TINJAUAN PUSTAKA ANALISIS YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PRA PERADILAN TENTANG LEGALITAS PENANGKAPAN TEHADAP WARGA NEGARA INDONESIA OLEH KEPOLISIAN FEDERAL AUSTRALIA ATAS PERMINTAAN POLRI

commit to user 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Kerangka Teori

a. Tinjauan Umum tentang Pra Peradilan 1 Pengertian Praperadilan

Istilah yang dipergunakan oleh KUHAP “pra peradilan maka maksud dan artinya yang harfiah berbeda. Pra artinya sebelum, atau mendahului, berarti “pra peradilan” sama dengan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan. Di Eropa dikenal lembaga semacam itu, tetapi fungsinya memang benar-benar melakukan pemeriksaan pendahuluan. Di negeri Belanda disebut dengan hakim komisaris Rechter commissaris dan Judge d Instruction di Francis benar-benar dapat disebut praperadilan, karena selain menentukan sah tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan, juga melakukan pemeriksaan pendahuluan atas suatu perkara. Di dalam KUHAP sendiri terdapat beberapa pasal yang memberikan definisi tentang praperadilan, antara lain menurut Pasal 1 butir 10 KUHAP Pra peradilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang: a sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; b sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; c permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. commit to user 11 Tugas pra peradilan di Indonesia terbatas dalam Pasal 78 yang berhubungan dengan Pasal 77 KUHAP dikatakan bahwa yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri memeriksa dan memutus tentang berikut : 1 Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. 2 Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan adalah praperadilan. Pra peradilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Dalam Pasal 79, 80. 81 diperinci tugas pra peradilan itu yang meliputi tiga hal pokok. yaitu sebagai berikut : a Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. b Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum, pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. c Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. Dalam penjelasan undang-undang, hanya Pasal 80 yang diberi komentar, yaitu bahwa pasal ini bermaksud untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran melalui sarana pengawasan secara horizontal. Pra peradilan merupakan tugas tambahan yang diberikan kepada Pengadilan Negeri selain tugas pokoknya mengadili dan memutus commit to user 12 perkara pidana dan perdata untuk menilai sah tidaknya penahanan, penyitaan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan, penahanan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Yahya Harahap, 2002:2. Tujuan utama pelembagaan pra peradilan dalam KUHAP, untuk melakukan pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang Sehingga dapat disimpulkan bahwa praperadilan dibentuk dengan tujuan sebagai sarana pengontrol tindakan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya agar tidak bertindak sewenang-wenang. Dengan adanya pra peradilan, aparat penegak hukum dalam melakukan upaya paksa terhadap seorang tersangka tetap berdasarkan undang-undang dan tidak bertentangan dengan hukum. Tujuan pra peradilan seperti yang sudah diketahui, demi untuk terlaksananya kepentingan pemeriksaan tindak pidana, undang-undang memberi kewenangan kepada penyidik dan penuntut umum untuk melakukan tindakan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penyitaan dan sebagainya. Karena tindakan upaya paksa yang dikenakan instansi penegak hukum merupakan pengurangan dan pembatasan kemerdekaan dan hak asasi tersangka, tindakan itu harus dilakukan secara bertanggung jawab menurut ketentuan hukum dan undang- undang yang berlaku. Tindakan upaya paksa yang dilakukan bertentangan dengan hukum dan undang-undang merupakan perkosaan terhadap hak asasi tersangka. Memang sangat beralasan untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka, supaya tindakan itu benar-benar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang, dan benar-benar proporsional dengan ketentuan hukum serta tidak merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum. commit to user 13 Pengawasan dan penilaian upaya paksa inilah yang tidak dijumpai dalam tindakan penegakkan hukum di masa HIR. Bagaimanapun perlakuan dan cara pelaksanaan tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik pada waktu itu, semuanya lenyap ditelan kewenangan yang tidak terawasi dan tidak terkendali oleh koreksi lembaga manapun. HIR tidak memberi hak dan upaya untuk memintakan perlindungan dan koreksi. Bertahun-tahun pun tersangka ditahan, dianggap lumrah dan tersangka tidak mempunyai daya untuk mengadukan nasibnya kepada siapapun, karena HIR tidak memiliki lembaga yang berwenang untuk menguji sah atau tidaknya tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka. Berpijak dari pengalaman suram di masa HIR, pembuat undang-undang menanggapi betapa pentingnya menciptakan suatu lembaga yang diberi wewenang melakukan koreksi, penilaian dan pengawasan terhadap setiap tindakan upaya paksa yang dikenakan pejabat penyidik atau penuntut umum kepada tersangka, selama pemeriksaan berlangsung dalam tingkat proses penyidikan dan penuntutan. 