Analisis Risiko Produksi Usaha Peternakan Ayam Kampung di Jimmy’s Farm Cipanas Kabupaten Cianjur Jawa Barat

ANALISIS RISIKO PRODUKSI USAHA PETERNAKAN
AYAM KAMPUNG DI JIMMY’S FARM CIPANAS
KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

MINARNIEL GABE NGAMARTO BUTARBUTAR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko
Produksi Usaha Peternakan Ayam Kampung di Jimmy’s Farm Cipanas Kabupaten
Cianjur Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Minarniel Gabe Ngamarto Butarbutar
NIM H34114050

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerja sama terkait.

ABSTRAK
MINARNIEL GABE NGAMARTO BUTARBUTAR. Analisis Risiko Produksi
Usaha Peternakan Ayam Kampung di Jimmy’s Farm Cipanas Kabupaten Cianjur
Jawa Barat. Dibimbing oleh JUNIAR ATMAKUSUMA.
Ayam kampung merupakan ayam jenis lokal Indonesia. Peluang bisnis
peternakan ayam kampung lebih menarik dan berkembang pesat. Jumlah populasi
dan konsumsi rata-rata per kapita terus meningkat, selain itu harga dari hasil
produksi ayam kampung juga relatif stabil, bahkan cenderung meningkat dan
belum pernah terguncang fluktuasi harga pasar. Namun, dalam budi daya ayam

kampung tetap dihadapkan pada risiko produksi. Risiko produksi menjadi salah
satu kendala dalam proses budi daya ayam kampung di Jimmy’s Farm yang
menyebabkan kerugian pada perusahaan. Penelitian ini bertujuan menganalisis
sumber risiko produksi beserta pengaruhnya, kemudian menganalisis alternatif
strategi yang tepat untuk mengelola sumber risiko. Terdapat tiga sumber risiko
pada Jimmy's Farm dengan nilai probabilitas dan dampak yang dihasilkan dari
masing-masing sumber risiko. Sumber risiko yang dimaksud adalah : penyakit,
suhu udara dalam kandang, dan non penyakit. Strategi alternatif yang diusulkan
untuk mengelola sumber risiko suhu udara adalah dengan menggunakan strategi
preventif, dan untuk sumber risiko penyakit menggunakan strategi preventif dan
mitigasi untuk mencegah dan memperkecil risiko serta dampak yang dihasilkan.
Kata kunci : Alternatif Strategi, Ayam Kampung, Risiko Produksi.

ABSTRACT
MINARNIEL GABE NGAMARTO BUTARBUTAR. The Production Risk
Analysis of Native Chickens Farm Business at Jimmy's Farm Cipanas Cianjur
West Java. Supervised by JUNIAR ATMAKUSUMA.
Native chicken is a kind of local chicken in Indonesia. The opportunity of
native chicken farm business is more attractive and rapidly growing. The number
of population and average consumption per capita is increasing, beside that the

price of native chicken production was also relatively stable, in fact it’s tend to
increase and never been shaken by market price fluctuations. However, the
cultivation of native chicken remains faced with risk of production. The risk of
production become one of the obstacles in the process of native chicken farming
in Jimmy's Farm which is causing losses to the company. This study intend to
analyze the sources of production risk and it's impact, then analyze alternative
strategies appropriate to manage the source of risk. There are three sources of risk
at Jimmy's Farm with probability value and impact that generated by each
sources. The source of the risk are: disease, air temperature inside the stable, and
non-diseases. The propose of alternative strategy to manage the sources of risk of
the air temperature is by using preventive strategy, and for the source of risk of
disease is by using preventive and mitigation strategies to prevent and minimize
the risk along with the impact produced.
Keywords : Alternative Strategies, Native Chicken, Production Risk.

ANALISIS RISIKO PRODUKSI USAHA PETERNAKAN
AYAM KAMPUNG DI JIMMY’S FARM CIPANAS
KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

MINARNIEL GABE NGAMARTO BUTARBUTAR


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Risiko Produksi Usaha Peternakan Ayam Kampung di
Jimmy’s Farm Cipanas Kabupaten Cianjur Jawa Barat
Nama
: Minarniel Gabe Ngamarto Butarbutar
NIM
: H34114050


Disetujui oleh

Ir Juniar Atmakusuma, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Judul Skripsi: Analisis Risiko Produksi U saha Petemakan Ayam Kampung di
Jimmy's Farm Cipanas Kabupaten Cianjur Jawa Barat
Minarniel Gabe Ngamarto Butarbutar
Nama
H34114050
NIM

Disetujui oleh


Ir Juniar Atmakusuma, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Lulus

2 1 FEB 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul ”Analisis Risiko Produksi Usaha Peternakan Ayam Kampung di
Jimmy’s Farm Cipanas Kabupaten Cianjur Jawa Barat” yang telah dilaksanakan
sejak bulan November 2013 sampai Januari 2014.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir Juniar Atmakusuma, MS
selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Benny Arifin
selaku pemilik peternakan Jimmy’s Farm, Bapak Yohan, dan Ibu Fauziah, yang

telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada ayahanda dan ibunda, serta seluruh saudara dan keluarga atas
doa, dukungan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Bogor, Februari 2014

Minarniel Gabe Ngamarto Butarbutar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup

1
1
5
7
7
8

TINJAUAN PUSTAKA
Usaha Peternakan Ayam Buras
Sumber-sumber Risiko Agribisnis
Metode Analisis Risiko

Strategi Manajemen Risiko Agribisnis

8
8
10
11
12

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Dasar Risiko
Klasifikasi Risiko
Proses Manajemen Risiko
Kerangka Pemikiran Operasional

13
13
14
16
17

20

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko (Probabilitas)
Analisis Dampak Risiko
Pemetaan Risiko
Penanganan Risiko

21
21
22
22
23
23
23

25
25
26

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Jimmy’s Farm
Lokasi Perusahaan
Struktur Organisasi Perusahaan
Proses Produksi Peternakan Ayam Kampung Pedaging
Persiapan Kandang dan Peralatan
Proses Budi Daya Ayam Kampung Pedaging
Pemanenan
Pemasaran
Analisis Risiko Produksi Peternakan Ayam Kampung
Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi
Analisis Probabilitas Sumber Risiko Produksi

27
27
28
29
31
31
33
36
37
38
38
43

vi
Analisis Dampak Sumber Risiko Produksi
Pemetaan Risiko Produksi
Strategi Penanganan Risiko Produksi

45
47
49

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

50
50
51

DAFTAR PUSTAKA

51

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Struktur PDB menurut lapangan usaha tahun 2008-2012
Populasi ternak 2009-2013
Populasi ayam buras di Indonesia tahun 2010-2013
Konsumsi rata-rata per kapita daging dan telur ayam buras di Indonesia
tahun 2008-2012
5 Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian.
6 Perkembangan umur ayam kampung pedaging
7 Program Vaksinasi
8 Probabilitas sumber risiko dari setiap sumber risiko
9 Dampak risiko dari setiap sumber risiko
10 Status risiko dari sumber risiko

