Kontraksi Otot Polos Usus Halus Longitudional Kelinci Akibat Paparan Medan Magnet Secara In Vitro

KONTRAKSI OTOT POLOS USUS HALUS
LONGITUDIONAL KELINCI AKIBAT PAPARAN
MEDAN MAGNET SECARA IN VITRO

DANANG AJI PAMUNGKAS

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kontraksi Otot Polos Usus
Halus Longotudional Kelinci Akibat Paparan Medan Magnet Secara In Vitro
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Danang Aji Pamungkas
NIM G74100043

ABSTRAK
DANANG AJI PAMUNGKAS. Kontraksi Otot Polos Usus Halus Longitudional
Kelinci Akibat Paparan Medan Magnet Secara In Vitro. Dibimbing oleh
AKHIRUDIN MADDU dan KOEKOEH SANTOSO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon kontraksi usus halus akibat
paparan variasi intensitas medan magnet 10-240 gauss dengan frekuensi 50 Hz secara in
vitro. Pengambilan data kekuatan dan frekuensi kontraksi menggunakan Data Asquisition
System AD Instruments. Terjadi penurunan kekuatan kontraksi, tetapi tidak signifikan.
Tidak ditemukan korelasi yang kuat antara penambahan intensitas medan magnet dan
penurunan kekuatan kontraksi. Paparan yang diberikan tidak cukup kuat untuk melakukan
modulasi kalsium melalui mechanosensitive ion channel, hal ini ditunjukkan pada nilai
uji korelasi yang kecil masing-masing duodenum, jejunum, dan illeum yaitu -0.0779, 0.1561, dan -0.3204. Serta uji F yang menyatakan tidak ada pengaruh nyata pada

kekuatan kontraksi usus halus. Hal serupa juga terjadi pada frekuensi kontraksi yang
mengalami peningkatan sangat kecil dan tidak signifikan. Hasil uji F menunjukkan tidak
berpengaruh nyata pada frekuensi kontraksi illeum dan duodenum, sedangkan pada
jejunum berpengaruh nyata. Tidak ditemukan korelasi yang kuat antara penambahan
intensitas medan magnet dengan peningkatan frekuensi kontraksi yang ditunjukkan oleh
nilai korelasi duodenum, illeum, dan duodenum yaitu 0.0352, 0.1665, dan 0.2546.

Kata kunci: kalsium, kontraksi, medan magnet, mechanosensitive ion channel,
otot polos

ABSTRACT
DANANG AJI PAMUNGKAS. Intestinal Smooth Muscle Contraction Longitudional Rabbit Due To Magnetic Field Exposure In Vitro. Supervised by
AKHIRUDIN MADDU and KOEKOEH SANTOSO.
This research aims to know the response is contraction of the intestine due to
exposure to the subtle variations in the intensity of the magnetic field 10-240 gauss with
frequency 50 Hz in vitro. Data capture the strength and frequency of contractions using
Data Asquisition System AD Instruments. Decrease in strength of contraction occurs, but
not significant. Not found a strong correlation between increased the intensity of the
magnetic field and a decrease in the strength of contraction. A given exposure is not
strong enough to do the modulation of calcium ion mechanosensitive channel through,

this is shown on a small correlation values test each of the duodenum, jejunum and illeum
is -0.1561, -0.0779, and-0.3204. As well as the test F stating there is no real influence on
the strength of contraction of the intestine. A similar case also happened in the
contractions increased frequency is very small and not significant. Test results showed no
effect on real F on the frequency of contractions and illeum the duodenum, jejunum
whereas in effect is real. Not found a strong correlation between the intensity of the
magnetic field with the addition of an increase in the frequency of contraction that is
indicated by the value of the correlation of the duodenum, duodenal and illeum was
0.0352, 0.1665 and 0.2546.

Key words: calcium, contraction, magnetic fields, mechanosensitive ion channels,
smooth muscle

KONTRAKSI OTOT POLOS USUS HALUS
LONGITUDIONAL KELINCI AKIBAT PAPARAN MEDAN
MAGNET SECARA IN VITRO

DANANG AJI PAMUNGKAS

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kontraksi Otot Polos Usus Halus Longitudional Kelinci Akibat
Paparan Medan Magnet Secara In Vitro
Nama
: Danang Aji Pamungkas
NIM
: G74100043

Disetujui oleh


Dr Akhirudin Maddu,M.Si
Pembimbing I

DR.Drh. Koekoeh Santoso
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Akhirudin Maddu, M.Si
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan sholawat serta salam
semoga tetap tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Berkat rahmat
dan hidayahNya, penulis telah bisa menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul
“Kontraksi Otot Polos Usus Halus Longitudional Kelinci Akibat Paparan Medan
Magnet Secara In Vitro”. Skripsi ini disusun agar dapat menyelesaikan tugas akhir
kuliah sebagai salah satu syarat lulus program sarjana di Departemen Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Ayahanda
Kasturi, Ibunda Sukartini dan saudara kandung Mbak Anis Kristina serta Adik Ari
Putri Lestari yang telah memberikan dukungan penuh sehingga dapat menguatkan semangat penulis. Kepada Dosen Pemimbing I Bapak Dr. Akhirudin
Maddu,M.Si dan Pembimbing II Bapak DR. Drh. Koekoeh Santoso yang selalu
mengarahkan serta memberikan motivasi disaat banyak kendala yang terjadi
ketika penelitian dilaksanakan. Serta yang tidak saya lupakan teman-teman baik
Fisika 47 maupun keseluruhan warga Fisika IPB yang penulis banggakan, tak
henti-hentinya berbagi wawasan tentang ilmu fisika yang menjadikan penulis
mengetahui hal-hal baru. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman
OMDA Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati yang telah memberikan tuntunan serta
semangat kebersamaan dari awal hingga lulus dari Kampus Pertanian yang
tercinta ini.
Ketidaksempurnaan dan segala keterbatasan penulis, diharapkan saran dan
kritik yang membangun dari semua pihak agar penelitian yang telah dilaksanakan
dapat dikembangkan dalam kesempatan selanjutnya. Semoga hasil penelitiannya
bermanfaat bagi almamater IPB maupun Masyarakat Indonesia.

Bogor, Juli 2014


Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Sumber medan magnet
Isolasi Usus Halus Kelinci
Pengambilan Data
Pengolahan Data
Analisis Data

HASIL DAN PEMBAHASAN
Medan Magnet
Mekanisme Kontraksi Otot Polos
Pengaruh Medan Magnet terhadap Sel Biologis
Efek Medan Magnet terhadap Kontraksi Duodenum
Efek Medan Magnet terhadap Kontraksi Illeum
Efek Medan Magnet terhadap Kontraksi Jejunum
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vii
vii
1
1

1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
4
4
5
6
7
10
12
15
15

15
16
18
42

DAFTAR TABEL
1 Selisih Kontraksi Duodenum
2 Selisih Kontraksi Illeum
3 Selisih Kontraksi Jejunum
4 Hubungan Arus dan Output Medan Magnet Selenoida

8
10
13
19

DAFTAR GAMBAR
1 Garis medan magnet
2 Pergerakan elektron dalam medan magnet
3 Medan magnet selenoida

