Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Petai (Parkia speciosa Hassk.) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

ABSTRAK
DEVI AYU KURNIAWATI Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Petai (Parkia
speciosa Hassk.) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Dibimbing oleh HASIM DANURI dan DIDAH NUR FARIDAH.
Parkia speciosa Hassk. biasa disebut petai merupakan tanaman yang biasa
dikonsumsi bijinya sebagai makanan, namun belum dikembangkan bagian
tanaman lainnya sebagai tanaman obat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
aktivitas antibakteri dalam ekstrak kulit petai terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dan E scherichia coli dengan metode sumur agar.Ekstrak kulit petai yang
digunakan adalah hasil ekstraksi dari pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol
70%. Konsentrasi yang digunakan sebesar 50, 100, 150, 200, 250, dan 300 mg/mL
untuk setiap pelarut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat
memiliki aktivitas antibakteri tertinggi, yaitu 404,51% dari aktivitas antibiotik
streptomisin 10 mg/mL terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan 279,12% dari
aktivitas antibiotik streptomisin 10 mg/mL terhadap bakteri Escherichia coli.
Hasil kromatografi lapis tipis terhadap ekstrak etil asetat kulit petai dengan pelarut
toluen:etil asetat (93:7) menunjukkan terbentuknya delapan titik dibawah lampu
UV dengan panjang gelombang 254 nm yang berarti ekstrak etil asetat kulit petai
memiliki depan komponen penyusun. Hasil analisis statistik menggunakan
program SPSS 16. for windows menunjukkan bahwa perbedaan dari pelarut dan
variasi konsentrasi yang diujikan pada taraf nyata 95%, keduanya memberikan

pengaruh yang nyata terhadap diameter zona hambat bakteri.
Kata kunci: antibakteri, Escherichia coli, KLT, Parkia speciosa Hassk.,
Staphylococcus aureus.

ABSTRACT
DEVI AYU KURNIAWATI Antibacterial Activity of Parkia speciosa Hassk.
Peel to Escherichia coli and Staphylococcus aureus Bacteria. Supervised by
HASIM DANURI dan DIDAH NUR FARIDAH.
Parkia speciosa Hassk. is one of edible plants that not developed as
medicinal plants yet.The purpose of this research is to study antibacterial activity
of peel extract to Staphylococcus aureus and Escherichia coli bacteria with gel
diffusion (well method). Peel extract that used in this research were from
extraction of n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 70%. The concentration were
50, 100, 150, 200, 250, and 300 mg/mL for every solvent. The result of this
research showed that ethyl acetate extract has the highest antibacterial activity
with 404,25% of 10 mg/mL streptomycin’s antibacterial activity agains
Staphylococcus aureus, and 279,12% of 10 mg/mL streptomycin’s antibacterial
activity agains Escherichia coli. TLC result showed that ethyl acetate extract with
toluene:ethyl acetate (93:7) as solvent has eight spots under 254 nm UV that was
mean ethyl acetate extract of petai peel consisted of eight compound. The result of

Analysis of Variance with SPSS 16 program for windows showed that variance of
solvents and concentration were significantly different for inhibition areas.
Keywords: antibacteria, Escherichia coli, Parkia speciosa Hassk., Staphylococcus
aureus, TLC

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT PETAI (Parkia
speciosa Hassk.) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus

DEVI AYU KURNIAWATI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT PETAI (Parkia
speciosa Hassk.) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus


DEVI AYU KURNIAWATI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Kulit Petai (Parkia speciosa Hassk.) Terhadap Bakteri Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014
Devi Ayu Kurniawati
NIM G84090057

ABSTRAK
DEVI AYU KURNIAWATI Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Petai (Parkia
speciosa Hassk.) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Dibimbing oleh HASIM DANURI dan DIDAH NUR FARIDAH.
Parkia speciosa Hassk. biasa disebut petai merupakan tanaman yang biasa
dikonsumsi bijinya sebagai makanan, namun belum dikembangkan bagian
tanaman lainnya sebagai tanaman obat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
aktivitas antibakteri dalam ekstrak kulit petai terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dan E scherichia coli dengan metode sumur agar.Ekstrak kulit petai yang
digunakan adalah hasil ekstraksi dari pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol
70%. Konsentrasi yang digunakan sebesar 50, 100, 150, 200, 250, dan 300 mg/mL
untuk setiap pelarut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat
memiliki aktivitas antibakteri tertinggi, yaitu 404,51% dari aktivitas antibiotik
streptomisin 10 mg/mL terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan 279,12% dari
aktivitas antibiotik streptomisin 10 mg/mL terhadap bakteri Escherichia coli.
Hasil kromatografi lapis tipis terhadap ekstrak etil asetat kulit petai dengan pelarut

toluen:etil asetat (93:7) menunjukkan terbentuknya delapan titik dibawah lampu
UV dengan panjang gelombang 254 nm yang berarti ekstrak etil asetat kulit petai
memiliki depan komponen penyusun. Hasil analisis statistik menggunakan
program SPSS 16. for windows menunjukkan bahwa perbedaan dari pelarut dan
variasi konsentrasi yang diujikan pada taraf nyata 95%, keduanya memberikan
pengaruh yang nyata terhadap diameter zona hambat bakteri.
Kata kunci: antibakteri, Escherichia coli, KLT, Parkia speciosa Hassk.,
Staphylococcus aureus.

ABSTRACT
DEVI AYU KURNIAWATI Antibacterial Activity of Parkia speciosa Hassk.
Peel to Escherichia coli and Staphylococcus aureus Bacteria. Supervised by
HASIM DANURI dan DIDAH NUR FARIDAH.
Parkia speciosa Hassk. is one of edible plants that not developed as
medicinal plants yet.The purpose of this research is to study antibacterial activity
of peel extract to Staphylococcus aureus and Escherichia coli bacteria with gel
diffusion (well method). Peel extract that used in this research were from
extraction of n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 70%. The concentration were
50, 100, 150, 200, 250, and 300 mg/mL for every solvent. The result of this
research showed that ethyl acetate extract has the highest antibacterial activity

with 404,25% of 10 mg/mL streptomycin’s antibacterial activity agains
Staphylococcus aureus, and 279,12% of 10 mg/mL streptomycin’s antibacterial
activity agains Escherichia coli. TLC result showed that ethyl acetate extract with
toluene:ethyl acetate (93:7) as solvent has eight spots under 254 nm UV that was
mean ethyl acetate extract of petai peel consisted of eight compound. The result of
Analysis of Variance with SPSS 16 program for windows showed that variance of
solvents and concentration were significantly different for inhibition areas.
Keywords: antibacteria, Escherichia coli, Parkia speciosa Hassk., Staphylococcus
aureus, TLC

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT PETAI (Parkia
speciosa Hassk.) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus

DEVI AYU KURNIAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi :Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Petai (Parkia speciosa Hassk.)
Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
Nama
: Devi Ayu Kurniawati
NIM
: G84090057

