Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kognitif pada Pasien Skizofrenia

menggunakan uji kognitif sebagai berikut: MMSE, Spatial Recognition Span, Verbal Fluency, Stroop Test A and B-abbreviated version, dan versi komputer Wisconsin Card Sorting Test. Mereka menjumpai skor MMSE dari pasien-pasien skizofrenik adalah 26,75±2,83, dibandingkan skor MMSE dari subjek sehat adalah 28,07±1,89 p=0,015. Gupta et al, 9 Brodaty et al, pada tahun 2003 menjumpai bahwa skor MMSE, tahun menjalani pendidikan, usia, skor dari Scale for the Assessment of Negative Symptoms, dan skor pada Brief Psychiatric Rating Scale, berbeda secara signifikan ketika mereka melakukan penelitian pada 85 pasien skizofrenik dengan usia sedikitnya 55 tahun, dan mereka membagi pasien kepada dua kelompok berdasarkan status tempat tinggalnya. 10 Palmer et al, pada tahun 2003 melakukan penelitian pengamatan selama 5 tahun pada 27 pasien skizofrenik awitan lanjut dan membandingkannya dengan 34 kontrol normal. Mereka menggunakan instrumen standar: Global Assessment of Functioning, Instrumental Activities of Daily Living, Activities of Daily Living, Clinical Dementia Rating, MMSE, Cognitive Decline Scale, Cambridge Mental Disorders of the Elderly Examination, dan Hachinski Ischemia Scale. Pemeriksaan neurologik dan pemindaian Magnetic Resonance Imaging juga dilaksanakan pada penilaian baseline. Setelah 5 tahun, mereka menjumpai skor rerata MMSE menurun 6,5 poin sementara kontrol tetap stabil. 11 Berdasarkan penelitian sebelumnya, dan sepanjang pengetahuan peneliti bahwa belum pernah dilakukan sebelumnya penelitian tentang hal tersebut di publikasikan di Indonesia, maka peneliti berminat melaksanakan penelitian untuk mengetahui gambaran jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, dan durasi penyakit terhadap fungsi kognitif pada pasien skizofrenik dengan menggunakan mini-mental state exam. pada tahun 2005 membandingkan tiga kelompok dari pasien-pasien berusia tua yang terdiri dari skizofrenik, penyakit alzheimer, dan diabetes mellitus. Mereka menggunakan MMSE untuk menilai tingkat hendaya kognitifnya. Hasilnya adalah skor MMSE berbeda secara signifikan pada pasien skizofrenia, penyakit alzheimer, dan diabetes mellitus.

I.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: • Bagaimanakah gambaran jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, dan durasi penyakit terhadap fungsi kognitif pada pasien skizofrenik dengan menggunakan mini-mental state exam? Universitas Sumatera Utara

I.3. Tujuan Penelitian

• Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran fungsi kognitif pada pasien skizofrenik dengan menggunakan mini-mental state exam. • Tujuan khusus Untuk mengetahui gambaran jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, dan durasi penyakit terhadap fungsi kognitif pada pasien skizofrenik dengan menggunakan mini-mental state exam.

I.5. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pemahaman kepada ahli kedokteran jiwa tentang gambaran jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, dan durasi penyakit terhadap fungsi kognitif pada pasien skizofrenik. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pemahaman kepada pasien tentang gambaran jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, dan durasi penyakit terhadap fungsi kognitifnya. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pemahaman kepada keluarga pasien tentang gambaran jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, dan durasi penyakit terhadap fungsi kognitif pada pasien skizofrenik. 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan untuk industri farmasi agar dapat dilakukan pengembangan farmakoterapi untuk fungsi kognitif pasien skizofrenik di kemudian hari. 5. Hasil penelitian ini juga dapat dilanjutkan untuk bahan penelitian lanjutan yang sejenis atau penelitian lain yang memakai penelitian ini sebagai bahan acuannya. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Kognitif pada Pasien Skizofrenia

