Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang pohon Petai (Parkia speciosa Hassk.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON PETAI (Parkia speciosa Hassk.) TERHADAP Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
Aloysius Ade Pratama 118114150
INTISARI
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab kematian di seluruh dunia. Selain virus dan jamur, bakteri juga dapat menyebabkan infeksi diantaranya, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Kulit batang pohon petai (Parkia speciosa) mengandung alkaloid dan fenolik. Biji petai sering digunakan masyarakat sebagai makanan sedangkan kulit batang pohon petai jarang digunakan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian terkait dengan distribusi senyawa dalam kulit batang pohon petai dan potensi senyawa tersebut sebagai antibakteri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang pohon petai yang dilanjutkan dengan menentukan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi padat dan penentuan KHM dan KBM menggunakan metode dilusi cair. Jenis penelitian ini termasuk eksperimental murni.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Shapiro Wilk untuk distribusi data,
Levene Test untuk homogenitas data, Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan bermakna secara menyeluruh, dan Mann-Whitnney untuk mengetahui kebermaknaan antar konsentrasi, kontrol positif dan kontrol negatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit batang pohon petai mampu menghambat bakteri Staphylococcus aureus tetapi tidak mampu menghambat Escherichia coli. KHM dari ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap bakteri Staphylococcus aureus sebesar 21,875% dan KBM pada konsentrasi 21,875% belum diperoleh.
Kata kunci : kulit batang, petai (Parkia speciosa), antibakteri, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, metode difusi sumuran, metode dilusi cair
(2)
Infection disease is one of the causes of death in the world. In addition to viruses and fungi, bacteria also can cause infections such Staphylococcus aureus and Escherichia coli. The tree bark of Parkia speciosa contain the alkaloid and phenolic. Parkia speciosa seeds are often used by people as food, while the tree bark of Parkia speciosa is rarely used. Therefore, it is necessary to do research related to the distribution of compounds in the tree bark of Parkia speciosa and the potential of these compounds as antibacterial.
This study aims to determine the antibacterial activity of ethanol extract of the tree bark of Parkia speciosa, followed by determining the Minimum Inhibition Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) against Staphylococcus aureus and
Escherichia coli. Testing of antibacterial activity using solid diffusion method and determination of MIC and MBC using liquid dilution method. This type of research is purely experimental.
The data obtained were analyzed using Shapiro Wilk to see the data distribution, Levene Test for viewing data homogeneous, Kruskal Wallis for knowing the significant differences overall, and the Mann-Whitnney to determine the significance between concentration, positive and negative control. The results showed that the ethanol extract of the tree bark of Parkia speciosa is able to inhibit Staphylococcus aureus but are not capable of inhibiting Escherichia coli. MIC of an ethanol extract of the tree bark of Parkia speciosa
obtained against bacteria Staphylococcus aureus is 21,875% and MBC of this concentrations has not been obtained.
Keywords : bark, Parkia speciosa Hassk., antibacterial, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, solid diffusion method, liquid dilution method.
(3)
1
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON PETAI (Parkia speciosa Hassk.) TERHADAP Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Aloysius Ade Pratama
NIM : 118114150
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2015
(4)
i
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON PETAI (Parkia speciosa Hassk.) TERHADAP Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Aloysius Ade Pratama
NIM : 118114150
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
ii
(6)
iii
(7)
iv
(8)
v
Halaman Persembahan
“TERJADILAH PADAKU SETURUT KEHENDAK-MU”
“Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan,
menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin
menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin lika-liku
hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan
kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan
molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda,
berkembang, terurai, dan berpencar ke arah yang mengejutkan. Aku ingin
kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan.
(Andrea Hirata-Edensor)
Aku persembahkan karyaku ini untuk: Tuhan Yesus dan Bunda Maria,
Bapa, mama beserta adikku Almamaterku tercinta
(9)
vi
(10)
vii PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
perlindungan dan berkat, kasih dan sayang, serta tuntunan yang diberikan
sehingga skripsi berjudul “UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON PETAI (Parkia speciosa Hassk.) TERHADAP Staphylococcus aureus dan Escherichia coli” dengan baik dan
lancar.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai
pihak. Kesempatan ini, penulis pergunakan untuk mengungkapkan rasa terima
kasih kepada:
1. Ibu Aris Widayati, M. Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M. Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah membimbing, mendampingi dan memberikan arahan, evaluasi serta
kritik dan saran mulai dari pembuatan proposal penelitian hingga penulisan
skripsi ini selesai.
3. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, M. Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah
meluangkan waktu untuk memberi kritik dan saran selama penulisan skripsi.
4. Ibu Damiana Sapta Candrasari, S. Si., M. Sc. selaku dosen penguji yang telah
meluangkan waktu untuk memberi kritik dan saran selama penulisan skripsi.
5. Ibu Agustina Setiawati, M. Sc., Apt. selaku Kepala Penanggungjawab
Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam
(11)
viii
6. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S. Si. atas masukan dan arahan dalam bidang
Mikrobiologi.
7. Bapak Ir. Ignatius Aris Dwiatmoko, M. Sc. atas masukan dan arahan dalam
bidang statistik.
8. Bapak Mukminin, Bapak Wagiran, Bapak Kunto, Bapak Parlan, serta semua
laboran yang telah membantu selama proses penelitian di laboratorium.
9. Anisetus Ratnasari Jebarus, Sabrina Handayani Tambun dan Metta Maurilla
atas bantuannya baik tenaga maupun ide-ide cemerlangnya serta motivasi
dalam suka dan duka selama penelitian di laboratorium.
10.Keluargaku tercinta, Bapak Matius Daryono, Mama Dra. M.M Iin Sarkinah,
Adikku tercinta Veronika Yuli Indarwati yang selalu memberikan dukungan,
doa, kasih sayang, dan semangat kepada penulis.
11.Teman-teman FKK dan FST 2011 atas doa dan dukungan.
12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa naskah skripsi ini masih banyak kekurangan
dengan keterbatasan yang ada sehingga penulis membuka diri terhadap semua
kritik dan saran dari semua pihak yang membangun untuk kemajuan diri dan ilmu
pengetahuan. Akhir kata, penulis berharap semoga naskah skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang Farmasi.
Penulis
(12)
ix DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
INTISARI ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I PENGANTAR ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
1. Permasalahan ... 3
2. Keaslian Penelitian ... 4
3. Manfaat Penelitian ... 5
B. TUJUAN PENELITIAN ... 6
(13)
x
2. Tujuan Khusus ... 6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 7
A. Petai ... 7
B. Staphylococcus aureus ... 8
1. Morfologi dan Fisiologi ... 8
2. Patogenesis ... 9
C. Escherichia coli ... 10
1. Morfologi dan Fisiologi ... 10
2. Patogenesis dan Gejala Penyakit ... 10
D. Ekstraksi ... 11
E. Alkaloid ... 14
F. Fenolik ... 15
G. Terpenoid ... 16
H. Flavonoid ... 17
I. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri ... 18
1. Metode Difusi ... 18
2. Metode Dilusi ... 19
J. Landasan Teori ... 19
K. Hipotesis ... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23
B. Variabel dan Defenisi Operasional ... 23
1. Variabel Penelitian ... 23
(14)
xi
2. Definisi Operasional ... 23
C. Bahan dan Alat Penelitian ... 24
D. Tata Cara Penelitian ... 25
1. Determinasi Kulit Batang Pohon Petai ... 25
2. Pengumpulan Kulit Batang Pohon Petai ... 26
3. Pengeringan dan Pembuatan Serbuk Kulit Batang Pohon Petai .... 26
4. Penetapan Susut Pengeringan Pada Serbuk Kulit Batang Pohon Petai ... 26
5. Pembuatan Ekstak Etanol Kulit Batang Pohon Petai ... 27
6. Identifikasi Kandungan Senyawa Kimia Kulit Batang Pohon Petai Dengan Uji Tabung ... 28
7. Uji Identifikasi Bakteri ... 30
8. Uji Potensi Ekstrak Etanol Kulit Batang Pohon Petai Terhadap S. aureus dan E. coli ... 31
9. Analisis Hasil ... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
A. Determinasi dan Pengumpulan Tanaman ... 35
B. Pembuatan Serbuk Simplisia Kulit Batang Pohon Petai ... 36
C. Penetapan Susut Pengeringan Serbuk Kulit Batang Pohon Petai ... 37
D. Pembuatan Ekstak Etanol Kulit Batang Pohon Petai ... 38
E. Skrining Fitokimia ... 40
F. Identifikasi Bakteri ... 50
(15)
xii
Terhadap S. aureus dan E. coli ... 51
H. Pengukuran Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) Ekstrak Etanol Kulit Batang Pohon Petai Terhadap S. Aureus Dengan Metode Dilusi Cair ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
A. Kesimpulan ... 64
B. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
LAMPIRAN ... 70
BIOGRAFI PENULIS ... 128
(16)
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Bobot Tetap Ekstrak Etanol Kulit Batang Pohon Petai ... 39
Tabel II. Hasil Pengamatan Uji Tabung Terhadap Larutan Uji Ekstrak
Kulit Batang Pohon Petai ... 40
Tabel III. Diameter Zona Hambat Yang Dihasilkan Seri Konsentrasi Ekstrak
Etanol Kulit Batang Pohon Petai, Kontrol Positif dan Kontrol Negatif
Terhadap S. aureus ... 53 Tabel IV. Kriteria Kekuatan Aktivitas Antibakteri ... 54
Tabel V. Kriteria Kekuatan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Batang
Pohon Petai Terhadap Staphylococcus aureus ... 54 Tabel VI. Hasil Mann Withney – Wilcoxon Test Diameter Zona Hambat Seri
Konsentrasi Ekstrak Etanol, Kontrol Negatif dan Positif ... 56 Tabel VII. Hasil Pengukuran Absorbansi Pada Uji KHM dan KBM Ekstrak
