Penilaian Tingkat Risiko dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Masyakarat Binaan KPKM Buaran Pada Tahun 2015

(1)

DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA MASYAKARAT

BINAAN KPKM BUARAN PADA TAHUN 2015

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

Irvan Fathurohman

NIM: 1112103000075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1436 H/2015 M


(2)

ii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 12 Oktober 2015


(3)

(4)

(5)

v

Puji dan syukur ke Hadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan nikmat dan rahmat-Nya kepada penulis. Penulis bisa menyelesaikan penelitian ini tidak lain adalah karena kehendak-Nya. Shalawat serta salam semoga terlimpahcurahkan kepada Nabi Muhammad SAW serta keluarga dan para sahabatnya yang telah memberikan banyak pelajaran berharga bagi penulis. Banyak pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan penelitian ini, sehingga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. dr. Sardjana, Sp.OG (K), SH, Maftuhah, M.Kep, PhD, dan Fase Badriah, SKM, Mkes, PhD selaku wakil dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Marita Fadhilah, PhD selaku pembimbing satu yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing serta memberikan motivasi dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

4. dr. Zulhafdy Muchni, Sp.M selaku pembimbing dua yang juga telah meluangkan waktunya untuk memberi saran dan kritik dalam membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.

5. dr. Nouval Shahab, Sp.U, FICS FACS dan dr. Flori Ratna Sari, PhD selaku penanggung jawab riset PSPD 2012 yang telah memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian ini.

6. dr. Dwi Tyastuti, MPH, PhD selaku ketua KPKM Buaran yang juga banyak memberikan saran untuk penulis.

7. Ayah dan ibu beserta semua anggota keluarga atas doa yang tidak pernah berhenti diberikan kepada penulis.

8. Teman-teman satu kelompok riset, Raka Petra Prazasta, Melia Fatrani Rufaidah, Riza Mawaddatarrahmah, dan Aliefa Syifa yang telah berjuang


(6)

vi

9. Adlina Zahra yang selalu bersedia untuk membantu penulis dalam banyak hal.

10. Seluruh teman sejawat PSPD 2012 yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan penelitian ini. Semoga kita semua bisa sukses bersama-sama.

Penulis sadar bahwa banyak kekurangan pada penelitian ini. Penulis berharap mendapatkan saran dan kritik demi kebaikan di kemudian hari. Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga dapat memberikan manfaat di dunia dan akhirat.

Ciputat, 12 Oktober 2015


(7)

vii

Risiko dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Masyakarat Binaan KPKM Buaran Pada Tahun 2015. Diabetes Mellitus adalah penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Pencegahan berkembangnya diabetes mellitus akan memberikan manfaat yang signifikan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran tingkat risiko dan faktor-faktor yang berhubungan dengan risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 pada masyarakat binaan KPKM Buaran. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sebanyak 126 responden terpilih menggunakan two stage cluster sampling, kemudian diwawancara dan diperiksa dengan menggunakan kuesioner yang diadaptasi dari Finnish Diabetes Risk Score. Hasil penelitian didapatkan sebanyak 33,3% berisiko tinggi, 58,7% berisiko sedang, dan 7,9% berisiko rendah untuk menderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dalam 10 tahun. Berdasarkan analisis bivariat menggunakan ujiChi square didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat risiko Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh, lingkar perut, riwayat tekanan darah tinggi, riwayat gula darah tinggi, dan riwayat keluarga DM.

Kata kunci: Diabetes Mellitus Tipe 2, Penilaian Tingkat Risiko, Finnish Diabetes Risk Score

ABSTRACT

Irvan Fathurohman. Medical Education Program. Risk Assessment of and Factors Related to Risk of Type 2 Diabetes Mellitus in Communities around KPKM Buaran in 2015.

Diabetes mellitus is one disease with high morbidity and mortality. Prevention of the development of diabetes mellitus will provide significant benefits. The purpose of this study was to describe the risk level and factors related to the risk of Type 2 Diabetes Mellitus in communities around KPKM Buaran. A cross-sectional design was carried out among population. A total of 126 respondents were selected using two-stage cluster sampling, then interviewed and examined using adapted Finnish Diabetes Risk Score. The result showed that as much as 33,3% at high risk, 58,7% at medium risk, 7,9% at lower risk to develop Type 2 Diabetes Mellitus in 10 years. Based on bivariate analysis using chi square test, significant relationships were achieved between the risk of Type 2 Diabetes Mellitus and these factors: sex, age, body mass index, waist circumference, vegetables/fruits diets, history of high blood pressure, history of high blood sugar, and family history of Diabetes Mellitus.

