Kualitas Dan Fermentabilitas In Vitro Campuran Legum Dan Silase Sorgum Varietas Citayam Dan Galur Bmr 3.6 Pada Umur Panen Berbeda

KUALITAS DAN FERMENTABILITAS IN VITRO CAMPURAN
LEGUM DAN SILASE SORGUM VARIETAS CITAYAM DAN
GALUR BMR 3.6 PADA UMUR PANEN BERBEDA

ARDIANSYAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kualitas dan
Fermentabilitas in Vitro Campuran Legum dan Silase Sorgum Varietas Citayam
dan Galur BMR 3.6 pada Umur Panen Berbeda adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016
Ardiansyah
D251130436

RINGKASAN
ARDIANSYAH. Kualitas dan Fermentabilitas in Vitro Campuran Legum dan
Silase Sorgum Varietas Citayam dan Galur BMR 3.6 pada Umur Panen Berbeda.
Dibimbing oleh KOMANG GEDE WIRYAWAN dan PANCA DEWI MHK..
Legum merupakan hijauan makanan ternak yang memiliki kandungan protein
kasar yang tinggi sebesar 20-30% dan sangat baik dijadikan pakan ternak
ruminansia. Sorgum potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan di daerah
marginal dan kering di Indonesia. Silase adalah metode pengawetan hijauan
berdasar pada fermentasi asam laktat di bawah kondisi anaerob. Penggantian
konsentrat dengan campuran legum dan penyediaan silase hijauan sorgum varietas
unggul pada umur panen yang tepat diharapkan dapat menjadi suatu alternatif
permasalahan pengembangan peternakan ruminansia pada lahan marjinal.
Rancangan percobaan yang digunakan pada kualitas silase RAL faktorial 2x3
dengan 3 ulangan. Faktor A adalah jenis hijauan sorgum (Citayam dan BMR 3.6).

Faktor B adalah umur panen hijauan sorgum (85, 95, dan 105 hari). Rancangan
percobaan yang digunakan pada fermentabilitas dan kecernaan adalah RAK
faktorial 2x2. Faktor A adalah jenis ransum isoprotein 30% (konsentrat dan
campuran legum) dan faktor B adalah silase sorgum 70% (Citayam dan BMR 3.6).
Percobaan diulang sebanyak 3 kali sebagai kelompok berdasarkan perbedaan cairan
rumen sapi potong. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik
ragam (ANOVA). Jika terdapat interaksi, akan diuji lanjut dengan uji jarak Duncan,
jika salah satu faktor berbeda nyata, jenis sorgum, silase sorgum, dan ransum akan
diuji lanjut dengan uji T dan umur panen sorgum dengan polinomial ortogonal.
Karakter fisik pada silase berupa aroma, tekstur, warna dan keberadaan jamur
menunjukkan nilai yang baik. Perbedaan jenis sorgum dan umur panen hijauan
sorgum berpengaruh terhadap nilai pH. Citayam memiliki PK yang lebih rendah
dibandingkan dengan BMR 3.6. BMR 3.6 memiliki SK paling rendah dibandingkan
dengan kombinasi lainnya. BMR 3.6 memiliki TDN yang lebih tinggi dibandingkan
dengan Citayam. Berdasarkan hasil pembobotan, silase sorgum yang dipanen pada
umu 105 hari memiliki nilai yang lebih baik, sehingga dipilih untuk in vitro. Jenis
sorgum pada umur panen 105 hari serta penggantian konsentrat dengan campuran
legum tidak mempengaruhi pH rumen. BMR 3.6 memiliki NH3 dan VFA total lebih
tinggi dibandingkan dengan Citayam. Semua ransum pada pemberian BMR 3.6
memiliki populasi bakteri total yang lebih tinggi dibandingkan dengan Citayam.

Konsentrasi asetat pada campuran legum lebih tinggi dibandingkan dengan
konsentrat. Pemberian campuran legum memiliki rasio A:P yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pemberian konsentrat. BMR 3.6 memproduksi gas methan
lebih tinggi dibandingkan dengan Citayam. BMR 3.6 memiliki kecernaan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan Citayam.
Silase hijauan sorgum galur BMR 3.6 pada umur panen 105 hari memiliki
kualitas yang sangat baik dan campuran legum dapat menggantikan konsentrat pada
pakan berbasis silase hijauan sorgum secara in vitro pada cairan rumen sapi potong
karena tidak menggangu fermentabilitas, mikroba dan kecernaan di dalam rumen.
Kata kunci: BMR 3.6, campuran legum, Citayam, konsentrat, silase sorgum