1
2
3
4
13
33
34
44
46
47

DAFTAR GAMBAR
1

Deplesi ayam kampung pedaging di Jimmy's Farm periode November
2010 - November 2013
2 Hubungan antara expected income dan income variance
3 Hubungan risiko dengan return
4 Proses pengelolaan risiko perusahaan
5 Peta risiko
6 Kerangka pemikiran operasional penelitian
7 Peta risiko
8 Pencegahan risiko (Preventif)
9 Penanganan Mitigasi risiko
10 Struktur Organisasi Jimmy’s Farm
11 Saluran pemasaran ayam kampung di Jimmy’s Farm
12 Hasil pemetaan sumber risiko

6
15
15
18
19
21
26
27
27
30
37
48

vii

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Data produksi per periode ayam kampung pedaging di Jimmy’s Farm
November 2010 - November 2013
Analisis probabilitas sumber risiko penyakit
Analisis probabilitas sumber risiko suhu udara dalam kandang
Analisis probabilitas sumber risiko non penyakit
Analisis dampak sumber risiko penyakit
Analisis dampak sumber risiko suhu udara dalam kandang
Analisis dampak sumber risiko non penyakit
Keadaan Jimmy’s Farm
Perkandangan
Sumber risiko produksi penyakit
Sumber risiko produksi suhu udara dalam kandang
Sumber risiko produksi non penyakit
Hama di areal peternakan
Pergudangan
Sarana produksi
Pembersihan peralatan dan perkandangan
Proses budi daya ayam kampung pedaging
Proses vaksinasi
Proses penjualan
Sebagian antibiotik, obat-obatan, dan multivitamin

53
54
54
55
55
56
56
57
57
57
58
58
59
59
60
60
61
62
62
62

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian terdiri atas beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan dan
hortikultura, tanaman perkebunan, kehutanan, peternakan dan hasil-hasilnya serta
perikanan. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berkontribusi besar
dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Peranan dan kontribusi sektor
pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Struktur PDB menurut lapangan usaha tahun 2008-2012
Lapangan usaha
Pertanian, Peternakan, Kehutanan,
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Real Estat dan Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa
PDB

Tahun (persen)
2008

2009

2010

2011

2012

14.48

15.29

15.29

14.70

14.44

10.94
27.81
0.83
8.48
13.97
6.31

10.56
26.36
0.83
9.90
13.28
6.31

11.16
24.80
0.76
10.25
13.69
6.56

11.85
24.33
0.77
10.16
13.80
6.62

11.78
23.94
0.79
10.45
13.90
6.66

7.44

7.23

7.24

7.21

7.26

9.74
100

10.24
100

10.24
100

10.56
100

10.78
100

Sumber : Badan Pusat Statistika (2012)

Dalam kurun waktu tahun 2008-2012 diperoleh tiga sektor ekonomi yang
memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan PDB bila dilihat dari lapangan
usahanya. Ketiga sektor tersebut adalah sektor pertanian, sektor industri
pengolahan, dan sektor perdagangan. Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor
pertanian mengalami pertumbuhan yang positif selama lima tahun terakhir.
Kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan PDB pada tahun 2008-2012
menempati urutan kedua tertinggi setelah sektor industri pengolahan. Hal ini
merupakan bukti dan gambaran dari pembangunan pertanian Indonesia dalam
peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya semakin baik.
Salah satu sub sektor pertanian yang saat ini juga berkembang dengan baik
adalah sub sektor peternakan. Sub sektor peternakan mencakup semua kegiatan
pembibitan dan pembudidayaan segala jenis ternak dan unggas dengan tujuan
untuk dikembangbiakkan, dibesarkan, dipotong dan diambil hasilnya, baik oleh
rakyat maupun oleh perusahaan peternakan (Departemen Pertanian 2002).
Pembangunan peternakan di Indonesia dapat dilihat dari perkembangan jumlah
populasi dan jumlah konsumsi rata-rata per kapita tiap tahunnya. Jumlah populasi
ternak di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

2
Tabel 2 Populasi ternak 2009-2013
Ternak
I RUMINANSIA
Sapi Potong
Sapi Perah
Kerbau
Kambing
Domba
II NON
RUMINANSIA
Babi
Kuda
Kelinci
III UNGGAS
Ayam Buras
Ayam Ras Petelur
Ayam Ras Pedaging
Itik
Puyuh
Merpati
Itik Manila

2009

2010

Tahun (000 ekor)
2011
2012

2013 (*)

12 760
475
1 933
15 815
10 199

13 582
488
2 000
16 620
10 725

14 824
597
1.305
16 946
11 791

15 981
612
1 438
17 906
13 420

16 607
636
1 484
18 576
14 560

6 975
399
887

7 477
419
834

7 525
409
760

7 900
437
1 075

8 248
454
1 090

249 963
111 418
1 026 379
40 676
7 543
1 815
-

257 544
105 210
986 872
44 302
7 054
490
-

264 340
124 636
1 177 991
43 488
7 357
1 209
-

274 564
138 718
1.244 402
44 357
12 234
1 806
4 938

290 455
147 279
1 355 288
46 313
12 594
1 833
4 618

Keterangan : (*) adalah angka sementara; Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan (2013)

Pada Tabel 2 dapat dilihat tiga golongan ternak yaitu ruminansia, nonruminansia, dan unggas. Pada ternak unggas terdapat tiga ternak yang memiliki
jumlah populasi terbesar. Ketiga ternak tersebut adalah ayam buras, ayam ras
petelur dan ayam ras pedaging. Ayam ras pedaging dan ras petelur memberikan
kontribusi terbesar terhadap pangan di Indonesia karena selain penyedia nutrisi
dan protein murah, ayam ras juga banyak dibudidayakan para oleh industri
peternakan besar. Ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan
ayam kampung tiap tahunnya mengalami peningkatan jumlah populasi, dimana
peningkatan populasi ayam buras terbesar terjadi pada tahun 2012-2013 yaitu
sebesar 5.79 persen. Jumlah populasi yang besar dan terus meningkat ini
merupakan potensi yang harus dikelola dengan baik agar usaha peternakan ayam
buras bisa terus berkembang, baik dalam skala peternakan besar maupun dalam
skala peternakan kecil atau peternakan rakyat.
Perkembangan ayam buras di Indonesia berkembang pesat dan memiliki
prospek yang sangat baik untuk dipelihara dan dikembangkan oleh peternakpeternak maupun masyarakat umum dikarenakan jumlah penduduk yang terus
meningkat diimbangi dengan peningkatan pendapatan dan peningkatan kesadaran
gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut diperkuat dengan perkembangan populasi
ayam buras khususnya di provinsi yang menjadi sentra produksi. Berbagai upaya
yang dilakukan oleh para peternak untuk meningkatkan daya saing mereka.
Sementara itu pemerintah melakukan pembinaan agar komoditas ini dapat terus
dikembangkan dan dapat menjadi jalan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Pengembangan ayam buras sebagai salah satu jenis ternak unggulan

