INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

(1)

INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE

:

STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN

YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh:

MARI WARDHANI

NIM F0305076

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul

INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE

:

STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN

YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Telah disetujui dan diterima oleh pembimbing untuk diajukan kepada tim penguji

skripsi.

Surakarta, Juni 2009

Disetujui dan diterima oleh

Pembimbing

Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak.

NIP 19630203 198903 1 006


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh tim penguji skripsi Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi.

Surakarta,

Juli 2009

Tim Penguji Skripsi

1. Sri Suranta, SE, M.Si, Ak.

NIP 19720305 199702 1 001

Ketua

(………..)

2. Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons),

Ph.D, Ak

NIP 19630203 198903 1 006

Pembimbing (………..)

3. Drs. Santoso Tri Hananta, M.Si, Ak.

NIP 19690924 199402 1 001


(4)

MOTTO

“Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?”

(QS Ar Rahman)

Orang yang mudah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan saja orang yang paling mampu membahagiakan diri sendiri;

tetapi juga orang yang mampu berbuat,

orang yang paling sanggup memikul tanggung jawab,

orang yang paling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan,

serta orang yang paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain

(La Tahzan)

Perubahan yang kecil, tampak tak berarti berlangsung secara terus-menerus dan tanpa henti (Kaizen’s).

Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis.

Namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain

holistic yang sempurna.

Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil

apa pun yang terjadi karena kebetulan.

Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan.

Diinterpretasikan dari pemikran agung Harun Yahya

Dalam buku Sang Pemimpi-Andrea Hirata


(5)

BE THANKFUL

Be thankful that you don’t already have everything you desire.

If you did, what would there be to look forward to? Be thankful when you don’t know something,

for it gives you the opportunity to learn. Be thankful for difficult times.

During those times you grow. Be thankful for your limitations,

because they give you opportunities for improvement.

Be thankful for each new challenge, because it will build your strength and character.

Be thankful for your mistakes.

They will teach you valuable lessons. Be thankful when you’re tired and weary, because it means you’ve made a difference.

It’s easy to be thankful for the good things. A life of rich fulfillment comes to those who

are also thankful for the seatbacks. Gratitude can turn a negative into a positive.

Find a way to be thankful for your troubles, and they can become your blessings.


(6)

PERSEMBAHAN

I d e d ica t e t h is r e se a r ch f o r

”My Lovely Family”

Thank’s Allah to give me a lovable family

&

Aku bangga pernah menjadi bagian dari....

Almamater-ku


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,

karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “

INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE

: Studi Empiris

Pada Perusahaan-perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, sebagai

tugas akhir guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas

dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini

mengucapkan terima kasih kepada:

1.

Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret.

2.

Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

Makasih banyak Pak

....

3.

Bapak Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak. selaku

pembimbing skripsi atas semua kritik, saran, dan perhatianya yang sangat

membantu penulis untuk mencapai hasil yang terbaik.

Matur nuwun

karena Bapak telah percaya pada saya dan selalu mengajarkan untuk

selalu berusaha serta yakin kalau saya bisa. Maaf juga ya Pak kalau saya

termasuk anak bimbingan bapak yang ”kesed” dan sering ”ngeyel”.

4.

Bapak dan ibu dosen, serta karyawan FE UNS, terimakasih-ku ucapkan

atas semua ilmu yang telah diajarkan...


(8)

5.

Keluargaku (

my parent’s & adek-q

) yang selalu memberikan dukungan,

kepercayaan, dan doa-doa yang selalu terpanjatkan.

Inilah salah satu

wujud baktiku...

6.

The Djoko’s family S1 (Sari, Laras, Uli, Anggi), makacih...makacih...

buat

semua bantuan &

sharing

serta canda

...luv u all girls

.

7.

Manda, Intan, & Ayu, sahabat2q.

Makasih buat semua yang kita bagi

bersama.

Especially 4 Tanti, thx’s buk…

buat

share

ide dan dengan sabar

ngadepin aku….

8.

Temen2 yang paling ngerti di segala kondisi diri-q...Pondok Putri Anita

Family’s;

mbak may, mbak ‘nja, lilih, windy, tya, ardhi, dian

...

9.

’cEnGoh coMmuniTy’Akuntansi 2005

yang dah setia nemenin kompre &

bikin aku kuat....tak lupa

adek2’06

, makasih buat semua semangatnya....

10.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu (

Thanks a lot)

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

kritik dan saran yang dari semua pihak, penulis harapkan demi perbaikan yang

berkelanjutan.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.

Alhamdulillahirobbil’alamin.

Surakarta, Juni 2009


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI ………

ABSTRACT ………...

HALAMAN PERSETUJUAN ………...

HALAMAN PENGESAHAN ………...

HALAMAN MOTTO ………...

HALAMAN PERSEMBAHAN ………...

KATA PENGANTAR ………...

DAFTAR ISI ………...

DAFTAR TABEL ……….

DAFTAR GAMBAR ………...

DAFTAR LAMPIRAN………...

BAB I. PENDAHULUAN ………...

A.

Latar Belakang Masalah ………...

B.

Perumusan Masalah ………

C.

Tujuan Penelitian ………

D.

Manfaat Penelitian ………..

E.

Sistematika Laporan ………...

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN

HIPOTESIS...

ii

iii

iv

v

vi

viii

ix

x

xiv

xv

xvi

1

1

6

6

7

8

9


(10)

A.

Landasan Teori………...

1.

Annual Report

dan Pengungkapan………...

2.

Intellectual Capital Disclosure

………..

3.

Karakteristik Perusahaan………

4.

Variabel Kontrol………...

B.

Skema Konseptual...

C.

Penelitian

Terdahulu

dan

Pengembangan

Hipotesis...

BAB III. METODE PENELITIAN ………...

A.

Desain Penelitian...

B.

Populasi, Sampel, dan Teknik Sampel...

C.

Pengukuran Variabel...

D.

Sumber

Data

dan

Metode

Pengumpulan

Data...

E.

Metode Analisis Data...

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………...

A.

Deskripsi Data...

1.

Seleksi Sampel...

2.

Descriptive Statistic

...

B.

Pengujian Hipotesis...

1.

Analisis

Multiple Regression

...

2.

Analisis

Logistic Regression

...

3.

T-Test

...

9

9

13

22

23

24

24

29

29

29

31

37

39

44

44

44

48

52

52

57

58


(11)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...

A.

Kesimpulan...

B.

Keterbatasan...

C.

Saran...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN...

62

63

63

64


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

II.1

II.2

III.1

III.2

IV.1

IV.2

IV.3

IV.4

IV.5

IV.6

IV.7

IV.8

IV.9

IV.10

Dua Komponen Intellectual Capital...

Area Fokus

Intellectual Asset

...

Item-item

Intellectual Capital

...

Pengukuran Variabel Independen dan Dependen...

Populasi Perusahaan yang Terdaftar di BEI Pada Tahun

2007………...

Seleksi Perusahaan Berdasarkan Pemenuhan Kriteria

Sampel...

Jumlah Perusahaan yang Memenuhi Kriteria...

Sampel Akhir...

Jumlah Frekuensi Pengungkapan Setiap Item

Intellectual

Capital

...

Statistik Deskriptif Perusahaan Sampel…...

Hasil Analisis

Multiple Regression

………...

Hasil Analisis

Logistic Regression

………...

Hasil Analisis

t-test Group Statistic

………..

Hasil Analisis

t-test Independent Sample

………...

20

21

35

37

44

45

46

46

47

49

53

58

59

59


(13)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

Halaman


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Daftar Perusahaan Sampel

Lampiran 2

Hasil Uji Asumsi Klasik

Lampiran 3

Hasil Analisis

Multiple Regression

Lampiran 4

Hasil Analisis

Logistic Regresssion


(15)

INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE

:

STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN

YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

ABSTRAKSI

MARI WARDHANI

F0305076

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keluasan pengungkapan

informasi

intellectual capital

dalam

annual report

yang dikeluarkan oleh

perusahaan-perusaahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian

dilakukan dengan menguji pengaruh karakteristik perusahaan (

size

, profitabilitas,

leverrage

, dan

length of listing on

BEI) sebagai variabel independen, terhadap

intellectual capital disclosure

sebagai variabel dependen, dengan

corporate

governance

(

ownership structure

dan

board composition

) sebagai variabel

kontrol.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 80 perusahaan

yang terdaftar di BEI selama tahun 2007. Sampel ini dipilih dengan menggunakan

metode

porpotional purposive sampling

.

Intellectual capital disclosure

diukur

menggunakan

disclosure score

dan sebanyak 4 hipotesis diuji dalam penelitian

ini menggunakan analisis

multiple regression

.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa rata-rata informasi mengenai

intellectual capital

yang diungkap oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia hanya

sebesar 35%. Ukuran perusahaan dan tingkat profitabilitas merupakan variabel

yang memiliki pengaruh signifikan positif terhadap tingkat keluasan

intellectual

capital disclosure

. Implikasinya, perusahaan-perusahaan dengan nilai total

asset

dan ROA yang tinggi sebaiknya lebih didorong untuk meningkatkan

intellectual

capital disclosure

karena informasi mengenai

intellectual capital

merupakan salah

satu informasi yang paling banyak dipertimbangkan oleh investor, dan akan

mengurangi ”

information gap

” (Bozzolan, Favotto, dan Ricceri, 2003) serta

meningkatkan

shareholder value

(Tayles, Pike, dan Sofian, 2007).

