Seleksi Beberapa Tanaman Inang Parasitoid Dan Predator Untuk Pengendalian Hayati Ulat Kantong (Metisa Plana) Di Perkebunan Kelapa Sawit

(1)

SELEKSI BEBERAPA TANAMAN INANG PARASITOID DAN

PREDATOR UNTUK PENGENDALIAN HAYATI ULAT

KANTONG (Metisa plana) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

T E S I S

Oleh

DEWI SRI INDRIATI KUSUMA 087030005/BIO

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVESITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

SELEKSI BEBERAPA TANAMAN INANG PARASITOID DAN

PREDATOR UNTUK PENGENDALIAN HAYATI ULAT

KANTONG (Metisa plana) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEWI SRI INDRIATI KUSUMA 087030005/BIO

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVESITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : SELEKSI BEBERAPA TANAMAN INANG PARASITOID DAN PREDATOR UNTUK PENGENDALIAN HAYATI ULAT KANTONG (Metisa plana) DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Nama Mahasiswa : Dewi Sri Indriati Kusuma Nomor Pokok : 087030005

Program Studi : Biologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Suci Rahayu, M.Si.) (Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Dwi Suryanto, MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 2 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Suci Rahayu, M.Si

Anggota : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S 2. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc 3. Dr. Budi Utomo, SP, MP


(5)

PERNYATAAN

SELEKSI BEBERAPA TANAMAN INANG PARASITOID DAN PREDATOR UNTUK PENGENDALIAN HAYATI ULAT KANTONG (Metisa plana) DI

PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010


(6)

ABSTRAK

Dewi Sri Indriati Kusuma. 2010. Seleksi beberapa tanaman inang parasitoid dan predator untuk pengendalian hayati ulat kantong (Metisa plana) di perkebunan kelapa sawit, dibawah bimbingan Dr. Suci Rahayu, M.Si (ketua), Prof. Dr. Retno Widhiastuti,M.S(anggota).______________________________________________

Ulat kantong, Metisa plana merupakan salah satu hama utama pada tanaman kelapa sawit yang keberadaannya perlu diwaspadai. Pengendalian hama M. plana secara hayati dengan menyeleksi beberapa tanaman inang parasitoid dan predator M. plana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tanaman bawah disekitar kebun sawit yang berfungsi sebagai inang untuk parasitoid dan predator M. Plana serta mengetahui jenis parasitoid dan predator hama M. plana. Penelitian dilakukan di Perkebunan PT PP London Sumatra Indonesia kebun Dolok bekerjasama dengan Pusat Penelitian Bah Lias, Perdagangan. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 ulangan. Pengambilan sampel dilakukan pada areal terserang dan terkendali. Sampel hama M. Plana sebanyak 10000 ulat diambil untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator yang menyerang hama M. plana pada setiap stadia hidup M. plana. Sampel M. plana yang mati dicacah dengan cara digunting untuk melihat parasitoid dan predator yang ada didalam pupa M. plana. Hama M. plana yang masih hidup dibiakkan (direaring) untuk melihat perkembangan parsitoid dan predator yang terdapat di pupa M. plana.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 25 jenis tanaman di lokasi percobaan yang dikunjungi oleh serangga. Ditemukan adanya serangga yang berperan sebagai parasitoid pada hama M. plana dari ordo Hymenoptera famili Euphelmidae dan famili Braconidae ( Aphanteles metesae ). Jenis tanaman yang paling banyak ditemukan parasitoid hama M. plana adalah Cynodon dactilon, Momordica charantia, Asystasia intrusa, Mimosa pudica dan Ageratum conyzoides. Serangga parasitoid menyukai tanaman tersebut karena memiliki bunga dan trichoma pada daun, yang diduga sebagai tempat sintesis senyawa penarik parasitoid.


(7)

ABSTRACT

Bagworm Metisa plana is one of the main pest in Oil Palm plantation therefore the present of this pest must be aware. Natural control of M. plana by natural control by selecting plants as host of parasitoid and predator of M. plana.

The goal of this research are to know kind of plants in oil palm plantation as host of parasitoid and predator of M. plana. This research was carried out in PT PP London Sumatra Indonesia Plantation at Dolok Estate and cooperate with Bah Lias Research Station, Perdagangan. Trial design using randomised block design with 5 replicates. Data collection was carried out at control and uncontrol area. Ten thousand M. plana larvae were collectedknow kind of parasitoid and predator which attack M. Plana larvae on each stadium. A dead M. plana larvae sample were destructed by cutting to find out parasitoid and predator which present inside of M. Plana pupae. A live of M. plana larvae were reared to look at the growth of parasitoid and predator which present in M. Plana pupae.

Trial result show that there are 25 kind of plants in trial area which visited by by bugs. It is found that there are bugs which act as parasitoid of Metisa plana pest from ordo Hymenoptera family Euphelmidae and family Braconidae ( Aphanteles metesae ). In correspondence to kind of plants and parasitoid, the parasitoid were mostly found from Cynodon dactilon, Momordica charantia, Asystasia intrusa, Mimosa pudica and Ageratum conyzoides. Parasitoid like these plants because they have flowers and trichoma in leaves which suspected as place for element sinthesis which attract parasitoid.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan Tesis yang berjudul “Seleksi Beberapa Tanaman Inang Parasitoid dan Predator Untuk Pengendalian Hayati Ulat Kantong (Metisa plana) di Perkebunan Kelapa Sawit”. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada

1. Dr. Suci Rahayu,M.Si sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Prof Dr. Retno Widhiastuti, M.S sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian sampai hasil penelitian ini.

2. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc dan Dr. Budi Utomo, SP. MP. sebagai Dosen Penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan penyusunan hasil penelitian ini.

3. Gubenur Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Bappeda Sumatera Utara yang telah memberikan beasiswa S-2 kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S-2.

4. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun yang telah memberikan izin dinas dan dukungan bagi penulis untuk dapat melakukan penelitian ini.

5. PT PP London Sumatra Indonesia yang telah memberikan izin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.

6. Ir Lisanti Cahyasiwi yang membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian lapangan.

7. Suami (Baihaqi Sitepu S.P), serta anak - anak tercinta (Annisa Fadhillah, Farah Afifah dan Aulia Hilmy Affandy) yang telah memberikan doa dan dukungannya.


(9)

Akhir kata semoga Allah selalu memberikan rahmat-Nya dalam kita mengejar ilmu dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.


(10)

RIWAYAT HIDUP

Dewi Sri Indriati Kusuma dilahirkan pada tanggal 8 Januari 1975 di Medan Provinsi Sumatera Utara. Anak dari pasangan Ayahanda Indra Kusuma (alm) dan Ibu Hj. Zuriati Nasution (alm), sebagai anak pertama dari lima bersaudara.

Tahun 1987 penulis lulus dari SD Khalsa Medan, tahun 1990 lulus dari SMPN 6 Medan dan tahun 1993 lulus dari SMA Harapan 1 Medan. Pada tahun 1993 memasuki Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Medan dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1999 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di SLTP Negeri 1 Lubuk Pakam. Pada tahun 2004 pindah tugas ke SMAN 1 Bandar dan tahun 2009 pindah tugas lagi ke SMPN 2 Simalungun provinsi Sumatera Utara dan bertugas di sekolah tersebut hingga sekarang. Tahun 2008, mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Program Magister (S2) di Program Studi Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Menikah pada tanggal 21 Juli 1996 dengan Ir Baihaqi Sitepu anak dari Bapak H. T. Eddy Sitepu dan Ibu Hj. Latifah Hanum. Telah dikaruniai 3 orang anak 2 putri dan 1 putra, yaitu: Annisa Fadhillah Sitepu, Farah Afifah Sitepu dan Aulia Hilmy Affandy Sitepu.


(11)

Halaman

ABSTRAK ……….. ……….. v

ABSTRACT ………...……….. ……….. vi

KATA PENGANTAR ………..………. vii

RIWAYAT HIDUP……….……… ix

DAFTAR TABEL ………...……… xi

DAFTAR GAMBAR………...……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ………..……… xiv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang …….……… 1

1.2. Permasalahan ……….. 6

1.3. Tujuan Penelitian …..……….. 6

1.4. Hipotesis ………. 6

1.5. Kegunaan Penelitian ……….. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelapa Sawit ………. 7

2.2. Pengendalian Hayati ………. 8

2.3. Ulat Kantong (Metisa plana) ………. 9

2.4. Parasitoid Metisa plana ……… . 10

2.5. Predator (Metisa plana) ……… 12

2.6. Tanaman Inang Parasitoid dan Predator Metisa plana ……. 13

2.7. Klasifikasi Beberapa Tanaman Bawah yang Terdapat di Sekitar Perkebunan Sawit ……… 14

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu ……….. 23

3.2. Bahan dan Alat ………... 23

3.3. Metoda Penelitian ……… 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rearing Metisa plana ……… 30

4.2. Populasi Metisa plana pada Areal Penelitian ……… 32

4.3. Populasi Serangga yang Terdapat pada Tanaman …………. 34


(12)

4.5. Morfologi Daun, Bunga dan Anatomi Daun Tanaman Inang

Metisa plana ………... 49

KESIMPULAN DAN SARAN ……… 81

DAFTAR PUSTAKA ………. 82

LAMPIRAN

1. Gambar dan Alat yang Digunakan ... 86 2. Peta Lokasi Pengamatan ... 88 3. Jenis Parasitoid yang Direaring dari Metisa plana ... 90


(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 1. Populasi Metisa plana pada Areal Kebun Sawit yang

Terserang...………..…….. 32 2. Rataan Jumlah Serangga dan Jenis Serangga yang terdapat pada

Rumpun Tanaman Pada Waktu Pengambilan di Areal Terserang dan Terkendali...

33

3. Rataan Jumlah Serangga dan Jenis Serangga yang Terdapat pada Rumpun Tanaman Pada Waktu Pengambilan di Areal Terkendali ….

35

4. Rataan Jumlah Serangga dan Jenis Serangga yang Terdapat pada Rumpun Tanaman Pada Waktu Pengambilan di Areal Terserang... 37 5

6.

Pengaruh Jenis Tanaman terhadap Jumlah Serangga dan Jenis Serangga Secara Keseluruhan, Daerah Terserang dan Daerah Terkendali……….. Pengaruh Jenis Tanaman terhadap Jumlah dan Jenis Serangga pada Areal Terserang dan Terkendali ...

39

40

7. Pengaruh Waktu Pengambilan Terhadap Jumlah Serangga dan Jenis Serangga Secara Keseluruhan, Daerah Terserang dan Daerah Terkendali ……… .

41

8. Parasitoid yang Terdapat pada Hama Metisa plana Setelah Dilakukan Rearing di Laboratorium ………. 42 9. Pengaruh Jenis Tanaman Terhadap Jumlah Parasitoid yang Muncul

Setelah Rearing Metisa plana yang Terdapat pada Areal Terserang dan Terkendali ……….…..……….

