Karakteristik Kulit Kaki Ayam yang Disamak dengan Krom dan Mimosa serta Ekstrak Kulit Buah Salak (Salacca Edulis Reinw)

KARAKTERISTIK KULIT KAKI AYAM YANG DISAMAK
DENGAN KROM DAN MIMOSA SERTA EKSTRAK
KULIT BUAH SALAK (Salacca Edulis Reinw)

YUSUF JAFAR RIZALI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Kulit
Kaki Ayam yang Disamak dengan Krom dan Mimosa serta Ekstrak Kulit Buah
Salak (Salacca Edulis Reinw) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014
Yusuf Jafar Rizali
NIM D14100064

ABSTRAK
YUSUF JAFAR RIZALI. Karakteristik Kulit Kaki Ayam yang Disamak dengan
Krom dan Mimosa serta Ekstrak Kulit Buah Salak (Salacca Edulis Reinw).
Dibimbing oleh MOCHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO.
Penyamakan kulit merupakan proses yang bertujuan untuk mengubah kulit
mentah yang mempunyai sifat tidak stabil menjadi lebih stabil. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik kulit kaki ayam yang disamak
menggunakan bahan penyamak mineral (krom) dan nabati (mimosa dan ekstrak
kulit buah salak). Penelitian ini menggunakan kulit kaki ayam yang disamak
dengan satu kontrol dan tiga perlakuan. Setiap perlakuan menggunakan bahan
yang sama, yaitu krom, mimosa dan ekstrak kulit buah salak, namun dengan
konsetrasi yang berbeda. Kontrol menggunakan 100% krom, perlakuan pertama
menggunakan bahan penyamak dengan perbandingan 70:20:10, perlakuan kedua

60:20:20 dan perlakuan ketiga dengan perbandingan 50:20:30. Setiap perlakuan
mempunyai 3 kali ulangan. Karakteristik kulit yang diamati adalah kekuatan
tarik, kemuluran dan kekuatan sobek. Data dianalisis menggunakan analisis
ragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan tarik, kemuluran dan
kekuatan sobek kulit kaki ayam yang disamak pada setiap perlakuan tidak berbeda
nyata (P>0.05) dan perlakuan dengan perbandingan 50:20:30 merupakan hasil
yang paling baik.
Kata kunci: kulit buah salak, kulit kaki ayam, penyamakan

ABSTRACT
YUSUF JAFAR RIZALI. Characteristics of Leather Derived from Chicken
Claw’s Skin Tanned with Chromium, Mimosa and Salak Peel’s Extract (Salacca
edulis Reinw). Supervised by MOCHAMMAD SRIDURESTA SOENARNO.
Leather tanning is a process to transform the unstable raw skin into more
stable form. The aim of this research was to determine characteristics of chicken
foot’s skin which tanned using mineral (chromium) and vegetable tanning
material (mimosa and salak peel’s extract). This research used chicken foot’s skin
tanned with one control and 3 treatments. Each treatment used similar materials,
namely; chromium, mimosa and salak peel’s extract, with different concentration.
Control treatment consisted of 100% chromium; treatment 1 consisted of tanning

material with ratio of 70:20:10; treatment 2 with ratio of 60:20:20 and treatment 3
with ratio of 50:20:30. Each treatment had 3 replications. The observed variables
were tensile strength, elongation and tear endurance. Data were analyzed by
using analysis of variance. The results showed that tensile strength, elongation
and tear endurance of chicken foot’s skin tanned with each treatment showed not
significant different (P> 0.05) with the best treatment ratio was 50:20:30.
Key words: chicken claw’s skin, salak peel, tanning

KARAKTERISTIK KULIT KAKI AYAM YANG DISAMAK
DENGAN KROM DAN MIMOSA SERTA EKSTRAK
KULIT BUAH SALAK (Salacca Edulis Reinw)

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Karakteristik Kulit Kaki Ayam yang Disamak dengan Krom dan
Mimosa serta Ekstrak Kulit Buah Salak (Salacca Edulis Reinw)
Nama
: Yusuf Jafar Rizali
NIM
: D14100064

Disetujui oleh

Mochammad Sriduresta Soenarno, SPt MSc
Pembimbing Utama

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai Juni 2014 ini
ialah penyamakan kulit kaki ayam, dengan judul Karakteristik Kulit Kaki Ayam
yang Disamak dengan Krom dan Mimosa serta Ekstrak Kulit Buah Salak (Salacca
Edulis Reinw).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Mochammad Sriduresta Soenarno,
SPt MSc selaku pembimbing skripsi; Dr Rudi Afnan, SPt Msc Agr selaku dosen
pembimbing akademik; Dr Epi Taufik, SPt MVPH MSi dan Dr Jakaria, SPt MSi
selaku dosen penguji. Penulis juga mengungkapan terima kasih kepada Ibu
Nunung dari Lab Analitik Kimia, Bapak Edward Napitupulu dan Ibu Neny
Fardiah dari Dinas Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta yang telah
banyak memberi saran dan membantu dalam proses penelitian. Terima kasih juga
penulis ucapkan kepada Bapak Mamat Sugrimat, Ibu Ikah Rokasih, Teh Ima
Demiliana, Teh Ivo Rosita, De Pasya Nur Fauzan dan Neng Fairus Maulida
sebagai keluarga yang telah memberikan dukungan penuh, do’a, semangat dan

kasih sayang. Terimakasih juga kepada sahabat terbaik (Dhini Nova Widyasari)
yang selalu ada disaat suka maupun duka, teman-teman satu tim penelitian saya
(Sahid Mas Wijaya dan Abdul Halim), serta teman-teman IPTP 47 atas segala
do’a dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014
Yusuf Jafar Rizali

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan

Alat
Prosedur
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kekuatan Tarik
Kemuluran
Kekuatan Sobek
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
ix
ix
1
1
2
2
2
2

3
3
3
8
9
10
12
13
13
16
16

viii

DAFTAR GAMBAR
1
2

Fase reaksi pengikatan tanin dengan kolagen
Histologi kulit


10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

ix

Uji non parametrik Kruskal-Wallis kekuatan tarik kulit kaki ayam
Analisis ragam kemuluran kulit kaki ayam
Analisis ragam kekuatan sobek kulit kaki ayam

