Kinetika Fermentasi dan Kecernaan in vitro Ransum Sapi Potong yang Disuplementasi Probiotik Padat atau Cair

KINETIKA FERMENTASI DAN KECERNAAN in vitro
RANSUM SAPI POTONG YANG DISUPLEMENTASI
PROBIOTIK PADAT ATAU CAIR

DEBORA KRISTINA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kinetika Fermentasi
dan Kecernaan in vitro Ransum Sapi Potong yang Disuplementasi Probiotik Padat
atau Cair adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013

Debora Kristina
NIM D24090005

ABSTRAK
DEBORA KRISTINA. Kinetika Fermentasi dan Kecernaan in vitro Ransum Sapi
Potong yang Disuplementasi Probiotik Padat atau Cair. Dibimbing oleh ANITA
SARDIANA TJAKRADIDJAJA dan IDAT GALIH PERMANA.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh suplementasi
probiotik padat atau cair pada kinetika fermentasi dan kecernaan in vitro ransum sapi
potong. Percobaan fermentabilitas menggunakan rancangan acak kelompok berpola
faktorial 3×5 dengan empat ulangan. Faktor A adalah ransum sapi potong tanpa dan
dengan suplementasi dengan probiotik padat atau cair: A1 = ransum kontrol (jerami
padi dan konsentrat, rasio 60:40%), A2 = A1 + probiotik padat 0.25% (b/b), dan A3 =
A1 + probiotik cair 0.10% (v/b). Faktor B adalah waktu inkubasi: 0, 0.5, 1, 1.5, dan 2
jam. Percobaan kecernaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga
perlakuan probiotik (A1, A2, A3) dan empat ulangan. Peubah yang diamati adalah

NH3, VFA total, populasi bakteri, populasi protozoa, sintesis protein mikroba, dan
kecernaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi NH3 dan VFA total serta
kecernaan dipengaruhi oleh suplementasi probiotik, sedangkan populasi bakteri
dipengaruhi oleh suplementasi probiotik dan waktu inkubasi, namun perlakuan ini
tidak menghasilkan efek signifikan terhadap populasi protozoa dan sintesis protein
mikroba. Hasil uji ortogonal kontras menunjukkan bahwa ransum kontrol yang
ditambah probiotik cair 0.10% (v/b) adalah perlakuan yang optimal.
Kata kunci: fermentabilitas, kecernaan, probiotik cair, probiotik padat

ABSTRACT
DEBORA KRISTINA. In vitro Fermentability Kinetic and Digestibility of Beef
Cattle Ration Supplemented with Solid or Liquid Probiotics. Supervised by
ANITA SARDIANA TJAKRADIDJAJA and IDAT GALIH PERMANA.
The aim of this experiment was to study the effect of solid or liquid probiotic
supplementation on in vitro fermentability kinetic and digestibility of beef cattle
ration. The fermentability experiment used factorial randomized block design 3×5
with four replicates. Factor A was beef cattle ration without and with supplementation
with solid or liquid probiotics: A1 = control ration (rice straw and concentrate, ratio
60:40%), A2 = A1 + 0.25% (w/w) solid probiotic, and A3 = A1 + 0.10% (v/w) liquid
probiotic. Factor B was incubation times: 0, 0.5, 1, 1.5, and 2 hours. The digestibility

experiment used randomized block design with three probiotic treatments (A1, A2,
A3) and four replications. Variables measured were NH3, total VFA, bacterial
population, protozoal population, microbial protein synthesis, and digestibility. The
result showed that NH3 and total VFA concentrations and digestibility were
influenced by probiotic supplementation, whereas bacterial population were affected
by probiotic supplementation and incubation time; however, these treatments did not
produce significant effects on protozoal populaton and microbial protein synthesis.
The result of contrast orthogonal test showed that control ration added with 0.10%
(v/w) liquid probiotic is the optimal treatment.
Key words: digestibility, fermentability, liquid probiotic, solid probiotic

KINETIKA FERMENTASI DAN KECERNAAN in vitro
RANSUM SAPI POTONG YANG DISUPLEMENTASI
PROBIOTIK PADAT ATAU CAIR

DEBORA KRISTINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan

pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Kinetika Fermentasi dan Kecernaan in vitro Ransum Sapi Potong
yang Disuplementasi Probiotik Padat atau Cair
Nama
: Debora Kristina
.IM
: D24090005

Disetujui oleh

Ir


aョセtゥ。ォイ、N@

| セ@

MRurSc
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

2 1 OCT .

f.. •

,

,J

lih Permana, MScAgr
Pembimbing II


Judul Skripsi : Kinetika Fermentasi dan Kecernaan in vitro Ransum Sapi Potong
yang Disuplementasi Probiotik Padat atau Cair
Nama
: Debora Kristina
NIM
: D24090005