4 Pergerakan kalsium pada pleksus, ICC, dan otot polos
5 Otot polos berkontraksi
6 Grafik data kontrol
7 Grafik data perlakuan
8 Grafik kekuatan kontraksi duodenum
9 Grafik frekuensi kontraksi duodenum
10 Kondisi membran sebelum terpapar medan magnet
11 Kondisi membran terpapar medan sejajar permukaan
12 Kondisi membran terpapar medan tegak lurus permukaan
13 Grafik kekuatan kontraksi illeum
14 Grafik frekuensi kontraksi illeum
15 Simulasi pergerakan kalsium akibat paparan medan magnet
16 Grafik kekuatan kontraksi jejunum
17 Grafik frekuensi kontraksi jejunum
18 Grafik selisih kekuatan kontraksi
19 Grafik selisih frekuensi kontraksi

4
5
5
6
6
7
7
7
8
9
9
9
10
10
12
12
13
14
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hubungan arus dan output medan magnet selenoida
2 Prosedur pengolahan data
3 Grafik pengambilan data
4 Analisis statistik
5 Peralatan penelitian

19
19
21
32
41

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Medan magnet secara alami dihasilkan oleh bumi dipancarkan dari kutub
utara menuju kutub selatan yang besarnya berkisar 0.25 gauss-0.35 gauss. Tetapi
dalam pemakaian alat rumah tangga juga dapat mengakibatkan medan
elektromagnetik yang besarnya bervariasi baik intensitas maupun frekuensi.
Intensitas medan magnet dibedakan menjadi tiga jenis yaitu medan magnet lemah
yang intensitasnya dibawah 1 mT, medan magnet sedang antara 1 mT- 1 T, medan
magnet kuat 1 T- 5 T, dan medan magnet sangat kuat yang memiliki intensitas
diatas 5 T.1
Dampak dari medan magnet terhadap sel biologis bergantung jenis,
intensitas dan frekuensi. Paparan medan magnet statik secara in vitro mempengaruhi fungsi otak ayam akibat terjadinya perubahan aliran ion kalsium,2 serta
dapat merubah sinyal kalsium intraseluler.3 Medan magnet intensitas sedang
mampu menghambat apoptosis dengan memacu modulasi ion kalsium agar sel
tetap hidup.4 Pada sel hewan, perubahan sedikit saja potensial membran akibat
paparan medan magnet dapat menyebabkan perubahan signifikan fungsi modulasi
ion dalam sel.5 Medan magnet mampu mengubah susunan partikel dalam sel
khususnya nanopartikel magnetik yang melekat pada integrin di membran sel.6
Paparan medan magnet dapat memicu perubahan arah vektor nanopartikel
magnetik, berubahnya arah vektor dapat menyebabkan terbukanya mechanosensitive ion channel terdekat yang berdampak pada perubahan aliran ion. Medan
magnet dapat dijadikan pengatur laju aliran ion tertentu dengan memacu
mechanosensitive ion channel.7
Usus halus dapat berkontraksi tanpa dikendalikan oleh kerja otak.
Mekanisme kontraksi usus halus sangat dipengaruhi keadaan dari otot polos.
Kalsium sangat berperan penting dalam mekanisme kontraksi otot polos di usus
halus. Kalsium yang berikatan dengan kalmodulin dapat mengaktifkan myosin
light chain khinase (MLCK) atau enzim yang memacu terjadiya fosforilasi.
Setelah kepala myosin mengalami fosforilasi, maka kontraksi usus halus terjadi.8
Laju aliran kalsium pada otot polos dapat berpengaruh terhadap kekuatan dan
frekuensi kontraksi otot polos.15 Oleh sebab itu diperlukan studi respon kontraksi
usus halus akibat paparan medan magnet statis dengan frekuensi 50 Hz.

Perumusan Masalah
Bagaimana pengaruh dosis medan magnet statis berfrekuensi 50 Hz
terhadap fungsi kontraksi pada usus halus yang dilihat dari perubahan kekuatan
dan frekuensi kontraksinya.

2

Tujuan Penelitian
Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari paparan medan magnet
statis yang memiliki frekuensi 50 Hz terhadap kekuatan dan frekuensi kontraksi
duodenum, illeum dan jejunum pada tingkat dosis yang berbeda.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang
respon otot polos pada duodenum, illeum, dan jejunum saat terpapar medan
magnet statis 50 Hz terhadap frekuensi dan kekuatan kontraksi serta dapat
mengembangkannya untuk keperluan medis.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran
Hewan dan Laboratorium Biofisika Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 1 Juli 2013 sampai
30 November 2013.

Alat dan Bahan
Pada penelitian ini, alat dan bahan yang digunakan yaitu: power supply, koil
medan magnet, klep, cawan petri, kabel, laptop, aplikasi Char 5, interface
powerlab AD Intruments 4ST, sensor gaya tipe MLT1030/a produk AD Instruments, benang dan gunting, penggaris, alat bedah, kompor listrik dan baskom,
pipet, organbath, termometer, usus kelinci, tyrode, air, pompa udara, sensor
medan magnet PASCO CI-6520A, interface PASCO 750.

Sumber Medan Magnet
Sumber medan magnet statis berasal dari selenoida. Selenoida merupakan
kawat panjang yang dililitkan pada besi pejal dengan jarak tertentu dan dialiri arus
listrik dari power supply. Fungsi dari besi pejal untuk menguatkan medan magnet
yang dikeluarkan selenoida. Alat ukur medan magnet berupa sensor medan
magnet PASCO CI-6520A yang dihubungkan dengan interface PASCO 750 serta
dianalisis melalui aplikasi Data Studio dari perangkat komputer. Untuk
mendapatkan medan magnet yang lebih besar dapat dilakukan dengan
meningkatkan arus (Lampiran1). Frekuensi medan magnet adalah 50Hz.

3

Isolasi Usus Halus
Sebelum dipotong, kelinci yang berumur 8-12 minggu terlebih dahulu
dipuasakan sehari agar kotoran di usus halus tidak terlalu banyak. Kemudian
menyiapkan alat bedah dan wadah yang diisi larutan tyrode bersuhu 37 ⁰C,
Setelah itu memotong kelinci dan segera membedahnya, membersihkan dan
menentukan bagian-bagiannya (jejunum, illeum, duodenum) lalu memasukkan ke
wadah yang telah disiapkan. Pada saat pengambilan data, untuk mengisolasi usus
ditaruh dalam tabung kecil organbath berisi larutan tyrode dengan suhu konstan
37 ⁰C serta diberi oksigen melalui selang kecil yang disambungkan dengan pompa
udara. Agar sel-sel usus tidak mati, larutan tyrode setiap 10 menit diganti.
Pengambilan Data
Penelitian ini dilakukan secara in vitro, usus berada di luar tubuh kelinci
tetapi mengkondisikannya seperti pada saat dalam tubuh hewan masih hidup
dengan memberi oksigen dari pompa udara, larutan tyrode sebagai asupan protein,
dan suhu 37 ⁰C seperti suhu normal tubuh. Memotong usus sepanjang 2 cm dan
ditali dengan benang baik bagian atas maupun bagian bawahnya. Mengkaitkan tali
bawah dengan pengait besi pipa oksigen, bagian atas benang ditalikan pada sensor
gaya. Pengambilan data dilakukan dengan bantuan sensor gaya semi isometrik
tipe MLT1030/a yang disambungkan interface AD Instrument 4ST menggunakan
aplikasi Chart 5. Dimana dosis medan magnet yang dipaparkan 10-240 gauss,
dilakukan lima kali ulangan masing-masing 30 detik dan setiap ulangan diambil
data kontrol.