Kata kunci:

intellectual capital disclosure

, karakteristik perusahaan,

annual

report

, Indonesia


(16)

INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE

:

AN EMPIRICAL STUDY IN INDONESIAN LISTING FIRM’S

ON INDONESIAN STOCK EXCHANGE

ABSTRACT

MARI WARDHANI

F0305076

The objective of this research is to analyze the level of intellectual capital

disclosure in annual report provided by listed firm’s on IDX. This research

examine the relationship between intellectual capital disclosure as a dependent

variable and firm’s characteristic (size, profitability, leverage, and length of

listing on IDX) as a independent variable, controlling for corporate governance

factor’s (board composition and ownership structure).

This research used 80 sample of Indonesian listing firm’s 2007 on IDX.

Sample in this research was selected using porpotional purposive sampling

method. Multiple regression analysis used to test 4 hypotesis in this research.

The result suggests that information of intellectual capital that provided

by listed firm’s on average is 35% from disclosure score of intellectual capital.

Firm’s size and profitability are as a positif signifikan variable to the level of

intellectual capital disclosure. The implication is that firm’s with high total asset

and profitability should encouraged to more concern to report their intellectual

capital information because it’s the one of crucial information that considerabled

by investor, to reduce “information gap” (Bozzolan, Favotto, dan Ricceri, 2003),

and to increase shareholder value (Tayles, Pike, dan Sofian, 2007).

Keyword: intellectual capital disclosure, firm’s characteristic, annual report,

Indonesia


(17)

BAB I PENDAHULUAN

Bab pertama dalam penelitian ini akan memapaparkan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan juga manfaat penelitian bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

A. Latar Belakang Masalah

Munculnya industri-industri baru berbasis pengetahuan, menandai adanya perkembangan ekonomi global (Saleh, Rahman, dan Hasan, 2007). Implikasinya, knowledge asset menjadi sangat penting dalam pengkreasian nilai perusahaan daripada faktor produksi fisik karena perusahaan akan selalu berusaha untuk mempertahankan posisinya di pasar, seperti yang diungkapkan oleh PT Semen Gresik Tbk. dalam annual reportnya hal 55.

Dalam tahun 2007, Perseroan melakukan upaya-upaya peningkatan brand image dan loyalitas pelanggan guna mempertahankan posisi market leader, dengan cara mengkomunikasikan keunggulan produk dan layanan kepada masyarakat melalui kegiatan-kegiatan promosi melalui media cetak dan elektronik maupun media lainnya. Selain itu, Perseroan juga melakukan peningkatan penyelesaian keluhan pelanggan dengan memanfaatkan saluran bebas pulsa dan kunjungan langsung di lapangan. Membina hubungan emosional dengan pelanggan melalui temu pelanggan yang diselenggarakan secara rutin merupakan prioritas Perseroan untuk menciptakan heart share di benak pelanggan yang pada akhirnya dapat meningkatkan loyalitas pelanggan.

Pengakuan terhadap kemampuan intellectual capital dalam menciptakan dan mempertahankan keuntungan kompetitif dan shareholder value, juga naik secara signifikan (Tayles, Pike, dan Sofian, 2007). Intellectual capital diakui dapat meningkatkan keuntungan perusahaan yang labanya dipengaruhi oleh inovasi dan knowledge-intensive services (Edvinsson dan Sullivan, 1996). Sebagai contohnya, yaitu kemampuan Microsoft Inc. dalam meningkatkan company’s value. Company’s value Microsoft Inc. bukan dalam tangible asset, melainkan dalam intangible intellectual asset (Edvinsson dan Sullivan, 1996). Seperti yang dikemukakan oleh Mouritsen (1998), yang menyebutkan bahwa intellectual capital menyangkut kapasitas luas pengetahuan yang dimiliki oleh sebuah perusahaan.


(18)

PriceWaterhouseCoopers melakukan survey terhadap instansi-instansi, mengenai tipe kebutuhan investor (Eccles et al., 2001 dalam Bozzolan, Favotto, dan Ricceri., 2003). Diantara sepuluh tipe informasi yang dipertimbangkan sebagai informasi yang paling penting bagi investor, hanya tiga yang merupakan informasi financial (cash flow, earnings, gross margin), dua tipe berupa data internal perusahaan (strategic direction dan competitive landscape), dan lima tipe lain yang dipertimbangkan adalah “intangible” (market growth, quality/experience of the management team, market size and market share, speed to market). Tipe informasi yang paling banyak dipertimbangkan oleh investor pada kenyataannya tidak diungkapkan oleh manajer, hal ini menyebabkan terjadinya “information gap” (Bozzolan et al., 2003).

Lev dan Zarowin (1999) menemukan banyak penelitian yang menunjukkan bahwa model akuntansi yang ada sekarang tidak bisa menangkap faktor kunci dari company’s long term value, yaitu intangible resources. Laporan keuangan dinilai gagal dalam menggambarkan luas cakupan pengkreasian nilai intangible asset (Lev dan Zarowin, 1999), memunculkan peningkatan asimetri informasi antara perusahaan dengan user (Barth, Kasznik, dan McNichols, 2001), dan menciptakan ketidakefisienan dalam proses alokasi sumber daya dalam pasar modal (Li, Pike, dan Haniffa, 2008). Kegagalan akuntansi untuk mengakui secara penuh atas intangible (yang meliputi human resources, customer relationship dan sebagainya), menegaskan klaim bahwa laporan keuangan tradisional telah kehilangan relevansinya sebagai instrumen pengambilan keputusan (Oliveira, Rodrigues, dan Craig, 2008).

Beberapa peneliti telah menemukan adanya gap yang besar antara nilai pasar dengan nilai buku yang diungkapkan oleh perusahaan karena perusahaan-perusahaan tersebut gagal melaporkan “hidden value” dalam laporan tahunannya (Mouritsen, Bukh, dan Marr, 2004). Canibano, Garcia-Ayuso, dan Sanchez (2000) menyebutkan bahwa pendekatan yang pantas digunakan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan adalah dengan mendorong peningkatan informasi intellectual capital disclosure.

Menurut Cerbioni dan Parbonetti (2007), intellectual capital disclosure merupakan bagian dari voluntary disclosure. Beberapa bentuk intellectual capital disclosure merupakan informasi yang bernilai bagi investor, yang dapat membantu mereka mengurangi ketidakpastian


(19)

mengenai prospek ke depan dan memfasilitasi ketepatan penilaian terhadap perusahaan (Bukh, 2003). Intellectual capital disclosure juga dapat menunjukkan kinerja keuangan yang lebih baik (Saleh et al., 2007). Penelitian Keenan dan Aggestam (2001) juga membuktikan bahwa tanggung jawab prudent investment atas intellectual capital tergantung pada tujuan dan karakteristik perusahaan, dan terletak pada corporate governance.

Implementasi intellectual capital merupakan sesuatu yang masih baru, bukan saja di Indonesia tetapi juga di lingkungan bisnis global (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Penelitian tentang praktik intellectual capital disclosure dan pengaruh dari karakteristik perusahaan terhadap praktik intellectual capital disclosure dalam annual report perusahaan publik menarik dilakukan dalam konteks Indonesia (Purnomosidhi, 2006) karena beberapa alasan.

Pertama, sejak tahun 2003, pemerintah telah mencanangkan program pemberian insentif pajak bagi industri/investor yang melakukan proses penelitian dan pengembangan (R&D) untuk mendorong tercapainya target investasi di Indonesia. Di samping itu, dengan semakin meningkatnya aktivitas R&D diharapkan dapat memacu perkembangan industri di berbagai sektor dan meningkatkan perhatian perusahaan terhadap pentingnya intellectual capital, dan pada akhirnya pada intellectual capital voluntary disclosure. Menurut agency theory, keberadaan investor institusional yang relatif kecil dalam struktur kepemilikan dan rendahnya persentase saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dapat menurunkan amount of disclosure karena manajer tidak memiliki insentif yang kuat untuk meyakinkan stakeholder tentang kinerja optimal perusahaan. Dalam kondisi yang sama, menurut signaling theory, kondisi ini tidak memotivasi para manajer untuk memberikan sinyal kepada pasar bahwa mereka menciptakan sumber daya intellectual capital yang tersembunyi (hidden IC resources).

Alasan kedua didasarkan pada survey global yang dilakukan oleh PriceWaterhouseCoopers (Eccles et al., 2001 dalam Bozzolan et al.,2003) dan juga Taylor and As-sociates pada tahun 1998 (Williams, 2001). Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa ternyata isu-isu tentang intellectual capital disclosure merupakan salah satu dari 10 jenis informasi yang dibutuhkan user. Berdasarkan data tersebut, maka perlu diteliti apakah perusahaan publik di BEI tanggap terhadap permintaan informasi yang berkenaan dengan intellectual capital.