16
16
16

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penyamakan kulit merupakan proses yang bertujuan untuk mengubah kulit
mentah yang mempunyai sifat tidak stabil, yaitu mudah rusak oleh aktivitas
mikroorganisme, fisik maupun kimia, menjadi kulit tersamak yang mempunyai
sifat stabil, yaitu lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh di atas. Mekanisme
proses penyamakan dimulai dari usaha memasukkan bahan penyamak ke dalam
jaringan serat kulit. Selanjutnya mengusahakan agar terjadi ikatan kimia antara
jaringan serat kulit dengan bahan penyamak yang ditambahkan (Purnomo 1992).
Bahan penyamak yang digunakan di pasaran berasal dari berbagai macam
sumber, yaitu dari tumbuhan (nabati), mineral (alumunium, kromium, zirconium,
dll), serta ada yang dibuat oleh pabrik (Syntan). Bahan penyamak ini bila bereaksi
dengan serat kulit akan menghasilkan kulit yang beragam sifat fisik maupun
kimianya (Purnomo 1992). Menurut Fahidin dan Muslich (1999), bahan
penyamak mineral yang banyak digunakan adalah krom. Hal tersebut disebabkan
kulit yang disamak dengan krom memiliki kestabilan yang tinggi, yaitu lebih
tahan terhadap pengaruh bakteri dan suhu. Selain itu kulit yang disamak dengan
krom lebih lemas dan lembut, daya tarik dan mulurnya lebih tinggi, serta
memungkinkan hasil yang lebih baik bila diberi warna. Namun di sisi lain,
limbah dari proses penyamakan kulit yang menggunakan bahan penyamak krom
cukup berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan.

Salah satu solusi untuk mencegah bahaya yang ditimbulkan oleh limbah
yang mengandung krom tersebut adalah dengan mengganti bahan penyamak krom
menggunakan bahan penyamak nabati. Bahan penyamak nabati ini diakui cukup
ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan karena berasal dari tumbuhan.
Kandungan pada tumbuhan yang dapat dijadikan bahan penyamak adalah tanin.
Menurut Purnomo (1992), tanin terdapat pada hampir semua organ tumbuhan
seperti batang, daun, buah, biji, kulit buah dan kulit kayu. Purnomo (1992) juga
menjelaskan bahwa untuk mengetahui suatu tumbuhan mengandung tanin atau
tidak, maka dapat dilakukan dengan cara digigit. Apabila terasa sepat, maka
tumbuhan tersebut mengandung tanin.
Tanin yang akan digunakan pada penelitian ini adalah tanin yang berasal
dari ekstrak kulit buah salak (Salacca Edulis Reinw). Di Indonesia, salak
merupakan salah satu buah-buahan yang mudah ditemukan. Buah ini cukup
disukai oleh sebagian besar penduduk Indonesia karena rasanya yang manis dan
asam. Hasil penelitian Manda (2008) menunjukkan bahwa kulit buah salak cukup
mengandung tanin, sehingga memungkinkan untuk dijadikan sebagai bahan
penyamak nabati.
Di sisi lain, kulit kaki ayam merupakan salah satu bagian tubuh ayam yang
belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga akan menjadi nilai tambah apabila
kulit tersebut disamak karena jika dilihat secara cermat, permukaan kulit kaki
ayam memiliki corak yang cukup indah dan bervariasi. Purnomo (1992)
menjelaskan bahwa komposisi kimia (khususnya kandungan protein) yang ada
pada kulit kaki ayam tidak jauh berbeda dengan komposisi kimia dari kulit reptil

2

atau pun kulit ternak pada umumnya, yaitu ± 23%. Dengan demikian, kulit kaki
ayam termasuk kulit yang bisa disamak dan dimanfaatkan secara optimal.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan produksi tekstil, barang
kulit dan alas kaki di Indonesia antara tahun 2000-2013 mengalami peningkatan
dari 45 421.6 miliar rupiah pada tahun 2000 menjadi 172 422.5 miliar rupiah pada
tahun 2013 (BPS 2014). Namun, belum banyak industri yang menggunakan kulit
kaki ayam sebagai bahan baku penyamakan. Menurut Purnomo (1992), kaki
ayam yang terdapat di masyarakat memiliki potensi yang cukup besar sehingga
muncul gagasan untuk mengelola kulit kaki ayam menjadi komoditas yang
menarik dan laku di pasaran. Purnomo (1992) juga menyatakan bahwa harga kaki
ayam yang relatif murah dan ukuran kulit kaki ayam yang kecil membuat industri
pengolahan kulit kaki ayam maupun industri pembuatan barang jadi sangat
mungkin dilakukan dalam skala kecil.
Sebagai industri rumah tangga,
karakteristik produk dari kulit kaki ayam mampu bersaing dan tampil eksklusif
dibandingkan dengan produk dari industri besar yang umumnya merupakan mass
product. Menurut Purnomo (1992), ikat pinggang kulit ular, tali jam tangan kulit
biawak, dan tas kulit buaya merupakan barang kerajinan yang mahal. Bila
ketiganya dibandingkan dengan kulit kaki ayam, terutama bila sudah berbentuk
barang, akan sulit untuk membedakannya.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kulit kaki ayam yang
disamak menggunakan bahan penyamak mineral (krom) dan nabati (mimosa dan
ekstrak kulit buah salak).

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi proses penyamakan kulit kaki ayam
yang menggunakan bahan penyamak krom, mimosa dan ekstrak kulit buah salak
serta pengujian karakteristik (kekuatan tarik, kekuatan regang atau kemuluran dan
kekuatan sobek) kulit hasil samaknya.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu pada bulan Maret hingga
Juni 2014. Proses penyamakan kulit kaki ayam dilakukan di Laboratorium
Teknologi Hasil Ikutan Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis dilakukan di
Laboratorium Uji Sepatu, Kulit, dan Karet, Unit Industri Kerajinan, Balai
Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta, Jakarta Selatan.