Pengolahan Data
Pengolahan data menggunakan aplikasi Chart 5 dengan cara mengeblok
grafik, kemudian pada menu window pilih data pad. Setelah itu akan muncul
pilihan channel 1 sampai channel 8, pilih dan sesuaikan dengan channel yang
dipakai. Untuk mendapatkan data berupa frekuensi dan kekuatan kontraksi,
arahkan pilihan ke cyclic measurements bagian kiri dan average cyclic frequency
serta average cyclic height pada bagian kiri. Lalu tekan tombol ok, maka akan
muncul data yang dibutuhkan (Lampiran 2).

Analisis Data
Data penelitian dianalis dengan bantuan software Statistical Analysis System
(SAS), dimana analisisnya hanya satu faktor yaitu perbedaan dosis medan magnet.
Apabila didapatkan hasil beda nyata pada taraf kepercayaan mencapai 95%,
dilanjutkan dengan uji duncan untuk mengetahui pada dosis berapa saja terjadi
beda nyata. Dari hasil ini, dapat digunakan untuk membahas data secara statistik
yang dihubungkan dengan pengaruh medan magnet terhadap proses yang terjadi
di dalam sel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Medan Magnet
Medan magnet merupakan daerah dimana suatu benda yang memiliki sifat
ferromagnetik dan paramagnetik dapat dipengaruhi gaya magnet dari sumber
alami maupun buatan. Benda ferromagnetik yaitu benda yang ditarik kuat oleh
medan magnet sedangkan paramagnetik adalah benda yang ditarik lemah oleh
medan magnet. Contoh dari benda adalah ferromagnetik nikel, sedangkan ion
termasuk benda paramagnetik. Medan magnet konstan dapat dihasilkan oleh
sumber-sumber berupa magnet permanen atau sebuah medan listrik yang berubah
secara linear seiring waktu atau arus searah. Setiap sumber magnet memiliki dua
kutub, yaitu kutub utara dan kutub selatan. Arah garis medan magnet berasal dari
kutub utara yang dipaparkan menuju kutub selatan (Gambar 1).9

Gambar 1 Garis medan magnet10
Arah garis medan magnet merupakan tangensial (garis singgung) terhadap
suatu garis di titik mana saja yang memiliki banyaknya jumlah garis persatuan
luas sebanding dengan besar medan magnet. Garis-garis medan magnet dapat
dilihat pada serbuk besi yang ditaruh di sekitar magnet batang akan membentuk
formasi seperti garis-garis paralel yang menghubungkan kutub utara dan kutub
selatan. Kawat berarus dapat menghasilkan medan medan magnet yang besarnya
sebanding dengan besar arus listrik masukan. Medan magnet pada kawat berarus
dapat ditentukan komponen-komponen seperti arah arus, arah medan, dan arah
gaya menggunakan kaidah tangan kanan.11
Selenoida adalah kawat panjang yang membentuk loop dengan jumlah dan
diameter tertentu sehingga dapat menghasilkan medan magnet ketika diberi arus
listrik (Gambar 3). Pada selenoida juga terdapat kutub dimana penentuan kutub
utara dan selatan tergantung arah arus yang diberikan. Untuk memperbesar medan
magnet biasanya di dalam selenoida diletakkan besi karena domain-domain besi
dapat tersusun rapi oleh medan magnet. Penggabungan selenoida berarus dan besi
disebut sebagai elektromagnet. Partikel bermuatan akan dibelokkan ketika

5

melewati daerah medan magnet, arah pembelokan bergantung dengan arah gaya
magnet (Gambar 2).11

Gambar 2 Pergerakan elektron
dalam medan magnet11

Gambar 3 Medan magnet
selenoida11

Mekanisme Kontraksi Otot Polos
Pada usus halus, otot polos berfungsi penting dalam mekanisme kontraksi.
Otot polos terbagi menjadi dua macam yaitu otot polos multi unit dan otot polos
unit tunggal. Otot polos multi unit memiliki sifat yaitu masing-masing serat dapat
berkontraksi sendiri, tidak bergantung pada yang lain dan pengaturannya terutama
dilakukan oleh sistem syaraf. Otot polos unit tunggal biasanya diartikan sebuah
massa otot keseluruhan yang terdiri dari ratusan hingga jutaan serat otot yang
berkontraksi bersama-sama sebagai suatu unit tunggal. Otot polos pada usus halus
termasuk jenis unit tunggal sehingga setiap sel otot terhubung dengan gap
junction.8
Usus kelinci memiliki kemampuan untuk berkontraksi secara spontan dan
tidak dipengaruhi oleh aktivitas otak. Ketika usus kelinci di keluarkan dari
tubuhnya, masih bisa berkontraksi karena memiliki potensial aksi tersendiri yang
dapat merangsang kalsium (Ca2+) keluar masuk sel. Kalsium berdifusi melalui ion
channel yang terbuka dan menutup akibat perbedaan muatan atau potensial di
dalam dan di luar sel. Pencarian ritmisitas asal kontraksi usus mengidentifikasikan
adanya daerah pacemaker yang terletak pada myenteric dan tepi submucosa otot
sirkular serta mengandung jaringan sel yang dikenal sebagai sel interstisial cajal
(Interstitial Cells of Cajal- ICC), merupakan populasi sel yang beda dan unik
serta sel-sel saling bekerjasama dan terhubung secara elektrik satu sama lain
melalui gap junctions (Gambar 4).12
Pada kontraksi otot polos, Rho kinase berperan penting dalam mekanisme
kontraksi yaitu bertanggung jawab untuk membangkitkan sinyal kalsium.14 Dalam
sel-sel otot polos mengandung sejumlah besar protein pengatur yang bereaksi
dengan empat ion kalsium dalam memicu kontraksi disebut kalmodulin. Berikut
ini urutan proses aktivasi dan kontraksi yang terjadi:8

6

1. Konsentrasi intraselular Ca2+ bergantung pada permeabilitas membran
plasma sel otot polos terhadap Ca2+. Permeabilitas otot polos tersebut
dipengaruhi oleh sistem saraf involunter atau autonomik. Saat Ca2+
meningkat, kontraksi otot halus dimulai. Ion kalsium berikatan dengan
kalmodulin.
2. Kombinasi kalmodulin dan kalsium kemudian bersambungan sekaligus
mengaktifkan myosin rantai ringan kinase (Myosin Light Chain Kinase/
MLCK), yaitu suatu enzin yang berfungsi dalam melakukan fosforilasi.
3. Salah satu rantai ringan dari setiap kepala myosin (sebagai rantai
pengatur), mengalami fosforilasi sebagai respon terhadap myosin kinase.
Bila rantai ini tidak mengalami fosforilasi, siklus pelekatan-pelepasan
kepala dengan filamen aktin tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai
pengatur mengalami fosforilasi, kepala memiliki kemampuan untuk
berikatan dengan filamen aktin dan bekerja melalui seluruh proses siklus
sehingga menghasilkan kontraksi otot polos (Gambar 5).
Bila konsentrasi ion kalsium menurun di bawah nilai kritis, proses kontraksi
yang telah terjadi akan berlangsung terbalik secara otomatis kecuali fosforilasi
kepala myosin. Proses yang terbalik ini membutuhkan enzim lain, yaitu myosin
fosfatase yang terletak di dalam cairan pada sel otot polos dan berfungsi
menguraikan fosfat dari rantai pengatur. Kemudian siklus berhenti dan kontraksi
berakhir. Karena itu waktu yang dibutuhkan untuk merelaksasikan otot yang berkontraksi sangat ditentukan oleh jumlah myosin fosfatase aktif dalam sel.8