2 Wewenang Pra Peradilan Lembaga praperadilan ini diberi wewenang berdasarkan undang-undang, antara lain sebagai berikut: a. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya suatu penangkapan dan penahanan. Inilah wewenang pertama yang diberikan undang-undang kepada praperadilan. Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan. Berarti, seorang tersangka yang dikenakan tindakan penangkapan, penahanan, penggeledahan atau penyitaan, dapat meminta kepada lembaga pra peradilan untuk memeriksa sah atau tidaknya tindakan yang dilakukan penyidik kepadanya. Kriteria suatu penangkapan dianggap tidak sah antara lain: commit to user 14 i. Apabila dalam melakukan penangkapan, seorang penyidik tidak menyertakan surat tugas dan surat perintah penangkapan untuk diperlihatkan kepada tersangka, selain itu jika tembusan surat penangkapan tidak diberikan kepada pihak keluarganya. ii. Apabila batas waktu penangkapan lewat satu hari maka dapat dimintakan pemeriksaan kepada praperadilan. Seperti halnya penangkapan dan penahanan, penggeledahan dan penyitaan juga termasuk tindakan upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum dalam melaksanakan fungsi pra peradilan dalam sistem peradilan pidana. Oleh karena itu setiap upaya paksa yang dilakukan penyidik harus dilaksanakan menurut aturan undang-undang yang berlaku agar tidak terjadi kesewenang-wenangan aparat yang berujung pelanggaran hak asasi dari seseorang. Menurut Pasal 37 dan Pasal 38 KUHAP, penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan penyidik dan penuntut umum harus mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. b. Memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Menurut ketentuan Pasal 80 KUHAP, penyidik atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kepada ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya terhadap sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan. Penyidik maupun penuntut umum memiliki wewenang untuk menghentikan pemeriksaan penyidikan atau penuntutan. Alasan dilakukannya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan: 1 Tidak terdapat cukup bukti, 2 Peristiwa tersebut tidak termasuk kejahatan atau pelanggaran tindak pidana commit to user 15 3 Nebis in idem karena ternyata apa yang disangkakan kepada tersangka merupakan tindak pidana yang telah pernah dituntut dan diadili, dan putusan sudah memperoleh kekuatan hukum tetap. 4 Kadaluarsa untuk menuntut c. Memeriksa tuntutan ganti kerugian Ganti kerugian menurut Andi Hamzah, merupakan hak keperdataan yang dilanggar dalam rangka melaksanakan hukum acara pidana oleh pejabat negara. Pelaksanaan yang salah itu berupa salah menangkap, menahan, mengadili dan tindakan lain, kekeliruan mengenai orang dan kekeliruan dalam menerapkan hukum Berdasarkan pada Pasal 95 ayat 1 dan 2 KUHAP lembaga pra peradilan memiliki wewenang untuk memeriksa tuntutan ganti kerugian yang antara lain : i. Tersangka ataupun terdakwa berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Tuntutan ganti kerugian diajukan tersangka berdasarkan alasan : 1 Karena penangkapan atau penahanan yang tidak sah; 2 Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang- undang; 3 Karena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti ditangkap, ditahan atau diperiksa. ii. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana commit to user 16 dimaksud dalarn ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputuskan di sidang pra peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77. d. Memeriksa permintaan rehabilitasi Pra peradilan berwenang memeriksa dan memutus permintaan rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau penasehat hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum yang ditentukan undang-undang. Atau rehabilitasi atas kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke sidang pengadilan. Dalam Pasal 97 ayat 1 dan 2 KUHAP dijelaskan bahwa seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputuskan bebas atau diputuskan lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yang kemudian dicantumkan dalam putusan pengadilan tersebut di atas. Dengan adanya rehabilitasi, diharapkan dapat membersihkan nama baik, harkat dan martabat tersangka atau terdakwa dan keluarganya di mata masyarakat. 