SUMMARY
ARDIANSYAH. Quality and Fermentability in Vitro of Mixed Legumes and Silage
Sorghum Varieties Citayam and Strains BMR 3.6 at Different Harvested Time.
Supervised by KOMANG GEDE WIRYAWAN and PANCA DEWI MHK.
Legume forage has a high crude protein content of 20-30%, an excellent
legume used as ruminant feed because it has good nutritional value. Sorghum is a
cereal plant type potential to be cultivated and developed in marginal and dry areas
in Indonesia. The abundance of sorghum production at harvest needs a method of
preservation in order to ensure the continuous availability of forage. Silage is a

forage preservation method based on the lactic acid fermentation under anaerobic
conditions. Replacement of the concentrate with a mixture of legumes and forage
sorghum silage is expected to be an alternative to the problems of ruminant
livestock development on marginal lands.
The experimental design for silage quality used completely randomized
design with a 2 x 3 factorial i.e. forage sorghum types (Citayam & BMR 3.6) and
time of harvest forage sorghum (85, 95, & 105 days). Experimental design for
fermentability and digestibility in vitro used a randomized block design with 2 x 2
factorial i.e. types of ration (mixed legumes & concentrates) and type of forage
sorghum silage (Citayam & BMR 3.6) with 3 replications. The data obtained were
analyzed using analysis of variance (ANOVA). The significant interaction, was
further tested by Duncan multiple range test. If one factor significantly different,
for forage sorghum, ration, and silage types was tested with T test and time of
harvest was tested by orthogonal polynomials.
All silage had a good odor, color, and texture. This indicates that the silage
fermentation were well. Different types of sorghum and harvesting affected the pH
value. Citayam had lower CP than BMR 3.6. CF of BMR 3.6 was the lowest
compared with other combinations. BMR 3.6 had greater TDN than the Citayam.
The type of sorghum at harvest time of 105 days and the replacement of concentrate
to mixed legumes did not affect rumen pH. NH3 and VFA on BMR 3.6 was greater

than that of the Citayam. All ration containing at 3.6 BMR had better total bacterial
population than the Citayam. The concentration of acetate in mixed legumes was
higher than concentrates. Giving mixed legumes had greater ratio of A:P than
giving concentrate. BMR 3.6 produced more methane gas than the Citayam. BMR
3.6 had a greater digestibility compared with Citayam.
Forage sorghum silage strain of BMR 3.6 at harvest time 105 days had a very
good quality and mixed legumes could replace concentrate on forage sorghum
silage-based diets in vitro on beef cattle rumen fluid because it did not interfere the
fermentability, microbial activity, and digestibility in the rumen.
Keywords: BMR 3.6, Citayam, concentrate, mixed legum, sorghum silage

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KUALITAS DAN FERMENTABILITAS IN VITRO CAMPURAN
LEGUM DAN SILASE SORGUM VARIETAS CITAYAM DAN
GALUR BMR 3.6 PADA UMUR PANEN BERBEDA

ARDIANSYAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Nutrisi Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada ujian tesis: Prof Dr Ir Luki Abdullah, MSc Agr

Judul Tesis : Kualitas dan Fermentabilitas in Vitro Campuran Legum dan Silase

Sorgum Varietas Citayam dan Galur BMR 3.6 pada Umur Panen
Berbeda
Nama
: Ardiansyah
NIM
: D251130436

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Komang G. Wiryawan
Ketua

Prof Dr Ir Panca Dewi MHK, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Nutrisi dan Pakan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Yuli Retnani, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan February 2014 sampai Mei 2015 ini berjudul “Kualitas
dan Fermentabilitas in Vitro Campuran Legum dan Silase Sorgum Varietas
Citayam dan Galur BMR 3.6 pada Umur Panen Berbeda”. Sebagian hasil penelitian
ini dalam proses publikasi di jurnal ilmiah Media Peternakan dengan judul Quality
and In Vitro Fermentability of Mixed Legumes and Silage Sorghum at Different
Harvested Time.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan dan
Prof. Dr. Ir. Panca Dewi MHK, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
memberi bimbingan, saran, dan motivasi sehingga penelitian dan tesis ini dapat
diselesaikan. Prof. Dr. Ir. Luki Abdullah, MscAgr dan Prof. Dr. Ir. Yuli Retnani,
MSc, selaku penguji ujian tesis atas masukan dan saran dalam perbaikan tesis saya.
Terimakasih juga saya ucapkan pada managemen PT. KPC, Bu Yuli, Bu Nurul, Pak
Budi, dan Bu Maya yang telah memberikan beasiswa dan dana penelitian hingga
saya dapat menyelesaikan program magister saya.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada orang tua
dan keluarga atas segala kepercayaan, keikhlasan, kasih sayang dan doa yang tiada
henti selalu menguatkan dan memotivasi penulis selama menuntut ilmu. Temanteman Pascasarjana INP terima kasih atas bantuan, kritik, motivasi, dan
kebersamaan sehingga menguatkan penulis. Ucapan terimakasih kepada mba Puput
dan Acho telah membantu dalam penelitian, Pak Ridwan LIPI, Bu Dian, dan Bu
Yani atas bantuanya dalam penggunaan lab, dan Mba Nur, Wiwie, Fajrin, Fast
Track but slow track 46, Pasca INP 2012, Nutrisiousz46, Asprak Rancob, Asprak
Forsum dan Badminton lovers, yang telah banyak memberikan motivasi,
menghibur, dan membuli saya selama penyelesaian kuliah dan tesis ini.
Terimakasih atas bantuan dari semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu. Semoga Allah selalu membalas amal baiknya dan semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.


