BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan mahluk sosial sehingga secara naluri terdorong untuk bergaul dengan manusia lain, baik untuk menyatakan
dirinya, mengekspresikan kepentingannya, mengatakan pendapatnya, maupun mempengaruhi orang lain untuk kepentingan sendiri atau
kepentingan kelompok. Manusia dapat memenuhi semua itu dengan bahasa. Kepentingan bahasa itu hampir mencakupi segala bidang
kehidupan karena segala sesuatu yang dihayati, dialami, dirasakan, dan dipikirkan oleh seseorang hanya dapat diketahui orang lain, jika telah
diungkapkan dengan bahasa. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para
anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri Kridalaksana, 2008: 24. Kita tidak dapat
membayangkan apa yang terjadi apabila manusia tidak memiliki bahasa. Oleh karena itu, keinginan untuk selalu mengadakan hubungan dengan
orang lain, menyebabkan bahasa tidak dapat terlepas dari masyarakat pengguna bahasa itu sendiri.
Perlu disadari bahwa komunikasi merupakan suatu proses penyampaian suatu pernyataan yang berlangsung apabila antara penutur
1
dan mitra tutur memiliki kesamaan makna tentang suatu pesan yang dikomunikasikan tersebut Effendy, 2002: 4. Tanpa bahasa proses
komunikasi tidak berjalan karena tidak ada alat untuk menyampaikan kesamaan makna. Apabila tidak ada bahasa, maka komunikasi tidak
berjalan dengan baik. Bahasa sebagai alat komunikasi yang paling penting dan utama.
Dalam pemakainnya, bahasa dibedakan menjadi dua macam, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Kedua jenis bahasa tersebut dapat terjadi pada
situasi formal dan nonformal. Biasanya dalam kehidupan sehari-hari, manusia lebih sering menggunakan situasi tidak formal untuk
berkomunikasi, karena sifatnya yang lebih komunikatif. Bahasa yang diungkapkan dalam bentuk tulisan beragam jenisnya,
antara lain berupa wacana. Wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, adapun wujud konkretnya dapat berupa novel, buku, artikel, dan
sebagainya Kridalaksana dalam Sumarlam, 2008: 9. Bahasa tulis tersebut dapat diungkapkan melalui media massa cetak dan elektronik. Salah satu
bentuk media cetak adalah surat kabar, yang digunakan untuk menyampaikan informasi tentang berbagai peristiwa atau hal-hal yang
terjadi pada saat itu. Surat kabar saat ini telah menjadi kebutuhan masyarakat. Akibat
dari hal itu, masyarakat akan merasa ketinggalan zaman bila tidak
membaca dalam waktu sehari saja. Hal ini karena mereka merasa kehilangan kesempatan untuk mendapatkan informasi.
Kemajuan IPTEK di segala bidang saat ini menyebabkan surat kabar menjadi berkembang pesat. Salah satu akibat dari perkembangan
pesat ini adalah masyarakat akan begitu mudah untuk mendapatkan surat kabar. Akibat selanjutnya adalah ragam bahasa surat kabar yang
mempunyai ciri tersendiri akan mudah ditiru begitu saja oleh masyarakat. Hal ini terjadi bila masyarakat kurang dibekali dengan kemampuan
berbahasa yang baik dan benar. Bentuk-bentuk tulisan surat kabar pada umumnya digolongkan ke
dalam tiga kelompok besar: berita news, opini views, dan iklan advertising Sumadiria, 2005: 6. Surat kabar menyediakan sebagian
halamannya untuk menampung opini atau pendapat wujud dari fungsi pers sebagai alat kontrol sosial. Opini ini bisa berupa opini umum public
opinion dan bisa berupa opini redaksi desk opinion. Wujud tulisan opini umum public opinion adalah artikel, kolom, dan surat pembaca,
sedangkan wujud tulisan redaksi adalah tajuk rencana, pojok, dan karikatur atau kartun Sugihastuti, 2003: 19.