3 Alasan dan Pihak Yang Mengajukan Pra Peradilan Dalam mengajukan permohonan praperadilan tentang sah tidaknya tindakan dari aparat penegak hukum kepada pra peradilan, tentunya harus memiliki alasan-alasan yang kuat dari pihak yang memohon. Untuk itu dalam KUHAP telah mengatur siapa-siapa saja yang berhak mengajukan permohonan kepada pra peradilan serta alasan-alasannya, yaitu: a Tersangka, keluarga atau kuasa hukumnya Dalam Pasal 79 KUHAP disebutkan bahwa tersangka, keluarga dan kuasa hukumnya berhak mengajukan pemeriksaan tentang sah tidaknya penangkapan atau penahanan kepada Ketua commit to user 17 Pengadilan Negeri. Menurut pasal ini yang dapat diajukan kepada pra peradilan hanyalah masalah penangkapan dan penahanan sedangkan upaya lain seperti penggeledahan dan penyitaan tidak disebutkan secara langsung. b Penyidik, penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan Seperti dijelaskan sebelumnya salah satu wewenang praperadilan adalah memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum khususnya penyidik dan penuntut umum. Apabila dalam suatu perkara pidana seorang penyidik menghentikan penyidikan tanpa alasan yang dibenarkan oleh undang-undang, maka penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan berhak melaporkan kepada pra peradilan. Hal ini telah sesuai dengan prinsip saling mengawasi antar instansi penegak hukum, tetapi timbul masalah bagaimana seandainya penuntut umum tetap menerima alasan yang diberikan penyidik terhadap penghentian penyidikan ini walaupun sebenarnya alasan yang diberikan tidak sesuai undang-undang. c Tersangka, ahli warisnya dan kuasa hukumnya Ahli waris dari tersangka pun dapat mengajukan permohonan pra peradilan dalam hal ini mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada pra peradilan selain permohonan yang dapat diajukan oleh tersangka danatau kuasa hukumnya. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 95 ayat 2 KUHAP: Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalarn ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77. commit to user 18 d Tersangka atau pihak yang berkepentingan menuntut ganti rugi Dijelaskan dalam Pasal 81 KUHAP yaitu permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut alasannya. Putusan pengadilan menganggap penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan sah maka hal tersebut dapat menjadi alasan diajukannya tuntutan ganti kerugian kepada pra peradilan oleh tersangka atau pihak yang berkepentingan Yahya Harahap, 2002:10. 4 Acara Pra Peradilan Acara pra peradilan untuk ketiga hal yaitu pemeriksaan sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan Pasal 79 KUHAP, pemeriksaan sah tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan Pasal 80 KUHAP, pemeriksaan tentang permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan Pasal 81 KUHAP ditentukan beberapa hal berikut : a Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang; b Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat commit to user 19 pembuktian, hakim mendengar keterangan baik tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang; c Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat- lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya; d Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada Praperadilan belum selesai maka permintaan tersebut gugur; e Putusan pra peradilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan Pra Peradilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru semua yang tersebut pada butir 1 sampai dengan 5 ini diatur dalam Pasal 82 ayat 1 KUHAP; f Putusan hakim dalam acara pemeriksaan peradilan dalam ketiga hal tersebut di atas harus memuat harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya Pasal 82 ayat 2 KUHAP. Oleh karena itu putusan hakim haruslah memuat; i Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka. ii Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan. iii Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti rugi dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan commit to user 20 tersangkanya tidak ditahan maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya. iv Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian maka dalam putusan dicantukan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.