Smooth muscle

Gambar 4 Pergerakan kalsium pada
pleksus, ICC, dan otot polos14

Gambar 5 Otot polos berkontraksi13

Pengaruh Medan Magnet terhadap Sel Biologis
Organisme akan mengalami gangguan pada proses mekanisme kerja
organnya ketika terpapar oleh medan magnet dengan besar dan selama waktu
tertentu. Gangguan yang dialami terjadi pada tingkat sel, dimana dapat merubah
nilai potensial membran sel yang mengakibatkan perubahan modulasi kalsium dan

7

protein ketika melewati membran. Medan magnet statik 50 Hz dapat mempengaruhi modulasi arus ion, mengganggu transkrip DNA dan RNA, berinteraksi
dengan respon sel terhadap hormon dan enzim, berinteraksi dengan respon sel
terhadap neurotransmiter kimia, berinteraksi terhadap sistem imun sel dan sel
kanker.15 Paparan medan magnet menghasilkan pengaruh positif dan negatif,
pengaruh positifnya antara lain digunakan untuk terapi pengobatan penyakit, serta
pengaruh negatifnya dapat menyebabkan kelainan mekanisme fungsi kerja dari
organ tertentu akibat gangguan tingkat sel.6 Medan magnet juga dapat menyebabkan berubahnya arah nanopartikel magnetik pada membran sel yang mempengaruhi laju aliran ion intraseluler.7
Data yang didapat berupa grafik kekuatan kontraksi dengan intensitas
medan magnet 10-240 gauss dimana tiap perlakuan dosis sebelumnya diambil
kontrol terlebih dahulu. Data diperoleh menggunakan sensor gaya semi isometrik
yang terhubung dengan interface powerlab AD Instruments 4ST. Berikut contoh
data yang didapat berupa grafik pada perlakuan 10 gauss ulangan pertama:

Gambar 6 Grafik data kontrol

Gambar 7 Grafik data perlakuan

Grafik kemudian diolah menjadi data numerik menggunakan aplikasi Chart
5 sehingga diperoleh data kekuatan dan frekuansi rata-rata tiap ulangan (Lampiran
2). Berikut ini grafik hasil pengolahan data :
a. Efek medan magnet terhadap kontraksi duodenum usus halus kelinci

Gambar 8 Grafik kekuatan kontraksi duodenum

8

Gambar 9 Grafik frekuensi kontrasi duodenum
Tabel 1 Selisih kontraksi duodenum
Medan Magnet
Kekuatan
Perlakuan-kontrol(N)
10 gauss
0.0011±0.0025
20 gauss
0.0021±0.0028
30 gauss
-0.0002±0.0021
40 gauss
0.0007±0.0015
50 gauss
0.0001±0.0013
60 gauss
-0.0003±0.0015
120 gauss
0.0000±0.0009
180 gauss
0.0001±0.0016
240 gauss
0.0011±0.0010

Frekuensi
Perlakuan-kontrol(Hz)
0.0018±0.0054
-0.0024±0.0056
0.0039±0.0042
0.0039±0.0083
-0.0039±0.0102
0.0026±0.0066
0.0027±0.0033
0.0009±0.0065
0.0011±0.0049

Gambar 8 merupakan grafik kekuatan kontraksi duodenum, besar kekuatan
tarik kontraksi usus antara kontrol dan perlakuan relatif sama untuk setiap dosis
medan magnet yang dipaparkan. Nilai selisih perlakuan dan kontrol sangat kecil
dan fluktuatif. Sel otot polos yang terpapar oleh medan magnet dari dosis 10-240
gauss mengalami kecenderungan peningkatan nilai frekuensi kontraksi(Gambar
9). Besarnya peningkatan frekuensi duodenum berkisar 0.0009±0.0065 Hz sampai
0.0039±0.0042 Hz kecuali dosis 20 gauss dan 50 gauss yang masing-masing
mengalami penurunan sebesar -0.0024±0.0056 Hz dan -0.0039±0.0102 Hz (Tabel
1). Dalam hasil penelitiannya, Nair menyatakan bahwa ketika tubuh terpapar
medan magnet yang melebihi ambang batasnya maka akan merangsang sistem
saraf dan otot dalam tubuh serta merangsang aktivitas membran dalam modulasi
ion (Ca2+) dan protein.15 Paparan 10-240 gauss mempercepat modulasi kalsium
yang melewati membran sel, akibatnya frekuensi kontraksi mengalami
peningkatan.16
Dalam hasil penelitiannya, Lim dkk menjelaskan mekanisme perubahan
aliran kalsium di luar membran yang masuk ke dalam sel saat sebelum dan
sesudah terpapar medan magnet. Mekanisme tersebut seperti gambar berikut:6

9

Gambar 10 Kondisi membran
sebelum terpapar
medan magnet6

Gambar 11 Kondisi membran
terpapar medan magnet
sejajar dengan
permukaan6

Gambar 12 Kondisi membran
terpapar medan
magnet tegak lurus
dengan permukaan6

Gambar 10 menjelaskan pergerakan
kalsium yang tertahan di luar membran
sel ketika ion channel masih tertutup,
serta pada keadan belum terpapar medan
magnet. Kalsium akan menumpuk di luar
membran sel yang menyebabkan potensial di luar lebih tinggi daripada di dalam
sel. Di ion channel terdapat pintu yang
menutupnya dan akan terbuka ketika
potensial di luar sel bertambah besar
akibat menumpuknya kalsium. Karena
ion channel bisa membuka dan menutup
secara cepat akibat terpacu oleh konsentrasi kalsium di luar sel, ion channel juga
disebut mechanosensitive ion channel.
Saat sel terpapar oleh medan magnet yang arahnya horizontal sejajar dengan permukaan membran mengakibatkan terbentuknya sudut vektor particle
magnetization dan mengaktifkan mechanosensitive ion channel. Aktifnya mechanosensitive ion channel membuat saluran
penghubung ion antara luar dan dalam sel
terbuka yang berdampak kalsium akan
berdifusi secara bebas dari luar ke dalam
sel. Hal tersebut menyebabkan frekuensi
kontraksi meningkat (Gambar 11).
Peristiwa sama juga terjadi pada
waktu sel terpapar medan magnet dengan
arah tegak lurus permukaan membran
yang berdampak mechanosensitive ion
channel terbuka dan kalsium keluar
masuk dalam sel secara bebas. Dari penjelasan itu, maka dapat dipastikan ketika
medan magnet 10-240 gauss mengenai
sel otot polos, bahwa dosis tersebut telah
melampaui batas ambang dan menyebabkan mechanosensitive ion channel terbuka
sehingga ion kalsium dapat terus menerus
keluar masuk sel serta frekuensi kontraksi
usus meningkat (Gambar 12).

10

b. Efek medan magnet terhadap kontraksi illeum usus halus kelinci.