(17)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Fenol ... 16
Gambar 2. Ekstrak Etanol Kulit Batang Pohon Petai ... 39
Gambar 3. Uji Pendahuluan ... 41
Gambar 4. Uji Saponin ... 42
Gambar 5. Uji Flavonoid ... 43
Gambar 6. Larutan Uji Pada Uji Alkaloid ... 43
Gambar 7. Reaksi Uji Alkaloid dengan Penambahan Pereaksi Mayer ... 44
Gambar 8. Uji Alkaloid dengan Penambahan Mayer ... 45
Gambar 9. Reaksi Uji Alkaloid dengan Penambahan Pereaksi Dragendorff ... 45
Gambar 10. Uji Alkaloid dengan Penambahan Dragendorff ... 46
Gambar 11. Uji Tanin ... 47
Gambar 12. Uji Fenolik ... 48
Gambar 13. Uji Terpenoid ... 49
Gambar 14. Hasil Streak Uji KHM dan KBM ... 61
(18)
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Keaslian Tanaman Petai
(Parkia speciosa Hassk.) ... 69
Lampiran 2. Surat Izin Melakukan Penelitian di Laboratorium Balai Kesehatan Yogyakarta ... 70
Lampiran 3. Sertifikat Hasil Uji Staphylococcus aureus ATCC 25923 ... 71
Lampiran 4. Sertifikat Hasil Uji Escherichia coli ATCC 25922 ... 72
Lampiran 5. Pereaksi-Pereaksi yang Digunakan Untuk Uji Fitokimia ... 73
Lampiran 6. Hasil Uji Identifikasi Staphylococcus aureus ... 74
Lampiran 7. Uji Identifikasi Bakteri Escherichia coli ... 77
Lampiran 8. Uji Aktivitas Antimikroba Difusi Sumuran Terhadap Staphylococcus aureus ... 80
Lampiran 9. Uji Aktivitas Antimikroba Difusi Sumuran Terhadap Escherichia coli ... 82
Lampiran 10. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol Kulit Batang Pohon Petai ... 84
Lampiran 11. Hasil Perhitungan Statistik Zona Hambat Ekstrak Etanol Kulit Batang Pohon Petai Terhadap Staphylococcus aureus ... 85
(19)
xvi INTISARI
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab kematian di seluruh dunia. Selain virus dan jamur, bakteri juga dapat menyebabkan infeksi diantaranya, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Kulit batang pohon petai (Parkia speciosa) mengandung alkaloid dan fenolik. Biji petai sering digunakan masyarakat sebagai makanan sedangkan kulit batang pohon petai jarang digunakan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian terkait dengan distribusi senyawa dalam kulit batang pohon petai dan potensi senyawa tersebut sebagai antibakteri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang pohon petai yang dilanjutkan dengan menentukan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi padat dan penentuan KHM dan KBM menggunakan metode dilusi cair. Jenis penelitian ini termasuk eksperimental murni.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Shapiro Wilk untuk distribusi data, Levene Test untuk homogenitas data, Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan bermakna secara menyeluruh, dan Mann-Whitnney
untuk mengetahui kebermaknaan antar konsentrasi, kontrol positif dan kontrol negatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit batang pohon petai mampu menghambat bakteri Staphylococcus aureus tetapi tidak mampu menghambat Escherichia coli. KHM dari ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap bakteri Staphylococcus aureus sebesar 21,875% dan KBM pada konsentrasi 21,875% belum diperoleh.
Kata kunci : kulit batang, petai (Parkia speciosa), antibakteri, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, metode difusi sumuran, metode dilusi cair
(20)
xvii ABSTRACT
Infection disease is one of the causes of death in the world. In addition to viruses and fungi, bacteria also can cause infections such Staphylococcus aureus and Escherichia coli. The tree bark of Parkia speciosa contain the alkaloid and phenolic. Parkia speciosa seeds are often used by people as food, while the tree bark of Parkia speciosa is rarely used. Therefore, it is necessary to do research related to the distribution of compounds in the tree bark of Parkia speciosa and the potential of these compounds as antibacterial.
This study aims to determine the antibacterial activity of ethanol extract of the tree bark of Parkia speciosa, followed by determining the Minimum Inhibition Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. Testing of antibacterial activity using solid diffusion method and determination of MIC and MBC using liquid dilution method. This type of research is purely experimental.
The data obtained were analyzed using Shapiro Wilk to see the data distribution, Levene Test for viewing data homogeneous, Kruskal Wallis for knowing the significant differences overall, and the Mann-Whitnney to determine the significance between concentration, positive and negative control. The results showed that the ethanol extract of the tree bark of Parkia speciosa is able to inhibit Staphylococcus aureus but are not capable of inhibiting Escherichia coli. MIC of an ethanol extract of the tree bark of
Parkia speciosa obtained against bacteria Staphylococcus aureus is 21,875% and MBC of this concentrations has not been obtained.
Keywords : bark, Parkia speciosa Hassk., antibacterial, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, solid diffusion method, liquid dilution method.
(21)
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang sering diderita oleh
masyarakat, seperti infeksi saluran kemih, pernapasan, pencernaan dan infeksi
lainnya. Penyebab timbulnya penyakit infeksi adalah bakteri, virus dan jamur.
Penyakit infeksi yang umumnya dialami oleh masyarakat Indonesia adalah diare
dan pneumonia. Menurut hasil Riskesdas (2007), pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor dua pada balita (13,2%) setelah diare (17,2%).
Penyakit diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan
pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab
kematian yang keempat (13,2%).
Menurut Mardiastuti, Karuniawati, Kiranasari, Ikaningsih, dan Kadarsih,
(2007) salah satu bakteri yang menyebabkan diare adalah bakteri Escherichia coli
dan penyakit infeksi saluran pernapasan umumnya disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus. Pada penelitian ini Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli digunakan sebagai bakteri uji karena Staphylococcus aureus
merupakan salah satu bakteri Gram positif dan Escherichia coli merupakan salah satu bakteri Gram negatif. Namun, meningkatnya penyalahgunaan serta
penggunaan antibiotik yang irrasional maka penyembuhan penyakit infeksi tidak
dapat disembuhkan. Salah satu alternatif untuk memecahkan masalah tersebut,
(22)
peneliti melakukan eksplorasi bahan alam yang berpotensi sebagai antibakteri
yaitu petai.
Dalam kehidupan sehari-hari, biji petai sering digunakan oleh masyarakat
sebagai makanan seperti sambel goreng ati, lalapan, nasi goreng petai atau
masakan lainnya. Sedangkan, bagian tanaman lainnya seperti daun, kulit batang
pohon, bunga dan kulit buah petai kurang dimanfaatkan. Menurut Kamisah,
Faizah, Qodriyah, dan Kamsiah (2013), biji petai mengandung alkaloid, terpenoid,
flavonoid dan fenolik. Petai dapat digunakan sebagai antibakteri, antimutagenik,
antitumor, dan antioksidan. Menurut Kurniawati (2014), kulit petai yang berasal
dari Kabupaten Bogor mengandung golongan senyawa fitokimia seperti alkaloid,
terpenoid, saponin, dan tanin serta ekstrak etanol kulit petai tidak memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Oleh sebab itu, peneliti melakukan eksplorasi bahan alam menggunakan tanaman yang
sama tetapi berbeda daerah yaitu petai yang berasal dari Kabupaten Sleman,
Yogyakarta dengan bagian kulit batang pohon petai. Lingkungan yang berbeda
dapat mempengaruhi kandungan senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman.
Menurut Nitisapto dan Siradz (cit., Mahatriny, Payani, Oka dan Astuti, 2014), faktor lingkungan tanaman yang berbeda dapat mempengaruhi hasil metabolit
sekunder tanaman. Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi adalah
iklim, cahaya matahari, suhu, lingkungan atmosfer (CO2, O2, dan kelembaban),
lingkungan perakaran (sifat kimia dan fisika tanah) dan ketersediaan air di dalam
(23)
Berkaitan dengan distribusi senyawa dalam bagian tanaman petai dan
potensi senyawa tersebut sebagai antibakteri, maka perlu dilakukan penelitian
terkait distribusi kandungan senyawa aktif pada bagian tanaman petai lainnya
seperti kulit batang pohon. Untuk mengetahui distribusi senyawa aktif pada kulit
batang pohon petai maka peneliti melakukan penyarian menggunakan penyari
yang sesuai untuk mempermudah menyari senyawa yang diduga berpotensi
sebagai antibakteri tersebut di atas berdasarkan kelarutannya. Menurut Agnes,
Lois, Aning, dan Nani (2013), salah satu pelarut yang dapat digunakan sebagai
penyari adalah etanol. Etanol digunakan sebagai penyari karena dapat menyari
senyawa yang bersifat semi polar sampai polar sehingga kandungan kimia yang
diharapkan dapat tersari dengan baik sesuai dengan kepolarannya. Berdasarkan
potensi antibakteri yang terdapat pada tanaman petai, maka tanaman petai dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan antibiotik baru.
1. Permasalahan
a. Kandungan kimia apa saja yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit
batang pohon petai yang bermanfaat sebagai antibakteri?
b. Apakah ekstrak etanol kulit batang pohon petai memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ?
c. Berapa kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM)
ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli ?
(24)
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengamatan penulis, penelitian dengan judul “Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Batang Pohon Petai (Parkia speciosa Hassk.) Terhadap Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli” belum pernah
dilakukan. Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan uji aktivitas
antibakteri kulit buah petai yaitu:
a. Uji aktivitas antibakteri ekstrak biji petai terhadap pertumbuhan bakteri
Helicobacter pylori dan Escherichia coli (Sakunpak dan Panichayupakaranant, 2012).
b. Potensi antibakteri ekstrak metanol biji petai terhadap Helicobacter pylori,
ekstrak etil asetat biji Parkia speciosa Hassk terhadap Eschericia coli, suspensi air biji petai menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila,
Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, Streptococcus anginosus, dan Vibrio parahaemolyticu (Kamisah, dkk., 2013).
c. Aktivitas antibakteri ekstrak kulit petai (Parkia speciosa Hassk.) terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Kurnawati, 2014).
d. Fraksinasi ekstrak kulit petai berpotensi antioksidan (Mahardika, 2013).