3

Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah kulit kaki ayam yang diperoleh dari
Pasar Anyar Bogor dan kulit buah salak yang diperoleh dari limbah asinan Bogor
Gedung Dalam, Bogor, Jawa Barat. Bahan yang digunakan dalam pembuatan
ekstrak kulit buah salak adalah aquadest.
Bahan-bahan kimia pembantu yang digunakan pada proses penyamakan
antara lain: bahan penyamak krom, mimosa 0.5% Soda Api (NaOH), 1 gL-1
Antiseptik, 4% kapur, 2% Natrium Sulfida (SN), 3% ZA, 0.7% Asam Sulfat, 3%
Sandopan DTC, 5% Bensin, 2% Teepol, Air Hangat (40oC), 1% Oropon OR, 10%
garam dapur, 0.75% Asam Formiat, 0.5% Asam Sulfat, 8% Chromosal B, 0.5%
Natrium bicarbonate, 0.5% Natrium Carbonat, 1% Natrium Formiat, 1% cat dasar,
5% Minyak TRO, 1% Minyak Sulfat, 0.5% Asam Oksalat, 0.5% Asam Formiat,
dan 0.5% Anti Jamur.
Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi peralatan untuk proses
ekstraksi, penyamakan dan proses analisis antara lain: Erlenmeyer dan waterbath
untuk proses ektraksi, botol aqua, pisau, timbangan, pemutar botol dan kertas pH
yang merupakan alat-alat untuk proses penyamakan. Alat-alat untuk analisis
diantaranya: penggaris, cutter, alat pengukur ketebalan (thickness dumb bell
digital), mesin uji tarik dan uji sobek.
Prosedur
Ekstraksi Kulit Salak
Proses ekstraksi kulit buah salak dilakukan dengan modifikasi Nugraha
(1999) sebagai berikut. Kulit salak dikupas dari daging buahnya. Kemudian kulit
tersebut dipotong kecil-kecil dan dikeringkan sampai kering udara. Selanjutnya
potongan kulit yang sudah kering tersebut dihaluskan menjadi serbuk.
Setelah itu sebanyak 3 g serbuk diekstraksi dengan menggunakan pelarut air.
Perbandingan volume serbuk dengan pelarut adalah 1 : 5. Ekstraksi dilakukan
pada suhu 70 oC dengan waktu ektraksi selama 3 jam. Setelah itu larutan tanin
dipisahkan dari ampasnya dengan cara disaring dengan menggunakan kertas
saring.
Pengulitan Kaki Ayam
Proses pengulitan kulit kaki ayam dilakukan sesuai Purnomo (1992) sebagai
berikut. Kaki ayam dicuci terlebih dahulu sampai bersih. Sisiknya yang masih
tertinggal tidak perlu dikelupas karena akan hilang sendiri pada proses buang sisik.
Tiga buah jari dipotong tepat pada pangkal jari dan disisakan hanya jari tengah
(yang paling panjang). Kulit kaki bagian belakang diiris dengan pisau mulai dari
bonggol atas sampai pangkal jari yang paling panjang. Bentuk potongan
diusahakan lurus.
Kulit bagian bonggol dikelupas sampai ± 2 cm ke bawah lalu dijepit dengan
jepitan stainless/tang. Dijepit pula bagian tulang yang sudah dikelupas kulitnya
(tulang bagian bonggol) dengan tang (kakaktua). Masing-masing dipegang
dengan satu tangan. Selanjutnya ditarik secara berlawanan arah secepatnya

4

sampai kulit pada ujung jari ikut terkelupas. Setelah itu daging (biasanya daging
bagian telapak kaki) yang ikut bersama kulit tersebut dipotong dengan cara
menyesetnya dengan pisau seset.
Proses Penyamakan
Proses penyamakan kulit kaki ayam dalam penelitian ini dilakukan sesuai
Purnomo (1992) dengan jenis penyamakan kombinasi yang dimodifikasi sebagai
berikut:
Penimbangan. Kulit kaki ayam dicuci hingga bersih dari kotoran dan sisa-sisa
garam yang melekat pada kulit. Selanjutnya kulit tersebut ditimbang. Berat hasil
penimbangan ini dipakai sebagai dasar perhitungan bahan kimia pada proses
perendaman dan pengapuran.
Perendaman. Antiseptik dilarutkan ke dalam air, lalu ditambahkan Soda Api dan
diaduk secara merata hingga pH mencapai 9-10. Ditambahkan lagi Soda Api
0.1%-0.25% bila pH yang diinginkan belum tercapai. Setelah itu kulit
dimasukkan ke dalam larutan tersebut dan kulit diusahakan terendam seluruhnya.
Selanjutnya diaduk-aduk selama 30 menit, lalu kulit tersebut direndam selama 18
jam (± 1 malam). Setelah itu kulit dicuci dengan air mengalir selama 10 - 15
menit.
Pengapuran. SN dilarutkan dengan air panas 10 kali dan diaduk-aduk.
Kemudian larutan SN tersebut dimasukkan ke dalam air yang sudah disediakan
dan diaduk hingga rata. Kapur ditambahkan dan diaduk sampai larut dalam air,
kemudian kulit dimasukkan ke dalamnya dan diaduk selama 30 menit, lalu
didiamkan 1 jam. Diaduk-aduk lagi 30 menit, lalu didiamkan 2 jam. Kegiatan
tersebut diulangi sampai 5 kali, lalu kulit direndam selama 18 jam (± 1 malam).
Seluruh kulit diusahakan terendam dalam air dan pH cairan rata-rata 11 - 12. Pagi
harinya, kulit dicuci dengan air mengalir sampai bersih.
Buang Sisik dan Buang Daging. Setelah selesai pengapuran, kulit dibalik agar
sisik yang ada di bagian dalam, yakni di bagian telapak dan jari kaki dapat
dihilangkan. Kulit bagian jari digunting hingga seluruh kulit kaki ayam menjadi
lembaran. Sisik-sisiknya dihilangkan sampai bersih dengan cara diremas-remas,
atau kulit diletakkan satu per satu di atas papan yang rata, dan dibersihkan sisiksisiknya menggunakan sikat yang halus secara pelan-pelan sampai seluruh sisik
bersih. Setelah sisiknya bersih, kulit kaki ayam dibalik (bagian daging di atas dan
bagian rajah di bawah/menempel pada papan) kemudian dagingnya dibersihkan
menggunakan pisau buang daging.
Penimbangan. Setelah proses buang sisik dan buang daging, kulit dicuci lagi
sampi bersih. Selanjutnya dilakukan penimbangan untuk mengetahui beratnya.
Berat hasil penimbangan ini disebut “bloten”, yang nantinya akan dipakai sebagai
dasar perhitungan penggunaan bahan kimia untuk proses selanjutnya.
Pembuangan Kapur. ZA dimasukkan ke dalam air, lalu diaduk hingga rata.
Kemudian kulit dimasukkan ke dalam larutan tersebut dan diaduk selama 1 jam.

