Penilaian Kromium Serum Darah Pada Penyandang Diabetes Mellitus Tipe 2 Dan Non Diabetes

PENILAIAN KROMIUM SERUM DARAH PADA PENYANDANG
DIABETES MELLITUS TIPE 2 DAN NON DIABETES

SUSI NUROHMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penilaian Kromium
Serum Darah pada Penyandang Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Non Diabetes adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

Susi Nurohmi
NIM I151130121

RINGKASAN
SUSI NUROHMI. Penilaian Kromium Serum Darah pada Penyandang Diabetes
Mellitus Tipe 2 dan Non Diabetes. Dibimbing oleh RIMBAWAN, FAISAL
ANWAR, dan ADI TERUNA EFFENDI.
Gaya hidup yang dipengaruhi oleh era modern yang terjadi saat ini
menggiring seseorang memiliki kebiasaan yang kurang sehat. Rendahnya aktivitas
fisik dan makanan instan yang padat energi dan tinggi lemak tidak jarang menjadi
suatu pilihan gaya hidup modern (Seddon et al. 2001). Data hasil Riset kesehatan
Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa proporsi penduduk ≥15 tahun dengan
diabetes mellitus (DM) adalah 5.7% (DepKes RI 2007). Pada tahun 2013
dilakukan survei kembali dan terdapat peningkatan proporsi penduduk ≥15 tahun
dengan diabetes mellitus (DM) yakni sebesar 6.9% (Kemenkes 2013).
Mineral kromium dalam beberapa penelitian dinyatakan memiliki hubungan
yang berlawanan dengan resistensi insulin (Kim dan Song 2014). Hal inilah yang
mendasari penelitian ini untuk dilakukan yaitu melihat perbedaan nilai kromium

serum darah pada penyandang DM tipe 2 dan non DM dapat digunakan untuk
menjadi salah satu pertimbangan perlu atau tidaknya dilakukan suplementasi guna
memperbaiki mekanisme kerja insulin pada penderita diabetes. Tujuan dari
penelitian ini adalah: 1) mengetahui karakteristik subjek DM tipe 2 dan non DM;
2) menilai status gizi subjek DM tipe 2 dan non DM; 3) mengetahui tingkat
aktivitas fisik subjek DM tipe 2 dan non DM; 4) mengetahui tingkat kecukupan
energi dan zat gizi subjek diabetes dan non diabetes; 5) menilai kadar kromium
serum, glukosa darah puasa, dan HbA1c subjek DM tipe 2 dan non DM; 6)
menguji keterkaitan antara asupan kromium dengan kadar kromium serum; 7)
menguji keterkaitan antara status gizi, aktivitas fisik, dan tingkat kecukupan
energi dan zat gizi dengan glukosa darah puasa dan HbA1c; 8) menguji
keterkaitan antara kadar kromium serum darah dengan glukosa darah puasa dan
HbA1c.
Penelitian dilakukan dengan desain cross sectional survey dan dilakukan
pada bulan Juni 2015-Februari 2016 bertempat Puskesmas I Denpasar Timur dan
Puskesmas I Denpasar Barat Kota Denpasar. Kriteria inklusi untuk kelompok DM
tipe 2 adalah pria dan wanita usia 50-65 tahun, penyandang DM tipe 2, sudah
mengalami menopause untuk wanita ≥1 tahun terhitung saat penelitian dilakukan,
dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan pada inform concent. Adapun kriteria eksklusi meliputi penyandang

DM tipe 1, menderita anemia, dan menggunakan terapi insulin pada penyandang
DM tipe 2. Subjek dipilih secara purpossive dari sebanyak 432 calon subjek
terpilih sejumlah 42 orang untuk kelompok DM tipe 2 dan 45 orang kelompok
non DM. Data yang dikumpulkan berupa Indeks Massa Tubuh (IMT), komposisi
lemak tubuh, lemak visceral, lingkar pingang, gambaran konsumsi pangan sumber
kromium, tingkat kecukupan energi dan zat gizi, aktivitas fisik, glukosa darah
puasa, HbA1c, dan kadar kromium serum darah.
Data yang diperoleh diolah dengan microsoft excell dan SPSS for
windows. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan variabel bebas
(status gizi, aktivitas fisik, tingkat kecukupan energi dan zat gizi serta kadar
kromium serum) dan terikat (glukosa darah puasa dan HbA1c). Korelasi