Gambar 13 Grafik kekuatan kontraksi illeum

Gambar 14 Grafik frekuensi kontraksi illeum
Tabel 2 Selisih kontraksi illeum
Medan Magnet
Kekuatan
Perlakuan-kontrol(N)
10 gauss
0.0005±0.0024
20 gauss
0.0003±0.0018
30 gauss
0.0005±0.0044
40 gauss
-0.0022±0.0032
50 gauss
-0.0024±0.0031
60 gauss
-0.0009±0.0043
120 gauss
-0.0023±0.0027
180 gauss
-0.0026±0.0061
240 gauss
-0.0034±0.0047

Frekuensi
Perlakuan-kontrol(Hz)
0.0033±0.0127
0.0012±0.0103
0.0009±0.0089
0.0041±0.0075
0.0037±0.0089
0.0002±0.0083
0.0079±0.0122
0.0039±0.0066
0.0050±0.0065

Gambar 13 adalah grafik kekuatan kontraksi illeum yang menunjukkan
ketika dosis medan magnet 40 gauss sampai 240 gauss kekuatan kontraksi
menurun sedangkan frekuensinya meningkat. Penurunan kekuatan sebesar 0.0009±0.0043 N sampai -0.0026±0.0061 N, dan dosis 10-30 gauss meningkatkan

11

kekuatan kontraksi dengan selisih relatif kecil. Pada frekuensi kontraksi illeum
mengalami peningkatan (Gambar 14). Peningkatan nilai frekuensi illeum dilihat
dari selisih frekuensi perlakuan dan kontrol berkisar 0.0002±0.0083 Hz sampai
0.0079± 0.0122 Hz (Tabel 2). Tanda negatif berarti terjadi penurunan dan tanda
positif artinya terjadi peningkatan. Pengaruh paparan elektromagnetik terhadap
kesehatan adalah adanya perubahan keseimbangan kadar radikal bebas dalam
sistem biologik. Radikal bebas dapat mentransduksi physical force, ada secara
alami dan mutagenik. Paparan medan magnet pada sel tidak berpengaruh
signifikan terhadap Na+, K+ , dan Cl- tetapi mempengaruhi modulasi kalsium.17
Aktivitas potensial debit meningkat dan penyerapan Ca2+ berkurang ke
dalam ganglia dan neuron terisolasi dari helix pomatia ketika membran
depolarisasi dipapar medan magnet.18 Saat sel mamalia diberi paparan medan
magnet 0,63 mT menyebabkan muatan permukaan bertambah negatif tetapi tidak
mengubah hidrofobik secara signifikan.19 Difusi partikel biologis yang bermuatan
termasuk ion dan protein plasma terganggu pada perlakuan paparan medan
magnet.20 Terjadi peningkatan Ca2+ intraseluler akibat paparan medan magnet
yang berpengaruh terhadap mekanisme biologis berbeda pada sistem sel.21
Membran sel adalah situs utama interaksi medan magnet dengan sel. Terjadi
perubahan muatan listrik pada permukaan sel ketika dipapar medan magnet yang
dipantau dari indikator pH neon, 4-heptadesil-7-hydroxycoumarin.22 Perubahan
kecil potensial transmembran dapat memicu modulasi signifikan fungsi sel
misalnya modulasi kalsium yang melewati membran sel melalui ion channel.
Adapun pengaruh lainnya paparan medan magnet terhadap sel biologis yaitu
reorientasi molekul diamagnetik membran plasma, perubahan pola protein, rotasi
fosfolipid membran, penataan situs pengikat lektin, mempengaruhi fluks
intraseluler dan ekstraseluler kalsium serta mempengaruhi transportasi dan signal
kalsium melintasi membran sel.6
Pada illeum, paparan medan magnet mempercepat modulasi ion kalsium
saat melewati ion channel sehingga memacu terjadinya ikatan antara kalmodulin
dan kalsium membentuk myosin light chain khinase yang menyebabkan forforilasi
berlangsung secara singkat.5 Saat proses fosforilasi berlangsung singkat, maka
frekuensi kontraksi akan menjadi lebih cepat serta volume kalsium yang melewati
membran berkurang menyebabkan kekuatan kontraksi menurun. Lindstrom
memaparkan hasil penelitiannya bahwa terjadi peningkatan osilasi kalsium+
intraseluler terhadap sel yang diberi perlakuan berbagai dosis paparan medan
magnet frekuensi rendah, peningkatan osilasi kalsium mempercepat frekuensi
kontraksi.26
John dobson menyatakan bahwa nanopartikel magnetik dapat diputar atau
diubah arahnya dengan memaparkan medan magnet pada dosis dan frekuensi
tertentu. Berubahnya arah nanopartikel magnetik dapat memacu terbukanya
mechanosensitive ion channel. Terbukanya ion channel dan aktivasi intraseluler
sinyal kalsium membuat aliran ion kalsium bebas keluar masuk secara cepat.7

12

Gambar 15 Simulasi pergerakan kalsium akibat paparan medan magnet7
Gambar 15 merupakan simulasi pergerakan kalsium baik sebelum maupun
sesudah medan magnet dipaparkan. Gambar 15.a menunjukkan medan magnet
diterapkan searah dengan arah vektor partikel megnetik (kiri) dan medan magnet
diterapkan dari samping atau tegak lurus sehingga mengubah arah vektor partikel
magnetik (kanan). Nanopartikel magnetik menempel di reseptor integrin pada
membran. Gambar 15.b mempresentasikan ketika medan diterapkan, maka akan
menarik partikel ke medan, terjadi deformasi di sekitar membran sel dan membuka mechanosensitive ion channel. Gambar 15.c memperlihatkan nanopartikel
magnetik yang melekat pada saluran ion melalui antibodi (kiri), paparan medan
magnet dengan gradien tinggi memaksa membuka saluran ion (kanan). Gambar
15.d menjelaskan nanopartikel magnetik yang terikat pada kelompok reseptor saat
tidak adanya medan magnet (kiri), kemudian ketika medan magnet gradien tinggi
diterapkan pada jarum magnet maka reseptor ditarik kearah medan yang dapat
memicu sinyal intraseluler (kanan).
c. Efek medan magnet terhadap kontraksi jejunum usus halus kelinci.

Gambar 16 Grafik kekuatan kontaksi jejunum

13

Gambar 19 Grafik frekuensi kontraksi jejunum
Tabel 3 Selisih kontraksi jejunum
Medan Magnet
Kekuatan
Perlakuan-kontrol(N)
10 gauss
0.0018±0.0012
20 gauss
0.0006±0.0011
30 gauss
0.0054±0.0028
40 gauss
0.0033±0.0036
50 gauss
0.0036±0.0046
60 gauss
-0.0006±0.0021
120 gauss
0.0005±0.0035
180 gauss
0.0006±0.0037
240 gauss
0.0007±0.0046

Frekuensi
Perlakuan-kontrol(hz)
-0.0003±0.0026
0.0001±0.0098
-0.0160±0.0060
-0.0026±0.0070
-0.0066±0.0076
-0.0028±0.0199
0.0024±0.0049
0.0047±0.0059
0.0008±0.0056

Gambar 16 terlihat kekuatan kontraksi cenderung meningkat ketika dipapar
medan magnet dengan dosis 10-240 gauss. Selisih kekuatan kontraksi saat dipapar
dan sebelum dipapar medan magnet berkisar 0.0005±0.0035 N sampai 0.0054±
0.0028 N, kecuali pada dosis 60 gauss selisihnya -0.0006±0.0021 N. Apabila
kekuatan kontraksi naik, maka frekuensi menurun. Penurunan nilai frekuensi pada
dosis 10-60 gauss berkisar -0.0003±0.0026 Hz sampai -0.0160±0.0060 Hz kecuali
pada 20gauss yang mengalami peningkatan frekuensi 0.0001±0.0098 Hz. Hal
yang berbeda terjadi ketika jejunum dipapar medan magnet pada intensitas 120
gauss, 180 gauss dan 240 gauss yang mengalami peningkatan sebesar 0.0024±
0.0049 Hz, 0.0047±0.0059 Hz, dan 0.0008±0.0056 Hz (Tabel 3).
Pleksus mientrik berperan dalam pengaturan aktivitas motorik di sepanjang
usus. Rangsangan dari luar terhadap pleksus mientrik dapat mengakibatkan gejala
perubahan pada aktivitas usus. Peningkatan nilai potensial aksi dan konsentrasi
kalsium sitosol menyebabkan kontraksi terjadi semakin kuat. Terdapat rangsangan
terhadap saraf simpatis memperlambat kontraksi.23 Peningkatan konsentrasi
kalsium menyebabkan kalsium yang melewati membran arusnya besar dan
berlangsung dengan waktu yang lama. Besarnya jumlah kalsium yang berdifusi
melalui membran sel mengakibatkan kekuatan kontraksi sel otot meningkat,
sedangkan waktu difusi lama relatif memperlambat frekuensi kontraksi.

