alkali mampu menyebabkan transeliminasi gugus 6-sulfat, sehingga menghasilkan bentuk 3,6-anhidro-D-galaktosa. Dengan demikian derajat
keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah Winarno, 1996.
b. Iota Carrageenan Iota carrageenan merupakan jenis yang paling sedikit jumlahnya di alam,
membentuk gel lembut, fleksibel, lunak, dengan sineresis yang terbatas. Iota carrageenan terdapat pada Eucheuma spinosum, Eucheuma isiforme, dan
Eucheuma uncinatum Aslan, 1998; Setiawati, 2007. c. Lambda Carrageenan
Lambda carrageenan merupakan jenis carrageenan kedua terbanyak di alam, tidak dapat mebentuk gel, namun berbentuk cairan kental. Lambda
carrageenan terdapat pada Chondrus crispus Setiawati, 2007; Winarno dkk., 1996.
2.3.3 Sifat Carrageenan
a. Kelarutan Karakteristik daya larut carrageenan dipengaruhi oleh bentuk garam
dari gugus ester sulfatnya. Jenis natrium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa
carrageenan dalam bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan
dalam bentuk garam natrium lebih mudah larut Syamsuar, 2006. Gugus hidroksil dan sulfat pada carrageenan bersifat hidrofilik sedangkan gugus
3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Kappa carrageenan bersifat kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-
galaktosa Towle, 1973. b. Viskositas
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh konsentrasi carrageenan, temperatur,
jenis carrageenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain Towle, 1973. Moirano 1977 mengemukakan bahwa semakin kecil kadar sulfat,
maka viskositasnya juga semakin kecil, tetapi kekuatan gelnya semakin meningkat. Viskositas larutan carrageenan akan menurun seiring dengan
peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi carrageenan Towle, 1973.
c. Stabilitas pH Carrageenan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9
dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada pH rendah. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis
dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan hilangnya viskositas dan menurunkan pembentukan gel. Hal ini disebabkan oleh ion H
+
yang membantu proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul carrageenan
Towle, 1973. Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan carrageenan dapat mempertahankan kondisi proses produksi carrageenan Glicksman, 1983.
d. Pembentukan gel Carrageenan mempunyai sifat pembentuk gel. Kemampuan
membentuk gel adalah sifat terpenting dari kappa carrageenan. Kemampuan pembentukan gel pada kappa carrageenan terjadi pada saat
larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena kappa carrageenan memiliki gugus sulfat yang paling sedikit sehingga mudah membentuk gel
Doty, 1987. Kappa carrageenan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel
dalam air dan bersifat thermoreversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu
yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer carrageenan dalam larutan menjadi random oil acak. Bila suhu
diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan, polimer-polimer ini akan saling
terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap pembentukan gel
yang kuat Syamsuar, 2006.
2.4 Isolasi Carrageenan