Spearman dan Pearson digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel
bebas dan terikat sedangkan analisis multivariat menggunakan regresi logistik.
Sebagian besar subjek memiliki status gizi obesitas. Status gizi
berdasarkan IMT antara subjek DM tipe 2 dan non DM tidak berbeda secara
signifikan. Rataan nilai IMT pada kelompok DM tipe 2 (26.4±4.5) lebih tinggi
dibandingkan kelompok non DM (25.5±5.0). Nilai rataan komposisi lemak tubuh
pada perempuan DM tipe 2 lebih tinggi (38.3%) dibandingkan pada perempuan
non DM (35.4%). Demikian pula pada laki-laki, nilai rataan komposisi lemak

tubuh pada laki-laki DM tipe 2 lebih tinggi (25.3%) dibandingkan pada kelompok
non DM (22.9%). Sebesar 52.4% subjek pada kelompok DM tipe 2 memiliki
kadar lemak visceral berlebih begitu pula pada kelompok non DM (46.0%). Nilai
rataan lingkar pinggang pada perempuan berbeda signifikan. Lingkar pinggang
perempuan DM tipe 2 lebih tinggi (91.9 cm) dibandingkan dengan subjek
perempuan non DM (83.4 cm) meskipun kedua kelompok tergolong dalam
kategori tinggi untuk perempuan. Adapun lingkar pinggang pada laki-laki tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok. Namun nilai
rataan lingkar pinggang laki-laki DM tipe 2 lebih tinggi (90.5 cm) dibandingkan
dengan laki-laki non DM (87.2 cm).
Aktivitas fisik yang ditunjukkan dengan nilai PAL menunjukkan bahwa
pada kelompok non DM tingkat aktivitas fisiknya lebih tinggi (PAL 1.68±0.09)
dibandingkan pada kelompok DM tipe 2 (PAL 1.58±0.11). Nilai rataan tingkat
kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat pada kedua kelompok
tergolong normal. Tingkat kecukupan serat pangan kedua kelompok tergolong
rendah. Tingkat kecukupan serat pangan untuk kelompok DM tipe 2 lebih rendah
(55.4 ± 15.9%) jika dibandingkan dengan kelompok non DM (62.1 ± 15.5%).
Tingkat kecukupan energi, protein, dan karbohidrat tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna antara kelompok subjek DM tipe 2 dan non DM.
Namun tingkat kecukupan serat dan kromium memiliki perbedaan yang

bermakna. Jenis pangan mengandung kromium yang paling banyak dikonsumsi
dan memberikan kontribusi terhadap tingkat kecukupan adalah beras, ayam,
tomat, dan kangkung. Rata-rata kromium pada kelompok non DM adalah 65.1
µg/L. Kadar kromium serum pada kelompok DM tipe 2 tidak terkontrol (35.6
µg/L) lebih rendah dibandingkan dengan DM tipe 2 terkontrol (46.6 µg/L).
Subjek dengan glukosa darah puasa dan kadar HbA1c sebagai kontrol tingkat
glikemik yang semakin tinggi memiliki kadar kromium serum yang semakin
rendah.
Terdapat hubungan yang signifikan antara GDP dan HbA1c dengan
lingkar pinggang, aktivitas fisik, kadar kromium serum, dan serat makanan.
Indeks massa tubuh dan lemak visceral memiliki hubungan yang signifikan
dengan kadar HbA1c. Variabel yang paling dominan terhadap profil glukosa
darah adalah aktivitas fisik dengan OR 6.248 (1.795-21.995) terhadap glukosa
darah puasa dan 3.590 (1.153-11.182) terhadap HbA1c .
Kata kunci: Aktivitas fisik, diabetes mellitus tipe 2, glukosa darah puasa,HbA1c,
kadar kromium.

SUMMARY
Assessment of Serum Chromium Levels in Normal and Type 2 Diabetes Mellitus
Patients. Supervised by RIMBAWAN, FAISAL ANWAR, and ADI TERUNA

EFFENDI.
Nowadays, modern lifestyles lead people to have unhealthy habits. Low
physical activity, high energy-dense food, and high fat diet and not infrequently
become a modern lifestyle choice (Seddon et al. 2001). Based on Basic Health
Survey 2007 prevalence of type 2 diabetes mellitus in Indonesia among 15 years
or older was 5.7%. This percentage increased and became 6.9% in 2013
(Kemenkes 2013).
Chromium in several studies revealed to have the opposite relationship
with insulin resistance (Kim and Song 2014). General objectives of this research
was to analyze the different value of blood serum chromium in diabetic and
normal subjects. Specific objectives of this research were to: 1) identify
characteristics of diabetic and normal subjects; 2) assess nutritional status of
diabetic and normal subjects; 3) identify physical activity level among diabetes
and normal subjects; 4) determine nutrients and energy requirment levels among
diabetic and normal subjects; 5) assess serum chromium levels, fasting blood
glucose, and HbA1c among diabetes and normal subjects; 6) identify the
association between chromium requirment level and serum chromium levels; 7)
identify the association between nutritional status, physical activity, and nutrients
and energy requirment levels and fasting blood glucose and HbA1c; 8) identify
the association between serum chromium levels and fasting blood glucose and