(20)

Yang terakhir, sebagian besar mandatory disclosure yang disyaratkan oleh profesi akuntansi (accounting profession) terkait dengan physical capital. Adanya pengakuan intellectual capital sebagai faktor yang sangat penting (pivotal factors) bagi perusahaan, menjadikan mandatory disclosure yang terkait dengan physical capital menjadi kurang relevan bagi user. Hal ini menimbulkan kesenjangan informasi terkait pengambilan keputusan investasi. Oleh karena itu, penyusun standar (standard setter) perlu menyusun pedoman bagi pengungkapan informasi intellectual capital untuk melindungi kepentingan pemakai.

Penelitian Li et al., menemukan pengaruh signifikan corporate governance terhadap intellectual capital disclosure perusahaan-perusahaan di Eropa, dengan menggunakan metode content analysis. Hasilnya menunjukkan bahwa role duality, seluruh variabel corporate governance yang diuji, bersama-sama dengan size, profitability, dan listing age berpengaruh terhadap keluasan intellectual capital disclosure.

Oliveira et al., menguji aplikasi beberapa teori untuk membedakan tingkat pengungkapan terhadap intellectual capital disclosure pada perusahaan-perusahaan di Portugis. Hasilnya mendukung agency and political cost theory, signalling theory, dan legitimacy theory.

Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Purnomosidhi (2006) menemukan bahwa rata-rata hanya sebesar 56% dari 25 item intellectual capital disclosure yang diungkapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Penelitian tersebut menggunakan framework yang dikembangkan oleh Sveiby (1997).

Penelitian ini menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap intellectual capital disclosure dalam annual report. Karakteristik perusahaan sebagai variabel independen, yang terdiri atas ukuran (size) perusahaan, leverage, profitabilitas, dan length of listing on BEI; dikendalikan oleh dua faktor corporate governance, yaitu ownership structure dan board composition, sebagai variabel kontrol. Maka, judul penelitian ini adalah “INTELLECTUAL

CAPITAL DISCLOSURE: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG

TERDAFTAR PADA BURSA EFEK INDONESIA”.


(21)

Masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah apakah karakteristik perusahaan, yang terdiri atas ukuran (size) perusahaan, leverage, profitabilitas, dan length of listing on BEI; berpengaruh terhadap intellectual capital disclosure dalam annual report perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik perusahaan, yang terdiri atas ukuran (size) perusahaan, leverage, profitabilitas, dan length of listing on BEI; terhadap intellectual capital disclosure dan menentukan arah hubungan antara karakteristik perusahaan secara keseluruhan dan masing-masing karakteristik perusahaan terhadap intellectual capital disclosure.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan akademisi, memberikan bukti empiris mengenai cakupan intellectual capital disclosure yang dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memunculkan penelitian lain mengenai intellectual capital disclosure, yang memang masih jarang dijumpai di Indonesia.

2. Bagi perusahaan, memberikan bukti secara empiris mengenai pentingnya intellectual capital disclosure, yang bisa dijadikan pertimbangan dalam menyusun annual report. 3. Bagi stakeholder dan pihak-pihak yang berkepentingan, dapat dijadikan pertimbangan

dalam pengambilan keputusan dan melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan, terutama dalam pengelolaan dan pengungkapan intellectual capital.

4. Bagi pihak regulator, khususnya IAI dan Bapepam-LK, memberikan referensi untuk membuat regulasi yang lebih baik mengenai item-item pengungkapan intellectual capital.


(22)

Adapun sistematika laporan adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Bab ini membahas landasan teori yang diantaranya berupa tinjauan pustaka, kerangka teoritis, dan dilanjutkan dengan penelitian terdahulu yang dikembangkan (hipotesis).

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi desain penelitian; populasi, sample, dan teknik sampling; pengukuran variable; instrument penelitian; sumber data; metode pengumpulan data; serta metode analisis data.

BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas mengenai data yang digunakan, pengolahan data tersebut dengan alat analisis yang diperlukan dan hasil dari analisis data.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data yang telah dilakukan, saran-saran yang diajukan dari hasil penelitian, dan rekomendasi bagi penelitian selanjutnya.

Pembahasan lebih lanjut mengenai penelitian ini, akan ditunjukkan dalam BAB II yang berisi tinjauan pustaka dan pengembangan hipotesis.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Setelah membaca pendahuluan mengenai penelitian yang akan dilakukan di BAB I, maka di BAB II ini akan dijelaskan mengenai literatur yang digunakan meliputi teori-teori yang mendasari dan penelitian-penelitian terdahulu, dilanjutkan dengan pembahasan komponen variabel penelitian dan pengembangan hipotesis.

A. Landasan Teori

Untuk mengetahui lebih dalam mengenai intellectual capital, maka berikut ini akan dipaparkan mengenai komponen-komponen penelitian yang meliputi:

1. Annual Report dan Pengungkapan

Annual report merupakan media manajemen perusahaan untuk melaporkan kinerja mereka atas tanggungjawab yang diberikan oleh stakeholder. Dari annual report yang dikeluarkan oleh perusahaan, stakeholder bisa melihat kondisi perusahaan yang bersangkutan; dan selanjutnya menggunakannya sebagai instrumen pembuat keputusan. Menurut Wikipedia, annual report didefinisikan sebagai:

An Annual report is a comprehensive report on a company's activities throughout the preceding year. Annual reports are intended to give shareholders and other interested persons information about the company's activities and financial performance.

Singhvi dan Desai (1971) menunjukkan bahwa bentuk pengungkapan yang sangat penting adalah melalui laporan tahunan, yang berguna bagi investor dalam hal pengambilan keputusan investasi. Dalam statement bulan Desember 2000, International Accounting Standard Board (IASB) juga mempertimbangkan keutamaan pelaporan naratif sebagai suplemen statement keuangan dalam rangka menyediakan informasi yang berguna bagi user laporan keuangan (Oliveira et al., 2008). Efek positif dari pengungkapan ditunjukkan oleh Bozzolan et al., (2003), yaitu untuk mengurangi cost of equity, meningkatkan kinerja saham yang tidak berhubungan dengan laba sekarang dan laba yang diharapkan, serta menghasilkan korelasi harga saham yang


(24)

tinggi dengan laba masa depan; ketika dibandingkan dengan perusahaan yang tingkat pengungkapannya lebih rendah.

Annual report merupakan laporan yang memberikan informasi komprehensif kepada stakeholder mengenai aktivitas dan kinerja keuangan perusahaan pada periode yang telah berlalu. Beberapa yurisdiksi menghendaki perusahaan untuk menyiapkan dan mengungkapkan annual report. Di dalam Wikipedia disebutkan:

Most jurisdictions require companies to prepare and disclose annual reports, and many require the annual report to be filed at the companies registry. Companies listed on a stock exchange are also required to report at more frequent intervals (depending upon the rules of the stock exchange involved.

Yurisdiksi mengenai kewajiban mengeluarkan annual report bagi perusahaan di Indonesia, dikeluarkan oleh lembaga resmi pemerintah, yaitu BAPEPAM-LK. Perusahaan di Indonesia yang melakukan penawaran kepada publik (go public), wajib menyampaikan laporan perusahaaannya kepada BAPEPAM-LK secara periodik.

Pengungkapan meliputi ketersediaan informasi keuangan dan non-keuangan berkaitan dengan interaksi organisasi dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya, yang dapat dibuat dalam laporan tahunan perusahaan atau laporan sosial terpisah (Guthrie dan Parker, 1990). Suwardjono (2005) menyebutkan bahwa pengungkapan (disclosure) berkaitan dengan cara pembeberan/penjelasan hal-hal informatif yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai selain apa yang dapat dinyatakan melalui statemen keuangan. Dengan adanya pengungkapan, maka diharapkan statemen keuangan ditafsirkan dengan benar dan tidak menyesatkan pemakainya. Menurut Hendriksen (1982), pengungkapan adalah pemberian informasi dalam laporan tahunan, yang berisi pernyataan, catatan mengenai pernyataan, dan tambahan pengungkapan informasi yang terkait dengan catatan. Tiga konsep disclosure yang umumnya dikemukakan yaitu adequate, fair dan full disclosure (Hendriksen, 1982).

a. Cukup (adequate) à Pada prinsip ini informasi minimum laporan keuangan harus disajikan.

b. Wajar (fair) à Prinsip ini menjelaskan bahwa ada aturan etis tentang perlakuan sama kepada semua pemakai laporan keuangan.


(25)

c. Penuh (full) à Bahwa laporan keuangan harus mencakup semua kelengkapan penyajian informasi.