3
juga ditunjang dengan terdistribusinya komoditas ternak ini diberbagai pulau atau
provinsi di seluruh wilayah Indonesia. Perkembangan populasi ayam buras di
wilayah provinsi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Populasi ayam buras di Indonesia tahun 2010-2013
Provinsi
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Non Pulau Jawa
Total

2010
27 394 516
36 908 672
3 861 676
24 006 814
9 784 326
155 588 100
257 544 104

2011
27 396 416
38 296 383
4 019 960
29 310 251
10 026 124
155 290 500
264 339 634

2012
27 224 219
40 868 263
4 060 722
32 143 678
9 492 178
160 775 367
274 564 427

2013 (*)
29 112 107
41 828 668
4 116 448
32 625 833
9 991 360
172 780 789
290 455 205

Keterangan : (*) adalah angka sementara; Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan (2013)

Berdasarkan Tabel 3, jumlah populasi ayam buras yang berada di tiap
wilayah provinsi cenderung berfluktuasi, namun secara keseluruhan jumlah total
populasi ayam buras yang ada di Indonesia cenderung mengalami peningkatan
tiap tahunnya. Terdapat tiga provinsi yang menjadi sentra produksi terbesar ayam
buras di Indonesia, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Jumlah populasi ayam buras pada Provinsi Jawa Barat cenderung stabil dengan
jumlah populasi berkisar 27.8 juta ekor dimana peningkatan populasi ayam buras
terbesar di Jawa Barat terjadi pada tahun 2012-2013 yaitu sebesar 6.93 persen.
Hal ini dikarenakan Provinsi Jawa Barat merupakan sentra pembudidaya ayam
buras yang menjadi penyedia bahan baku untuk kota-kota besar seperti Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Adanya peningkatan jumlah populasi ternak ayam buras ini dikarenakan
ayam buras merupakan salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat luas
untuk dikonsumsi, baik dagingnya yang kenyal, berisi serta tidak berlemak bila
dibandingkan dengan dengan ayam ras, dan juga telurnya yang memiliki
kandungan nutrisi tinggi (Suharno 2005). Bila dilihat dari sisi perkembangan
populasi ayam buras di setiap daerah, fakta yang ada menunjukkan bahwa hingga
saat ini hasil produksi ayam buras yaitu daging dan telur di berbagai daerah belum
mampu memenuhi permintaan pasar, terlebih lagi pada saat hari-hari besar atau
hari raya yang menunjukkan permintaaan ayam kampung bisa melonjak berkalikali lipat dari harga normal sehingga terjadi ketimpangan yang sangat tajam antara
pemasok dan permintaan (Krista dan Harianto 2010). Hal tersebut merupakan
peluang bisnis yang menjadi pendorong bagi pengusaha peternakan ayam buras
untuk meningkatkan produksinya. Tingkat kebutuhan masyarakat terhadap hasil
produksi ayam buras berupa daging dan telur dapat dilihat dari jumlah konsumsi
rata-rata daging dan telur ayam buras per kapita. Jumlah konsumsi rata-rata per
kapita berupa daging dan telur ayam buras dalam beberapa tahun di Indonesia
dapat dilihat pada Tabel 4.

4
Tabel 4 Konsumsi rata-rata per kapita daging dan telur ayam buras di Indonesia
tahun 2008-2012
Tahun
2009
2010
2011
2012

Jumlah daging
ayam buras (kg)
0.52
0.63
0.63
0.52

Pertumbuhan
(%)
20.15
0.00
-16.77

Jumlah telur ayam
buras (butir/unit)
3.65
3.70
3.75
2.76

Pertumbuhan
(%)
1.42
1.40
-26.37

Sumber : Departemen Pertanian (2012)

Tabel 4 menunjukkan tingkat konsumsi rata-rata per kapita terhadap produk
ayam buras yaitu daging dan telur mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009 hingga
2011 konsumsi rata-rata per kapita terhadap produk ayam buras mengalami
kondisi yang stabil dengan rata-rata konsumsi daging dan telur ayam buras yaitu
sebesar 0.59 persen dan 3.70 persen. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
masyarakat mulai mengarah ke sifat alamiah (back to nature) dikarenakan
persepsi masyarakat terhadap ayam kampung adalah ayam yang asli, masih
berkaitan dengan alam, dan belum tercemar oleh zat-zat berbahaya sehingga
memiliki peluang bisnis bagi para peternak untuk mengembangkan usahanya
(Suharno 2005). Namun, pada tahun 2012 mengalami penurunan yang signifikan
yaitu untuk daging sebesar 16.77 persen dan telur sebesar 26.37 persen dari tahun
sebelumnya. Hal ini disebabkan naiknya harga pakan ternak yang disebabkan
kenaikan bea impor bahan baku pakan ternak sebesar 5 persen per 1 Januari 2012
sehingga mengakibatkan harga ayam dan unggas lainnya akan naik yang pada
akhirnya berdampak pada penurunan konsumsi produk ayam pada tahun 20121.
Prospek dari pengembangan usaha peternakan ayam kampung ini masih
memiliki peluang yang cukup besar, karena jumlah populasi ayam kampung yang
terus meningkat tiap tahunnya diimbangi konsumsi rata-rata per kapita yang terus
meningkat. Namun, disamping perkembangan tersebut terdapat beberapa kendala
yang dihadapi oleh peternak, salah satunya adalah adanya risiko produksi. Oleh
karena itu, diperlukan suatu kajian untuk mengidentifikasi dan menganalisis
penyebab yang mempengaruhi proses produksi, supaya langkah strategi dapat
diambil oleh pengambil keputusan dan dapat diterapkan pada budi daya ayam
kampung. Tingkat dan dampak kerugian yang disebabkan pada saat proses
produksi juga perlu diperhitungkan karena sangat berpengaruh terhadap
pendapatan yang diperoleh peternak. Alternatif strategi yang kemudian diterapkan
pada peternakan atau perusahaan merupakan langkah terbaik untuk menekan
probabilitas dan dampak risiko dalam usaha peternakan ayam kampung serta
dapat memaksimalkan keuntungan yang akan diperoleh peternak ataupun
pengusaha.