HbA1c.
Design of this study was cross-sectional survey, conducted from June
2015 to February 2016 in Puskesmas I Denpasar Barat and Puskesmas I Denpasar
Timur. The number of subjects were 42 for diabetic group and 45 for normal
group. The inclusion criterias for diabetic group were men and women aged 50-65
years, suffering from type 2 diabetes, having menopause for women ≥1 years
from the time of the study, and willing to participate in this research evidenced by
inform concent approval. Data collected in the form were Body Mass Index
(BMI), body fat composition, visceral fat, waist circumference, consumption of
chromium source, nutrient and energy requirment levels, physical activity levels,
fasting blood glucose, HbA1c, and serum chromium levels.
Statistical analysises were performed using SPSS for windows. Univariate
analysis was used for describing the independent variables (nutritional status,
physical activity levels, nutrients and energy requirment levels as well as serum
chromium levels) and dependent variables (fasting blood glucose and HbA1c).
Spearman and Pearson Correlation were used for analyzing the relationship
between independent and dependent variables while multivariate analysis using
logistic regression.
Most of the subjects were obes. Nutritional status based on BMI between
diabetic and normal group did not differ significantly. The average of BMI among

diabetic group (26.4±4.5) was higher than normal group (25.5±5.0). The value of
body fat composition in women with diabetes (38.3 %) was higher than normal
women (35.4%). Similarly, in men, composition of body fat average value in

diabetic men (25.3%) was higher than normal men (22.9%). Most of subjects in
diabetic group (52.4%) had high levels of visceral fat and so did normal groups
(51%). The average value of waist circumference in women was significantly
different. Women waist circumference (91.9 cm) was higher than normal female
subjects (83.4 cm). Both groups were classified as high category. The waist
circumference in men did not show any significant differences in both groups. The
average diabetic men waist circumference (90.5 cm) was higher than normal men
(87.2 cm).
Physical activity showed that normal group (1.68±0.09) had greater than
diabetic group (1.58±0.11). The mean value of energy, protein, fats, and
carbohydrates requirment levels in both groups were classified as normal, and
between the two groups did not differ significantly. Dietary fiber requirment
levels of both groups were low. Dietary fiber requirment level of diabetic group
(55.4±15.9%) was lower than normal group (62.1±15.5%).
Adequacy level of energy, protein, and carbohydrates did not show a
significant difference between both groups. But on the level of adequacy of fiber

and chromium there were significant differences. Type of foods containing
chromium that were the most consumed and contributed to the level of adequacy
were rice, chicken, tomatoes, and spinach. Chromium values observed in non
diabetic group were diabetic group 65.1 µg/L. The average of chromium values
among diabetic group with poor glycemic control (35.6 µg/L) were significantly
lower in comparison to diabetic group with good glycemic control.
There was a significant correlation between GDP and HbA1c with waist
circumference, physical activity, serum chromium levels, and dietary fiber. BMI
and visceral fat had significant association with HbA1c. The most dominant
variable toward fasting blood glucose and HbA1c was physical activity by OR
6.248 (1.795-21.995) and 3.590 (1.153-11.182).
Keywords: Chromium levels, diabetes mellitus type 2, fasting blood glucose,
HbA1c, physical activity.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB


Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENILAIAN KROMIUM SERUM DARAH PADA PENYANDANG
DIABETES MELLITUS TIPE 2 DAN NON DIABETES

SUSI NUROHMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS.

PRAKATA

Alhamdulillaahi Rabbil’alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Alloh SWT yang tanpa henti memberikan nikmat berupa hidayah dan rahmat
hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis yang berjudul
―Penilaian Kromium Serum Darah pada Penyandang Diabetes Mellitus Tipe 2 dan
Non Diabetes‖ ini disusun sebagai tugas akhir pada Program Studi S2 Ilmu Gizi
Masyarakat.
Terselesaikannya tulisan ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Dr Rimbawan,
Prof. Dr Faisal Anwar, MS, dan Dr. dr. Adi Teruna Effendi, Sp. PD sebagai dosen
pembimbing sekaligus sebagai guru yang senantiasa memberikan motivasi,
bimbingan, arahan, dan doa serta mengajarkan kebijaksanaan dan kerendahan hati
sebagai orang yang berilmu. Terimakasih kepada Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS sebagai
dosen penguji dan Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS. selaku sekretaris prodi
Pascasarjana Gizi Masyarakat dan moderator yang telah berkenan memberikan
saran demi perbaikan tesis ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada dr. Lina, dr. Ni
Nyoman Lilik Ardani, dan bu Madu atas bantuan yang diberikan kepada penulis
selama melakukan penelitian di Puskesmas serta Bu Agung, Bu Dayu, Mbak
Febri, Pak Wayan, dan Pak Yoga atas bimbingan yang diberikan kepada penulis
saat melaksanakan uji laboratorium. Penulis menghaturkan terimakasih kepada
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa BPPDN (Beasiswa Program
Pascasarjana Dalam Negeri) yang telah diberikan serta kepada pihak Nutrifood
dan Laboratorium Klinik Prodia selaku pemberi sponsorship.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada para dosen Pascasarjana
program studi Ilmu Gizi Masyarakat atas sumbangsih ilmu yang bermanfaat dan
para staf Departemen Gizi Masyarakat, Program Studi S2 Ilmu Gizi masyarakat,
dekanat FEMA, dan SPs IPB atas bantuan , kemudahan, dan pelayanan yang
penuh kesabaran. Kepada ibuk, bapak, dek Rizal, dan keluarga besar, ucapan
terimakasih saja yang baru bisa penulis berikan atas kasih sayang, doa, dan
dukungan yang tak pernah mengenal kata selesai. Terimakasih penulis ucapkan
kepada Bu Ketut Sutiari atas masukan dan saran yang diberikan serta telah
menjadi sahabat sekaligus rekan kerja yang memberikan motivasi serta sahabatsahabat Pascasarjana Gizi Masyarakat tahun 2013 serta semua pihak yang
membantu, memberikan doa dan dukungan baik secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Kesempurnaan bukanlah capaian yang mampu diraih dalam penulisan
tesis ini. Namun besar harapan, tulisan ini mampu menjadi keberkahan dan
membawa manfaat bagi penulis dan para pembaca.
Bogor, Januari 2017
Susi Nurohmi