Hasil uji identifikasi pada penelitian tersebut adalah kulit petai
mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin.
e. Ekstraksi dan identifikasi senyawa dari biji Parkia speciosa dengan karbon dioksida superkritis (Azizi, Salman, Nik, dan Mohd, 2006). Salah
satu hasil identifikasi senyawa dari penelitian ini tersebut adalah pada kulit
(25)
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian
lainnya adalah pada penelitian yang dilakukan oleh Sakunpak dan
Panichayupakaranant (2012) menggunakan biji petai yang diekstraksi dengan
etil asetat; sedangkan penelitian yang dilakukan penulis menggunakan kulit
batang pohon petai yang diekstraksi dengan etanol 70%. Penelitian yang
dilakukan Kamisah, dkk (2013) dilakukan di Malaysia menggunakan biji petai
dengan penyari metanol, etil asetat dan air; sedangkan penelitian yang
dilakukan penulis berada di Indonesia dengan penyari etanol. Selain itu,
penelitian yang dilakukan Kurnawati (2014), serbuk kulit petai diekstraksi
dengan ultrasonikasi secara bertingkat dengan pelarut n-heksana, etil asetat,
dan etanol 70%; sedangkan penelitian yang dilakukan penulis menggunakan
metode ekstraksi maserasi mekanik (shaker) dengan etanol 70% dan sampel yang digunakan adalah kulit batang pohon petai yang diambil di Kabupaten
Sleman.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan khasanah ilmu
pengetahuan khususnya di bidang kesehatan tentang penggunaan kulit
batang pohon petai yang berkhasiat sebagai antibakteri.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
manfaat kulit batang pohon petai sebagai antibakteri dan dapat digunakan
sebagai pengobatan alternatif bagi masyarakat terutama untuk mengobati
(26)
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas
antibakteri ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol kulit
batang pohon petai yang bermanfaat sebagai antibakteri.
b. Mengetahui kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal
(KBM) dari ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap
(27)
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Petai
1. Menurut Plantamor (2008) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Parkia
Spesies : Parkia speciosa Hassk.
2. Uraian tanaman
Petai merupakan tanaman berbentuk pohon dengan ketinggian antara
5-14 m dan membentuk percabangan yang banyak. Daun majemuk serta
berwarna hijau. Bunga majemuk dan pangkal mahkota berwarna putih
kekuningan dan melekat pada benang sari. Karangan bunga berbentuk
(28)
muda dan belum mekar bewarna hijau. Setelah dewasa, bunga petai berubah
menjadi warna kuning. Batang pohon berwarna coklat dan keras. Kulit buah
berbentuk polong panjang dan pipih. Biji tersusun rapi dalam polong yang
menggantung di pohon dan pada setiap polong terdapat 10-18 biji. Akar
tanaman petai berbentuk tunggang dan berwarna coklat (Adi, 2008).
3. Kandungan kimia
Tanaman petai mengandung zat kimia seperti alkaloid, saponin,
terpenoid, fenolik, flavonoid dan tanin. Beberapa dari senyawa tersebut
berpotensi sebagai antibakteri. Bagian tanaman petai seperti kulit batang
pohon petai mengandung alkaloid dan fenolik (Kamisah, dkk, 2013).
B. Staphylococcus aureus 1. Morfologi dan fisiologi
Staphylococcus aureus termasuk dalam family Micrococcaceae dan termasuk dalam golongan bakteri Gram positif. Bakteri ini berbentuk bulat
sedangkan koloni mikroskopiknya berbentuk seperti buah anggur. Koloni
bakterinya dapat ditemukan di saluran hidung dan di bagian tubuh yang lain.
Bakteri ini bersifat anaerob fakultatif dan menghasilkan enzim katalase.
Bakteri Staphylococcus aureus dapat tumbuh dalam larutan NaCl 15 %.
Staphylococcus aureus memiliki diameter 0,8-1 mikron, tidak bergerak dan tidak menghasilkan spora. Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik pada suhu
(29)
optimumnya adalah 350C. Staphylococcus aureus memiliki daya tahan paling kuat diantara semua bakteri yang tidak membentuk spora. Pada agar
miring, Staphylococcus aureus dapat hidup hingga berbulan-bulan, baik dalam lemari es maupun pada suhu kamar. Dalam keadaan kering pada
benang, kertas, kain, dan dalam nanah, bakteri ini dapat hidup selama 6-14
minggu (Radji, 2009).
2. Patogenesis
Bakteri Staphylococcus aureus menyebabkan berbagai jenis infeksi pada manusia, diantaranya infeksi pada kulit, seperti bisul; infeksi yang
lebih lebih serius, seperti pneumonia, mastitis, flebitis, dan meningitis; dan
infeksi pada saluran urin. Selain itu, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi
kronis, seperti osteomyelitis dan endokarditis. Staphylococcus aureus adalah salah satu penyebab utama terjadinya infeksi nosokomial (infeksi yang
diakibatkan luka tindakan operasi dan pemakaian alat-alat perlengkapan
perawatan rumah sakit). Bakteri ini juga dapat menyebabkan keracunan
makanan akibat enterotoksin yang dihasilkannya dan menyebabkan sindrom
kejut toksik (toxic shock syndrome) akibat pelepasan superantigen ke dalam aliran darah (Radji, 2009).
(30)
C. Escherichia coli 1. Morfologi dan fisiologi
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang banyak ditemukan pada ileum caudal, termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, berbentuk batang pendek (kokobasil), memiliki flagel, berukuran 0,4 - 0,7
µm x 1,4 µm. Pada lingkungan yang kurang baik dapat membentuk spora,
dan merupakan mikroba anaerob fakultatif. Escherichia coli akan bersifat patogen apabila berada di luar saluran pencernaan dan pada saat kondisi
tubuh lemah (Radji, 2009).
2. Patogenesis dan gejala penyakit
Kolonisasi Escherichia coli dalam saluran cerna biasa terjadi setelah 40 hari dilahirkan. Escherichia coli dapat bertahan dan melekat di usus besar selama beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Perubahan populasi
bakteri Escherichia coli dapat terjadi dalam periode yang lama, hal ini terjadi setelah infeksi usus atau setelah penggunaan kemoterapi atau
antimikroba yang dapat membunuh flora normal (Radji, 2009).
Escherichia coli menjadi penyebab infeksi manusia, seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran meningitis pada neonates, dan infeksi
intestine (gastroenteritis). Ketiga penyakit ini sangat bergantung pada ekspresi faktor virulensi masing-masing serotipe Escherichia coli, termasuk
(31)
adanya adhesin, invasion, jenis toksin yang diproduksi, dan kemampuan mengatasi pertahanan tubuh hospes (Radji, 2009).
Infeksi Escherichia coli sering kali berupa diare yang disertai darah, kejang perut, demam, dan terkadang dapat menyebabkan gangguan pada
ginjal. Sekitar 2-7% infeksi Escherichia coli pada beberapa penderita, misalnya anak-anak di bawah 5 tahun dan orang tua, dapat menimbulkan
komplikasi yang disebut dengan sindrom uremik hemolitik. Sebagian besar
penyakit yang disebabkan oleh infeksi Escherichia coli ditularkan melalui makanan yang tidak dimasak dan daging yang terkontaminasi. Penularan
penyakit ini dapat terjadi melalui kontak langsung dan biasanya terjadi di
tempat yang memiliki sanitasi dan lingkungan yang kurang bersih (Radji,
2009).
D. Ekstraksi
Ekstraksi adalah teknik memisahkan suatu senyawa berdasarkan
distribusi zat dalam pelarut. Umumnya zat terlarut yang diekstrak bersifat
tidak larut atau sedikit larut dalam pelarut tetapi mudah larut dengan pelarut
lain. Metode ekstraksi yang tepat ditunjukkan dengan tekstur kandungan air
bahan-bahan yang akan diekstrak dan senyawa-senyawa yang akan diisolasi
(32)
Jenis-jenis metode ekstraksi yang dapat dilakukan diantaranya adalah
ekstraksi menggunakan pelarut, yakni:
1. Cara dingin
a. Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dan
dilakukan beberapa kali penggojogan atau pengadukan pada suhu
kamar (ruang). Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan
prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi
kinetik adalah proses maserasi yang pengadukannya dilakukan secara
kontinyu (terus-menerus). Remaserasi merupakan pengulangan
penambahan pelarut. Pengulangan penambahan pelarut dilakuakan
setelah penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
b. Perkolasi adalah metode ekstraksi yang menggunakan pelarut selalu
baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperature ruang. Proses ekstraksi terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi bahan dan tahap perkolasi
sebenarnya (penetesan / penampungan ekstrak). Tahapan ini dilakukan
terus-menerus sampai diperoleh perkolat (ekstrak) yang jumlahnya 1-5
kali bahan.
2. Cara panas
a. Refluks adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
(33)
pengulangan proses pada residu 3-5 kali sehingga proses refluks ini
termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Sokhlet merupakan metode ekstraksi yang menggunakan pelarut yang
selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga
terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti adalah maserasi kinetik dengan pengadukan berkala pada suhu
yang lebih tinggi dari suhu ruang (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada 40-500C.
d. Infus merupakan ekstraksi dengan menggunakan air sebagai pelarut
pada suhu penangas air mendidih, suhu terukur 96- 980C selama waktu
tertentu (15-20 menit).
e. Dekok adalah metode infusa yang memerlukan waktu yang lebih lama
(lebih dari 30 menit) dan titik didihnya sampai titik didih air (1000C).
f. Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan yang menguap
(minyak atsiri) dari bahan (simplisia atau bahan segar) dengan uap
berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan akan
menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai
sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran
(senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air
bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah
(34)
E. Alkaloid
Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang banyak
ditemukan di alam. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian
tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang. Semua alkaloid
mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa
dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin
heterosiklik (Lenny, 2006).