Disetujui oleh

Ir Anita S Tjakradidjaja, MRurSc
Pembimbing I

Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah
probiotik, dengan judul Kinetika Fermentasi dan Kecernaan in vitro Ransum Sapi
Potong yang Disuplementasi Probiotik Padat atau Cair.
Probiotik merupakan feed additive (imbuhan pakan) berupa mikroorganisme
hidup yang diintroduksikan ke dalam tubuh ternak dan ditambahkan melalui
pakan atau air minum serta dapat menguntungkan induk semang karena
menyeimbangkan mikroflora di dalam saluran pencernaan sehingga dapat
meningkatkan produktivitas sapi potong.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh
gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013
Debora Kristina


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
Bahan
Alat
Lokasi dan Waktu Penelitian
Prosedur Percobaan
Pengambilan Cairan Rumen
Pembuatan Larutan McDougall
Pencernaan Fermentatif
Perhitungan Populasi Bakteri Total
Perhitungan Populasi Protozoa Total
Perhitungan Sintesis Protein Mikroba
Pengukuran NH3
Pengukuran VFA
Pengukuran Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik
Peubah yang Diamati

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Probiotik
Konsentrasi NH3
Konsentrasi VFA
Bakteri Total
Populasi Protozoa Total
Sintesis Protein Mikroba
Kecernaan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
x
1
2

2
2
2
3
3
3
3
3
4
4
5
5
5
6
6
7
7
9
11
12

14
15
16
18
18
18
18
22
28

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan Jumlah Mikroba dalam Probiotik Padat dan Cair
2 Konsentrasi NH3 dan VFA Total Probiotik Padat dan Probiotik Cair
3 Populasi Bakteri Total dan Protozoa Total Probiotik Padat dan
Probiotik Cair
4 Sintesis Protein Mikroba Probiotik Padat dan Probiotik Cair
5 Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Konsentrasi NH3
6 Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Konsentrasi VFA Total
7 Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Populasi Bakteri Total
8 Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Populasi Protozoa Total
9 Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Sintesis Protein Mikroba
10 Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Koefisien Cerna Bahan Kering
dan Koefisien Cerna Bahan Organik

7
8
9
9
10
11
12
14
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
11 Hasil Sidik Ragam Probiotik Padat dan Probiotik Cair Tanpa Ransum
terhadap Konsentrasi NH3
12 Hasil Sidik Ragam Probiotik Padat dan Probiotik Cair Tanpa Ransum
terhadap Konsentrasi VFA Total
13 Hasil Sidik Ragam Probiotik Padat dan Probiotik Cair Tanpa Ransum
terhadap Populasi Bakteri Total
14 Hasil Sidik Ragam Probiotik Padat dan Probiotik Cair Tanpa Ransum
terhadap Populasi Protozoa Total
15 Hasil Sidik Ragam Probiotik Padat dan Probiotik Cair Tanpa Ransum
terhadap Sintesis Protein Mikroba
16 Hasil Sidik Ragam Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3
17 Hasil Uji Ortogonal Kontras Perlakuan Probiotik
18 Hasil Sidik Ragam Perlakuan terhadap Konsentrasi VFA Total
19 Hasil Uji Ortogonal Kontras Perlakuan Probiotik
20 Hasil Analisis Sidik Ragam Perlakuan terhadap Populasi Bakteri Total
21 Hasil Uji Ortogonal Kontras Perlakuan Probiotik
22 Hasil Uji Ortogonal Polinomial Waktu Inkubasi
23 Hasil Sidik Ragam Perlakuan terhadap Populasi Protozoa Total
24 Hasil Analisis Sidik Ragam Perlakuan terhadap Sintesis Protein
Mikroba
25 Hasil Analisis Sidik Ragam Perlakuan terhadap Koefisien Cerna Bahan
Kering terhadap Perlakuan Probiotik
26 Hasil Uji Ortogonal Kontras Perlakuan Probiotik
27 Hasil Analisis Sidik Ragam Perlakuan terhadap Koefisien Cerna Bahan
Organik terhadap Perlakuan Probiotik
28 Hasil Uji Lanjut Ortogonal Kontras Perlakuan Probiotik