Bogor, April 2016
Ardiansyah
D251130436

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Tujuan

1

1
2
2

2 MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Rancangan Percobaan

3
3
3
3
5

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik dan Nutrisi Silase
Karakteristik Fermentabilitas in Vitro
Kecernaan Bahan Kering dan Organik
Dinamika Mikroba Rumen
VFA Parsial dan Produksi Gas Methan

8
8
12
13
14
15

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

17
17
17

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

17
21
30

DAFTAR TABEL
1 Komposisi dan kandungan nutrien silase sorgum dan ransum
6
2 Karakter fisik silase sorgum pada umur panen berbeda
8
3 Karakteristik nutrisi silase sorgum pada umur panen berbeda
10
4 Karakteristik fermentabilitas in vitro cairan rumen pada silase sorgum
dan penggantian konsetrat dengan campuran legum
12
5 Kecernaan bahan kering dan organik pada silase sorgum dan
penggantian konsentrat dengan campuran legum
14
6 Total populasi mikroba cairan rumen pada silase sorgum dan
penggantian konsentrat dengan campuran legum
14
7 Proporsi VFA parsial dan produksi gas methan pada silase sorgum dan
penggantian konsentrat dengan campuran legum
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Sidik ragam pH silase sorgum pada umur panen berbeda
Uji lanjut pH silase sorgum pada umur panen berbeda
Sidik ragam nilai Fleigh silase sorgum pada umur panen berbeda
Uji lanjut nilai Fleigh silase sorgum pada umur panen berbeda
Sidik ragam BK silase sorgum pada umur panen berbeda
Uji lanjut polinomial ortogonal BK silase sorgum
Sidik ragam PK silase sorgum pada umur panen berbeda
Uji lanjut PK silase sorgum pada umur panen berbeda
Sidik ragam LK silase sorgum pada umur panen berbeda
Sidik ragam SK silase sorgum pada umur panen berbeda
Uji lanjut SK silase sorgum pada umur panen berbeda
Sidik ragam BETN silase sorgum pada umur panen berbeda
Uji lanjut BETN silase sorgum pada umur panen berbeda
Sidik ragam TDN silase sorgum pada umur panen berbeda
Uji lanjut polinomial ortogonal TDN silase sorgum
Sidik ragam protozoa silase sorgum dan ransum in vitro
Sidik ragam bakteri total silase sorgum dan ransum in vitro
Uji lanjut bakteri total silase sorgum dan ransum in vitro
Sidik ragam NH3 silase sorgum dan ransum in vitro
Sidik ragam VFA silase sorgum dan ransum in vitro
Sidik ragam asetat silase sorgum dan ransum in vitro
Sidik ragam propionat silase sorgum dan ransum in vitro
Sidik ragam butirat silase sorgum dan ransum in vitro
Sidik ragam isobutirat silase sorgum dan ransum in vitro
Sidik ragam valerat silase sorgum dan ransum in vitro
Sidik ragam isovalerat silase sorgum dan ransum in vitro
Sidik ragam rasio A:P silase sorgum dan ransum in vitro
Sidik ragam gas methan silase sorgum dan ransum in vitro

21
21
21
21
22
22
23
23
23
23
24
24
24
25
25
25
25
26
26
26
26
27
27
27
27
28
28
28

31 Sidik ragam KCBK silase sorgum dan ransum in vitro
32 Sidik ragam KCBO silase sorgum dan ransum in vitro
33 Pembobotan parameter nutrien silase sorgum

28
29
29

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manajemen peternakan harus mampu menetapkan dan menyediakan
kebutuhan sumber protein bagi ternak dengan benar karena merupakan komponen
paling penting dan mahal dalam ransum. Sumber protein yang sering digunakan
pada peternakan ruminansia adalah konsentrat hasil samping produk pertanian dan
perkebunan. Namun di Indonesia terdapat daerah dengan ketersediaan konsentrat
yang terbatas, sehingga dibutuhkan biaya yang sangat besar dalam penyediaan
konsentrat. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan
konsentrat adalah hijauan legum yang memiliki kandungan protein kasar yang
tinggi.
Legum merupakan hijauan makanan ternak yang memiliki kandungan protein
kasar yang tinggi sebesar 20-30% (McDonald et al. 2010) dan sangat baik dijadikan
pakan ternak ruminansia karena memiliki nilai nutrisi yang baik. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa (Foster et al. 2009) penggunaan hay legum
musiman dan tahunan dapat meningkatkan kecernaan dan memperbaiki sintesis
nitrogen mikroba, (Niderkorn et al. 2011) penggunaan legum alfalfa, white dan red
clover secara kuadrat meningkatkan produksi NH3, campuran rumput-legum
sainfoin dapat mengurangi degradasi protein dan produksi methan.
Daun lamtoro (Leucaena leucocephala) dapat dijadikan sebagai sumber
protein, sedangkan perlakuan panas pada daun lamtoro dapat meningkatkan
konsumsi pakan, kecernaan nutrien, dan fermentasi dalam rumen kerbau rawa pada
pakan berbasis jerami padi amoniasi (Kang et al. 2012). Lamtoro (tanniniferous
legume) dapat menggantikan Vigna unguiculata (low-tannin legume) pada pakan
komplit tanpa mempengaruhi secara serius karakteristik fermentasi dalam rumen
(Hess et al. 2008). Condensed tannin (CT) dari lamtoro pada tingkat yang relatif
rendah yaitu 15 mg CT/ 500 mg bahan kering, mengurangi produksi gas CH4
(methan) sebesar 47%, namun menurunkan hanya 7% degradasi pakan dalam bahan
kering (Tan et al. 2011). Gamal (Gliricidia sepium) memiliki potensi yang dapat
dimanfaatkan sebagai suplement pakan ternak ruminansia di Nigeria selama musim
panas (Anele et al. 2009). Gamal memiliki protein kasar yang tinggi 23.2% dapat
diberikan pada sapi sebagai suplement nitrogen pada pakan basal rumput Napier
mampu meningkatkan performa laktasi (Juma et al. 2006). Indigofera zollingeriana
(Abdullah dan Suharlina 2010) memiliki kecernaan nutrisi yang baik untuk
ruminansia, Indigofera memiliki protein kasar dan kecernaan bahan kering in vitro
berturut-turut sebesar 27.68%, 75.44% tanpa pemupukan dan 31.31%, 85.50%
dengan pemupukan (Abdullah 2012).
Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan tumbuhan jenis serealia yang
potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan pada daerah-daerah marginal
dan kering di Indonesia. Pemilihan sorgum sebagai pakan utama pada lahan
marjinal merupakan solusi terbaik dalam penyediaan hijauan bagi ternak
ruminansia. Jahanzad et al. (2013) menyatakan produktifitas hijauan sorgum lebih
tinggi pada sistem irigasi menengah dan kepadatan bibit yang rendah. Sorgum juga
memiliki biomassa yang lebih besar dibandingkan dengan jagung (Rocateli et al.
2012). Potensi produktifitas sorgum pada lahan marginal sebagai hijauan