Menurut Soegihardjo (2013), peran alkaloid dalam tumbuhan antara
lain berperan dengan keberadaan asam organik tertentu, misalnya alkaloid
opium berhubungan dengan adanya asam mekonat, alkaloid kinkona terkait
dengan asam kuinat dan kinkotonat. Selain itu, alkaloid berperan dalam
berperan dalam hubungannya dengan oksigen in statu nascendi (oksigen singlet) yang berbahaya bagi organisme hidup, hal ini dibuktikan dengan
adanya sinar UV yang kuat pada tumbuhan akan meningkatkan biosintesis
alkaloid. Selain itu, menurut Robinson (1991), alkaloid berfungsi sebagai
senyawa antibakteri. Mekanisme alkaloid sebagai antibakteri adalah dengan
mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga
lapisan dinding selnya tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan
kematian sel.
Identifikasi alkaloid selain dengan analisis kualitatif alkaloid dapat
dilakukan dengan bantuan pereaksi. Misalnya pereaksi Mayer, Dragendroff,
(35)
pekat, asam nitrat pekat, dan fluoresensi. Kelarutan alkaloid dalam farmasi
sangat penting karena perbedaan kelarutan antara alkaloid bebas dan
garamnya, terutama berkaitan dengan isolasinya dari bahan tumbuhan.
Alkaloid bebas umumnya sedikit larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut
organik, sedangkan kebalikannya pada garamnya kecuali garam sulfas kinina
yang kelarutannya dalam air (1 : 1000), sedangkan kinina hidroklorida larut
dalam air kurang dari satu bagian (Soegihardjo, 2013).
F. Fenolik
Menurut Fessenden (1986), fenolik merupakan senyawa yang banyak
ditemukan pada tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik dengan satu
atau lebih gugus hidroksi (OH-) dan gugus-gugus penyerta lainnya. Senyawa
ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Fenol biasanya
dikelompokkan berdasarkan jumlah atom karbon pada kerangka
penyusunnya.
Menurut Robinson (1991), aktivitas fisiologis senyawa fenolik pada
tumbuhan banyak dan beragam. Beberapa senyawa fenolik bersifat racun
terhadap hewan pemangsa tumbuhan (herbivor) dan beberapa bersifat racun
serangga. Senyawa fenolik lain mempunyai aktivitas antiinflamasi, karena
senyawa ini menghambat sintesis prostaglandin. Menurut Dwidjoseputro
(36)
antibakterinya adalah dengan membentuk senyawa kompleks terhadap
protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membrane sel bakteri.
OH
Gambar 1. Struktur fenol
G. Terpenoid
Terpenoid adalah golongan hidrokarbon yang banyak ditemukan
dalam tumbuhan terutama pada getah dan vakuola selnya. Semua senyawa
golongan terpen atau terpenoid dan turunannya termasuk hasil metabolit
sekunder. Terpen atau terpenoid mempunyai aktivitas antibakteri, antivirus
dan antiprotozoa (Salni, Hanifa, dan Ratna, 2011).
Mekanisme antibakteri yang dimiliki oleh terpenoid adalah bereaksi
dengan porin (protein transmembran) yang terdapat pada membran luar
dinding sel bakteri sehingga membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga
porin menjadi rusak. Porin adalah jalan keluar masuknya substansi sehingga
rusaknya porin mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri yang membuat
sel bakteri kekurangan nutrisi. Oleh karena itu, pertumbuhan bakteri menjadi
(37)
H. Flavonoid
Flavonoid adalah suatu golongan senyawa fenol terbesar yang
ditemukan di alam. Flavonoid memiliki warna merah, ungu, biru, dan sebagai
zat kuning yang terkandung dalam tumbuhan. Senyawa ini memiliki struktur
dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C6)
terikat pada rantai propana (C3) sehingga terbentuk susunan C6-C3-C6 (Lenny,
2006).
Flavonoid memiliki beberapa gugus hidroksil, gula dan flavonoid
adalah senyawa polar sehingga flavonoid cukup larut dalam pelarut polar
seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida (DMSO),
dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain. Senyawa ini juga memiliki
aktivitas antibakteri (Subramani, 2002; Rosidah dan Afizia, 2012).
Mekanisme antibakteri dari flavonoid adalah membentuk senyawa
kompleks dengan protein ekstraseluler dan larut sehingga dapat merusak
membran sel bakteri dan senyawa intraseluler pun ikut keluar (Nuria, Arvin,
Sumantri, 2009). Selain itu, flavonoid dapat merusak permeabilitas dinding
sel bakteri (Sabir, 2008).
I. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri
Metode pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu
larutan uji dalam menghambat atau membunuh bakteri. Metode pengujian
(38)
1. Metode difusi
Metode difusi merupakan metode yang digunakan untuk mengukur
potensi antibakteri berdasarkan pengamatan luas zona jernih yang terbentuk di
sekitar tempat penginokulasian obat/ekstrak karena terdifusinya obat/ekstrak
(Jawetz, Melnick, Brooks, dan Adelberg, 2005). Terdapat beberapa cara
metode difusi, salah satunya ialah metode sumuran Kirby Bauer. Metode ini merupakan metode untuk menguji senyawa kimia yang terkandung dalam
tanaman yang berpotensi sebagai antimikroba berdasarkan pada ukuran zona
inhibisi pertumbuhan kultur bakteri di sekitar disk yang diresapi dengan obat
antimikroba. Metode ini dilakukan dengan membuat lubang pada agar padat
yang telah diinokulasi dengan bakteri (Mpila, Fatimawai, dan Weny, 2012). Jumlah dan letak lubang sumuran disesuaikan dengan tujuan penelitian,
kemudian lubang sumuran diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji.
Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada
tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang (Kusmayanti dan Agustini,
2007).
2. Metode dilusi
Prinsip metode dilusi adalah antibiotik diencerkan sehingga diperoleh
beberapa macam kadar. Pada dilusi cair, setiap kadar sampel obat
ditambahkan pada suspensi bakteri pada media kemudian diukur dengan
spektrofotometri UV-VIS (UVmini-1240 UV-Vis Spectrophotometer
(39)
ditambahkan suspensi bakteri dan ekstrak. Pada dilusi padat setiap kadar obat
dicampur dengan media agar kemudian ditanami bakteri. Pengamatannya
dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan bakteri atau tingkat kesuburan
bakteri. Metode dilusi ini dapat digunakan untuk menentukan KHM dan KBM
(Jawetz, dkk., 2005).
J. Landasan Teori
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang sering diderita
oleh masyarakat. Penyebab timbulnya penyakit infeksi adalah bakteri, virus
dan jamur. Bakteri yang menimbulkan infeksi antara lain Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Oleh sebab itu, perlu dilakukan eksplorasi bahan alam yang memiliki potensi antibakteri dengan efek samping lebih kecil
karena bahan alam mudah tersedia secara terus-menerus.
Daun petai mengandung alkaloid, terpenoid, fenolik, dan flavonoid.
Biji petai mengandung alkaloid, terpenoid, flavonoid, fenolik. Kulit batang
pohon petai mengandung senyawa fenolik dan alkaloid (Kamisah, dkk, 2013).
Sedangkan menurut Kurniawati (2014) menggunakan kulit petai yang diambil
dari Kabupaten Bogor diekstraksi dengan etanol 70% menggunakan metode
maserasi ultrasonifikasi. Hasil yang diperoleh Kurniawati (2014) menyatakan
bahwa kulit petai yang berasal dari Kabupaten Bogor mengandung golongan
senyawa kimia seperti alkaloid, terpenoid, saponin, dan tanin serta ekstrak
(40)
aureus dan Escherichia coli. Oleh sebab itu, peneliti melakukan eksplorasi bahan alam menggunakan tanaman yang sama yaitu petai yang berasal dari
Kabupaten Sleman, Yogyakarta dengan bagian kulit batang pohon petai.
Menurut Nitisapto dan Siradz (cit., Mahatriny, Payani, Oka dan Astuti, 2014), faktor lingkungan tanaman yang berbeda dapat mempengaruhi hasil metabolit
sekunder tanaman. Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
adalah iklim, cahaya matahari, suhu, lingkungan atmosfer (CO2, O2, dan
kelembaban), lingkungan perakaran (sifat kimia dan fisika tanah) dan
ketersediaan air di dalam tanah.
Untuk mendapatkan senyawa kimia yang terkandung dalam kulit
batang pohon petai maka dapat dilakukan dengan metode maserasi
menggunakan penyari yang sesuai sehingga mempermudah menyari senyawa
kimia tersebut berdasarkan kelarutannya. Salah satu pelarut yang digunakan
sebagai penyari senyawa kimia yang terkandung dalam kulit batang pohon
petai adalah etanol. Menurut Agnes, dkk (2013), etanol dapat digunakan
sebagai penyari karena dapat menarik senyawa kimia yang bersifat semi polar
sampai polar sehingga kandungan kimia yang diharapkan dapat tersari dengan
optimal sesuai dengan kepolarannya.
Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit batang pohon petai
dilakukan dengan menggunakan metode difusi sumuran. Hasil dari metode
difusi sumuran dapat ditunjukkan dengan diameter zona hambat (zona jernih).
