ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK

(1)

commit to user

ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI

(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005)

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

IRA INDRIANINGRUM NIM. E. 1106140

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI

(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005)

Disusun oleh :

IRA INDRIANINGRUM

NIM : E. 1106140

Disetujui untuk Dipertahankan Dosen Pembimbing

BAMBANG SANTOSO, S.H., M.Hum. NIP. 196202091989031001


(3)

commit to user

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI

(STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005)

Disusun oleh :

IRA INDRIANINGRUM

NIM : E. 1106140

Telah diterima dan di sahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari : Kamis Tanggal : 29 Juli 2010

TIM PENGUJI

1. Edy Herdyanto, S.H., M.H. ( ... ) NIP. 195706291985031002

Ketua

2. Kristiyadi, S.H., M.Hum. (………) NIP. 195812251986011001

Sekretaris

3. Bambang Santoso, S.H.,M.Hum (………) NIP. 196202091989031001

Anggota

MENGETAHUI

Dekan,

Mohammad Jamin, S.H, M.Hum. NIP. 196109301986011001


(4)

commit to user

PERNYATAAN

Nama : Ira Indrianingrum

Nim : E. 1106140

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005) adalah

betul-betul karya sendiri. Hal- hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkn dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juli 2010 Yang membuat pernyataan

Ira Indrianingrum E. 1106140


(5)

commit to user

MOTTO

Ketahuilah! Hanya mengingat akan Allah SWT, maka hati merasa tenang

(Qs. Ar.Ra’du (petir) 13 : 18)

Tiada harta yang terpendam yang lebih bermanfaat daripada ilmu

pengetahuan.Tiada kawan yang lebih indah dari berkata jujur Tiada

teman yang lebih tinggi dari kesabaran Tiada kejahatan yang lebih

memalukan dari kesombongan

(Wahab bin Munabbih)

Kebahagiaan diri kita tidak tergantung pada apa yang orang lain pikirkan dan

cara mereka bertindak, tetapi sangat tergantung kepada apa yang kita pikirkan

dan cara kita bertindak. Sesungguhnya kita masing-masing bisa memerankan

peranan penting dalam menentukan masa depan kita sendiri.

(Daug Hooper)


(6)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini penulis persembahkan kepada :

· Allah SWT, Pencipta Langit dan Bumi, yang senantiasa memberikan kenikmatan pada umat-Nya;

· Ayah dan Bunda yang telah memberi kasih sayang, serta kehangatan dalam perjalanan penulis;

· Kakakku tersayang Nova, Yose, yang telah banyak membantu dan yang telah memberi kasih sayang dan dukungannya.

· Keponakanku tersayang Exel, Delilla, Zeva, yang selalu memberikan keceriaan bagi penulis.

·

Teman-temanku seperjuangan,

sealmamater, dan seangkatan 2006 terima kasih atas persaudaraan dan persahabatannya.


(7)

commit to user

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta diiringi rasa syukur Alhamdulillah penulis panjatkan, penulisan hukum (Skripsi) yang berjudul “ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005)” dapat penulis selesaikan.

Penulisan hukum ini membahas mengenai alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara serta bagaimana pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan hukum ini, maka saran serta kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk memperkaya karya tulis ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran, dan dorongan bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan terutama kepada :

1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(8)

commit to user

3. Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Negeri Surakarta yang telah memberikan nasehat, bimbingan dan dorongan kepada penulis.

4. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Skripsi yang telah sabar memberikan bimbingan, dukungan, nasihat, motivasi demi kemajuan Penulis, dan juga cerita-cerita serta pengalaman yang dapat memberikan semangat bagi Penulis.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis sehingga dapat dijadikan dasar dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan.

6. Seluruh staf tata usaha dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ada di bagian transit, perpustakaan, pendidikan, pengajaran dan bagian-bagian yang lain, terima kasih atas bantuannya.

7. Ayah dan Bunda terima kasih atas doa dan semangat yang kalian berikan kepadaku. Semoga Ayah dan Bunda diberikan kesehatan, rezeki dan umur panjang.

8. Kakakku tercinta Nova, Yose, Mari, Bambang, yang telah menemaniku, memberikan kasih sayang, selalu menjagaku, dan memberikan semangat. 9. Keponakanku tersayang Exel, Delilla, Zeva, yang selalu memberikan

kecerian bagi penulis.

10.Sahabat-sahabatku Herin, Vindra, Anjar, Avid, Hanuring, Pak Api, Indra Adi, Dewi, Susi, Anindya, Ucup, Ika, Eka, Dian, Indri, Mas Itut, Windha, Sheny, Tyas, Adit yang selalu menemaniku dan selalu menjadi sahabat baikku.

11.Mas Peners, mbak Ari, yang selalu membantu penulis jika penulis dalam kesulitan dan yang selalu memberi semangat dan dukungan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.


(9)

commit to user

12.Mas Bayu Noviyanto, terimakasih atas kesabaran, kesetiaan, doa dan dukungannya kepada penulis.

13.Keluarga Besar angkatan 2006 Fakultas Hukum UNS yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberi warna baru dalam hidupku. 14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuannya bagi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian penulisan hukum ini.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dan semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

Surakarta, Juli 2010

Penulis


(10)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Manfaat Penelitian... 7

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Kerangka Teori ... 13

1. Tinjauan Tentang Pengajuan Kasasi……… ... 13

a. Pengertian Kasasi ... 13

b. Tujuan Upaya Kasasi ...……… 13

c. Putusan Yang Dapat Dikasasi ... 15

d. Tata Cara Permohonan Kasasi ... 16

e. Alasan Mengajukan Kasasi ... 18

f. Tata Cara Pemeriksaan Kasasi ... 18

2. Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan ... 19


(11)

commit to user

a. Putusan Bebas... 19

b. Putusan Pelepasan Dari Segala Tuntutan Hukum... . 19

c. Putusan Pemidanaan... . 20

d. Penetapan Tidak Berwenang Mengadili... 20

e. Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Tidak Dapat Diterima... . 20

f. Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Batal Demi Hukum... . 21

3. Tinjauan Tentang Praperadilan... 21

a. Pengertian Praperadilan... 21

b. Wewenang Praperadilan... 24

c. Alasan dan Pihak Yang Mengajukan Praperadilan.... 27

d. Proses Acara Pemeriksaan Praperadilan... 29

4. Tinjauan Tentang Tindakan Penyitaan... 31

a. Pengertian Penyitaan... 31

b. Bentuk-bentuk Penyitaan... 31

c. Benda Yang Dapat Disita... 34

5. Tinjauan Tentang Kasasi Terhadap Putusan Praperadilan.. 34

6. Tinjauan Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil... 35

B. Kerangka Pemikiran... 36

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 38

A. Alasan Pemohonan dalam Mengajukan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Kasus Posisi ... 38

1. Uraian Singkat Kasus... . 38

2. Identitas Pemohonan Pra Peradilan……….... 39

3. Identitas Termohon………. 39

4. Alasan Permohonan Pra Peradilan……….. 39


(12)

commit to user

5. Isi Permohonan………... 45

6. Amar Putusan Pengadilan Jakarta Utara………. 46

7. Alasan Pengajuan Kasasi………..…….. 46

8. Pembahasan………..….. 47

B. Pertimbangan Hakim dalam Memeriksa dan Memutus Permohonan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan………... 50

1. Pertimbangan Hakim terhadap Pengajuan Kasasi….. 50

2. Pembahasan……… 51

BAB IV PENUTUP ... 54

A. Simpulan ... 54

B. Saran... 55

DAFTAR PUSTAKA... 56


(13)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar I Kerangka Pemikiran


(14)

commit to user

ABSTRAK

IRA INDRIANINGRUM, E.1106140, ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN JAKARTA UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762 K/PID/2005). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas mengenai bagaimanakah alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara serta bagaimana pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif atau doktrinal yang bersifat preskriptif dengan menggunakan jenis data sekunder. Dalam penelitian ini, tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data sekunder yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. Selanjutnya data yang diperoleh kemudian dipelajari, diklasifikasikan, dan dianalisis lebih lanjut sesuai dengan tujuan dan permasalahan penelitian.

Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa pertimbangan Hakim dalam Memeriksa dan Memutus Permohonan Kasasi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan Undang-undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung terutama pada pasal 45 A ayat 2 mengenai putusan tentang praperadilan tidak dapat diajukan kasasi dan itu membuat permohonan kasasi praperadilan kasus keabsahan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI tidak diterima.


(15)

commit to user ABSTRACT

IRA INDRIANINGRUM, E1106140, AN ANALYSIS ON APPEAL TO THE SUPREME COURT (KASASI) OVER THE NORTH JAKARTA COURT’S DECISION IN THE PREJUDICIAL CASE ABOUT THE LEGALITY OF CONFISCATION ACTION BY THE CIVIL SERVANT INVESTIGATOR OF DKI’S AGRICULTURAL AND FORESTRY SERVICE (A STUDY ON THE SUPREME COURT’S DECISION NO. 1762 K/PID/2005). Law Faculty

of Surakarta Sebelas Maret University. Thesis. 2010.

This research aims to find out clearly how the accuser in filing the appeal to the Supreme Court (kasasi) over the North Jakarta First Instance Court’s decision is as well as how the Judge deliberation is in examining and deciding the kasasi application over the North Jakarta First Instance Court’s decision about the legality of confiscation action by the Civil Servant Investigator of DKI’s Agricultural and Forestry Service.

This study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature using the secondary data type. In the research, the technique of collecting data used was library research, that is, to collect the secondary data relevant to the problem studied. Furthermore, the data obtained was studied, classified, and analyzed further in line with the objective and problem of research.

Based on the research, it can be found that the Judge deliberation in Examining And Deciding the Kasasi Application over the North Jakarta First Instance Court’s decision in the Prejudicial Case about the Legality of Confiscation Action by the Civil Servant Investigator of DKI’s Agricultural and Forestry Service is Act No.5 of 2004 about the Supreme Court particularly in article 45 A clause 2 concerning the decision about prejudicial cannot be filed for the kasasi and it makes the prejudicial kasasi application in the confiscation legality case by the Civil Servant Investigator of DKI’s Agricultural and Forestry Service not accepted.


(16)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta yang menjamin segala hak warga yang sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. Hal ini dipertegas dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menutut Undang-Undang Dasar”. Oleh karena itu, peranan setiap warga negara sangat berpengaruh dan diperlukan dalam penegakan hukum.

Indonesia sebagai negara hukum seyogyanya harus berperan di segala bidang kehidupan, baik dalam kehidupan bangsa dan negara Republik Indonesia maupun dalam kehidupan warga negaranya. Hal ini bertujuan untuk menciptakan adanya keamanan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta menghendaki agar hukum ditegakkan artinya hukum harus dihormati dan ditaati oleh siapapun tanpa terkecuali baik oleh seluruh warga masyarakat, penegak hukum maupun oleh penguasa negara, segala tindakannya harus dilandasi oleh hukum.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau yang biasa disingkat dengan istilah “KUHAP” merupakan dasar tata cara peradilan pidana yang sudah diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1981 hingga saat ini. KUHAP telah meletakkan dasar humanisme dan merupakan suatu era baru dalam dunia peradilan di Indonesia. Dalam undang-undang ini tampaknya tujuan mencapai ketertiban dan kepastian hukum tidak lagi menjadi tujuan utama, melainkan yang diutamakan dan merupakan masalah besar adalah bagaimana mencapai tujuan tersebut sedemikian rupa sehingga perkosaan terhadap harkat dan martabat manusia sejauh mungkin dapat dihindarkan (Romli Atmasasmita, 1996: 28).


(17)

commit to user

Salah satu upaya untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi seseorang tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan pidana adalah melalui lembaga praperadilan yang diatur dalam KUHAP. Praperadilan merupakan lembaga baru yang sebelumya tidak diatur dalam Herziene Inlandsch Reglement (HIR), lahirnya dari pemikiran untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum, agar dalam melaksanakan kewenangannya tidak melakukan penyelewengan atau penyalahgunaan wewenang. Untuk itu selain adanya pengawasan yang bersifat internal dalam perangkat aparat itu sendiri (vertical), juga dibutuhkan suatu pengawasan silang antara sesama penegak hukum (horizontal) (www.pemantauperadilan.com).

Praperadilan dilakukan dengan maksud dan tujuan yakni tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan. Oleh karena itu, demi terlaksananya pemeriksaan tindak pidana, undang-undang memberi kewenangan kepada penyidik dan penuntut umum untuk melakukan upaya paksa berupa penangkapan, penahanan, penyitaan, dan sebagainya. Tindakan upaya paksa yang dilakukan tersebut bertentangan dengan hukum dan undang-undang (illegal) karena merupakan perkosaan terhadap hak asasi tersangka (Yahya Harahap, 2002: 3). Untuk itu perlu diadakan suatu lembaga yang diberi wewenang untuk menentukan sah atau tidaknya tindakan paksa yang dikenakan kepada tersangka. Menguji dan menilai sah atau tidaknya tindakan paksa yang dilakukan penyidik atau penuntut umum yang dilimpahkan kewenangannya kepada Praperadilan (Yahya Harahap, 2000: 4).

Fungsi lembaga praperadilan adalah untuk melaksanakan wewenang Pengadilan Negeri dalam hal memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya suatu tindakan penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan dan atau tidak diajukan ke pengadilan sesuai dengan Pasal 1 butir 10 Jo Pasal 77 KUHAP. Namun jika dilihat dari kewenangan praperadilan


(18)

commit to user

melalui putusannya maka materi praperadilan selain yang disebutkan di atas juga dapat memutuskan apakah benda yang disita masuk atau tidak masuk alat bukti. Dalam menentukan sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, pertama sekali harus dilihat atau dipertanyakan, apakah penahanan itu dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk itu, selanjutnya apakah dilakukan sesuai dengan syarat matriil serta harus dilakukan menurut cara atau prosedur yang ditentukan dalam KUHAP.

Apabila ditemukan suatu penangkapan dan atau penahanan yang tidak sesuai dengan KUHAP, maka atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, dapat menuntut ganti kerugian atau rehabilitasi. Sebab pada dasarnya ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Demikian juga dengan rehabilitasi yang juga merupakan hak seseorang untuk mendapat pemulihan hanya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam KUHAP.

Pasal 38 ayat (1) KUHAP menegaskan “Bahwa penyidik dapat melakukan penyitaan dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat dan pada ayat (2) diterangkan bahwa dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan dalam ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya”. Kewenangan penyitaan yang dilakukan tersebut untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan


(19)

commit to user

peradilan. Tetapi tentu saja pelaksanaan kewenangan penyitaan tersebut harus sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 82 ayat (3) huruf d KUHAP dengan jelas tersurat bahwa permasalahan penyitaan termasuk yurisdiksi praperadilan, yaitu “Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita”. Alasan lain yang mendukung tindakan penyitaan termasuk yurisdiksi praperadilan berkenaan dengan penyitaan yang dilakukan terhadap barang milik pihak ketiga, dan barang itu tidak termasuk sebagai alat atau barang bukti. Dalam kasus yang seperti ini, pemilik barang harus diberi hak untuk mengajukan ketidakabsahan penyitaan kepada praperadilan (Yahya Harahap, 2002: 8).

Putusan yang diambil oleh hakim praperadilan harus sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku dan harus mewujudkan keadilan. Putusan praperadilan ini bersifat deklarator yaitu putusan yang berisi peryataan yang menyatakan sah atau tidaknya upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum.

Banyaknya permohonan pemeriksaan perkara melalui praperadilan karena untuk mewujudkan keadilan sebelum perkara ini dilanjutkan ke pengadilan negeri. Dalam hal permohonan praperadilan tentang penghentian penyidikan, maka hakim praperadilan memeriksa dan memutus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Putusan tidak sahnya penghentian penyidikan dapat dilakukan upaya hukum banding oleh para pihak sesuai dengan Pasal 83 ayat (2) KUHAP.

Sampai sekarang ini masih banyak perbedaan pendapat tentang dapat atau tidaknya putusan praperadilan dimintakan kasasi padahal dalam Undang-undang No. 5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, praperadilan merupakan perkara yang dibatasi untuk pengajuan kasasinya, tetapi dalam praktek penegakan hukum di Indonesia banyak perkara praperadilan yang sudah diputuskan oleh pengadilan diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung oleh pihak berkepentingan dalam praperadilan tersebut yang merasa belum


(20)

commit to user

memperoleh rasa keadilan dan berpendapat bahwa pengajuan kasasi dapat dilakukan. Sedangkan tujuan diajukannya kasasi tersebut adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum (Andi Hamzah, 2008: 298).