5

Asam sulfat yang sudah diecerkan 10 kali dimasukkan dengan cara dibagi menjadi
3 kali dengan interval waktu 15 menit. Kulit diaduk-aduk terus selama 2 jam, lalu
direndam selama 5-7 jam. Bila setelah diperiksa kulit dianggap cukup, maka kulit
bisa masuk pada proses selanjutnya.
Pembuangan Lemak. Sandopan DTC dilarutkan dalam air sampai larut
semuanya. Kemudian kulit dimasukkan ke dalamnya dan diaduk selama 1 jam.
Lalu airnya dibuang dan diganti dengan larutan bensin dan Teepol. Bensin dan
Teepol dicampur hingga rata, lalu kulit dimasukkan ke dalamnya dan diremasremas selama 45 menit tanpa berhenti. Setelah itu airnya dibuang, lalu kulit
dicuci dengan air mengalir sampai bersih. Proses ini dianggap cukup bila pada
kedua permukaan kulit (bagian rajah dan bagian daging) dipegang sudah tidak
terasa berminyak lagi.
Pengikisan Protein. Kulit dicuci sampai bersih. Oropon OR dimasukkan ke
dalam wadah yang sudah berisi air hangat dan diaduk hingga Oropon larut.
Kemudian kulit dimasukkan dan diaduk selama 2 jam, lalu direndam selama 1
malam dalam larutan Oropon. Pagi harinya, airnya dibuang dan kulit dicuci
dengan air mengalir sampai bersih.
Pengasaman. Garam dilarutkan dalam air, lalu kulit dimasukkan ke dalamnya
dan diaduk selama 15 menit. Asam Formiat dan asam Sulfat masing-masing
diencerkan terlebih dahulu 10 kali, kemudian dimasukkan ke dalam ember yang
berisi kulit dengan cara dibagi menjadi 3 kali dengan interval waktu 15 menit.
Selanjutnya kulit diaduk-aduk selama 4 jam terus-menerus. Proses pengasaman
dianggap cukup bila pH kulit sudah mencapai 2.5 - 3.
Penyamakan. Setiap perlakuan menggunakan bahan penyamak (B.P) yang sama,
yaitu bahan penyamak mineral (krom) dan bahan penyamak nabati (mimosa dan
ekstrak kulit buah salak), namun dengan konsentrasi yang berbeda. Kontrol
menggunakan bahan penyamak 100% krom. Perlakuan pertama menggunakan
bahan penyamak dengan perbandingan 70:20:10, perlakuan kedua menggunakan
bahan penyamak dengan perbandingan 60:20:20, dan perlakuan ketiga
menggunakan bahan penyamak dengan perbandingan 50:20:30. Setiap perlakuan
memiliki ulangan sebanyak 3 kali.
Krom, mimosa dan ekstrak kulit buah salak (sesuai perlakuan) dicampurkan
dengan air dan kulit, lalu diaduk selama 4 jam terus-menerus. Kemudian
ditambahkan Natrium bicarbonate yang sudah diencerkan 3 kali. Penambahan
Natrium bicarbonate dibagi menjadi 3 kali dengan interval 15 menit, lalu diaduk
terus-menerus sampai kulit masak. Uji kemasakan kulit dilakukan setiap 1 jam
setelah pemasukan soda yang terakhir. Bila sudah masak, kulit diangkat dari
cairan tersebut dan diangin-anginkan selama 1 malam.
Netralisasi. Natrium Formiat dimasukkan ke dalam air dan diaduk sampai rata.
Kemudian kulit dimasukkan dan diaduk-aduk selama 45 menit. Setelah itu
ditambahkan natrium bicarbonate dan diaduk-aduk lagi selama 1 jam.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pH hingga mencapai 5.5.

6

Penyamakan Ulang (Retaning). Mimosa dicampurkan dengan air, lalu kulit
dimasukkan dan diaduk selama 1 jam. Kemudian ditambahkan cat dasar yang
sebelumya sudah diencerkan dengan air panas lebih dulu, dan diaduk selama 1
jam. Selanjutnya ditambahkan TRO dan minyak Sulfat yang sudah diencerkan
dengan air panas terlebih dahulu, dan diaduk selama 1.5 jam. Setelah itu
ditambahkan asam Oksalat (diencerkan 10 kali) sekaligus, dan diaduk selama 1
jam. Lalu ditambahkan Asam Formiat (diencerkan 10 kali) dan anti jamur
sekaligus. Diaduk terus sampai cairan sisa tidak berwarna (bening).
Pengeringan. Kulit dikeringkan tidak langsung dengan sinar matahari ± selama 6
jam.
Pelemasan. Kulit yang sudah kering sebelum dilemaskan dengan alat stool
dilembabkan dulu ± 2 jam.
Finishing. Kulit setelah dilemaskan digosok searah dengan arah jatuhnya sisik,
dengan dasar botol atau kulit kerang sampai mengkilap dan halus.
Pengujian Kekuatan Tarik (SNI 06-1795-1990)
Uji kekuatan tarik dilakukan dengan cara membuat cuplikan berukuran 11 x
3 cm. Pengujian ini, kulit dipotong dengan alat pemotong (cutter). Kulit diukur
ketebalannya di tiga tempat sepanjang Lo dan dari 3 ketebalan tersebut diambil
ukuran ketebalan terkecil. Selanjutnya diukur lebar kulit di sepanjang wilayah Lo,
diukur tiga bagian lebar dan diambil ukuran lebar yang terkecil. Pengukuran
dilakukan dengan ketelitian 0.01 mm. Setelah itu cuplikan siap untuk diuji dan
dipasang pada penjepit. Mesin dijalankan dan penarikan dilakukan sampai kulit
putus.
ekuatan arik
Keterangan:
F maksimum
t
w

maksimum
kg cmt w

= beban maksimum yang dibutuhkan untuk menarik contoh kulit sampai putus
= tebal contoh kulit
= lebar contoh kulit

Pengujian Kekuatan Regang / Kemuluran (SNI 06-1795-1990)
Kekuatan regang diperoleh melalui perhitungan antara selisih panjang
cuplikan akhir dan panjang cuplikan awal dibagi dengan panjang cuplikan awal
yang selanjutnya dinyatakan dalam persen.
ekuatan egang

i- o
o

Keterangan:
Li
= panjang contoh kulit setelah kulit ditarik sampai putus
Lo
= panjang contoh kulit mula-mula pada jarak antara 2 penjepit

7

Pengujian Kekuatan Sobek (SNI 06-1794-1990)
Uji kekuatan tarik dilakukan dengan cara membuat cuplikan dengan arah
pemotongan sejajar dan tegak lurus dengan garis punggung, masing-masing 3
buah cuplikan. Potongan cuplikan dengan ukuran 10 x 2 cm, kemudian membuat
lobang X dengan diameter 0.2 cm yang berjarak 2.5 cm dari E ke X, kemudian
membuat irisan dari lobang X memanjang ke F sehingga cuplikan memanjang dan
berbentuk lidah. Tebal cuplikan diukur pada 3 tempat dengan alat ukur tebal
kulit. Diambil yang paling kecil dari ketiga ukuran tersebut. Hasil yang terkecil
dinyatakan sebagai tebal cuplikan, kemudian mesin dijalankan dan penarikan
dilakukan sampai culikan tersobek sempurna.
ekuatan Sobek

t

kg cm-

Keterangan:
G
= beban tarikan (kg); 1 kg = 9.8066 N
t
= tebal cuplikan (cm)