22
22
22
23
23
23
24
24
24
25
25
25
26
26
26
27
27
27

PENDAHULUAN
Konsumsi daging di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya karena
jumlah penduduk di Indonesia yang semakin meningkat. Pada tahun 2011
diketahui bahwa konsumsi daging sebesar 1735.15 ton, sedangkan pada tahun
2012 sebesar 1753.54 ton. Pertumbuhan konsumsi daging nasional mencapai
1.06% dari tahun 2011 ke tahun 2012 (Kementerian Pertanian Republik Indonesia
2012). Salah satu pemenuhan konsumsi daging yaitu dengan sapi potong, akan
tetapi laju peningkatan populasi sapi potong relatif lambat. Ketidakseimbangan
antara permintaan dengan suplai mengakibatkan Indonesia mengimpor sapi.
Untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap sapi potong impor, maka
diperlukan peningkatan populasi sapi potong di dalam negeri.
Produktivitas sapi potong yang rendah sebagai akibat keterbatasan dalam
kuantitas dan kualitas pakan yang rendah. Padahal pakan merupakan salah satu
faktor penting dalam peternakan. Salah satu pakan sapi potong adalah hijauan,
namun di Indonesia hijauan itu sendiri berfluktuasi mengikuti musim sehingga
tidak setiap waktu tersedia. Permasalahan ini juga dikemukan oleh Danirih (2004)
bahwa ketersediaan bahan pakan sangat fluktuatif sehingga tidak menjamin
kesinambungan produksi ternak. Untuk itu, diperlukan perbaikan pakan sapi
potong agar kualitas dan kuantitasnya meningkat. Salah satu upaya perbaikan
yang dapat dilakukan dengan penggunaan probiotik.
Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme hidup yang dikonsumsi
oleh manusia atau hewan dalam jumlah yang cukup, mampu hidup dan melewati
kondisi lambung dan saluran pencernaan serta bermanfaat bagi sel inangnya
dengan jalan meningkatkan kesehatan bagi inangnya (FAO/WHO 2002). Fungsi
dari bakteri probiotik yaitu dapat menghambat kelompok lain dari bakteri melalui
fermentasi produksi asam, seperti asetat dan laktat, dan sekresi komponen
antimikroba. Penurunan kelompok bakteri patogen dapat terjadi akibat penurunan
pH. Probiotik juga berperan terhadap kesehatan saluran pencernaan yaitu dengan
mencegah diare (Cho dan Finocchiaro 2010). Penggunaan probiotik dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan harian dan menurunkan nilai konversi
pakan pada sapi potong (Amien dkk 2012). Probiotik juga digunakan sebagai
alternatif pengganti antibiotik yang digunakan untuk growth promotor. Pemakaian
antibiotika secara berlebihan akan menyebabkan adanya residu dalam produk
peternakan seperti daging, susu dan telur. Adanya residu akan menyebabkan
turunnya tingkat kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan resistensi,
alergi atau keracunan (Murdiati 1997). Pernyataan ini ditegaskan oleh Biernasiak
et al. (2011) yang menyatakan bahwa apabila antibiotik diberikan kepada ternak
sebagai growth promotor akan menyebabkan pengaruh negatif seperti degradasi
lingkungan dan resistensi bakteri. Bakteri patogen yang terkandung dalam tubuh
ternak, jika dikonsumsi manusia akan menimbulkan pengaruh negatif seperti
turunnya kesehatan di masyarakat. Oleh sebab itu, Uni Eropa melarang penerapan
antibiotik sebagai growth promotor dalam pakan ternak untuk dikonsumsi
manusia sejak 1 Januari 2006 (EC 1998).
Berdasarkan jenis atau bentuknya, probiotik dibedakan menjadi dua yaitu
probiotik padat dan cair. Probiotik padat lebih efisien dalam stabilitas dan lebih
tahan lama dalam segi penyimpanan dibandingkan dengan probiotik cair, akan

2
tetapi viabilitas bakteri probiotik padat akan menurun seiring dengan proses
pembuatannya (Yulinery dan Nurhidayat 2012). Pada penelitian ini akan
dibandingkan kedua probiotik tersebut saat di dalam rumen. Manfaat dan
mekanisme probiotik dalam mempengaruhi proses fermentasi pakan di dalam
rumen, maupun proses pencernaan pakan di organ pasca rumen, masih belum
diketahui dan membutuhkan upaya eksplorasi. Oleh karena itu, pada penelitian ini
dilakukan kajian suplementasi probiotik padat dan cair terhadap fermentabilitas
dan kecernaan in vitro ransum sapi potong.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinetika fermentasi dan
kecernaan in vitro ransum sapi potong yang disuplementasi probiotik padat atau
cair sehingga dapat diketahui manfaat kedua probiotik tersebut dalam
menstimulasi aktivitas mikroba, mendegradasi atau memfermentasi ransum di
dalam rumen dan proses pencernaan ransum di organ pasca rumen.

METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan adalah cairan rumen segar sapi potong yang berasal
dari rumah potong hewan (RPH) di Bubulak, probiotik padat (Biofeed), probiotik
cair (Turrimavita), plastik kemasan, label, larutan McDougall dengan pH 6.5
sampai 6.9, larutan pepsin HCl 0.2%, aquadest, larutan HgCl2 jenuh, larutan
Na2CO3 jenuh, larutan H2SO4 0.005 N, asam borat berindikator, larutan HCl 0.5 N,
larutan H2SO4 15%, larutan NaOH 0.5 N, larutan indikator phenolphtalein (PP)
0.1%, larutan garam formalin (formal saline), media brain heart infusion (BHI),
gas CO2, trichloro acetic acid (TCA), dan sulfo salicylic acid (SSA). Ransum
yang digunakan yaitu campuran antara jerami padi dan konsentrat komersial
dengan rasio 60:40%.

Alat
Peralatan yang digunakan adalah seperangkat alat-alat percobaan fermentasi
dan kecernaan in vitro seperti timbangan digital, tabung fermentor, tutup karet
berventilasi, shaker waterbath, tabung gas CO2, cawan porselen, oven 105 oC,
tanur listrik 600 oC, kertas saring Whatman No 41, cawan Conway, labu
Erlenmeyer, alat-alat destilasi, alat-alat titrasi, counting chamber, tabung Hungate,
otoklaf, sentrifus.

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dimulai dari bulan November 2012 hingga Juni 2013. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi, dan di
Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

3
Prosedur Percobaan
Pengambilan Cairan Rumen
Cairan rumen diambil dari rumah potong hewan (RPH) Bubulak. Termos
diisi dengan air panas dengan suhu 39 ºC; air di dalam termos tidak dibuang
hingga cairan rumen didapatkan. Isi rumen diambil dan disaring dengan
menggunakan kain penyaring, kemudian dimasukkan ke dalam termos yang
sebelumnya sudah dibuang air panasnya. Cairan rumen dalam termos tersebut
segera dibawa ke Laboratorium Nutrisi Ternak Perah.

Pembuatan Larutan McDougall
Sebanyak 1 liter air destilasi dimasukkan ke dalam labu takar dan
dimasukkan bahan-bahan sebagai berikut : NaHCO3 (9.8 g); Na2HPO4.7H2O
(4.6325 g); KCl (0.57 g); NaCl (0.47 g); MgSO4.7H2O (0.12 g); CaCl2.2H2O
(0.04 g). CaCl2.2H2O ditambahkan paling akhir setelah bahan lainnya larut
sempurna. Leher labu dicuci dengan air destilasi hingga permukaan air mencapai
tanda tera. Selanjutnya campuran dikocok dengan gas CO2 perlahan-lahan dengan
melewatkannya untuk menurunkan pH hingga mencapai pH 6.8.

Pencernaan Fermentatif
Percobaan fermentasi in vitro dilakukan dengan menggunakan metode
Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Sutardi (1979). Metode Sutardi
(1979) menggunakan fermentor berupa tabung polyetilen berkapasitas 50 ml yang
kemudian diisi dengan 1 g sampel, 12 ml larutan buffer McDougall dan 8 ml
cairan rumen segar. Tabung lalu dikocok dengan dialiri CO2 selama 30 detik dan
ditutup dengan karet berventilasi. Tabung kemudian dimasukkan ke dalam shaker
waterbath pada suhu 39 oC untuk menciptakan suasana yang hampir sama dengan
kondisi di dalam rumen dan diinkubasi selama 0; 0.5; 1; 1.5; 2 jam. Proses
fermentasi dihentikan dengan meneteskan larutan HgCl2 jenuh sebanyak 2 tetes.
Sebelum fermentasi dihentikan, sampel diambil untuk analisis bakteri total,
protozoa total, dan sintesis protein mikroba. Setelah itu, tabung fermentor
disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil
untuk analisis konsentrasi NH3 dan VFA.

Perhitungan Populasi Bakteri Total
Perhitungan populasi bakteri total menggunakan metode Ogimoto dan Imai
(1981). Media tumbuh BHI digunakan untuk menghitung populasi bakteri total.
Media BHI dibuat dengan cara mencampur BHI dengan bahan sumber nutrien
mikroba lainnya, kemudian dimasukkan ke dalam botol Schott yang telah
disterilkan dengan otoklaf. Campuran tersebut dipanaskan sampai terjadi
perubahan warna dari coklat menjadi merah dan menjadi coklat muda, lalu
didinginkan sambil dialiri CO2. Selanjutnya media dimasukkan ke dalam tabung