14

Gambar 18 Grafik selisih kekuatan kontraksi
Gambar 18 merupakan sebaran ulangan dari selisih kekuatan kontraksi usus
halus yang dipapar medan magnet intensitas 10-240 gauss dengan frekuensi 50
Hz. Dilakukan uji korelasi pada selisih kekuatan kontraksi duodenum, jejunum
dan illeum. Didapatkan korelasi kekuatan duodenum -0.0779, jejunum -0.1561,
dan illeum -0.3204 (Lampiran 4). Korelasi bernilai negatif berarti memperbesar
intensitas medan magnet mengakibatkan kekuatan kontraksi cenderung menurun,
tetapi penurunan sangat kecil. berdasarkan hasil uji F, secara umum medan
magnet tidak berpengaruh kuat atau nyata terhadap kekuatan kontraksi usus halus.

Gambar 19 Grafik selisih frekuensi kontraksi
Gambar 19 menampilkan sebaran selisih perlakuan dan kontrol frekuensi
kontraksi tiap ulangan pada tingkat intensitas medan magnet dari 0-240 gauss.
Berdasarkan uji statistik, didapatkan korelasi yang nilainya jauh lebih kecil
daripada 0.8 untuk selisih frekuensi baik duodenum, illeum dan jejunum. Artinya
tidak terjadi perubahan respon secara signifikan seiring bertambahnya intensitas

15

medan magnet yang dipaparkan pada usus halus. Nilai korelasinya duodenum
0.0352, illeum 0.1665, dan jejunum 0.2546 (Lampiran 4). Nilai korelasi positif
menunjukkan semakin besar medan magnet yang dipaparkan pada usus halus
menyebabkan peningkatan kontraksi. Ketika dilakukan uji F, hanya pada frekuensi jejunum yang mengalami pengaruh nyata, sedangkan yang lain tidak ada
pengaruh nyata. Setelah diketahui ada pengaruh nyata akibat paparan medan
magnet terhadap frekuensi jejunum, kemudian dilanjutkan uji duncan dimana terjadi beda nyata pada intensitas 30 gauss, 50 gauss, dan 180 gauss serta pengaruh
terbesar ketika dipapar medan magnet 180 gauss yang mengalami peningkatan
sebesar 0.004712 Hz.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Paparan medan magnet berfrekuensi 50Hz dengan intensitas 10-240gauss
pada usus halus tidak berpengaruh signifikan terhadap kekuatan dan frekuensi
kontraksi. Terjadi penurunan kekuatan kontraksi, tetapi tidak signifikan. Tidak
ditemukan korelasi yang kuat antara penambahan intensitas medan magnet dan
penurunan kekuatan kontraksi. Paparan yang diberikan tidak cukup kuat untuk
melakukan modulasi kalsium, hal ini ditunjukkan oleh nilai uji korelasi yang kecil
serta uji F yang menyatakan tidak ada pengaruh nyata pada kekuatan kontraksi
usus halus. Hal serupa juga terjadi pada frekuensi kontraksi yang mengalami
peningkatan sangat kecil dan tidak signifikan. Hasil uji F menunjukkan tidak
berpengaruh nyata pada frekuensi kontraksi illeum dan duodenum, sedangkan
pada jejunum berpengaruh nyata. Tidak ditemukan korelasi yang kuat antara
penambahan intensitas medan magnet dengan peningkatan frekuensi kontraksi,
ditunjukkan oleh nilai korelasi yang kecil.

Saran
Untuk mengembangkan penelitian ini, peneliti harus memperhatikan penyebaran medan magnet ketika di tyrode, apakah sama dengan di udara atau tidak.
Agar dapat mengetahui efek medan magnet secara jelas, hendaknya peneliti
mengatur selang paparan medan magnet dari intensitas lemah kurang dari 1mT,
sedang 1mT -1T, kuat 1T-5T, dan sangat kuat yang dosisnya lebih besar dari 5T.
Kemudian harus dilakukan uji listrik pada usus baik sebelum maupun sesudah
terkena paparan medan magnet. Peneliti dapat juga memvariasikan frekuensi
medan magnet agar dapat diketehui pengaruh yang nyata tingkat energi medan
magnet terhadap respon kontraksi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Tipler, Paul A. 1998. Fisika untuk sains dan Teknik jilid 1. Jakarta: Erlangga
2. CF Blackman, SG Benane, JR Rabinowitz, et al. 1985. A role for the magnetic
field in the radiation-induced efflux of calcium ions from brain tissue in vitro,
Bioelectromagnetics, 6, 327
3. DB Lyle, TA Fuchs, JP Casamento, et al. 1997. Intracellular calcium signaling
by Jurkat T-lymphocytes exposed to 60 Hz magnetic field, Bioelectromagnetics,
18, 439
4. L Teodori, W Gohde, MG Valente, et al. 2002. Static magnetic fields affect
calcium fluxes and inhibit stress-induced apoptosis in human glioblas toma
cells, Cytometry, 49, 143
5. M Markov. 1994. “Biomagnetic Stimulation”, in “Biological effects of
extremely low frequency magnetic fields”, S Ueno, eds. New York: Plenum
Press
6. Lim ki taek dkk. 2009. Influence of Static Magnetic Field Stimulation on Cells
for Tissue Engineering, Tissue Engineering and Regenerative Medicine, Vol.
6, No. 1-3, pp 250-258
7. Dobson Jon. 2008. Remote control of cellular behaviour with magnetic
nanoparticles, nature nanotechnology vol 3
8. Guyton A. C, Hall E. J. 1996. Textbook of Medical Physiology, 9th Ed.
Philadelphia: Saunder Company
9. Hayt H & Buck A. 2006. Elektromagnetika Edisi Ketujuh.alih bahasa oleh
Irzam Harmein. Jakarta: Erlangga
10. Fishbane P. M. Et al. 2005. Physics for Scientists and Engineers with Modern
Physics 3rd Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc
11. Giancoli. 2001. Fisika Edisi 5. Jakarta: Erlangga
12. Torihashi S, Fujimoto T, Trosh C, Nakayama S. 2002. Calcium Oscillation
Linked to Pacemaker of Interstitital Cell of Cajal. J Boil Chem 227(21):
19191-19197
13. Suarga, Cepy. 2006. Efek Medan Magnet Terhadap Kontraksi Usus Halus
Kelinci Secara In Vitro. Bogor: IPB Press
14. Berridge J, Michael. 2008. Smooth Muscle Cell Calcium Avtivation
Mechanisms. J Physiol 586.21: 5047-5061
15. Nair I. 1989. Bilogical Effect of Power Frequency Electric and Magnetism
Fields. Background Paper, Assesment of Electric Power Wheeling and
Dealing: Technoligical Consideration for Increasing Competition, OTA-BP-E53, Washington DC: U.S. Goverment Printing Office
16. Lindstrom E, Lindstrom P, Berglund A, Mild KH, Lundgren E. 1993. Intracellular calcium oscillations induced in a T-cell line by a weak 50 Hz magnetic
field. J Cell Physiol 156: 395-398
17. Yamaguchi H, Ikehara T, Hosokawa K, Soda A, Shono M, Miyamoto H,
Kinouchi Y, Tasaka T. 1992. Effect of time-varying electromagnetic field on
K+(Rb+) fluxes and surface charge of Hela cell. Jpn J Physiol 42: 929-943
18. Ayrapetyan SN, Grigorian KV, Avanesian AV, Stamboltsian KV. 1994.
Magnetic field alter electrical properties of solutions and their physiological
effect. Bioelegtromagnetics 15: 133-142