Dengan berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa hal-hal tersebut diatas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis akan kemukakan. Oleh karena itu penulis menuangkan sebuah penulisan yang berbentuk penulisan hukum dengan judul : “ANALISIS PENGAJUAN

KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA

UTARA DALAM PERKARA PRAPERADILAN TENTANG

KEABSAHAN TINDAKAN PENYITAAN OLEH PENYIDIK

PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN

DKI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1762

K/PID/2005)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan oleh penulis sebelumnya dan untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang akan dibahas serta untuk lebih mengarahkan pembahasan, maka perumusan masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:

1. Apakah alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI ?

2. Apakah legal pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI ?


(21)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu kegiatan penelitian selalu mempunyai tujuan tertentu, dari penelitian diharapkan dapat disajikan data yang akurat sehingga dapat memberi manfaat dan mampu menyelesaikan masalah. Berpijak dari hal tersebut maka penelitian mempunyai tujuan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan secara tegas dalam rumusan masalah, agar dapat mencapai tujuan dari penelitian. Begitu juga penelitian ini mempunyai tujuan, yaitu : 1. Tujuan Obyektif :

a. Untuk mengetahui secara jelas mengenai alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI. b. Untuk mengetahui secara jelas mengenai pertimbangan Hakim dalam

memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.

2. Tujuan Subyektif :

a. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan utama penyusunan penulisan hukum (skripsi) agar dapat memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

b. Untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek dalam lapangan hukum khususnya tentang pengajuan kasasi terhadap putusan perkara praperadilan.

c. Menerapkan ilmu dan teori-teori hukum agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada umumnya.


(22)

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut memberi manfaat bagi para pihak. Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis :

a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan pengajuan kasasi terhadap putusan perkara praperadilan.

b. Untuk mendalami dan mempraktekkan teori-teori yang telah diperoleh penulis selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Manfaat Praktis :

a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

b. Memberikan jawaban atas permasalahan yang telah diteliti.

c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah penelitian ini.

E. Metode Penelitian

Metode adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu yang dihadapi (Peter Mahmud, 2006: 35).

Di dalam penelitian ini penulis menggunakan metode sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif yang lebih


(23)

commit to user

mementingkan pemahaman yang ada daripada kuantitas/banyaknya data. (Lexy J. Moleong, 2003:3). Jadi dalam penelitian hukum normatif, peneliti tidak perlu mencari data langsung ke lapangan, sehingga cukup dengan mengumpulkan data-data sekunder dan mengkonstruksikan dalam suatu rangkaian hasil penelitian.

Dalam penelitian ini, penulis berusaha meneliti tentang pengajuan kasasi terhadap putusan Pengadilan Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bersifat preskriptif. Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma humum (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 22)

Dalam penelitian ini, penulis ingin memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap tentang pengajuan kasasi terhadap putusan Pengadilan Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh PPNS dinas pertanian dan kehutanan DKI.

3. Pendekatan Penelitian

Nilai ilmiah dalam suatu penyusunan karya ilmiah yang berisi mengenai pembahasan dan pemecahan masalah terhadap legal issue yang diteliti sangat tergantung pada cara pendekatan (aprroach) yang digunakan (Jhonny Ibrahim, 2006: 299).

Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kasus (case aprroach).

4. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data atau fakta yang digunakan oleh seseorang secara tidak langsung dan diperoleh melalui bahan-bahan dokumenter, peraturan perundang-undangan, laporan, makalah, teori-teori, bahan-bahan


(24)

commit to user

kepustakaan, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan masalah yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

5. Sumber Data

Sumber data merupakan tempat data suatu penelitian yang dapat diperoleh dan yang akan digunakan dalam penelitian hukum normatif yaitu sumber data sekunder yang meliputi bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa dokumen, buku-buku, laporan, arsip dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum atau bahan pustaka yang mempunyai kekuatan hukum mengikat secara yuridis, adapun yang penulis gunakan adalah:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; 4) Putusan Mahkamah Agung No. 1762 K/PID/2005. b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : buku-buku, karya ilmiah, makalah, artikel, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan ini berupa pengertian- pengertian yang diperoleh dari kamus hukum dan bahan dari internet.

6. Teknik Pengumpulan Data

Suatu penelitian pasti membutuhkan data yang lengkap, dalam hal ini dimaksudkan agar data yang terkumpul benar-benar memiliki nilai validitas dan reabilitas yang cukup tinggi. Sehubungan dengan jenis


(25)

commit to user

penelitian yang merupakan penelitian normatif maka untuk memperoleh data yang mendukung kegiatan pengumpilan data dalam penelitian ini adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan studi kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

7. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini data-data yang diperoleh dianalisa secara kualitatif, yakni setelah data diperoleh maka data akan diolah berdasarkan arti penting serta hubungannya dalam menjelaskan dan memberikan keterangan lebih lanjut sehubungan dengan penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat terjawab. Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan logika deduktif. Dalam hal ini sumber penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini dengan menggunakan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan perundang- undangan beserta dokumen- dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan dari sumber penelitian yang diolah sehingga pada akhirnya dapat diketahui alasan pengajuan kasasi terhadap putusan pengadilan Jakarta utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh penyidik PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.

Menurut Philipus M. Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles pengunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus) dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesipulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 47). Didalam logika silogistik untuk penalaran umum yang bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangkan


(26)

commit to user

menurut Johny Ibrahim, mengutip pendapat Bernard Arief Shiharta logika deduktif merupakan suatu tekhnik untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Jhony Ibrahim, 2008:249)

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari bab-bab yang tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bagian yang mempunyai hubungan satu sama lain yang tidak dapat terpisahkan, dan dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Adapun sistematika dalam penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini Penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian pustaka berkenaan dengan judul dan masalah yang diteliti yang memberikan landasan atau kerangka teori. Teori-teori kepustakaan ini dapat membantu dan mendukung penulis dalam menjawab perumusan masalah yang sudah diangkat. Dalam bab ini terdiri dari : Tinjauan Tentang Pengajuan Kasasi, Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan, Tinjauan Tentang Praperadilan, Tinjauan Tentang


(27)

commit to user

Tindakan Penyitaan, Tinjauan Tentang Kasasi Terhadap Putusan Praperadilan, Tinjauan Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan juga mengenai kerangka pemikiran.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yaitu bagaimana alasan pemohon dalam mengajukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI, dan bagaimana pertimbangan Hakim dalam memeriksa dan memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara praperadilan tentang keabsahan tindakan penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini berisi simpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi obyek penelitian dan saran-saran yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian.


(28)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Pengajuan Kasasi a. Pengertian Kasasi

Lembaga kasasi sebenarnya berasal dari Perancis. Kata asalnya adalah casser yang artinya memecah. Suatu putusan hakim dibatalkan demi untuk mencapai kesatuan peradilan. Pada asasnya kasasi didasarkan atas pertimbangan bahwa terjadi kesalahan penerapan hukum atau kehakiman telah melampaui kekuasaan kehakimannya (Andi Hamzah, 2008: 297).

Pasal 244 KUHAP menegaskan bahwa : “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”. Sehingga terhadap semua putusan pidana pada tingkat terakhir selain daripada putusan Mahkamah Agung sendiri, dapat diajukan permintaan pemeriksaan kasasi baik oleh terdakwa atau penuntut umum (Yahya Harahap, 2002: 535-536).

b. Tujuan Upaya Kasasi

Upaya kasasi adalah hak yang diberian kepada terdakwa maupun kepada penuntut umum. Berbarengan dengan hak mengajukan permintaan kasasi yang diberikan undang-undang kepada terdakwa dan penuntut umum, dengan sendirinya hak itu menimbulkan suatu “kewajiban” bagi pejabat pengadilan untuk menerima permintaan kasasi, tidak ada alasan untuk menolak (Yahya Harahap, 2002: 537).