Disetujui oleh

Dr drh Hasim, DEA
Pembimbing I


Dr Didah Nur Faridah, STP, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
karunia serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada nabi besar kita Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang berjuang menegakkan
ajaran agama-Nya.
Karya ilmiahdengan judul “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Petai
(Parkia speciosa Hassk.) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus” merupakan salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar sarjana Sains di
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Terwujudnya karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan Bapak Hasim
selaku pembimbing utama, Ibu Didah selaku pembimbing kedua, laboratorium
penelitian Biokimia IPB, rekan-rekan penelitian (Merry, Novi, dan Aya), rekanrekan Soshi (Riska, Clara, Vadia, Tuhfah, Mina, Irman, Edwin, Suhe, Hilda, Kiki,
dan Vita), rekan-rekan wisma Cantik, rekan-rekan pecinta fotografi di komunitas
Shutterserta berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik
tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Ungkapan terima kasih terutama disampaikan
untuk ayahanda Hari Purnomo dan ibunda Yeti Rohayati serta kakak-kakak Desy
Sulistyawati ST dan Budi Tri Cahyadi ST atas dukungannya baik secara moril
maupun meteril.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember2014

Devi Ayu Kurniawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

METODE

2

Waktu dan tempat

2


Alat dan bahan

2

Prosedur penelitian

2

HASIL

6

Kadar air dan rendemen

6

Fitokimia

6

Aktivitas antibakteri ekstrak kulit petai

6

Fraksinasi denga kromatografi lapis tipis
PEMBAHASAN

10
11

Kadar air dan rendemen

11

Fitokimia

11

Aktivitas antibakteri ekstrak kulit petai

12

Jumlah komponen ekstrak etil asetat kulit petai dengan KLT

14

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1 Kadar air simplisia dan rendemen ekstrak kulit petai metode maserasi
2 Kadar air simplisia dan rendemen ekstrak kulit petai metode
ultrasonikasi
3 Hasil uji fitokimia
4 Nilai tingkat penghambatan ekstrak kulit petai dibandingkan dengan
streptomisin 10 mg/mL pada bakteri Staphylococcus aureus
5 Nilai tingkat penghambatan ekstrak kulit petai dibandingkan dengan
streptomisin10 mg/mL pada bakteri Escherichia coli

6
6
6
8
10

DAFTAR GAMBAR
1 Diameter zona hambat pada bakteri Staphylococcus aureus dengan
metode sumur
2 Diameter zona hambat pada bakteri Escherichia coli dengan metode
sumur
3 Kromatogram ekstrak etil asetat kulit petai dengan eluen toluen:etil
asetat (93:7) dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm.

7
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Diagram alir penelitian
Contoh perhitungan nilai rendemen ekstrak kulit petai metode maserasi
Rendemen ekstrak kulit petai metode maserasi
Contoh perhitungan nilai rendemen ekstrak kulit petai metode
ultrasonikasi
5 Rendemen ekstrak kulit petai metode ultrasonikasi
6 Diameter zona hambat pada bakteri Staphylococcus aureus
7 Diameter zona hambat pada bakteri Escherichia coli
8 Hasil Analisis statistik pada bakteri Staphylococcus aureus
9 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pelarut dan konsentrasi
10 Hasil Analisis statistik pada bakteri Escherichia coli
11 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pelarut dan konsentrasi
12 Uji aktivitas antibakteri
26

20
21
21
21
21
22
22
23
24
25
26

1

PENDAHULUAN
Kondisi Indonesia sebagai negara berkembang tidak terlepas dari
rendahnya tingkat kesehatan masyarakat di beberapa daerah, yang disebabkan
rendahnya sanitasi yang baik. Hal ini menyebabkan masalah kesehatan, khususnya
yang berhubungan dengan infeksi bakteri seperti typhus, diare, pnemonia hingga
bisul. Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di
Indonesia selain penyakit sirkulasi darah. Pada tahun 2012 sebanyak 152.000 anak
di Indonesia meninggal dunia, sebagian besar disebabkan oleh penyakit pnemonia
dan diare. Secara global, pnemonia, diare dan malaria merupakan penyebab
kematian utama pada balita (UNICEF 2013).
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri dapat ditanggulangi dengan
menggunakan obat-obatan dari jenis antibiotik. Antibiotik berasal dari hasil
metabolisme sekunder mikroorganisme, ada juga yang sudah mengalami
pengolahan menjadi produk turunannya. Pengolahan antibiotik bertujuan untuk
meningkatkan aktivitas kerja dan efektivitas antibiotik. Pemakaian antibiotik
sebagai antibiotikyang tidak sesuai dosis dapat menimbulkan efek negatif, yaitu
timbulnya resistensi bakteri terhadap aktivitas kerja antibiotik. Efek tersebut dapat
dihindari dengan melakukan usaha pencarian senyawa antibakteri dari alam yang
dapat digunakan untuk mengurangi efek negatif antibiotik (Innayati 2007).
Senyawa-senyawa fitokimia yang dikandung tumbuhan dapat
dimanfaatkan sebagai antibakteri. Tumbuhan seperti sengon (Eleanor 2013), laban
(Kosala 2011), semanggi air (Astuti 2013), sambiloto (Herliyanti 2010), dan
belimbing wuluh (Lathifah 2008) merupakan beberapa tumbuhan yang memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli. Pada tahun 2012, Sakunpak dan
Panichayupakaranant (2012) meneliti tentang aktivitas antibakteri pada beberapa
tanaman pangan Thailand, dari hasil penelitian tersebut didapat bahwa tanaman
ande-ande, bayam, jambu monyet, asam gelugur, melinjo, betur, asam jawa, lime
berry, terong meranti, kedawung, dan petai papan memiliki aktivitas antibakteri.
Dalam penelitian tersebut didapati ekstrak biji petai papan dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Helicobacter pylori.
Menurut penelitian sebelumnya oleh Mahardhika (2012), ekstrak metanol
dan etil asetat dari kulit petai memiliki aktivitas antioksidan karena memiliki
kandungan senyawa-senyawa fitokimia, seperti flavonoid, alkaloid, saponin, dan
tanin. Senyawa-senyawa tersebut dalam beberapa tanaman juga dapat bersifat
sebagai antibakteri dengan mekanisme-mekanisme tertentu, seperti mengganggu
permeabilitas membran sitoplasma dan sintesis protein bakteri, namun penelitian
tentang potensi kulit petai sebagai antibakteri belum pernah dilakukan sebelumnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui kandungan senyawa fitokimia dan uji aktivitas antibakteri dari ekstrak
etanol 70 %, etil asetat, dan heksana dari kulit petai (Parkia spesiosa Hassk.) yang
dilakukan terhadap bakteri Escherichia coli yang merupakan bakteri Gram negatif
dan Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri Gram positif dengan metode
sumur dengan tujuan mencari sumber antibiotik alami yang berasal dari
komoditas yang belum termanfaatkan sebelumnya.