Berdasarkan tujuan, Securities Exchange Commission (SEC) membagi pengungkapan dalam 2 kategori, yaitu protective disclosure (upaya perlindungan terhadap investor) dan informative disclosure (bertujuan memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan). Suwardjono (2005) menyatakan ada dua sifat pengungkapan, yaitu: pengungkapan yang bersifat wajib (required/regulated/mandatory disclosure) dan pengungkapan yang bersifat sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan yang bersifat wajib meliputi pengungkapan yang didasarkan atas ketentuan/standar yang berlaku. Sedangkan pengungkapan sukarela berisi pengungkapan yang dilakukan perusahaan selain apa yang diwajibkan oleh standar alat atau badan pengawas.

Ikatan akuntan Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 tentang pengungkapan kebijakan akuntansi menjelaskan ada empat kelompok item yang memerlukan pengungkapan yaitu, umum (misal kebijakan konsolidasi, konversi atau penjabaran mata uang asing, pajak dan waralaba); asset (misal piutang, persediaan, goodwill, paten dan merek dagang, penelitian dan pengembangan); kewajiban dan penyisihan (misal jaminan, komitmen dan kontijensi, pesangon); dan keuntungan dan kerugian (metode pengakuan piutang, pemeliharaan, reparasi, dan penyempurnaan-penambahan, hutang-rugi penjualan asset). Selain item-item di atas, terdapat beberapa tambahan pengungkapan yang signifikan seperti kejadian atau transaksi khusus, subsequent event, reporting for diversified, dan interim reporting (Kieso, Weygandt, dan Warfield, 2001).

Laporan keuangan dipilih karena dua alasan (Lang dan Lundholm, 1993 dalam Bozzolan, Favotto, dan Ricceri, 2003). Pertama, karena laporan keuangan dipertimbangkan sebagai sumber penting atas informasi perusahaan oleh external user, yang meliputi pemegang saham. Kedua, tingkat pengungkapan dalam laporan keuangan berhubungan secara positif dengan jumlah informasi yang dikomunikasikan ke pasar dan stakeholder. Menurut Haniffa dan Cooke (2005), laporan tahunan juga dipilih karena memiliki kredibilitas yang tinggi, selain itu laporan tahunan digunakan oleh sejumlah stakeholder sebagai sumber utama informasi yang pasti, memiliki


(26)

potensi yang besar untuk mempengaruhi penyebaran distribusi secara luas, menawarkan deskripsi manajemen pada suatu periode tertentu dan dapat diakses untuk tujuan penelitian.

2. Intellectual Capital Disclosure

Istilah intellectual capital pertama kali dikemukakan oleh Galbraith pada tahun 1969, yang menulis surat kepada temannya, Michael Kalecki. Galbraith menulis: “I wonder if you realize how much those of us the world around have owed to the intellectual capital you have provided over the last decades” (Hudson, 1993 dalam Bontis, 2000). Kemudian intellectual capital dijelaskan secara rinci oleh Peter Drucker tahun 1993 dalam bukunya “Post-Capitalist Society” (Bontis, 2000).

Ada beberapa definisi mengenai intellectual capital (Mouritsen, 1998). Standar pendefinisian intellectual capital dikemukakan oleh Klein dan Prusak, yang kemudian dipopulerkan oleh Stewart dalam Sawarjuwono dan Kadir (2003):

…we can define intellectual capital operationally as intellectual material that has been formalized, captured, and leveraged to produce a higher valued asset.

Namun, salah satu definisi yang paling komprehensif mengenai intellectual capital (Li, Pike, dan Haniffa., 2008) diungkapkan oleh CIMA:

…the possession of knowledge and experience, professional knowledge and skill, good relationship, and technological capacities, which when applied will give organizations competitive advantages.

Guthrie dan Petty (2000) menyatakan bahwa “Intellectual capital is instrumental in the determination of enterprise value and national economic performance”. Intellectual capital juga merupakan kunci dan sumber potensial untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage) (Tayles, Bramley, Adshead, dan Farr, 2002 dalam Purnomosidhi, 2006).

Di dalam menelaah ulang landasan yang berlaku saat ini atas pelaporan keuangan dan pelaporan ekternal, Parker (2007) mengidentifikasi akuntansi intellectual capital sebagai major area bagi penelitian selanjutnya. Beberapa penelitian mengenai pengungkapan intellectual capital lebih banyak bersifat cross-sectional dan country specific (Li, Jing et al., 2008). Sebagai contoh penelitian di Australia (Guthrie dan Petty, 2000; Sujan dan Abeysekera, 2007), Irlandia (Brennan,


(27)

2001), Italia (Bozzolan et al., 2003), Malaysia (Goh dan Lim, 2004), UK (Williams, 2001), dan Kanada (Bontis, 2003). Penelitian longitudinal dilakukan oleh Abeysekera dan Guthrie (2005). Beberapa penelitian berfokus pada aspek spesifik pengungkapan intellectual capital, seperti pelaporan human capital (Subbarao dan Zeghal, 1997), ada juga yang merupakan penelitian komparatif internasional (Cerbioni dan Parbonetti, 2007).

Penelitian yang berkaitan dengan perspektif perusahaan dilakukan oleh Chaminade dan Roberts (2003) yang menginvestigasi penerapan sistem pelaporan intellectual capital di Norwegia dan Spanyol. Habbersam dan Piper (2003) menggunakan studi kasus untuk menguji kaitan dan kesadaran atas intellectual capital di rumah sakit. Berdasarkan analis presentation result perusahaan Spanyol yang listing, Garcia-Meca dan Parbonetti (2005) menemukan asosiasi yang signifikan antara pengungkapan intellectual capital dan ukuran dan tipe pengungkapan rapat, tapi tidak bagi penyebaran kepemilikan, status listing internasional, tipe industri dan profitabilitas.

Di sisi lain, Hossain (2001), Kahl dan Belkaoui (1981), Chipalkattii (2002) dalam Hossain (2008) telah melakukan penelitian pada industri perbankan. Hasilnya menunjukkan bahwa ukuran (size) perusahaan dan tingkat profitabiltas secara statistik menentukan tingkat pengungkapan, dan bank dengan tingkat leverage yang rendah memiliki skor pengungkapan yang signifikan.

Di Indonesia sendiri, fenomena intellectual capital mulai berkembang terutama setelah munculnya PSAK No. 19 (revisi 2000) tentang asset tak berwujud (Ulum, Ghozali, dan Chariri, 2008). Menurut PSAK No. 19, asset tak berwujud adalah asset non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (IAI, 2007). Ada empat kriteria yang harus dipenuhi agar suatu asset dapat dikategorikan sebagai asset tak berwujud: (a) asset tersebut dapat diidentifikasi, implikasinya asset tersebut dapat dijual, dipertukarkan, atau disewakan; (b) perusahaan memiliki kontrol atas asset tersebut; (c) asset tak berwujud akan memberikan manfaat bagi perusahaan di masa yang akan datang; (d) harga perolehan asset tersebut dapat diukur secara andal.


(28)

Sampai saat ini, tidak ada single theory yang dapat menjelaskan fenomena pengungkapan secara lengkap (Leventis dan Weetman, 2000 dalam Oliveira et al., 2008). Namun, ada beberapa teori yang dapat dijadikan landasan pentingnya intellectual capital disclosure, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Agency Theory dan Political Costs Theory

Positive accounting theory (Jensen dan Meckling, 1976) berfokus pada peran pertimbangan contracting cost dan political cost dalam menjelaskan motif manajemen untuk membuat pilihan akuntansi dalam keadaan sebagai berikut:

1) ketika dipengaruhi oleh efisiensi pasar semi-kuat (ada informasi asimetri); 2) ketika terdapat kos yang signifikan dalam membuat dan mempertahankan

kontrak (agency cost); dan

3) ketika political costs muncul sebagai akibat proses regulator.

Contracting cost meliputi transactions costs, agency costs, information costs, renegotiation costs dan bankruptcy costs, dan ini semua merupakan faktor krusial bagi model akuntansi (Watts dan Zimmerman, 1990).

Agency theory merupakan salah satu dari paradigma teori yang paling penting selama 20 tahun (Lambert, 2001 dalam Oliveira, 2008). Teori ini menempatkan pengungkapan sebagai mekanisme yang dapat mengurangi kos yang dihasilkan dari konflik antara manajer dengan pemegang saham (compensation contracts) dan dari konflik antara perusahaan dan kreditornya (debt contracts). Oleh karena itu, pengungkapan merupakan mekanisme untuk mengontrol kinerja manajer. Sebagai konsekuensinya, manajer didorong untuk mengungkap voluntary information.

Menurut political cost theory, perusahaan yang merupakan politically visible dan subjek high political cost (tergantung pada ukuran perusahaan), akan lebih cenderung untuk mengungkap informasi lebih banyak (Watts dan Zimmerman, 1990). Political cost hypothesis menunjukkan bahwa perusahaan besar lebih cenderung untuk menggunakan pilihan akuntansi yang mengurangi pelaporan laba daripada perusahaan kecil (Watts dan Zimmerman, 1990).


(29)

Dalam keadaan adanya asimetri informasi (Akerlof, 1970), signaling theory menyatakan bahwa perusahaan dengan kinerja yang tinggi (perusahaan bagus) menggunakan informasi keuangan untuk mengirim sinyal kepada pasar (Spence, 1973).