(41)
hasilnya ditunjukkan dengan kadar terendah dari ekstrak etanol kulit batang
pohon petai yang mampu menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Penelitian terkait adanya aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit
batang pohon petai terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan
perkembangan ilmu pengetahuan mengenai manfaat kulit batang pohon petai
sebagai salah satu terapi alternatif penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
K. Hipotesis
Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam kulit batang pohon
petai yang memiliki aktivitas antibakteri adalah senyawa alkaloid, fenolik,
saponin, tanin, flavonoid. Ekstrak etanol kulit batang pohon petai memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli,
(42)
22 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni, dengan
rancangan acak lengkap pola satu arah. Penelitian dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi-Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, Laboratorium Mikrobiologi Balai Kesehatan Yogyakarta.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variable Penelitian
a. Variabel bebas : konsentrasi ekstrak etanol kulit batang pohonpetai.
b. Variabel tergantung : diameter zona hambat.
c. Variabel pengacauterkendali : asal tanaman, cara ekstraksi, waktu lamanyainkubasi, suhu inkubasi, jenis
mikroba uji,volume larutan uji yang
diinokulasikan, umurtanaman.
2. Definisi Operasional
a. Aktivitas antibakteri adalah kemampuan bahan uji yang mampu
menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroba uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang dapat dilihat dari zona jernih yang
(43)
menggambarkan zona hambat pertumbuhan bakteri, dibandingkan dengan
kontrol negatif (DMSO 5%).
b. Kulit batang pohon petai adalah kulit batang pohon petai yang berwarna
cokelat dari pohon yang berumur 3-5 tahun berasal dari Kabupaten
Sleman, Yogyakarta.
c. Zona hambat adalah zona jernih di sekitar sumuran pada media
pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, dilihat dari kejernihan media yang dibandingkan dengan kontrol negatif (DMSO).
d. Kadar Hambat Minimum (KHM) adalah kadar terendah dari ekstrak
etanol kulit batang pohon petai yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
e. Kadar Bunuh Minimal (KBM) adalah kadar terendah dari ekstrak etanol
kulit batang pohon petai yang dapat membunuh pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
C. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah serbuk kulit batang pohon petai
diperoleh dari CV. Merapi Farma Herbal, kultur murni bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dari Balai Kesehatan Yogyakarta, media Mueller Hinton Agar (MHA) dan Mueller Hinton Broth (MHB) dari Merck, Etanol
(44)
70% (Mediss), Amoksisilin (BERNOFARM), DMSO 5% (Merck), larutan
Mac Farland 0,5 (1,5.108 CFU), aquadest steril. 2. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis
(UVmini-1240 UV-Vis Spectrophotometer Shimadzu), Microbiological Safety Cabinet, moisture balance (HG53 Halogen Moisture Analyzer), Platform Shaker
(Innova 2100 New Brunswick Scientific), autoclave, rotary vacuum evaporator (Buchi Labortechnik AG CH-9230), timbangan digital, waterbath
(Memmert), mikropipet (Socorex), Bunsen, jarum ose, flakon, kertas saring,
kuvet, alat-alat gelas (PYREX dari Laboratorium Mikrobiologi dan
Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Sanata Dharma), pipet tetes, cawan
petri, batang pengaduk, inkubator (Heraeus), sendok, pelubang sumuran
diameter 6 mm.
D. Tata Cara Penelitian 1.Determinasi kulit batang pohon petai
Determinasi dilakukan di CV. Merapi Farma Herbal, Yogyakarta.
Kulit batang pohon petai dideterminasi secara makroskopis dengan
(45)
2.Pengumpulan bahan kulit batang pohon petai
Sampel yang digunakan adalah kulit batang pohon petai yang diambil
dari Kabupaten Sleman. Kulit batang pohon petai yang diambil berwarna
cokelat.
3.Pengeringan dan pembuatan serbuk bahan
Kulit batang pohon petai yang telah diperoleh, dicuci bersih dari
kotoran dengan menggunakan air mengalir. Kulit batang pohon petai dipotong
menjadi beberapa bagian lalu dikeringkan. Pengeringan dihentikan ketika
kulit batang pohon petai mudah remuk saat diremas lalu dilanjutkan dengan
proses penyerbukan menggunakan mesin penggiling kopi hingga halus.
Setelah serbuk didapatkan lalu serbuk diayak menggunakan ayakan tepung.
Serbuk yang telah halus dimasukkan dalam toples yang tertutup rapat dan
disimpan dalam lemari penyimpanan.
4.Penetapan susut pengeringan pada serbuk kering kulit batang pohon petai
Serbuk kering kulit batang pohon petai yang sudah diayak ditimbang
sebanyak lebih kurang 5 gram ke dalam alat moisture balance lalu diratakan. Bobot serbuk kering kulit batang pohon petai ditimbang sebelum pemanasan
dan sesudah pemanasan. Serbuk kering kulit batang pohon petai dipanaskan
pada suhu 1050C selama 15 menit. Bobot serbuk setelah pemanasan diperoleh
(46)
pemanasan yang merupakan hasil susut pengeringan serbuk kulit batang
pohon petai. Hasil pengukuran dinyatakan dalam persen.
5.Pembuatan ekstak etanol kulit batang pohon petai
Ekstrak etanol kulit batang pohon petai dibuat dengan metode
maserasi. Maserasi dilakukan dua kali dengan perbandingan 1 : 7,5 bagian
pada maserasi pertama dan maserasi kedua dengan perbandingan 1 : 2,5
bagian. Maserasi pertama dilakukan dengan menimbang 50 g serbuk kulit
batang pohon petai kemudian direndam dalam 375 ml pelarut etanol 70%
selama 2 x 24 jam menggunakan shaker. Ekstrak yang didapat disaring menggunakan corong Buchner, kertas saring dan pompa vakum. Sisa serbuk hasil maserasi pertama yang masih ada kemudian diremaserasi menggunakan
pelarut etanol sebanyak 125 mL dan diperoleh maserat II. Maserat I dan
maserat II digabung kemudian dipekatkan menggunakan rotary vacuum evaporator dengan suhu 70 0C sampai terbentuk cairan kental. Penguapan dilanjutkan dengan menggunakan penangas air selama dengan suhu antara
(47)
6.Identifikasi kandungan senyawa kimia kulit batang pohon petai dengan uji tabung
a. Pembuatan larutan uji fitokimia
Pembuatan larutan uji untuk uji fitokimia dilakukan dengan cara melarutkan sebanyak 500 mg ekstrak etanol 70% kulit batang pohon petai dilarutkan dalam 50 mL etanol 70%.
b. Skrinning Fitokimia
1)Uji pendahuluan
Dua gram serbuk kulit batang pohon petai ditambahkan dengan 20 mL aquadest lalu dipanaskan di atas waterbath selama lebih kurang 15 menit, lalu disaring. Hasil positif yang diperoleh apabila larutan menjadi berwarna merah hingga kuning dan saat penambahan KOH LP, warna larutan menjadi lebih intensif menunjukkan adanya senyawa yang mengandung kromofor dengan gugus hidrofilik.
2)Uji Saponin
Sebanyak 100 mg serbuk kulit batang pohon petai ditambahkan 10 mL aquadest ke dalam tabung reaksi, ditutup dan dikocok selama 30 detik. Tabung dibiarkan dalam posisi tegak selama 30 menit. Apabila terbentuk buih dari permukaan cairan dan setelah lebih kurang 30 menit ditetesi lebih kurang 1 tetes HCl 2 N, busa tidak hilang maka menunjukkan adanya saponin.
(48)
3)Uji Flavonoid
Sebanyak 3 mL larutan uji ditetesi dengan NaOH LP lebih kurang 2 tetes, terjadi pembentukan intensitas warna kuning. Penambahan HCL membuat intensitas warna kuning berubah. Perubahan ini mengindikasikan adanya flavonoid (Jones and Kinghorn, 2006).
4)Uji Alkaloid
Sebanyak 2 mL larutan uji diuapkan di atas porselin dan penangas air lebih kurang 5 menit, lalu sisanya dilarutkan dengan 5 mL HCl 2 N. Kemudian, larutan yang diperoleh dibagi dalam 3 tabung reaksi yaitu : blanko (larutan uji yang telah diuapkan dan ditambah HCL 2N), blanko ditambah 3 tetes pereaksi Dragendorff, dan blanko ditambah 3 tetes peraksi Mayer. Apabila terdapat endapan jingga setelah ditambah pereaksi Dragendorff dan endapan kuning setelah ditambahkan pereaksi Mayer menunjukkan adanya alkaloid (Jones and Kinghorn, 2006).
5)Uji Tanin
Sebanyak 1 mL larutan uji dilarutkan dengan larutan FeCl3 10% lebih kurang 3 tetes. Adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan (Jones and Kinghorn, 2006).
6)Uji Fenolik
Sebanyak 3 mL larutan uji ditambahkan beberapa tetes (lebih kurang 6 tetes) larutan FeCl3 1%. Hasil positif berwarna hijau, merah, ungu atau hitam (Jones and Kinghorn, 2006).
(49)
7)Uji Terpenoid
Sebanyak 2,5 mL larutan uji dicampur dengan 1 mL kloroform dan ditambah 1,5 mL H2SO4 pekat secara hati-hati (lewat dinding). Hasil positif ditunjukkan dengan larutan menjadi warna coklat kemerahan pada permukaan dalam larutan (Edeoga, Okwu, dan Mbaebre, 2005).