1

Business News. 2012. Tingkat konsumsi daging ayam masyarakat Indonesia terancam turun.
http://www.businessnews.co.id/ [1 Oktober 2013]

5
Perumusan Masalah
Jimmy's Farm telah memulai produksi ayam kampung sejak tahun 1998.
Lokasi peternakan berada di daerah Cipanas dengan lahan yang dimiliki sekitar
4.5 hektar. Jenis ayam kampung yang dipelihara sebanyak tujuh jenis ayam
kampung yaitu persilangan ayam Kedu, ayam Bangkok, ayam Hutan, ayam
Pelung, ayam Cemani, ayam Sentul, dan ayam Kapas. Jimmy's Farm merupakan
salah satu usaha peternakan ayam kampung yang dibudidayakan secara intensif
dengan memiliki beberapa unit kegiatan, yaitu unit pembibitan ayam kampung
untuk menghasilkan telur tetas ayam kampung, unit penetasan (hatchery) untuk
menetaskan telur dari pembibitan ayam kampung, dan unit budi daya ayam
kampung pedaging untuk menghasilkan ayam kampung pedaging yang pada
akhirnya akan dijual dan dikonsumsi oleh masyarakat. Pada unit budi daya ayam
kampung pedaging tiap periode produksinya memiliki jumlah populasi yang
berbeda-beda yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Hal ini dikarenakan DOC (day
old chick) atau anak ayam umur sehari yang digunakan untuk budi daya ayam
kampung pedaging merupakan hasil sisa dari penjualan, namun kualitas DOC
yang digunakan tidak berbeda dengan kualitas DOC yang telah dijual. Jumlah
populasi yang dibudidayakan berkaitan erat dengan kepadatan dan luasan kandang
yang digunakan. Dengan jumlah populasi yang dibudidayakan berbeda-beda,
namun Jimmy's Farm mengikut standart luasan kandang yang berlaku, yaitu untuk
DOC 100 ekor per meter persegi dan diturunkan hingga minggu keempat menjadi
10 ekor per meter persegi yang digunakan hingga panen sekitar 60 sampai 75 hari.
Sebagaimana bentuk usaha peternakan pada umumnya, Jimmy's Farm juga
menghadapi banyak kendala, salah satunya adalah risiko produksi. Risiko
produksi dapat disebabkan adanya perubahan cuaca atau iklim yang kurang
menentu, serangan hama dan penyakit, proses vaksinasi, kepadatan kandang,
manajemen sekam, kualitas dan palatabilitas (derajat kesukaan pada pakan
tertentu yang terpilih dan dimakan) terhadap pakan yang diberikan, dan sumber
daya manusia yang pada akhirnya mengakibatkan kematian atau mortalitas pada
ayam. Indikator adanya risiko produksi dapat dilihat pada tingkat deplesi dari
populasi per periode produksi yang terjadi di Jimmy's Farm sangat berfluktuasi
dan tidak sesuai dengan harapan pemilik usaha. Deplesi adalah penyusutan
sumber daya atau berkurangnya jumlah populasi ayam kampung pada saat proses
budi daya2. Deplesi yang dimaksud merupakan gabungan dari kematian ayam
(mortalitas) dan ayam yang afkir (culling) yang disebabkan oleh beberapa faktor
produksi. Jimmy’s Farm memiliki standar tingkat deplesi sebesar 20-30 persen
dari populasi setiap periodenya dan perusahaan mengusahakan agar tingkat
deplesi tidak lebih dari standart. Hal serupa juga dijelaskan oleh Suharno (2005)
yang menjelaskan bahwa tingkat kematian ayam kampung pedaging dihitung
sebesar 20 persen yang merupakan angka maksimal karena apabila dibudidayakan
dengan baik tingkat deplesi ayam kampung dapat diperkecil. Fluktuasi tingkat
deplesi yang terjadi di Jimmy's Farm dapat dilihat pada Gambar 1.

2

Info Medion. 2010. Berhasil atau Tidakkah Pemeliharaan Broiler Anda http://info.medion.co.id/
[16 Februari 2014]

6
80

73,57

70

Deplesi (%)

60
50
39,31

40

32,41
25,05

30

20,63

18,76 17,75

20

11,15 12,68

11,74

9,58

8,56

2

3

Aktual

10
0
1

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Periode Produksi ke-

Sumber : Jimmy’s Farm 2013 (diolah)

Gambar 1 Deplesi ayam kampung pedaging di Jimmy's Farm periode November
2010 - November 2013
Tingkat deplesi ayam kampung pedaging yang terjadi di Jimmy's Farm
sangat berfluktuasi. Pada Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa dari ke-12 periode
produksi ayam kampung dapat terlihat ada empat periode yang melebihi tingkat
deplesi 20 persen. Hal ini disebabkan beberapa penyebab, salah satu penyebabnya
adalah pada saat periode pertumbuhan yaitu umur sehari hingga umur ayam 30
hari yang rentan terhadap kematian lebih kecil atau sama dengan 27 persen
(Prayogi 2011), sehingga pada periode tersebut membutuhkan perhatian yang
lebih. Dari Gambar 1 juga terlihat terjadi deplesi yang sangat tinggi dan jauh lebih
besar bila dibandingkan dengan periode-periode yang lainya, yaitu pada periode
kesembilan sebesar 73.57 persen. Hal ini disebabkan pada saat periode tersebut
sedang terjadi hujan yang lebat dan berkepanjangan sehingga terjadinya serangan
penyakit ND atau tetelo yang mengakibatkan kematian sangat besar, yaitu
sebanyak 63.1 persen dan sisa deplesi sebesar 10.47 persen akibat dari penyebab
lainnya. Hal ini diperkuat oleh Krista dan Harianto (2010) yang menjelaskan
bahwa tingkat kematian yang disebabkan oleh serangan penyakit tetelo ini cukup
tinggi, yaitu apabila tingkat serangan ganas bisa mencapai 100 persen. Pada
periode kesembilan ini Jimmy's Farm mengalami kerugian yang cukup besar,
sehingga dilakukan evaluasi terhadap manajemen yang telah diterapkan. Sebelum
dilakukan penanganan, maka harus diketahui bagaimana tingkat kemungkinan dan
dampak risiko yang ditimbulkan dari masing-masing sumber risiko.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka segala risiko
produksi harus bisa dicegah dan ditangani dengan baik agar segala bentuk risiko
produksi dapat diminimalkan yang pada akhirnya berdampak terhadap kesuksesan
perusahaan. Hal ini merupakan sesuatu yang menarik untuk diteliti sehingga dapat
dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

7
1
2
3

Apa saja sumber-sumber risiko produksi yang terdapat pada peternakan ayam
kampung di Jimmy's Farm?
Bagaimana probabilitas dan dampak risiko dari sumber-sumber risiko
produksi pada peternakan ayam kampung di Jimmy's Farm?
Bagaimana alternatif strategi penanganan risiko yang dapat diterapkan oleh
Jimmy's Farm untuk mengendalikan sumber-sumber risiko produksi dalam
kegiatan usaha budi daya ayam kampung?

Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka penelitian ini bertujuan:
1 Mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi pada peternakan ayam
kampung di Jimmy's Farm.
2 Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan oleh sumbersumber risiko produksi pada peternakan ayam kampung di Jimmy's Farm.
3 Menganalisis alternatif strategi yang dapat diterapkan oleh peternakan ayam
kampung di Jimmy's Farm untuk mengendalikan sumber-sumber risiko
produksi dalam kegiatan usaha budi daya ayam kampung.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi peneliti, peternak atau
pengusaha ayam kampung, akademisi, masyarakat dan pembaca lainnya yang
tertarik untuk mengetahui risiko produksi pada usaha peternakan ayam kampung
di Jimmy’s Farm. Bagi peternak atau pengusaha ayam kampung, sebagai bahan
informasi masukan dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan untuk
mengantisipasi ataupun mengendalikan risiko produksi sehingga dapat
meminimalisasi kerugian. Bagi penulis, sebagai bentuk dedikasi dan pengabdian
serta memberikan kontribusi terhadap kemajuan agribisnis peternakan di
Indonesia, disamping untuk menambah wawasan dan menganalisis suatu
permasalahan yang kompleks, khususnya di bidang peternakan ayam kampung.
Harapannya adalah penulis bisa mengapresiasikan hasil tulisannya dengan
mencoba merintis usaha peternakan ayam kampung di masa yang akan datang.
Bagi penelitian selanjutnya, merupakan bahan informasi dan rujukan yang
diharapakan bisa menjadi lebih baik dan bisa menganalisis lebih dalam lagi
berkaitan dengan penulisan ilmiah risiko produksi dalam usaha peternakan ayam
kampung. Bagi pembaca dan masyarakat lainnya, merupakan bahan informasi
dalam bentuk karya ilmiah yang dapat memperkaya pengetahuan terkait ternak
ayam kampung.

8
Ruang Lingkup

1

2

3

Ruang lingkup analisis dan pembahasan penelitian ini meliputi :
Usaha peternakan ayam kampung pedaging di Jimmy's Farm pada kandang
Kontrak, bukan pembibitan ayam kampung ataupun hatchery dikarenakan
adanya rekomendasi dari pemilik usaha untuk mengevaluasi pada unit ayam
kampung pedaging, dan karena keterbatasan data dan waktu.
Penelitian ini difokuskan mengenai analisis risiko produksi, yaitu analisis
probabilitas dan dampak risiko dari setiap sumber risiko yang ditimbulkan,
serta memberikan alternatif strategi pada perusahaan.
Penelitian ini menggunakan 12 data periode produksi yaitu berupa data
history atau time series dari bulan November 2010 hingga November 2013.
Data tersebut terdiri atas jumlah populasi DOC, data hasil produksi atau
panen, data deplesi, penyebab terjadinya kematian ayam kampung, dan data
lain yang terkait dengan penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA
Usaha Peternakan Ayam Buras
Ayam buras atau biasa disebut dengan ayam kampung merupakan ayam
jenis lokal Indonesia. Ayam lokal ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia,
memiliki beberapa rumpun dengan karakterisitk morfologis yang berbeda dan
khas berdasarkan daerah asal. Saat ini perkembangan ayam kampung mengalami
kemajuan yang cukup pesat diimbangi dengan peningkatan pendapatan dan
peningkatan kesadaran gizi masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
berkembangnya jumlah populasi ayam kampung dan peningkatan konsumsi ratarata hasil produksi ayam kampung setiap tahunnya. Akibat dari perkembangan
ayam kampung tersebut, para pelaku bisnis dituntut untuk meningkatkan
produksinya dalam menjamin ketersediaan hasil produk ayam kampung, baik
dalam bentuk hidup maupun dalam bentuk daging dan telur, serta kuantitas dan
kualitas yang tetap terjaga.
Menurut Suharno (2005), peluang bisnis ayam kampung relatif lebih
menarik dan berkembang pesat dilihat dari maraknya rumah makan (hilir) yang
khusus menyediakan daging ayam buras di kota-kota besar seperti Jakarta,
Surabaya, Bandung, Medan. Rumah makan dengan menu daging ayam kampung
sebagai usaha profesional, tentu akan meminta ayam kampung dengan bobot yang
seragam. Dengan permintaan tersebut tentunya menuntut para pelaku usaha atau
peternak ayam kampung untuk melakukan budi daya ayam kampung dengan lebih
profesional lagi. Lebih lanjut Suharno (2005), menjelaskan bahwa harga pada
hasil produksi ayam kampung yaitu daging dan telur relatif lebih stabil bahkan
cenderung meningkat dan bisa dikatakan belum pernah terguncang oleh fluktuasi
harga. Hal inilah yang menyebabkan banyak pihak tertarik untuk terjun dalam
bisnis ayam kampung.

9
Daerah Provinsi Jawa Barat adalah salah satu dari beberapa provinsi di
Indonesia yang termasuk salah satu sentra terbesar dalam pembudidayaan ayam
kampung yang menyebar di beberapa wilayah dan kabupaten. Menurut
Departemen Pertanian (2012) tingkat rata-rata konsumsi per kapita terhadap hasil
produksi ayam buras cenderung relatif stabil. Konsumsi daging ayam buras pada
tahun 2011 sebesar 0.63 kilogram per kapita per tahun yang tidak mengalami
penurunan maupun peningkatan (tetap) dibandingkan dengan konsumsi tahun
sebelumnya. Begitu juga dengan konsumsi telur ayam kampung, yaitu pada tahun
2011 sebesar 3.75 butir per kapita per tahun dan mengalami peningkatan sebesar
1.40 persen dibandingkan dengan konsumsi tahun 2010 sebesar 3.70 butir per
kapita per tahun. Sekalipun ada kecenderungan peningkatan kebutuhan, tetapi
konsumsi terhadap ayam kampung untuk kebutuhan sehari-hari cenderung stabil
bahkan meningkat.
Berbagai kondisi ini merupakan gambaran bahwa besarnya peluang yang
bisa diraih dari budi daya ayam kampung, baik itu pedaging maupun petelur.
Terlebih lagi bila dalam budi daya dapat di terapkan manajemen yang baik dan
tepat sehingga hasil yang didapatkan bisa sangat optimal. Adapun keunggulankeungulan yang dikemukakan oleh Krista dan Harianto (2010), yaitu:
1 Peluang pasar besar dan berkesinambungan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
permintaan yang tinggi terhadap hasil produksi ayam kampung, bahkan dari
para peternak masih belum mampu untuk memenuhi permintaan sepenuhnya.
Seperti yang terjadi pada salah satu kelompok pembudidaya ayam kampung
berskala besar di Jawa Barat yang mengungkapkan bahwa permintaan yang
datang mencapai 35 000 ekor per bulan, namun hanya mampu dipenuhi
sebesar 25 persen.
2 Belum banyak yang membudidayakan secara intensif. Jumlah peternak ayam
kampung sampai sejauh ini belum memadai, ditambah lagi dengan skala budi
daya para peternak yang masih tergolong kecil di berbagai daerah.
3 Harga jual tinggi dan relatif stabil. Hal ini jelas terlihat bahwa harga dari hasil
produksi ayam kampung yaitu daging dan telur lebih tinggi bila dibandingkan
dengan dengan ayam ras. Selain harga jualnya tiggi, harga jual ini relatif lebih
stabil dibandingkan dengan harga jual ayam ras yang seringkali berfluktuasi
dan belum bisa menyeimbangi harga dari ayam kampung.
4 Semakin lama pemeliharaan, harga jual semakin mahal. Keunggulan lain ini
terlihat pada ayam kampung pedaging, karena semakin bertambah bobot
tubuh ayam maka harga jual pun semakin tinggi sehingga peternak sangat
diuntungkan dengan kondisi ini karena ayam dapat dijual kapan saja terutama
pada saat harga sedang tinggi seperti menjelang hari raya.
5 Untung besar dari sedikit populasi. Hal ini dibuktikan dari sebagian besar
masyarakat Indonesia yang masih berpenghasilan sedang hingga rendah
cukup diselamatkan oleh budi daya ayam kampung yang cocok diusahakan
dalam skala rumah tangga.
6 Relatif tahan terhadap penyakit dan stres. Ayam kampung relatif tahan
terhadap serangan penyakit, baik flu burung maupun berbagai penyakit
unggas lainnya.
7 Perlindungan peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah mengenai
kebijakan bahwa usaha ayam kampung hanya dapat dikembangkan oleh
peternakan rakyat, mulai pembibitan hingga pembesaran yang diatur dalam