43

10. Jenis Serangga Parasitoid yang Terdapat pada Tanaman di Areal Terkendali ………..….

44

11. Jenis Serangga Parasitoid yang Terdapat pada Tanaman di Areal Terserang ………..………. 45


(14)

12. Jenis Serangga Parasitoid yang Terdapat pada Tanaman di Areal Terserang dan Terkendali ………..

45


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 1. Siklus hidup Metisa plana ………... 31 2. Serangga parasitoid yang keluar dari hama Metisa plana setelah

direaring ……… 47

3. Antigonon leptopus : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...

50

4. Tetrastigma papillosum : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...

51

5. Asystasia intrusa : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...

52

6. Turnera subulata : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun………...

53

7. Ludwigia hissopifolia : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ………...

54

8. Piper caducibracteum : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...

55

9. Luffa aegyptiaca : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun………...

56

10. Cassia tora : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun………...

57

11. Centrosema pubescens : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ……….………...

58

12. Caladium bicolor : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ……….………...

59

13. Passiflora foetida : a habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...

61


(16)

melintang daun d. irisan membujur daun... 15. Mucuna bracteata : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang

melintang daun d. irisan membujur daun………. 63

16. Staenochlaena palustris : a. habitus, b. Irisan penampang melintang daun c. irisan membujur daun...

64

17. Momordica charantias: a. habitus, b. Irisan penampang melintang daun c. irisan membujur daun ………...

65

18. Mimosa pudica : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ……….………...

66

19. Paspalim commersonii : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...

67

20. Derris scandens : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...

69

21. Cynodon dactilon : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ………...

70

22. Paspalum conjugatum a: habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ………...

71

23. Cyperus rotundus : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ……….

72

24. Lasia spinosa : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...

73

25. Melastoma malabatricum : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...

75

26. Ageratum conyzoides : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun...

76

27. Scleria sumatrensis : a. habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun ………...


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman 1 Gambar Alat-Alat Penelitian ………. 86

2 Peta Lokasi Pengamatan ……… 88

3 Jenis Parasitoid yang Diperoleh dari Rearing Metisa plana... 90


(18)

ABSTRAK

Dewi Sri Indriati Kusuma. 2010. Seleksi beberapa tanaman inang parasitoid dan predator untuk pengendalian hayati ulat kantong (Metisa plana) di perkebunan kelapa sawit, dibawah bimbingan Dr. Suci Rahayu, M.Si (ketua), Prof. Dr. Retno Widhiastuti,M.S(anggota).______________________________________________

Ulat kantong, Metisa plana merupakan salah satu hama utama pada tanaman kelapa sawit yang keberadaannya perlu diwaspadai. Pengendalian hama M. plana secara hayati dengan menyeleksi beberapa tanaman inang parasitoid dan predator M. plana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tanaman bawah disekitar kebun sawit yang berfungsi sebagai inang untuk parasitoid dan predator M. Plana serta mengetahui jenis parasitoid dan predator hama M. plana. Penelitian dilakukan di Perkebunan PT PP London Sumatra Indonesia kebun Dolok bekerjasama dengan Pusat Penelitian Bah Lias, Perdagangan. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 ulangan. Pengambilan sampel dilakukan pada areal terserang dan terkendali. Sampel hama M. Plana sebanyak 10000 ulat diambil untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator yang menyerang hama M. plana pada setiap stadia hidup M. plana. Sampel M. plana yang mati dicacah dengan cara digunting untuk melihat parasitoid dan predator yang ada didalam pupa M. plana. Hama M. plana yang masih hidup dibiakkan (direaring) untuk melihat perkembangan parsitoid dan predator yang terdapat di pupa M. plana.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 25 jenis tanaman di lokasi percobaan yang dikunjungi oleh serangga. Ditemukan adanya serangga yang berperan sebagai parasitoid pada hama M. plana dari ordo Hymenoptera famili Euphelmidae dan famili Braconidae ( Aphanteles metesae ). Jenis tanaman yang paling banyak ditemukan parasitoid hama M. plana adalah Cynodon dactilon, Momordica charantia, Asystasia intrusa, Mimosa pudica dan Ageratum conyzoides. Serangga parasitoid menyukai tanaman tersebut karena memiliki bunga dan trichoma pada daun, yang diduga sebagai tempat sintesis senyawa penarik parasitoid.


(19)

ABSTRACT

Bagworm Metisa plana is one of the main pest in Oil Palm plantation therefore the present of this pest must be aware. Natural control of M. plana by natural control by selecting plants as host of parasitoid and predator of M. plana.

The goal of this research are to know kind of plants in oil palm plantation as host of parasitoid and predator of M. plana. This research was carried out in PT PP London Sumatra Indonesia Plantation at Dolok Estate and cooperate with Bah Lias Research Station, Perdagangan. Trial design using randomised block design with 5 replicates. Data collection was carried out at control and uncontrol area. Ten thousand M. plana larvae were collectedknow kind of parasitoid and predator which attack M. Plana larvae on each stadium. A dead M. plana larvae sample were destructed by cutting to find out parasitoid and predator which present inside of M. Plana pupae. A live of M. plana larvae were reared to look at the growth of parasitoid and predator which present in M. Plana pupae.

Trial result show that there are 25 kind of plants in trial area which visited by by bugs. It is found that there are bugs which act as parasitoid of Metisa plana pest from ordo Hymenoptera family Euphelmidae and family Braconidae ( Aphanteles metesae ). In correspondence to kind of plants and parasitoid, the parasitoid were mostly found from Cynodon dactilon, Momordica charantia, Asystasia intrusa, Mimosa pudica and Ageratum conyzoides. Parasitoid like these plants because they have flowers and trichoma in leaves which suspected as place for element sinthesis which attract parasitoid.


(20)

I. P E N D A H U L U A N

1.1. Latar Belakang

Budidaya kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) diawali pada tahun 1848 ketika empat bibit kelapa sawit dibawa dari Afrika dan ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman hias. Bibit kelapa sawit tersebut dikemudian hari menjadi pohon induk kelapa sawit di Asia Tenggara. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersil pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Sumatera Utara berada di Tanah Itam dan Pulo Raja, serta di Aceh terdapat di Sungai Liput dan Karang Inoe (Hartley, 1967; Lubis, 1992; Pulungan, 2002).

Perkembangan luas areal kelapa sawit dalam lima tahun mendatang diperkirakan masih terus berlanjut mengingat lahan potensial untuk pengembangan tersebut masih luas. Lahan yang berpotensi untuk pengembangan kelapa sawit berkisar 21.704.950 ha yang tersebar di seluruh Indonesia yaitu pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua (Puslittanah 2001; Pulungan, 2002).

Kelapa sawit Elaeis guinensis merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang cukup penting karena dikenal sebagai salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Di Indonesia, kelapa sawit memiliki arti penting karena mampu menciptakan kesempatan lapangan kerja bagi masyarakat dan sebagai sumber devisa negara. Laju perkembangan perkebunan besar dan rakyat semakin pesat. Rata-rata produktivitas


(21)

kelapa sawit mencapai 1.4 ton CPO/ha/tahun untuk perkebunan rakyat dan 3.5 ton CPO/ha/tahun untuk perkebunan besar (Fauzi et al., 2002 ; Pulungan, 2002).

Sistem monokultur perkebunan kelapa sawit menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung bagi peningkatan laju reproduksi dan laju kelangsungan hidup hama pemakan daun. Hal ini menjadi pemicu ledakan hama ulat api seperti Setothosea asigna, Setothosea bisura, Darna trima, dan Setora nitens ( Lisanti dan Wood, 2009). Jika insektisida yang digunakan untuk mengendalikan populasi hama ternyata juga membunuh musuh alami hama, maka akan terjadi pertukaran dari agen pengendali jangka panjang (musuh alami) ke agen pengendali jangka pendek (insektisida kimia). Apabila pengaruh pengendali kimia tidak ada maka populasi hama akan cepat berkembang di lingkungan yang bebas dari musuh alaminya (Basukriadi, 2003). Musuh alami merupakan hal yang sangat kompleks dan memiliki peranan yang sangat penting dalam regulasi populasi inangnya (hama) terutama di tanaman perkebunan.

Pada umumnya sebagian besar strategi pengendalian hama tidak pernah sepenuhnya efektif, akan ada sejumlah kecil hama yang mampu bertahan hidup untuk bereproduksi dan menurunkan materi genetiknya kepada generasi selanjutnya. Jika genetik tersebut membawa gen resisten terhadap insektisida kimia, maka strategi pengendalian yang pernah diterapkan akan menjadi kurang efektif terhadap generasi selanjutnya. Populasi hama resisten akan dapat mencapai ledakan dengan cepat kecuali jika strategi pengendalian dapat diubah atau diperbarui menjadi lebih efektif (Basukriadi, 2003). Mikroorganisme (virus dan bakteri) memiliki potensi yang sangat


(22)

bagus untuk pengendalian hama secara biologi seperti diperlihatkan dari sifatnya yang spesifik dan bermanfaat.

Sampai saat ini sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Indonesia masih mengandalkan insektisida kimia non selektif yang bersifat spektrum luas untuk pengendalian ulat api. Menurut Sudharto (2001) hanya 40 persen perkebunan sawit yang mengandalkan pengendalian hama secara biologi, terutama perkebunan swasta. Aplikasi insektisida spektrum luas dalam jangka tertentu akan menyebabkan ledakan hama sebagai akibat terganggunya keseimbangan musuh alami (Wood, 2002). Musuh alami serangga hama yaitu parasitoid dan predator berfungsi sebagai penyeimbang dan pengendali hama.

Insektisida kimia selain mengganggu kelangsungan hidup musuh alami, bahan ini juga memberikan efek yang buruk terhadap kesehatan pekerja perkebunan dan lingkungan. Pengendalian hama secara kimiawi akan lebih berbahaya lagi jika pihak perkebunan menerapkan pengendalian ulat dengan metode pengasapan menggunakan sintetik piretroid pada populasi yang rendah, maka populasi hama akan semakin meningkat baik frekuensi dan keparahannya (Wood, 2008). Selain menyebabkan resurgensi, resistensi terhadap hama sasaran, penggunaan insektisida kimia yang non selektif secara terus menerus dapat menyebabkan munculnya hama sekunder yang bukan sasaran sehingga pengendalian akan semakin rumit dan menyebabkan peningkatan biaya pengendalian (Lisanti dan Wood, 2009).

Pengendalian secara terpadu dengan menekankan pada pengendalian biologi merupakan pilihan yang terbaik sesuai dengan konsep Roundtable on Sustainable


(23)

Palm Oil (RSPO) berbasis ramah lingkungan dan merupakan konservasi alam yang selama ini sedang gencar dicanangkan oleh dunia internasional (Lisanti dan Wood, 2009). Strategi pengendalian biologi dengan menggunakan metode pengendalian yang selektif yaitu dengan virus Nucleo Polyhedrosis Virus (NPV) dan Bacillus thuringiensis (BT) merupakan pilihan yang tepat dan sebaiknya dapat diterapkan dalam mengelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan sesuai dengan konsep RSPO yang memprioritaskan pada penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) menggunakan metode biologis.