b. Tinjauan Umum tentang Penangkapan 1 Pengertian Penangkapan

Sering dikacaukan pengertian penangkapan dan penahanan. Penangkapan sejajar dengan arrest Inggris, sedangkan penahanan sejajar dengan detention Inggris. Jangka waktu penangkapan tidak lama. Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan yang dapat dilakukan setiap orang hanya berlangsung antara ditangkapnya tersangka sampai ke pos polisi terdekat. Sesudah sampai di kantor polisi atau penyidik, maka polisi atau penyidik dapat menahan jika delik yang dilakukan ditentukan tersangkanya dapat ditahan. Pasal 1 butir 20 KUHAP memberi definisi “penangkapan” sebagai berikut: “Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan kebebasan sementara waktu tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” Kalau definisi ini dibandingkan dengan bunyi Pasal 16 yang mengatur tentang penangkapan, maka nyata tidak cocok. Pasal 16 mengatakan sebagai berikut : 1. Untuk kepentingan penyelidikan. penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan. 2. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik commit to user 21 pembantu berwenang melakukan penangkapan. Tidak cocok karena ternyata bukan saja penyidik menurut definisi tetapi juga penyelidik dapat melakukan penangkapan. Bahkan setiap orang dalam hal tertangkap tangan dapat melakukan penangkapan. Juga alasan penangkapan, ternyata bukan saja untuk kepentingan penyidikan tetapi juga untuk kepentingan penyelidikan. 2 Tata Cara Penangkapan Aspek pembahasan mengenai penangkapan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang haruslah sesuai dengan syarat- syarat yang telah diatur dalam Pasal 18 KUHAP tentang penangkapan yang antara lain: a Pelaksanaan penangkapan dilakukan oleh kepolisian negara RI Dari ketentuan ini, sudah jelas petugas mana yang boleh melakukan penangkapan, kecuali berdasar Pasal 284 ayat 2 jaksa penuntut umum yang berkedudukan sebagai penyidik dapat melakukan penangkapan. Selain itu, berdasarkan Pasal 111 dalam hal tertangkap tangan ”setiap orang berhak” melakukan penangkapan, dan bagi orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban, ketentraman dan keamanan ”wajib” menangkap tersangka. b Petugas yang diperintahkan melakukan penangkapan harus membawa ”surat tugas penangkapan” Dalam suatu penangkapan, surat tugas merupakan syarat yang formal yang bersifat ”imperatif” sehingga harus dipenuhi oleh petugas yang melakukan penangkapan agar tidak terjadi penangkapan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, demi tegaknya kepastian serta menghindari penyalahgunaan jabatan ataupun untuk menjaga ketertiban masyarakat dari pihak yang beritikad buruk, commit to user 22 penangkapan oleh seorang petugas yang tidak mempunyai surat tugas harus ditolak dan tidak perlu ditaati. c Petugas memperlihatkan surat perintah penangkapan Surat perintah penangkapan tersebut memberi penjelasan dan penegasan tentang : i. Identitas tersangka, nama, umur dan tempat tinggal Jika ternyata identitas yang diterangkan dalam surat perintah penangkapan tidak sesuai bisa dianggap surat perintah itu ”tidak berlaku” terhadap orang yang didatangi petugas. ii. Menjelaskan atau menyebut secara singkat alasan penangkapan iii. Menjelaskan uraian singkat perkara kejahatan yang disangkakan terhadap tersangka iv. Selanjutnya menyebut dengan terang di tempat mana pemeriksaan dilakukan. Selain itu, diingatkan kembali Pasal 18 ayat 2 dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakuakn terhadap tersangka ”tanpa surat perintah” penangkapan, dengan syarat harus segera menyerahkan yang tertangkap tangan kepada penyidik maupun penyidik pembantu yang terdekat. Berdasarkan Pasal 18 ayat 3, pemberitahuan penangkapan kepada pihak keluarga haruslah diberikan secara tertulis, apabila diberikan secara lisan maka pemberitahuan itu dianggap tidak sah dan pihak keluarga dapat mengajukan pemeriksaan kepada lembaga pra peradilan tentang ketidakabsahan penangkapan tersebut serta sekaligus dapat menuntut ganti kerugian.