Keywords: Type 2 Diabetes Mellitus, Risk Assessment, Finnish Diabetes Risk Score.


(8)

viii

LEMBAR JUDUL... i

LEMBAR PERNYATAAN... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

LEMBAR PENGESAHAN... iv

KATA PENGANTAR... v

ABSTRAK... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR DIAGRAM... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 3

1.3. Hipotesis ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 5

2.1.1. Definisi DM ... 5

2.1.2. Tipe DM... 5

2.1.3. Patogenesis DM ... 6

2.1.4. Gejala Klinis DM... 9

2.1.5. Diagnosis DM ... 9

2.1.6. Skrining DM ... 10

2.1.7. Faktor-faktor yang Berkaitan dengan DMT2 ... 11

2.1.8. Komplikasi DM ... 15

2.1.9. Pencegahan DM Tipe 2... 16

2.1.10. Pelayanan Kesehatan Prospektif... 18

2.1.11.Finnish Diabetes Risk Score... 20

2.1.12. Kerangka Teori ... 22

2.2. Kerangka Konsep... 23

2.3. Definisi Operasional ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ... 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.2.1. Lokasi ... 28

3.2.2. Waktu Penelitian... 28

3.3. Populasi dan Sampel... 28


(9)

ix

3.3.2.3. Estimasi Besar Sampel ... 28

3.3.2.4. Pemilihan Sampel... 30

3. 4. Cara Kerja Penelitian ... 30

3.5. Manajemen Data... 31

3.5.1. Pengumpulan data... 31

3.5.1.1. Sumber Data... 31

3.5.1.2. Intrumen Penelitian ... 31

3.5.1.3. Prosedur Pengumpulan Data ... 31

3.5.2. Pengolahan Data ... 33

3.5.3. Analisis Data... 33

3.5.4. Penyajian Data ... 34

3.6. Etika Penelitian... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 35

4.1.1. Uji Validitas... 35

4.1.2. Uji Reliabilitas ... 36

4.2. Gambaran Umum Masyarakat Binaan KPKM Buaran ... 41

4.3. Analisis Univariat ... 43

4.4. Analisis Bivariat ... 47

4.5. Kelebihan Penelitian ... 57

4.6. Keterbatasan Penelitian ... 57

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 58

5.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA... 59


(10)

x

Tabel 2.1. Klasifikasi Keadaan Berat Badan ... 12

Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah ... 14

Tabel 2.3. Definisi Operasional ... 24

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas pada Item Pemeriksaan... 35

Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas pada Item Wawancara ... 36

Tabel 4.3. Nilai Cronbach s Alpha Uji Reliabilitas ... 38

Tabel 4.4. Hasil Uji Reliabilitas pada Item Wawancara ... 38

Tabel 4.5. Hasil Uji Reliabilitas pada Item Pemeriksaan... 40

Tabel 4.6. Demografi Kelurahan Buaran ... 41

Tabel 4.7. Hasil Analisis Univariat ... 43

Tabel 4.8. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Risiko DMT2 ... 47

Tabel 4.9. Sebaran Responden Berdasarkan Usia dan Tingkat Risiko DMT2... 48

Tabel 4.10. Sebaran Responden Berdasarkan IMT dan Tingkat Risiko DMT2... 49

Tabel 4.11. Sebaran Responden Berdasarkan Lingkar perut dan Tingkat Risiko DMT2 ... 50

Tabel 4.12. Sebaran Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik dan Tingkat Risiko DMT2 ... 51

Tabel 4.13. Sebaran Responden Berdasarkan Diet Sayur-Buah dan Tingkat Risiko DMT2 ... 52

Tabel 4.14. Sebaran Responden Berdasarkan Riwayat Tekanan Darah Tinggi dan Tingkat Risiko DMT2... 53

Tabel 4.15. Sebaran Responden Berdasarkan Riwayat Gula Darah Tinggi dan Tingkat Risiko DMT2... 54

Tabel 4.16. Sebaran Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga DM dan Tingkat Risiko DMT2 ... 55