Menurut Andreasen seperti yang dikutip oleh Tuulio-Henriksson, 12 skizofrenia adalah gangguan psikiatrik berat dengan etiologi yang multifaktorial dan kompleks. Prevalensi skizofrenia sekitar 1 di seluruh dunia. Awitan dari gangguan ini, muncul biasanya di usia muda, namun bisa terlihat di segala usia. Risiko penyakitnya sama pada wanita dan pria, tapi pria cenderung memiliki awitan yang lebih awal di bandingkan wanita, dan penyakitnya sering lebih berat pada pria. Tidak ada hanya satu tanda atau gejala untuk mendefinisikan skizofrenia. Gambaran kliniknya heterogen dan di ekspresikan pada beberapa subtipe gangguannya. Usia puncak awitannya adalah 10 hingga 25 tahun untuk pria, dan 25 hingga 35 tahun untuk wanita. Sekitar 90 persen pasien yang mendapat penatalaksanaan skizofrenia adalah diantara 15 hingga 55 tahun. 13 Skizofrenia juga telah di karakteristikkan oleh defisit fungsi eksekutif, perhatian, memori, dan intelektual umum. 14 Dalam gambaran klinik awal skizofrenia yang di buat oleh Kraepelin, beliau mengatakan, “Efisiensi mental selalu menghilang ke derajat yang cenderung besar. Pasien mengalami distraksi, tidak perhatian...mereka tidak bisa menyimpan pikirannya.” 15 Satu hal yang merupakan perubahan paling penting dalam konsep skizofrenia belakangan ini telah ada pemahaman ulang bahwa hendaya kognitif merupakan bagian dari gangguannya. 16 Secara tradisional, hendaya kognitif signifikan hanya pada pasien dengan skizofrenia yang mengalami perburukan di usia tua. Bagaimanapun, selama 25 tahun belakangan ini, bukti telah berkembang untuk menantang pandangan ini. Telah menjadi bukti bahwa hendaya kognitif yang nyata, faktanya, merupakan suatu pola dan seringnya muncul sebelum awitan penyakit ini. Salah satu jalur yang muncul dari badan sel di area tegmental ventral tapi berproyeksi ke korteks prefrontal di ketahui sebagai jalur dopamin mesokortikal. Cabang jalur ini menuju korteks prefrontal di hipotesiskan meregulasi kognisi dan fungsi eksekutif, dimana cabang yang menuju bagian ventromedial dari korteks prefrontal di hipotesiskan meregulasi emosi dan afek. Peran sebenarnya dari jalur dopamin mesokortikal dalam mediasi gejala skizofrenia masih dalam perdebatan, tapi banyak peneliti percaya bahwa gejala kognitif dan negatif bisa karena defisit aktivitas dopamin pada proyeksi mesokortikal ke korteks prefrontal dorsolateral, dimana gejala afektif dan negatif lain dari skizofrenia bisa karena defisit aktivitas dopamin pada proyeksi mesokortikal ke korteks prefrontal 17 Universitas Sumatera Utara ventromedial. 18 Disfungsi prefrontal telah di dalilkan menjadi sesuatu yang penting terhadap kesulitan kognitif yang bermanifestasi pada skizofrenia. Pasien-pasien skizofrenik telah di jumpai memiliki kemampuan yang jelek pada tugas fungsi prefrontal seperti Wisconsin Card Sorting Test dan kelancaran semantik. Pada neurotransmiter, keluarga D 19 1 reseptor dopamin cenderung lebih terlibat secara langsung pada kognisi daripada keluarga D 2 reseptor dopamin, yang diteliti untuk perannya pada psikosis. Keluarga D 1 dari reseptor dopamin berlokasi pada densitas yang relatif tinggi di dendrit distal dari neuron-neuron piramidal korteks prefrontal. Untuk serotonin, terdapat sekitar 15 reseptor serotonin untuk sistem serotonin, 5-HT 1A , 5-HT 