(29)

commit to user

Adapun tujuan utama dari upaya hukum kasasi, antara lain sebagai berikut :

1) Koreksi Terhadap Kesalahan Putusan Pengadilan Bawahan

Salah satu tujuan kasasi, memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum, agar hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut ketentuan undang-undang.

2) Menciptakan dan Membentuk Hukum Baru

Di samping tindakan koreksi yang dilakukan Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi, adakalanya tindakan koreksi itu sekaligus menciptakan “hukum baru” dalam bentuk yurisprudensi. Berdasarkan jabatan dan wewenang yang ada padanya dalam bentuk judge making law, sering Mahkamah Agung menciptakan hukum baru yang disebut “hukum kasus”, guna mengisi kekosongan hukum, maupun dalam rangka menyejajarkan makna dan jiwa ketentuan undang-undang sesuai dengan “elastisitas” pertumbuhan kebutuhan lajunya perkembangan nilai dan kesadaran masyarakat. Apabila putusan kasasi baik yang berupa koreksi atas kesalahan penerapan hukum maupun yang bersifat penciptaan hukum baru telah mantap dan dijadikan pedoman bagi pengadilan dalam mengambil keputusan maka Mahkamah Agung akan menjadi yurisprudensi tetap.

Kadang-kadang dalam upayanya menciptakan hukum baru, adakalanya mengambil putusan yng bersifat contra legem, maksudnya hukum baru yang diciptakan itu secara nyata benar-benar “bertentangan dengan undang-undang”. Putusan Mahkamah Agung dalam menciptakan hukum baru tidak hanya berdaya upaya mengisi kekosongan hukum atau menafsirkan ketentuan undang-undang yang benar-benar senapas dengan bunyi undang-undang-undang-undang itu sendiri. Jika dianggapnya perlu dan mendesak, sesuai dengan kebutuhan rasa keadilan dan kebenaran, putusan kasasi dapat


(30)

commit to user

mengesampingkan ketentuan undang-undang, dan sekaligus menciptakan hukum baru yang jelas-jelas betentangan dengan rumusan ketentuan undang-undang.

3) Pengawasan Terciptanya Keseragaman Penerapan Hukum

Tujuan lain pemeriksaan kasasi yaitu untuk mewujudkan kesadaran “keseragaman” penerapan hukum. Dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan yurisprudensi, maka akan mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan hukum, serta dengan adanya upaya hukum kasasi, dapat terhindar dari kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan oleh para hakim yang tergoda dalam memanfaatkan kebebasan kedudukan yang dimiliknya.

c. Putusan Yang Dapat Diajukan Kasasi

Menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP putusan perkara pidana yang dapat diajukan permohonan pemeriksaan kasasi yaitu semua putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan, kecuali tehadap putusan Mahkamah Agung sendiri dan putusan bebas. Macam putusan yang dapat dikasasi, meliputi :

1) Terhadap Semua Putusan Pengadilan Negeri dalam Tingkat Pertama dan Tingkat Terakhir

Jenis perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri yang dalam kedudukannya sekaligus sebagai peradilan tingkat pertama dan terakhir, yang terhadap putusan tidak dapat diajukan permohonan banding. Jenis perkara yang diputus dalam tingkat pertama dan terakhir oleh Pengadilan Negeri ialah perkara-perkara yang diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat.

2) Terhadap Semua Putusan Pengadilan Tinggi yang Diambilnya pada Tingkat Banding

Terhadap putusan Pengadilan Negeri yang dapat diajukan permohonan banding, dan terhadap putusan itu diajukan


(31)

commit to user

permohonan banding serta Pengadilan Tinggi telah mengambil putusan pada tingkat banding, terhadap putusan banding tersebut dapat diajukan permohonan kasasi.

3) Tentang Putusan Bebas

Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari pemidanaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 244 KUHAP, terhadap putusan bebas tidak dapat diajukan permohonan kasasi.

d. Tata Cara Permohonan kasasi

Dalam kenyataan praktek, sering ditemukan hambatan formal yang dialami pencari keadilan. Akibatnya permohonan kasasi “tidak dapat diterima”. Hambatan formal yang dimaksud yaitu kekurangan pengertian dikalangan masyarakat pencari keadilan tentang tata cara mengajukan permohonan kasasi. Adakalanya dijumpai permohonan kasasi yang “terlambat” diajukan, sehingga permohonan itu melampaui tenggang waktu yang ditentukan Pasal 245 ayat (1). Tata cara untuk mengajukan kasasi adalah sebagai berikut :

1) Permohonan diajukan kepada panitera pengadilan yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama;

2) Yang berhak mengajukan permohonan kasasi adalah terdakwa dan atau penuntut umum;

3) Tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi yaitu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan yang hendak dikasasi diberitahukan kepada terdakwa;

4) Permintaan permohonan kasasi oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh Panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara; 5) Panitera wajib memberitahukan permintaan kasasi yang

diterimanya kepada pihak yang lain, yaitu terdakwa dan penuntut umum;


(32)

commit to user

6) Pemohon wajib mengajukan memori kasasi kepada panitera, hal ini karena jika permohonan kasasi tidak dilengkapi dengan memori kasasi, maka permohonan kasasi dianggap tidak memenuhi syarat dan akibatnya permohonan kasasi dianggap “tidak sah” karena tidak memenuhi syarat formal;

7) Tenggang waktu untuk menyerahkan memori kasasi adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi diajukan;

8) Setelah panitera menerima penyerahan memori kasasi, panitera memberikan surat tanda terima. Tujuan surat tanda terima pada satu pihak merupakan “pertanggungjawaban” panitera atas penerimaan dan pada pihak lain merupakan “bukti” bagi pemohon tentang kebenaran penyerahan memori kasasi yang disampaikan; 9) Panitera berkewajiban memberi bantuan untuk membuat memori

kasasi, diatur dalam Pasal 248 ayat (2), yang berbunyi: “Dalam pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan memori kasasinya”;

10)Pengajuan kontra memori kasasi bertitik tolak dari ketentuan Pasal 248 ayat (6), berdasarkan ketentuan ini memberikan hak kepada pihak lain untuk mengajukan “kontra memori kasasi” atas memori kasasi yang diajukan pemohon kasasi;

11)Pemohon kasasi dapat menambah memori kasasi yang telah diajukan. Demikian juga pihak yang lain dapat menambah kontra memori kasasi. Tambahan memori atau kontra memori kasasi bermaksud untuk menambah hal-hal yang dianggap perlu oleh yang bersangkutan.


(33)

commit to user

e. Alasan Mengajukan Kasasi

Dalam perundang-undangan Belanda, ada 3 (tiga) alasan untuk melakukan kasasi, yaitu :

1) Apabila terdapat kelalaian dalam acara;

2) Peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada pelaksanaannya;

3) Apabila tidak dilaksanakan cara melakukan peradilan menurut cara yang ditentukan undang-undang.

Berdasarkan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan oleh undang-undang yang menjadi dasar suatu putusan pengadilan yang kurang jelas, dapat diajukan kasasi melalui jalur kelalaian dalam acara itu.

Pasal 253 ayat (1) KUHAP diatur secara singkat alasan mengajukan kasasi sebagai berikut “Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan :

1) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

2) Apakah benar cara merngadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;

3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

f. Tata Cara Pemeriksaan Kasasi

Tata cara pemeriksaan kasasi diatur Pasal 253 ayat (2) dan (3). Pasal 253 ayat (2) menyebutkan bahwa: “Pemeriksaan perkara pada tingkat kasasi dilakukan dengan sekurang-kurangnya tiga orang Hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari Pengadilan lain daripada Mahkamah Agung, yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dari penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang, semua surat yang timbul


(34)

commit to user

di sidang yang berhubungan dengan perkara itu beserta putusan Pengadilan tingkat Pertama”.

Sedangkan Pasal 253 ayat (3) : “Jika dipandang perlu untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1), Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau Penuntut Umum, dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya atau Mahkamah Agung dapat pula memerintahkan Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) untuk mendengar keterangan mereka, dengan cara pemanggilan yang sama”.