(11)

xi

Gambar 2.1. Patogenesis DM Tipe 1 ... 7

Gambar 2.2. Patogenesis DM Tipe 2 ... 8

Gambar 2.3. Langkah-langkah Diagnostik DM... 10

Gambar 2.4. Hubungan antara Individu dan Dokter dalam Konteks Pelayanan Kesehatan Prospektif ... 19

Gambar 2.5. Aplikasi Pelayanan Kesehatan Prospektif terhadap Komunitas ... 20

Gambar 2.6. Kerangka Teori... 22

Gambar 2.7. Kerangka Konsep ... 23


(12)

xii

Lampiran 2 Finnish Diabetes Risk Score (FINDRISC)... 67

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian ... 68

Lampiran 4 Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas... 75

Lampiran 5 Hasil Uji Statistik ... 79


(13)

1

1.1. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan masalah utama yang mengancam kesehatan masyarakat dan stabilitas ekonomi di negara berkembang dan negara maju.1,2Menurut World Health Organization (WHO, 2015) prevalensi DM pada

orang dewasa di tahun 2014 diperkirakan sebesar 9%, sedangkan menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015) prevalensi global DM pada tahun 2014 adalah sebesar 8,3% dengan jumlah pasien sebanyak 387 juta orang.3

Sebanyak 46,3% dari 387 orang tersebut ternyata tidak terdiagnosis menderita DM.3 Prevalensi DM di dunia terus mengalami peningkatan dan diperkirakan jumlah pasien akan terus bertambah hingga 205 juta orang pada tahun 2035.3 Mayoritas kasus DM terjadi di negara-negara Asia dan sebanyak 60% kasus DM di dunia ditemukan di Asia2.

Indonesia menempati peringkat keempat kasus DM terbanyak di dunia setelah India, China, dan USA.2 Berdasarkan data dari IDF (2015) Indonesia menempati peringkat kedua kasus DM terbanyak di wilayah barat Pasifik setelah China yang berada di peringkat pertama.3 Prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2014 adalah sebesar 5.81%.3 Kasus DM di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebanyak 8,4 juta kasus dan WHO (2015) memperkirakan akan terus terjadi peningkatan sampai tahun 2030 sebanyak 21,3 juta kasus.2 Hal ini setara dengan peningkatan dua setengah kali lipat kasus DM dalam jangka waktu 30 tahun.

DM menjadi masalah utama kesehatan terutama di negara berkembang dikarenakan tingkat morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi.4 Pada tahun 2012

DM menjadi penyebab langsung kematian pada 1,5 juta orang, sedangkan pada tahun 2014 DM menyebabkan 4,9 juta kematian di dunia.3,5Delapan puluh persen

dari kasus kematian terjadi di negara dengan pendapatan rendah dan menengah.5

WHO (2015) memperkirakan bahwa DM akan menjadi penyebab kematian ketujuh terbesar di dunia pada tahun 2030.5

DM menjadi salah satu penyebab utama terjadinya morbiditas dan mortalitas terutama pada sistem kardiovaskular.1Dalam perjalanan penyakitnya,


(14)

DM dapat menimbulkan kerusakan pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf.5 Komplikasi DM meliputi penyakit kardiovaskuler, kebutaan, amputasi ektremitas bawah, dan gagal ginjal.1 Di Amerika, 71% pasien DM didiagnosis

dengan hipertensi dan 65% dengan dislipidemia.6Pada tahun 2010 terdapat 73.000

kasus amputasi non-trauma pada pasien yang terdiagnosis DM di Amerika. Risiko menderita stroke dan serangan jantung pada pasien DM meningkat 1,8 kali lipat dibandingkan dengan orang yang tidak terdiagnosis DM.6 Di Indonesia, DM

menjadi penyebab kematian kelima pada pasien rawat inap setelah stroke, penyakit jantung, kanker, dan Penyakit Paru Obstruktif (PPOK).7

Selain menjadi masalah utama kesehatan, DM pun menjadi ancaman yang kuat bagi perekonomian negara.2 Pada tahun 2010, secara global DM memakai anggaran kesehatan sebesar 12% dari keseluruhan anggaran kesehatan yang ada.2 Persentase ini setara dengan nilai US$376 milyar dan diperkirakan anggaran ini akan mencapai US$490 Milyar pada tahun 2030.2Di Amerika total kerugian negara akibat DM mencapai US$245 milyar dolar pada tahun 2012 dengan estimasi biaya perorang pada tahun 2014 sebesar US$10.902, sedangkan di Indonesia, biaya perorang untuk pasien Diabetes adalah sekitar US$175 atau setara dengan Rp1.750.000,- pada tahun 2014.3,6 Jika dihitung, rata-rata biaya kesehatan untuk individu dengan DM adalah 2,3 kali lipat lebih besar dibandingkan individu tanpa DM.6