4
Hungate masing-masing sebanyak 5 ml yang sebelumnya telah diisi agar Bacto
sebanyak 0.15 g, kemudian media disterilkan dalam otoklaf (suhu 121 ºC, 15
menit, tekanan 1.2 Kgf cm-3). Media yang siap digunakan untuk pembiakan
bakteri, dimasukkan ke dalam penangas air (suhu 47 ºC) dan diinokulasi dengan
sampel bakteri yang sudah diencerkan. Populasi bakteri dapat dihitung dengan
rumus :
Populasi bakteri (CFU ml-1) = n x 10x
0.05 x 0.1
Keterangan :
n = jumlah koloni yang terdapat pada tabung seri pengenceran ke-x

Perhitungan Populasi Protozoa
Perhitungan populasi protozoa menggunakan metode Ogimoto dan Imai
(1981). Perhitungan populasi protozoa dilakukan dengan meneteskan sampel (2
tetes) yang telah dicampur dengan larutan garam formalin (TBFS) dengan rasio
1:1 pada counting chamber. Larutan TBFS dibuat dari campuran formalin 4%
ditambah larutan garam NaCl fisiologis 0.9% dalam 100 ml larutan. Protozoa
yang dihitung adalah total dari protozoa yang terdapat dalam counting chamber
dengan ketebalan 0.1 mm, luas kotak terkecil 0.0625 mm2 yang berjumlah 16
kotak dan jumlah kotak yang dibaca sebanyak 5 kotak. Perhitungan populasi
protozoa dilakukan dengan mikroskop pada pembesaran 40 kali. Populasi
protozoa dapat dihitung dengan rumus :
Protozoa ml cairan rumen-1 =

1000 x FP x C
0.1 x 0.0625 x 16 x 5

Perhitungan Sintesis Protein Mikroba
Sintesis protein mikroba diukur dengan metode Shultz dan Shultz (1969).
Perhitungan protein yang berupa non protein nitrogen (NPN) diukur dengan
menggunakan TCA dan SSA. Larutan yang digunakan yang dibuat dengan
mencampurkan larutan TCA 20% dan larutan SSA 2% dengan proporsi 50:50.
Sebanyak 1 ml cairan sampel hasil inkubasi dicampur dengan larutan TCA dan
SSA, kemudian larutan ini dihomogenkan dengan vortex selama 2 menit. Larutan
tersebut lalu disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.
Supernatan dibuang dan endapan ditambah dengan 3 ml aquadest, kemudian
ditambahkan 6 ml campuran TCA-SSA. Campuran ini dihomogenkan lagi dengan
vortex selama 2 menit, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama
15 menit. Supernatannya dibuang dan endapannya dianalisis dengan metode
Kjehldal mikro.

5
Pengukuran NH3
Konsentrasi NH3 diukur dengan menggunakan metode Mikrodifusi Conway
(General Laboratory Procedure, Department of Dairy Science University of
Wisconsin 1969). Bibir dan tutup cawan Conway diolesi dengan vaselin.
Sebanyak 1 ml supernatan diambil dan ditempatkan di salah satu ujung alur cawan
Conway. Setelah itu, 1 ml larutan Na2CO3 jenuh ditempatkan pada ujung lain
cawan Conway yang bersebelahan dengan supernatan (tidak boleh bercampur).
Larutan asam borat berindikator warna merah sebanyak 1 ml larutan ditempatkan
dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway. Cawan Conway lalu
ditutup rapat hingga kedap udara, larutan Na2CO3 dicampur dengan supernatan
hingga merata dengan cara menggoyangkan dan memiringkan cawan tersebut.
Setelah itu cawan dibiarkan dalam suhu kamar. Setelah 24 jam, tutup cawan
dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan larutan H2SO4 0.005 N sampai
terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Konsentrasi NH3 dihitung
berdasarkan rumus berikut :
onsentrasi

m

m
obot sampe

Pengukuran VFA
Konsentrasi VFA diukur dengan menggunakan Teknik Destilasi Uap
(General Laboratory Procedure, Department of Dairy Science University of
Wisconsin 1969). Supernatan diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam
tabung destilasi. Larutan H2SO4 15% ditambahkan 1 ml, kemudian segera ditutup
dan dihubungkan labu pendingin. Segera setelah ditambahkan larutan H2SO4 ke
dalam supernatan, tabung destilasi dimasukkan ke dalam labu penyulingan yang
berisi air mendidih (dipanaskan terus selama destilasi). Uap air panas akan
mendesak VFA yang akan terkondensasi dalam pendingin. Cairan yang terbentuk
ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0.5 N sampai mencapai
250 ml. Indikator PP ditambahkan sebanyak 2 tetes dan dititrasi dengan HCl 0.5
N sampai warna titrat berubah dari merah jambu menjadi tidak berwarna. Rumus
berikut digunakan untuk menghitung konsentrasi VFA :
onsentrasi

tota m

ab
obot

m
ransum

Keterangan :
a = volume titran blanko
b = volume titran contoh
Pengukuran Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) diukur
dengan metode Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Sutardi (1979).