10

8

Perpres No 77/2007. Hal ini merupakan keunggulan untuk dapat lebih
mensejahterahkan masyarakat menengah kebawah karena tidak akan ada
campur tangan industri besar yang diijinkan untuk turut membudidayakan
ayam kampung sehingga pasokan daging dan telur ayam kampung di pasaran
akan tetap terkontrol dengan baik.
Kebanggaan beternak unggas lokal. Beternak unggas lokal yaitu ayam
kampung dengan sistem intensif merupakan kebanggan tersendiri bagi
peternak, karena selain masih sedikit yang beternak secara intensif dapat juga
sebagai percontohan bagi peterakan rakyat lainnya.

Sumber-sumber Risiko Agribisnis
Usaha pertanian, peternakan maupun perikanan tidak mudah untuk
dilakukan, karena pada kenyataannya pengembangan sektor ini dihadapkan pada
salah satu kendala yang cukup berat untuk dihadapi yaitu tingginya tingkat risiko.
Sumber-sumber penyebab risiko produksi sebagian besar disebabkan oleh faktorfaktor seperti perubahan cuaca atau suhu, serangan hama dan penyakit, kualitas
penggunaan input serta kesalahan teknis dari tenaga kerja (human error).
Pada penelitian Amelia (2012) menemukan bahwa adanya risiko produksi
pada peternakan ayam broiler dengan sumber-sumber risiko produksi yang
dialami berasal dari ayam broiler afkir, serangan penyakit, dan kondisi cuaca.
Hasil dari penelitian Aziz (2009) menjelaskan bahwa risiko yang tinggi sangat
dirasakan oleh pemilik usaha ternak ayam broiler, yaitu risiko harga, risiko
produksi berupa cuaca dan iklim dan juga penyakit dan risiko sosial. Begitu juga
yang diungkapkan Nugraha (2011) yang menemukan faktor-faktor produksi pada
peternakan plasma ayam broiler adalah jumlah DOC, pakan, Protect Enro,
Neocamp, Doxerin Plus, vaksin, pemanas serta tenaga kerja. Sumber risiko
produksi yang dialami adalah pegawai dan cuaca yang tidak menentu. Pada
penelitian Pinto (2011) menjelaskan bahwa terdapat faktor yang menyebabkan
timbulnya sumber risiko produksi pada peternakan ayam broiler dengan hal yang
menjadi perhatian dan peranan penting yaitu keberadaan sumber daya manusia
(SDM). Pada peternakan milik Bapak Restu didapati empat jenis sumber risiko
produksi, yaitu kepadatan ruang, perubahan cuaca, hama predator, dan penyakit.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ruslan (2012) dalam penelitiannya bahwa
terdapat sumber-sumber risiko produksi yang teridentifikasi pada usaha
pembibitan domba ekor tipis, yaitu mortalitas anakan, mortalitas indukan betina,
sumber daya manusia, cuaca dan kesulitan persalinan dan keguguran.
Amelia (2012), Pinto (2011), Ruslan (2012) mengkaji permasalahan yang
sama yaitu terkait dengan risiko produksi pada komoditas ayam broiler dan domba
dengan tempat dan keadaan yang berbeda, sehingga sumber-sumber risiko yang
ditemukan juga berbeda-beda tergantung dari tempat penelitiannya. Begitu juga
dengan Aziz (2009), dan Nugraha (2011), yang meneliti komoditas ayam broiler
di tempat yang berbeda, namun topik yang diambil berbeda juga, yaitu pada Aziz
dengan topik analisis risiko usaha, sedangkan Nugraha mengambil topik analisis
faktor-faktor. Namun, ada persamaan dari kelima peneliti tersebut, yaitu
melakukan penelitian karena ada ketertarikan terhadap tempat penelitian dengan
permasalahan adanya fluktuasi produksi atau usaha secara menyeluruh.

11
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu diperoleh variabel-variabel yang
kemungkinan dapat menyebabkan risiko produksi yaitu cuaca atau iklim, serangan
hama dan penyakit, sumber daya manusia atau tenaga kerja, efektivitas dan
kualitas penggunaan input, dan ayam afkir. Variabel-variabel tersebut diduga
menjadi sumber risiko pada peternakan ayam kampung di Jimmy’s Farm yang
akan diteliti dalam penelitian ini.