Analisis Data
Data hasil pengujian kekuatan tarik dianalisis menggunakan non parametrik,
sedangkan kemuluran dan kekuatan sobek dianalisis dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian terdiri dari 4 perlakuan, setiap
perlakuan menggunakan 3 ulangan sehingga penelitian terdiri dari 12 unit
percobaan. Hasil yang diperoleh apabila menunjukkan adanya perngaruh yang
berbeda nyata, maka akan dilakukan dengan uji lanjut Tukey.
Perlakuan:
P0 = Krom 100% (kontrol)
P1 = Krom 70%, mimosa 20%, dan ekstrak kulit buah salak 10%
P2 = Krom 60%, mimosa 20%, dan ekstrak kulit buah salak 20%
P3 = Krom 50%, mimosa 20%, dan ekstrak kulit buah salak 30%
Model matematika rancangan acak lengkap menurut Mattjik dan
Sumertajaya (2006) adalah sebagai berikut:
Yij = µ + Pi + Ɛij
Yij
µ
Pi
Ɛij

Keterangan:
: Nilai pengamatan peubah uji (kekuatan tarik, kemuluran dan kekuatan sobek) kulit kaki
ayam yang disamak pada perlakuan ke-i (0, 1, 2 dan 3) dan ulangan ke-j (1, 2, dan 3)
: Rataan nilai peubah uji (kekuatan tarik, kemuluran dan kekuatan sobek) kulit kaki ayam
yang disamak
: Pengaruh perlakuan penyamakan ke-i (0, 1, 2 dan 3)
: Pengaruh galat percobaan dari perlakuan penyamakan ke-i (0, 1, 2 dan 3) pada ulangan
ke-j (1, 2, dan 3)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyamakan merupakan proses memodifikasi struktur kolagen, komponen
utama kulit dengan mereaksikannya dengan berbagai bahan kimia (tanin atau
bahan penyamak) yang pada umumnya meningkatakan stabilitas hidrotermal kulit
tersebut dan kulit tersebut menjadi tahan terhadap mikroorganisme (Suparno et al.
2005). Tujuan dari proses penyamakan menurut Mann dan McMillan (2000)
adalah untuk mempertahankan karakteristik alami kulit, mempertahankan
kestabilan dan juga mencegah terjadinya pembusukan. Bahan baku yang
digunakan pada penelitian ini adalah kulit kaki ayam. Kulit kaki ayam yang diuji
merupakan kulit samak yang telah diberi perlakuan berdasarkan persentase bahan
penyamaknya (krom, mimosa, dan ekstrak kulit buah salak).
Salah satu syarat penting untuk mengetahui kualitas kulit adalah dengan
mengetahui kekuatan kulit, yakni kekuatan tarik dari kulit tersebut (Purnomo
1992). Selain itu, Pahlawan dan Kasmudjiastuti (2012) menambahkan bahwa
sifat kuat tarik kulit menggambarkan kuatnya ikatan antara serat kolagen
penyusun kulit dengan zat penyamak. Pahlawan dan Kasmudjiastuti (2012) juga
menjelaskan bahwa proses penyamakan yang baik akan menghasilkan kulit
dengan kekuatan tarik yang tinggi. Kekuatan tarik merupakan besarnya gaya
maksimal yang diperlukan untuk menarik kulit sampai putus. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat daya tarik kulit kaki ayam yang telah
disamak oleh masing-masing perlakuan.
Selain itu, penelitian ini menunjukkan nilai kemuluran dari kulit kaki ayam.
Rataan kemuluran diperoleh melalui perhitungan antara selisih panjang cuplikan
akhir dan panjang cuplikan awal dibagi dengan panjang cuplikan awal dan
dinyatakan dalam persen. Kekuatan regang atau kemuluran menunjukkan
kemampuan mulur suatu kulit. Semakin panjang ukuran kulit saat putus, maka
nilai kemuluran yang dihasilkan semakan besar. Menurut Jayaningrat (2013),
perpanjangan putus (kemuluran) menunjukkan nilai keelastisan kulit. Kemuluran
yang tinggi menunjukkan kulit tersebut bermutu baik dan tidak mudah sobek,
tidak kaku maupun putus saat digunakan (Jayaningrat 2013).
Selanjutnya kekuatan sobek menunjukkan batas maksimum kulit tersebut
untuk dapat sobek. Batas maksimum kulit untuk dapat sobek dilihat dari nilai
kekuatan sobek yang dinyatakan dalam bentuk kg cm-1. Menurut Fahidin (1977),
kulit yang disamak menggunakan bahan penyamak dengan kadar tinggi akan
memiliki ketahanan sobek yang tinggi. Data hasil pengujian kekuatan tarik,
kemuluran dan kekuatan sobek kulit kaki ayam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataan nilai kekuatan tarik, kemuluran dan kekuatan sobek kulit kaki
ayam sesuai perlakuan
Perlakuan
Parameter
P0
P1
P2
P3
Kekuatan tarik
94.66 ± 4.67 91.43 ± 41.3 102.17 ± 11.57 115.83 ± 8.89
(kg cm-2)
Kemuluran (%)
39.53 ± 7.46 39.47 ± 10.94 42.73 ± 6.64
46.47 ± 1.81
Kekuatan sobek
14.56 ± 2.39 11.16 ± 2.11
14.15 ± 2.33
15.79 ± 3.40
(kg cm-1)