Kos atas sinyal bad news adalah lebih tinggi daripada good news, hal ini diperlihatkan dalam penelitian Spence (1973). Oleh karena itu, manajer lebih termotivasi untuk mengungkapkan private information secara sukarela. Hal ini disebabkan oleh ekspektasi manajer bahwa menyediakan sinyal good news mengenai kinerja perusahaan kepada pasar akan mengurangi asimetri informasi (Oliveira et al., 2008).

c. Legitimacy Theory

Teori ini menyatakan bahwa organisasi secara terus-menerus memastikan bahwa operasi mereka berada dalam batas dan norma masyarakat. Hal ini didasarkan pada pikiran bahwa terdapat kontrak sosial antara perusahaan dengan masyarakat, yang mengharuskan perusahaan untuk melaporkan secara sukarela, aktivitas tertentu yang diharapkan oleh masyarakat (Purnomosidhi, 2006).

Dari sudut pandang legitimacy theory, pengungkapan informasi digunakan sebagai alat bagi perusahaan agar operasi serasi dengan nilai-nilai sosial, untuk menunjukkan image tanggung jawab sosial dan meningkatkan legitimasi sosial (Patten, 2002 dalam Oliveira et al., 2008). Legitimacy theory dapat juga digunakan untuk analisis akuntansi sosial dan lingkungan bagi perusahaan (Guthrie dan Parker, 1989; Patten, 2002 dalam Oliveira et al., 2008). Menurut Guthrie et al., (2004) dalam Oliveira et al., (2008), legitimacy theory berhubungan erat dengan pelaporan intellectual capital. Perusahaan lebih mungkin untuk melaporkan intangibles mereka jika mereka memiliki kebutuhan yang spesifik untuk melakukannya; mereka tidak dapat melegitimasi status mereka hanya lewat “hard” asset yang diakui sebagai simbol kesuksesan tradisional perusahaan (Guthrie et al., 2004 dalam Oliveira et al., 2008).

d. StakeholderTheory

Freeman (1984) dalam Roberts (1992) mendefinisikan stakeholder sebagai “…any group or individual who can affect or is affected by the achievements of an organisation’s objectives”.


(30)

Stakeholder memiliki klaim atas kontrak yang mereka buat dengan manajemen perusahaan berdasarkan atribut yang mereka miliki (Mitchel, Agle, dan Wood, 1997).

Teori ini mengemukakan bahwa manajemen perusahaan dituntut untuk melakukan aktivitas yang diharapkan oleh stakeholder karena stakeholder berhak mengetahui atas informasi aktivitas perusahaan yang mempengaruhi mereka. Menurut Purnomosidhi (2006), pelaporaan aktivitas perusahaan, tidak terbatas hanya pada pelaporan kinerja ekonomi atau keuangan saja. Sehingga, pelaporan atas intellectual capital dan informasi lainnya di luar mandatory disclosure juga penting untuk dilakukan. Perusahaan yang berkomitmen untuk melaporkan segala aktivitasnya kepada stakeholder, biasanya bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan dan keberlanjutan pengkreasian nilai untuk semua stakeholder (Ernst&Young, 1999).

e. Costs and Benefits Framework

Manajer memiliki dorongan untuk membuat voluntary disclosure ketika manfaat yang dihasilkan melebihi kos yang terlibat. Pengungkapan wajib maupun sukarela mengurangi asimetri informasi dan membantu memperbaiki beberapa mis-evaluation perusahaan, membantu mengurangi capital cost, meningkatkan permintaan investor, dan mengurangi bid-ask spread (Oliveira et al., 2008).

Dengan adanya konflik kepentingan yang potensial, pengungkapan manajemen tidak bisa lagi dilihat sebagai laporan yang kredibel bagi investor. Apalagi beberapa penulis menunjukkan pengungkapan merupakan salah satu faktor untuk mengurangi shareholder value, yaitu dengan menyatakan informasi yang relevan bagi kompetitor (Oliveira et al., 2008).

Intellectual capital menurut Edvinsson dan Sullivan (1996), secara garis besar dapat dibagi menjadi dua macam (dapat dilihat di Tabel II.1). Menurut Edvinsson dan Sullivan (1996), intellectual capital berupa human capital dan intellectual asset. Human capital merupakan kemampuan dan keterampilan yang dapat dikonversikan ke dalam sebuah nilai. Sedangkan intellectual asset merupakan specific knowledge yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga perusahaan dapat memanfaatkan asset tersebut.

Tabel II.1


(31)

Human Resources

Intellectual

Asset

s

Definition

Knowledge and know-how

that can be converted to

value

Specific knowledge to

which ownership can be

asserted

Examples

·

Experience

·

Ggeneral

Know-how

·

Skills

·

Creativity

·

Technologies

·

Inventions

·

Processes

·

Data

·

Publications

·

Computer

Programs

Repository

·

People and

organizational

routines and

procedures

·

Tangible Form (e.g.

documents, CD

ROM, etc.)

Protection

Methods

·

Unbrella

agreements

between employer

and employee

·

Contracts

·

Patents

·

Copyrights

·

Trade secret laws

·

Semi conductor

mask

Sumber: Edvinsson dan Sullivan (1996)

Untuk intellectual asset dapat dibagi lagi menjadi tiga, yaitu yang berfokus pada infrastruktur, pelanggan, dan hubungan dengan pelanggan (Tabel II.2).

Tabel II.2

Area Fokus Intellectual Asset

Intellectual Assets

Commercializable Assets

·

Products

·

Processes

·

Services

Costumer-Related Assets

·

Relationships

·

Agreements

·

History

Structure-Related Assets

·

Plans

·

Procedures

·

Processes

Sumber: Edvinsson dan Sullivan (1996)


(32)

Sebagian besar peneliti membagi intellectual capital menjadi tiga elemen utama (Sveiby, 1997; Stewart, 1999; Meritum, 2002 dalam Oliveira et al., 2008), yaitu: human capital, structural capital atau organizational capital, dan relational capital.

Elemen pertama intellectual capital, yaitu human capital yang merupakan lifeblood dalam intellectual capital dan sebagai sumber inovasi dan pengembangan. Meliputi sumber daya manusia dan mencakup hal-hal seperti pendidikan, pengetahuan dan kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan, dan karakteristik lainnya (misal: umur, turnover) yang dimasukkan dalam elemen “karyawan”.

Kedua, sructural capital atau organizational capital yang merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya, yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, mencakup dua elemen penting, yaitu intellectual property dan infrastructure asset. Elemen pertama, intellectual property dilindungi oleh hukum (paten, hak cipta, dan merk dagang). Sedangkan elemen kedua adalah infrastructure asset, merupakan elemen intellectual capital yang dapat diciptakan di dalam perusahaan atau dimiliki dari luar (budaya perusahaan, management process, sistem informasi, networking system). Di dalam kategori ini, elemen research project ditambahkan sebagai akun inovasi that are atau are going to be, yang dikembangkan oleh perusahaan.

Elemen yang terakhir adalah relational capital. Elemen ini merupakan komponen intellectual capital yang memberikan nilai secara nyata. Relational capital merupakan hubungan baik antara perusahaan dengan stakeholder ekternal yang berbeda, meliputi elemen-elemen seperti pelanggan, jaringan distribusi, kolaborasi bisnis, perjanjian franchise, dan sebagainya.

3. Karakteristik Perusahaan

Karakteristik menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah ciri-ciri khusus, mempunyai sifat khas (kekhususan) sesuai dengan perwatakan tertentu, yang membedakan sesuatu (orang) dengan sesuatu yang lain (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Karakteristik perusahaan merupakan ciri-ciri khusus yang melekat pada perusahaan, menandai


(33)

sebuah perusahaan dan membedakannya dengan perusahaan lain. Karakteristik perusahaan dapat berupa ukuran perusahaan (size), jumlah pemegang saham, status pendaftaran perusahaan di pasar modal, auditor, rate of return, earning margin, leverage, rasio likuiditas, basis perusahaan, rencana penerbitan sekuritas pada tahun berikutnya, jenis industri, profile, dan karakteristik lainnya (Marwata, 2001).

Perbedaan karakteristik antar perusahaan menyebabkan relevansi dan urgensi pengungkapan yang tidak sama pada setiap perusahaan (Ahmad dan Sulaiman, 2004). Ukuran (size) perusahaan merupakan variabel penting yang menjelaskan luas pengungkapan dalam laporan tahunan (Cooke, 1992). Karakteristik yang lain diantaranya tingkat utang atau leverage (Belkaoui dan Karpik, 1989), dan profitabilitas (Haniffa dan Cooke, 2005).

4. Variabel Kontrol

Variabel kontrol digunakan untuk melengkapi atau mengkontrol hubungan kausalnya supaya lebih baik untuk didapatkan model empiris yang lebih lengkap dan lebih baik (Hartono, 2004). Corporate governance digunakan sebagai variabel kontrol, karena dipandang sebagai cara yang efektif untuk menggambarkan hak dan tanggung jawab masing-masing kelompok stakeholder dalam sebuah perusahaan.