2

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian yang berjudul “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Petai
(Parkia speciosa Hassk.) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus” dilaksanakan dari bulan September 2013 sampai Januari 2014 dan
bertempat di Laboratorium Biokimia, Departemen Biokimia, Institut Pertanian
Bogor.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi adalah kulit petai, n-heksana,
etil asetat, dan etanol 70%. Bahan-bahan untuk uji fitokimia adalah serbuk Mg,
amil alkohol, FeCl3 1%, CHCl3, H2SO4 2M, NH4OH, HCl pekat, akuades,
pereaksi Wagner, Mayer, dan Dragendorf. Bahan-bahan untuk uji zona bening
adalah isolat bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureusdari Departemen
Biokimia IPB, nutrient broth (NB), nutrient agar (NA), dimetil sulfoksida
(DMSO), dan akuades.

Alat
Alat-alat yang digunakan adalah laminar air flow, ultrasonic processor
(130 Watt 20 kHz, Cole-Parmer), spektrofotometer UV-Vis (UV-1700
Pharmaspec), inkubator, oven, autoklaf, lemari es, water bath, cawan Petri, labu
Erlenmeyer, tabung reaksi berulir, ose, mikropipet, neraca analitik, alumunium
foil, kapas, kertas Whatman no 1 dan 42, serta peralatan gelas lainnya.
Preparasi Sampel
Kulit petai dicuci dan diiris tipis-tipis, kemudian dioven dengan suhu 52oC
selama 3 hari untuk menguapkan kandungan air. Setelah kering, kulit petai
diblender hingga berbentuk serbuk halus berukuran 80 mesh dengan tujuan
memperluas permukaan dan meningkatkan jumlah rendemen.
Penentuan Kadar Air Terkoreksi
Kadar air ditentukan dengan mengeringkan simplisia dalam oven bersuhu
105oC selama 3 jam dan selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit.
Simplisia ditimbang dan perlakuan ini dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh
bobot yang konstan dengan waktu pengeringan selanjutnya adalah 1 jam. Pinggan
porselin yang digunakan harus dikeringkan terlebih dahulu dalam oven bersuhu
105oC selama 30 menit dan didinginkan dalam desikator. Pinggan ini kemudian
ditimbang bobot kosongnya. Nilai kadar air terkoreksi ekstrak dapat dihitung
dengan persamaan :
%

w1 : bobot pinggan porselin ditambah bobot simplisia awal
w2 : bobot pinggan porselin ditambah bobot simplisia setelah dikeringkan
w : bobot simplisia awal

3

Ekstraksi Komponen Bioaktif Kulit Petai (Andayani 2008)
Serbuk simplisia kulit petai diekstraksi dengan ultrasonikasi (Velickonic et
al. 2007 dengan modifikasi) secara bertingkat dengan pelarut n-heksana, etil
asetat, dan etanol 70%. Bubuk kulit petai sebanyak 50 gr diekstrak dengan 500
mL heksana dalam labu Erlenmeyer dan diultrasonikasi dengan frekuensi 40kHz
pada suhu 40oC selama 20 menit. Larutan disaring dengan kertas Whatman no 1,
selanjutnya ekstrak diuapkan dengan rotari evaporator pada suhu 40oC. Ekstrak
diuapkan kembali dengan cara dioven pada suhu 50oC sampai bobotnya tetap dan
disimpan didalam wadah gelap pada suhu 4oC sampai saat akan digunakan.
Residu larutan ekstrak heksana, dilarutkan kembali dengan pelarut etil asetat
dengan metode yang sama, dan residu larutan ekstrak etil asetat dilarutkan
kembali dengan pelarut etanol 70%. Ekstraksi bertingkat dengan pelarut yang
sama juga dilakukan dengan cara maserasi selama 24 jam secara bertingkat, pada
suhu ruang dan digoyang dengan menggunakan shaker dengan kecepatan 200
rpm.
Penentuan Kadar Rendemen Terkoreksi
Nilai kadar rendemen dihitung dengan cara menguapkan pelarut dari
ekstrak dengan menggunakan rotarievaporator dan oven hingga bobotnya konstan.
Nilai kadar air terkoreksi ekstrak dapat dihitung dengan persamaan :

a
b
w

 

 

: bobot ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi
: nilai kadar air
: bobot simplisia awal

%

Uji fitokimia (Harborne 1987)
Uji fitokimia ekstrak yang dilakukan meliputi uji alkaloid, steroid,
triterpenoid, flavonoid, saponin, dan tanin. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
keberadaan komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kulit petai.
Alkaloid. Uji alkaloid dilakukan dengan melarutkan 0,1 gram ekstrak kulit
petai ke dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi
alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil
uji positif diperoleh bila terbentuk endapan putih kekuningan dengan pereaksi
Meyer, endapan coklat dengan pereaksi Wagner atau endapan merah hingga
jingga dengan pereaksi Dragendorff sehingga jika pengujian terhadap salah satu
pereaksi positif, maka dalam tumbuhan uji tersebut terdeteksi alkaloid. Pereaksi
Meyer dibuat dengan menambahkan 1,36 HgCl2 dengan 0,5 g KI lalu dilarutkan
dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dengan labu takar. Pereaksi ini
tidak berwarna. Pereaksi Wagner berwarna coklat dibuat dengan cara 10 mL
akuades dipipet kemudian ditambahkan 2,5 gram iodin dan 2 gram KI lalu
dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 mL dalam labu takar.
Pereaksi Dragendorff berwarna jingga dibuat dengan cara 0,8 g bismut subnitrat
ditambahkan dengan 10 mL asam asetat dan 40 mL air. Larutan ini dicampur
dengan larutan yang dibuat dari 8 gram KI dalam 20 mL air. Sebelum digunakan,