Metode Analisis Risiko
Metode analisis risiko digunakan peneliti untuk mengetahui status dari
setiap sumber risiko yang terjadi di perusahaan dan juga sebagai langkah untuk
mengetahui alternatif strategi yang mungkin dapat diterapkan oleh perusahaan
untuk meminimalkan risiko yang terjadi. Pada penelitian Amelia (2012), Aziz
(2009), Nugraha (2011), Pinto (2011), dan Ruslan (2012) menggunakan analisis
deskriptif untuk mengetahui gambaran umum terhadap situasi atau kejadian di
peternak dan menganalisis sumber-sumber risiko dan manajemen yang telah
dilakukan perusahaan sebelum dilakukan penelitian. Dengan sumber data yang
dianalisis secara kualitatif dapat memberikan gambaran bagaimana pelaku usaha
mengambil suatu keputusan secara subjektif, dan dapat diketahui seberapa efektif
manajemen risiko produksi yang telah diterapkan.
Dalam penelitian Amelia (2012) dan Aziz (2009), pengolahan data secara
kuantitatif menggunakan metode berupa Analisis risiko yang digunakan untuk
menganalisis tingkat risiko yang dihadapi oleh usaha peternakan. Analisis risiko
yang digunakan adalah dengan menghitung expected return, ragam (variance),
simpangan baku (standard deviation), koefisien variasi (coefficient variation), dan
batas bawah pendapatan berdasarkan tingkat pendapatan yang diperoleh. Sumber
data kuantitatif yang digunakan berupa laporan biaya, penerimaan, dan
pendapatan perusahaan per periode pengamatan. Laporan ini dapat memberikan
informasi mengenai data yang dicari, karena penilaian risiko dilakukan dengan
mengukur nilai penyimpangan terhadap return dari suatu aset.
Namun pada penelitian Amelia (2012) juga menggunakan metode yang
sama dengan penelitian Pinto (2011) dan Ruslan (2012). Beberapa metode analisis
yang digunakan, yaitu analisis kemungkinan terjadinya risiko yang mengacu pada
seberapa besar probabilitas risiko yang terjadi, dan analisis dampak risiko yang
mengacu pada seberapa besar dampak yang ditimbulkan akibat sumber-sumber
risiko. Metode yang digunakan untuk mengetahui probabilitas risiko produksi
adalah metode nilai standar atau z-score. Kemudian analisis yang digunakan
dalam menganalisis dampak risiko yang ditimbulkan dengan menggunakan
metode Value at Risk (VaR). VaR adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi
dalam rentang waktu tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan
tertentu. Metode z-score dan VAR dapat digunakan apabila terdapat data historis
dan berbentuk kontinu (desimal). Setelah itu dapat dicari status risiko dari setiap
sumber risiko yang kemudian dapat digunakan kedalam pemetaan risiko untuk
mengetahui gambaran mengenai posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu,
yaitu sumbu vertikal yang menggambarkan probabilitas dan sumbu horizontal
yang menggambarkan dampak. Setelah diketahui keberadaan dari risiko tersebut,

12
maka akan dibuat beberapa alternatif strategi untuk dapat digunakan oleh
perusahaan dalam menghadapi risiko yang dialami.
Dalam penelitian Nugraha (2011) menggunakan data panel yaitu gabungan
antara data time series dan cross section. Pengolahan data menggunakan bantuan
alat aplikasi Microsoft Excel, Minitab versi 14 serta Eviews 6. Dalam analisis
risiko produksi menggunakan model Just dan Pope, yaitu fungsi produksi rata-rata
dan fungsi variance, yang masing-masing fungsi tersebut dipengaruhi oleh
penggunaan variabel-variabel produksi tersebut sehingga fungsi variance dan
produksi diketahui. Metode lain yang digunakan adalah model ARCH-GARCH
yang dipilih menjadi alat analisis dalam penelitian dengan pertimbangan bahwa
model tersebut merupakan model yang dapat menjawab sekaligus permasalah
yang diteliti oleh penulis, model tersebut mampu menjawab selain fungsi produksi
rata-rata dan fungsi variance produksi.

Strategi Manajemen Risiko Agribisnis
Alternatif strategi penanganan risiko merupakan langkah akhir yang perlu
dilakukan untuk menekan probabilitas dan dampak risiko produksi sehingga dapat
di minimalkan kemungkinan dan kerugian yang terjadi. Pada umumnya risiko
dapat diminimalisasi dengan cara penaganan yang baik dan intensif, penggunaan
teknologi secara tepat guna, dan penggunaan input seefektif mungkin. Beberapa
strategi yang sering digunakan untuk menangani risiko, yaitu dengan menghindari
atau mencegah risiko, mengatasi atau mengendalikan risiko, dan bahkan bila
mungkin dapat mengalihkan risiko yang dihadapi ke perusahaan yang lainnya.
Dalam penelitian Aziz (2009), hasil analisis menunjukkan bahwa
manajemen risiko yang dapat diterapkan pada usaha peternakan adalah
manajemen risiko harga, manajemen risiko produksi dan manajemen risiko sosial.
Alternatif manajemen risiko diantaranya adalah mendatangkan tim medis yang
dikepalai oleh seorang dokter hewan yang bertanggung jawab penuh terhadap
kesehatan ayam secara keseluruhan. Alternatif lain yang dapat diterapkan adalah
memperbaiki teknologi dalam hal pengaturan sirkulasi. Pada penelitian Nugraha
(2011), dengan menggunakan Model Just dan Pope menemukan bahwa faktorfaktor produksi yang termasuk menimbulkan variance produksi adalah jumlah
DOC, Protect Enro, dan tenaga kerja. Sedangkan faktor produksi yang dapat
mengurangi risiko adalah pakan, Doxerin Plus, Neocamp, vaksin, serta pemanas.
Sumber risiko produksi yang dialami oleh peternak adalah sumber daya manusia
dan cuaca atau iklim yang tidak menentu. Alternatif penanganan risiko yang
disarankan berupa pencegahan risiko, yaitu dengan memperbaiki kualitas sumber
daya manusianya dengan cara memberikan penyuluhan, serta membuat atau
memperbaiki fasilitas agar cuaca yang tidak menentu dapat diatasi dengan fasilitas
yang memadai.
Sedangkan pada penelitian Amelia (2012), Pinto (2011), dan Ruslan (2012)
menggunakan alternatif strategi yang sama yaitu strategi preventif untuk
menghindari atau mencegah terjadinya sumber risiko dan strategi mitigasi untuk
mengatasi atau menangani sumber risiko yang telah terjadi. Strategi preventif
yang diusulkan dalam penelitian Amelia (2012) yaitu pada sumber risiko ayam
broiler afkir dan kondisi cuaca, sedangkan untuk strategi mitigasi dilakukan pada

13
sumber risiko kondisi cuaca dan serangan penyakit. Pada penelitian Pinto (2011),
strategi preventif dilakukan pada sumber risiko hama predator, kepadatan ruang,
dan penyakit, sedangkan strategi mitigasi yang disarankan untuk mengatasi
sumber risiko penyakit. Sedangkan dalam penelitian Ruslan (2012), strategi
preventif dan mitigasi yang diusulkan untuk sumber risiko mortalitas anakan.
Dengan adanya strategi ini diharapkan dapat memperkecil probabilitas dan
dampak yang disebabkan oleh sumber risiko yang pada akhirnya dapat
diminimalkan kerugian yang ada.
Berdasarkan penelitian terdahulu, maka dapat dilihat persamaan penelitian
ini dengan peneliti terdahulu, yaitu menggunakan metode nilai standar atau zscore dan metode VaR (Value at Risk). Sedangkan perbedaan peneliti terdahulu
dengan penelitian ini adalah tempat usaha dan komoditas yang dianalisis, yaitu
peternakan ayam kampung. Beberapa penelitian terdahulu telah dirasa cukup
untuk digunakan sebagai bahan acuan dan referensi dalam penelitian ini. Studi
penelitian terdahulu yang menjadi bahan acuan dalam penelitian ini ditampilkan
dalam Tabel 5.
Tabel 5 Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian.
Penulis
Faishal Abdul
Aziz (2009)