2
ruminansia juga harus didukung dengan jenis bibit yang memiliki kualitas yang
baik.
Citayam dan Brown midrib (BMR) 3.6 merupakan beberapa jenis sorgum
hasil mutasi genetik yang memiliki sifat agronomi unggul. Waktu untuk pemanenan
sorgum harus disesuaikan dengan tujuan produksi, terdapat perbedaan kandungan
nutrisi hijauan sorgum pada usia vegetatif, awal generatif, hingga pengisian bulir.
Perbedaan umur panen akan memberikan informasi mengenai nutrisinya, sehingga
dapat dipilih umur panen sorgum yang cocok untuk sumber hijauan utama.
Melimpahnya produksi sorgum saat panen sehingga dibutuhkan metode
pengawetan agar menjamin ketersedian hijauan pakan secara kontinuitas. Silase
adalah metode pengawetan hijauan berdasar pada fermentasi asam laktat di bawah
kondisi anaerob.
Teknik silase dapat meminimalkan kehilangan nutrien dari pemanenan
hingga penyimpanan. Bakteri asam laktat (BAL) yang terdapat pada hijauan terlibat
dalam fermentasi karbohidrat larut air menjadi asam laktat dan asam asetat. Sebagai
hasilnya level pH silase menurun sehingga aktivitas mikroba pembusuk silase dapat
dihambat. Hal ini akan menjaga silase tetap awet dalam jangka waktu yang lama.
BAL dengan populasi 106 CFU g-1 pada silase akan meningkatkan stabilitas silase
setelah terkena paparan udara (7 hari) dan memberikan kontribusi dalam
mempertahankan nilai nutrisi silase dari waktu ke waktu (Tabacco et al. 2011) dan
menghambat aktivitas mikroorganisme yang tidak diinginkan (Keles dan Demirci
2011). Penambahan BAL seperti Lactobacillus plantarum dan karbohidrat larut air
pada silase akan lebih memperbaiki kulitas silase (Lima et al. 2011) dan
mempertahankan protein selama fermentasi sehingga meningkatkan pertumbuhan
mikroba rumen in vitro (Contreras-Govea et al. 2013).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas silase hijauan sorgum
verietas Citayam dan galur BMR 3.6 pada umur panen yang berbeda dan
mengevaluasi efektifitas campuran legum sebagai pengganti konsentrat pada pakan
berbasis silase hijauan sorgum secara in vitro pada cairan rumen sapi potong.

Manfaat Tujuan
Penggantian konsentrat dengan campuran legum dan penyediaan silase
hijauan sorgum varietas unggul pada umur panen yang tepat diharapkan dapat
menjadi suatu alternatif permasalahan pengembangan peternakan ruminansia pada
lahan marjinal.

3

2 MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrostologi untuk pembuatan
silase, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah untuk percobaan fermentabilitas
dan kecernaan in vitro, dan Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi untuk
penghitungan populasi mikroba, Departeman Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Bioteknologi LIPI
Cibinong untuk analisis proksimat silase, Laboratorium Kimia Pusat Studi Pangan
dan Gizi untuk analisis VFA parsial, Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta. Waktu
penelitian berlangsung pada bulan Februari 2014- Mei 2015.

Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah cairan rumen segar sapi
potong berfistula yang berasal dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di
Cibinong, L. plantarum (1A-2) 1010 CFU ml-1 dari LIPI, tepung I. zollingeriana sp.
umur 60 hari, tepung lamtoro dan gamal umur 90 hari dari laboratorium Agrostologi
INTP, hijauan sorgum vareitas Citayam dan galur BMR 3.6 umur 85, 95 dan 105
hari dari penanaman di Cikabayan, bahan pakan konsentrat Bogor, larutan
McDougall dengan pH 6.5-6.9, H2SO4 0.005 N, H2SO4 15%, NaOH 0.5 N, HCl 0.5
N, pepsin HCl 0.2%, HgCl2 jenuh, Na2CO3 jenuh, CO2, vaselin, H3BO3
berindikator, plastik kemasan, label, aquadest. Peralatan yang digunakan dalam
penelitian adalah seperangkat alat pembuatan silase, fermentasi dan kecernaan in
vitro, serta peralatan perhitungan populasi mikroba rumen.

Prosedur Penelitian
Percobaan Silase
Hijauan sorgum Citayam dan BMR 3.6 dipanen 10 cm dari tanah pada umur
85, 95, 105 hari, kemudian seluruh bagian hijauan dipotong spanjang 3-5 cm
menggunakan mesin Chopper. Potongan hijauan sorgum kemudian dianginkan
dalam ruangan selama 24 jam hingga kadar air menurun hingga 30%. Inokulan L.
plantarum ditambahkan sebanyak 1% dengan populasi 1 x 1010 CFU ml-1 pada tiap
potongan hijauan sorgum seberat 1500 g. Pembuatan silase menggunakan toples
ukuran 1500 g, setelah pemadatan potongan hijauan sorgum, toples ditutup rapat
hingga kedap udara agar menjaga kondisi anaerob dan disimpan selama 28 hari.
Pemanenan silase dilakukan setelah penyimpanan selama 28 hari. Silase
dibuka untuk pengamatan karakteristik fisik silase berupa aroma, bau dan warna,
kemudian suhunya diukur menggunakan termometer selama 1 menit. Silase yang
terkontaminasi dengan jamur ditandai dengan lapisan putih pada bagian silase
dipisahkan dan ditimbang untuk mendapatkan data persentase keberadaan jamur.
Silase kemudian ditimbang bobot keseluruhannya.
Silase diambil sebagian untuk pengamatan karakteristik fermentatif silase
berupa pH, proksimat dan nilai Fleigh. Pengukuran pH silase menggunakan pH

4
meter. Silase segar seberat 10 gram dicampur dengan 100 ml aquadest kemudian
dihaluskan menggunakan blender hingga halus, kemudian disaring untuk
memisahkan cairan dan ampas silase. Cairan diukur menggunakan pH meter selama
1 menit. Pengukuran proksimat silase mengacu pada AOAC (2007). Nilai Fleigh
diukur untuk mengetahui kualitas silase menggunakan parameter pH dan bahan
kering silase menggunakan persamaan Idikut et al. (2009).
Semua parameter silase akan diberikan poin berdasarkan nilai rataan tiap
perlakuan agar didapatkan satu kombinasi silase terbaik pada sorgum Citayam dan
BMR 3.6 pada umur panen berbeda. Kombinasi silase yang terbaik akan dilanjutkan
sebagai sumber hijauan pada percobaan in vitro.
Percobaan in Vitro
Cairan rumen segar sapi potong berfistula yang digunakan berasal dari LIPI
Cibinong. Termos diisi dengan air panas hingga mencapai suhu 39 ºC. Air di dalam
termos dibuang saat cairan rumen akan dimasukkan. Isi rumen diambil dan disaring
dengan menggunakan kain penyaring kasa, kemudian dimasukkan ke dalam termos.
Cairan rumen dalam termos tersebut segera dibawa ke laboratorium.
Percobaan fermentasi dan kecernaan in vitro dilakukan dengan menggunakan
metode Tilley dan Terry (1963). Sebanyak 0.5 g sampel perlakuan, 40 ml larutan
McDougall dan 10 ml cairan rumen dimasukkan ke dalam tabung fermentor dengan
dialiri gas CO2 selama 30 detik dan ditutup dengan menggunakan tutup karet
berventilasi. Tabung fermentor tersebut dimasukkan ke dalam shaker water bath
dengan suhu 39 °C dan diinkubasi selama 4 jam untuk fermentasi. Setelah waktu
inkubasi tersebut, tabung fermentor diambil dan tutup karetnya dibuka untuk
mengambil cairan sebanyak 0.05 ml sebagai sampel bakteri total. Perhitungan
populasi bakteri total menggunakan metode Ogimoto dan Imai (1981). Media Brain
heart infusion (BHI) dibuat dengan cara mencampur tepung BHI dengan bahan
sumber nutrien mikroba lainnya, kemudian dimasukkan ke dalam botol yang telah
di autoklaf. Campuran tersebut dipanaskan perlahan-lahan dengan dialiri gas CO2
sampai terjadi perubahan warna dari coklat menjadi merah dan berubah lagi
menjadi coklat muda, kemudian didinginkan. Selanjutnya media dimasukkan ke
dalam tabung Hungate masing-masing sebanyak 5 ml yang sebelumnya telah diisi
agar Bacto sebanyak 0.15 g, kemudian media disterilkan dalam otoklaf (suhu 121
ºC, 15 menit, tekanan 1 atm). Media yang siap digunakan untuk pembiakan bakteri,
dimasukkan ke dalam penangas air (suhu 47 ºC).
Cairan dalam tabung diambil lagi 0.5 ml sebagai sampel populasi protozoa
dan dicampur dengan 2 ml larutan fiksasi. Larutan fiksasi terdiri atas 20 ml 35%
formaldehyde, 180 ml dd H2O, 0.12 g methylgreen dan 1.6 g NaCl. Jumlah populasi
protozoa dihitung dengan Fuch Rosenthal Counting Chamber (4 mm x 4 mm x 0.2
mm). Cairan dalam tabung diukur pH-nya menggunakan pH meter.
Cairan pada tabung fermentor diambil 1 ml untuk analisis VFA parsial yang
ditambah H2SO4 menggunakan alat gas kromatografi (GC). Sebanyak 1 ml
supernatan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf serta ditambahkan 0,003 gram
asam sulfo 5 salisilat dihidrat, kemudian dicampur dalam tabung tersebut.
Kemudian tabung Eppendorf disentrifus selama 10 menit pada 12000 RPM dan
suhu 7 °C. Sampel yang terdapat dalam tabung tersebut diinjeksikan ke dalam alat
gas kromatografi (GC). Sistem pemisahan ini berdasarkan pemisahan sifat partisi
dan absorbsi zat terhadap dua fase diam (kolom) dan fase bergerak (gas). Adanya