4

1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 mL asam
asetat glasial dan 100 mL air.
Triterpenoid/steroid. Sebanyak 0.1 gram sampel ditambahkan 2 mL etanol.
lalu dipanaskan dan disaring. Filtrat hasil penyaringan diuapkan hingga kental dan
ditambahkan 1 mL eter. 3 tetes asam asetat anhidrat. dan 1 tetes H2SO4 pekat.
Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau
menunjukkan adanya steroid.
Saponin (uji busa). Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air
panas. Sebanyak 0,1 gram sample ditambahkan denga 10 mL akuades dan
dipanaskan selama 5 menit lalu dikocok hingga terbentuk busa. Busa yang stabil
selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2N menunjukkan
adanya saponin.
Flavonoid. Sebanyak 0.1 gram sampel ditambahkan 2 mL metanol lalu
dipanaskan sebentar dan disaring. Filtrat hasil penyaringan dibagi menjadi dua,
tabung pertama ditambahkan NaOH 10% dan tabung kedua ditambahkan H2SO4
pekat. Warna merah hingga kecoklatan menunjukkan hasil positif untuk senyawa
flavonoid.
Tanin. Sebanyak 0,5 mg sampel ditambahkan akuades sebanyak 10 mL
kemudian dipanaskan selama 1 jam. Setelah didinginkan, tambahkan beberapa
tetes FeCl3. Reaksi positif ditunjukan dengan terbentuknya warna hitam pada
larutan.
Peremajaan bakteri uji (Andrews 2005)
Kultur bakteri yang tersedia dalam media agar miring NA dipindahkan ke
dalam NB dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Suspensi bakteri
kemudian digores pada cawan berisi NA dan diinkubasikan pada suhu 37oC
selama 48 jam. Koloni tunggal ditransfer ke NB dan diinkubasikan pada suhu
37oC selama 18-24 jam agar bakteri berada pada kondisi optimum. Suspensi yang
sudah diinkubasi kemudian diukur nilai OD pada panjang gelombang 652 nm
dengan absorbansi 0,08 agar sesuai dengan standar suspensi McFarland No. 0,5
yang setara dengan 1,5 x 108 CFU/ml.
Pengujian aktivitas senyawa antibakteri ekstrak kulit petai papan
terhadap bakteri uji (Modifikasi Murray et al. 1995)
Pengujian dilakukan dengan metode sumur. Sampel antibakteri merupakan
senyawa aktif hasil proses ekstraksi kulit petai. Proses pengujiannya adalah
sebagai berikut: suspensi bakteri (Escherichia coli dan Staphylococcus aureus)
yang telah sesuai dengan standard suspensi McFarland No. 0,5 diinokulasi ke
dalam media pertumbuhan NB dimasukkan ke dalam media NA steril sebanyak
50 µL dalam 20 mL media. Media NA yang mengandung bakteri uji
dihomogenisasi menggunakan vortex kemudian dituang pada cawan Petri steril
secara aseptis. Agar yang sudah mengeras kemudian dilubangi menggunakan
ujung pipet yang sudah disterilkan, masing-masing sumur kemudian ditetesi
ekstrak hasil ultrasonikasi dengan berbagai konsentrasi yaitu 300 mg/mL, 250
mg/mL, 200 mg/mL, 150 mg/mL, 100 mg/mL dan 50 mg/mL, serta kontrol positif
dan negatif sebanyak 10µL. Perlakuan kontrol positif yaitu menggunakan
antibiotik streptomisin 10 mg/mL yang bersifat bakteriosidal dan kloramfenikol
dengan konsentrasi 1 mg/mL yang bersifat bakteriostatik. Kontrol negatif
menggunakan pelarutdalam proses pengenceran konsentrasi, yaitu dimetil

5

sulfoksida (DMSO). Cawan Petri diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam.
Aktivitas antibakteri diperoleh dengan mengukur zona bening dengan
menggunakan jangka sorong. minimal empat kali pengukuran diagonal dan
nilainya dirata-ratakan. Diameter zona bening yang didapat, dikurang dengan
diameter sumur. Kemampuan penghambatan ekstrak terhadap pertumbuhan
bakteri juga dilaporkan sebagai persen penghambatan ekstrak dengan rumus:
diameter hambat ekstrak
% penghambatan
 x 
%
diameter hambat kontrol positif

Penentuan Jumlah Komponen Ekstrak Etil Asetat Kulit Petai dengan KLT
Ekstrak etil asetat kulit petai difraksinasi dengan KLT (kromatografi lapis
tipis) untuk mendeteksi banyaknya senyawa yang terkandung dalam ekstrak.
Beberapa kombinasi eluen dicobakan untuk mendapatkan pemisahan terbaik dan
didapatkan eluen dengan pemisahan terbaik adalah toluen:etil asetat (93:7).
Konsentrasi yang diujikan adalah 100 mg/mL, 200 mg/mL, 300 mg/mL, 400
mg/mL, dan 500 mg/mL. Sebanyak 10 µL ekstrak ditotolkan pada plat KLT silika
gel 60 GF254 (Merck, Germany) yang berukuran 1 x 10 cm dengan batas awal dan
akhir elusi masing-masing 1 cm dari pinggiran plat. Plat tersebut dielusi didalam
bejana yang berisi eluen, bejana dan eluen dijenuhkan terlebih dahulu selama 30
menit. Plat KLT dielusi sampai batas akhir elusi yang sudah ditetapkan. Plat KLT
yang sudah selesai dielusi, diangkat dan dibiarkan mengering, kemudian diamati
dibawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm untuk melihat bercak
senyawa yang terbentuk. Jumlah bercak dihitung dan ditentukan nilai Rf-nya
dengan rumus:
Rf =

 

 

 

 

 

 

Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan adalah rancangan percobaan dua faktor
dalam rancangan Split-Plot Design Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model
rancangannya:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Yijk

= diameter zona hambat pada pelarut ke-I, konsentrasi ke-j, dan
ulangan ke-k
µ
= pengaruh rataan umum
αi
= pengaruh utama faktor A (pelarut)
βj
= pengaruh utama faktor B (konsentrasi)
αβij
= komponen interaksi dari faktor A dan faktor B
εijk
= pengaruh acak
Rancangan ini digunakan pada nilai diameter zona hambat pada pengujian
aktivitas antibakteri. Data yang diperoleh dianalisis dengan program SPSS.16
pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05%.Pengujian lanjut dilakukan uji
lanjut Duncan.

6

HASIL
Kadar Air dan Rendemen
Hasil pengukuran kadar air dari simplisia kulit petai dan nilai rendemen
ekstrak dengan metode maserasi dan ultrasonikasi dapat dilihat pada Tabel 1 dan
Tabel 2. Hasil perhitungan kadar air dan rendemen metode maserasi dan
ultrasonikasi dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 4. Nilai kadar air yang diperoleh
adalah sebesar 6.36%. Hal ini menunjukkan bahwa simplisia kulit petai dapat
disimpan dalam waktu yang lama. Kadar air yang melebihi 10% dalam suatu
bahan dapat menyebabkan mudahnya bahan ditumbuhi mikroba (Harjadi 1993).
Nilai rendemen ekstrak untuk maserasi adalah 0,33% untuk n-heksana, 0,32%
untuk etil asetat, dan 12,13% untuk etanol 70%. Nilai rendemen ekstrak untuk
ultrasonikasi adalah 0,35% untuk n-heksana, 0,38% untuk etil asetat, dan 11,62%
untuk etanol 70%.
Tabel 1 Kadar air simplisia dan rendemen ekstrak kulit petai metode maserasi
Sampel

Kadar Air
Simplisia (%)
6.36

Kulit Petai

Pelarut
n-heksana

Rendemen Ekstrak
(%)
0,33 ± 0,06

Etil Asetat

0,32 ± 0,03

Etanol 70%

12,13 ± 0,06

Tabel 2 Kadar air simplisia dan rendemen ekstrak kulit petai metode ultrasonikasi
Sampel