2. Tinjauan Tentang Putusan Pengadilan

Bentuk putusan yang akan dijatuhkan pengadilan tergantung dari hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Putusan yang akan dijatuhkan pengadilan mengenai suatu perkara, bisa berbentuk sebagai berikut :

a. Putusan Bebas

Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari pemidanaan. Pasal 191 ayat (1) menjelaskan mengenai dasar putusan yang berbentuk putusan bebas, yaitu apabila pengadilan berpendapat : 1) Dari hasil pemeriksaan “di sidang” pengadilan;

2) Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya “tidak terbukti” secara sah dan meyakinkan.

b. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum

Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum diatur dalam Pasal 191 ayat (2), yang berbunyi: “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.


(35)

commit to user

c. Putusan pemidanaan

Pemidanaan berarti terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman yang ditentukan dalam pasal tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Sesuai dengan pasal 193 ayat (1), penjatuhan putusan pemidanaan terhadap terdakwa didasarkan pada penilaian pengadilan. Jika pengadilan berpendapat dan menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, pengadilan menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa.

d. Penetapan Tidak Berwenang Mengadili

Setelah Pengadilan Negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut umum, tindakan pertama yang harus dilakukan adalah mempelajari berkas perkara. Yang pertama dan utama adalah apakah yang dilimpahkan penuntut umum tersebut termasuk wewenang Pengadilan Negeri yang dipimpinnya. Seandainya Ketua Pengadilan Negeri berpendapat perkara tersebut tidak termasuk wewenang seperti yang ditentukan dalam Pasal 84 :

1) Karena tindak pidana yang terjadi tidak dilakukan dalam daerah hukum pengadilan Negeri yang bersangkutan, atau

2) Sekalipun terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, diketemukan atau ditahan berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri yang lain, sedang saksi-saksi yang dipanggil pun lebih dekat dengan Pengadilan Negeri tempat dimana tindak pidana dialakukan, dan sebagainya.

Maka dalam hal tersebut Pengadilan Negeri yang menerima pelimpahan perkara tersebut, tidak berwenang mengadili. Pengadilan Negeri yang lain lah yang berwenang mengadili.

e. Putusan yang Menyatakan Dakwaan Tidak Dapat Diterima

Penjatuhan putusan yang menyatakan dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima, berpedoman pada Pasal 156 KUHAP: “Dalam hal terdakwa atau Penasihat Hukum mengajukan keberatan bahwa


(36)

commit to user

Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menyatakan pendapatnya, Hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan”.

f. Putusan yang Menyatakan Dakwaan Batal Demi Hukum

Putusan pengadilan yang berupa pernyataan dakwaan penuntut umum batal demi hukum didasarkan pada surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan dan batal demi hukum. Alasan pokok yang dapat dijadikan dasar menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum :

1) Apabila dakwaan tidak merumuskan sumua unsur dalih yang didakwakan;

2) Atau tidak memerinci secara jelas peran dan perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam dakwaan;

3) Dakwaan kabur karena tidak dijelaskan cara bagaimana kejahatan dilakukan.

3. Tinjauan Tentang Praperadilan a. Pengertian Praperadilan

Istilah praperadilan yang dipergunakan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengandung maksud dan arti secara harafiah berbeda. Pra berarti sebelum atau mendahului, sehingga praperadilan diartikan dengan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan. Ada beberapa definisi mengenai praperadilan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan yang dikemukakan oleh para ahli hukum.

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sendiri terdapat beberapa pasal yang memberikan definisi tentang praperadilan, antara lain Pasal 1 butir 10 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Praperadilan adalah wewenang pengadilan


(37)

commit to user

negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang :

1) sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;

2) sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; 3) permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau

keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Ketentuan Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :

1) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

2) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Selanjutnya Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana berbunyi :

1) yang melaksanakan wewenang Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 adalah praperadilan;

2) praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang panitera.

Dari beberapa pasal dan penjelasan diatas yang menjelaskan tentang praperadilan, diperoleh gambaran bahwa eksistensi praperadilan merupakan salah satu wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan serta ganti kerugian dan rehabilitasi bagi


(38)

commit to user

seorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.

Lebih lanjut dijelaskan dalam M. Yahya Harahap, “praperadilan merupakan tugas tambahan yang diberikan kepada Pengadilan Negeri selain tugas pokoknya mengadili dan memutus perkara pidana dan perdata untuk menilai sah tidaknya penahanan, penyitaan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan, penahanan dan penyitaan yang dilakukan oleh penyidik” (Yahya Harahap, 2002: 2).

Tujuan utama pelembagaan praperadilan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan pengawasan horizontal atas tindakan upaya paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama ia berada dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang (Yahya Harahap, 2002: 4).

Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa praperadilan dibentuk sebagai sarana pengontrol tindakan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya agar tidak bertindak sewenang-wenang. Dengan adanya praperadilan, aparat penegak hukum dalam melakukan upaya paksa terhadap seorang tersangka tetap berdasarkan undang-undang dan tidak bertentangan dengan hukum. Hal inilah yang membedakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan masa berlakunya Herziene Inlandsch Reglement (HIR) dimana pada waktu itu tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik terhadap seorang tersangka tidak terawasi dan tidak terkontrol sehingga dapat menimbulkan tindakan sewenang-wenang dari aparat penyidik. Untuk itu dibentuk lembaga praperadilan yang berwenang melakukan koreksi, penilaian dan pengawasan terhadap tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik.


(39)

commit to user

b. Wewenang Praperadilan

Telah disebutkan dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP yang mengatur tentang wewenang Pengadilan Negeri dalam hal memutus sah tidaknya tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik dan penuntut umum terhadap seorang tersangka. Akan tetapi diatur juga kewenangan praperadilan yang disebutkan dalam Pasal 95 dan 97 KUHAP yakni memeriksa dan memutus tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi.

Wewenang Pengadilan Negeri dalam hal ini Praperadilan, antara lain sebagai berikut :

1) Memeriksa Dan Memutus Sah Tidaknya Suatu Penangkapan Dan Penahanan

Wewenang pertama yang telah diberikan oleh KUHAP yaitu memeriksa dan memutus sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang dilakukan oleh penyidik. Dalam hal penangkapan, seseorang dapat mengajukan pemeriksaan kepada praperadilan tentang ketidakabsahan penangkapan yang dilakukan terhadap dirinya. Kriteria suatu penangkapan dianggap tidak sah: a) Apabila dalam melakukan penangkapan, seorang penyidik tidak

menyertakan surat tugas dan surat perintah penangkapan untuk diperlihatkan kepada tersangka, selain itu jika tembusan surat penangkapan tidak diberikan kepada pihak keluarganya.

b) Apabila batas waktu penangkapan lewat satu hari maka dapat dimintakan pemeriksaan kepada praperadilan (Yahya Harahap, 2002: 160).

Seperti halnya penangkapan dan penahanan, penggeledahan dan penyitaan juga termasuk tindakan upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum dalam melaksanakan fungsi praperadilan dalam sistem peradilan pidana. Oleh karena itu setiap upaya paksa yang dilakukan penyidik harus dilaksanakan menurut aturan undang-undang yang berlaku agar tidak terjadi


(40)

commit to user

kesewenang-wenangan aparat yang berujung pelanggaran hak asasi dari seseorang. Menurut Pasal 37 dan Pasal 38 KUHAP, penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan penyidik dan penuntut umum harus mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Berdasarkan pasal tersebut diatas, telah menimbulkan permasalahan dan perbedaan pendapat dalam penerapan fungsi praperadilan karena adanya intervensi Ketua Pengadilan Negeri terhadap penggeledahan dan penyitaan maka sangat tidak rasional praperadilan menguji dan menilai sah tidaknya penggeledahan dan penyitaan yang telah diberikan izin oleh pengadilan dalam hal ini Ketua Pengadilan Negeri (Yahya Harahap, 2002: 7). Akan tetapi jika dalam pelaksanaannya penggeledahan dan penyitaan telah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri tersebut menyimpang diluar batas izin yang diberikan, kepada siapa pihak yang dirugikan tersebut meminta perlindungan.