Iman Satra
Nugraha (2011)

Bona Pinto
(2011)

Rizki Amelia
(2012)

Ruslan (2012)

Judul Penelitian
Analisis risiko dalam usaha ternak ayam
broiler (studi kasus usaha peternakan X di
Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten
Bogor)
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
risiko produksi ayam broiler (studi kasus
peternak plasma ayam broiler pada CV
Dramaga Unggas Farm Kabupaten Bogor)
Analisis risiko produksi pada peternakan
ayam broiler milik Bapak Restu di Desa
Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang,
Kabupaten Bogor
Analisis risiko produksi ayam broiler pada
peternakan Bapak Maulid di Kelurahan
Karang Anyar Kecamatan Bukit Baru Kota
Palembang
Analisis risiko produksi usaha pembibitan
domba di Mitra Tani Farm, Desa Tegal
Waru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat

Metode Analisis
Analisis deskriptif, dan
analisis risiko (ER,
Variance, SD, CV, dan batas
bawah pendapatan.
Analisis deskriptif, analisis
Just dan Pope, dan analisis
model ARCH-GARCH
Analisis deskriptif, analisis
probabilitas, analisis
dampak, pemetaan, dan
penanganan risiko
Analisis deskriptif, analisis
probabilitas, analisis
dampak, pemetaan, dan
penanganan risiko
Analisis deskriptif, analisis
probabilitas, analisis
dampak, pemetaan, dan
penanganan risiko

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan berasal dari penelusuran teoriteori yang berdasar pada permasalahan penelitian. Konsep dasar risiko, klasifikasi
risiko, dan manajemen risiko yang merupakan teori-teori yang dianggap memiliki

14
relevansi yang sangat erat dalam permasalahan penelitian. Oleh karena itu akan
dijelaskan secara terperinci pada sub-sub bab berikut.
Konsep Dasar Risiko
Petani menghadapi situasi risiko dan ketidakpastian hampir setiap hari
karena ada keterkaitan dengan alam yang memiliki dampak yang signifikan pada
pertanian. Sebagai contoh, mungkin bila hujan tidak turun secara terus menerus
dapat membuat lahan pertanian menjadi kekurangan air atau kekeringan, namun
sebaliknya bila terjadi hujan berkepanjangan dapat menyebabkan tanaman
menjadi busuk dan akhirnya gagal panen. Ketidakpastian yang dialami oleh petani
disebabkan kurangnya informasi yang didapat. Ketidakpastian yang menimbulkan
kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang, sedangkan
ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah
risiko. Memahami risiko merupakan titik awal untuk membantu petani maupun
produsen dalam mengambil keputusan yang baik dalam situasi berisiko. Berikut
ini merupakan pendapat para ahli yang diharapkan dapat membantu untuk
mendapatkan pengertian risiko yang lebih lengkap dan jelas.
Menurut Harwood et al. (1999), mengungkapkan bahwa risiko adalah
ketidakpastian terhadap masalah dan melibatkan probabilitas kehilangan
pendapatan, mungkin membahayakan kesehatan manusia, dampak yang
mempengaruhi sumber daya, jenis-jenis peristiwa yang mempengaruhi
kesejahteraan seseorang, dan sering dikaitkan dengan kesulitan dan kerugian.
Ketidakpastian merupakan situasi dimana seseorang tidak mengetahui kepastian
terhadap apa yang akan terjadi. Lebih jelasnya Harwood et al, menjelaskan bahwa
manajemen risiko mencakup pemilihan diantara berbagai alternatif untuk
mengurangi efek dari risiko. Hal ini biasanya membutuhkan evaluasi timbal balik
antara perubahan risiko, keuntungan yang diharapkan, kebebasan kewirausahaan,
dan variabel lainnya.
Menurut Roumasset et al. (1979), Robison dan Barry (1987), Basyaib
(2007) dan Djohanputro (2008), menjelaskan bahwa risiko adalah peluang
terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada
umumnya menimbulkan hasil yang negatif atau kerugian bagi yang mengalami
kejadian. Risiko sangat erat kaitannya dengan ketidak pastian, tetapi kedua hal
tersebut memiliki makna yang berbeda. Perbedaan antara risiko dan
ketidakpastian adalah bahwa risiko berkaitan dengan keadaan ketidakpastian dan
tingkat probabilitasnya terukur secara kuantitatif, sedangkan ketidakpastian adalah
suatu peluang kejadian yang tidak dapat atau sulit diukur oleh pengambil
keputusan.
Setiap petani maupun pelaku bisnis harus memiliki alternatif dalam
membuat keputusan. Alternatif strategi yang tersedia merupakan tindakan atau
strategi yang dapat digunakan petani dalam usahanya. Menurut Debertin (1986),
setiap pelaku usaha berbeda-beda perilakunya dalam menghadapi risiko. Secara
umum perilaku individu dalam menghadapi risiko dapat dikategorikan menjadi
tiga jenis yaitu: risk averse, risk neutral dan risk preferer. Berdasarkan teori
utilitas, hubungan perilaku antara expected income dan income variance dapat
dijelaskan melalui Gambar 2.

15

Sumber: Debertin (1986)

Gambar 2 Hubungan
Hubun
antara expected income dan income variance
Pada Gambar 2 menunjukkan hubungan antara expected incom
ncome dan income
variance terhadap per
perilaku individu. Income variance merupakan
an ukuran tingkat
risiko, sedangkan expected
expe
income merupakan tingkat kepuasan
san para pembuat
keputusan. Perilaku
ku individu
indi
dalam membuat keputusan menghada
adapi risiko dapat
dikategorikan menjadi
adi tiga menururt Robison and Barry (1987),, yaitu:
ya
1 Pengambil keputus
putusan yang takut terhadap risiko (Risk Averse
rse), yaitu perilaku
individu yang berusaha
be
untuk menghindari risiko. Sikapp ini menunjukkan
bahwa jika terjadi
adi kenaikan ragam (income variance) yang merupakan
me
ukuran
tingkat risiko aka
kan diimbangi dengan harapan expected income
ome yang tinggi.
2 Pengambil keput
putusan yang netral terhadap risiko (Riskk Neutral), yaitu
perilaku individu
vidu yang apabila terjadi kenaikan income variance
var
(ukuran
tingkat risiko) sem
semakin tinggi, maka expected income akan seimbang.
sei
3 Pengambil keput
putusan yang berani terhadap risiko (Riskk Preferer),
P
yaitu
perilaku individu
vidu yang menyukai