Kadar Air
Simplisia (%)
6.36

Kulit Petai

Pelarut
n-heksana

Rendemen Ekstrak
(%)
0,35 ± 0,04

Etil Asetat

0,38 ± 0,09

Etanol 70%

11,62 ± 0,04

Komponen Fitokimia
Hasil uji fitokimia ekstrak kulit petai hasil ultrasonikasi dapat dilihat pada
Tabel 3. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kulit petai mengandung
komponen-komponen yang berpotensi sebagai antibakteri.
Tabel 3 Hasil uji fitokimia
Jenis Uji
Alkaloid
Saponin
Flavonoid
Tanin
Steroid
Triterpenoid

Keterangan:

+
++
+++

n-heksana
+
+
+
+
-

: tidak terjadi perubahan
: pekat
: lebih pekat
: paling pekat

Etil asetat
+
++
+
+
+

Etanol 70%
++
+++
+++
+

7

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Petai
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap dua jenis bakteri yaitu
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan menggunakan pelarut dan
konsentrasi yang berbeda. Pelarut yang digunakan adalah n-heksana, etil asetat,
dan etanol 70%, pemilihan pelarut ini berdasarkan tingkat kepolarannya,
sedangkan konsentrasi yang digunakan pada tiap pelarutnya adalah 50, 100,150,
200, 250,dan 300 mg/mL dengan tiga kali pengulangan. Aktivitas antibakteri
dilihat berdasarkan zona bening yang terbentuk.
Zona hambat pada Staphylococcus aureus

Diameter (mm)

Nilai rata-rata uji zona hambat dari hasil pengukuran diameter zona hambat
pada bakteri Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 1. Ekstrak etanol
tidak menunjukkan adanya aktivitas anti bakteri. Sedangkan zona hambat tertinggi
terdapat pada pelarut etil asetat konsentrasi 300 mg/mL dengan diameter zona
hambat sebesar 20,63 ± 1,00mm. Nilai aktivitas antibakteri terendah terdapat pada
pelarut n-heksana konsentrasi 50 mg/mL dengan diameter zona hambat sebesar
1,01 ± 0,58mm. Data zona bening pada bakteri Staphylococcus aureus dapat
dilihat pada Lampiran 6. Pada pelarut n-heksana, zona hambat hanya ditemukan
pada konsentrasi sampai dengan 100 mg/mL, untuk konsentrasi lebih dari 100
mg/mL zona hambat tidak ditemukan. Kontrol positif kloramfenikol memiliki
diameter zona hambat sebesar 19 mm, sedangkan streptomisin 10 mg/mL
memiliki diameter zona hambat sebesar 5,1 mm.
Persen penghambatan dihitung dengan membandingkan nilai
penghambatan ekstrak dengan nilai penghambatan kontrol positif streptomisin 10
mg/mL. Nilai persen dan tingkat penghambatan ekstrak disajikan pada Tabel 4.
Nilai persen penghambatan tertinggi dimiliki oleh ekstrak etil asetat pada
konsentrasi 300 mg/mL yaitu sebesar 404,51%. Nilai tersebut menunjukan bahwa
ekstrak etil asetat kulit petai pada konsentrasi 300 mg/mL memiliki kemampuan
penghambatan sebesar 4 kali lipat kemampuan antibiotik streptomisin 10 mg/mL.
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Konsentrasi (mg/mL)

Gambar 1 Diameter zona hambat pada bakteri Staphylococcus aureus dengan
metode sumur.
n-heksana
etil asetat
kontrol +

8

Tabel 4 Tingkat penghambatan ekstrak kulit petai dibandingkan dengan
streptomisin 10 mg/mL pada bakteri Staphylococcus aureus
Tingkat
Konsentrasi
Penghambatan (%)
Pelarut
penghambatan
(mg/mL)
n-heksana
50
19,80
0,2
100
20
0,2

Etil asetat

150
200
250
300

0
0
0
0

0
0
0
0

50
100
150
200
250
300

117,06
184,31
230,98
284,51
381,18
404,51

1,2
1,8
2,3
2,8
3,8
4

Zona hambat pada Escherichia coli
Ekstrak kulit petai yang diujikan terhadap bakteri Escherichia coli adalah
ekstrak n-heksana, etil asetat, dan etanol 70%. Nilai rata-rata uji zona hambat dari
hasil pengukuran diameter zona hambat pada bakteri Escherichia coli dapat
dilihat pada Gambar 3. Ekstrak etanol tidak menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri, sedangkan zona hambat tertinggi terdapat pada pelarut etil asetat
konsentrasi 300 mg/mL dengan diameter zona hambat sebesar 15,91 ± 1,57mm.
Nilai aktivitas antibakteri terendah terdapat pada pelarut n-heksana konsentrasi 50
mg/mL dengan diameter zona hambat sebesar 1,58 ± 0,58mm. Data zona bening
pada bakteri Escherichia coli dapat dilihat pada Lampiran 7.Pada pelarut nheksana, zona hambat hanya ditemukan pada konsentrasi sampai dengan 250
mg/mL, untuk konsentrasi lebih dari 250 mg/mL zona hambat tidak ditemukan.
Kontrol positif kloramfenikol memiliki diameter zona hambat sebesar 19 mm,
sedangkan streptomisin 10 mg/mL memiliki diameter zona hambat sebesar 5,1
mm.
Nilai persen dan tingkat penghambatan ekstrak dibandingkan kontrol
positif disajikan pada Tabel 5. Nilai persen penghambatan tertinggi dimiliki oleh
ekstrak etil asetat pada konsentrasi 300 mg/mL yaitu sebesar 279,12%.
Kemampuan antibakteri ekstrak etil asetat terhadap bakteri Escherichia coli
meningkat sesuai dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak yang digunakan.
Tingkat penghambatan yang dimiliki oleh konsentrasi 50 mg/mL adalah sebesar
1,3 kali lipatnya streptomisin 10 mg/mL, dan terus meningkat menjadi 1,4 untuk
konsentrasi 100 mg/mL, 1,7 untuk konsentrasi 150 mg/mL, 1,9 untuk konsentrasi
200 mg/mL, 2,4 untuk konsentrasi 250 mg/mL, dan yang tertinggi adalah 2,8 pada
konsentrasi 300 mg/mL. Sedangkan untuk tingkat penghambatan ekstrak nheksana memiliki nilai yang relatif lebih rendah jika dibandingkan ekstrak etil
asetat. Tingkat penghambatan tertinggi yang diperoleh ekstrak n-heksana berada
pada konsentrasi 250 mg/mL yaitu sebesar 0,4 kali lipat kekuatan streptomisin 10
mg/mL.