Salah satu hama penting yang menyerang tanaman kelapa sawit adalah ulat kantong (Metisa plana). Pengendalian hama ini dilakukan dengan berbagai cara diantaranya pengendalian dengan bahan kimia, penggunaan pestisida alami (virus) dan penggunaan musuh alami yang bersifat parasit dan parasitoid. Untuk pengembangan musuh alami ini diperlukan tanaman inang.

Penggunaan metode biologis (NPV dan BT) untuk meminimalisir penggunaan bahan-bahan kimia. Selain menjaga biodiversitas serangga (baik musuh alami atau serangga bukan musuh alami), pengendalian biologi juga bersifat ramah lingkungan, aman terhadap pekerja perkebunan dan dapat menekan luas serangan selanjutnya. Pengendalian kimia memungkinkan untuk dilakukan jika metode yang digunakan bersifat selektif terhadap hama sasaran dan musuh alami (Lisanti and Wood, 2009).

Basri et al., (1999) menemukan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara serangga parasitoid dan jenis tanaman. Dari percobaan diketahui bahwa Dolochogenidea metesae menyukai tanaman Cassia cobanensis dan Asystasia


(24)

intrusa. Brachiraria carinata menyukai Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Euphelmus catoxanthae menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Tetrastichus sp menyukai tanaman Cassia cobanensis, Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Eurytoma sp menyukai tanaman Euphorbia heterophylla dan Ageratum conyzoides. Pediobius imbreus menyukai tanaman Cassia cobanensis Euphorbia heterophylla, Asystasia intrusa dan Ageratum conyzoides. Pediobius anomalus menyukai Cassia cobanensis dan Asystasia intrusa. Untuk mengetahui tanaman inang yang efektif, perlu dilakukan penelitian jenis tanaman inang yang paling disukai oleh predator Metisa plana.

1.2. Permasalahan

1. Jenis tanaman bawah apakah yang ada disekitar perkebunan kelapa sawit, yang dapat sebagai inang parasitoid dan predator Metisa Plana.

2. Jenis parasitoid dan predator manakah yang ditemukan pada hama Metisa plana.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui jenis tanaman bawah sekitar kebun kelapa sawit yang dapat sebagai inang parasitoid dan predator Metisa plana.

2. Untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator yang ditemukan pada hama Metisa plana.


(25)

1.4. Hipotesis

1. Parasitoid dan predator memerlukan tanaman yang berbeda untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

2. Terdapat musuh alami parasitoid dan predator hama Metisa plana. 1.5. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan musuh alami (parasitoid dan predator) hama Metisa plana dan tanaman inangnya dapat dikembangkan di perkebunan dan mampu mengontrol/mengendalikan hama Metisa plana sehingga perkebunan kelapa sawit dapat memberikan hasil yang optimal.


(26)

II. T I N J A U A N P U S T A K A

2.1. Kelapa Sawit

Kelapa sawit tumbuh baik di daerah tropika basah pada ketinggian 0 – 500 m di atas permukaan laut. Jumlah curah hujan yang baik untuk budidaya kelapa sawit adalah 1500 – 2500 mm/tahun yang merata sepanjang tahun tanpa ada bulan kering. Temperatur optimal yang dibutuhkan sepanjang tahun yaitu 27oC dan minimum 22oC, kelembaban 80%, dan penyinaran matahari 5 – 7 jam/hari (Lubis, 1992; Purba et al., 2003).

Kelapa sawit bisa tumbuh dan berproduksi baik pada semua jenis tanah seperti Ultisol, Entisol, Inceptisol, Andisol dan Histosol (tanah gambut). Kelapa sawit bisa dibudidayakan pada tanah yang memiliki tekstur tanah agak kasar sampai dengan halus yaitu antara pasir berlempung sampai liat massif. Tekstur yang ideal untuk tanaman ini berupa lempung liat berpasir, liat berpasir, lempung berdebu, lempung berliat dan lempung. Kedalaman efektif tanah yang baik > 100 cm dan kedalamam efektif < 50 cm dapat menjadi faktor pembatas. Kemasaman tanah optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah pada pH 5.0-6.0, namun kelapa sawit masih toleran terhadap pH < 5.0 misalnya pada tanah gambut yang memiliki pH rata-rata 3,5 – 4,0. Produktivitas perkebunan sawit tidak optimal pada pH > 7,0 (Lubis, 1992 ; Purba et al., 2003).

Pemilihan bahan tanaman dari pusat sumber benih yang telah memiliki legalitas dari pemerintah dan mempunyai reputasi yang baik bersama dengan


(27)

pengelolaan managamen agronomi dari tanaman merupakan dua aspek yang menjamin keberhasilan perkebunan kelapa sawit (Purba et al., 2003).

2.2Pengendalian Hayati

Istilah pengendalian hayati adalah aksi dari parasitoid, predator atau patogen dalam usaha untuk memelihara kepadatan populasi organisme lain pada tingkat terendah bila dibandingkan jika tidak ada. Pengendalian alami adalah pemeliharaan tingkat populasi suatu organisme tertentu karena aksi abiotik dan biotik dari faktor lingkungan. Van de Bosch (1959) memodifikasi defenisi tersebut dengan menekankan bahwa pengendalian hayati adalah manipulasi musuh alami oleh manusia untuk mengendalikan hama, sedangkan pengendalian alami adalah tanpa ada campur tangan manusia dalam usaha pengendalian hama (Kasumbogo, 2007).

Pengendalian hayati digunakan karena diperlukan sebuah teknik pengendalian ketika pestisida tidak mampu bekerja untuk mengendalikan hama tertentu. Hal lain yang merangsang penggunaan pengendalian hayati karena pestisida dapat menyebabkan efek samping yang negatif terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan. Pengendalian hayati tidak meninggalkan residu kimia dan umumnya spesifik pada hama tertentu jika dibandingkan dengan pestisida kimia sintetik menimbulkan residu dan umumnya berspektrum luas (Wagiman, 2007).

2.3. Ulat Kantong (Metisa Plana)

Ulat kantong (Metisa plana) adalah larva yang hidup pada kantong tersendiri. Mereka tetap tinggal pada kantongnya sampai dewasa pada ulat betina dan sampai


(28)

pupa pada ulat jantan. Secara umum ulat kantong merupakan perusak dan diketahui sebagai serangga perusak pada berbagai tanaman seperti pine (Heather dan Albizia ,1976 dalam Nair et al., 1981). Ulat kantong (M. plana) merupakan hama penting yang paling sering muncul pada perkebunan sawit di Malaysia disebabkan potensinya untuk mencapai titik puncak serangan. Banyak kasus meledaknya serangan ulat kantong telah dilaporkan (Basri et al., 1988).

Informasi dari keseluruhan siklus hidup ulat kantong sangat penting untuk diketahui sebagai dasar pengendalikan hama tersebut. Informasi tentang kelemahan pada siklus hidupnya bisa dipahami dan digunakan untuk mengendalikan hama ulat kantong. Informasi yang memberikan data kualitatif dan kuantitatif ulat kantong akan membantu penetapan waktu operasi yang tepat untuk pengendalaian (Basri dan Kevan, 1994).

Beberapa studi mengenai siklus hidup ulat kantong (M. plana) disampaikan oleh Wood (1966) dan Syed (1978), tetapi dengan hasil yang berbeda, khususnya dalam jumlah larva. Lebih jauh beberapa informasi biologi lebih rinci masih belum diketahui seperti fertilitas telur, lama masa larva dan pupa, daya tahan ulat dewasa dan perbandingan jumlah jantan dan betina dewasa (Basri dan Kevan, 1994).


(29)

Klassifikasi Metisa plana

Subphylum

Class

Ordo

Family

Genus

Species : Metisa plana (Borror, 1996)

2.4. Parasitoid Metisa plana

Hama Metisa plana merupakan hama yang paling berbahaya pada perkebunan kelapa sawit. Pada saat ini insektisida dengan spektrum sempit dan sistemik digunakan untuk mengendalikan hama ini secara efektif, baik dengan cara penyemprotan ataupun injeksi batang (Wood, 1974 dan Chung, 1988). Namun aplikasi insektisida kimia berpotensi memberikan kerusakan lingkungan dan menimbulkan resisten dari hama tersebut. Oleh sebab itu alternatif lain untuk pengendalian hama ini terus diusahakan, terutama dengan jamur. Pada saat ini jamur Beuveria brassiana telah diisolasi dari hama dan hasil bioassay menunjukkan bahwa


(30)

jamur ini bisa digunakan untuk mengendalikan hama Metisa plana di lapangan (Ramlah dan Basri, 1994).

Pengamatan pada patogenitas jamur terhadap hama memperlihatkan bahwa Beauveria brassiana menginfeksi melalui sistem respirasi (Clark et al., 1968). Patogenitas dari B. brassiana terhadap serangga yang mempunyai kantong seperti M. plana masih belum diketahui (Ramlee et al., 1996). Penetrasi jamur diamati terjadi mulai 48 jam setelah inokulasi terhadap hama. Pada tahap ini sebagian larva masih hidup. Infeksi jamur hanya pada permukaan atas dan perut dan bagian kepala. Setelah 72 jam, ulat kantong yang terinfeksi mulai mengeras. Pertumbuhan jamur yang sangat banyak ditemukan pada jaringan lemak dan otot di bawah kutikula pada bagian perut dan kepala. Setelah 96 – 120 jam setelah inokulasi, jaringan lemak dan otot telah diserang oleh jamur. Perubahan yang sangat jelas terjadi pada jaringan lemak tubuh hama (Ramlee et al., 1996).

Parasitoid serangga adalah serangga yang stadia pradewasanya memparasit pada atau ada di dalam tubuh serangga lain, sedangkan imago hidup bebas menjadikan nektar dan madu sebagai makanannya. Perbedaan defenisi antara parasit dan parasitoid adalah;

- Parasitoid selalu menghabiskan inangnya di dalam perkembangannya, sedangkan parasit tidak.

- Inang parasitoid adalah serangga juga, sedangkan parasit tidak.

- Ukuran tubuh parasitoid bisa lebih kecil atau sama dengan inangnya, sedangkan parasit pasti lebih kecil dari inangnya.


(31)

- Parasitoid dewasa tidak melakukan aktivasi parasitasi, akan tetapi hanya pada stadia pradewasa, sedangkan parasit seluruh stadia melakukan parasitasi.

- Parasitoid hanya berkembang pada satu inang dalam siklus hidupnya, sedangkan parasit tidak (Wagiman, 2006).