5
perbedaan partisi atau absorbsi pada kedua fase tersebut memunculkan puncak pada
layar monitor. Dengan membaca kromatogram standar acuan VFA yang
knsentrasinya sudah diketahui maka VFA sampel tersebut dapat diukur (Supelco
2015).
Sisa larutan ditambahkan 1 ml HgCl2 untuk mematikan mikroba rumen
sehingga proses fermentasi terhenti. Campuran dalam tabung fermentor disentrifuse
dengan kecepatan 3000 RPM selama 15 menit dan supernatan yang dihasilkan
digunakan untuk analisa NH3. Sebanyak 1 ml supernatan diambil, dan ditempatkan
di salah satu ujung alur cawan Conway, sisi yang lain ditempatkan 1 ml larutan
Na2CO3 jenuh (tidak boleh bercampur). Larutan asam borat berindikator warna
merah sebanyak 1 ml larutan ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah
cawan Conway. Cawan Conway lalu ditutup rapat hingga kedap udara, larutan
Na2CO3 dicampur dengan supernatan hingga merata dengan cara merotasi dan
menggoyangkan cawan. Lalu cawan didiamkan dalam suhu kamar. Setelah 24 jam,
tutup cawan dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan larutan H2SO4 0.005
N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah. Konsentrasi NH3
dihitung dengan metode Mikrodifusi Conway (GLP 1969).
Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik, tahapan analisis
sama seperti yang dilakukan pada fermentasi in vitro setelah diinkubasi selama 48
jam. Campuran disentrifuse pada kecepatan 3000 RPM selama 15 menit.
Supernatan dibuang, kemudian ke dalam tabung ditambahkan 50 ml larutan pepsin
HCl 0.2%. Inkubasi dilanjutkan 48 jam secara aerob. Sisa pencernaan disaring
menggunakan kertas saring dan dibantu dengan pompa vakum. Hasil saringan
dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dikeringkan di dalam oven 105 °C selama
24 jam untuk mengetahui residu bahan kering dan diabukan dalam tanur 600 °C
selama 6 jam untuk menghitung bahan organiknya

Rancangan Percobaan
Kualitas Silase
Rancangan percobaan yang digunakan pada pengukuran kualitas silase
digunakan rancangan acak lengkap berpola faktorial dengan dua faktor (RAL
faktorial 2 x 3) dengan tiga ulangan (Steel dan Torrie 1997). Faktor A adalah jenis
hijauan sorgum yang digunakan: A1 = Citayam dan A2 = BMR 3.6. Faktor B adalah
umur panen hijauan sorgum: B1 = hijauan sorgum umur 85 hari, B2 = hijauan
sorgum umur 95 hari, B3 = hijauan sorgum umur 105 hari. Model matematika yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = μ + αi + ßj + αißj + εij
Keterangan:
Yij
= respon perlakuan jenis sorgum ke-i dan umur panen hijuan sorgum ke-j
μ
= nilai rataan umum
αi
= pengaruh perlakuan jenis sorgum ke-i
ßj
= pengaruh perlakuan umur panen hijuan sorgum ke-j
αißj
= interaksi perlakuan jenis sorgum ke-i dan umur panen sorgum ke-j
εij
= galat untuk ransum ke-i dan umur panen sorgum ke-j
i
= 1, 2
j
= 1, 2, 3