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Tujuan khusus
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes
Mekanisme Pengambilan Glukosa Darah
HbA1c (Glycosylated haemoglobin)
Kromium
Kromium pada bahan pangan
Metabolisme kromium
Penilaian kadar kromium
Kadar kromium serum
Komposisi Lemak Tubuh
Aktivitas Fisik
4 METODE
Desain, Waktu, dan Tempat
Jumlah dan Cara Pengambilan Subjek
Jenis dan Cara Pengambilan Data
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik subjek
Status Gizi
Aktivitas Fisik
Konsumsi Pangan
Profil Darah
Hubungan antar Variabel
Hubungan antara status gizi dengan profil glukosa darah
Hubungan aktivitas fisik dengan profil glukosa darah
Hubungan antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan profil
glukosa darah
Hubungan antara kadar kromium serum dengan profil glukosa darah
Faktor Dominan terhadap Profil Glukosa Darah
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

ii
ii
iii
1
1
3
3
3
3
3
4
4
5
6
7
7
8
10
11
13
13
17
17
17
19
27
27
29
33
34
37
41
41
42
43
45
46
48
48
49
50
70

ii

DAFTAR TABEL
1 Kandungan kromium beberapa jenis bahan pangan
2 Penelitian mengenai status kromium dan diabetes
3 Jenis dan cara pengumpulan data
4 Pengkatagorian karakteristik subjek
5 Pengkatagorian status gizi subjek
6 Pengkatagorian nilai aktivitas fisik subjek
7 Pengkatagorian tingkat kecukupan energi dan zat gizi subjek
8 Pengkatagorian profil darah subjek
9 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik
10 Konsumsi pangan olahan subjek
11 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik
12 Asupan kromium berdasarkan konsumsi pangan mengandung kromium
13 Asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi
14 Sebaran profil glukosa darah subjek
15 Kadar kromium serum subjek
16 Hubungan antara tingkat kecukupan kromium dengan kadar kromium
serum
17 Hubungan antara status gizi dengan profil glukosa darah
18 Hubungan antara aktivitas fisik dengan profil glukosa darah
19 Hubungan antara tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan profil
glukosa darah
20 Hubungan antara kadar kromium dengan profil glukosa darah
21 Faktor dominan terhadap profil glukosa darah

8
12
20
21
22
22
24
24
27
28
33
35
36
37
38
40
41
43
43
45
46

DAFTAR GAMBAR
1 Mekanisme pengambilan glukosa oleh GLUT-4
2 Metabolisme kromium
3 Kerangka pemikiran
4 Diagram penarikan subjek penelitian
5 Sebaran subjek berdasarkan IMT
6 Sebaran subjek berdasarkan komposisi lemak tubuh
7 Nilai rataan komposisi lemak tubuh
8 Sebaran subjek berdasarkan kadar lemak visceral
9 Sebaran subjek berdasarkan lingkar pinggang
10 Nilai rataan lingkar pinggang
11 Nilai rataan kadar kromium dan profil glukosa darah pada tingkatan DM

6
9
16
18
29
30
31
32
32
33
39

iii

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Kuesioner penelitian
Nilai PAR (Physical Activity Rate)
Ethical clearence penelitian
Formulir persetujuan berpartisipasi (Informed Consent)
Prosedur Penilaian Glukosa Darah Puasa
Prosedur Penilaian HbA1c
Prosedur Penilaian Kromium Serum