Berdasarkan asumsi tersebut, maka terhadap penggeledahan dan penyitaan pun dapat diajukan ke praperadilan baik yang berkenaan dengan ganti kerugian maupun yang berkaitan dengan sah tidaknya penyitaan dengan acuan penerapan:

a) Dalam hal penggeledahan atau penyitaan tanpa persetujuan Ketua Pengadilan Negeri, tetap menjadi yurisdiksi praperadilan untuk memeriksa keabsahannya;

b) Dalam hal penggeledahan dan penyitaan telah mendapat persetujuan Ketua Pengadilan Negeri, tetap dapat diajukan ke praperadilan dalam lingkup kewenangan yang lebih sempit yaitu:

(1) Praperadilan tidak dibenarkan menilai surat izin atau surat persetujuan yang dikeluarkan Ketua Pengadilan Negeri; (2) Yang dinilai oleh praperadilan terbatas pada masalah


(41)

commit to user

sesuai atau melampaui surat izin atau tidak (Yahya Harahap 2002: 7).

2) Memeriksa Sah Atau Tidaknya Penghentian Penyidikan Atau Penghentian Penuntutan.

Wewenang lain yang dimiliki oleh praperadilan adalah memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan penghentian penuntutan yang dilakukan oleh penuntut umum. Alasan dilakukannya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan:

a) Tidak terdapat cukup bukti;

b) Peristiwa tersebut tidak termasuk kejahatan atau pelanggaran tindak pidana;

c) Nebis in idem; d) Kadaluarsa.

Tidak selamanya penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan tersebut dilakukan dengan alasan yang sah, karena bisa saja penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan dilakukan karena adanya kepentingan pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu penyidik, penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukannya ke praperadilan untuk diperiksa (Yahya Harahap, 2002: 5).

3) Memeriksa Tuntutan Ganti Kerugian

Menurut Pasal 1 ayat (22) KUHAP, ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Pasal 95 KUHAP mengatur tentang tuntutan ganti kerugian yang diajukan tersangka berdasarkan alasan :


(42)

commit to user

b) Atau oleh karena penggeledahan atau penyitaan yang bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang; c) Kerena kekeliruan mengenai orang yang sebenarnya mesti

ditangkap, ditahan atau diperiksa. 4) Memeriksa Permintaan Rehabilitasi

Praperadilan berwenang memeriksa dan memutus permintaan rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum yang ditentukan undang-undang.

Sehubungan dengan itu dijelaskan tujuan dari rehabilitasi yaitu : Sebagai sarana dan upaya untuk memulihkan kembali nama baik, kedudukan dan martabat seseorang yang telah sempat menjalani tindakan penegakan hukum baik berupa penangkapan, penahanan, penuntutan atau pemeriksaan disidang pengadilan tanpa alasan yang sah menurut undang-undang (Yahya Harahap, 2000: 64).

Dalam Pasal 97 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputuskan bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dengan adanya rehabilitasi, diharapkan dapat membersihkan nama baik, harkat dan martabat tersangka atau terdakwa dan keluarganya di mata masyarakat.

c. Alasan dan Pihak Yang Mengajukan Praperadilan

Dalam mengajukan permohonan praperadilan tentang sah tidaknya tindakan dari aparat penegak hukum kepada praperadilan, tentunya harus memiliki alasan-alasan yang kuat dari pihak yang memohon. Untuk itu dalam KUHAP telah mengatur siapa-siapa saja yang berhak mengajukan permohonan kepada praperadilan serta alasan-alasannya, yaitu:


(43)

commit to user

1) Tersangka, keluarga atau kuasa hukumnya

Dalam Pasal 79 KUHAP disebutkan bahwa tersangka, keluarga dan kuasa hukumnya berhak mengajukan pemeriksaan tentang sah tidaknya penangkapan atau penahanan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Menurut pasal ini yang dapat diajukan kepada praperadilan hanyalah masalah penangkapan dan penahanan sedangkan upaya lain seperti penggeledahan dan penyitaan tidak disebutkan secara langsung.

2) Penyidik, penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan Apabila dalam suatu perkara pidana seorang penyidik menghentikan penyidikan tanpa alasan yang dibenarkan oleh undang-undang, maka penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan berhak melaporkan kepada praperadilan. Hal ini telah sesuai dengan prinsip saling mengawasi antar instansi penegak hukum, tetapi timbul masalah bagaimana seandainya penuntut umum tetap menerima alasan yang diberikan penyidik terhadap penghentian penyidikan ini walaupun sebenarnya alasan yang diberikan tidak sesuai undang. Untuk itu undang-undang memberikan wewenang kepada pihak ketiga yang berkepentingan untuk ikut mengawasi jalannya proses hukum (Yahya Harahap, 2002: 9).

3) Tersangka, ahli warisnya dan kuasa hukumnya

Selain tersangka dan kuasa hukumnya, ahli waris dari tersangka pun dapat mengajukan permohonan praperadilan dalam hal ini mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada praperadilan.

Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 95 ayat (2) KUHAP : “Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri,


(44)

commit to user

diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77”.

Berdasarkan pasal tersebut diatas tersangka, ahli waris, serta kuasanya dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian atas alasan :

a) Penangkapan atau penangkapan yang tidak sah;

b) Tindakan lain (penggeledahan dan penyitaan) tanpa alasan berdasarkan undang-undang;

c) Karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan dan yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. 4) Tersangka atau pihak yang berkepentingan menuntut ganti rugi

Dijelaskan dalam Pasal 81 KUHAP yaitu permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut alasannya. Jika putusan pengadilan menganggap penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan sah maka hal tersebut dapat menjadi alasan diajukannya tuntutan ganti kerugian kepada praperadilan oleh tersangka atau pihak yang berkepentingan (Yahya Harahap, 2002: 10).

d. Proses Acara Pemeriksaan Praperadilan

Seperti dijelaskan dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP bahwa praperadilan merupakan salah satu wewenang dari Pengadilan Negeri. Untuk itu setiap perkara praperadilan yang diajukan harus ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang meliputi daerah hukum dimana penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan itu terjadi. Atau daerah tempat kedudukan penyidik dan penuntut umum yang menghentikan penyidikan dan penuntutan (Yahya Harahap, 2002: 12).


(45)

commit to user

Permohonan pemeriksaan praperadilan kemudian diregister dalam perkara praperadilan yang dipisahkan dengan perkara biasa oleh panitera. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai tata cara pemeriksaan praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 82 KUHAP :

1) Hakim menetapkan hari sidang 3 hari sesudah diregister

Menurut Pasal 82 ayat 1 huruf (a) KUHAP, yakni 3 (tiga) hari sesudah diterima permohonan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang. Perhitungan penetapan hari sidang dihitung 3 (tiga) hari dari tanggal registrasi di kepaniteraan.

2) Pada hari penetapan sidang sekaligus hakim menyampaikan panggilan

Agar dapat dipenuhi proses pemeriksaan yang cepat, adalah bijaksana apabila pada saat penetapan hari sidang, sekaligus disampaikan panggilan kepada pihak yang bersangkutan, yaitu pemohon dan pejabat penegak hukum yang bersangkutan yang menimbulkan terjadinya permintaan pemeriksaan praperadilan. Pemanggilan ini tidak dilihat sebagaimana perkara pidana di mana pejabat tersebut dianggap sebagai tersangka akan tetapi pemanggilan terhadap pejabat tersebut bertujuan untuk memberikan keterangan sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan putusan.

3) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari putusan sudah harus dijatuhkan Disebutkan dalam Pasal 82 ayat 1 (c) pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya dalam waktu (7) tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya.

Berdasarkan ketentuan diatas sidang praperadilan dilakukan dengan acara cepat, karena cepatnya putusan harus dijatuhkan dalam waktu 7 (tujuh) hari. Hal yang menjadi alasan hakim untuk tidak menjatuhkan putusan dalam waktu 7 (tujuh) hari biasanya disebabkan oleh keengganan aparat penegak hukum yang dimohonkan praperadilan untuk datang kepersidangan selain itu


(46)

commit to user

masih adanya rasa sungkan dari penegak hukum untuk menghadapkan penegak hukum lainnya yang terlibat dalam pemeriksaan praperadilan (Yahya Harahap, 2002: 55).

Selanjutnya dalam Pasal 82 ayat 1 (d) disebutkan bahwa dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. Maksudnya jika perkara pokoknya sudah mulai di sidangkan sedangkan perkara yang dimohonkan praperadilan belum dijatuhkan putusan maka dengan sendirinya pemeriksaan praperadilan ini gugur.