9

Kekuatan Tarik
Tabel 1 menunjukkan nilai rataan pengujian kekuatan tarik kulit kaki ayam
yang disamak menggunakan bahan penyamak sesuai perlakuan, di mana P0
merupakan kontrol dengan 100% bahan penyamak krom. Kekuatan tarik kulit
kaki ayam samak pada P3 dengan kadar ektrak kulit buah salak 30%, lebih tinggi
dibandingkan dengan kekuatan tarik pada P0, P1 dan P2. Hal ini menunjukkan
bahwa bertambahnya kadar ekstrak kulit salak, telah meningkatkan kekuatan tarik.
Rata-rata nilai kekuatan tarik kulit kaki ayam tersamak pada penelitian ini berkisar
antara 91.43 - 115.83 kg cm-2. Kulit kaki ayam yang disamak dengan ekstrak
kulit buah salak pada konsentrasi 30% memiliki nilai kekuatan tarik lebih tinggi
bila dibandingkan dengan kulit samak minyak dengan bahan baku kulit kelinci
pada penelitian Syaeful (2002), yaitu sebesar 112.67 kg cm-2.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Alfindo (2009) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan nabati yang ditambahkan,
maka kekuatan tariknya semakin tinggi. Selain menggunakan ekstrak kulit buah
salak, penelitian ini juga menggunakan mimosa atau ekstrak kulit kayu akasia
dengan jumlah yang konstan. Menurut Purnomo (1992), kulit yang disamak
menggunakan ekstrak kulit kayu akasia akan bersifat padat, warna cokelat muda,
cukup lemas dan kekuatan tariknya cukup tinggi.
Berdasarkan hasil analisis ragam dengan pengujian non parametrik
(Lampiran 1) menunjukkan bahwa P0, P1, P2 dan P3 memberikan pengaruh yang
tidak berbeda nyata (P>0.05). Walaupun tidak berbeda nyata, tetapi tabel 1
menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan kekuatan tarik kulit
samak dengan meningkatnya kadar ekstrak kulit buah salak. Menurut O’ Flaherty
et al. (1978), tanin yang terikat oleh kulit pada proses penyamakan akan melapisi
serat-serat kolagen yang terbelah pada saat proses pengapuran, sehingga seratserat tersebut akan menjadi lebih kuat. O’ laherty et al. (1978) juga
menambahkan bahwa banyaknya tanin yang terikat pada kulit menyebabkan
kekuatan dari kulit samak akan semakin tinggi.
Masuknya atau terikatnya bahan penyamak ke dalam molekul-molekul
protein penyusun kulit yang mengakibatkan terbentuknya ikatan silang antara
bahan penyamak dengan rantai polipeptida menentukan tinggi rendahnya
kekuatan fisik dari kulit samak (Mustakim et al. 2007). Hal ini menunjukkan
bahwa ekstrak kulit buah salak berpotensi menggantikan krom dalam menyamak
kulit.
Reaksi pengikatan antara tanin dengan kolagen menurut Fahidin dan
Muslich (1999) dibagi mejadi tiga fase, yaitu (1) reaksi NH3 kulit mentah dengan
anion zat penyamak, (2) reaksi pengikatan semipolar dan (3) reaksi fisik (Gambar
1). Pada reaksi fisik terjadi absorpsi zat penyamak oleh serat-serat kulit. Semakin
besar molekul zat penyamak maka daya absorpsi semakin besar, sampai besar
molekul tertentu yang daya absorpsinya maksimum.

10

Keterangan:

L

= Gugusan zat penyamak
= Molekul tanin

Gambar 1 Fase reaksi pengikatan tanin dengan kolagen
Sumber : Fahidin dan Muslich 1999
Salah satu proses yang juga berpengaruh terhadap kekuatan tarik kulit
menurut Judoamidjojo (1974) adalah proses pengapuran dan pelumatan.
Judoamidjojo (1974) menjelaskan bahwa pada proses ini serat-serat kolagen
tersebut terhidrolisa menjadi serat-serat yang lebih kecil akibat pemutusan ikatan
hidrogen diantara cincin protein yang berdekatan. Apabila pengapuran dan
pelumatan dilakukan dengan waktu yang cukup lama, maka serat-serat kolagen
kulit akan semakin kecil dan tercerai berai sehingga kekuatan tarik pun menjadi
menurun (Judoamidjojo 1974).
Selain dipengaruhi penyamakan, pengapuran dan pelumatan, Suparno et al.
(2011) menyatakan bahwa kuat tarik dipengaruhi oleh ketebalan dan lokasi
pengambilan sampel. Suparno et al. (2011) juga menjelaskan bahwa kulit yang
diambil pada bagian krupon akan memiliki kekuatan tarik yang lebih baik bila
dibandingkan dengan kulit yang diambil pada bagian bahu dan perut, karena kulit
pada bagian krupon memiliki jaringan kolagen yang lebih kuat, rapat dan kompak.
Hal ini sesuai dengan Suparno (2010) yang menyatakan bahwa kekuatan tarik
dipengaruhi oleh komposisi serat di dalam kulit.
Kemuluran
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa
kemuluran rata-rata terendah tedapat pada P1 dengan nilai 39.47%, sedangkan
kemuluran rata-rata tertinggi berada pada P3 dengan nilai 46.47%. Hal ini
menunjukkan bahwa bertambahnya kadar ekstrak kulit buah salak telah
meningkatkan kemuluran kulit. Hasil di atas juga sesuai dengan penelitian Agung
(2010) yang menyatakan bahwa kemuluran atau kekuatan regang cenderung
menurun dengan bertambahnya konsentrasi krom.
Kemuluran kulit berkaitan erat dengan kelemasan kulit samak yang
dihasilkan. Menurut Hak et al. (2000), kelemasan kulit merupakan salah satu
parameter yang digunakan untuk mengetahui karakteristik suatu kulit tersamak.
Selain ekstrak kulit buah salak, penelitian ini menggunakan ekstrak kulit kayu
akasia atau mimosa sehingga menurut Purnomo (1992), kulit yang disamak

11

menggunakan ekstrak kulit kayu akasia akan mempunyai sifat yang cukup lemas.
Judoamidjojo (1974) menjelaskan bahwa kulit samak menjadi lemas dapat
disebabkan oleh hilangnya sebagian zat-zat yang terdapat pada kulit. Selain itu,
Judoamidjojo (1974) menambahkan bahwa lemasnya kulit samak dapat
disebabkan oleh tercerainya serat-serat kolagen penyusun tenunan kulit pada
proses pengapuran.
Proses pengapuran menurut Thorstensen (1985) akan terjadi reaksi reduksi
elastin pada protein kulit dan reaksi ini akan terus dilanjutkan pada proses
pelumatan dengan menggunakan enzim, sehingga elastin akan terbuang dari kulit.
Judoamidjojo (1981) juga menyatakan bahwa serabut elastin yang lebih tegak
dengan anyaman rapat (padat) menghasilkan kulit yang mempunyai daya
kemuluran yang kecil, tetapi bila serabut lebih horizontal dan anyaman lebih
longgar (lunak) maka kulit akan lebih mulur (Gambar 2).

Gambar 2 Histologi kulit
Sumber : Sloane 2003
Elastin menurut Judoamidjojo (1974) merupakan protein fibrous yang
membentuk serat-serat yang sangat elastis karena mempunyai rantai asam amino
yang membentuk sudut sehingga pada saat mendapatkan tegangan maka sudutsudut tersebut akan menjadi lebih lurus dan akan kembali seperti semula apabila
tegangan tersebut dilepaskan. Hal ini menunjukkan bahwa hilangnya elastin pada
protein kulit akan mengurangi elastisitas dari kulit samak. Selain itu, Amwaliya
(2011) menyatakan bahwa tingginya nilai kemuluran disebabkan oleh arah serat
kulit yang sejajar dengan arah gaya tarikan, sehingga kulit menjadi lebih mudah
mengalami perpanjangan atau perpanjangan dan pada akhirnya putus.
Berdasarkan hasil analisis ragam dengan pengujian parametrik (Lampiran 2)
menunjukkan bahwa P0, P1, P2 dan P3 memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata (P>0.05). Menurut SNI 0234:2009, syarat mutu kulit bagian atas alas kaki kulit boks adalah maksimal 70%, sehingga kulit kaki ayam samak hasil penelitian
ini cocok untuk dijadikan bagian atas alas kaki - kulit boks.