6
Proses fermentasi yang dilakukan untuk pengukuran KCBK dan KCBO sama
seperti dalam proses fermentasi untuk mengukur fermentabilitas, hanya proses
inkubasi dilakukan selama 24 jam. Setelah 24 jam, proses fermentasi dihentikan
dengan menambah larutan HgCl2 jenuh (2 tetes). Tabung fermentor lalu
disentrifugasi (kecepatan 3000 rpm, 15 menit), supernatan lalu dibuang. Residu
yang didapat lalu ditambahkan 20 ml larutan pepsin-HCl 0.2%. Campuran ini
diinkubasi lagi selama 24 jam (39 oC), sisa pencernaan disaring dengan kertas
saring Whatman No 41 (yang sudah diketahui bobotnya) dengan bantuan pompa
vacum. Residu yang diperoleh dikeringkan di dalam oven 105 oC selama 24 jam
untuk mengetahui bobot BK residu. Setelah ditimbang, sampel residu kemudian
diabukan di dalam tanur 600 oC selama 6 jam. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan bobot abu dan bobot BO sampel residu. Penentuan BK, abu, dan BO
dari blanko dan bahan yang tidak difermentasi dilakukan dengan prosedur yang
sama. Untuk menentukan KCBK dan KCBO dapat dihitung dengan rumus :
sampe g
sampe g

residu g
sampe g

b anko g

resdu g
sampe g

o b anko g

Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati yaitu konsentrasi NH3, konsentrasi VFA total, populasi
protozoa, populasi bakteri total, sintesis protein mikroba, koefisien cerna bahan
kering (KCBK), dan koefisien cerna bahan organik (KCBO).

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA)
dan untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan diuji dengan ortogonal kontras
(Steel dan Torrie 1993).
Rancangan percobaan yang digunakan untuk percobaan fermentabilitas
adalah rancangan acak kelompok (RAK) berpola faktorial 3×5. Faktor A adalah
ransum kontrol (jerami padi dan konsentrat, rasio 60:40%), ransum kontrol yang
diberi probiotik padat 0.25% (b/b), dan ransum kontrol yang diberi probiotik cair
0.10% (v/b). Faktor B adalah waktu inkubasi fermentasi in vitro 0; 0.5; 1; 1.5; 2
jam. Cairan rumen dari empat ekor sapi potong digunakan sebagai ulangan atau
kelompok.
Model matematika yang digunakan adalah :
Yijk μ + τi + αj + ßk + αjßk + εijk
Keterangan :
Yijk = nilai pengamatan kelompok ke-i, perlakuan ke-j dan waktu inkubasi ke-k
μ = nilai rataan umum
τi = pengaruh kelompok (cairan rumen) ke-i
αj = pengaruh perlakuan penambahan probiotik ke-j

7
ßk = pengaruh perlakuan waktu inkubasi ke-k
αjßk = pengaruh interaksi perlakuan penambahan probiotik dan waktu inkubasi
εijk = galat percobaan untuk kelompok ke-i, pengaruh perlakuan probiotik ke-j
dan pengaruh perlakuan waktu inkubasi ke-k
Rancangan percobaan yang digunakan untuk percobaan kecernaan adalah
rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan.
Model matematika dari rancangan adalah :
Yij μ + αi + ßj+ εij
Keterangan :
Yij
= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ
= nilai rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan penambahan probiotik ke-i
ßj
= pengaruh kelompok ke-j
εij
= eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Probiotik
Probiotik yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu padat dan cair.
Komposisi jenis dan jumlah bakteri yang digunakan pada masing-masing
probiotik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan Jumlah Mikroba dalam Probiotik Padat dan Cair
Jenis
Total plate count
Lactobacillus acidophilus
Bifidobacterium sp.
Streptococcus thermophilus
Bacillus sp.

Hasil Pengujian Probiotik
Padat (CFU g-1)
Cair (CFU ml-1)
3.9 x 108
1.5 x 1010
9
7.2 x 10
1.1 x 1010
4.9 x 109
7.0 x 105
7
5.6 x 10
1.0 x 1010
4.0 x 105
-

Sumber: Suryahadi dan Tjakradijaja (2012)