6

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah karakteristik awal bahan
seperti kandungan bahan kering dan protein kasar. Karakteristik fisik diamati secara
deskriftif meliputi aroma, tekstur, warna, dan persentase jamur. Karakteristik
fermentatif meliputi pH, proksimat (AOAC 2007), dan nilai Fleigh (Idikut et al.
2009) dengan persamaan:
NF = 220 + (2 X % Bahan kering – 15) – (40 X pH)
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA).
Jika terdapat interaksi, akan diuji lanjut dengan uji jarak Duncan. Jika salah satu
faktor berbeda nyata, jenis sorgum akan diuji lanjut dengan uji T dan umur panen
akan diuji lanjut dengan polinomial ortogonal (Steel dan Torrie 1997).
Fermentabilitas dan Kecernaan in Vitro
Rancangan percobaan yang digunakan pada fermentabilitas dan kecernaan
dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok berpola faktorial dengan dua
faktor (RAK faktorial 2 x 2) (Steel dan Torrie 1997). Faktor A adalah jenis ransum
yang diformulasikan isoprotein: A1 = konsentrat, A2 = campuran legume. Pakan
terdiri dari 30% ransum iso protein sapi jantan dengan bobot 250-300 kg dengan
pertambahan bobot badan 0.75-1 kg hari-1 berdasarkan tabel kebutuhan nutrien
ternak ruminansia pada negara berkembang (Kearl 1982) dengan 10.69-11.69% PK
dan 57.33-66.67% TDN. Faktor B adalah 70% silase sorgum: B1 = silase sorgum
varietas Citayam, B2 = silase sorgum galur BMR 3.6 (Tabel 1).
Table 1 Komposisi dan kandungan nutrien silase sorgum dan ransum
Bahan
Sorgum
Leucaena leucocephala
Indigofera sp.
Gliricidia sepium
Dedak
Ampas tahu
Urea
Premix
Komposisi nutrien
Bahan kering
Protein kasar
Serat kasar
Lemak kasar
Bahan ekstrak tanpa Nitrogen
Total digestible nutrien
Kalsium
Fospor
Abu

citayam

BMR 3.6
%

70.00
3.00
5.00
21.50
0.50
90.01
11.20
27.99
1.51
51.89
61.34
0.57
0.49
6.91

70.00
1.26
28.00
0.24
0.50
(%)
90.25
11.48
29.95
3.51
48.78
62.37
0.38
0.37
6.20

70.00
16.00
3.00
10.50
0.50

70.00
4.00
25.33
0.17
0.50

89.99
11.96
27.40
2.06
52.09
62.97
0.56
0.49
5.99

87.46
11.47
27.59
3.73
48.92
62.23
0.36
0.36
5.37

7

Percobaan diulang sebanyak 3 kali sebagai kelompok berdasarkan perbedaan
waktu pengambilan cairan rumen sapi potong. Model matematika yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Yijk = μ + τi + αj + ßk + αjßk + εijk
Keterangan:
Yijk = nilai pengamatan cairan rumen ke-i, ransum ke-j dan silase sorgum
ke-k
μ
= nilai rataan umum
τi
= pengaruh cairan rumen ke-i
αj
= pengaruh perlakuan ransum ke-j
ßk
= pengaruh perlakuan silase sorgum ke-k
αjßk = interaksi perlakuan ransum ke-j dan silase sorgum ke-k
εijk
= galat untuk cairan rumen ke-i, ransum ke-j, dan silase sorgum ke-k
i
= 1, 2, dan 3
j/k
= 1 dan 2.
Peubah yang diamati pada penelitian adalah:
1. Derajat keasaman cairan rumen (pH) diukur setelah 4 jam inkubasi, tabung
fermentor dibuka lalu diukur menggunakan pH meter.
2. Konsentrasi NH3 (Amonia) yang diukur dengan menggunakan metode
Mikrodifusi Conway (GLP 1969) dengan rumus:
ml H2SO4 x N H2SO4 1000
Konsentrasi NH3 (mM) =
Berat ransum x %BK Ransum
3. Kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) yang diukur
dengan metode Tilley dan Terry (1963) dengan rumus:
KCBK (%) =

BK sampel g - (BK residu g - BK Blanko g )

x 100%

KCBO (%) =

BO sampel g - (BO residu g - BO Blanko g )

x 100%

BK sampel g

BO sampel g

4. Konsentrasi VFA parsial diukur menggunakan alat gas kromatografi (GC)
dengan persamaan:
VFA (mM) =

(Area VFA contoh / Area VFA standar) x 1000
Bobot molekul

5. Total populasi protozoa dan bakteri (Ogimoto dan Imai 1981), menggunakan
rumus:
Jumlah protozoa ml-1= N x 1/0.0032 x FP
Keterangan:
N = jumlah koloni protozoa terhitung dalam 16 chamber
FP = faktor pengenceran

8
Populasi bakteri CFU ml-1 =
Keterangan: n = tabung ke-n

Jumlah koloni
-n

0.05 x 10 x 0.1

6. Produksi gas methan dengan persamaan Moss et al. (2000) dengan rumus:
CH4 = 0.45 (asetat) - 0.275 (propionat) + 0.40 (butirat)
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA).
Jika terdapat interaksi, akan diuji lanjut dengan uji jarak Duncan. Jika salah satu
faktor berbeda nyata, ransum dan silase sorgum akan diuji lanjut dengan uji T (Steel
dan Torrie 1997).