4. Tinjauan Tentang Tindakan Penyitaan a. Pengertian penyitaan

Menurut Pasal 1 ayat (16) KUHAP, “Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan”.

Tujuan penyitaan untuk kepentingan “pembuktian”, terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka sidang peradilan. Kemungkinan besar tanpa barang bukti, perkara tidak dapat diajukan ke sidang pengadilan. Oleh karena itu, agar perkara tadi lengkap dengan barang bukti, penyidik melakukan penyitaan untuk dipergunakan sebagai bukti dalam penyidikan, dalam penuntutan dan pemeriksaan persidangan pengadilan (Yahya Harahap, 2008: 265). b. Bentuk-bentuk Penyitaan

1) Penyitaan biasa

Penyitaan dengan bentuk dan prosedur biasa merupakan aturan umum penyitaan. Selama masih mungkin dan tidak ada hal-hal yang luar biasa atau keadaan yang memerlukan penyimpangan,


(47)

commit to user

aturan bentuk dan prosedur biasa yang ditempuh dan diterapkan penyidik. Penyimpangan dari aturan bentuk dan tata cara biasa, hanya dapat dilakukan apabila terdapat keadaan-keadaan yang mengharuskan untuk mempergunakan aturan bentuk dan prosedur lain, sesuai dengan keadaan yang mengikuti peristiwa itu dalam kenyataan (Yahya Harahap, 2008: 266).

2) Penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak

Pasal 38 ayat (2) memberi kemungkinan melakukan penyitaan tanpa melalui tata cara yang ditentukan Pasal 38 ayat (1). Hal ini diperlukan untuk “memberi kelonggaran” kepada penyidik bertindak cepat sesuai dengan keadaan yang diperlukan. Keadaan yang sangat perlu dan mendesak ialah bilamana di suatu tempat diduga keras terdapat benda atau barang bukti yang perlu segera dilakukan penyitaan, atas alasan patut dikhawatirkan bahwa benda itu akan segera dilarikan atau dimusnahkan ataupun dipindahkan oleh tersangka (Yahya Harahap, 2008: 269).

3) Penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan

Dalam hal tertangkap tangan, penyitaan dilakukan tanpa surat perintah. Penyitaan benda dalam keadaan tertangkap tangan merupakan “pengecualian” penyitaan biasa. Dalam keadaan tertangkap tangan, penyidik dapat “langsung” menyita sesuatu benda dan alat :

(1) Yang ternyata digunakan untuk melakukan tindak pidana; (2) Benda dan alat yang “patut diduga” telah dipergunakan untuk

melakukan tindak pidana;

(3) Benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.

Penyitaan yang dilakukan dalam keadaan tertangkap tangan tidak hanya terbatas pada tersangka yang nyata-nyata sedang melakukan tindak pidana, tetapi termasuk pengertian tertangkap tangan atas paket atau surat dan benda-benda pos lainnya, sehingga


(48)

commit to user

terhadap benda-benda tersebut dapat dilakukan penyitaan langsung oleh penyidik.

4) Penyitaan tidak langsung

Benda yang hendak disita tidak langsung didatangi dan diambil sendiri oleh penyidik dari tangan dan kekuasaan orang yang memegang dan menguasai benda tersebut, tetapi peyidik mengajak yang bersangkutan untuk menyerahkan sendiri benda yang hendak disita dengan sukarela.

5) Penyitaan surat atau tulisan lain

Penyitaan dapat dilakukan terhadap surat atau tulisan lain. Yang dimaksud surat atau tulisan lain adalah surat atau tulisan yang ‘disimpan” atau “dikuasai” oleh orang tertentu, di mana orang tertentu yang menyimpan atau menguasai surat itu “diwajibkan merahasiakannya” oleh undang-undang.

6) Penyitaan minuta akta notaris berpedoman kepada surat Mahkamah Agung/Pemb/3429/86/ dan Pasal 43 KUHAP

Mengenai masalah ini dapat dikemukakan pedoman sebagai berikut :

(1) Ketua Pengadilan Negeri harus mempertimbangkan “relevansi” dan “urgensi” penyitaan secara objektif berdasarkan Pasal 39 KUHAP;

(2) Pemberian izin khusus Ketua Pengadilan Negeri atas penyitaan Minuta Akta Notaris, berpedoman kepada petunjuk teknis dan operasional yang digariskan dalam Surat MA No. MA/Pemb/3429/86;

(3) Oleh karena Minuta Akta Notaris ditafsirkan berkedudukan sebagai Arsip Negara atau melekat padanya “rahasia jabatan” notaris, pemberian izin oleh Ketua Pengadilan Negeri merujuk kepada ketentuan Pasal 43 KUHAP : penyitaan harus berdasar Izin Khusus Ketua Pengadilan Negeri.


(49)

commit to user

c. Benda yang Dapat Disita

Benda-benda yang dapat disitakan menurut Pasal 39 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah :

1) benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana;

2) benda yang telah dipergunakan secara Iangsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;

3) benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;

4) benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;

5) benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

5. Tinjauan Tentang Kasasi Terhadap Putusan Praperadilan

Telah terjadi perbedaan pendapat tentang kasasi terhadap putusan praperadilan, ada yang berpendirian permintaan kasasi atas putusan praperadilan tidak dapat dikasasi dan ada yang berpendapat cukup alasan untuk memperkenankan permintaan kasasi atas putusan praperadilan. Selisih pendapat ini bertitik tolak tentang “materi” yang diperiksa dan diputus lembaga praperadilan. Ada yang berpendirian apa yang diperiksa dan diputus praperadilan bukan “materi perkara pidana”.

Sedangkan menurut Pasal 244 KUHAP, permintaan kasasi hanya dapat diajukan terhadap putusan pengadilan yang berbentuk “putusan perkara pidana”. Oleh karena itu putusan praperadilan bukan mengenai perkara pidana, akan tetapi hanya tentang sah atau tidaknya tindakan pejabat yang terlibat dalam pemeriksaan penyidikan atau penuntutan, berarti putusan praperadilan benar-benar berada di luar ruang lingkup Pasal 244 KUHAP. Tetapi ada yang mempersoalkan bukan dari segi materi putusan, mereka bertitik tolak dari pengertian fungsi yustisial.


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Membebankan Pemohonan Kasasi tersebut untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp.2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin tanggal 6 Maret 2006 oleh Artidjo Alkotsar, SH.LLM Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai ketua Majelis, H.Mansur Kartayasa, SH.MH dan R.Imam Harjadi, SH Hakim-hakim Agung sebagai anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-hakim anggota, dan dibantu oleh Tuty Haryati, SH Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.

Oleh karena itu permohonan kasasi praperadilan yang diajukan oleh Ashari tidak dikabulkan oleh Mahkamah agung dengan pertimbangan yang kuat sehingga pra peradilan kasus penyitaan yang dilakukan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI memang telah sesuai dengan ketentuan dan itu juga diperkuat dengan pra peradilan yang dimenangkan oleh majelis hakim.

2. Pembahasan

Kasasi menjadi upaya terakhir bagi semua lingkungan peradilan atau dengan kata lain Mahkamah Agung (MA) adalah peradilan kasasi bagi semua lingkungan peradilan. Upaya kasasi merupaka hak yang diberikan kepada terdakwa maupun penuntut umum, tergantung pada mereka untuk mempergunakan hak tersebut atau tidak. Seandainya mereka dapat menerima putusan yang dijatuhkan, dapat mengesampingkan hak itu, tetapi apabila keberatan atas keputusan yang dipergunakan dapat mempergunakan hak untuk mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah agung.

Permohonan kasasi yang diajukan bukan menjadi wewenang dari Pengadilan lagi namun sudah menjadi wewenag Mahkamah Agung oleh karena itu yang berwenang sepenuhnya untuk menilai sah tidaknya permohonan kasasi hanyalah Mahkamah Agung. Kasasi seperti diketahui


(2)

commit to user

dilakukan dengan tujuan melakukan koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan, menciptakan dan membentuk hukum baru dan pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum.

Pada kasus ini dimana Ashari mengajukan permohonan kasasi terhadap kasus putusan praperadilan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang tidak menerima permohonan praperadilan penyitaan yang dilakukan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI. Dimana dalam amar putusan itu Ashari merasa bahwa tidak ada perlindungan hak asasinya serta penegakan hukum untuknya.