Jenis bakteri probiotik yang digunakan yaitu Lactobacillus acidophilus,
Bifidobacterium sp., Streptococcus thermophilus, dan Bacillus sp. (Tabel 1).
Bacillus sp. terdapat di dalam probiotik padat dan probiotik cair, namun
populasinya sangat sedikit sehingga dinyatakan tidak terdapat di dalam probiotik
cair. Bacillus sp. adalah strain probiotik yang paling stabil dan tahan terhadap
panas serta tetap layak selama penyimpanan jangka panjang (Simon 2005).
Pembuatan probiotik padat melalui proses yang lebih rumit dibandingkan
probiotik cair yaitu dengan beberapa cara seperti pengeringan beku (freeze
drying), spray drying, vacuum drying, fluidized bed drying atau kombinasinya.
Penambahan bahan pelindung akan meningkatkan stabilitas selama dan setelah
pengeringan (Muller et al. 2009). Proses ini dapat menyebabkan penurunan
viabilitas bakteri dalam sediaan secara signifikan (Thalib 2001). Bacillus sp. dapat

8
bertahan dan mengatasi kondisi penyimpanan sediaan probiotik tersebut.
Lactobacillus acidophilus memiliki sifat homofermentatif (Salminen et al. 2004)
dan memiliki ketahanan yang kuat terhadap pH rendah mulai dari pH 2 sampai pH
4 dan terhadap garam empedu sampai 14 jam inkubasi. Lactobacillus sp. juga
mampu menghasilkan vitamin B (niasin, piridoksin, dan asam folat), dan enzim
laktase yang berfungsi memecah laktosa menjadi asam laktat sehingga lebih
mudah dicerna (Manin 2010). Bakteri asam laktat lainnya yang digunakan adalah
Bifidobacterium sp. Menurut Tamime et al. (2005), terdapat interaksi positif
antara beberapa strain probiotik seperti Bifidobacterium sp. dan Lactobacillus
acidophilus. Sejumlah besar bakteri asam laktat dan Bifidobacterium sp. telah
dilaporkan dapat menghasilkan beberapa vitamin B (folat, kobalamin, riboflavin,
dan tiamin) dan vitamin K2. Bifidobacterium sp. juga dapat mensintesis
exopolisakarida (EPS) dan bahan antimikroba. Bakteri tersebut dapat menghambat
pertumbuhan Escherichia coli 0157: H7 dan Listeria monocytogenes dalam studi
in vitro (Gagnon et al. 2004; Toure et al. 2003). Selain itu, Kaplan dan Hutkins
(2000) menyatakan bahwa seluruh strain Lactobacillus acidophilus dan
Bifidobacterium sp. dapat memfermentasi FOS (Fruktosa oligosakarida). Bakteri
asam laktat lainnya yang digunakan yaitu Streptococcus thermophilus yang
memiliki sifat homofermentatif yaitu hanya menghasilkan asam laktat dan dapat
menghasilkan asam folat yang tinggi yang merupakan senyawa penting dalam
memperbaiki sifat DNA (Cho dan Finocchiaro 2010).
Salah satu syarat agar probiotik mampu memberikan efek positif bagi
kesehatan inangnya dapat dilihat dari jumlah sel hidup dalam probiotik tersebut.
Tamime et al. (2005) mengemukakan bahwa organisme probiotik harus terdapat
dalam makanan pada konsentrasi minimum 106 cfu g-1 atau konsumsi harian
sekitar 109 cfu g-1. Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah sel hidup lebih dari 107
sampai 109 cfu ml-1 sehingga probiotik ini memenuhi syarat sebagai produk
probiotik. Jenis bakteri pada probiotik padat maupun cair hampir sama, akan
tetapi jumlahnya saja yang berbeda. Oleh sebab itu, pemberian probiotik padat
dan cair berbeda agar jumlah bakteri yang diberikan seimbang. Pemberian
probiotik padat yaitu 0.25% (b/b), sedangkan pemberian probiotik cair yaitu
0.10% (v/b), sehingga jumlah sel hidup pada probiotik padat yaitu 0.975 × 108 cfu
g-1 dan pada probiotik cair yaitu 1.5 × 108 cfu ml-1.
Probiotik padat dan cair juga diuji secara fermentatif tanpa menggunakan
ransum. Tabel 2, 3, dan 4 menunjukkan pola fermentasi dari kedua jenis probiotik
itu sendiri di dalam rumen tanpa menggunakan ransum.
Tabel 2 Konsentrasi NH3 dan VFA Total Probiotik Padat dan Probiotik Cair
Waktu Inkubasi
(jam)
0
0.5
1
1.5
2

NH3 (mM)
Probiotik
Probiotik
Padat
Cair (0.10%)
(0.25%)
4.38 ± 2.68 4.18 ± 2.25
4.66 ± 2.52 5.30 ± 2.10
4.57 ± 1.79 5.02 ± 1.51
5.14 ± 2.04 5.33 ± 2.23
5.11 ± 1.95 6.38 ± 2.83

VFA (mM)
Probiotik Padat
(0.25%)
91.57 ± 10.63
133.19 ± 15.70
94.34 ± 23.10
122.09 ± 23.98
91.57 ± 10.63