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik dan Nutrisi Silase
Karakter fisik pada silase berupa aroma, tekstur, warna, keberadaan jamur,
dan suhu menunjukkan nilai yang baik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
fermentasi silase berjalan dengan baik (Tabel 2).
Table 2 Karakter fisik silase sorgum pada umur panen berbeda
Parameter

Jenis sorgum

Citayam
BMR 3.6
Rataan
Citayam
Warna2
BMR 3.6
Rataan
Citayam
Tekstur3
BMR 3.6
Rataan
Citayam
Jamur (%)
BMR 3.6
Rataan
Citayam
Suhu (oC)
BMR 3.6
Rataan
Aroma1

1

85
3.00
2.50
2.75
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
4.62
30.19
17.40
24.17
24.50
24.33

Umur panen (hari)
95
3.00
2.67
2.83
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
0.06
3.29
1.67
25.17
24.83
25.00

105
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
1.40
1.94
1.67
25.33
25.67
25.50

Rataan
3.00
2.72
2.86
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
3.00
2.03
11.80
6.91
24.89
25.00
24.94

Aroma asam khas silase; 2Warna khas silase kuning kehijauan; 3Tekstur silase remah dan tidak
berlendir (McDonald et al. 2010); Bobot nilai 1-3, semakin tinggi nilai semakin bagus.

9
Aroma pada silase kedua jenis sorgum yang dipanen pada umur 105 hari
memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan silase sorgum yang dipanen
pada umur 85 dan 95 hari. Hal ini dikarenakan keberadaan jamur pada silase sorgum
dibawah umur 105 hari lebih tinggi. Semua silase beraroma asam khas silase.
Warna silase pada semua jenis dan umur panen sorgum memiliki nilai yang
sama. Semua silase berwarna kuning kehijauan. Warna kuning kehijauan
mengindikasiakan silase berkualitas baik. Tekstur semua silase jenis dan umur
panen sorgum memiliki nilai yang sama, tidak terdapat lendir pada seluruh bagian
silase, lepas tidak menggumpal, dan mudah untuk di patahkan. McDonald et al.
(2010) menyatakan tampilan visual yang baik, bau dan warna khas asam silase, dan
pH rendah (3.9-4.1) mengindikasikan silase terfermentasi dengan baik.
Keberadaan jamur pada silase BMR lebih banyak dibandingkan dengan silase
Citayam. Waktu panen 85 hari pada semua sorgum memiliki jumlah persentase
jamur yang tinggi dibandingkan dengan umur panen 95 dan 105 hari. Silase yang
terkontaminasi jamur diindikasikan dengan adanya struktur filamen besar dan spora
berwarna yang diproduksi oleh berbagai jamur. Jamur berkembang pada bagian
silase yang terpapar oleh oksigen. Selama penyimpanan, perkembangan jamur
biasanya hanya terdapat pada lapisan permukaan silase, tetapi selama terjadi
paparan oksigen, seluruh bagian silase dapat berjamur. Rendahnya kualitas bahan
baku dan kesalahan manajerial mungkin bertanggung jawab dalam pertumbuhan
jamur anaerob dan mikroaerob toleran-asam, serta mikroorganisme lainya yang
tidak diinginkan (Cheli et al. 2013).
Kondisi penyimpanan yang buruk dapat menyebabkan kontaminasi jamur
dan produksi mikotoksin (Keller et al. 2013). Kecenderungan umum dibanyak
negara Aspergillus spp, Penicillium spp, dan Fusarium spp merupakan jamur yang
mencemari silase (Cheli et al. 2013). Proses ensilase dapat menjadi vektor beberapa
mikroorganisme yang tidak diinginkan yang dapat menggangu penyimpanan silase
dan berpengaruh terhadap performa ternak. Penggunaan beberapa bahan aditif
dapat membantu mengoptimalkan fermentasi dan pengawetan silase, dan
mempertahankan nilai nutrisi dari hijauan (Duniere et al. 2013). Inokulan mikroba
memiliki potensi untuk meningkatkan nilai bahan pakan sorgum (Thomas et al.
2013). Sedikitnya keberadaan jamur pada sorgum yang dipanen lebih dari 95 hari
karena penambahan L. plantarum yang lebih efektif digunakan pada tahap lanjut
dari pematangan sorgum. Penggunakan inokulan paling efisien untuk silase sorgum
saat konsentrasi karbohidrat struktural lebih tinggi, sehingga sorgum harus dipanen
pada tahap yang lebih lanjut dari proses pematangan (Thomas et al. 2013).
Rataan suhu pada semua jenis dan umur panen silase sorgum berada pada
suhu normal. Suhu silase ini termasuk dalam suhu normal pada silase yang
disimpan lebih dari dua minggu. Menurut Chiba et al. (2005), Pada fase pertama
proses silase suhu akan meningkat hingga 32 oC akibat proses respirasi hijauan yang
mengonsumsi oksigen. Suhu tersebut akan bertahan hingga 4 hari setelah
pengemasan silase. Saat fase keempat silase, produksi asam laktat berlanjut hingga
dua minggu dan suhu silase menurun secara lambat hingga stabil pada suhu normal
atmosfer yaitu 20 oC.
Berdasarkan Tabel 3, silase memiliki pH yang rendah 3.78. Perbedaan jenis
sorgum dan umur panen hijauan sorgum berpengaruh terhadap nilai pH. Semua
jenis sorgum menunjukkan nilai pH yang baik saat dipanen di atas umur 95 hari
(P