksi dugaan menurut umur.
Persamaan tersebut dibangun dari hubungan antara faktor umur sebagai variabel
independen dan produksi aktual tanaman sebagai variabel dependen. Persamaan
yang diperoleh dari analisis korelasi regresi tersebut selanjutnya dijadikan dasar
dalam melakukan peneraan.
Peneraan dilakukan dengan meluruskan garis persamaan regresi antara
produksi aktual dengan umur tanaman sejajar dengan sumbu x (umur tanaman).
Garis peneraan ini merupakan rataan dari total data secara keseluruhan. Model
peneraan yang digunakan adalah sebagai berikut (Rathfon dan Burger 1991):
Ŷi = f(t)
Ŷi = produksi dugaan menurut umur
t = umur (tahun)
Yti = Y + (Yi – Ŷi)
dimana Yti = produksi teraan contoh ke i
Yi = produksi aktual contoh ke i
Y = rataan umum contoh
Ŷi = produksi dugaan menurut umur
Selanjutnya yang dimaksud dengan produksi dalam bahasa penelitian ini adalah
produksi teraan.
Penentuan keseimbangan hara N, P, K, Ca, Mg di dalam jaringan tanaman
dengan metode DRIS
Hal pertama yang harus dilakukan untuk melakukan diagnosis hara dengan
menggunakan metode DRIS adalah menetapkan norms atau standar. Sekumpulan
data produksi yang telah ditera selanjutnya diurutkan dari yang tertingi sampai
yang terendah. Selanjutnya data tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok produksi tinggi dan kelompok produksi rendah. Di dalam penelitian ini
kelompok produksi tinggi ditentukan sebanyak 10% yang memiliki produksi
tertinggi dari total data yang diamati. Data produksi teraan yang telah diurutkan
dari yang terbesar sampai yang terkecil kemudian diambil sebanyak 10% dari
total data yang memiliki produksi tertinggi sebagai kelompok produksi tinggi,

13

sementara sisanya sebagai kelompok produksi rendah. Dalam penelitian ini sekat
produksi atau batas produksi antara kelompok produksi tinggi dengan kelompok
produksi rendah adalah 10% dari total 2301 data yang diamati. Dengan ketentuan
tersebut, maka batas atau sekat produksi antara kelompok produksi tinggi dengan
kelompok produksi rendah sebesar 25.96 ton/ha.
Setelah dilakukan pembagian kelompok produksi dan kelompok produksi
rendah, selanjutnya dicari rataan nisbah masing-masing hara (N, P, K, Ca, Mg)
dari kelompok produksi tinggi. Norms adalah rataan nisbah hara dari populasi
produksi tinggi (Sutandi, 1996). Selain itu ditentukan juga standar deviasi (std)
dan koefisien keragaman (cv) dari masing-masing nisbah hara norm.
Keseimbangan nisbah hara di dalam jaringan tanaman ditentukan dengan
menggunakan diagram DRIS. Diagram DRIS digambarkan dengan dua buah
lingkaran, yaitu lingkaran dalam dan lingkaran luar (Gambar 3). Lingkaran dalam
memiliki diameter X ± 2/3 standar deviasi, sementara lingkaran luar berdiameter
X ± 4/3 standar deviasi.
N/P
N/K

K/P

P

N
P
N
Berlebih =

P
K

N

Cenderung berlebih =
Seimbang/normal =

K

K

K

K

K

Cenderung kurang =
Kurang =

N

P
P

N
P
N

Gambar 3 Diagram DRIS untuk mendiagnosis keseimbangan hara N, P, K dalam
jaringan tanaman
Gambar 3 merupakan digaram DRIS untuk mendiagnosis keseimbangan
hara untuk 3 hara makro yaitu N, P, dan K. Untuk mendiagnosis hara makro
lainnya maka perlu dibuat diagram DRIS lainnya. Setidaknya diperlukan 4
diagram DRIS untuk mendiagnosis keseimbangan hara N, P, K, Ca, Mg di dalam
jaringan tanaman. Cara penggunaan diagram tersebut adalah sebagai berikut: bila
hasil analisis tanaman mempunyai rasio hara yang jatuh pada lingkaran dalam
maka dinyatakan rasio hara tersebut berada dalam keadaan berimbang,