12

Kekuatan Sobek
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa
kekuatan sobek rata-rata terendah tedapat pada P1 dengan nilai 11.16 kg cm-1,
sedangkan kekuatan sobek rata-rata tertinggi berada pada P3 dengan nilai 15.79
kg cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya kadar ekstrak kulit
buah salak, maka nilai kekuatan sobek pun meningkat. Untari (2000) menyatakan
bahwa besar kecilnya kekuatan sobek sejalan dengan kadar penyamak yang
terkandung dalam kulit samaknya dan penampilan fisik kulit akan mencerminkan
kandungan zat penyamak di dalam kulit tersebut. Selain itu, Purnomo (1985)
menyatakan bahwa komposisi serat di dalam kulit juga mempengaruhi kekuatan
sobek. Salah satu protein serat yang merupakan komponen utama dalam kulit
samak adalah kolagen. Judoamidjojo (1981) menjelaskan bahwa tenunan kolagen
merupakan penyusun utama dan bagian pokok pembentuk kulit samak. Protein
serat ini berperan sebagai penunjang mekanis yang memberikan kekuatan pada
tulang dan daya tahan sobek pada kulit. Kolagen akan bereaksi dengan bahan
penyamak membentuk suatu tenunan yang stabil.
Selain bertambahnya kadar ekstrak kulit buah salak, kekuatan sobek juga
meningkat seiring berkurangnya kadar krom. Hal ini sesuai dengan O’ laherty et
al. (1978) yang menyatakan bahwa kadar krom yang berlebihan dalam kolagen
justru akan menurunkan kekuatan fisik kulit samak seiring dengan bertambahnya
jumlah krom yang terikat, sehingga rantai polipeptida terlalu banyak menerima
bahan penyamak melebihi batas kemampuan muatan serabut kulit sehingga
serabut kolagen terputus.
Selama proses penyamakan berlangsung, menurut Purnomo (1992) ada
beberapa tahapan yang terjadi. Tahap pertama dari penyamakan dipandang
sebagai reaksi antara gugus-gugus hidroksil yang terdapat di dalam zat penyamak
nabati dengan struktur kolagen, yang diikuti oleh reaksi ikatan dari molekul zat
penyamak dengan molekul zat penyamak lainnya (yang dianggap tahap kedua)
sampai seluruh ruang kosong yang terdapat di antara rantai kolagen terisi
seluruhnya. Purnomo (1992) menambahkan bahwa selama berlangsungnya proses
penyamakan, biasanya diikuti dengan kebengkakan osmotik dari struktur fibril,
sebab kulit dalam lingkungan asam. Proses penyamakan dapat berlangsung
dengan sempurna apabila kolagen telah menyerap kira-kira separuh berat dari zat
penyamak yang digunakan. Bagian kolagen yang dapat bereaksi dengan zat
penyamak merupakan ikatan peptida yang bebas, sehingga mampu membentuk
struktur ikatan hidrogen dengan gugus aktif yang terdapat pada zat penyamak
(Purnomo 1992).
Berdasarkan hasil analisis ragam dengan pengujian parametrik (Lampiran 3)
menunjukkan bahwa P0, P1, P2 dan P3 memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kekuatan sobek,
baik pada kontrol maupun di setiap perlakuan sehingga ekstrak kulit buah salak
diasumsikan dapat mengganti krom dalam menyamak kulit. Bila dibandingkan
dengan syarat mutu kulit ikan pari SNI 06-6121-1999 (BSN 1999), untuk
kekuatan sobek yaitu minimal sebesar 300 N atau sama dengan 30 kg cm-1. Nilai
ini lebih besar dibandingan dengan nilai kekuatan sobek kulit kaki ayam pada
semua perlakuan. Hal ini dapat disebabkan oleh tekstur kulit kaki ayam yang
lebih tipis dibandingkan dengan kulit ikan pari. Menurut Purnomo (2002), kulit

13

ikan pari yang digunakan pada proses penyamakan adalah kulit punggung yang
mempunyai butiran sisik. Hal ini sesuai dengan pendapat Purnomo (1992) yang
menyatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi kekuatan sobek adalah tebal
tipisnya kulit. Kulit yang tipis memiliki serat kolagen yang longgar sehingga
mempunyai kekuatan sobek yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kulit
yang lebih tebal. Febianti (2011) juga menyatakan bahwa nilai kuat sobek yang
dihasilkan dipengaruhi oleh ketebalan kulit, arah serat kolagen, sudut antar serat
dengan lapisan grain dan lokasi sampel pada kulit. Kulit yang tebal memiliki
kekuatan sobek yang lebih tinggi karena menurut Jayaningrat (2013), kulit yang
tebal memiliki tenunan serat-serat kolagen yang lebih banyak.
Selain itu, kekuatan sobek menurut Suparno dan Wahyudi (2012) sangat
dipengaruhi oleh arah serat kolagen. Menurut Amwaliya (2011), arah serat kulit
yang sejajar dengan arah gaya sobekan membutuhkan gaya yang lebih besar untuk
melepaskan jalinan serat. Sebaliknya, arah serat kulit yang tegak lurus terhadap
gaya sobekan membutuhkan gaya yang lebih kecil untuk merobek atau membuka
tenunan serat (Amwaliya 2011).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kulit kaki ayam yang disamak dengan masing-masing perlakuan memiliki
karakteristik yang tidak berbeda. Perlakuan dengan kadar krom, mimosa dan
ekstrak kulit buah salak (50:20:30) menunjukan hasil yang terbaik dilihat dari
kekuatan tarik, kemuluran dan kekuatan sobek kulit kaki ayam sehingga ekstrak
kulit buah salak berpotensi menggantikan krom sebagai bahan penyamak.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang kandungan tanin yang terserap
pada kulit hasil samak.