Mengingat prevalensi, morbiditas, dan mortalitas serta dampak negatif DM terhadap ekonomi yang tinggi maka perlu dilakukan pencegahan yang efektif dan efisien terhadap penyakit ini. Menurut IDF, intervensi dini dan pencegahan berkembangnya DM akan memberikan manfaat yang signifikan bagi pasien dengan meningkatkan usia harapan dan kualitas hidupnya serta bagi negara dengan membantu menjaga kestabilan ekonomi.8 Salah satu cara yang bisa dilakukan

adalah dengan mengembangkan pelayanan kesehatan prospektif, yaitu pelayanan kesehatan yang menitikberatkan pada proses pencegahan berkembangnya sebuah penyakit.9 Salah satu proses yang penting dalam pelayanan kesehatan prospektif

adalah dengan melakukan penilaian risiko individu untuk mengembangkan penyakit tertentu, termasuk DM Tipe 2 (DMT2) yang banyak dipengaruhi oleh faktor gaya hidup yang dapat dimodifikasi.9


(15)

Tingginya angka keberhasilan intervensi dini dalam mencegah berkembangnya DMT2 pada individu membuat penilaian risiko penyakit menjadi bagian penting dalam proses pencegahan, terutama pada fasilitas layanan primer yang memiliki tanggung jawab dalam program pencegahan penyakit. Maka dari itu, pada penelitian ini dilakukan penilaian risiko individu sehat untuk menderita DMT2 dalam jangka waktu 10 tahun di wilayah binaan Klinik Pelayanan Kesehatan Masayarakat (KPKM) Buaran, sehingga dapat dilakukan intervensi dini sesuai tingkat risiko untuk mencegah kejadian DMT2 di masyarakat. Mengingat kepentingannya, penilaian tingkat risiko seperti ini seharusnya bisa dilakukan secara luas di fasilitas pelayanan primer di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

 Bagaimana gambaran tingkat risiko DMT2 pada masyarakat binaan KPKM Buaran pada tahun 2015?

 Apakah terdapat hubungan antara tingkat risiko DMT2 dengan jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh, lingkar perut, aktivitas fisik, diet sayur atau buah, riwayat tekanan darah tinggi, riwayat gula darah tinggi, dan riwayat keluarga DM pada masyarakat binaan KPKM Buaran pada tahun 2015?

1.3. Hipotesis

 Gambaran tingkat risiko DMT2 pada masyarakat binaan KPKM Buaran adalah sebagai berikut: lebih dari 40% berisiko tinggi, lebih dari 40% berisiko sedang, dan kurang dari 20% berisiko rendah.

 Terdapat hubungan bermakna antara tingkat risiko DMT2 dengan jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh, lingkar perut, aktivitas fisik, diet sayur atau buah, riwayat tekanan darah tinggi, riwayat gula darah tinggi, dan riwayat keluarga DM pada masyarakat binaan KPKM Buaran pada tahun 2015.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

a. Mengetahui gambaran tingkat risiko DMT2 pada masyarakat binaan KPKM Buaran pada tahun 2015.


(16)

b. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat risiko DMT2 di KPKM Buaran pada tahun 2015.

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui persentase masyarakat yang memiliki risiko rendah, sedang, dan tinggi untuk menderita DMT2 dalam jangka waktu 10 tahun di wilayah binaan KPKM Buaran pada tahun 2015.

b. Mengetahui hubungan antara tingkat risiko DMT2 dengan jenis kelamin, usia, indeks massa tubuh, lingkar perut, aktivitas fisik, diet sayur atau buah, riwayat tekanan darah tinggi, riwayat gula darah tinggi, dan riwayat keluarga DM pada masyarakat binaan KPKM Buaran pada tahun 2015.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk menambah wawasan dan mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selama masa perkuliahan, terutama materi mengenai riset dan DMT2.