14

dilambangkan dengan tanda panah → . Semakin menjauh letak rasio hara dari
titik pusat maka ketidak seimbangan antara kedua hara tersebut semakin
meningkat. Daerah tidak berimbang dibagi menjadi dua, daerah pertama
merupakan daerah agak berimbang dinyatakan dengan tanda panah miring
atau
, yang jatuh di daerah antara lingkaran dalam dan lingkaran luar. Daerah kedua
merupakan daerah tidak berimbang dilambangkan dengan tanda panah ↓ atau ↑
yang jatuh di luar lingkaran luar. Penilaian keseimbangan dilakukan dengan
memproyeksikan setiap hara contoh pada diagram DRIS. Kisaran nisbah hara
yang dianggap seimbang berada di bagian dalam lingkaran dalam sementara
nisbah hara yang terletak diantara lingkaran dalam dan lingkaran luar merupakan
kisaran nisbah hara yang kurang seimbang dan yang berada di luar lingkaran luar
merupakan nisbah hara yang tidak seimbang (Beaufils dan Sumner, 1976).
Perhitungan Indeks DRIS masing-masing hara
Indeks DRIS menggambarkan urutan hara berdasarkan hara yang paling
dibutuhkan tanaman secara relatif terhadap hara lainnya. Indeks DRIS
digambarkan dengan nilai positif dan nilai negatif yang mencerminkan kondisi
hara berada pada kondisi kelebihan atau kekurangan secara relatif terhadap hara
lainnya (Silveira et al. 2005). Semakin tinggi nilai negatif indeks DRIS suatu hara
menggambarkan hara tersebut semakin dibutuhkan tanaman karena berada dalam
kondisi yang kurang untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Sebaliknya,
semakin tinggi nilai positif suatu indeks DRIS hara mencerminkan hara tersebut
dalam kondisi relatif berlebih. Nilai indeks DRIS yang mendekati nol
menunjukkan hara tersebut berada dalam kondisi seimbang/optimum secara relatif
terhadap hara lainnya sehingga tidak menjadi faktor pembatas pencapaian
produksi (Junior dan Monerat 2003). Jumlah seluruh indeks hara adalah nol,
karena masing-masing nilai fungsi rasio hara yang satu ditambah dan dikurangkan
terhadap yang lainnya. Perhitungan indeks-indeks hara dilakukan dengan
persamaan sebagai berikut (Sumner 1977):
Indeks hara N =
Indeks hara P =
Indeks hara K =
Indeks hara Ca =
Indeks hara Mg =

( ⁄ )

( ⁄ )

( ⁄ )

( ⁄ )

( ⁄ )
( ⁄

( ⁄

( / )
( ⁄

)

)

( ⁄
(
( ⁄
)

( ⁄

Bila N/P > n/p, maka f (N/P) =

)

/
/

( ⁄

)

⁄ )
)
( ⁄

(

)

/ )

( ⁄
)



(

( ⁄

)

− 1 100

Bila N/P < n/p, maka maka f (N/P) = 1 −

)

/

/

(

)



)

, atau
100

dimana N/P adalah nisbah hara N dan P dari contoh yang diteliti, dan n/p adalah
norm, sedangkan CV adalah koefisien variasi keragaman dari norm n/p; dan 4
adalah jumlah fungsi. Untuk menentukan kisaran nilai indeks DRIS masing-