Permohonan kasasi praperadilan yang diajukan oleh Ashari ini sendiri alasannya adalah :

a. Bahwa majelis Hakim Pengadilan Negeri jelas-jelas mengetahui bahwa

Termohon dalam keterangannya dipersidangan telah mengatakan bahwa Termohon tidak melakukan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon, kemudian Pemohon mengajukan bukti-bukti bahwa Termohon telah melakukan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon, Termohon telah melakukan kebohongan publik karena tidak mengakui melakukan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon, dengan demikian Termohon telah terbukti melakukan Penahanan dan Penyitaan tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku;

b. Bahwa Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri sangat bertentangan

dengan apa yang telah dibuktikan dalam persidangan karena mengandung pertimbangan-pertimbangan yang kontradiksi, oleh karena:

- Majelis Hakim memberikan putusan dalam perkara apa yang tidak

dimintakan, yaitu Majelis Hakim menyatakan Penyitaan tidaklah termasuk wewenang Pra Peradilan padahal Termohon tidak pernah menolak atau meminta hal tersebut dalam jawabannya;

- Majelis hakim dalam memberikan pertimbangan terkesan

ragu-ragu dan tidak konsekuen dalam putusannya, karena di satu pihak mengakui bahwa permohonan Pemohon termasuk dalam ruang


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lingkup yang diatur KUHAP sebagaimana Majelis menyebutkan pasal 82 KUHAP, akan tetapi dilain pihak menyangkalnya;

- Majelis hakim dalam memutuskan perkara Aquo dengan tidak

memeprtimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon baik, bukti-bukti surat maupun bukti saksi-saksi adalah putusan dengan pertimbangan hukum yang keliru, karena bukti-bukti dan saksi-saksi adalah fakta-fakta hukum yang harus digunakan Hakim sebagai pertimbangan hukum dalam memberikan keputusan.

Namun dalam kasus ini permohonan kasasi ke Mahkamah Agung juga tidak diterima pertimbangannya sesuai dengan pasal 45 A ayat 2 Undang-undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, putusan tentang praperadilan tidak dapat diajukan kasasi. Sehingga praperadilan yang diajukan oleh Ashari akan terhenti hingga Pengadilan Negeri Saja tidak ada lagi penyelesaian hukum yang sesuai lebih tinggi lagi untuk penyelesaiannya. Hal ini memungkinkan bahwa praperadilan penyitaan yang dialami oleh Ashari tidak menjadi wilayah hukum Mahkamah Agung karena ada batasan jelas bahwa Mahkamah Agung memiliki keterbatasan penanganan putusan pengadilan negeri namun tidak termasuk putusan praperadilan.

Hakim di Mahkamah Agung yang memeriksa dan memutus kasasi praperadilan penyitaan yang dilakukan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI ini pertimbangannya sangat jelas yaitu Undang-undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung terutama pada pasal 45 A ayat 2 mengenai putusan tentang praperadilan tidak dapat diajukan kasasi dan itu membuat kasasi praperadilan yang diajukan Ashari akhirnya tidak diterima karena dasar hukumnya jelas sekali.


(4)

commit to user

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Pada bab sebelumnya telah diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan, maka berikutnya akan diberikan kesimpulan sebagai berikut :

1. Alasan Pemohonan dalam Mengajukan Kasasi terhadap Putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI adalah :

a. Pemohon mengajukan bukti-bukti bahwa Termohon telah melakukan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon, Termohon telah melakukan kebohongan publik karena tidak mengakui melakukan penyitaan terhadap kayu olahan milik Pemohon, dengan demikian Termohon telah terbukti melakukan Penahanan dan Penyitaan tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku dan itu diketahui oleh majelis hakim;

b. Bahwa Putusan Majelis Hukum Pengadilan Negeri sangat bertentangan

dengan apa yang telah dibuktikan dalam persidangan karena mengandung pertimbangan-pertimbangan yang kontradiksi, oleh karena:

- Majelis Hakim memberikan putusan dalam perkara apa yang tidak

dimintakan, yaitu Majelis Hakim menyatakan Penyitaan tidaklah termasuk wewenang Pra Peradilan padahal Termohon tidak pernah menolak atau meminta hal tersebut dalam jawabannya;

- Majelis hakim dalam memberikan pertimbangan terkesan

ragu-ragu dan tidak konsekuen dalam putusannya, karena di satu pihak mengakui bahwa permohonan Pemohon termasuk dalam ruang lingkup yang diatur KUHAP sebagaimana Majelis menyebutkan pasal 82 KUHAP, akan tetapi dilain pihak menyangkalnya;


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

- Majelis hakim dalam memutuskan perkara Aquo dengan tidak

memprtimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon baik, bukti-bukti surat maupun bukti saksi-saksi adalah putusan dengan pertimbangan hukum yang keliru, karena bukti-bukti dan saksi-saksi adalah fakta-fakta hukum yang harus digunakan Hakim sebagai pertimbangan hukum dalam memberikan keputusan.

2. Pertimbangan Hakim dalam Memeriksa dan Memutus Permohonan Kasasi

terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam Perkara Pra Peradilan tentang Keabsahan Penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan Undang-undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung terutama pada pasal 45 A ayat 2 mengenai putusan tentang praperadilan tidak dapat diajukan kasasi dan itu membuat permohonan kasasi praperadilan kasus keabsahan penyitaan oleh PPNS Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI tidak diterima.

B. Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah setelah diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengadilan Negeri perlu untuk lebih bisa memperhatikan barang bukti yang ada serta fakta yang ada, sehingga tidak membuat keputusan yang berkesan tidak adil.

2. Hendaknya pemohon dan kuasa hukumnya memahami akan ketentuan

undang-undang pengajuan permohonan kasasi praperadilan sehingga tidak membuat langkah yang sia-sia karena sangat jelas bagaimana di dalam Pasal 45 A ayat 2 Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimohonkan kasasi.


(6)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Andi Hamzah. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: CV. Sapta Artha Jaya.

Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publising.

Lexy J. Moleong. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Mandar Maju.

M. Yahya Harahap. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika.

2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika.

2008. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntutan). Jakarta: Sinar Grafika.

Peter Mahmud Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Romli Atmasasmita. 1996. Sistem Peradilan Pidana. Bandung Bina Cipta.

Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Putusan Mahkamah Agung No. 1762 K/PID/2005.

Internet

Desita Sari dan Hesti Setyowaty, Pengawasan Horisontal terhadap Upaya Paksa

dalam Proses Peradilan Pidana, www.pemantauperadilan.com. diakses

tanggal 28 Pebruari 2010, Pukul 10.45 WIB.


Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Eksekusi Putusan Pengadilan dalam Perkara Perdata Terhadap Aset BUMN

24 173 119

ANALISIS PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PENGADILAN NEGERI GIANYAR DALAM PERKARA SUMPAH PALSU DAN PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

0 4 12

Tinjauan tentang pengajuan kasasi terhadap putusan praperadilan tentang penghentian penyidikan yang tidak sah (studi kasus di Mahkamah Agung)

0 7 66

ANALISIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) AD HOC DALAM PERKARA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA BERAT OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

0 8 102

KAJIAN ATAS NALAR HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS YANG DIJATUHKAN OLEH PENGADILAN NEGERI SANGGAU DALAM PERKARA PERDAGANGAN ORANG

0 12 103

TINJAUAN PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA DENGAN ALASAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURABAYA HANYA DIDASARKAN PADA PEMBACAAN BAP KEPOLISIAN DALAM PERKARA NARKOTIKA

6 96 65

TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA SUMPAH PALSU

0 3 73

TINJAUAN TENTANG PENGAJUAN KASASI OLEH PENUNTUT UMUM ATAS DASAR PUTUSAN PENGADILAN NEGERI YANG TERLALU RINGAN (STUDI PERKARA PERLINDUNGAN ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 828 K/PID.SUS/2012).

0 1 1

Praperadilan atas Penyitaan oleh Penyidik (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Perluasan Objek Praperadilan) - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 86

PERAN LEMBAGA PRAPERADILAN DALAM MENGUJI KEABSAHAN TINDAKAN PENYIDIK KEJAKSAAN PADA PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Terhadap Putusan No. 02Pid.Prap2015PN.Slw)

0 0 12