1.5.2. Bagi Institusi (FKIK & KPKM)

a. Sebagai referensi mengenai gambaran tingkat risiko DMT2 pada masyarakat binaan KPKM di Kelurahan Buaran.

b. Sebagai referensi bagi KPKM untuk melakukan pelayanan kesehatan berbasis pencegahan penyakit di Kelurahan Buaran.

1.5.3. Bagi Masyarakat

Menambah pengetahuan dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan, terutama kelompok yang berisiko tinggi agar dapat segera melakukan tindakan pencegahan untuk menghindari berkembangnya penyakit DMT2.


(17)

5

2.1. Landasan Teori 2.1.1 Definisi DM

DM atau yang dikenal di masyarakat Indonesia dengan nama kencing manis merupakan kumpulan penyakit metabolik yang memiliki karakteristik khas berupa tingginya kadar gula darah, yang dikenal dengan istilah hiperglikemia. DM dapat disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau kombinasi keduanya. Menurut American Diabetes Association (ADA, 2008) DM adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh adanya gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau gangguan keduanya.10

Sedangkan menurut WHO (2015) DM adalah sebuah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak mampu memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak mampu menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif.12 Gangguan sekresi atau kerja insulin menyebabkan gangguan intakeglukosa dari sirkulasi ke dalam sel target insulin untuk selanjutnya dimetabolisme. Akibatnya, glukosa menumpuk di sirkulasi dalam jumlah yang banyak. Penumpukan glukosa di dalam sirkulasi yang banyak inilah yang menyebabkan munculnya gejala-gejala DM.11

2.1.2. Tipe DM

Terdapat dua tipe DM, yaitu DM Tipe 1 (DMT1) dan DM Tipe 2 (DMT2). Pada diabetes tipe 1, terjadi gangguan sekresi insulin oleh sel-sel beta pankreas. Oleh karena itu, substitusi insulin mutlak diperlukan untuk terapi DMT1, sehingga tipe 1 ini sering disebut sebagai DM tergantung insulin. Sedangkan DMT2 terjadi akibat resistensi insulin, yaitu kegagalan sel target insulin untuk memberikan respon terhadap insulin. Seiring progresivitasnya, resistensi insulin ini pun bisa menyebabkan kerusakan pada sel beta pankreas yang berakhir pada gangguan sekresi insulin seperti terjadi pada DMT1. Kejadian DMT2 menempati 90% dari seluruh kasus diabetes yang terjadi.14


(18)

2.1.3. Patogenesis DM 2.1.3.1. Patogenesis DMT1

DMT1 adalah tipe DM yang bersifat autoimun dan kronik. DMT1 berhubungan dengan adanya proses destruksi selektif sel B pankreas yang memproduksi insulin. Onset dari DMT1 menggambarkan proses akhir dari terjadinya destruksi sel B pankreas. Gambar 2.1 memperlihatkan bagan patogenesis terjadinya DMT1. Al Homsi dan Lukic (1992) memberikan gambaran karakteristik DMT1 sebagai sebuah penyakit autoimun sebagai berikut:

a. Adanya sel-sel yang imunokompeten di pulau-pulau pankreas yang terinfiltrasi.

b. Adanya autoantibodi spesifik sel-sel pulau langerhans.

c. Adanya perubahan imunoregulasi yang diperantarai sel T CD4+.

d. Adanya keterlibatan Sel TH1 yang memproduksi Interleukin pada proses destruksi.

e. Adanya respon terhadap imunoterapi.

f. Pasien atau anggota keluarga pasien mengalami rekurensi penyakit autoimun.14


(19)

2.1.3.2. Patogenesis DMT2

Pada keadaan fisiologis, kadar glukosa darah diatur secara cukup ketat oleh interaksi antara sel B pankreas yang menyekresikan insulin dan jaringan tubuh yang sensitif terhadap insulin, khususnya hepar. Pada diabetes tipe 2, kedua proses yang meregulasi kadar glukosa darah tadi mengalami gangguan, yaitu sel B pankreas mengalami disfungsi sehingga tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup

Kerentanan genetik

Barier pertahanan tidak

efektif

Respon imun tidak efektif Agen asing,

contoh: Virus Pancreotropik

Autoimun Limfosit T

CD4

IFN- IL-1

TNF-Makrofag

Antigen

Stressor DMT1

Kerusakan sel

Kerusakan > 90%

Gambar 2.1. Patogenesis DMT113 Sumber: Ozougwu dkk, 2013


(20)

disertai insulin yang dihasilkan yang dihasilkan ternyata tidak bisa bekerja secara efektif karena jaringan target insulin telah mengalami resistensi terhadap insulin. Defek yang pertama kali terjadi adalah resistensi insulin kemudian diikuti dengan kerusakan/ disfungsi sel B pankreas untuk menghasilkan insulin.14 Walaupun

begitu, gejala klinis pada DMT2 baru muncul ketika pankreas sudah tidak mensekresikan insulin secara adekuat.14

Gambar di bawah ini memperlihatkan bagan patogenesis untuk DMT2.