Dalam penyampaian opini yang berupa opini redaksi, surat kabar mempunyai cara yang berbeda-beda. Penelitian ini misalnya, meneliti
tentang buku berisikan kumpulan kartun opini yang terdapat dalam surat kabar Kontan sehingga menarik untuk diteliti. Surat kabar Kontan
menampilkan rubrik tersendiri untuk mewakili aspirasinya berkaitan dengan kondisi politik ekonomi yang sedang terjadi di tahun 1998-2009.
Penelitian ini hanya memfokuskan penelitian pada data tahun 2009 karena wacana tahun 2009 masih hangat-hangatnya untuk dibahas. Rubrik
tersebut tidak secara langsung menyajikan wacana yang berisikan kritik dan komentar, tetapi menggunakan tokoh-tokoh imajinatif yang disebut
kartun. Kartun dalam media cetak Indonesia disajikan sebagai selingan
setelah pembaca menikmati rubrik-rubrik atau artikel-artikel yang lebih serius. Kartun membawa pembaca ke dalam situasi yang lebih santai.
Meskipun pesan-pesan di dalam beberapa kartun sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel, pesan-pesan kartun
sering lebih mudah dicerna atau dipahami sehubungan dengan sifatnya yang menghibur. Gambar-gambar dan tulisan-tulisan dalam kartun dibuat
lucu, menggelitik, dan mengandung sindiran. Sebagai media ekspresi, kartun juga mengajak pembaca untuk berpikir kritis dan merenungkan
pesan-pesan yang tersirat di dalamnya. Tambahan pula kritikan-kritikan yang disampaikan secara jenaka tidak begitu dirasakan melecehkan atau
mempermalukan. Kartun juga digunakan sebagai media pada kritik politik. Politik biasanya menjadi topik yang hangat dari setiap hasil karya
pekartun di Indonesia mulai dari zaman revolusi hingga saat ini. Setelah memasuki masa reformasi, tema politik tidak lagi menjadi satu-satunya isu
hangat yang ditampilkan. Isu ekonomi, pendidikan, sosial, hingga
kemiskinan juga menjadi pilihan. Politik yang disajikan dengan kartun lebih bersifat halus karena sifatnya sebagai sindiran halus.
Kartun politik tidak bisa lepas dari bahasa, karena tanpa bahasa komunikasi tidak dapat tersampaikan dengan baik. Tanpa bahasa makna
yang terkandung dalam kartun opini sulit dipahami oleh pembaca. Bahasa yang digunakan dalam kartun opini biasanya berupa tuturan singkat yang
dipadukan dengan gambar. Muatan bahasanya mengandung unsur humor karena humor sebagai warna kehidupan manusia.
Buku yang ditulis oleh Benny Rachmadi sangat menarik untuk diteliti karena beliau mempunyai latar belakang kehidupan yang menarik
juga. Benny Rachmadi Lahir di Samarinda, 23 Agustus 1969. Lulus dari
Desain Grafis Institut Kesenian Jakarta tahun 1993. Sejak 1998 menjadi kartunis pada harian dan mingguan Kontan.
http:www.cartoonesia.comindex.php?option=com_contentview=articl eid=78:ultah-mkib-kembali-menggelar-workshop-kartuncatid=1:latest-
newsItemid=58. Diakses tanggal 03 Januari 2010, pukul:11.07. Sebuah tuturan yang terdapat dalam kartun opini mempunyai
makna yang berbeda-beda yang dikaitkan dengan gambar. Makna ada dua yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Makna yang digunakan dalam
kartun opini adalah makna gramatikal atau makna yang sesuai dengan konteks tuturan. Sebuah kartun opini dapat dilihat makna secara tersirat
atau penafsiran dari pembaca melalui gambar. Tuturan tanpa gambar
dalam kartun opini dapat menyulitkan penafsiran pembaca. Oleh karena itu, penelitian ini akan berusaha memberikan makna tuturan sesuai dengan
gambar yang ada. Penyimpangan pragmatik sering digunakan dalam kartun opini
untuk mendapatkan nilai kelucuan. Penyimpangan pragmatik yang sering terjadi yaitu penyimpangan prinsip kerja sama dan penyimpangan prinsip
kesopanan. Selain itu, skala pragmatik juga mengalami pelanggaran dalam penulisan kartun opini yang dapat dikaji dalam penelitian ini.