9

20
18
16

Diameter (mm)

14
12
10
8
6
4
2
0

Konsentrasi (mg/mL)

Gambar 2 Diameter zona hambat pada bakteri Escherichia coli dengan metode sumur.
n-heksan

etil asetat

kontrol +

Tabel 5 Tingkat penghambatan ekstrak kulit petai dibandingkan dengan
streptomisin 10 mg/mL pada bakteri Escherichia coli
Pelarut
n-heksana

Etil asetat

Konsentrasi
(mg/mL)
50
100
150
200
250
300
50
100
150
200
250
300

Penghambatan (%)
27,72
43,16
33,68
30,70
40,88
0
134,56
139,82
171,57
188,60
235,79
279.12

Tingkat
penghambatan
0,3
0,4
0,3
0,3
0,4
0
1,3
1,4
1,7
1,9
2,4
2,8

10

Jumlah Komponen Ekstrak Etil Asetat Kulit Petai dengan KLT
Hasil dari KLT dengan eluen toluen:etil asetat (93:7) menunjukkan adanya
spot-spot yang merupakan komponen penyusun ekstrak etil asetat kulit petai.
Jumlah spot terbanyak terdapat pada konsentrasi 500 mg/mL, yaitu sejumlah
delapan spot. Masing-masing spot memiliki nilai faktor retensi (Rf) yang berbedabeda. Nilai Rf yang diperoleh untuk masing-masing spot adalah Rf1= 0,2; Rf2=
0,35; Rf3= 0,41; Rf4= 0,48; Rf5= 0,6; Rf6= 0,73; Rf7= 0,84 dan Rf8= 0,95.

Gambar 3 Kromatogram ekstrak etil asetat kulit petai.
Eluen: toluen:etil asetat (93:7)
Panjang gelombang: 254 nm.
(A) 100 mg/mL; (B) 200 mg/mL; (C) 300 mg/mL; (D) 400
mg/mL; (E) 500 mg/mL

PEMBAHASAN
Kadar Air dan Rendemen Hasil Ekstraksi
Kadar air menunjukkan kandungan air dalam suatu bahan, jumlah kadar
air yang terkandung dalam suatu bahan dapat memengaruhi ketahanan suatu
bahan dalam masa penyimpanan. Kadar air yang dianjurkan adalah kurang dari
10%, dengan demikian kemungkinan rusaknya bahan akibat kontaminasi bakteri
dan jamur dapat diturunkan, sehingga bahan dapat disimpan dalam waktu yang
relatif lama. Kadar air yang diperoleh pada simplisia kulit petai adalah sebesar
6.36%. Hal ini menunjukkan bahwa simplisia kulit petai dapat disimpan dan
digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Simplisia kulit petai diekstraksi menggunakan metode maserasi dan
ultrasonikasi. Penggunaan dua metode ini bertujuan untuk membandingkan
rendemen dan efisiensi dari dua metode tersebut. Simplisia kulit petai diekstraksi
dengan menggunakan tiga pelarut secara bertingkat, yaitu n-heksana, etil asetat,
dan etanol 70%. Metode ekstraksi maserasi merupakan teknik ekstraksi yang
dilakukan dengan cara merendam sampel dalam pelarut selama waktu tertentu.
Metode ini sederhana dan tidak merusak senyawa yang tidak tahan panas.
Senyawa yang terbawa pada proses ekstraksi adalah senyawa yang mempunyai

11

polaritas sesuai dengan pelarutnya, metode ini memerlukan waktu selama 24 jam
pada suhu 27oC untuk setiap pelarutnya. Metode ekstraksi ultrasonikasi
memanfaatkan gelombang ultrasonik untuk memecah dinding sel, sehingga waktu
yang dibutuhkan untuk ekstrasi tidak selama metode maserasi. Metode ini
membutuhkan waktu 20 menit pada suhu 40oC untuk setiap pelarutnya (Imelda
2013).
Hasil pengukuran rendemen terkoreksi menunjukkan nilai yang paling
besar diperoleh dari pelarut etanol 70% dengan metode maserasi sebesar 12,13%
(Tabel 1), tidak berbeda nyata dengan nilai rendemen etanol 70% dengan metode
ultrasonikasi, yaitu sebesar 11,62% (Tabel 2). Metode maserasi membutuhkan
waktu 24 jam untuk ekstraksi, sedangkan metode ultrasonikasi membutuhkan
waktu 20 menit untuk ekstraksi, sehingga dari sisi hasil rendemen dan juga waktu
ekstraksi, metode ultrasonikasi lebih efisien dibandingkan dengan metode
maserasi. Kuantitas rendemen ini tidak dapat digunakan untuk memperkirakan
banyaknya senyawa bioaktif dalam rendemen tersebut. Informasi ini dapat
digunakan untuk pemilihan pelarut yang tepat saat ekstraksi senyawa metabolit
sekunder yang diharapkan (Kresnawaty & Zainuddin 2009).

Komponen Fitokimia
Uji kualitatif fitokimia bertujuan mengetahui kandungan senyawa
metabolit sekunder pada kulit petai hasil ultrasonikasi.Hasil uji fitokimia yang
dilakukan pada pelarut yang berbeda akan menunjukkan hasil yang berbeda dalam
kekuatan sinyal yang diidentifikasi, yaitu tingkat kepekatan yang berbeda pada
setiap pelarut (Egwaikhide & Gimba 2007).
Hasil uji fitokimia pada ekstrak kulit petai dapat dilihat pada tabel 3. Hal
ini sesuai dengan penelitian Aisha et al. (2012) dan Tunsaringkarn et al. (2012)
bahwa kulit petai mengandung senyawa fenolik, yaitu flavonoid, saponin dan
tanin yang berpotensi sebagai antibakteri. Ekstrak etanol memiliki kandungan
alkaloid, saponin, dan tanin yang lebih banyak dibanding dengan kedua ekstrak
lainnya namun tidak memiliki kandungan flavonoid sama sekali. Ekstrak etil
asetat memiliki kandungan saponin lebih banyak dibanding dengan ekstrak nheksana. Komposisi dari senyawa-senyawa fenolik inilah yang memengaruhi
kemampuan masing-masing ekstrak untuk menghambat aktivitas bakteri.
Dalam penelitian sebelumnya bahan alam lain yang memiliki potensi
antibakteri adalah daun sirih merah yang memiliki kandungan metabolit sekunder
alkaloid, steroid, dan tanin (Sugiharti 2007). Senyawa alkaloid dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Senyawa alkaloid dapat
menyebabkan lisis sel dan perubahan morfologi bakteri (Karou 2006). Senyawa
alkaloid juga terdapat dalam ekstrak etil asetat kulit petai.
Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder bersifat seperti sabun.
Senyawa ini dapat dilihat karena kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis darah (Harborne 1987). Saponin diduga sebagai senyawa
antibakteri pada kulit petai karena memiliki kemampuan untuk menghambat
fungsi membran sel sehingga merusak permeabilitas membran yang
mengakibatkan rusaknya dinding sel.
Flavonoid juga merupakan senyawa yang memiliki sifat antibakteri.
Dinding bakteri yang terkena flavonoid akan kehilangan permeabilitas sel

12

(Karlina et al. 2013). Penelitian oleh Ajizah et al. (2007) menunjukkan bahwa
ekstrak kayu ulin yang mengandung flavonoid dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus dengan mengganggu permeabilitas dinding sel
bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Imelda (2013) juga menunjukkan bahwa
ekstrak etanol daun kesum yang mengandung flavonoid mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dengan mekanisme mengganggu permeabilitas membran
sitoplasma yang menyebabkan kebocoran material sel.
Senyawa metabolit sekunder berupa tanin mempunyai rasa sepat dan juga
bersifat sebagai antibakteri. Mekanisme penghambatan bakteri pada tanin adalah
dengan cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim-enzim esensial, dan
destruksi fungsi material genetik.Menurut Karlina et al. (2013), tanin memiliki
peran sebagai antibakteri dengan mengikat protein sehingga pembentukan dinding
sel akan terhambat.