7.Uji identifikasi bakteri a. Staphylococcus aureus
Bakteri ditanam di media geolitik, diinkubasi selama 24 jam pada suhu
370C. Bakteri diisolasi dari media geolitik ke media Enrich, diinkubasi selama 2
x 24 jam pada suhu 37 0C. Jika terdapat endapan hitam dengan kabut putih
diduga bakteri Staphylococcus aureus. Kemudian, diambil 1-2 ose bakteri, diinokulasi ke dalam media gula (glukosa, laktosa, manitol, maltosa, sakarosa),
media NA miring, media Simons Citrate (SC), media Sulfure Indole Motil
(SIM) dan diinkubasi selama 24 jam. Pengecatan Gram dilakukan setelah
inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C.
b. Escherichia coli
Bakteri ditanam ke media penyubur Brilliant Green Lactose Blue
(BGLD) kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 440C. Jika terdapat
gelembung udara dari tabung Durham yang terdapat di dalam tabung reaksi
diduga bakteri Escherichia coli. Setelah itu, bakteri diisolasi lalu ditanam ke media TBX (Tryptone Bile X-Glucoronide) dan diinkubasi pada suhu 370C
(50)
selama 24 jam. Pada media isolasi setelah 24 jam diketahui tersangka
Escherichia coli dengan timbulnya warna hijau. Kemudian, bakteri diambil 1-2 ose, diinokulasi ke dalam media gula (laktosa, glukosa, sakarosa, manitol,
maltosa), NA, SC (Simon Citrate), SIM (Sulfur Indol Motil) dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24 jam diinkubasi, dilakukan pengecatan Gram.
8.Uji potensi ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap S. aureus dan E. coli.
a. Pembuatan variasi konsentrasi larutan uji
Sebanyak 2,5 gram ekstrak kental kulit batang pohon petai ditimbang
kemudian dilarutkan dengan 5 mL DMSO 5% sehingga diperoleh konsentrasi
50%. Konsentrasi 50% diencerkan sehingga diperoleh konsentrasi 25%; 12,5%;
6,25%; 3,125%. Kontrol negatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
DMSO 5% dan kontrol positif yang digunakan adalah amoksisilin 125 mg/ 5 mL
untuk S. aureus dan E. coli. b. Pembuatan suspensi bakteri uji
Sebanyak 1-3 ose diambil dari stok bakteri S. aureus dan E. coli, kemudian diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi MHB (Mueller Hinton Broth) dan divortex agar tercampur rata, lalu dilihat kekeruhannya. Kekeruhan suspensi
(51)
c. Uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi sumuran
Sebanyak 15 mL MHA steril dituang ke dalam cawan petri steril dan
dibiarkan memadat. Media MHA yang telah memadat pada cawan petri
kemudian dapat di streak menggunakan cotton bud steril yang sebelumnya dicelup dahulu ke dalam suspensi bakteri uji secara merata. Metode ini
menggunakan metode Kirby Bauer (Mpila, dkk, 2012). Sumuran dibuat dengan menggunakan pelubang sumuran no. 6 sebanyak 7 lubang sumuran pada media
yang telah padat dan ditumbuhi bakteri uji. Ekstrak etanol kulit batang pohon
petai dengan variasi konsentrasi (50%; 25%; 12,5%; 6,25%; 3,125%), kontrol
negatif (DMSO 5%), dan kontrol positif (Amoksisilin 125 mg/5 mL)
dimasukkan pada lubang sumuran sebanyak 50 µL. Media uji yang telah berisi
ekstrak, control positif dan kontrol negatif diinkubasi selama 24 jam pada suhu
370C lalu diamati dan diukur diameter zona hambat yang dihasilkan. Zona
hambat yang terbentuk diukur dengan penggaris. Dalam uji aktivitas antibakteri
ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali replikasi.
d. Penentuan KHM dan KBM dengan metode dilusi cair
Pada uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi sumuran,
didapatkan konsentrasi terkecil dari ekstrak kulit batang pohon petai yang
mempunyai aktivitas antibakteri. Dari konsentrasi terkecil tersebut, dibuat variasi
konsentrasi yang rentangnya lebih sempit sebanyak 10 konsentrasi (0,785%;
1,563%; 3,125%; 6,25%; 12,5%; 15,625%; 18,750%; 21,875%; 25%; 50%)
(52)
dilakukan dengan membuat suspensi bakteri yang kekeruhannya disetarakan
dengan larutan Mac Farland 0,5 (1,5 x 108 CFU). Dari suspensi tersebut, diambil
200 µL, ditambah dengan larutan uji yang berisi ekstrak etanol kulit batang
pohon petai dengan konsentrasi tertentu dan dicampur rata dengan 5 mL MHB.
Setelah itu diukur nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis ( 480 nm) sebelum inkubasi dan setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C.
Hasil selisih dari absorbansi tersebut digunakan sebagai nilai Optical Density
(OD). Kemudian konsentrasi ekstrak etanol kulit batang pohon petai yang
mempunyai nilai ∆ OD = 0 akan ditegaskan ke dalam media MHA padat, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C, lalu diamati pertumbuhan bakteri.
Apabila pada media MHA tumbuh koloni bakteri maka konsentrasi ekstrak
etanol kulit batang pohon petai tersebut menghambat pertumbuhan bakteri
(KHM) dan jika media MHA tersebut tidak terdapat pertumbuhan bakteri maka
konsentrasi ekstrak etanol kulit batang pohon petai membunuh pertumbuhan
bakteri (KBM). Penentuan KHM dan KBM dengan metode dilusi cair dilakukan
3 kali replikasi.
E. Analisis Hasil
Data yang didapat berupa diameter zona hambat, dianalisis secara statistik
menggunakan uji Shapiro Wilk untuk mengetahui apakah terdistribusi normal atau tidak kemudian diikuti dengan uji Levene bertujuan untuk melihat homogenitas data. Apabila distribusi data tidak normal maka analisis dilanjutkan
(53)
kelompok ekstrak etanol kulit batang pohon petai, kontrol negatif (DMSO 5%),
dan kontrol positif (Amoksisilin 125 mg/ 5 mL). Selanjutnya, dilakukan analisis
post hoc menggunakan Mann-Whitnney Test.
Data yang didapat berupa diameter zona hambat, dianalisis secara statistik
menggunakan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan bermakna antara kelompok ekstrak etanol kulit batang pohon petai, kontrol negatif (DMSO 5%),
dan kontrol positif (Amoksisilin 125 mg/ 5 mL). Selanjutnya, dianalisis post hoc
dengan Mann-Withney WilcoxonTest.
Nilai KHM dan KBM yang didapat dianalisis secara deskriptif. Nilai KHM
dan KBM yang diperoleh dengan metode dilusi cair dan diukur kekeruhannya
dengan melihat absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis sehingga
didapatkan nilai optical density (OD). Nilai KHM dan KBM diperoleh jika nilai
∆ OD = 0 yakni absorbansi setelah inkubasi dikurangi absorbansi sebelum inkubasi. Kemudian ditegaskan pada media MHA di cawan petri untuk
menunjukkan konsentrasi dari ekstrak etanol kulit batang pohon petai mampu
(54)
34 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini secara umum mempunyai tujuan untuk mengetahui aktivitas
antibakteri ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap S. aureus dan E. coli. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa
kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol kulit batang pohon petai, mengetahui
kadar hambat bakteri dari ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap S. aureus dan E. coli.
A. Determinasi dan Pengumpulan Tanaman
Determinasi tanaman bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam
penelitian dan memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah petai.
Tanaman petai memiliki ciri-ciri sebagai berikut tinggi pohon 5-14 meter.
Batang berkayu, bulat, bercabang, warna coklat kemerahan. Daun majemuk,
anak daun dengan ujung runcing, pangkal membulat, panjang 4-20 mm, lebar
2-3 cm, warna hijau. Bunga majemuk, jumlah benang sari 10. Pangkal mahkota
berwarna putih kekuningan, melekat pada benang sari. Kelopak bertajuk, bagian
ujung berkelamin ganda. Tangkai sari panjang. Buah berbentuk polong, pipih,
warna hijau. Biji berbentuk pipih, tebal, warna hijau. Akar tunggang, warna
coklat (Adi, 2008).Kulit batang pohon petai diperoleh dari Kabupaten Sleman,
Yogyakarta dalam bentuk kulit batang pohon petai yang segar. Kulit batang
(55)
memiliki permukaan yang keras. Kebenaran tanaman yang digunakan dibuktikan
dengan surat keterangan dari CV Merapi Farma Herbal yang terdapat dalam
lampiran 1. Berdasarkan surat keterangan tersebut, didapatkan bahwa tanaman
yang dipakai dalam penelitian ini adalah benar petai (Parkia speciosa Hassk.).
B. Pembuatan Serbuk Simplisia Kulit Batang Pohon Petai
Kulit batang pohon petai yang telah diperoleh, dicuci bersih dari kotoran
dengan menggunakan air mengalir untuk menghilangkan pengotor yang
mungkin masih ada. Kulit batang pohon petai dipotong menjadi beberapa bagian
lalu dikeringkan. Pengeringan dihentikan ketika kulit batang pohon petai mudah
remuk saat diremas lalu dilanjutkan dengan proses penyerbukan menggunakan
mesin penggiling kopi. Pengeringan dilakukan untuk menurunkan kandungan air
yang terdapat dalam kulit batang pohon petai agar tidak mudah ditumbuhi
kapang dan bakteri. Selain itu, apabila kandungan air dalam kulit batang pohon
petai masih tinggi, dapat mendorong enzim mengubah kandungan kimia menjadi
produk lain yang tidak memiliki efek farmakologi seperti senyawa aslinya
(Pramono, 2005; Ma’mun, 2006). Beberapa enzim perusak kandungan kimia
antara lain : hidrolase, oksidase dan polimerase (Ma’mun, 2006). Setelah serbuk didapatkan lalu serbuk diayak menggunakan ayakan tepung hingga halus.
Penyerbukan ini berfungsi untuk meningkatkan luas permukaan kontak dengan
(56)
Setelah itu serbuk dimasukkan dalam toples yang tertutup rapat dan disimpan
dalam ruangan penyimpanan.