Pengungkapan dan corporate governance dapat bersifat substitusi maupun komplementer (Cerbioni dan Parbonetti, 2007). Dari perspektif agency theory, ketika corporate governance bersifat komplementer (pelengkap), maka dengan semakin kuatnya penerapan mekanisme corporate governance perusahaan, maka akan cenderung juga untuk mengeluarkan pengungkapan sukarela (Ho dan Wong, 2001). Corporate governance juga dapat bersifat subtitusi terhadap annual report. Perusahaan lebih memilih untuk meningkatkan salah satu komponen karena manajemen menganggap penerapan corporate governance merupakan ”garansi” bagi investor, serta dapat mengurangi biaya keagenan yang ditimbulkan oleh asimetri informasi (Cerbioni dan Parbonetti, 2007).


(34)

Di bawah ini merupakan skema konseptual yang memperlihatkan model penelitian yang akan dilakukan.

Gambar II.1 Skema Konseptual

C. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keluasan intellectual capital disclosure dalam annual report perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI. Pengujian hipotesis dilakukan terhadap karakteristik perusahaan, yang meliputi ukuran (size) perusahaan, profitabilitas, leverage, dan length of listing on BEI; dalam pengaruhnya terhadap intellectual capital disclosure. Corporate governance digunakan sebagai variabel kontrol, meliputi ownership structure dan board composition. Berikut ini merupakan telaah penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis yang dilakukan:

1. Ukuran Perusahaan (Firm’s size)

Firm’s size merupakan variabel explanatory yang potensial dalam hubungannya dengan keluasan pengungkapan. Telah banyak peneliti yang menemukan hubungan antara firm’s size dengan tingkat disclosure (Singhvi dan Desai, 1971; Cooke, 1992; Craig dan Diga, 1998). Di dalam beberapa penelitian tersebut, hubungan yang positif ditemukan antara ukuran perusahaan

Dependent Variable

·

Intellectual Capital Disclosure

Independent Variable

·

Size

·

Performance: Profitability

·

Leverage

·

Length of Listing on BEI

Control Variable:

·

Ownership Structure

·

Board Composition


(35)

Perusahaan yang besar akan didorong untuk mengungkapkan lebih banyak informasi dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil karena tiga alasan (Shingvi dan Desai, 1971). Pertama, kos akumulasi informasi pasti lebih besar bagi perusahaan kecil daripada perusahaan besar. Kedua, perusahaan besar memiliki kebutuhan yang besar atas pengungkapan karena distribusinya lewat pertukaran jaringan yang berbeda-beda, dan yang ketiga, manajemen perusahaan kecil cenderung lebih dipercaya daripada manajemen perusahaan besar, maka pengungkapan penuh atas informasi dapat membahayakan posisi kompetitif perusahaan kecil.

Freedman dan Jaggi (2005) menemukan bahwa semakin besar perusahaan akan semakin banyak aktivitas dan semakin berpengaruh terhadap stakeholder. Oliveira et al. (2008) dan Li et al. (2009) juga menemukan hubungan positif signifikan antara ukuran (size) perusahaan dengan intellectual capital disclosure. Oleh karena itu, hipotesis pertama adalah sebagai berikut:

H1 : Terdapat pengaruh positif antara ukuran (size) perusahaan dan tingkat intellectual capital disclosure.

2. Profitabilitas

Di dalam Oliveira et al., (2008) dijelaskan hubungan antara profitabilitas dengan pengungkapan. Agency theory menyatakan bahwa aktivitas pengungkapan merupakan sebuah mekanisme untuk mengontrol kinerja manajer. Oleh karena itu, manajer terdorong untuk mengungkapkan informasi sukarela untuk mempertahankan posisi mereka. Konsisten dengan signalling theory, perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang besar diharapkan lebih dapat mengungkapkan good news untuk menghindarkan undervaluation atas saham perusahaan. Political cost theory mendorong ide bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi memiliki dorongan yang kuat untuk mengungkapkan lebih banyak, dalam rangka memperlihatkan kepada pasar bagaimana dan dari mana, laba perusahaan diperoleh.

Rasio profitabilitas memberikan informasi mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan tingkat pengembalian (rate of return); dan mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas dari aktivitas operasional perusahaan akan penggunaan asset yang dimiliki perusahaan dalam pengkreasian nilai perusahaan. Kestabilan rasio ini menunjukkan stabilitas tingkat


(36)

pengembalian (rate of return) atas modal yang ditanam oleh investor. Haniffa dan Cooke (2005) menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi akan lebih banyak mengungkapkan informasi sukarela ke publik.

Profitabilitas dan pengungkapan perusahaan memiliki hubungan yang positif artinya semakin baik profitabilitas perusahaan maka semakin baik pula pengungkapan perusahaan (Ullmann, 1985; Haniffa dan Cooke, 2005). Beberapa peneliti menemukan hubungan positif antara profitabilitas dan keluasan pengungkapan (Shingvi dan Desai, 1997). Hipotesis yang kedua adalah:

H2 : Terdapat pengaruh positif antara profitabilitas dan tingkat intellectual capital disclosure.

3. Leverage

Rasio ini dapat digunakan untuk menilai kualitas dan risiko yang mungkin akan dihadapi perusahaan. Leverage yang tinggi memperlihatkan agency cost yang besar, dalam kaitannya dengan transfer kekayaan dari debtholder ke pemegang saham (Oliveira et al., 2008). Oleh karena itu, perjanjian terbatas seperti perjanjian utang yang tergambar dalam tingkat leverage dimaksudkan membatasi kemampuan manajemen untuk menciptakan transfer kekayaan antar pemegang saham dan pemegang obligasi (Jensen dan Meckling, 1976; Smith dan Warner, 1979 dalam Belkaoui dan Karpik, 1989).

Tan dan Tower (1999) dalam Mangena dan Pike (2005) melaporkan asosiasi negatif leverage perusahaan menggunakan perusahaan Finlandia, Singapura dan Australia berturut-turut. Menurut Belkaoui dan Karpik (1989) keputusan untuk mengungkapkan informasi sukarela, akan diikuti pengeluaran untuk pengungkapan, sehingga menurunkan pendapatan perusahaan. Oleh karena itu, hipotesis yang ketiga adalah sebagai berikut:

H3 : Terdapat pengaruh negatif antara leverage dan tingkat intellectual capital disclosure.


(37)

Perusahaan yang umur listingnya masih muda tanpa adanya pemegang saham yang state, diharapkan lebih percaya pada penggalian dana eksternal daripada perusahaan yang lebih lama umur listingnya (Barnes dan Walker, 2006 dalam Li et al., 2008) dan memilki keinginan yang lebih besar untuk mengurangi skeptisme dan meningkatkan kepercayaan investor (Haniffa dan Cooke, 2002). Sebagai hipotesis terakhir adalah sebagai berikut:

H4 : Terdapat pengaruh negatif antara length of listing age on BEI dan tingkat intellectual capital disclosure.

Di BAB III nanti akan dipaparkan mengenai metode penelitian meliputi sampel dan pengukuran variabel.


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

Di BAB II sebelumnya telah dipaparkan mengenai landasan teori dan pengembangan hipotesis, maka di BAB III ini akan menjelaskan mengenai desain penelitian, data, alat uji, dan pengujian hipotesis yang dilakukan.

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan hypothesis testing, dalam hal ini menguji hipotesis mengenai pengaruh karakteristik perusahaan yang terdaftar di BEI terhadap intellectual capital disclosure, dengan corporate governance sebagai variabel kontrol. Karakteristik perusahaan sebagai variabel independen diproksikan oleh ukuran (size) perusahaan, profitabilitas, leverage, dan length of listing on BEI. Sebagai variabel kontrol, corporate governance diproksikan oleh ownership structure dan board composition.

Pengujian hipotesis dilakukan untuk menjelaskan macam hubungan tertentu, pengaruh atau menetapkan perbedaan kelompok atau independensi dari karakteristik perusahaan terhadap intellectual capital disclosure.

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

Populasi dapat dijelaskan sebagai kumpulan atau kelompok orang, peristiwa atau sesuatu yang menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian (Sekaran, 2000). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) yang merupakan satu-satunya bursa efek di Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan sampel yang diambil bisa merepresentasikan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena menurut peraturan yang dikeluarkan oleh BAPEPAM-LK, setiap perusahaan yang telah go public diwajibkan mengeluarkan laporan tahunan. Perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2007 ada 393 perusahaan (Institute for Economic and Financial Research, 2008).


(39)

Sampel merupakan bagian dari populasi yang terdiri dari elemen–elemen yang diharapkan memiliki karakteristik yang sama dengan populasi (Sekaran, 2000). Agar diperoleh sampel yang representatif, maka teknik pengambilan sampel dilakukan secara random, dengan metode porpotional purposive sampling (Li et al., 2008) terhadap 3 sektor industri, yaitu service, finance, dan manufacture termasuk mining. Rosche dalam Sekaran (2000) menyatakan bahwa dalam analisis regresi berganda, ukuran sampel hendaknya minimal sepuluh kali variabel dalam penelitian. Maka penelitian ini mengambil 80 sampel yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut:

1. Agar diperoleh perusahaan yang secara konsisten menerbitkan annual report, maka sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria sebagai perusahaan yang telah terdaftar penuh (fully listed company) di Bursa Efek Indonesia (BEI), minimal 2 tahun berturut-turut.