c. Tinjauan Umum tentang Upaya Hukum Kasasi 1 Pengertian Kasasi

Lembaga kasasi sebenarnya berasal dari Francis. Kata asalnya ialah casser yang artinya memecah. Suatu putusan hakim dibatalkan commit to user 23 demi untuk mencapai kesatuan peradilan. Semula berada di tangan raja beserta dewannya yang disebut Conseil du Roi. Setelah revolusi yang meruntuhkan kerajaan Francis, dibentuklah suatu badan khusus yang tugasnya menjaga kesatuan penafsiran hukum, jadi merupakan badan antara yang menjembatani pembuat undang-undang dan kekuasaan kehakiman. Kemudian lembaga kasasi tersebut ditiru pula di negeri Belanda yang pada gilirannya dibawa pula ke Indonesia. Pada asasnya kasasi didasarkan atas pertimbangan bahwa terjadi kesalahan penerapan hukum atau hakim telah melampaui kekuasaan kehakimannya. Arti kekuasaan kehakiman itu ditafsirkan secara luas dan sempit. Yang menafsirkan secara sempit ialah D. Simons yang mengatakan jika hakim memutus sesuatu perkara padahal hakim tidak berwenang menurut kekuasaan kehakiman. Dalam arti luas misalnya jika hakim pengadilan tinggi memutus padahal hakim pertama telah membebaskan. Tujuan kasasi ialah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum. 2 Alasan Mengajukan Kasasi Dalam UUPKK pada Pasal 23 ayat I dikatakan sebagai berikut : “Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu. juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.” Sehingga sesuai undang- undang tersebut terdapat tiga alasan untuk melakukan kasasi, yaitu : a apabila terdapat kelalaian dalam acara vormverzuim; b peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada pelaksanaannya; commit to user 24 c apabila tidak dilaksanakan cara melakukan peradilan menurut cara yang ditentukan undang-undang. Berdasarkan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan oleh undang-undang yang menjadi dasar suatu putusan pengadilan yang kurang jelas, dapat diajukan kasasi melalui jalur kelalaian dalam acara vormverzuim itu. Menurut Oemar Seno Adji, berhubung dengan inilah dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung tanggal 25 November 1974, No. M.APemb115474, yang mulai dengan suatu konstatasi, bahwa putusan-putusan pengadilan negeri pengadilan tinggi kadang-kadang tidak disertai dengan pertimbangan yang dikehendaki oleh undang-undang dalam hal ini khususnya Pasal 23 ayat I UUPKK tidak atau kurang adanya pertimbanganalasan- alasan ataupun alasan-alasan yang kurang jelas, sukar dimengerti ataupun bertentangan satu sama lain, dapat menimbulkan sebagai suatu kelalaian dalam acara vormverzu. Oleh karena itu dapat menimbulkan batalnya putusan pengadilan negeritinggi oleh Mahkamah Agung dalam putusan kasasi. 3 Tata Cara Mengajukan Kasasi Dalam KUHAP tidak diperinci mengenai bagaimana tatacara pengajuan kasasi. Pada umumnya hanya diatur tentang tata cara mengajukan kasasi, dan pada. Pasal 253 ayat 1 KUHAP diatur secara singkat alasan mengajukan kasasi sebagai berikut : “Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan : i. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; ii. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; iii. apakah benar pengadilan telah melampaui batas commit to user 25 wewenangnya.” Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang- undang, misalnya pengadilan dilakukan di belakang pintu tertutup tanpa alasan menurut undang-undang. Mengenai hal hakim melampaui wewenangnya, lihat uraian di muka tentang pengertian luas dan sempit. Suatu permohonan kasasi dapat diterima atau ditolak untuk diperiksa oleh Mahkamah Agung. Menurut KUHAP, suatu permohonan ditolak jika : a putusan yang dimintakan kasasi ialah putusan bebas Pasal 244 KUHAP. Senada dengan ini putusan Mahkamah Agung tanggal 19 September 1956 No. 70Kr1956. Mengenai putusan bebas tidak murni, lihat uraian di muka pada bagian banding; b melewati tenggang waktu penyampaian permohonan kasasi kepada panitera pengadilan yang memeriksa perkaranya, yaitu empat belas had sesudah putusan disampaikan kepada terdakwa Pasal 245 KUHAP. Senada dengan itu, putusan Mahkamah Agung tanggal 12 September 1974 No. 