C. Penetapan susut pengeringan pada serbuk kulit batang pohon petai
Dalam penelitian, penetapan kadar air tidak dilakukan karena belum
diketahui apakah serbuk kulit batang pohon petai hanya mengandung air dalam
bentuk serapan atau tidak. Oleh sebab itu, dilakukan susut pengeringan. Alasan
dilakukan susut pengeringan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
kandungan air yang terdapat dalam serbuk kulit batang pohon petai dan dapat
digunakan untuk menetapkan jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap
dan hilang pada kondisi tertentu (proses pengeringan) (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1995). Susut pengeringan umumnya dinyatakan sebagai
nilai persen terhadap bobot awal.
Penetapan susut pengeringan dalam penelitian ini menggunakan metode
Gravimetri. Gravimetri adalah suatu metode analisis kuantitatif berdasarkan
berat konstannya (berat tetap). Hal ini dibuktikan dengan nilai persen terhadap
bobot awal serbuk sebelum dipanaskan. Serbuk kulit batang pohon petai yang
telah diayak dipanaskan menggunakan alat moisture balance pada suhu 1050C selama 15 menit dengan asumsi air sudah menguap semua. Tujuan digunakan
suhu 1050C adalah agar air yang terdapat di dalam serbuk menguap (diatas titik
(57)
yang terdapat dalam serbuk yang diteliti. Persyaratan yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2009 untuk susut pengeringan adalah
nilai susut pengeringan kurang dari 10%. Dalam penelitian dilakukan tiga kali
replikasi dan diperoleh rata-rata susut pengeringan dalam serbuk kulit batang
pohon petai sebesar 6,75 %. Hal ini menunjukkan bahwa serbuk kulit batang
pohon petai yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan yaitu tidak lebih dari 10 %.
D. Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Batang Pohon Petai
Ekstrak etanol kulit batang pohon petai dibuat menggunakan metode
maserasi. Serbuk kulit batang pohon petai yang telah ditimbang kemudian
diekstraksi menggunakan pelarut etanol 70 % dengan tujuan untuk menarik
senyawa kimia yang terdapat dalam kulit batang pohon petai. Menurut
Padmasari, Astuti, dan Warditiani (2013), etanol 70% digunakan sebagai pelarut
karena etanol merupakan pelarut universal yang dapat menarik senyawa kimia
dan mempunyai indeks polaritas sebesar 5,2. Alasan lain digunakan etanol
karena etanol tidak beracun, tidak ditumbuhi oleh kapang dan jamur, dan
absorbsinya baik (Hargono, 1986). Alasan mengunakan metode maserasi adalah
mudah dilakukan, caranya sederhana, dan peralatannya sederhana. Metode
maserasi juga dapat menghindari perubahan kimia pada senyawa-senyawa
(58)
petai tidak ditumbuhi oleh kapang dan jamur dibuktikan dengan ekstrak yang
didapat dalam penelitian ini (Gambar 2).
Proses ekstraksi dibantu dengan penggojogan menggunakan shaker. Penggojogan ini bertujuan agar seluruh serbuk dapat kontak dengan pelarut
sehingga senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri dapat tersari. Penggojogan
juga mempercepat waktu ektraksi dibandingkan jika serbuk hanya direndam.
Ekstraksi dengan metode ini dapat disebut sebagai ekstraksi mekanik.
Serbuk kulit batang pohon petai yang telah ditimbang terlebih dahulu
dibasahi dengan pelarut. Apabila sudah terbasahi seluruhnya, ditambahkan
pelarut sampai ketinggian pelarut ± 2 cm dari permukaan serbuk pada
Erlenmeyer. Penggojogan menggunakan shaker dilakukan selama 2 x 24 jam kemudian disaring menggunakan kertas saring dengan bantuan pompa vacuum.
Pompa vacuum berfungsi untuk membantu proses ekstraksi.
Hasil saringan (filtrat) kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat
untuk dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator. Suhu yang digunakan pada proses evaporasi ini adalah 70 0C sampai terbentuk cairan
kental. Prinsip kerja rotary vacum evaporator adalah destilasi, yaitu memisahkan cairan penyari dan zat tersari dengan cara penurunan tekanan pada labu alas
bulat dan pemutaran labu alas bulat sehingga pelarut dapat menguap lebih cepat
di bawah titik didih. Apabila setelah proses pemekatan masih tersisa filtrat yang
cukup banyak, maka pemekatan bisa dibantu dengan pemanasan di atas
(59)
filtrat ditampung dalam cawan porselin kemudian ditimbang dan setiap 1 jam
ditimbang hingga diperoleh bobot tetap. Menurut Depkes RI (1995), bobot tetap
adalah selisih penimbangan dari dua kali penimbangan berturut-turut setelah
pemanasan di atas waterbath selama satu jam dan tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang. Penimbangan dilakukan setelah 1 jam ekstrak
diuapkan. Bobot tetap ekstrak ditunjukkan pada tabel I.
Tabel I. Bobot Tetap Ekstrak Etanol Kulit Batang Pohon Petai Keterangan Bobot (g)
Selisih bobot
(mg)
Penimbangan awal 12,24 - -
1 jam pemanasan 12,24 0 0
2 jam pemanasan 12,24 0 0
Ekstrak etanol kulit batang pohon petai yang telah diperoleh dilanjutkan
dengan menentukan rendemen. Penentuan rendemen memiliki tujuan untuk
mengukur efektivitas jenis pelarut yang digunakan untuk mengekstrak
kandungan kimia yang terkandung dalam kulit batang pohon petai. Semakin
besar nilai rendemen yang diperoleh semakin efektif pelarut yang digunakan
ketika dilakukan ekstraksi. Hasil rendemen yang didapat dalam penelitian ini
sebesar 24,52%.
(60)
E. Skrining Fitokimia
Tujuan dilakukan skrining fitokimia dalam penelitian adalah untuk
mengetahui kandungan bioaktif atau kandungan senyawa kimia yang berfungsi
sebagai antibakteri. Pada penelitian, skrining perlu dilakukan untuk mengetahui
senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri, seperti : alkaloid, polifenol,
flavonoid, tanin, dan lain-lain. Analisis kualitatif yang digunakan dalam
penelitian adalah uji tabung. Tujuan dilakukan uji tabung adalah untuk
mengetahui kandungan kimia yang terdapat dalam kulit batang pohon petai. Uji
tabung yang dilakukan dalam penelitian meliputi uji pendahuluan, uji saponin,
uji flavonoid, uji alkaloid, uji tanin, uji fenolik dan uji terpenoid terdapat pada
tabel II. Hasil yang diperoleh Kurniawati (2014) menyatakan bahwa kulit petai
mengandung golongan senyawa kimia seperti alkaloid, terpenoid, saponin, dan
tanin yang berpotensi sebagai antibakteri.
Tabel II. Hasil pengamatan uji tabung terhadap larutan uji ekstrak kulit batang pohon petai
No Pengujian Pengamatan Hasil 1 Uji pendahuluan Warna lebih pekat + 2 Uji saponin Tidak terbentuk buih/busa - 3 Uji flavonoid Warna kuning + 4 Uji alkaloid Adanya endapan + 5 Uji tanin Tidak terdapat warna hijau - 6 Uji fenolik Terdapat warna ungu kehitaman + 7 Uji terpenoid Terdapat warna merah +
Keterangan : (+) = mengandung senyawa yang dimaksud ; (-) = tidak mengandung senyawa yang dimaksud.
(61)
1. Uji pendahuluan
Uji pendahuluan merupakan uji tahap awal yang menggambarkan
adanya kemungkinan senyawa spesifik seperti flavonoid, tanin, alkaloid,
saponin, fenolik, terpenoid dan sebagainya (Arisandi, 1990 cit. Anwar, 2014). Tujuan dilakukan uji pendahuluan adalah untuk mengetahui kandungan kimia
yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit batang pohon petai. Pada uji
pendahuluan (Gambar 3), serbuk kulit batang pohon petai yang telah
dilarutkan dengan etanol 70% dipanaskan lalu ditambahkan dengan KOH LP
sehingga menghasilkan warna kuning yang lebih intensif (kuning pekat). Hal
ini menunjukkan bahwa kulit batang pohon petai mengandung kromofor
seperti tanin, flavonoid, alkaloid dan lain-lain.
Sebelum ditambah KOH LP Setelah ditambah KOH LP
Gambar 3. Uji Pendahuluan
2. Uji saponin
Saponin merupakan metabolit sekunder yang mengandung gugus gula
(62)
berikatan dengan suatu aglikon hidrofobik (sapogenin) berupa triterpenoid,
steroid alkaloid. Saponin bersifat polar dan dapat larut dalam pelarut air.
Saponin juga bersifat nonpolar karena memiliki gugus hidrofobik yaitu
aglikon (Suparjo, 2008 cit. Marliana dan Chairul, 2011).
Gugus hidrofil dan hidrofobik ini akan membentuk misel. Ketika misel
terbentuk maka gugus hidrofil akan menghadap ke dalam dan gugus
hidrofobik akan menghadap keluar dan fenomena ini tampak seperti busa.
Sifat ini menyerupai surfaktan/sabun yang berfungsi dapat menurunkan
tegangan permukaan antara udara dengan air yang berupa emulsi gas dalam
air (Robinson, 1995). Hasil yang diperoleh pada uji saponin (Gambar 4)
adalah tidak terbentuk buih. Dalam uji saponin, tidak terbentuk buih setelah
serbuk dilarutkan dalam aquadest kemudian digojog selama 30 detik.
Gambar 4. Uji saponin (a) sebelum penggojogan; (b) setelah penggojogan
(63)
3. Uji flavonoid
Dalam uji flavonoid menurut, penambahan natrium hidroksida akan
melarutkan flavonoid yang merupakan senyawa polifenol yang memiliki sifat
asam lemah (Kumalasari dan Sulistyani, 2011). Ekstrak yang mengandung
flavonoid ketika ditambahkan dengan natrium hidroksida akan menghasilkan
warna kuning (Syajid, 2008). Dalam uji ini menunjukkan hasil positif yang
dibuktikan dengan terbentuknya warna kuning. Hasil positif ini menunjukkan
bahwa kulit batang pohon petai mengandung flavonoid. Hasil positif
penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 5.