17

19. Smith OM, Goodman EM, Greenebaum B, Tipnis P. 1991. An increase in the
negative surface charge of U397 cells exposed to a pulsed magnetic field.
Bioelectromagnetics 12: 197-202
20. Kinouchi Y, Tanimoto S, Ushita T, Sato K, Yamaguchi H, Miyamoto H.
1988. Effects of static magnetic fields on diffusion in solutions. Bioelectromagnetics 9: 159-166
21. Dini L. and Abbro L. 2005. Bioeffects of moderate-intensity static magnetic
fields on cell cultures. Micron 36, 195-217
22. Pal R, Petri WA Jr, Barenolz Y, Wagner R. 1983. Lipid and protein
contributions to the mem-brane surface potential of vesicular stomatitis virus
probed by a fluorescent pH indicator, 4-heptadecyl-7-hydroxycoumarin.
Biochim Bio-phys Acta 729: 185-192
23. Ginting A. 2008. Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal. Medan: USU eRepository

LAMPIRAN

19

Lampiran 1 Hubungan arus dan output medan magnet selenoida
Tabel 4 Hubungan arus dan output medan magnet selenoida
Arus(ampere)
Medan magnet(gauss)
0.23
10
0.45
20
0.66
30
0.84
40
1.02
50
1.19
60
2.16
120
3.12
180
4.08
240

Lampiran 2 Prosedur pengolahan data
1. Blok grafik data, kemudian arahkan kursor ke menu window dan klik data
pad. Maka akan memunculkan tampilan data pad.

2. Klik pada channel 2, akan muncul tampilan data pad column B setup.
Kemudian pilih cyclic measurement pada bagian kanan dan average
cyclic frequency untuk mendapatkan frekuensi kontaksi rata-rata atau
average cyclic height untuk mendapatkan kekuatan tarik kontraksi ratarata. Lalu tekan OK.

20

3. Berikut ini contoh hasil numerik kekuatan dan frekuensi kontraksi yang
diperoleh:

21

Lampiran 3 Grafik pengambilan data
a. Duodenum
Medan magnet 10 gauss
Kontrol :

Perlakuan:

Medan magnet 20 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 30 gauss
Kontrol:

22

Perlakuan:

Medan magnet 40 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 50 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

23

Medan magnet 60 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 120 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 180 gauss
Kontrol:

24

Perlakuan:

Medan magnet 240 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

b. Jejunum
Medan magnet 10 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

25

Medan magnet 20 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 30 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 40 gauss
Kontrol:

26

Perlakuan:

Medan magnet 50 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 60 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

27

Medan magnet 120 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 180 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 240 gauss
Kontrol:

28

Perlakuan:

c. Illeum
Medan magnet 10 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 20 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

29

Medan magnet 30 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 40 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 50 gauss
Kontrol:

30

Perlakuan:

Medan magnet 60 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 120 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

31

Medan magnet 180 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

Medan magnet 240 gauss
Kontrol:

Perlakuan:

32

Lampiran 4 Analisis statistik
a.

Analisis statisti hasil penelitian ini menggunakan aplikasi Statistical Analysis System(SAS).
Analisis Statistik Data Kekuatan Kontraksi
Duodenum
The GLM Procedure
Class Level Information

Class
medanmagnet

Levels Values
10
G0 G10 G120 G180 G20 G240 G30 G40 G50 G60
Number of Observations Read
Number of Observations Used

50
50

Dependent Variable: nilai

Source
Model

DF
9

Sum of
Squares Mean Square F Value Pr > F
0.00016571
0.00001841
1.82 0.0943

Error
Corrected Total
R-Square
0.290673

Coeff Var
199.7257

40
49

0.00040439
0.00057010

0.00001011

Root MSE nilai Mean
0.003180 0.001592

Source
DF
medanmagnet
9

Type I SS Mean Square F Value Pr > F
0.00016571 0.00001841
1.82 0.0943

Source
medanmagnet

Type III SS
0.00016571

DF
9

Mean Square
0.00001841

F Value Pr > F
1.82 0.0943

Duncan's Multiple Range Test for nilai
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
40
Error Mean Square
0.00001
Number of Means 2
3
4
5
6
7
8
9
10
Critical Range .0041 .0043 .0044 .0045 .0046 .0046 .0047 .0047 .0048
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
A
B A
B A
B A
B
B
B
B
B
B

Mean
0.005440
0.003616
0.003277
0.001827
0.000691
0.000621
0.000579
0.000454
0.000000
-0.000584

N
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

medanmagnet
G30
G50
G40
G10
G240
G20
G180
G120
G0
G60

33

Correlation
medan magnet
1
-0.3204

medan magnet
kekuatan

kekuatan
1

Regression Statistics
Multiple R
R Square
Adjusted R Square
Standard Error
Observations

0.0779
0.0061
-0.0146
0.0017
50

ANOVA
df
1
48
49

Regression
Residual
Total

Coefficients
0.0005
0.0000

Intercept
medan magnet

Standard
Error
0.0003
0.0000

SS
0.0000
0.0001
0.0001

t Stat
1.6151
-0.5413

P-value
0.1128
0.5908

MS
0.0000
0.0000

Lower
Upper
95%
95%
-0.0001
0.0012
0.0000
0.0000

Jejunum
The GLM Procedure
Class Level Information
Class
Levels
medanmagnet
11

Values
G0 G10 G120 G180 G20 G240 G30 G40 G50 G60
Number of Observations Read
Number of Observations Used

50
49

Dependent Variable: nilai

Source
Model

DF
9

Sum of
Squares
Mean Square
0.00016313 0.00001813

Error
Corrected Total
R-Square
0.287441

39
48

F Value Pr > F
1.75
0.1106

0.00040439
0.00056751

Coeff Var
198.2247

Root MSE nilai Mean
0.003220 0.001624

Source
DF
medanmagnet
9

Type I SS Mean Square
0.00016313 0.00001813

Source
medanmagnet

Type III SS
0.00016313

DF
9

0.00001037

Mean Square
0.00001813

F Value Pr > F
1.75
0.1106
F Value Pr > F
1.75
0.1106

Duncan's Multiple Range Test for nilai

F
0.2930

Lower
95.0%
-0.0001
0.0000

Significance F
0.5908

Upper
95.0%
0.0012
0.0000

34

Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
39
Error Mean Square
0.00001
Harmonic Mean of Cell Sizes 4.878049
Number of Means 2
3
4
5
6
7
8
9
10
Critical Range
.0042 .0044 .0045 .0046 .0047 .0048 .0048 .0049 .0049
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping

Mean

A
A
A
A

0.005440
0.003616
0.003277
0.001827
0.000691
0.000621
0.000579
0.000454
0.000000
-0.000584