2. Perusahaan mempublikasikan annual report secara lengkap untuk tahun financial 2007. Dengan annual report yang lengkap, maka diharapkan akan mempermudah dalam memperoleh data-data yang mendukung penelitian.

3. Perusahaan yang menjadi sampel harus memiliki tanggal tutup buku 31 Desember, agar seluruh sampel memiliki tanggal tutup buku yang sama.

4. Perusahaan melaporkan informasi yang bersifat moneter dalam satuan mata uang Rupiah. Kriteria ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang seragam dalam hal satuan moneter.

C. Pengukuran Variabel

Sekaran (2000) menyatakan bahwa variabel merupakan sesuatu yang mempunyai nilai yang dapat berbeda/berubah. Nilai ini dapat berbeda dalam waktu yang lain untuk objek/orang yang sama atau dapat juga berbeda pada waktu yang sama untuk orang/objek yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan dua variabel utama, yaitu variabel independen dan dependen, ditambah dengan variabel kontrol. Adapun definisi dan pengukuran masing-masing variabel akan dijelaskan sebagai berikut.


(40)

1. Variabel Independen

Variabel independen menurut Sekaran (2000) merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi variabel dependen, baik pengaruh itu secara positif maupun negatif.

a. Ukuran (Size) Perusahaan

Size atau ukuran perusahaan, merupakan variabel yang dapat diukur menggunakan total asset, penjualan atau modal dari perusahaan tersebut. Semakin besar nilai total asset, penjualan, total tenaga kerja, dan nilai kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan (Haniffa dan Cooke, 2005).

Pengukuran size pada penelitian ini mengacu pada Haniffa dan Cooke (2005) dan Freedman dan Jaggi (2005) yang menggunakan logaritma total asset sebagai proksi ukuran (size) perusahaan. Total asset bisa dijadikan proksi ukuran (size) perusahaan karena total asset mencakup asset lancar dan tidak lancar yang digunakan oleh perusahaan, sehingga lebih merepresentasikan ukuran perusahaan yang sebenarnya.

b. Profitabilitas

Profitabilitas perusahaan dapat dilihat dari tingkat pengembalian atas asset (Freedman dan Jaggi, 2005) dan tingkat pengembalian atas ekuitas (Haniffa dan Cooke, 2005). Di dalm Li et al. (2008), disebutkan bahwa profitabilitas (ROA) merupakan hasil investasi yang kontinyu dari intellectual capital. Penelitian ini menggunakan dasar tingkat pengembalian atas asset (Return on Asset = ROA) sebagai proksi dari profitabilitas. ROA diukur dengan membandingkan antara laba bersih dengan total aktiva.

c. Leverage

Eng dan Mak (2003), Haniffa dan Cooke (2005), Freedman dan Jaggi (2005), dan Swartz dan Firer (2005); menggunakan proksi leverage sebagai rasio hutang terhadap total ekuitas. Rasio ini menunjukkan seberapa besar dari total keseluruhan asset perusahaan yang diperoleh atau didanai oleh hutang.


(41)

Umur listing perusahaan dihitung dari tanggal perusahaan tercatat di BEI sampai dengan tanggal 31 Desember 2007, dalam hitungan tahun. Perusahaan harus fully listed dan secara konsisten, minimal 2 tahun berturut-turut terdaftar di BEI.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah ada tidaknya intellectual capital disclosure, yang meliputi 25 item, di dalam annual report yang dikeluarkan oleh perusahaan.

Pengukuran pengungkapan intellectual capital menggunakan disclosure score untuk mengindikasi variasi dalam pengungkapan item-item intellectual capital dengan memberikan skor terhadap item-item yang disebutkan perusahaan dalam pengungkapan intellectual capital, yaitu skor 1 untuk item-item yang diungkapkan oleh perusahaan dan skor 0 bagi item-item yang tidak diungkapkan oleh perusahaan. Jumlah dari item-item yang dilaporkan dibagi dengan keseluruhan item.

Konsep pengungkapan atas intellectual capital yang dipakai Sveiby (1997) dalam Purnomisidhi (2006), meliputi 25 item yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama internal structure, external structure, dan employee competence. Guthrie dan Petty (2000) mengusulkan bahwa konsep intellectual capital dapat dikategorikan dalam internal structure, external structure, dan human capital, sedangkan Oliveira, Rodrigues, dan Craig (2008) menawarkan kategori alternatif: organizational capital, relational capital, dan human capital. Firer dan William (2007) membagi menjadi lima kategori utama, yaitu human resources, customers, information technology, processes, dan intellectual property.

Stewart (1997) dalam Li et al. (2008) mendefinisikan intellectual capital sebagai aset perusahaan yang terdiri dari human capital employee (karyawan sebagai salah satu modal dalam bentuk sumber daya manusia), structure capital (struktur modal), dan customer capital (modal yang berbentuk pelanggan atau konsumen). Edvinson dan Sullivan (1996) mendefinisikan intellectual capital sebagai aset perusahaan yang terdiri dari human capital (modal yang berupa sumber daya manusia), organizational capital (modal yang berupa organisasi), dan customer capital (modal yang berupa konsumen atau pelanggan).


(42)

Skema pengungkapan intellectual capital yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada klasifikasi yang paling banyak digunakan dalam beberapa penelitian dalam (Oliveira et al., 2008), antara lain dalam penelitian Stewart (1999), Sveiby (1999), dan Meritum (2002). Tiga kategori umum tersebut, yaitu:

a. Employee Competence (Human Capital) à ” the knowledge that employees take witth them when they leave the firm”. Hal ini meliputi pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kemampuan orang.

b. Internal Capital (Structural Capital) à ”the knowledge that stays within the firm at the end of the working day”. Terdiri dari kebiasaan organisasi, prosedur, sistem, budaya, database, dll.

c. External Capital (Relational Capital) à ”all resources linked to the external relationship of the firm, with customers, suppliers or R&D partners”. Merupakan bagian human dan structural capital yang melibatkan hubungan perusahaan dengan stakeholder (investor, kreditor, customer, supplier, dll).

Tabel III.1

Item-item Intellectual Capital

Internal Capital

External Capital

Employee Competence

Intellectual Property

1.

Patents

2.

Copyrights

3.

Trademarks

Infrastructure Asset

1.

Management

philosophy

2.

Corporate culture

3.

Management

process

4.

Information system

5.

Networking system

6.

Research &

Development

activities

7.

Patents, Copyrights

& Trademarks

8.

Corporate

know-how

1.

Brands

2.

Customers

3.

Customers loyalty

4.

Company names

5.

Distribution

channels

6.

Business

collaborations

7.

Favourable

contracts

8.

Financial contracts

9.

Licensing

agreements

10.

Franchising

agreements

1.

Know-how

2.

Education

3.

Vocational

qualification

4.

Work-related

knowledge

5.

Work-related

competence

6.

Entrepreneurial

spirit


(43)

Berikut ini merupakan persamaan yang digunakan untuk menghitung variasi intellectual capital disclosure (Li et al., 2008):

n

n

Χ

ICD

j 1 t

ij

j

j

å

=

=

Dimana, nj = jumlah item untuk jth perusahaan. nj = 25. Xij = 1 jika ith item diungkapkan,

0 jika ith item tidak diungkapkan.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah corporate governance, yang dilihat dari ownership structure dan board composition.

a. Ownership Structure

Agency cost meningkat ketika ownership structure menjadi lebih tersebar (Fama dan Jensen, 1983). Hal ini disebabkan perusahaan yang memilki ownership structure yang tersebar, merupakan subjek konflik kepentingan dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki ownership structure terkonsentrasi (Oliveira et al., 2008). Maka dari itu, perusahaan dengan ownership diffusion yang tinggi memiliki lebih banyak dorongan untuk mengungkapkan informasi sukarela dan mengurangi agency cost.

Konsentrasi pemegang saham diukur menggunakan persentase saham yang dimiliki oleh tiga pemegang saham utama dan yang diketahui (ownership diffusion).

b. Board Composition

Pada penelitian ini board composition menggunakan proksi proporsi komisaris independen (independent commissioner) terhadap jumlah dewan komisaris (board size). Independent commissioner atau komisaris independen merupakan seseorang yang tidak memiliki kepentingan terhadap perusahaan dan menjadi bagian dalam mencapai tujuan kerja dewan komisaris.


(44)

Li et al., (2008) menemukan hubungan signifikan antara independent diectors dengan pengungkapan intellectual capital. Penelitian yang dilakukan Eng dan Mak (2003), menunjukkan adanya hubungan subtitusi antara pengungkapan sukarela dengan independent directors. Memasukkan independent directors ke dalam susunan dewan diharapkan dapat meningkatkan pengawasan dan mencegah manajer membuat keputusan yang tidak efisien (Eng dan Mak, 2000; Ho dan Wong, 2001).