57
62
63
64
67
68
69

iv

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gaya hidup yang dipengaruhi oleh era modern yang terjadi saat ini dapat
menggiring seseorang memiliki kebiasaan yang kurang sehat. Rendahnya aktivitas
fisik dan tingginya konsumsi makanan instan yang padat energi dan tinggi lemak
tidak jarang menjadi suatu pilihan gaya hidup modern (Seddon et al. 2001).
Asupan makan yang salah dapat berujung pada penyakit degeneratif yang
merugikan. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa penyakit degeneratif
tersebut saat ini tidak hanya menyerang kelompok lansia saja tetapi juga
masyarakat usia produktif sudah mengalami beberapa penyakit degeneratif seperti
hipertensi, jantung koroner, stroke, dan diabetes mellitus (Wild et al. 2004; Peng
et al. 2009; Ambady et al. 2012; Rubin & Borden 2012).
Diabetes Mellitus (DM) di Amerika Serikat telah menyerang sebanyak 2
juta penduduk atau sekitar 3% dari populasi orang dewasa dan diprediksi akan
terus bertamah menjadi 3 juta di awal tahun 2010 sebagaimana prevalensi diabetes
meningkat dua kali lipat setiap 20 tahun sejak perang dunia II (Holt & Hanley
2009). Data hasil Riset kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa proporsi
penduduk ≥15 tahun dengan DM adalah 5.7% (DepKes RI 2007). Pada tahun
2013 dilakukan survei kembali dan terdapat peningkatan proporsi penduduk ≥15
tahun dengan DM yakni sebesar 6.9% (Kemenkes 2013).
DM adalah gangguan metabolik kompleks dengan ciri-ciri adanya
hiperglikemia (tingkat glukosa darah yang lebih dari normal sebagai akibat dari
defisiensi insulin atau resistensi insulin. American Diabetes Association (2013)
menjelaskan bahwa DM merupakan sebuah kondisi saat gula darah puasa
melebihi 125 mg/dl. Taylor (2012) menyatakan bahwa resistensi insulin penting
bukan hanya dalam hal keterkaitannya dengan perkembagan DM tipe 2 tetapi juga
sebagai target pengobatan kondisi hiperglikemia pada seseorang. DM tipe 2 dapat
didahului oleh status gizi lebih atau obesitas pada seseorang terutama yang
berkaitan dengan lemak visceral. Jaringan adiposa yang berlebih dapat
berkontribusi pada peningkatan asam lemak pada sirkulasi darah yang kemudian
dapat menurunkan penggunakaan glukosa sebagai sumber utama energi selular.
Kelebihan asam lemak juga dapat meningkatkan deposit lemak pada otot dan hati
serta dapat meningkatkan senyawa-senyawa metabolit yang mengganggu
pensignalan insulin dalam sel. Jika peningkatan lemak terjadi secara terusmenerus maka dapat merusak fungsi sel islet β pankreas (Day dan Bailey 2011).
DM tipe 2 yang berkenaan dengan regulasi glukosa darah juga memiliki
keterkaitan dengan beberapa zat gizi yang berperan dalam proses metabolisme.
Salah satu zat gizi yang diketahui dapat membantu metabolisme glukosa adalah
kromium. Kromium ini diketahui mempengaruhi homeostasis glukosa pada
intoleransi glukosa dan kasus resistensi insulin (Masharani et al. 2012). Kromium
berpotensi untuk membantu kerja insulin. Selama beberapa dekade kromium telah
diketahui dapat membentuk senyawa kompleks dengan asam nikotinat dan asam
amino menjadi senyawa organik yang memiliki fungsi sebagai glucose tolerance
factor (GTF) (Gropper & Smith 2009). DM tipe 2 karena adanya resistensi insulin
diduga disebabkan oleh aktivitas GLUT-4 yang kurang optimal dalam membantu

2

pengambilan glukosa ke dalam sel. Mineral kromium dalam beberapa penelitian
dinyatakan memiliki hubungan yang berlawanan dengan resistensi insulin (Kim
dan Song 2014).
Studi metaanalisis oleh Abdollahi et al. (2013) menyebutkan bahwa
suplementasi kromium dapat memperbaiki parameter gula darah puasa. Namun
studi metaanalisis lain oleh Suksomboon et al. (2014) menyimpulkan bahwa
terdapat bukti-bukti yang kuat bahwa suplementasi kromium berpengaruh baik
terhadap pengendalian gula darah pada penyandang diabetes. Monosuplemen
kromium dapat memperbaiki parameter trigliserida dan kolesterol HDL pada
penyandang DM tipe 2.
Penyandang DM tipe 2 telah melakukan banyak cara agar tetap
mempertahankan kesehatan tubuhnya. Pengaturan pola makan baik dalam jumlah,
kualitas, serta waktunya perlu diperhatikan sebagai upaya penanggulangan DM
tipe 2. Selain itu, peningkatan aktivitas fisik yang sebelumnya kurang juga perlu
dilakukan untuk membantu proses penanggulangan DM tipe 2. Toleransi glukosa
dan sirkulasi insulin dan glukagon pada kelompok hiperglikemia mengalami
perbaikan setelah pemberian suplemen kromium sedangkan kelompok kontrol
tidak mengalami perubahan (Anderson et al. 1991). Balk et al. (2007)
menjelaskan bahwa suplementasi kromium secara signifikan memperbaiki respon
glikemik pada penyandang DM tipe 2. Namun demikian terdapat sebuah
penelitian yang menyebutkan bahwa suplementasi kromium pada non DM
ternyata tidak berdampak apapun pada konsentrasi insulin maupun glukosa darah
(Althuis et al. 2002). Adanya perbedaan hasil penelitian ini menjadi salah satu
dasar untuk meneliti kadar kromium serum pada penyandang DM tipe 2 dan non
DM.
Penelitian mengenai kromium di Indonesia dilakukan oleh Rustan (1998)
dengan subjek penderita jantung koroner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pada tingkat oklusi koroner 50%
ada korelasi yang bermakna kromium serum dengan gula puasa, trigliserida dan
HDL kolesterol. Ngaisyah (2010) menyatakan bahwa rata-rata asupan kromium
subjek masih berada di bawah standar RDA. Sebesar 78% subjek laki-laki pada
kelompok DM tipe 2 memiliki asupan kromium yang tergolong kurang sedangkan
pada wanita sebesar 62.8%. Asupan kromium di bawah angka kecukupan yang
dianjurkan merupakan faktor risiko bagi diabetes dengan nilai OR 2,02 pada
kelompok perempuan. Sedangkan pada kelompok laki-laki memiliki OR 0,05.
Asupan kromium pada subjek perempuan DM tipe 2 dan non DM memiliki
perbedaan yang signifikan dengan nilai rataan asupan kromium pada subjek non
DM lebih besar dibandingkan subjek diabetes. Namun demikian, penelitian ini
tidak melakukan penilaian mengenai kadar kromium serum darah pada kedua
kelompok subjek.
Oleh karena adanya keterbatasan informasi mengenai asupan kromium dan
kadar kromium serum darah, hal ini mendasari perlunya penelitian ini dilakukan.
yaitu untuk mempelajari bagaimana perbedaan kadar kromium serum pada
penyandang DM tipe 2 dan non DM. Data awal ini perlu diperoleh untuk
mendapatkan gambaran kadar kromium penyandang DM tipe 2 di Indonesia yang
hingga saat ini belum tersedia.