Probiotik Cair
(0.10%)
80.18 ± 25.88
147.82 ± 42.81
95.21 ± 19.19
105.23 ± 65.72
100.22 ± 29.50

9
Tabel 3 Populasi Bakteri Total dan Protozoa Total Probiotik Padat dan Probiotik
Cair
Waktu Inkubasi
(jam)
0
0.5
1
1.5
2

Bakteri (log sel ml-1)
Probiotik
Probiotik Cair
Padat (0.25%)
(0.10%)
11.57 ± 0.41
11.50 ± 0.40
11.58 ± 0.28
11.54 ± 0.30
11.51 ± 0.24
11.55 ± 0.21
11.51 ± 0.21
11.47 ± 0.24
11.58 ± 0.32
11.57 ± 0.29

Protozoa (log sel ml-1)
Probiotik
Probiotik Cair
Padat (0.25%)
(0.10%)
4.64 ± 0.70
4.70 ± 0.46
4.69 ± 0.39
4.19 ± 0.69
4.14 ± 0.53
4.34 ± 0.51
4.38 ± 0.39
4.39 ± 0.69
4.38 ± 0.65
4.34 ± 0.38

Tabel 4 Sintesis Protein Mikroba Probiotik Padat dan Probiotik Cair
Waktu Inkubasi
(jam)
0
0.5
1
1.5
2

SPM (% protein)
Probiotik Padat (0.25%)
Probiotik Cair (0.10%)
0.18 ± 0.02
0.21 ± 0.08
0.15 ± 0.04
0.17 ± 0.06
0.29 ± 0.25
0.14 ± 0.07
0.15 ± 0.03
0.26 ± 0.10
0.26 ± 0.20
0.14 ± 0.07

Konsentrasi NH3 dan VFA, populasi bakteri dan protozoa, serta sintesis
protein mikroba pada waktu inkubasi dari 0, 0.5, 1, 1.5, 2 jam tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan pada saat probiotik padat atau cair ditambahkan ke
dalam kultur fermentasi tanpa penambahan ransum percobaan. Hal ini
menunjukkan bahwa probiotik padat dan probiotik cair memiliki pola fermentasi
yang sama di dalam rumen jika tidak diberikan tambahan ransum.

Konsentrasi NH3
Konsentrasi NH3 mencerminkan tingkat fermentabilitas protein di dalam
rumen. Peningkatan protein (termasuk NPN) dalam ransum akan mengakibatkan
protease yang berasal dari mikroba rumen menjadi meningkat, sehingga akan
meningkatkan proses perombakan protein menjadi asam amino dan amonia (NH3).
Produk NH3 ini akan digunakan kembali oleh mikroba rumen, sehingga
perkembangan mikroba rumen juga menjadi meningkat (Fathul dan Wajizah
2010). Konsentrasi NH3 untuk pembentukan protein mikroba menurut Sutardi
(1979) yaitu 4 sampai 12 mM, sedangkan menurut McDonald et al. (2002) yaitu
6 sampai 21 mM. Konsentrasi NH3 berbeda-beda di antara jenis ternak ruminansia
bergantung kemampuan mikroba rumen dalam mendegradasi sumber nitrogen.
Tabel 5 menunjukkan bahwa konsentrasi NH3 berdasarkan hasil penelitian
berkisar antara 5.20 sampai 6.12 mM.

10
Tabel 5 Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Konsentrasi NH3
Waktu
Inkubasi
(jam)

0
0.5
1
1.5
2
Rataan ±
SD

Penggunaan Ransum Perlakuan
Ransum Kontrol
Ransum
Ransum Kontrol
+ Probiotik
Kontrol +
Tanpa Probiotik
Padat 0.25%
Probiotik Cair
(b/b)
0.10% (v/b)
mM
5.26 ± 1.81
5.24 ± 2.01
6.50 ± 2.90
5.23 ± 2.24
4.83 ± 1.86
5.84 ± 1.55
5.55 ± 2.31
5.80 ± 2.00
5.60 ± 1.38
4.79 ± 2.17
5.33 ± 2.42
6.26 ± 1.51
5.17 ± 1.09
4.74 ± 2.21
6.39 ± 2.08
5.20 ± 1.77b

5.19 ± 1.91b

6.12 ± 1.78a

Rataan ±
SD

5.67 ± 2.16
5.30 ± 1.77
5.65 ± 1.76
5.46 ± 1.98
5.43 ± 1.83
5.50 ± 1.85

Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada
taraf uji 5% (Uji Ortogonal Kontras).

Konsentrasi NH3 dipengaruhi oleh perlakuan probiotik (P