2.5. Predator Metisa plana

Predator adalah binatang yang memakan binatang lain (mangsa) yang lebih kecil atau lemah. Sycanus dichotomus merupakan predator yang umum ditemukan di perkebunan kelapa sawit. Kemampuan untuk menyerang pada tahapan larva dari ulat api membuat serangga ini cocok untuk pengendalian biologi dari ulat api (Norman et al., 1998). Spesies lain dari Sycanus yang dilaporkan menyerang Mahasena corbetti adalah S. macracanthus (De Chenon, 1989 dalam Tiong, 1996). Sycanus dichotomus dilaporkan juga menyerang ulat api seperti Setotosea asigna dan Darna trima (De Chenon 1989, dalam Singh 1992), tetapi bukan merupakan kandidat yang baik, karena daya memakan yang lambat. Predator ini menghabiskan 4 – 5 hari untuk memakan 1 larva dewasa (De Chenon et al, 1989).

Telur S. asigna tersebar secara mengelompok dan terikat satu sama lain dan permukaannya tertutup oleh sejenis silinder plastik. Telur berwarna coklat dan selalu dalam bentuk ukuran yang seperti ini yang tepat.pada arah mendatar. Betina dari serangga ini menghasilkan 3 kelompok telur selama hidupnya. Larva mengalami 5 tahapan sebelum mencapai dewasa. Larva yang baru menetas berwarna kuning pada kepala, dan perut. Kakinya berwarna coklat dengan warna yang lebih pekat pada


(32)

pertemuan tulang kaki dan paha. Serangga dewasa betina dan jantan bisa dibedakan dari ukuran badan dan perut. Serangga dewasa yang baru berwarna hitam dan tetap tidak bergerak selama 15 – 20 menit. Beberapa serangga dewasa mati pada masa ini (Zulkifli et al, 2004).

Beberapa publikasi terdahulu menyebutkan bahwa serangga ini hidup pada tanaman pelindung. Oleh sebab itu populasinya cenderung dibatasi oleh tanaman kelapa sawit muda. Observasi selama terjadinya ledakan hama ulat kantong memperlihatkan bahwa S. dichotomus meletakkan telurnya pada helaian daun kelapa sawit, membuat lebih mudah untuk menemukan makanan pada pelepah yang lebih tinggi (De Chenon et al, 1989).

2.6.Tanaman inang Parasitoid dan Predator Metisa plana

Sistem monokultur perkebunan kelapa sawit menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung bagi peningkatan laju reproduksi dan laju kelangsungan hidup hama pemakan daun. Hal ini menjadi pemicu ledakan hama ulat api seperti S. asigna, S. bisura, D. trima dan S. nitens (Singh, 1992).

Beberapa penelitian telah menyarankan penggunaan tanaman yang berguna untuk pengembangan musuh alami atau serangga yang menguntungkan. Leius (1967) melaporkan bahwa karbohidrat dari nektar tanaman Umbelliferae sangat dibutuhkan pada keadaan normal dan daya tahan dari tiga spesies Ichneumonid. Di Puerto Rico, (Walcot, 1942 dalam Basri et al, 1999) melaporkan keberhasilan pengembangan parasitoid yang diintroduksi, Larra americana untuk mengendalikan hama dari


(33)

kehadiran dua gulma, Borreria verticillata dan Hyptis atrorubens. Tanaman ini menyediakan nektar untuk serangga dewasa.

Menurut Syed dan Syah (1977) ada kerjasama antara tanaman menguntungkan dan musuh alami. Dijelaskan bahwa pengembangan secara besar dari Euphorbia heterophylla untuk pengembangan parasitoid dan predator di perkebunan kelapa sawit. Mereka menemukan bahwa penggunaan herbisida secara intensif membunuh E. geniculata dan E. Prunifolium menyebabkan ledakan dari Pteroma pendula dan Setothosea asigna. Pengembangan tanaman yang menguntungkan di sepanjang pinggiran jalan, bukan jalur panen dan tempat kosong di antara lahan. Usaha yang berani ini perlu didukung oleh bukti langsung dari kegunaan berbagai jenis tanaman sebagai tanaman menguntungkan (Basri et al., 1999).

2.7.Klasifikasi Beberapa Tanaman Bawah yang Terdapat di Sekitar Perkebunan Sawit

a. Air Mata Pengantin (Antigonon Leptopus)

Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Polygonales Suku : Polygonaceae Marga : Antigonon Jenis : Antigonon leptopus Nama umum : Air mata pengantin


(34)

b. Anggur angguran (Tetrastigma papilosum) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Rosidae

Bangsa : Rhamnales

Suku : Vitaceae

Marga : Tetrastigma Jenis : Tetrastigma papillosum Nama umum : Anggur-angguran

c. Asistasia (Asystasia intrusa) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotiledoneae Bangsa : Asteridae Suku : Acanthaceae Marga : Asystasia Jenis : Asystasia intrusa Nama umum : Asistasia

d. Bunga Pukul Delapan (Turnera subulata) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Parietales Suku : Turneraceae

Marga : Tumera

Jenis : Turnera subulata J. E. Smith Nama umum : Bunga pukul delapan


(35)

e. Cabai – Cabaian (Ludwigiahissopifolia) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Mystales

Suku : Onagraceae

Marga : Ludwigia

Jenis : Ludwigia hyssopifolia Nama umum : Cabe - cabean

f. Sirih Hutan (Piper caducibracteum) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Piperales

Suku : Piperaceae

Marga : Piper

Jenis : Piper caducibracteum Nama umum : Sirih hutan

g. Gambas Hutan (Luffa aegyptiaca) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Violales

Suku : Cucurbitaceae

Marga : Luffa

Jenis : Luffa aegyptiaca Nama umum : Gambas hutan


(36)

h. Gelanggeng kecil (Cassia tora)

Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Fabales

Suku : Fabaceae

Marga : Cassia

Jenis : Cassia tora Nama umum : Gelangggeng kecil

i. Kacangan (Centrosoma pubescens) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Fabales

Suku : Fabaceae

Marga : Centrosema Jenis : Centrosema pubescens Nama umum : Kacangan

j. Keladi Liar (Caladium bicolor) Klassifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotiledoneae Bangsa : Arecidae

Suku : Araceae

Marga : Caladium

Jenis : Caladium sp Nama umum : Keladi


(37)

k. Markisah hutan (Passiflora foetida)

Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Dilleniidae Suku : Passifloraceae Marga : Passiflora Jenis : Passiflora foetida Nama umum : Markisah hutan

l. Mikania (Mikania micrantha) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Asterales

Suku : Asteraceae

Marga : Mikania

Jenis : Mikania micrantha Nama umum : Sambung rambat

m. Kacangan (Mucuna bracteata) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Fabales

Suku : Fabaceae

Marga : Mucuna

Jenis : Mucuna bracteata Nama umum : Kacangan


(38)

n. Pakis Udang (Staenochlaena pallustris) Klasifikasi

Divisi : Pteridophyta Sub divisi : Pteridopsida

Kelas : Polypoditae

Bangsa : Poly[odiales

Suku : Poly[odiaceae

Marga : Stenochlaena

Jenis : Steonchlaena pallustris Nama umum : Pakis Udang

o. Paria (Momordica charantia) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Violales

Suku : Cucurbitaceae

Marga : Momordica

Jenis : Momordica charantia Nama umum : Paria kecil

p. Putri Malu (Mimosa pudica) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Fabales

Suku : Fabeceae

Marga : Mimosa

Jenis : Mimosa pudica Nama umum : Putri malu


(39)

q. Rumput Raguman (Paspalum commersonii)

Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotiledoneae

Bangsa : Poales

Suku : Poaceae

Marga : Paspalum

Jenis : Paspalum commersonii Nama umum : Rumput raguman

r. Rayutan (Derris scandens)

Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotiledoneae

Bangsa : Fabales

Suku : Papilionaceae

Marga : Derris

Jenis : Derris scandens Nama umum : Rayutan

s. Rumput Grintingan (Cynodon dactilon) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotiledoneae

Bangsa : Poales

Suku : Poaceae

Marga : Cynodon

Jenis : Cynodon dactilon Nama umum : Grintingan


(40)

t. Rumput paitan (Paspalum conjugatum) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotiledoneae

Bangsa : Poales

Suku : Poaceae

Marga : Paspalum

Jenis : Paspalum conjugatum Nama umum : Rumput paitan

u. Rumput Teki (Cyperus rotundus) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotiledoneae

Bangsa : Cyperales

Suku : Cyperaceae

Marga : Cyperus

Jenis : Cyperus rotundus Nama umum : Rumput Teki

v. Sambang (Lasia spinosa) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotiledoneae

Bangsa : Arales

Suku : Araceae

Marga : Lasia

Jenis : Lasia spinosa Nama umum : Sambang


(41)

w. Senggani (Melastoma malabatricum) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotiledoneae

Bangsa : Myrtales

Suku : Melastomaceae

Marga : Melastoma

Jenis : Melastoma malabatricum Nama umum : Senggani

x. Wedusan (Ageratum conyzoides)

Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotiledoneae Bangsa : Asterales

Suku : Asteraceae

Marga : Ageratum

Jenis : Ageratum conyzoides Nama umum : Wedusan

y. Rumput Krisan (Scleria sumatrensis) Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotiledoneae

Bangsa : Cyperales

Suku : Cyperaceae

Marga : Scleria

Jenis : Scleria sumatrensis Nama umum : Rumput kerisan


(42)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kebun Dolok PT PP London Sumatra Tbk. Waktu pelaksanaan mulai bulan Februari sampai April 2010. Penelitian ini dilakukan bekerjasama dengan Bah Lias Research Station atau saat ini dikenal dengan Sumatra Bioscience.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tumbuhan inang parasitoid dan predator Metisa plana dan tanaman perkebunan kelapa sawit Kebun Dolok perusahaan PT PP London Sumatra Tbk yang terdapat serangan Metisa plana dan yang sudah terkendali, alkohol, etil asetat.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : Penangkap serangga / Sweeping net (gambar terlampir) berguna untuk menangkap serangga dilapangan. Osilator (gambar terlampir) untuk menangkap serangga yang berukuran sangat kecil. Plastik untuk menyimpan metisa plana dan serangga yang didapat dari lapangan. Label untuk menandai serangga yang didapat dari lapangan. Stereoscopic zoom microscope diascopic untuk identifikasi dan dokumentasi serangga. Hand counter untuk menghitung Metisa plana. Disecting kits untuk mencacah ( examinasi ) M. plana. Talam 2 buah untuk tempat meletakkan M. plana yang akan diexaminasi. Botol untuk tempat mengawetkan serangga. Kuas untuk mensortir M. plana dan


(43)

serangga. Cawan petrix untuk meletakkan serangga yang akan diidentifikasi. Rearing insect tempat untuk membiakkan M. plana dan untuk mengetahui parasitoid apa yang terdapat di pupa M. plana. Kain mori untuk membuat sungkup yang berfungsi sebagai tempat berkembangnya M. plana dan untuk mengetahui parasitoid apa yang terdapat di pupa M. plana.Preparat dan Silet.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 (lima) ulangan dengan jenis tanaman inang sebagai perlakuan. Areal pengamatan seluas 100 hektar dimana 50 hektar terdapat serangan Metisa plana (areal terserang) dan 50 hektar areal dimana serangan hama M. Plana sudah teratasi (areal terkendali). Satu ulangan terdiri atas 10 ha yang dibagi lagi atas 2 hektar.

3.3.1. Koleksi Metisa plana di lapangan

Pengambilan data dilakukan pada hama M. plana untuk mengetahui jenis serangga yang menyerang hama tersebut dengan mengambil sampel seluruh stadia hama M. plana sebanyak 10000 ulat. Metisa plana yang diambil dari lapangan dibagi 2, yang mati dicacah/examinasi, yang hidup dipelihara dengan cara direaring dan disungkup. Sampel M. plana dicacah dengan cara digunting (examinasi) untuk melihat parasitoid dan predator yang ada di dalam pupa M. plana. M. plana yang masih hidup dibiakkan (direaring) untuk melihat perkembangan parasitoid dan


(44)

predator yang terdapat di pupa M. plana. Pengambilan sampel dilakukan pada areal terserang.

3.3.2. Rearing dan Sungkup Metisa plana

Metisa plana yang masih hidup dibiakkan (direaring) dan disungkup untuk melihat perkembangan parasitoid dan predator yang terdapat di pupa M. plana. Parasitoid dan predator yang muncul akan disimpan dalam koleksi basah untuk diidentifikasi.

Metisa plana direaring dengan cara M. plana yang masih hidup diletakkan kedalam wadah plastik, kemudian diletakkan daun sawit yang masih segar lalu ditutup dengan menggunakan kain kasa dan diamati setiap dua hari sekali.

M. plana disungkup dengan menggunakan kain mori yang dijahit menyerupai goni. Sebanyak 30 ulat M. plana yang didapat dilapangan dimasukkan kedalam goni tersebut. Daun dari pohon kelapa sawit disungkupkan kedalam goni yang sudah berisi M. plana. Kemudian ujung goni diikat dengan menggunakan tali plastik dan diamati setiap dua hari sekali.

3.3.3. Pengujian keberadaan parasitoid dan predator di tubuh Metisa plana

Metisa plana yang diambil dari lapangan dibagi dua. M. plana yang mati dicacah (examinasi) dengan cara digunting untuk melihat parasitoid dan predator yang terdapat pada M. plana. Kemudian diamati penyebab kematian, apakah disebabkan oleh parasitoid atau predator. M. plana dihitung dengan menggunakan


(45)

hand counter untuk mengetahui jumlah M. plana yang diamati. Jika ditemukan kantong hama M. plana yang berlubang, maka hama tersebut diserang oleh parasitoid sedangkan jika kantong hama M. plana hanya berlubang seperti ditusuk jarum, maka hama tersebut diserang oleh predator.

3.3.4. Pengamatan parasitoid dan predator pada tanaman.

Pengambilan data dilakukan dengan mengamati rumpun bunga/tanaman yang terdapat pada areal untuk mengetahui jenis serangga yang menjadi parasitoid atau predator. Penangkapan serangga yang terdapat pada rumpun bunga/tanaman tersebut dilakukan dengan menggunakan penangkap serangga dan osilator. Penangkapan serangga dengan mengayunkan sweeping net, serangga yang terjaring dimasukkan kedalam botol dan diberi label. Pengambilan data ini dilakukan 3 kali yaitu pada jam 08.00 pagi, jam 13.00 siang dan jam 16.00 sore selama 1 (satu) bulan. Serangga kemudian dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.

Pada penelitian ini, faktor utama yang ingin diketahui adalah jenis tanaman yang diduga dapat sebagai inang parasitoid dan predator M. plana, yang terdiri dari :

a. Air Mata Pengantin (Antigonon Leptopus) b. Anggur angguran (Tetrastigma papilosum) c. Asistasia (Asystasia intrusa)

d. Bunga Pukul Delapan (Turnera subulata) e. Cabai – Cabaian (Ludwigia hissopifolia)


(46)

f. Sirih Hutan (Piper caducibracteum) g. Gambas Hutan (Luffa aegyptiaca) h. Gelanggeng kecil (Cassia tora) i. Kacangan (Centrosoma pubescens) j. Keladi Liar (Caladium bicolor) k. Markisah hutan (Passiflora foetida) l. Mikania (Mikania micrantha) m. Kacangan (Mucuna bracteata)

n. Pakis Udang (Staenochlaena pallustris) o. Paria (Momordica charantia)

p. Putri Malu (Mimosa pudica)

q. Rumput Raguman (Paspalum commersonii) r. Rayutan (Deris scandens)

s. Rumput Grintingan (Cynodon dactilon) t. Rumput Paitan (Paspalum conjugatum) u. Rumput Teki (Cyperus rotundus) v. Sambang (Lassia spinosa)

w. Senggani (Melastoma malabatricum) x. Wedusan (Ageratum conyzoides) y. Rumput Krisan (Scleria sumatrensis)


(47)

Tanaman yang terdapat di perkebunan kelapa sawit dikoleksi, diidentifikasi serta dilakukan pengamatan secara morfologi dan anatomi.

a. Pengamatan secara morfologi ;

Tanaman yang ada diperkebunan kelapa sawit dikumpulkan dan difoto. Tanaman dicabut (lengkap daun, bunga, batang dan akar) dan dicelupkan kedalam alkohol. Kemudian diletakkan dikertas koran dan dibungkus dengan plastik. Tanaman diidentifikasi di laboratorium.

b. Pengamatan secara anatomi

Tanaman yang diambil dari lapangan diambil bagian daun saja. Daun diiris setipis mungkin. Dibuat preparat dan di amati dibawah mikroskop, lalu diphoto. Diamati trichoma pada daun tersebut.

Serangga yang terdapat pada tanaman tersebut diamati. Dengan melihat serangga yang terdapat pada rumpun/tanaman, hasil examinasi, rearing M. plana dapat diketahui jenis serangga yang menjadi parasitoid dan predator hama M. plana dan tanaman apa yang menjadi inang serangga tersebut.

3.3.5. Pengujian parasitoid dan predator terhadap Metisa plana

Parasitoid dan predator yang dicurigai sebagai musuh alami M. plana, di uji coba dengan cara memasukkan M. plana dan parasitoid yang dicurigai ke dalam satu wadah. Parasitoid yang memakan hama M. plana diamati.


(48)

3.3.6. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan 5 (lima) ulangan dengan jenis tanaman inang sebagai perlakuan. Data dianalisis dengan menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 15.0


(49)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Rearing Metisa plana

Ulat kantong merupakan salah satu hama pada tanaman kelapa sawit, sehingga keberadaannya perlu diwaspadai. Bagian yang terserang yaitu daun pada tanaman dan stadia yang merugikan yaitu pada masa ulat. Gejala tanaman yang terserang ulat kantong yaitu daun tidak utuh lagi, rusak dan berlubang-lubang. Kerusakan helaian daun dimulai dari lapisan epidermisnya. Kerusakan lebih lanjut adalah mengeringnya daun yang menyebabkan tajuk bagian bawah berwarna abu-abu dan hanya daun muda yang masih hijau.

Penyebaran hama M. plana amat cepat, karena sifatnya yang mobil, mudah berpindah dari satu daun ke daun lain atau dari satu pohon ke pohon lain. Populasi kritis untuk pengendalian 2-20 ekor ulat perpelepah tergantung pada stadia hama. Siklus hidup berlangsung 3 bulan lebih, siklus ini meliputi, telur selama 18 hari inkubasi, larva selama 50 hari untuk 4-5 instar larva, pupa selama 25 hari (Fizrul, 1997). Masing – masing tingkatan perkembangan Metisa plana dapat dilihat pada Gambar 1.

Berdasarkan hasil pengamatan rearing M. plana dilaboraorium siklus hidup M. plana adalah sebagai berikut. Fase telur M. plana berukuran ± 2-3 mm dengan lama inkubasi 18 hari. Fase larva muda berukuran ± 5mm dengan lama waktu 18 hari. Fase larva sedang berukuran antara 5-10 mm dengan lama waktu 18 hari. Fase larva


(50)

dewasa berukuran ± 10 mm dengan lama waktu 14 hari. Fase pupa beukuran ± 10 mm dengan lama waktu 25 hari. Fase dewasa berukuran 10 - 15 mm.

Gambar 1. Siklus hidup hama Metisa plana a. telur, b larva muda (5 mm), c. larva sedang (5-10 mm) d. larva dewasa (10 mm), e. pupa (10 mm), dan f. serangga dewasa (Lubis, 2010).

C D

B

E F

A


(51)

4.2. Populasi Metisa plana pada areal penelitian

Pengamatan awal dilakukan pada areal percobaan untuk mengetahui status M. plana, pada areal terserang dan yang sudah terkendali. Populasi M. plana pada setiap stadia yang dijumpai pada areal kebun sawit terserang dapat dilhat dari Tabel 1. Tabel 1. Populasi Metisa plana pada areal kebun sawit yang terserang

Stadia Kondisi Jumlah

Hidup 0 Mati 0 Mati bukan karena parasitoid 0

Telur

Mati parasitoid 0

Hidup 120 Mati 1951 Mati bukan karena parasitoid 1

Larva kecil

Mati parasitoid 0

Hidup 95 Mati 2831 Mati bukan karena parasitoid 0

Larva sedang

Mati parasitoid 4

Hidup 97 Mati 1933 Mati bukan karena parasitoid 4

Larva besar

Mati parasitoid 13

Hidup 37 Mati 2683 Mati bukan karena parasitoid 2

Pupa

Mati parasitoid 19

Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa pada saat pengambilan sampel, hama M. plana berada pada fase larva dan pupa sedangkan fase telur tidak dijumpai. Pada fase pupa, jumlah hama M. plana cukup banyak yaitu 2720. Hama M. plana yang terserang oleh parasitoid ditemukan mulai pada stadia larva sedang dan larva besar. Fase pupa merupakan fase dari hama M. plana yang paling terserang parasitoid


(52)

sebanyak 19. Dari jumlah ini sebagian besar (32 ekor) ditemukan pada periode pupa dan larva dewasa yang menunjukkan bahwa predator hama ini mulai menyerang pada periode larva dewasa. Dari Tabel 1 ini diketahui tidak ada hama M. plana yang mati disebabkan oleh predator.

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah hama M. plana yang hidup paling banyak pada stadia larva kecil, walaupun tidak berbeda dengan larva sedang dan besar. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa walaupun tidak ada perbedaan diantara stadia hama M. plana yang mati disebabkan oleh parasitoid, namun ada kecendrungan semakin besar stadia hama M. plana, semakin banyak jumlah hama M. plana yang mati disebabkan parasitoid.

Tabel 2. Jumlah hama Metisa plana pada stadia yang berbeda di areal terserang Penyebab Kematian

Stadia Hidup Mati

Bukan Parasitoid Parasitoid Telur 0 a 0 a 0 a 0 a Larva Kecil 5.7 c 92.9 b 0.05 a 0 a Larva Sedang 4.5 bc 134.8 b 0 a 0.2 a Larva Besar 4.6 bc 92 b 0.19 a 0.6 a

Pupa 1.8 ab 127.8 b 0.1 a 0.9 a

Keterangan: Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5 %.

Periode larva kecil jumlah hama Metisa plana hidup lebih banyak jika dibandingkan dengan periode pupa yaitu 1.8 ekor. Pada umumnya perkebunan kelapa sawit jika akan melakukan tindakan pengendalian kimiawi, didasarkan pada fase ini. Bila tidak ditemukan musuh alami hama M. plana pada fase larva di areal terserang, maka perlu dilakukan tindakan secara kimiawi. Pengendalian pada periode ini sangat


(53)

efektif dilakukan jika dibandingkan ketika hama telah mencapai periode pupa. Ketika periode pupa, sangat sulit dikendalikan karena hama telah memiliki pelindung dan bahan kimia tidak akan bisa mengenai sasaran. Namun pengendalian dengan bahan kimia juga harus dilakukan dengan baik karena jika tidak musuh alami hama tersebut yang juga terdapat pada areal juga akan mati.

4.3. Populasi Serangga yang Terdapat Pada Tanaman Bawah di Areal Terserang dan Terkendali

Tabel 3 menunjukkan rata-rata jumlah serangga dan jenis serangga yang terdapat pada rumpun tanaman diareal pengamatan. Dari tabel terlihat bahwa tanaman Staenochlaena pallustris dan Asistasia intrusa adalah tanaman terbanyak dijumpai kunjungan serangga. Setiap harinya ditemukan rata-rata lebih dari 9 serangga dengan jumlah jenis serangga lebih dari 4 jenis. Fenomena sebaliknya, pada tanaman Piper caducibracteum, Luffa aegyptiaca dan Cassia tora merupakan tanaman yang tidak ada satupun jenis serangga ditemukan berkunjung.

Jenis tanaman yang tidak dikunjungi satupun jenis serangga, Piper caducibracteum, Luffa aegyptiaca dan Cassia tora ternyata ketiganya tidak memiliki kelenjar trichom. Diduga kelenjar trichom merupakan tempat sintesis dan sekeresi metabolit sekunder yang berfungsi untuk menarik serangga datang ke suatu tanaman. Kelenjar trichom juga menyebabkan morfologi daun menjadi scaber (kasar) yang sangat cocok untuk peletakan telur (oviposisi) serangga. Berhubung ketiga tanaman


(54)

tersebut tidak mempunyai kelenjar trichom, maka senyawa penarik serangga untuk datang berkunjung dan meletakkan telur tidak ada.

Tabel 3. Rataan jumlah dan jenis serangga yang terdapat pada rumpun tanaman pada areal terserang dan terkendali

Rataan jumlah Serangga Rataan Jenis Serangga Jenis Gulma Pagi Siang Sore Trichoma Pagi Siang Sore

Antigonon leptopus 1.5 2.0 1.1 ada 0.5 0.7 0.3

Tetrastigma papilosum 0.3 0.4 0.1 tdk ada 0.1 0.1 0.1

Asystasia intrusa 3.0 3.3 3.4 ada 1.7 1.6 1.3

Turnera subulata 0.6 0.3 0.5 ada 0.3 0.2 0.2

Ludwigia hissopifolia 0.3 0.8 0.4 tdk ada 0.1 0.2 0.0

Piper caducibracteum 0.0 0.0 0.0 tdk ada 0.0 0.0 0.0

Luffa aegyptiaca 0.0 0.0 0.0 tdk ada 0.0 0.0 0.0

Cassia tora 0.0 0.0 0.0 tdk ada 0.0 0.0 0.0

Centrosoma pubescens 1.3 1.5 0.7 ada 0.6 0.9 0.4

Caladium bicolor 2.0 1.9 1.0 ada 1.0 0.9 0.5

Passiflora foetida 1.4 1.8 1.1 ada 0.3 0.5 0.3

Mikania micrantha 0.4 0.4 0.6 tdk ada 0.2 0.2 0.3

Mucuna bracteata 0.5 0.4 0.3 ada 0.1 0.1 0.2

Steonchlaena pallustris 3.6 3.8 2.2 tdk ada 1.5 1.9 1.2

Momordica charantia 2.2 2.5 1.2 ada 0.9 1.0 0.4

Mimosa pudica 1.3 3.3 1.4 tdk ada 0.8 1.3 0.6

Derris scandens 1.5 1.9 1.3 ada 0.9 1.0 0.7

Cynodon dactilon 1.7 1.4 1.9 tdk ada 0.6 0.8 0.6

Scleria sumatrensis 0.0 0.3 0.1 tdk ada 0.0 0.1 0.1

Paspalum conjugatum 0.5 0.6 0.2 tdk ada 0.3 0.3 0.1

Paspalum commersonii 0.6 0.5 1.1 tdk ada 0.1 0.2 0.1

Lasia spinosa 0.0 0.0 0.0 tdk ada 0.0 0.0 0.0

Melastoma malabatricum 0.6 0.5 1.0 tdk ada 0.2 0.1 0.1

Cyperus rotundus 0.0 0.5 0.0 tdk ada 0.0 0.2 0.0

Ageratum conyzoides 0.3 0.5 0.2 tdk ada 0.3 0.2 0.1


(55)

Populasi jumlah dan jenis serangga pada areal terserang dan areal terkendali dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Jika dilihat dari areal terserang dan terkendali, terlihat perbedaan yang sangat jauh. Pada areal terkendali jumlah serangga sangat banyak yaitu 119 serangga dibandingkan dengan daerah terserang yang hanya 37.6 dengan masing masing jumlah jenis serangga rata – rata 14,6 dan 6.9 pada kedua lokasi.

Berdasarkan hasil penelitian dari 10 jenis tanaman bawah yang banyak didatangi oleh serangga, 7 jenis diantaranya memiliki trichoma pada daun dan warna bunga yang cerah. Hal ini mengindikasikan serangga mendatangi tanaman tersebut selain karena tanaman memiliki bunga juga karena tanaman memiliki trichoma. Daun yang memiliki trichoma menyebabkan serangga tersebut mudah untuk meletakkan telurnya.

Selanjutnya Ramadhani (2009) menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan serangga menyukai tanaman tertentu diantaranya antraktan visual. Ramadhani menyatakan terdapat dua komponen penting pada atraktan visual, yaitu warna dan bentuk. Semakin besar bunga/perbungaan dan semakin kontras dengan lingkungan sekitar semakin efektif kerja dari atraktan ini.

Pada areal tanaman yang terkendali, dari Tabel 4 telihat bahwa lebih dari 5 jenis tanaman yang disukai oleh serangga diantaranya Antigonon leptopus, Asystasia intrusa, Passiflora foetida, Stenochlaena pallustris, Momordica charantia dan Cynodon dactilon dengan rata – rata jumlah serangga > 10 serangga perharinya dengan jumlah jenis serangga > 3 jenis serangga.


(56)

Tabel 4. Rataan jumlah dan jenis serangga yang terdapat pada rumpun tanaman pada areal terkendali

Rataan jumlah serangga Rataan jenis serangga Jenis Gulma

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

Antigonon leptopus 3.6 4.8 2.7 1.2 1.7 0.7

Tetrastigma papilosum 0.7 0.9 0.3 0.3 0.2 0.1

Asystasia intrusa 4.8 5.3 6.4 2.4 2.3 2.1

Turnera subulata 1.6 0.6 1.1 0.6 0.5 0.5

Ludwigia hissopifolia 0.9 2.1 1.1 0.1 0.5 0.1

Piper caducibracteum 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Luffa aegyptiaca 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Cassia tora 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Centrosoma pubescens 0.9 0.7 0.5 0.4 0.5 0.4

Caladium bicolor 2.8 2.4 2.1 1.2 1.0 1.0

Passiflora foetida 3.7 4.1 2.8 0.8 0.9 0.8

Mikania micrantha 0.9 0.9 0.9 0.5 0.6 0.4

Mucuna bracteata 1.2 1.0 0.8 0.4 0.4 0.4

Steonchlaena pallustris 6.1 5.3 3.7 2.3 2.4 1.9

Momordica charantia 4.5 3.3 2.7 1.7 1.4 0.9

Mimosa pudica 1.7 1.8 2.1 0.8 0.9 0.5

Derris scandens 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Cynodon dactilon 3.8 3.1 4.4 1.3 1.7 1.4

Scleria sumatrensis 0.0 0.7 0.3 0.0 0.1 0.3

Paspalum conjugatum 0.0 0.3 0.2 0.0 0.1 0.0

Paspalum commersonii 1.5 1.3 2.7 0.2 0.4 0.3

Lasia spinosa 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Melastoma malabatricum 1.4 1.1 2.5 0.5 0.3 0.4

Cyperus rotundus 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Ageratum conyzoides 0.4 0.6 0.4 0.4 0.3 0.3

Pada umumnya serangga lebih banyak ditemukan pada siang hari dibandingkan pagi ataupun sore hari. Pola aktivitas harian serangga tergantung pada beberapa faktor, seperti suhu, kelembaban, curah hujan, sekresi senyawa atraktan, serta keberadaan bunga mekar. Aktivitas berkunjung serangga aktif pada siang hari selama pengamatan diduga karena faktor-faktor tersebut.


(57)

Pengamatan dari Wahid dan Kamrudin (1997) untuk serangga T. hawaiinesis dan Tandon et al., (2001) untuk serangga E. kamerunicus menunjukkan terdapat hubungan antara jumlah serangga yang berkunjung ke suatu tanaman dengan kondisi dari tanaman yang dikunjungi. Pola seperti tersebut diduga ada faktor pengatur seperti ritme ”endogenous” untuk ekskresi senyawa atraktan yang berhubungan dengan aktivitas serangga, disamping juga faktor fisis lingkungan setempat.

Pada areal tanaman terserang yang ditunjukkan pada Tabel 5, dijumpai rata-rata jumlah serangga lebih sedikit dibandingkan dengan areal tanaman terkendali, dimana rata-rata jumlah serangga perharinya hanya 3 – 5 serangga dengan yang terbanyak pada tanaman Derris scandens, Mimosa pudica, Stenochlaena pallustris dan Asystasia intrusa dengan jumlah jenis serangga hanya 2 – 3 jenis serangga, sedangkan jenis tanaman yang lain kurang disukai oleh serangga tersebut.

Tanaman Derris scandens dan Stenochlaena pallustris keduanya mempunyai trichom, faktor inilah yang menyebabkan serangga berkunjung ke tanaman tersebut. Namun tanaman Mimosa pudica tidak bertrichom, maka diduga serangga datang disebabkan karena faktor lain, misal bentuk bunga yang berwarna mencolok atau yang sedang mekar sehingga banyak menghasilkan sumber makanan. Dugaan lain disebabkan karena bentuk yang rimbun dari habitus tanaman Mimosa pudica, sehingga dapat memberi perlindungan bagi serangga. Secara umum faktor-faktor keuntungan tersebut merupakan penyebab utama mengapa satu jenis serangga tertarik untuk mendatangi suatu tanaman.


(58)

Tabel 5. Rataan jumlah dan jenis serangga yang terdapat pada rumpun tanaman pada areal terserang

Rataan Jumlah Serangga Rataan Jenis Serangga Jenis Gulma

Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore

Antigonon leptopus 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Tetrastigma papilosum 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Asystasia intrusa 1.6 1.7 1.1 1.2 1.1 0.7

Turnera subulata 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Ludwigia hissopifolia 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Piper caducibracteum 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Luffa aegyptiaca 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Cassia tora 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Centrosoma pubescens 1.6 1.9 0.9 0.7 1.1 0.4

Caladium bicolor 1.4 1.5 0.2 0.9 0.9 0.1

Passiflora foetida 0.0 0.2 0.0 0.0 0.2 0.0

Mikania micrantha 0.0 0.0 0.3 0.0 0.0 0.2

Mucuna bracteata 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Steonchlaena pallustris 1.9 2.8 1.2 1.0 1.5 0.8

Momordica charantia 0.6 2.0 0.1 0.4 0.8 0.1

Mimosa pudica 1.0 4.1 0.9 0.7 1.6 0.6

Derris scandens 2.3 2.8 2.0 1.4 1.5 1.1

Cynodon dactilon 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Scleria sumatrensis 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Paspalum conjugatum 0.7 0.8 0.2 0.4 0.5 0.1

Paspalum commersonii 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Lasia spinosa 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Melastoma malabatricum 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Cyperus rotundus 0.0 0.8 0.0 0.0 0.3 0.0

Ageratum conyzoides 0.3 0.5 0.0 0.2 0.2 0.0

Tabel 6 menunjukkan bahwa secara umum, tanaman Asystasia intrusa dan Stenochlaena pallustris tertinggi dikunjungi serangga dan sangat berbeda nyata dengan tanaman lain. Tanaman Piper aduncatum, Luffa aegyptiaca dan Cassia tora adalah tanaman yang tidak ditemukan adanya kunjungan serangga.


(59)

Tabel 6. Pengaruh jenis tanaman terhadap jumlah dan jenis serangga pada areal terserang dan terkendali

Terserang Terkendali Rataan Serangga Rataan Serangga Rataan Serangga Jenis Gulma

Jumlah Jenis Jumlah Jenis Jumlah Jenis

Antigonon leptopus 1.56 cde 0.51 bcd 0.0 a 0.0 a 3.67 de 1.20 ef Tetrastigma papilosum 0.25 a 0.08 ab 0.0 a 0.0 a 0.63 ab 0.19 ab Asystasia intrusa 3.21 f 1.53 g 1.48 de 0.99 def 5.5 f 2.27 g Turnera subulata 0.45 ab 0.23 abc 0.0 a 0.0 a 1.12 ab 0.57 abcd Ludwigia hissopifolia 0.52 ab 0.09 ab 0.0 a 0.0 a 1.36 ab 0.22 ab Piper caducibracteum 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a Luffa aegyptiaca 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a Cassia tora 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a Centrosoma pubescens 1.21 bcde 0.64 def 1.48de 0.78 cde 0.70 ab 0.44 abc Caladium bicolor 1.63 de 0.81 ef 1.08 cd 0.65 bcd 2.47 bcd 1.06 def Passiflora foetida 1.43 cde 0.37 bcd 0.08 a 0.08 a 3.52 cde 0.83 cde Mikania micrantha 0.43 ab 0.24 abc 0.11 a 0.07 a 0.90 ab 0.5 abc Mucuna bracteata 0.42 ab 0.15 ab 0.0 a 0.0 a 1.02 ab 0.37 abc Steonchlaena pallustris 3.20 f 1.52 g 1.94 ef 1.08 ef 5.04 ef 2.17 g Momordica charantia 2.00 e 0.82 ef 0.92 bcd 0.42 abc 3.52 cde 1.38 f Mimosa pudica 2.00 e 0.89 f 2.08 ef 0.99 def 1.88 abc 0.75 bcde Derris scandens 1.55 cde 0.87 f 2.41 f 1.35 f 0.0 a 0.0 a Cynodon dactilon 1.66 e 0.64 def 0.0 a 0.0 a 3.78 de 1.46 f Scleria sumatrensis 0.14 a 0.06 ab 0.0 a 0.0 a 0.34 a 0.15 a Paspalum conjugatum 0.42 ab 0.24 abc 0.58 bc 0.36 ab 0.15 a 0.05 a Paspalum commersonii 0.73 abcd 0.12 ab 0.0 a 0.0 a 1.84 abc 0.31 abc Lasia spinosa 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a 0.0 a Melastoma malabatricum 0.70 ab 0.15 ab 0.0 a 0.0 a 1.67 ab 0.37 abc Cyperus rotundus 0.15 a 0.06 ab 0.25 ab 0.10 a 0.0 a 0.0 a Ageratum conyzoides 0.33 ab 0.20 abc 0.25 ab 0.13 a 0.44 a 0.31 abc

Keterangan : Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5 %.

Jika dibandingkan antara areal terserang dan terkendali, terdapat perbedaan tanaman yang lebih suka dikunjungi oleh serangga. Pada areal terserang, serangga sangat banyak dijumpai pada tanaman Derris scandens, Mimosa pudica dan


(60)

Stenochlaena pallustris, sedangkan pada areal terkendali, serangga sangat menyukai tanaman Asystasia intrusa, Stenochlaena pallustris , Derris scandens dan Antigonon leptopus.

Bila dilihat dari waktu pengambilan serangga, secara umum lebih banyak dijumpai serangga pada siang dan pagi hari, dimana pada daerah terserang, serangga lebih banyak dijumpai pada siang hari, sedangkan pada areal terkendali, tidak ada perbedaan jumlah serangga pada pengambilan pagi, siang ataupun sore hari, hal ini terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh waktu pengambilan sampel terhadap jumlah dan jenis serangga pada areal terserang dan terkendali

Terserang Terkendali

Rataan Serangga

Rataan serangga Rataan serangga Waktu

Jumlah Jenis Jumlah Jenis Jumlah Jenis Sore 0.86 a 0.34 a 0.31 a 0.18 a 1.66 a 0.56 a Pagi 1.06 ab 0.48 b 0.52 a 0.31 b 1.79 a 0.68 a Siang 1.17 b 0.52 b 0.84 b 0.44 c 1.77 a 0.72 a

Keterangan : Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5 %.

Lisanti dan Wood, 2009 menjelaskan adanya perbedaan antara daerah yang dilakukan pengendalian dengan bahan kimia dan dengan virus dimana pada daerah dengan pengendalian bahan kimia ada indikasi bahwa ketika hama kembali menyerang daerah itu, tidak ada lagi musuh alami dan populasi serangga hama cepat meningkat dari bulan-bulan sebelumnya (resurgensi). Ini juga terbukti dari jumlah kematian akibat musuh alami yang sangat rendah dijumpai di areal tersebut sejak bulan Mei – Oktober 2008 sehingga terjadi kenaikan populasi yang tinggi pada bulan berikutnya (November 2008).


(61)

4.4. Parasitoid Hama M. plana Hasil Rearing Pada Setiap Jenis Tanaman Bawah

Pengambilan hama M. plana yang dilanjutkan dengan rearing dilaboratorium, ditemukan beberapa serangga yang menjadi parasitoid hama M. plana. Perbandingan jumlah parasitoid yang terdapat pada setiap jens tanaman dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Parasitoid yang terdapat pada hama M. plana setelah dilakukan rearing di

laboratorium

Jumlah Parasitoid Tanaman

Total Trichoma Terserang Terkendali

Antigonon leptopus 2 Ada 0 2

Asistasia intrusa 3 Ada 1 2

Centrosema pubescens 2 Ada 2 0

Caladium bicolor 3 tdk ada 3 0

Passiflora foetida 1 Ada 0 1

Micania micrantha 1 tdk ada 0 1

Staenochlaena pallustris 2 tdk ada 1 1

Momordica charantia 4 tdk ada 1 3

Mimosa pudica 3 tdk ada 3 0

Cynodon dactilon 5 tdk ada 0 5

Paspalum conjugatum 1 tdk ada 1 0

Derris scandens 1 Ada 1 0

Ageratum conyzoides 3 tdk ada 0 3

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa beberapa tanaman dijumpai kehadiran parasitoid dari Tabel 8 juga dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan jenis tanaman yang dikunjungi oleh serangga tersebut dimana pada areal terserang, serangga parasitoid lebih banyak terdapat pada tanaman Caladium sp dan Mimosa pudica, sedangkan pada areal terkendali paling banyak terdapat pada tanaman Cynodon dactilon, Ageratum conizoides dan Momordica charantia.


(62)

Pengaruh jenis tanaman terhadap jumlah parasitoid yang muncul setelah rearing M. Plana yang terdapat pada areal tersesang dan terkendali dapat dilihat pada tabel 9. Berdasarkan hasil analisis yang diperlihatkan pada Tabel 9, secara umum serangga parasitoid banyak ditemukan pada tanaman Ageratum conyzoides, tetapi hanya berbeda dengan Centrosema pubescens dan Micania micrantha tetapi tidak berbeda nyata dengan beberapa tanaman lainnya. Pada areal yang terserang, tidak ada perbedaan diantara tanaman yang disukai serangga parasitoid, namun pada areal yang terkendali, serangga parasitoid tersebut lebih menyukai tanaman Ageratum conyzoides diikuti oleh tanaman Cynodon dactilon dan Antigonon leptopus.

Tabel 9. Pengaruh Jenis tanaman terhadap jumlah parasitoid yang mucul setelah rearing M. plana yang terdapat pada areal terserang dan terkendali

Jumlah Parasitoid

Tanaman Total Terserang Terkendali

Antigonon leptopus 0.36 ab 0.00 0.36 ab

Asistasia intrusa 0.37 ab 0.12 a 0.25 b

Centrosema pubescens 0.24 b 0.24 a 0.00

Caladium bicolor 0.31 ab 0.31 a 0.00

Passiflora foetida 0.34 ab 0.00 0.34 ab

Micania micrantha 0.24 b 0.00 0.24 b

Staenochlaena pallustris 0.35 ab 0.18 a 0.18 b

Momordica charantia 0.33 ab 0.08 a 0.25 b

Mimosa pudica 0.36 ab 0.36 a 0.00

Cynodon dactilon 0.42 ab 0.00 0.42 ab

Paspalum conjugatum 0.36 ab 0.36 a 0.00

Derris scandens 0.36 ab 0.36 a 0.00

Ageratum conyzoides 1.05 a 0.00 1.05 a

Keterangan: Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf 5 %.

Dari pengumpulan serangga yang terdapat pada tanaman di areal terkendali dan dibandingkan dengan serangga parasitoid yang menyerang M. plana dapat dilihat


(63)

pada tabel 10. Tabel 10 memperlihatkan bahwa pada areal terkendali terdapat 4 jenis serangga parasitoid Sp. A, Sp.B, Sp. C dan Sp. D. Serangga D yaitu Aphanteles metesae ditemukan paling banyak, sedangkan tanaman yang paling disukai pada areal terkendali adalah Cynodon dactilon, Momordica charantia dan Ageratum conizoides. Terlihat juga bahwa serangga Aphanteles metesae (D), lebih menyukai tanaman Ageratum conizoides, Cynodon dactilon, dan Asystasia intrusa.

Tabel 10. Jenis serangga parasitoid yang terdapat pada tanaman di areal terkendali Jenis Serangga

Jenis Tanaman A B C D Jumlah

Staenochlaena pallustris 0 0 1 0 1

Momordica charantia 1 1 0 1 3

Centrosema pubescens 0 0 0 0 0

Caladium bicolor 0 0 0 0 0

Derris scandens 0 0 0 0 0

Paspalum conjugatum 0 0 0 0 0

Asystasia intrusa 0 0 0 2 2

Mimosa pudica 0 0 0 0 0

Cynodon dactilon 0 2 1 2 5

Antigonon leptopus 0 0 1 1 2

Ageratum conyzoides 0 0 0 3 3

Micania micrantha 0 0 1 0 1

Passiflora foetida 0 0 0 1 1

Jumlah 1 3 4 10 18

Dari pengumpulan serangga yang terdapat pada tanaman di areal terserang dan dibandingkan dengan serangga parasitoid yang menyerang M. plana diperoleh data seperti pada tabel 11. Tabel 11 memperlihatkan bahwa pada areal terserang juga terdapat 4 jenis serangga parasitoid Sp. A, Sp. B, Sp. C dan Sp.D. Serangga D yaitu Aphanteles metesae juga ditemukan paling banyak pada tanaman Caladium sp.


(64)

Tabel 11. Jenis serangga parasitoid yang terdapat pada tanaman di areal terserang Jenis Serangga

Jenis Tanaman

A B C D Jumlah

Staenochlaena pallustris 0 0 1 0 1

Momordica charantia 0 0 0 1 1

Centrosema pubescens 0 0 0 2 2

Caladium bicolor 0 0 0 3 3

Derris scandens 0 1 0 0 1

Paspalum conjugatum 0 0 0 1 1

Mimosa pudica 1 0 0 2 3

Jumlah 1 1 2 9 13

Jenis serangga parasitoid yang terdapat pada tanaman di areal terserang dan terkendali. Tabel 12 menunjukkan bahwa baik pada areal terkendali maupun terserang terdapat 4 jenis serangga yaitu A, B, C dan D. Serangga D (Aphantalesmetesae) ditemukan paling banyak dan diikuti oleh serangga C, sedangkan tanaman yang paling disukai adalah Cynodon dactilon dan Momordica charantia. Jika dibandingkan areal terserang dan terkendali (Tabel 10 dan 11) terlihat bahwa serangga lebih banyak ditemukan pada areal terkendali sebanyak 18 serangga dibandingkan areal terserang sebanyak 13 serangga.

Tabel 12. Jenis serangga parasitoid yang terdapat pada tanaman di areal terserang dan terkendali

Jenis Serangga

Jenis Tanaman Sp A Sp B Sp C Sp D Jumlah

Staenochlaena pallustris 0 0 2 0 2

Momordica charantia 1 1 0 2 4

Centrosema pubescens 0 0 0 2 2

Caladium bicolor 0 0 0 3 3


(65)

Paspalum conjugatum 0 0 0 1 1

Asystasia intrusa 0 0 1 2 3

Mimosa pudica 1 0 0 2 3

Cynodon dactilon 0 2 1 2 5

Antigonon leptopus 0 0 1 1

2 Lanjutan

Ageratum conyzoides 0 0 0 3 3

Micania micrantha 0 0 1 0 1

Passiflora foetida 0 0 0 1 1

Jumlah 2 4 6 19 31

Dari pengumpulan hama M. plana pada areal terserang dan terkendali setengah bagian dicacah dan setengah bagian lagi dilakukan rearing untuk mengetahui serangga parasitoid yang keluar dari hama M. plana. Serangga parasitoid yang ditemukan kemudian dilakukan pengamatan dibawah mikroskop. Hasil pengamatan pada gambar 2. Dari Gambar 2 diduga ada 4 jenis serangga parasitoid yang terdapat pada lokasi percobaan yang berasal dari ordo Hymenoptera. Sampel dari serangga parasitoid telah dikirim ke LIPI untuk identifikas namun hasil identifikasi belum diterima. Salah satu serangga yaitu serangga D adalah Apantheles metesae dari family Braconidae. Berdasarkan Tabel 13 parasitoid yang paling efektif untuk mengendalikan M. plana adalah serangga Apantheles metesae.

Tabel 13. Pengujian serangga parasitoid terhadap hama Metisa plana Jenis Serangga Jumlah M. plana yang Terparasit

Spesies A 1

Spesies B 1

Species C 1

Spesies D 4

Serangga ini juga ditemukan oleh Sankaran dan Syed, 1972, dimana serangga ini menjadi parasitoid yang menyerang hama Metisa plana, dari 260 sampel Metisa


(66)

plana yang dikumpulkan, 4 % terdapat serangga ini sedangkan yang lainnya kebanyakan kosong. Selain itu juga ditemukan Eupelmidae.

Basri et al, 1993 mengatakan bahwa Metisa plana memiliki beberapa jenis serangga musuh alami, diantaranya Dolochogenidea metesae, Pediobius imbreus, Elasmus sp, Callimerus arcufer dan Sycanus dichotomus. Wood dalam Basri et al, 1993 menemukan bukti betapa pentingnya musuh alami ini dalam mengontrol populasi Metisa plana dengan melakukan penyemprotan hama ini dengan insektisida berspektrum luas, efek residu yang lama dan kontak langsung (dieldrin) yang akibatnya merusak keseimbangan musuh alami. Hal ini menyebabkan dikembangkannya pengendalian hama terpadu dengan menggunakan bahan kimia selektif (contoh triclorfon) yang aman bagi musuh alami.

A

C D

B


(67)

Borror et al., (1996) mengatakan dari sudut kepentingan manusia, ordo hymenoptera barangkali paling berguna dari seluruh kelas serangga. Ordo ini mengandung banyak sekali jenis yang berharga sebagai parasitoid-parasitoid atau pemangsa-pemangsa dari hama-hama serangga, dan ordo itu mengandung penyerbuk-penyerbuk yang paling penting dari tumbuhan-tumbuhan yaitu lebah-lebah. Hymenoptera adalah satu kelompok yang sangat menarik dalam hal biologi mereka, karena mereka menunjukkan keragaman yang besar dari kebiasaan-kebiasaan dan kompleksitas kelakuan yang meningkat dalam hal organisasi sosial dari tabuhan, lebah dan semut.

Anggota – anggota yang bersayap dari ordo ini memiliki empat sayap yang tipis. Sayap-sayap belakang lebih kecil daripada sayap-sayap depan dan mempunyai satu deret kait-kait kecil (hamuli) pada tepi anterior mereka dengan alat itu sayap belakang menempel kesatu lipatan pada tepi posterior sayap depan. Sayap-sayap secara relatif mengandung beberapa rangka sayap, dan pada beberapa bentuk kecil yang tidak terdapat rangka-rangka sayap sama sekali.

Bagian-bagian mulut mandibula, tapi kebanyakan, terutama lebah-lebah, labium dan maksilaen membentuk satu struktur seperti lidah melalui alat itu makanan cairan diambil. Sungut-sungut biasanya mengandung sepuluh atau lebih ruas-ruas dan biasanya cukup panjang.Tarsi biasanya beruas lima. Alat pertelurannya biasanya bagus berkembang. Dalam beberapa hal dimodifikasi menjadi satu sengat, yang berfungsi sebagai satu organ penyerangan dan pertahanan. Karena organ penyengat


(68)

berkembang secara evolusionar dari organ perteluran, hanya betina yang dapat menyengat.

Metamorfosis sempurna, dan pada kebanyakan ordo, larva seperti lundi atau seperti belatung. Larva kebanyakan lalat-lalat gergaji dan bentuk bentuk yang sekerabat (subordo symphyta) adalah eruciform dan berbeda dari Lepidoptera dimana mereka mempunyai lebih dari 5 pasang proleg, tidak ada kroset pada proleg-proleg ini, dan biasanya hanya mempunyai sepasang stemmata. Pupa eksarat dan dapat terbentuk dalam satu kokon, didalam induk semang (dalam hal jenis parasitoidik) atau pada sel sel yang khusus. Kelamin pada kebanyakan hymenoptera dikontrol oleh pembuahan telur. Telur yang telah dibuahi berkembang menjadi betina dan telur-telur yang tidak dibuahi biasanya berkembang menjadi jantan.

4.5. Morfologi Daun, Bunga dan Anatomi Daun Tanaman inang Metisa plana

Berdasarkan hasil penelitian tentang keberadaan trikhom ada 9 jenis tanaman bawah yang mempunyai kelenjar tersebut, 16 jenis lainnya tidak terdapat. Kesembilan jenis tanaman yang mempunyai kelenjar trikhom adalah : A. leptopus, A.intrusa, T. subulata, C. pubescens, C. bicolor, P.foetida, M. bracteata, M. charantia dan D. scandens.

Pada tumbuhan, sintesis dan pelepasan senyawa atraktan umumnya berhubungan dengan jaringan, organ, dan bagian-bagian tertentu seperti rambut kelenjar, pori, dan kelenjar minyak atau resin (Gershenzon et al., 2000; Effmert et al,. 2005). Pada umumnya tumbuhan memproduksi atraktan yang disimpan di dalam


(69)

kelenjar minyak atau tempat lain, dan kemudian dilepaskan melalui pori-pori yang ada pada kelenjar. Senyawa-senyawa atraktan tersebut dilepaskan oleh tumbuhan dengan : 1) difusi melalui udara dan permukaan tanah, 2) sekresi, 3) melarut dalam embun atau air hujan, 4) perlukaan tumbuhan, 5) pembusukan bahan tumbuhan. Penelitian Effmert et al., (2005) yang dilakukan pada tanaman Mirabilis jalapa, menunjukkan bahwa senyawa-senyawa atraktan penting dalam bunga diproduksi dalam sel-sel epidermis dari mahkota bunga dan dilepaskan dengan berdifusi melalui jaringan tanaman yang terdiferensiasi, seperti kelenjar osmofor dan kelenjar trikhom.

a. Air Mata Pengantin (Antigonon leptopus)

Gambar 6. Antigonon leptopus a: habitus, b. bunga. c. Irisan penampang melintang daun d. irisan membujur daun

a b

d c


(1)


(2)

(3)

(4)

Lampiran 3. Jenis parasitoid yang diperoleh dari rearing Metisa plana


(5)

(6)

Harmolita tritici

Gambar 4. Famili Braconidae (D) Apantheles metesae