15

masing hara yang optimum dilakukan dengan menggunakan metode garis batas
(boundary line method).
Perhitungan Indeks Keseimbangan Hara/Nutrients Balance Index (NBI)
Dengan metode DRIS juga dapat diketahui ukuran keseimbangan hara di
dalam jaringan tanaman secara relatif melalui nilai indeks keseimbangan hara atau
NBI. NBI merupakan jumlah absolut dari maisng-masing indeks DRIS masingmasing hara yang didiagnosis. Dalam penelitian ini NBI merupakan jumlah
absolut dari nilai indeks DRIS hara N, P, K, Ca, Mg. Semakin kecil nilai NBI
(mendekati nol) menggambarkan semakin seimbang komposisi hara contoh yang
sedang didiagnosis. Nilai NBI dihitung sebagai berikut (Walworth dan Sumner
1987):
NBI = [indeks hara N] + [indeks hara P] + [indeks hara K] + [indeks hara Ca] +
[indeks hara Mg]
Umumnya produksi tanaman akan turun dengan semakin tingginya nilai NBI.
Hubungan antara nilai NBI dengan produksi tanaman digambarkan dalam sebuah
diagram sebar untuk melihat sebaran nilai NBI terhadap produksi. Nilai indeks
keseimbangan hara (NBI) yang dianggap optimum ditentukan dengan
menggunakan metode garis batas dengan sekat produksi sebesar 25,96 ton/ha
seperti yang telah jelaskan pada saat penentuan norms.
Penentuan kesimbangan hara K,Ca,Mg dapat ditukarkan tanah dengan
metode garis batas (boundary line method)
Kisaran keseimbangan hara di dalam tanah ditentukan dengan menggunakan
metode garis batas (boundary line method). Satu set data yang menggambarkan
hubungan antara rasio hara (K, Ca, Mg dapat ditukarkan) dengan produksi
tanaman yang dikumpulkan dari kondisi lingkungan yang beragam diplot dalam
suatu diagram sebar seperti diilustrasikan pada Gambar 4. Dari gambar tersebut
terlihat data menyebar dan mengerucut ke atas, hal ini menunjukkan bahwa
produksi yang tinggi hanya dibatasi sedikit faktor pembatas. Garis batas dibuat
dengan menghubungkan titik-titik terluar sebaran data dari diagram sebar tersebut.
Garis batas sebelah kiri memiliki arti bahwa produksi akan meningkat secara
konstan pada saat nilai rasio hara meningkat sampai pada titik optimum, dan
kemudian turun kembali dengan semakin meningkatnya nilai rasio hara (Sutandi
2004).
Sekat produksi yang digunakan dalam penentuan keseimbangan hara di
dalam tanah dengan menggunakan metode garis batas (boundary line method)
sama dengan penentuan sekat produksi pada metode DRIS. Dengan demikian
sekat produksi yang digunakan adalah sebesar 25.96 ton/ha. Persamaan boundary
line dibangun berdasarkan analisis regresi sederhana (simple regression). Garis
batas (Boundary line) merupakan garis yang berkaitan dengan peningkatan atau
penurunan produksi sesuai dengan rasio masing-masing hara yang sedang dinilai.
Pola garis batas terluar dipilih adalah pola yang logis dan memiliki nilai koefisien
determinasi (R2) tertinggi (Purnama et al. 2010). Kisaran nilai yang dianggap
seimbang merupakan nilai antara garis batas sebelah kiri dengan garis batas
sebelah kanan yang berpotongan dengan garis sekat produksi yang ditentukan.

16

Sekat produksi/yield cut off (25.96 ton/ha)

Tidak
Seimbang

Seimbang

Tidak
Seimbang

Rasio hara

Gambar 4 Penentuan keseimbangan hara dengan menggunakan metode garis
batas (Sutandi 2004)

17

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dalam penelitian ini disajikan dalam beberapa bagian yaitu : (1)
peneraan berdasarkan umur tanaman, (2) penetapan norms dan kisaran
keseimbangan hara di dalam jaringan tanaman dengan metode DRIS, (3)
perhitungan indeks DRIS masing-masing hara dan nilai indeks keseimbangan hara
(NBI), (4) penetapan nilai kisaran keseimbangan hara (K, Ca, Mg) tanah dengan
menggunakan metode garis batas (boundary line methods), dan (4) penetapan
nilai minimum kejenuhan hara K, Ca, Mg tanah.

Peneraan Berdasarkan Umur Tanaman
Tanaman kelapa sawit umumnya mulai berproduksi secara ekonomis pada
umur 30 sampai 36 bulan setelah ditanam di lapangan. Produksi tersebut akan
terus meningkat seiring bertambahnya umur tanaman dan akan mencapai produksi
maksimum pada umur tertentu kemudian produksi akan kembali menurun. Data
yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari perkebunan kelapa sawit dengan
beragam kondis