Tabel III.2

Pengukuran Variabel Independen dan Dependen

Variable

Proxy

Pengukuran

Dependent variables

1.

ICD

Variasi pengungkapan

intellectual capital

(ICD)

Jumlah item instrumen penelitian yang

diungkapkan dalam

annual report

dibagi 25

Independents variables

1.

Length of

listing on BEI

2.

Performance:

Profitability

3.

Size

4.

Leverage

Listing age (AGE)

Return on

Asset

s

(ROA)

Total

Asset

s (TA)

Debts per Total Equity

(LEV)

Jumlah tahun lama listing

Return/total

asset

untuk tahun

finansial

annual report

Total

asset

pada tahun financial

Rasio antara total hutang dan total

ekuitas pada tahun finansial

annual

report

Control variables

1.

Ownership

Structure

2.

Board

Composition

Ownership Diffussion

(OD)

Independent Director

(IND)

Persentase saham yang dimiliki oleh

tiga pemegang saham terbesar dan

diketahui

Jumlah komisaris independen dalam

dewan komisaris dibagi jumlah total

komisaris dalam dewan direksi

D. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diambil dari annual report perusahaan tahun finansial 2007 yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI). Data berasal dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2008, situs milik Indonesian Stock Exchange (IDX), dan situs resmi masing-masing perusahaan.


(45)

Setiap item pengungkapan dipertimbangkan sama pentingnya, maka penelitian ini menggunakan metode unweighted, dengan memberikan skor dalam penentuan data dummy (Cooke, 1989; Haniffa dan Cooke, 2005). Hal ini disebabkan fokus dari penelitian ini bukan ditujukan pada satu user saja, tetapi kepada seluruh user annual report. Beda user maka akan berbeda pula tingkat kepentingan atas item informasi yang dibutuhkannya (Oliveira et al., 2008).

Skor 1 diberikan apabila annual report yang dikeluarkan oleh perusahaan sampel mengungkapkan informasi mengenai intellectual capital. Apabila tidak mengungkapkan informasi mengenai intellectual capital sama sekali, maka diberi skor 0.

Untuk variabel independen, metode pengumpulan data adalah dengan melihat informasi keuangan dan non keuangan yang dilaporkan di dalam annual report masing-masing perusahaan, untuk mengidentifikasi total asset, ROA, leverage, dan length of listing on BEI.

Sedangkan metode pengumpulan data untuk variabel kontrol adalah dengan menggunakan annual report masing-masing perusahaan sampel pada halaman yang mencatumkan informasi mengenai adanya independent commissioner dan penjelasan kuantitatif mengenai ownership diffusion.

E. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini meliputi: uji asumsi klasik yang dilakukan sebagai prasyarat untuk melakukan pengujian hipotesis; descriptive statistic; dan pengujian hipotesis menggunakan analisis multiple regression. Selain pengujian utama, dilakukan juga logistic regression dan t-test untuk mendukung hasil pengujian utama. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS release 16. Berikut ini akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan pengujian dalam penelitian ini.

1. Uji Asumsi Klasik

Pengujian data dilakukan dengan uji asumsi klasik yang bertujuan untuk memastikan bahwa hasil penelitian adalah valid, dengan data yang digunakan secara teori adalah tidak bias,


(46)

konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003 dalam Ghozali, 2005). Uji asumsi klasik merupakan prasyarat dilakukannya analisis regresi. Ada empat macam uji asumsi klasik yang dipakai dalam penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji kenormalan distribusi dalam model regresi pada variabel penggganggu atau variabel residual (Ghozali, 2005). Seperti diketahui, dalam uji t dan uji F diasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal (Ghozali, 2005). Ada dua cara yang dipakai di dalam penelitian ini untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak.

Pertama, analisis grafik yaitu dengan melihat normal probability plot yang akan membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

Kedua, analisis statistik yaitu dengan melihat hasil uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Tingkat signifikansi yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebesar 5%. Apabila p value > 0,05 maka data tersebut terdistribusi normal.

b. Uji Multikolinearitas

Multikolineritas merupakan suatu keadaan dimana terdapat hubungan yang sempurna antara beberapa atau semua variabel independen dalam model regresi. Uji multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali, 2005).

Multikolinearitas antar variabel independen dapat dilihat dari nilai tolerance dan variances inflation factor (VIF) (Ghozali, 2005). Kedua ukuran tersebut menunjukkan setiap variabel independen yang satu yang dijelaskan oleh variabel independen yang lain. Nilai tolerance yang rendah sama artinya dengan nilai VIF yang tinggi (Ghozali, 2005). Jika nilai tolerance lebih besar dari 0.1 dan nilai VIF lebih kecil dari 10, maka tidak terjadi multikoliniearitas.


(47)

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji suatu model regresi linear, untuk melihat keberadaan korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan periode t-1 (Ghozali, 2005). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.

Untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam model regresi terdapat autokorelasi atau tidak, dapat diketahui melalui uji Durbin-Watson (DW). Apabila nilai DW lebih besar dari batas atas (du) dan kurang dari 4-du, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi.

d. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2005). Jika variance dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak heteroskedastisitas (Ghozali, 2005). Di dalam penelitian ini, untuk menentukan ada tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi digunakan dua cara.

Pertama, dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residuaalnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Titik-titik harus menyebar secara acak (random), baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Bila kondisi ini terpenuhi maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Cara yang kedua, yaitu dengan uji Park. Metode ini menyatakan bahwa variance (s²) merupakan fungsi dari variabel-variabel independen. Menurut Ghozali (2005), s² umumnya tidak diketahui, maka dapat ditaksir dengan menggunakan residual Ut sebagai proksi. Jika koefisien parameter untuk variabel independen tidak ada yang signifikan (nilai beta > 0.5), maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas.


(1)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 7917.421 6 1319.570 7.779 .000a

Residual 12382.579 73 169.624

1

Total 20300.000 79

a. Predictors: (Constant), Lg10_ASSET, SCON, ROA, AGE, INDC, LEVERAGE b. Dependent Variable: ICDI

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients Collinearity Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

(Constant) -31.808 12.858 -2.474 .016

AGE -.284 .317 -.083 -.897 .373 .975 1.026

LEVERAGE .000 .008 -.004 -.033 .973 .761 1.314

ROA .561 .272 .192 2.065 .042 .971 1.030

SCON .010 .071 .013 .136 .892 .985 1.015

INDC -.007 .114 -.006 -.065 .949 .932 1.073

1

Lg10_ASSET 10.782 1.867 .600 5.775 .000 .775 1.291


(2)

74

LAMPIRAN 4

HASIL ANALISIS LOGISTIC REGRESSION

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES CL

/METHOD=ENTER AGE ASSET LEVERAGE ROA SCON INDC /PRINT=GOODFIT ITER(1)

/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Included in Analysis 80 100.0

Missing Cases 0 .0

Selected Cases

Total 80 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 80 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original

Value Internal Value

0 0

1 1


(3)

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 87.150a .208 .284

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 5.879 8 .661

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

AGE -.017 .058 .087 1 .769 .983

ASSET .000 .000 7.677 1 .006 1.000

LEVERAGE -.003 .002 2.781 1 .095 .997

ROA .023 .044 .263 1 .608 1.023

SCON .013 .013 .989 1 .320 1.013

INDC -.039 .025 2.427 1 .119 .962

Step 1a

Constant .088 1.451 .004 1 .952 1.092


(4)

xvi

LOGISTIC REGRESSION VARIABLES BC

/METHOD=ENTER AGE ASSET LEVERAGE ROA SCON INDC /PRINT=GOODFIT ITER(1)

/CRITERIA=PIN(0.05) POUT(0.10) ITERATE(20) CUT(0.5).

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Included in Analysis 80 100.0

Missing Cases 0 .0

Selected Cases

Total 80 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 80 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original

Value Internal Value

0 0

1 1

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 85.331a .257 .345

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.


(5)

Step Chi-square df Sig.

1 7.610 8 .472

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

AGE -.147 .061 5.840 1 .016 .863

ASSET .000 .000 6.133 1 .013 1.000

LEVERAGE .000 .002 .008 1 .931 1.000

ROA .085 .055 2.357 1 .125 1.088

SCON -.018 .013 1.988 1 .159 .982

INDC -.015 .021 .523 1 .470 .985

Step 1a

Constant 1.857 1.398 1.765 1 .184 6.405


(6)

xviii

LAMPIRAN 5

HASIL T-TEST

T-TEST GROUPS=ASSET(1 0) /MISSING=ANALYSIS /VARIABLES=ICD /CRITERIA=CI(.9500).

T-Test

Group Statistics

ASSET N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

1 15 50.67 11.075 2.860

ICD

0 65 30.77 14.662 1.819

Independent Samples Test Levene's Test for

Equality of

Variances t-test for Equalit

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Equal variances assumed 2.456 .121 4.932 78 .000 19.8

ICD