(a) (b) (c)
Gambar 5. Uji Flavonoid (a) Larutan uji sebelum ditambahkan NaOH dan KCl ; (b) Setelah ditambahkan NaOH ; (c) Setelah ditambahkan KCl
4. Uji alkaloid
Dalam uji alkaloid, hasil positif dibuktikan dengan terbentuknya
endapan ketika larutan uji ditambahkan dengan pereaksi Mayer dan
Dragendorff. Larutan uji dilarutkan dengan etanol sebelum dipanaskan.
(64)
Sebelum diuapkan Setelah diuapkan Gambar 6. Larutan uji pada uji alkaloid
Menurut Harbone (1996) dalam uji alkaloid, penambahan HCl
berfungsi untuk melarutkan ekstrak yang mengandung alkaloid karena alkaloid
bersifat basa. Hasil positif alkaloid setelah ditambahkan pereaksi Mayer
ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih. Endapan putih yang terbentuk
merupakan kompleks kalium alkaloid. Dalam pembuatan pereaksi Mayer,
larutan merkurium (II) klorida ditambah kalium iodide akan bereaksi
membentuk endapan merah merkurium (II) iodida. Apabila penambahan
kalium iodida terlalu banyak maka akan membentuk kalium tetraiodomerkurat
(II). Reaksi yang terjadi ketika ditambahkan pereaksi Mayer ditunjukkan pada
Gambar 7. Hasil yang didapatkan dalam uji alkaloid yang ditambahkan dengan
pereaksi Mayer ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8 menunjukkan adanya
endapan setelah larutan uji ditambah dengan pereaksi Mayer ditunjukkan
(65)
Gambar 7. Reaksi uji alkaloid dengan penambahan pereaksi Mayer
Sebelum ditambah Mayer Setelah ditambah Mayer Gambar 8. Uji alkaloid dengan penambahan pereaksi Mayer
Menurut McMurry (2004), alkaloid memiliki atom nitrogen yang
memiliki pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam ketika ditambahkan
dengan pereaksi Dragendorff. Menurut Miroslav (1971) pada uji alkaloid
dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam. Reaksi pada uji
(66)
Gambar 9. Reaksi pada uji alkaloid dengan penambahan Dragendorff
Hasil yang diperoleh setelah ditambahkan pereaksi Dragendorff ditunjukkan
pada Gambar 10.
Sebelum ditambah Dragendorff Setelah ditambah Dragendorff Gambar 10. Uji alkaloid dengan penambahan pereaksi Dragendorff
Hasil yang diperoleh dalam uji alkaloid adalah adanya endapan ketika
ditambahkan pereaksi Mayer dan Dragendorff sehingga kulit batang pohon
petai mengandung alkaloid. Hasil yang diperoleh dalam uji tanin ditunjukkan
(1)
Konsentrasi 3,125% dan konsentrasi 50%
Replikasi Ranking ∑Ranking
I II III I II III
Konsentrasi 3,125%
(X) 8,667 9 9,667 1 2 3 6
Konsentrasi 50% (Y) 19,333 21
16,33
3 5 6 4 15
X Y Nx Ny Nx*ny
Nx(nx+1) /2
Ny(ny+1)
/2 Ux Uy U Ket
Konsentrasi 3,125%
Konsentrasi
50% 3 3 9 6 6 9 0 0 BB
Konsentrasi 3,125% dan konsentrasi 25%
Replikasi Ranking ∑Ranking
I II III I II III
Konsentrasi 3,125% 8,667 9 9,667 1 2 3 6 Konsentrasi 25% 17,333 18 16 5 6 4 15
X Y Nx Ny Nx*ny
Nx(nx+1) /2
Ny(ny+1)
/2 Ux Uy U Ket
Konsentrasi 3,125%
Konsentrasi
(2)
124
Konsentrasi 3,125% dan konsentrasi 12,5%
Replikasi Ranking ∑Ranking
I II III I II III
Konsentrasi 3,125% 8,667 9 9,667 1 2 3 6 Konsentrasi 12,5% 14,333 17 14 5 6 4 15
X Y Nx Ny Nx*ny
Nx(nx+1) /2
Ny(ny+1)
/2 Ux Uy U Ket
Konsentrasi 3,125%
Konsentrasi
3,125% 3 3 9 6 6 9 0 0 BB
Konsentrasi 3,125% dan konsentrasi 6,25%
Replikasi Ranking ∑Ranking
I II III I II III
Konsentrasi 3,125% 8,667 9 9,667 1 2 3 6
Konsentrasi 6,25 % 10,667 12
11,33
3 4 6 5 15
X Y Nx Ny Nx*ny
Nx(nx+1) /2
Ny(ny+1)
/2 Ux Uy U Ket
Konsentrasi 3,125%
Konsentrasi
(3)
Konsentrasi 3,125% dan Konsentrasi 3,125%
Replikasi Ranking ∑Ranking
I II III I II III
Konsentrasi 3,125% 8,667 9 9,667 1,5 3,5 5,5 10,5 Konsentrasi 3,125 % 8,667 9 9,667 1,5 3,5 5,5 10,5
X Y Nx Ny Nx*ny
Nx(nx+1) /2
Ny(ny+1)
/2 Ux Uy U Ket
Konsentrasi 3,125%
Konsentrasi
(4)
126
Oleh karena itu, hasil test Mann Withney dapat disimpulkan sebagai berikut : Kelompok perlakuan Kontrol + (35,1 ± 0,8) Kontrol
– (0,0 ± 0,0)
Konsentrasi 50% (18,9 ± 2,4)
Konsentrasi 25% (17,1 ± 1,0)
Konsentrasi 12,5% (15,1 ± 1,6)
Konsentrasi 6,25% (11,3 ± 0,6)
Konsentrasi 3,125% (9,1 ± 0,5) Kontrol +
(35,1 ± 0,8) BTB Kontrol –
(0,0 ± 0,0) BB BTB Konsentrasi
50% (18,9 ± 2,4)
BB BB BTB BTB
Konsentrasi 25% (17,1 ± 1,0)
BB BB BTB BTB
Konsentrasi 12,5% (15,1 ± 1,6)
BB BB BB BB BTB
Konsentrasi 6,25% (11,3 ± 0,6)
BB BB BB BB BB BTB
Konsentrasi 3,125% (9,1 ± 0,5)
BB BB BB BB BB BB BTB
*BB = Berbeda Bermakna
BTB = Berbeda Tidak Bermakna
(5)
Hasil pengukuran absorbansi pada penentuan KHM dan KBM ekstrak etanol kulit batang pohon petai terhadap bakteri S. aureus
Replikasi 1 No. Konsentrasi
(%)
Optical Density (OD) ΔOD
(Abs) Sebelum inkubasi Setelah inkubasi
1. 0.782 0,2406 1,6082 1,3676 2. 1.563 0,4312 1,7579 1,3267 3. 3.125 1,5535 2,4662 0,9127 4. 6.25 2,5331 3,1652 0,6321 5. 12.5 3,6123 3,9133 0,301 6. 15.625 3,9133 4,0163 0,103 7. 18.750 3,9133 3,9990 0,0857
8. 21.875 3,9999 3,9999 0
9. 25 3,9133 3,9133 0
10. 50 3,9133 3,9133 0
Replikasi 2
No. Konsentrasi (%)
Optical Density (OD) ΔOD
(Abs) Sebelum inkubasi Setelah inkubasi
1. 0.782 0.2626 1.6232 1.3606 2. 1.563 0.3765 1.7348 1.3583 3. 3.125 0.4829 2.5033 2.0204 4. 6.25 1.6583 3.3928 1.7345 5. 12.5 2.4749 3.9373 1.4624 6. 15.625 3.2312 4.0393 0.8081 7. 18.750 3.4739 3.9992 0.5183 8. 21.875 3.8999 3.9922 0.0923 9. 25 3.7133 3.9122 0.1989 10. 50 3.6133 3.9234 0.3101
Replikasi 3
No. Konsentrasi (%)
Optical Density (OD) ΔOD
(Abs) Sebelum inkubasi Setelah inkubasi
1. 0.782 0.2506 1.6182 1.3676 2. 1.563 0.4455 1.7689 1.3234 3. 3.125 1.5676 2.4792 0.9116 4. 6.25 2.5876 3.2222 0.6346 5. 12.5 3.6987 3.9243 0.2256 6. 15.625 3.9426 4.0273 0.0847 7. 18.750 3.8382 3.9670 0.1288 8. 21.875 3.8473 3.9989 0.1516 9. 25 3.8778 3.9989 0.1211 10. 50 3.2456 3.9333 0.6877
(6)
128
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi berjudul “ UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG POHON PETAI (Parkia speciosa Hassk.) TERHADAP Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ” ini memiliki nama lengkap Aloysius Ade Pratama.
Penulis lahir di Karawang pada tanggal 3 April 1993 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah TK Yos Sudarso Karawang (1998-1999), SD Yos Sudarso Karawang (1999-2005), SMP Yos Sudarso Karawang (2005-2008), SMA Yos Sudarso Karawang (2008-2011), kemudian tahun 2011 penulis melanjutkan kuliah di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah penulis aktif dalam beberapa kegiatan dan organisasi antara lain sebagai anggota Divisi Unit Kegiatan Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma periode 2013-2014, anggota Unit Kegiatan Fakultas Bidang Olahraga Sepak Bola (2012-2013), Panitia Road to School 2013 dan Pharmacy Performance 2013 sebagai koordinator seksi perlengkapan, asisten praktikum Kultur Jaringan periode 2013-2014, asisten praktikum Mikrobiologi periode 2014-2015 dan sebagai peserta dalam Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat yang lolos didanai oleh DIKTI (2014).