521KKr1975; c sudah ada keputusan kasasi sebelumnya mengenai perkara tersebut. Kasasi hanya dilakukan sekali Pasal 247 ayat 4 KUHAP; d pemohon tidak mengajukan memori kasasi Pasal 248 ayat 1 KUHAP, atau tidak memberitahukan alasan kasasi kepada panitera, jika pemohon tidak memahami hukum Pasal 248 ayat 2 KUHAP, atau pemohon terlambat mengajukan memori kasasi, yaitu empat belas hari sesudah mengajukan permohonan kasasi Pasal 248 ayat 1 dan 4 KUHAP; e tidak ada alasan kasasi atau tidak sesuai dengan ketentuan commit to user 26 Pasal 253 ayat 1 KUHAP tentang alasan kasasi. Selain syarat-syarat yang ditentukan oleh KUHAP tersebut, juga perlu ditinjau yurisprudensi Mahkamah Agung yang berkaitan dengan penolakan kasasi seperti : 1. permohonan diajukan oleh seorang kuasa tanpa kuasa khusus putusan Mahkamah Agung tanggal 11 September 1958 No. 117 KKr1958; 2. permohonan kasasi diajukan sebelum ada putusan akhir pengadilan tinggi putusan Mahkamah Agung tanggal 17 Mei 1958 No. 66 KKr1958; 3. permohonan kasasi terhadap putusan sela putusan Mahkamah Agung tanggal 25 Februari 1958 No. 320 KKr1957; 4. permohonan kasasi dicap jempol tanpa pengesahan oleh pejabat berwenang putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Desember 1961 No. 137 KKr1961. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan kasasi ini ialah tidak diaturnya oleh KUHAP peranan Jaksa Agung di dalamnya. Padahal menurut tujuan. kasasi itu untuk mencapai kesatuan peradilan dan untuk penerapan undang-undang setepat-tepatnya, dan oleh karena itu posisi penuntut umum sangat penting pula dalam kasasi.Di negeri Belanda peranan Jaksa Agung Procureur Generaal sangat penting dalam pemeriksaan kasasi melalui jalur konklusi yang diajukannya. Dialah yang terakhir didengar, dan terdakwa terpidana atau penasihat hukumnya tidak lagi didengar pendapatnya. Di dalam pemeriksaan kasasi Jaksa Agung tidak merupakan pihak. Oemar Seno Adji pun mengusulkan agar posisi Jaksa Agung dalam pemeriksaan kasasi diperhatikan, terutama dalam menyusun peraturan pelaksanaan KUHAP. commit to user 27

2. Kerangka Pemikiran

Keterangan Kerangka Pemikiran : Kitab Undang-Undang Hukum Acara pidana KUHAP merupakan norma hukum tertulis yang dijadikan pedoman bagi aparat penegak hukum dalam proses penegakan hukum. Demi kepentingan pemeriksaan suatu tindak pidana, undang-undang memberiksan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan yang pada prinsipnya merupakan pengurangan terhadap hak asasi manusia. Bentuk dari tindakan tersebut adalah upaya paksa, seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat. Dalam menjalankan tugasnya, aparat penegak hukum tidak Penangkapan yang dilakukan oleh lembaga praperadilan Penegakan Hukum Penggunaan Upaya Paksa Pengajuan Kasasi terhadap Putusan Pra Peradilan Pengawasan Horizontal Abuse of power Pemeriksaan oleh Lembaga Pra Peradilan UU No.8 Tahun 1981 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana commit to user 28 terlepas dari kemungkinan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi seorang tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana adalah melalui lembaga pra peradilan yang diatur dalam KUHAP. Pra Peradilan merupakan lembaga baru yang sebelumnya tidak diatur dalam HIR, lahir dari pemikiran untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum, agar dalam melaksanakan kewenangannya tidak melakukan penyelewengan atau penyalahgunaan wewenang abuse of power. Untuk itu selain adanya pengawasan yang bersifat internal dalam perangkat aparat itu sendiri vertikal, juga dibutuhkan suatu pengawasan silang antara sesama penegak hukum horizontal. Setiap putusan yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan haruslah mencantumkan keterangan dan alasan- alasan dijatuhkannya putusan tersebut apabila salah satu pihak merasa tidak dipuaskan dengan putusan tersebut maka pihak itu dapat mengajukan upaya hukum dari banding hingga ke peninjauan kembali yang diajukan oleh terpidana sendiri, kuasa hukumnya hingga ahli warisnya sekalipun. commit to user 29

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN