1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut berarti bahwa negara Indonesia dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Negara Indonesia juga menjamin setiap warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945
amandemen keempat. Dengan demikian sudah sewajarnya penegakan keadilan berdasarkan hukum dilaksanakan oleh setiap warga negara, setiap
penyelenggara negara setiap lembaga masyarakat termasuk kalangan militer. Penegakan hukum di Indonesia sebagai wujud dari penyelenggaraan
kekuasaan Kehakiman sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 4 tahun 2004 dilaksanakan di empat lingkungan Peradilan yaitu lingkungan Peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha negara dan peradilan militer sesuai kewenangan absolutnya.
Dalam Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasan Kehakiman ditetapkan bahwa salah satu penyelenggara
kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer, termasuk susunan serta acaranya diatur dalam undang-undang
tersendiri. Eksistensi pengadilan di lingkungan peradilan Militer juga dimuat
2
dalam pasal 24 ayat 2 UUD 1945 amandemen keempat yang Berbunyi kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan
Peradilan dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, lingkungan
Peradilan Umum dan Mahkahmah Konstitusi. Tentara Nasional Indonesia TNI adalah Suatu organisasi yang
berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan Negara untuk menegakkan
kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi
militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.
1
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya tentu saja ada kemungkinan penyimpangan yang dilakukan oleh
anggota Tentara Nasional Indonesia. Bentuk penyimpangan itu antara lain pelangagaran hak asas manusia, pelanggaran hukum disiplin dan tindak
pidana. Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia diselesaikan di Peradilan Militer.
Dalam penerapannya Hukum Pidana Militer dipisahkan menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer KUHPM seagai hukum material dan
hukum acara pidana militer sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer sebagai hukum formal. Setiap
perbuatan yang merupakan pelanggaran hukum dengan kategori tindak pidana
1
Markas Besar TNI AD, 2005, Kultur Prajurit TNI Angkatan Darat Jakarta: CV, Lavita Graha, Hal.1.
3
yang dilakukan oleh prajurit TNI atau yang dipersamakan dengan prajurit TNI, maka berdasarkan ketentuan Hukum Pidana Militer harus diproses
melalui Pengadilan Militer.
2
Sebagaimana halnya Hukum Pidana Umum, proses penyelesaian perkara pidana militer terbasi atas beberapa tahapan yang meliputi tahap
penyidikan sebagaimana halnya Hukum Pidana Umum, proses penyelesaian perkara pidana Militer terbatasi atas beberapa tahapan yang meliputi tahap
penyidikan, penuntutan, pemeriksasan di pengadilan Militer dan berakhir dengan proses eksekusi. Adanya tahapan-tahapan tersebut berkaitan pula
dengan pembagian tugas dan fungsi dari berbagai institusi dan satuan penegak hukum di Lingkungan TNI yang pengaturan kewenangannya adalah meliputi
sebagai berikut: 1.
Komandan satuan selaku ANKUM dan PAPERA. 2.
Polisi militer selaku penyidik 3.
Oditur militer selaku penyidik, penuntut umum dan eksekutor. 4.
Hakim militer di Pengadilan Militer yang mengadili memeriksa dan memutus perkara pidana yang dilakukan oleh TNI atau yang
dipersamakan sebagai Prajurit TNI menurut undang-undang. Ditinjau dari perannya dalam fungsi penegakan Hukum Militer,
Komandan selaku ANKUM adalah atasan yang oleh atau atas dasar Undang- undang Nomor 26 tahun 1997 tentang Hukum Disiplin prajurit diberi
kewenangan menjatuhkan hukuman disiplin kepada setiap Prajurit TNI yang
2
Anwar Saadi, 2006, Profesionalisme dan Kesadaran Hukum Prajurit TNI, Tabloid Patriot, Edisi Maret.
4
berada di bawah wewenang komandonya apabila Prajurit TNI tersebut melakukan pelanggaran hukum disiplin. Dalam hal bentuk pelanggaran hukum
tersebut merupakan tindak pidana, maka komandan-komandan tertentu yang berkedudukan setingkat komandan korem dapat bertindak sebagai perwira
penyerah perkara yang oleh Undang-undang diberi kewenangan menyerahkan perkara setelah mempertimbangkan saran pendapat dari Dinas Penasehat
Hukum Militer atau KUMDAM. Saran pendapat hukum dari Dinas Penasehat Hukum Militer disampaikan kepada PAPERA berdasarkan berita acara
pemeriksaan hasil penyidikan polisi militer.
3
Dalam hukum acara pidana militer kewenangan untuk menyerahkan perkara di pengadilan militer tidak pada Oditur Militer OTMIL akan tetapi
kewenangan tersebut berada di tangan Panglima Angkatan yang dikenal dengan sebutan Perwira Penyerah Perkara PAPERA.
Yang dimaksud dengan penyerahan perkara adalah keputusan tertulis PAPERA untuk menyerahkan suatu perkara pidana setelah selesai diperiksa
dan setelah mendengar pendapat KUMDAM pada tingkat komando yang bersangkutan, kepada pengadilan tentara yang dianggap berwenang untuk
memeriksa dan diadili olehnya. Selalu Panglima TNI, wewenang penyerahan perkara tidak dapat ditangani sendiri oleh Pangab, oleh karena itu kewenangan
tersebut dibagi-bagi sesuai menurut tingkat-tingkat organisasi TNI. Berdasarkan uraian tersebut di atas dan dengan melihat beberapa kasus
tindak pidana yang ada, maka penulis tertarik untuk mendeskripsikan sebuah
3
Ibid.
5
penulisan bidang hukum yang berjudul “PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA
DALAM TINDAK
PIDANA MILITER
Studi DENPOM IV4 Surakarta”.
B. Pembatasan Masalah