B
B
B
B
B
B
B
B
B

N medanmagnet
5
5
5
5
5
5
5
5
4
5

G30
G50
G40
G10
G240
G20
G180
G120
G0
G60

Correlation
medan magnet
1
-0.1561

medan magnet
Kekuatan

kekuatan
1

Regression Statistics
Multiple R
R Square
Adjusted R Square
Standard Error
Observations

0.1561
0.0244
0.0040
0.0034
50

ANOVA
Regression
Residual
Total

Intercept
medan magnet

df
1
48
49

SS
0.0000
0.0006
0.0006

Coefficients
0.0021
0.0000

MS
0.0000
0.0000

Standard
Error
0.0007
0.0000

F
1.1988

Significance F
0.2790

t Stat
3.1194
-1.0949

P-value
0.0031
0.2790

Lower
95%
0.0008
0.0000

Upper
95%
0.0035
0.0000

Illeum
The GLM Procedure
Class Level Information
Class
medanmagnet

Levels Values
10 G0 G10 G120 G180 G20 G240 G30 G40 G50 G60
Number of Observations Read
Number of Observations Used

50
50

Lower
95.0%
0.0008
0.0000

Upper
95.0%
0.0035
0.0000

35

Dependent Variable: nilai

Source
Model

DF
9

Sum of
Squares
0.00010104

Error
Corrected Total

DF
9

Source
DF
medanmagne 9

F Value Pr > F
0.84
0.5827

0.00053340
0.00063444

0.00001334

40
49

R-Square
0.159258
Source
medanmag

Mean Square
0.00001123

Coeff Var
-290.9190

Root MSE nilai Mean
0.003652 -0.001255

Type I SS
0.00010104
Type III SS
0.00010104

Mean Square
0.00001123
Mean Square
0.00001123

F Value Pr > F
0.84
0.5827
F Value Pr > F
0.84
0.5827

Duncan's Multiple Range Test for nilai
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
40
Error Mean Square
0.000013

Number of Means 2
3
4
5
6
7
8
9
10
Critical Range .0047 .0049 .0051 .0052 .0053 .0053 .0054 .0054 .0055
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A

Mean
0.000502
0.000466
0.000330
0.000000
-0.000877
-0.002242
-0.002318
-0.002383
-0.002596
-0.003435

N
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Correlation
medan magnet
kekuatan

medan magnet
1
-0.3204

Regression Statistics
Multiple R
R Square
Adjusted R Square
Standard Error
Observations

0.3204
0.1026
0.0839
0.0034
50

kekuatan
1

medanmagnet
G30
G10
G20
G0
G60
G40
G120
G50
G180
G240

36

ANOVA
df
Regression
Residual
Total

SS
1
48
49

Intercept
medan magnet

Coefficients
-0.0001
0.0000

MS
0.0001
0.0000

0.0001
0.0006
0.0006

Standard
Error
0.0007
0.0000

Pvalue
0.8572
0.0233

t Stat
-0.1809
-2.3430

Lower
95%
-0.0015
0.0000

F
5.4896

Upper
95%
0.0013
0.0000

b. Analisis Statistik Data Frekuensi Kontraksi
Duodenum
The GLM Procedure
Class Level Information
Class
medanmagnet

Levels Values
10
G0 G10 G120 G180 G20 G240 G30 G40 G50 G60
Number of Observations Read
Number of Observations Used

50
50

Dependent Variable: nilai

Source
Model

Sum of
Squares
0.00029859

DF
9

Error
Corrected Total
R-Square
0.167350

Mean Square
0.00003318

F Value Pr > F
0.89
0.5399

0.00148563
0.00178422

0.00003714

40
49
Coeff Var
566.2573

Root MSE nilai Mean
0.006094
0.001076

Source
medanmagnet

DF
9

Type I SS
0.00029859

Mean Square
0.00003318

F Value
0.89

Pr > F
0.5399

Source
medanmagnet

DF
9

Type III SS
0.00029859

Mean Square
0.00003318

F Value Pr > F
0.89
0.5399

The GLM Procedure
Duncan's Multiple Range Test for nilai
Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
40
Error Mean Square
0.000037

Significance F
0.0233

Lower
95.0%
-0.0015
0.0000

Upper
95.0%
0.0013
0.0000

37

Number of Means 2
3
4
5
6
7
Critical Range
.0078 .0082 .0085 .0086 .0088 .0089

8
.0090

9
10
.0091 .0091

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping
Mean
A
0.003980
A
0.003909
A
0.002717
A
0.002560
A
0.001809
A
0.001086
A
0.000972
A
0.000000
A -0.002363
A -0.003907

N
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

medanmagnet
G30
G40
G120
G60
G10
G240
G180
G0
G20
G50

Correlation
medan magnet
frekuensi

medan magnet
1
0.035199376

Regression Statistics
Multiple R
R Square
Adjusted R Square
Standard Error
Observations

frekuensi
1

0.0319
0.0010
-0.0202
0.0062
49

ANOVA
Regression
Residual
Total

df
1
47
48

SS
0.0000
0.0018
0.0018

MS
0.0000
0.0000

Coefficients

Standard
Error

Intercept

0.0009

0.0013

0.7224

Medan magnet

0.0000

0.0000

0.2187

t Stat

F
0.0478

Significance F
0.8278

Lower
95%

Upper
95%

Lower
95.0%

0.4736

-0.0016

0.0034

-0.0016

0.0034

0.8278

0.0000

0.0000

0.0000

0.0000

P-value

Jejunum
The GLM Procedure
Class Level Information
Class
Levels Values
medanmagnet
10
G0 G10 G120 G180 G20 G240 G30 G40 G50 G60
Number of Observations Read
Number of Observations Used
Dependent Variable: nilai

50
47

Upper
95.0%

38

Source
Model

Sum of
Squares Mean Square
0.00158233 0.00017581

DF
9

Error
Corrected Total

37
46

F Value Pr > F
3.35
0.0043

0.00194334
0.00352567

0.00005252

R-Square Coeff Var
Root MSE nilai Mean
0.448802 -559.1952
0.007247 -0.001296
Source
medanmagnet

DF
9

Type I SS Mean Square
0.00158233 0.00017581

F Value
3.35

Source
medanmagnet

DF
9

Type III SS
0.00158233

F Value Pr > F
3.35
0.0043

Mean Square
0.00017581

Pr > F
0.0043

Duncan's Multiple Range Test for nilai
Alpha
0.05
Error

Dokumen yang terkait

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

8 98 122

Formulasi dan Evaluasi Secara In Vitro Floating Mucoadhesive Beads Dari Metronidazol Dengan Basis Alginat-Kitosan

3 64 67

Efek Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Tikus (Rattus novergicus) Jantan Terisolasi Secara In Vitro

3 42 77

Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) terhadap Kontraktilitas Otot Polos Vesika Urinaria Guinea Pig In Vitro. 2013

1 14 57

Pengaruh Ekstrak Akar Ginseng Jawa (Talinum paniculatum) terhadap Kontraktilitas Otos Polos Vesika Urinaria Guinea Pig In Vitro

0 3 52

Efek Kafein Terhadap Kontraktilitas Otot Polos Kandung Kemih Guinea Pig In Vitro

4 16 60

Perubahan Kontraksi Otot Longitudinal Usus Halus Kelinci Akibat Paparan Medan Listrik Dan Magnet Secara In Vitro

0 4 57

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

0 0 45

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

0 0 16

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

1 3 16