2A , dan 5-HT 6 telah di identifikasi sebagai sesuatu yang berpotensial penting terhadap kognisi. Karena glutamat juga terlibat secara kuat dalam modulasi long-term potentiation, suatu model untuk pembelajaran dan memori, maka glutamat juga cenderung terlibat dengan kognisi dan neuroplastisitas manusia. Dengan melakukan modulasi glutamat secara farmakologi mendukung untuk memperbaiki kognitif. Sistem glutamat, khususnya komponen dependen N-methyl-D-aspartate NMDA, adalah kompleks dan menawarkan berbagai sasaran untuk kemungkinan peningkatan kognitif pada skizofrenia. Peningkatan kecil pada transmisi glutamat NMDA-dependen bisa meningkatkan kognitif, namun bila aktivitas sinaptik meningkat terlalu banyak, bisa menghasilkan neurodegenerasi. Data praklinik menyarankan bahwa asetilkolin memainkan peran penting pada kognisi. Reseptor-reseptor nikotinik berlokasi pada densitas tertinggi di hipokampus manusia dan sepertinya penting dalam aktivitas dari hipokampus. Reseptor-reseptor ini merupakan reseptor ionotropik, memiliki reseptor pentamerik, dan juga memiliki subunit α contohnya, α 2 hingga α 9 dan β contohnya, β 2 hingga β 4 . Reseptor-reseptor nikotinik yang paling lazim adalah α 4 β 2 , yang merupakan reseptor dengan afinitas yang tinggi, dan α 7 , yang merupakan reseptor nikotinik dengan afinitas yang rendah. Reseptor-reseptor nikotinik sepertinya melakukan modulasi terhadap pelepasan neurotransmiter, jadinya memperbaiki kognisi, yang artinya reseptor nikotinik adalah reseptor modulator berkenaan kepada kognisi. Penelitian menunjukkan bahwa reseptor-reseptor muskarinik M 1 , yang berlokasi dalam konsentrasi yang tinggi pada kompleks kolinergik basal dan sekitar nukleus dari jalur kortikal-Meynert, berkurang pada korteks prefrontal pasien-pasien dengan skizofrenia. Jalur kortikal-Meynert merupakan rute dimana asetilkolin diantar ke neokorteks untuk melakukan modulasi aktivitas neuronal di neokorteks. Reseptor-reseptor berlokasi sepanjang korteks limbik, neokorteks, dan regio subkortikal. Bagaimanapun, lesi jalur kolinergik menghasilkan defisiensi kognitif, yang terlibat pada mekanisme demensia di penyakit Alzheimer. Sistem γ-amino butyric acid GABA sebelumnya telah di investigasi untuk penatalaksanaan tardive dyskinesia. Saat itu, pengukuran kognisi tidak dipertimbangkan, yang telah membatasi jumlah data terhadap efek Universitas Sumatera Utara agonis GABA pada kognisi orang-orang degan skizofrenia. Penelitian yang dilakukan oleh Lewis et al menunjukkan peningkatan produksi reseptor GABA, khususnya subunit α 2 , pada korteks prefrontal jaringan otak pasca kematian dari kasus-kasus skizofrenia. Berdasarkan data tersebut, seseorang bisa memprediksikan bahwa agonis GABA yang menunjukkan afinitas pada subunit α 2 dari reseptor GABA akan memiliki aktivitas meningkatkan kognitif pada skizofrenia. Beberapa pandangan yang kontras tentang perjalanan fungsi kognitif pada skizofrenia masih ada. Pandangan yang pertama menyarankan bahwa defisit kognitif menjadi memburuk secara progresif selama durasi penyakitnya. Setelah awitan yang perlahan-lahan, fungsi intelektual pasien emnjadi lemah dan kemampuan sosial menjadi kasar. Pandangan yang kedua menyarankan defisit kognitif, sekali muncul, akan relatif stabil. 20 15

II.2. Mini-Mental State Exam