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Petai
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan untuk mengetahui potensi
antibakteri dari ekstrak kulit petai terhadap bakteri uji. Tingkat aktivitas
antibakteri ekstrak bergantung pada pelarut yang digunakan dalam ekstraksi,
perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan senyawa metabolit sekunder yang
terlarut saat ekstraksi. Ekstrak yang berasal dari pelarut non polar dan semi polar
menunjukkan adanya aktivitas antibakteri, sedangkan ekstrak pelarut polar tidak
menunjukkan adanya aktivitas antibakteri.
Ekstrak etanol 70% menunjukkan tidak adanya aktivitas antibakteri untuk
kedua bakteri uji, hal ini ditunjukkan oleh tidak terbentuknya zona bening
disekitar sumur yang ditetesi ekstrak. Hal ini dapat disebabkan oleh tidak
terbawanya komponen senyawa yang berpotensi menghambat atau membunuh
pertumbuhan bakteri ke dalam ekstrak etanol 70% selama proses ekstraksi yaitu
flavonoid. Kedua ekstrak lainnya yang diuji, menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri untuk dua bakteri yang diujikan, namun aktivitas antibakteri terbaik
dimiliki oleh ekstrak etil asetat. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak
etil asetat memiliki kandungan senyawa fenolik terlengkap, sedangkan ekstrak nheksana tidak memiliki kandungan alkaloid. Berdasarkan hasil tersebut, senyawa
flavonoid merupakan senyawa yang paling berperan dalam aktivitas antibakteri
suatu ekstrak. Menurut Andrews (2005) flavonoid memiliki aktivitas antimikroba
yang luas dan penghambatan enzim, diantaranya flavanon terhadap Methicilin –
Resistant Staphylococcus aureus(MRSA) dan isoflavon terhadapap spesies
Strephtococcus. Menurut ketentuan kekuatan antibakteri yang dikemukakan oleh
David Scout, kategori lemah digolongkan jika diameter zona bening yang
terbentuk < 5 mm, kategori sedang pada kisaran 5-10 mm, dan kategori kuat jika
diameter zona bening yang terbentuk > 10 mm (Harahap 2006).
Konsentrasi ekstrak n-heksana yang menunjukkan penghambatan
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus terbesar adalah 100 mg/mL dengan
diameter zona bening sebesar 1,02 mm. Sedangkan konsentrasi ekstrak n-heksana
yang menunjukkan penghambatan pertumbuhan bakteri Escherichia coli terbesar
adalah 250 mg/mL dengan diameter zona bening sebesar 2,33 mm. Konsentrasi
lebih besar tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri, hal ini menunjukkan
konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi maksimum penghambatan

13

pertumbuhan bakteri. Zona hambat yang dibentuk oleh ekstrak n-heksana
termasuk kedalam kategori lemah karena memiliki diameter kurang dari 5 mm
(Harahap 2006).
Pada ekstrak etil asetat, seluruh konsentrasi yang diuji mampu menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus. Diameter zona hambat terbesarterdapat pada
konsentrasi300 mg/mLyaitu 20,6 mm. Penghambatan pertumbuhan Escherichia
coli oleh ekstrak etil asetat menunjukkan hasil yang lebih besar, dapat dilihat dari
zona bening yang terbentuk yaitu 15,91 mm pada konsentrasi 300 mg/mL. Zona
hambat yang dibentuk oleh ekstrak etil asetat termasuk dalam kategori besar
karena memiliki diameter lebih besar dari 10 mm (Harahap 2006). Kemampuan
ekstrak etil asetat kulit petai memiliki kemampuan yang lebih kecil dibanding
dengan kemampuan ekstrak etil asetat biji petai, yaitu >20 mm (Sakunpak dan
Panichayupakaranant 2012). Ekstrak etanol 70% tidak memiliki aktivitas
antibakteri sama sekali, hal ini disebabkan tidak terekstraknya komponenkomponen yang bersifat antibakteri oleh etanol 70% (Imelda 2013).
Komposisi dari alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin yang terdapat
dalam ekstrak etil asetat kulit petai menyebabkan kemampuan antibakteri yang
paling baik dibandingkan dengan kedua ekstrak lainnya. Pendugaan mekanisme
penghambatan senyawa fenolik pada ekstrak kulit petai ini yaitu dinding bakteri
yang telah lisis akibat senyawa alkaloid, saponin dan flavonoid menyebabkan
senyawa tanin dengan mudah dapat masuk ke dalam sel bakteri dan
mengkoagulasi protoplasma sel bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli.
Kulit petai yang diekstraksi dengan etil asetat memiliki aktivitas
antibakteri paling baik terhadap Staphylococcus aureus yang tergolong bakteri
Gram positif. Sedangkan ekstrak n-heksana memiliki aktivitas antibakteri paling
baik terhadap Escherichia coli yang tergolong Gram negatif, namun tidak sebaik
kemampuan antibakteri ekstrak etil asetat terhadap Escherichia coli. Hal tersebut
menunjukkan bahwa baik bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
sensitif terhadap komponen aktif bersifat antibakteri yang terdapat pada ekstrak
etil asetat. Pelczar dan Chan (1986) menyatakan bahwa struktur dinding sel
bakteri Gram positif relatif sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri
untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja, sedangkan
dinding sel bakteri Gram negatif bersifat lebih kompleks.
Ekstrak n-heksana memiliki nilai persen penghambatan yang lebih kecil
dibandingkan dengan kontrol positif antibiotik streptomisin dengan dosis 10
mg/mL. Sedangkan ekstrak etil asetat memiliki nilai persen penghambatan yang
relatif lebih besar dibandingkan dengan streptomisin 10 mg/mL. Nilai terbesar
dapat dilihat pada konsentrasi 300 mg/mL untuk bakteri Staphylococcus aureus
yaitu hampir empat kali lipat nilai penghambatan streptomisin 10 mg/mL.
Streptomisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan negatif. Streptomisin bekerja
dengan cara menghambat sintesis protein. Streptomisin memicu ribosomal
prokariotik salah membaca mRNA sehingga menghambat proses inisiasi dan
elongasi sintesis protein (Lin et al 2000). Antibiotik yang digunakan selain
streptomisin adalah kloramfenikol dengan dosis 1 mg/mL, hal ini bertujuan untuk
mengetahui apakah ekstrak kulit petai bersifat bakteriostatik seperti kloramfenikol
atau bersifat bakterisidal seperti streptomisin. Berdasarkan bentuk zona hambat