3

Perumusan Masalah
Kromium diketahui sebagai salah satu mineral mikro yang berhubungan
dengan pengaturan kadar glukosa darah pada penyandang DM tipe 2. Namun
beberapa studi menyebutkan bahwa pemberian mineral kromium ini hanya efektif
pada penyandang DM, adapun untuk non DM tidak berdampak apapun. Data
mengenai status kromium pada penyandang DM tipe 2 di Indonesia masih
terbatas sehingga perlu adanya data awal yang menyediakan gambaran status
kromium pada penyandang DM tipe 2. Adanya penelitian ini juga untuk melihat
1. Bagaimana status kromium penyandang DM tipe 2 dan non DM?
2. Adakah keterkaitan antara status kromium darah dengan status DM tipe 2?
3. Berapa kadar kromium pangan yang banyak dikonsumsi dan memberikan
kontribusi terhadap kromium bagi tubuh?
4. Jenis pangan apa saja yang memberikan kontribusi kromium pada
masyarakat?
5. Bagaimana kecukupan asupan kromium pada penyandang DM tipe 2 dan
non DM?

Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan penilaian kadar
kromium pada penyandang DM tipe 2 dan non DM.
Tujuan khusus
1. Mengetahui karakteristik subjek DM tipe 2 dan non DM
2. Menilai status gizi dan aktivitas subjek DM tipe 2 dan non DM
3. Mengetahui gambaran konsumsi pangan sumber kromium dan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi subjek DM tipe 2 dan non DM
4. Menilai kadar kromium serum, glukosa darah puasa, dan HbA1c subjek
DM tipe 2 dan non DM
5. Menguji keterkaitan antara asupan kromium dengan kadar kromium serum
6. Menguji keterkaitan antara status gizi, aktivitas fisik, dan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi serta kadar kromium dengan glukosa darah
puasa dan HbA1c