Kartun menggunakan bahasa yang menyimpang prinsip pragmatik dan skala pragmatik. Penyimpangan pragmatik prinsip kerja sama yang
dilanggar meliputi maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Misalnya data 24 pada gambar terlihat seorang
pelari sedang melewati garis finish, kemudian ada wasitnya dengan membawa bendera sedangkan pelari tersebut membawa surat bertuliskan
MK.
+ Sudah finish, mbak - BelumMasih ada satu putaran lagi
Penyimpangan maksim kualitas terlihat pada wacana tersebut. Penyimpangan tersebut bersifat menyindir kepada Megawati karena kalah
dalam Pilpres tetapi beliau masih tidak percaya dengan kekalahannya. Sampai-sampai beliau mengajukan surat kepada Mahkamah Konstitusi.
Sebagai seorang yang kalah dalam Pilpres seharusnya mengakui
kekalahan, bukannya tidak percaya dengan kekalahan yang didapat dengan mengadakan Pilpres ke 2.
Prinsip kesopanan yang dilanggar yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kemurahan, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati,
maksim kecocokan, dan maksim kesimpatian. Misalnya data 15 pada gambar menunjukkan seorang pengendara motor sedang berbincang
dengan temannya di Pom Bensin, pengendara pertama sedang mengisi bensin dengan membawa motor butut atau kunonya.
+ Gaya, lu motor butut diisi pake Pertamax..... - Bukannya gaya...Premiumnya langka, nggak ada pilihan
Wacana kartun di atas menyimpang maksim penerimaan, ditunjukan dengan kalimat “gaya lu motor butut diisi pake Pertamax”.
Berarti penutur memaksimalkan ketidakhormatan kepada lawan tutur yang ditandai dengan gaya lu dan motor butut. Tuturan tersebut bersifat
mengejek. Tuturan di atas menunjukkan sindiran kepada pemerintah
mengenai kelangkaan Premium. Rakyat sampai-sampai membeli Pertamax untuk bahan bakar alat transportasi mereka misalnya motor yang harganya
mahal. Seharusnya pemerintah dapat segera mengatasi kelangkaan bahan bakar Premium agar rakyat tidak sengsara. Penyimpangan maksim
kebijaksanaan digunakan dalam wacana kartun di atas agar tuturan terkesan lucu walaupun pada intinya berlaku sebuah sindiran. Hal tersebut
merupakan penciptaan kartun opini dengan mengekspresikan gagasan mengenai masalah sosial ekonomi yang terjadi pada saat itu.
Skala penyimpangan pragmatik terlihat pada data 16 terjadi penyimpangan parameter kedudukan tindak ucap. Terlihat pada
percakapan berikut: + Ganti nama, biar nggak malu-maluin.....hehehe...
- Tapi berasnya tetap nggak pulen, kan?
Suatu tindak ucap terasa wajar apabila diutarakan di dalam situasi yang tepat. Pada tuturan di atas tidak tepat diutarakan karena dalam situasi
mendesak, pemerintah hanyalah mementingkan gengsinya saja dengan cara mengganti nama beras. Padahal pada saat itu, rakyat membutuhkan
kualitas beras bukan namanya. Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena penyimpangan
prinsip kerja sama, penyimpangan prinsip kesopanan dan skala penyimpangan pragmatik sering muncul pada kartun opini DPP tersebut.
Maka penelitian ini berjudul Penyimpangan Pragmatik Kartun Opini
dalam Buku “Dari Presiden ke Presiden” Karut-Marut Ekonomi Harian Mingguan Kontan 2009 Karya Benny Rachmadi.
B. Pembatasan Masalah