Pada patogenesis DMT2, 2 faktor utama penyebab terjadinya DM adalah lingkungan dan genetik. Namun ternyata faktor genetik lebih dominan dibandingkan faktor lingkungan dalam patogenesis DM.13Kejadian DMT2 pada kembar identik berkisar antara 70-90%. Jika kedua orang tua memiliki DM maka kemungkinan anaknya menderita DM bisa mencapai 40%. Diduga keberadaan gen-gen tertentu menyebabkan perubahan fungsi atau perkembangan atau sekresi insulin. Dikarenakan keterlibatan gen pada proses patogenesis DMT2 masih dalam

Genetik Gaya hidup

Gangguan sekresi insulin

Resistensi insulin

DMT2

Hiperglikemia progresif Gangguan toleransi glukosa

Gambar 2.2. Patogenesis DM Tipe 2.14 Sumber: Ozougwu dkk, 2013


(21)

proses investigasi, maka masih belum memungkinkan untuk memprediksi DMT2 hanya dengan loki gen yang baru diketahui.14

2.1.4. Gejala Klinis DM

Gejala klasik dari DM dikenal dengan 3P, yaitu poliuria, polidipsia dan polifagia disertai berat badan yang menurun. Kebanyakan pasien datang ke dokter setelah muncul komplikasi dari DM, seperti adanya mikroangiopati ataupun neuropati, sehingga gejala yang nampak adalah dominan gejala-gejala dari komplikasi DM. Contoh gejala yang nampak setelah terjadi komplikasi adalah luka yang sulit sembuh, mati rasa, juga gangguan penglihatan.14

2.1.5. Diagnosis DM

Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu dari 3 kriteria di bawah ini:

1. Ditemukannya gejala klasik DM dan gula darah sewatu (GDS) >200 mg/dL. 2. Ditemukannya gejala klasik DM dan gula darah puasa (GDP) > 126mg/dL. 3. Tes toleransi Glukosa Oral > 200mg/dL.

Algoritma diagnostik DM dapat dilihat pada Gambar 2.3. tentang langkah-langkah diagnostik DM yang dikeluarkan oleh Persatuan Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2011) sebagai berikut:


(22)

Gambar 2.3. Langkah-langkah diagnostik DM50 Sumber: PERKENI, 2011

2.1.6. ScreeningDM

Kadar gula darah puasa dan HbA1c digunakan secara luas untukscreening DMT2. Dua instrumen ini direkomendasikan oleh ADA (2011) dikarenakan pertimbangan beberapa hal berikut:

1. Banyak individu yang memenuhi kriteria DMT2 biasanya asimptomatik dan tidak menyadari sedang menderita DM.


(23)

2. Beberapa individu datang dengan diagnosis yang telah disertai komplikasi. 3. Penatalaksanaan pada pasien DMT2 biasanya merubah riwayat alamiah dari

penyakit DM itu sendiri.

ADA (2011) merekomendasikan prosesscreeningdilakukan setiap 3 tahun sekali oleh orang yang berusia >45 tahun. Untuk yang berusia kurang dari 45 tahun, rekomendasi screening berlaku apabila mengalami obesitas (BMI > 25) dan memiliki faktor risiko DMT2.14

2.1.7. Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan DMT2 a. Riwayat DMT2 pada keluarga