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
kadar kromium penyandang DM tipe 2 dan non DM. Adanya keterkaitan dengan
status diabetes pada seseorang, penelitian ini akan memberikan bukti dasar untuk
memperkuat dan melakukan penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan
suplementasi kromium sebagai salah satu cara penanggulangan DM tipe 2.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sumber
kromium dari beberapa jenis pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat dan
yang memberikan kontribusi terhadap asupan kromium.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Mellitus (DM)
DM merupakan suatu gangguan kronis pada hormon insulin yang
mengakibatkan tubuh tidak mampu menggunakan glukosa sehingga tidak dapat
dimanfaatkan menjadi sumber energi. DM dapat terjadi apabila pankreas tidak
mampu memproduksi cukup insulin (kurangnya hormon insulin) atau insulin yang
kurang efektif dalam membantu proses konversi glukosa menjadi energi
(resistensi insulin). Insulin dalam hal ini berfungsi untuk membantu masuknya
glukosa dalam sel agar kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan energi.
Jika glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tubuh maka akan terjadi peningkatan
glukosa dalam darah (hiperglikemia). Kondisi DM ini dipengaruhi oleh genetik
atau lingkungan dan dapat juga keduanya (Leslie et al. 2012).
American Diabetes Association (2015) mengklasifikasikan diabetes
mellitus menjadi:
1. DM tipe 1 (disebabkan oleh kerusakan sel beta, biasanya mengarah pada
defisiensi insulin absolut).
DM tipe 1 muncul karena adanya mediasi dari sistem imun yang
mengakibatkan kerusakan pada sel β pankreas. Diabetes ini sebelumnya
disebut dengan Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau juvenilonset diabetes. Sebesar 5-10% penyandang diabetes mellitus merupakan
jenis diabetes mellitus tipe 1. Diabetes mellitus tipe 1 ini terjadi karena
adanya kerusakan yang disebabkan oleh autoimun tingkat selular yang
ditandai oleh autoantibodi sel islet, autoantibodi insulin, autoantibodi
GAD (GAD65), autoantibodi tirosin fosfatase IA-2 dan IA-2b, serta
autoantibodi transporter zinc 8 (ZnT8). DM tipe 1 bisa terjadi jika terdapat
salah satu atau lebih penanda autoimun tersebut. Tingkat kerusakan sel β
berbeda pada masing-masing individu. Pada anak-anak atau remaja dapat
disertai adanya ketoasidosis sebagai manifestasi awal dari penyakit ini.
2. DM tipe 2 (karena gangguan sekresi insulin yang didahului oleh adanya
resistensi insulin)
DM tipe 2 sebelumnya mengarah pada istilah Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau adult onset diabetes yang
mencakup 90-95% dari keseluruhan penyandang diabetes. DM tipe 2
mencakup individu dengan resistensi insulin dan juga defisiensi insulin
relatif. Pada awalnya, seseorang setidaknya mampu bertahan hidup tanpa
bantuan insulin (eksogen). Terdapat berbagai macam penyebab DM tipe 2
namun tidak termasuk kerusakan autoimun pada sel β pankreas. Sebagian
besar, tidak secara keseluruhan, penyandang diabetes didahului dengan
kondisi obesitas yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Adapun
pasien yang tidak tergolong obesitas berdasarkan kriteria biasanya
mengalami peningkatan komposisi lemak tubuh yang terdistribusi pada
bagian abdomen. Ketoasidosis jarang terjadi secara spontan pada DM tipe
2. Ketika terlihat adanya gejala, biasanya timbul karena berkaitan dengan
terjadinya stress akibat penyakit lain seperti infeksi. DM tipe 2 tidak
langsung dapat terdeteksi dan dapat didiagnosa setelah beberapa tahun

5

karena kondisi hiperglikemia yang terus berkembang. Penyandang DM
mungkin memiliki kadar insulin yang normal atau tinggi, namun
seharusnya dengan kadar glukosa darah yang tinggi diharapkan mampu
menghasilkan sekresi insulin yang lebih tinggi lagi pada kondisi sel β
pankreas yang normal sehingga sekresi insulin tidak lagi efektif. Risiko
DM tipe 2 akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia, obesitas,
dan rendahnya aktivitas fisik.
3. DM Gestasional
DM gestasioanal adalah kondisi hiperglikemia yang terjadi pada
masa kehamilan. Hiperglikemia ini terjadi karena intoleransi glukosa dan
hanya berlangsung sementara. Penyandang DM gestasional diperkirakan
sekitar 7% dari total penyandang diabetes dan pada umumnya dapat
dideteksi setelah trimester kedua.
4. DM tipe lain
DM ini terjadi akibat faktor-faktor lain dan terjadi pada sekitar 1-2%
dari keseluruhan kasus DM. Penyebab lain yang dapat mengakibatkan
diabetes diantaranya gangguan genetik fungsi sel beta, kerja insulin,
adanya penyakit eksokrin pankreas seperti cystic fibrosis serta pengaruh
obat atau zat kimia yang dapat menginduksi diabetes seperti
glukokortikoid.

Mekanisme Pengambilan Glukosa Darah
Glukosa merupakan molekul hidrofilik yang tidak dapat berdifusi
sepanjang lapisan lipid bilayer pada permukaan membran sel. Oleh sebab itu,
pengambilan glukosa dalam sel difasilitasi oleh transporter membran. Manusia
memiliki dua macam transporter glukosa, yaitu transporter glukosa yang
bergantung pada sodium/natrium (Sodium dependent glucose transporter/SGLT)
dan transporter glukosa fasilitatif (Fasilitative glucose transporter/GLUT). SGLT
berperan dalam membantu penyerapan glukosa pada usus dan ginjal sedangkan
GLUT bertanggungjawab pada pengambilan glukosa pada sel-sel otot skeletal.
Terdapat 14 gen yang termasuk dalam family GLUT. Adapun yang berperan
dalam pengambilan glukosa pada sel-sel otot adalah GLUT-4 (Karlsson 2005).
Proses dan mekanisme pengambilan glukosa ke dalam sel dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 1 menunjukkan bahwa jaringan memiliki reseptor insulin (Insulin
Receptor/IR) pada permukaan membran plasma. IR terdiri atas empat sub-unit,
dua sub-unit α-peptida ekstraseluler yang berikatan dengan dua sub-unit β-peptida
pada transmembran. Pada sub-unit β-peptida terdapat domain tirosin kinase yang
berperan dalam pensinyalan insulin. Sub-unit β-peptida akan aktif oleh
autofosforilasi yang terjadi ketika insulin terikat dengan reseptor pada sub-unit αpeptida. Aktivasi IR akan menstimulasi Insulin Receptor Substrat (IRS) untuk
berikatan dengan residu tirosin terfosforilasi melalui phosphotyrosine binding
(PTB) pada IRS. Keberadaan IRS sangat bergantung pada protein. IRS yang
dominan dalam regulasi metabolik pada jaringan otot adalah IRS-1 dan IRS-2.
IRS-1 memiliki peran dalam translokasi GLUT-4 dalam proses pengambilan
glukosa dalam sel (Karlsson 2005). Ketika kadar insulin rendah, GLUT-4 di