14

yang terbentuk, zona hambat ekstrak kulit petai lebih menyerupai bentuk zona
hambat streptomisin.
Menurut sifatnya antibakteri digolongkan menjadi spektrum luas (broad
spectrum) jika menghambat atau membunuh bakteri Gram positif dan Gram
negatif, spektrum sempit (narrow spectrum) jika menghambat atau membunuh
bakteri Gram positif atau Gram negatif saja, dan spektrum terbatas (limited
spectrum) jika efektif terhadap organisme tunggal atau penyakit tertentu (Fardiaz
1983). Berdasarkan hasil yang diperoleh, antibakteri yang terkandung dalam
ekstrak etil asetat kulit petai termasuk ke dalam golongan antibakteri berspektrum
luas, karena mampu menghambat pertumbuhan bakteri dari Gram positif maupun
Gram negatif.
Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan pada aktivitas antibakteri,
perlakuan dengan perbedaan pelarut dan konsentrasi yang diujikan memberikan
pengaruh yang nyata terhadap diameter zona bening yang diperoleh pada taraf
kepercayaan 95%. Pemberian perlakuan tiga pelarut yang berbeda menghasilkan
diameter zona bening yang berbeda pada masing-masing pelarut berdasarkan
tingkat kepolarannya. Begitu pula dengan ragam konsentrasi yang diujikan,
semakin tinggi konsentrasi yang diujikan maka diameter zona bening yang
terbentuk semakin besar. Hasil analisis ini diperkuat oleh uji lanjut Duncan yang
memberikan hasil yang berbeda nyata antar pelarut etil asetat ataupun konsentrasi
yang digunakan.
Jumlah Komponen Ekstrak Etil Asetat Kulit Petai dengan KLT
Ekstrak etil asetat kulit petai ditentukan jumlah komponennya dengan
kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan kombinasi eluen toluen:etil asetat
(93:7). KLT merupakan metode pemisahan yang menggunakan dua fase yaitu fase
diam yang berupa plat dengan lapisan adsorben inert, dan fase gerak berupa eluen
yang dapat dpilih berdasarkan polaritas senyawa. Kepolaran eluen sangat
memengaruhi nilai faktor retensi (Rf). Semakin nonpolar suatu eluen maka akan
semakin jauh pelarut tersebut menggerakkan senyawa non polar naik pada plat
silika (Watson 2007).
Fase diam yang biasa digunakan dalam KLT adalah silika gel yang melekat
pada plat alumunium maupun plat kaca. Jenis adsorben lain yang bisa
digunakanuntuk KLT adalah alumina, serbuk selulose, serbuk poliamida,
sephadex, celite, dan kieselguhr. Dalam penilitian ini digunakan plat alumunium
dengan adsorben silika gel GF254 yang bersifat polar dan sudah mengandung
indikator fluoresen, sehingga jika dilihat dibawah lampu UV dengan panjang
gelombang 254 akan tampak berpendar.
Eluen yang digunakan dalam penelitian ini adalah toluen:etil asetat (93:7).
Konsentrasi ekstrak yang berbeda-beda diuji dengan KLT untuk mendapatkan
pemisahan terbaik. Ekstrak etil asetat kulit petai pada konsentrasi 500 mg/mL
menunjukkan delapan bercak setelah diamati dibawah lampu UV dengan panjang
gelombang 254 nm.hasil yang diperoleh memiliki nilai Rf sebagai berikut: Rf1=
0,2; Rf2= 0,35; Rf3= 0,41; Rf4= 0,48; Rf5= 0,6; Rf6= 0,73; Rf7= 0,84 dan Rf8=
0,95. Semakin besar nilai Rf, maka semakin kecil nilai kepolaran fraksi ekstrak
etil asetat tersebut. Maka Rf1 merupakan fraksi ekstrak etil asetat kulit petai yang
paling polar, dan Rf8 adalah fraksi ekstrak etil asetat kulit petai yang paling tidak
polar.

15

SIMPULAN
Hasil analisis fitokimia ekstrak kulit petai menunjukkan bahwa ekstrak
kulit petai mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, steroid, dan
triterpenoid. Kulit petai memiliki potensi sebagai antibakteri. Ekstrak etil asetat
kulit petai pada konsentrasi 300 mg/mL memiliki kemampuan antibakteri sebesar
empat kali kemampuan streptomisin 10 mg/mL terhadap Staphylococcus aureus
dan 2,8 kali terhadap Escherichia coli. Fraksinasi ekstrak ekstrak etil asetat kulit
petai dengan KLT menunjukan delapan bercak dibawah lampu UV pada panjang
gelombang 254 nm yang menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat kulit petai
memiliki delapan komponen penyusun.

SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini. perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui konsentrasi minimum yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri dan jumlah bakteri yang mampu dibunuh atau dihambat serta uji toksisitas
untuk menentukan dosis maksimum penggunaan. Selain itu perlu dilakukan
penentuan jenis komponen dengan kromatografi dan peranan masing-masing
komponen sebagai agen antibakteri.

DAFTAR PUSTAKA
[UNICEF] The United Nation Children’s Fund, The Un Inter-agency Group for
Child Mortality Estimation. 2013. Levels and Trends in Child Mortality.
2013 Report of UN IGME : 19-29.
Aisha AFA, Abu-Salah KM, Alrokayan SA, Ismail Z, Majid AMSA. 2012.
Evaluation of antiangiogenic and antioxidant properties of Parkia speciosa
Hassk extracts. Pak J Pharm Sci. 25 1):7-14.
Ajizah A, Thihana, Mirhanuddin. 2007. Potensi ekstrak kayu ulin (Eusideroxylon
zwageri) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
secara in vitro.J Bioscientiac. 4:37-42.
Andayani. 2008. Penentuan Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenolat Total dan
Likopen pada Buah Tomat Solanum lycopersicum L). Jurnal Sains dan
Teknologi Farmasi.13 1).
Andrews JM. 2005. BSAC standardized disc susceptibility testing method
(version 4). JAC. 56:60-76.doi: 10.1093/jac/dki 124.
Astuti Fitri. 2013. Analisis Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Semanggi Air
Marsilea crenata Presl. [skripsi]. Bogor ID): Institut Pertanian Bogor.
Egwaikhide PA, Gimba CE. 2007. Analysis of the Phytochemical Content and
Anti-microbial Activity of Plectranthus glandulosisWhole Plant. J MiddleEast of Scientific Research. 2(3-4):135-138.

16

Eleanore Y. 2013. Analisis Komponen Kimia dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Daun Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen)dengan Metode DPPH
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz S. 1983. Bakteriologi Keamanan Pangan. Jilid I. Bogor (ID): IPB Press
Harahap N. 2006. Aktivitas senyawa antibakteri akar tumbuhan anting-anting
(Acalypha indica L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Harborne JB. 1987. Phytochemical methods.Ed ke-2. New