DAFTAR PUSTAKA
Agung RB. 2010. Pengaruh kadar krom (Cr2O3) terhadap mutu kulit ikan kakap
(Lutjanus sp.) tersamak [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Alfindo T. 2009. Penyamakan kulit ikan tuna (Thunus sp) menggunakan kulit
akasia (Acacia mangium Wild) terhadap mutu fisik kulit [skripsi]. Bogor
(ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Amwaliya S. 2011. Pengaruh waktu oksidasi terhadap mutu kulit samoa pada
proses penyamakan minyak yang dipercepat dengan hidrogen peroksida
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.

14

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produk domestik bruto per triwulan atas
dasar harga berlaku menurut lapangan usaha, 2000-2014. BPS [Internet].
[diunduh
2014
September
24].
Tersedia
pada:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_suby
ek=11%20¬ab=14.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1990. Pengujian Kekuatan Sobek dan
Kekuatan Sobek Lapisan Kulit (SNI 06-1794-1990). Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1990. Pengujian Kekuatan Tarik dan
Kemuluran Kulit (SNI 06-1795-1990). Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1999. Syarat Mutu Kulit Ikan Pari
Tersamak (SNI 06-6121-1999). Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Syarat Mutu Kulit Bagian Atas Alas
Kaki - Kulit Boks (SNI 0234:2009). Jakarta (ID): BSN.
Fahidin. 1977. Pengolahan Hasil Ternak Unit Pengolahan Kulit. Bogor (ID):
Badan Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian Sekolah Pembangunan.
Departemen Pertanian.
Fahidin, Muslich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Bogor (ID): Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Febianti I. 2011. Penentuan waktu oksidasi terbaik untuk proses penyamakan
kulit samoa menggunakan minyak biji karet dengan oksidator natrium
hipoklorit [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
Hak N, Yunizal, Memen S. 2000. Teknologi Pengawetan dan Penyamakan Kulit
Ikan. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan
Perikanan.
Jayaningrat MSP. 2013. Penentuan konsestrasi bahan penyamak aldehida dan
minyak biji karet untuk penyamakan kulit samoa pada skala pilot plant
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Judoamidjojo M. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Bogor (ID):
Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Judoamidjojo M. 1981. Teknik Penyamakan Kulit untuk Pedesaan. Bandung
(ID): Penerbit Angkasa.
Manda FS. 2008. Potensi ekstrak kulit dan daging buah salak sebagai
antidiabetes [skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
Mann BR, McMillan MM. 2000. The Chemistry of Leather Industry. New
Zealand (NZ): G.L.Brown & Co Ltd.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab, Jilid 1. Bogor (ID): IPB Pr.
Mustakim I, Thohari, Rosyida IA. 2007. Tingkat penggunaan bahan samak krom
pada kulit kelinci samak bulu ditinjau dari kekuatan sobek, kekuatan jahit,
penyerapan air, dan organoleptik. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak.
2(2):14-27.
Nugraha G. 1999. Pemanfaatan tanin dari kulit kayu akasia (Acacia mangium
Wild) sebagai bahan penyamak nabati [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

15

O’ laherty F, Roddy WT, Lollar RM. 1978. The Chemictry and Technology of
Leather Vol. IV. New York (US): Reinhold Publishing.
Pahlawan IF, Kasmudjiastuti E. 2012. Pengaruh Jumlah Minyak terhadap Sifat
Fisis Kulit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) untuk Bagian Atas Sepatu.
Yogyakarta (ID): Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik.
Purnomo E.
1985.
Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit.
Yogyakarta (ID): Akademi Teknologi Kulit. Departemen Perindustrian.
Purnomo E. 1992. Dasar-dasar Teknologi Kulit 1. Yogyakarta (ID): Penerbit
Kanisius.
Purnomo E. 1992. Penyamakan Kulit Kaki Ayam. Yogyakarta (ID): Penerbit
Kanisius.
Purnomo E. 2002. Penyamakan Kulit Ikan Pari. Yogyakarta (ID): Penerbit
Kanisius
Sloane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. James V, penerjemah;
Palupi W, editor.
Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Terjemahan dari: Anatomy and Physiology: an Easy Leaner.
Suparno O. 2010. Optimization of chamois leather tanning using rubber seed oil.
Journal of The Society of Leather Technologists and Chemists. 105(6):189194.
Suparno O, Covington AD, Evans CS. 2005. Kraft lignin degradation products
for tanning and dyeing of leather. Journal of Chemical Technology and
Biotechnology. 80(1):44-49.
Suparno O, Kartika IA, Mubarak S. 2011. An innovative new application of
oxidizing agents to accelerate chamois leather tanning. Journal of the
American Leather Chemists Association. 106(12):360-366.
Suparno O, Wahyudi E. 2012. Pengaruh konsestrasi natrium perkarbonat dan
jumlah air pada penyamakan kulit samoa terhadap mutu kulit samoa. Jurnal
Teknologi Industri Pertanian. 22(1):1-9.
Syaeful NR. 2002. Kualitas fisik dan kimia kulit samak minyak (Chamois
Leather) dari kelinci lokal dengan bahan samak dan lama penyamakan yang
berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor.
Thorstensen TC. 1985. Practical Leather Tecnology. Florida (US): R.E.
Krieger Publ.
Untari S. 2000. Penyamakan Kulit Ikan Pari. Yogyakarta (ID): Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Industri Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP).

16

LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji non parametrik Kruskal-Wallis kekuatan tarik kulit kaki ayam
Perlakuan
N
Median
P
0
3
96.97
0.44
1
3
70.91
2
3
95.83
3
3
112.70
Lampiran 2 Analisis ragam kemuluran kulit kaki ayam
SK
Db
JK
KT
Perlakuan
3
98.9
33.0
Galat
8
445.5
55.7
Total
11
544.5

F
0.54

Lampiran 3 Analisis ragam kekuatan sobek kulit kaki ayam
SK
Db
JK
KT
F
Perlakuan
3
34.70
11.57
1.71
Galat
8
54.20
6.78
Total
11
58.90

P
0.637

P
0.242

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 4 Juni 1992 dari
pasangan Mamat Sugrimat dan Ikah Rokasih. Penulis merupakan anak ketiga dari
4 bersaudara yang terdiri dari 2 saudara perempuan yaitu Ima Demiliana dan Ivo
Rosita, 1 saudara laki-laki yaitu Pasya Nur Fauzan. Penulis menyelesaikan
pendidikan di MTs Daarul Uluum PUI Majalengka tahun 2007 dan di SMA
Negeri 1 Majalengka tahun 2010.
Penulis diterima di Fakultas Peternakan Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) 2010.
Selama perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Teknologi Hasil Ikutan Ternak tahun 2014 dan menjadi teknisi pada kegiatan
pelaksanaan Pengembangan Usaha Peternakan pada acara Deseminasi Kelompok
Pengolahan Hasil Peternakan “Nenk Product” tahun
4.