6

dalam vesikel intraseluler otot skeletal dan lemak akan dihancurkan. Sebaliknya
ketika kadar insulin plasma tinggi GLUT-4 akan ditranslokasikan dari vesikel ke
membran plasma. Sejalan dengan translokasi GLUT-4, vesikel berfusi ke
membran plasma sehingga menyebabkan GLUT-4 tertanam pada membran
plasma, membuat GLUT-4 siap untuk fungsi absorbsi atau ambilan glukosa.
Dengan terekspresinya GLUT-4, difusi glukosa ke dalam otot skeletal dan sel-sel
lemak akan terfasilitasi. Namun gangguan pada ekspresi GLUT-4 dapat
menyebabkan gangguan metabolik berupa resistensi insulin.

Gambar 1 Mekanisme pengambilan glukosa oleh GLUT-4

HbA1c (Glycosylated haemoglobin)
HbA1c merupakan biomarker untuk mengukur rata-rata glukosa yang
berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah (glycated hemoglobin)
dalam periode tertentu. Dinamakan HbA1C karena hemoglobin, pigmen merah
pada sel darah berikatan dengan oksigen dalam sel darah merah. Sementara itu
molekul-molekul glukosa juga akan tertaut pada molekul hemoglobin pada sel
darah merah yang memiliki usia 120 hari. Selama masa tersebut, jumlah glukosa
yang terikat pada hemoglobin pada sel darah merah bergantung pada kadar
glukosa darah dalam waktu tertentu. Persentase hemoglobin yang berikatan
dengan glukosa ini memberikan estimasi rata-rata kadar glukosa darah selama
usia sel darah merah itu sendiri (Hanas dan Fox 2008). Adanya perbaikan kontrol
glikemik menunjukkan pengurangan kadar HbA1C setelah empat pekan (Nitin
2010).
Franco et al. (2014) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa subjek
dengan diabetes mellitus memiliki kadar HbA1c lebih tinggi (9.5%) dibandingkan
dengan subjek normal (5.9%) dan subjek dengan resistensi insulin (6.0%) sebagai
indikasi dari prediabetes. HbA1c dapat digunakan sebagai biomarker diabetes
karena kemampuannya dalam mengindikasikan tingkat gangguan glikemik kronik
(Nathan et al. 2007) dan memiliki tingkat perubahan atau variabilitas yang kecil
pada individu serta memiliki stabilitas analisis yang lebih besar dibandingkan

7

dengan glukosa (Little et al. 2007). Selain itu menurut Sabanayagam et al. (2009)
HbA1c dapat divalidasi sebagai biomarker risiko terhadap komplikasi diabetes
kronis dan mortalitas.
American Diabetes Association (2016) menyatakan bahwa pengukuran
HbA1c sebagai salah satu parameter penanda diabetes memiliki beberapa
keuntungan dibandingkan pemeriksaan glukosa darah puasa dan pemeriksaan
glukosa darah 2 jam setelah post prandial. Pengukuran HbA1c tidak memerlukan
kondisi tertentu seperti puasa dan lebih stabil dari pengaruh fisiologis seperti
stress atau kondisi sakit. Cut off point untuk HbA1c lebih rendah dibandingkan
glukosa darah puasa. Seseorang diindikasikan diabetes jika memiliki kadar
HbA1c ≥6.5% (48 mmol/mol).

Kromium
Kromium adalah elemen alami yang dapat ditemukan di alam dengan
bentuk 3 valensi, yaitu kromium elemental (0), kromium trivalen (+3), dan
kromium heksavalen (+6). Kromium trivalen merupakan bentuk yang secara
alami dapat ditemukan sedangkan kromium elemental dan heksavalem merupakan
tipe kromium yang biasanya dihasilkan dari proses industri (Williams PL 2000).
Zat gizi kromium adalah kromium dengan bentuk trivalen karena bentuk
heksavalen merupakan salah satu produk sampingan dari industri seperti baja
(stainless steel) dan logam-logam campuran. Bentuk heksavalen ini dapat memicu
terjadinya kanker. Namun demikian bentuk heksavalen ini tidak berkaitan dengan
zat gizi kromium dan sebaliknya zat gizi kromium dalam bentuk trivelen tidak
dapat berubah menjadi heksavalen dalam tubuh manusia (Challem 2003).
Kromium pada bahan pangan
Kromium trivalen merupakan bentuk kromium yang stabil dan paling
banyak ditemukan di alam. Kromium trivalen dinyatakan sebagai trace element
esensial (tidak dapat dihasilkan sendiri oleh tubuh) pada mamalia dan terlibat
dalam metabolisme lemak dan glukosa. Tubuh menyerap kromium (III) dalam
jumlah yang terbatas (