Faktor genetik merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap berkembangnya DMT2 pada individu. Risiko untuk terjadinya DMT2 pada salah satu kembar identik apabila kembar yang lain terkena DMT2 adalah sebesar 70 % sampai 90 %. Sedangkan risiko pada individu dengan kedua orang tua menderita DMT2 dapat mencapai 40%. Banyak gen yang diduga berperan pada perkembangan DMT2 pada individu. Mekanisme gen dalam meningkatkan risiko DMT2 diperkirakan melalui perubahan fungsi, perkembangan, dan sekresi insulin dari pulau-pulau langerhans pada pankreas.14,50

b. Obesitas

Obesitas adalah suatu keadaan penumpukan lemak di jaringan adiposa secara berlebihan. Kesulitan dalam pengukuran lemak tubuh secara langsung membuat indeks massa tubuh (IMT) yang digunakan untuk menentukan apakah individu masuk dalam kategori obes atau tidak. Nilai IMT didapatkan dengan membagi berat badan dalam kilogram (Kg) dengan tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). Hubungan antara IMT dan lemak tubuh ditentukan oleh proporsi

tubuh. Terdapat perbedaan interpretasi penilain IMT pada orang-orang berusia lanjut dan pada para atlet. Pada orang berusia lanjut, kemungkinan proporsi lemaknya lebih banyak dibandingkan para atlet, sedangkan proporsi otot tentu lebih banyak pada kelompok atlet. Berdasarkan penilaian IMT, dapat ditemukan status berat badan individu termasuk berat badan kurang, normal, lebih, berisiko, obes I dan obes II.11,20,21Sebagaimana dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:


(24)

Tabel 2.1. Klasifikasi Keadaan Berat Badan11

Sumber: Sudoyo AW dkk, 2009

Berat badan individu ditentukan 40-70% oleh faktor genetik dan dipengaruhi oleh kebiasaan makan serta aktivitas fisik. Obesitas pada laki-laki biasanya terjadi setelah umur 30 tahun, sedangkan pada wanita terjadi akibat obesitas pada masa kecil.11

Obesitas, terutama obesitas sentral dapat meningkatkan risiko terjadinya sindrom metabolik seperti DM, dislipidemia, dan hiperurisemia.11 80% pasien DMT2 adalah pasien yang obes.14Pada obesitas sentral penumpukan lemak terjadi di daerah abdomen. Lemak ini terdiri dari lemak subkutan dan lemak intrabdominal yang terdiri dari lemak omental, mesenterial, serta retroperitoneal. Lemak subkutan abddomen inilah yang memiliki korelasi kuat terhadap terjadinya resistensi insulin.11

Obesitas sentral dapat dinilai salah satunya dengan mengukur lingkar perut. Menurut WHO (2009) pengukuran lingkar perut sebaiknya dilakukan di pertengahan antara batas bawah iga dan krista iliaka. Pengukuran dilakukan dengan meggunakan pita secara horizontal pada saat akhir ekspirasi. Lingkar perut >90 cm pada laki-laki dan >80 cm pada wanita berhubungan dengan peningkatan risiko obesitas dan sindrom metabolik. Obesitas sentral dapat terjadi pada individu walupun individu tersebut memiliki IMT < 25 Kg/m2.11

Klasifikasi IMT

Berat Badan Kurang < 18,5

Normal 18,5-22,9

Berat Badan Lebih > 23,0

Berisiko 23,0-24,9

Obes I 25,0-29,9


(25)

Resistensi insulin pada obesitas merupakan salah satu penyebab terjadinya sindrom metabolik. Insulin merangsang lipogenesis pada jaringan arterial dan adiposa, sehingga terjadinya penumpukan lemak pada jaringan adiposa.11

Pada keadaan obes terjadi peningkatan asam lemak, penumpukan lipid intrasel, dan pembentukan sitokin oleh adiposit yang dapat menyebabkan kerusakan fungsi insulin. Selain itu, inflamasi terkait obesitas, termasuk infiltrasi makrofag dan induksi respon stres dapat menyebabkan resistensi insulin.14

c. Intoleransi glukosa

Intoleransi glukosa adalah keadaan homeostasis gula darah yang abnormal. Intoleransi glukosa mendahului kejadian DMT2 dan menjadi salah satu faktor risiko DMT2.14,50 Intoleransi glukosa terdiri dari dua tipe yaitu gula darah puasa terganggu (GDPT) dan toleransi glukosa terganggu (TGT). Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan melalui tes toleransi glukosa oral (TTGO) setelah sampel berpuasa selama minimal 8 jam dengan hasil sebagai berikut:

 Glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL, atau  TTGO antara 140-199 mg/dL.50

Algoritma penegakkan diagnosis intoleransi glukosa dapat dilihat pada Gambar 2.3. tentang langkah-langkah diagnostik DM pada subbab diagnosis DM.

d. Aktivitas fisik yang kurang

Aktivitas fisik adalah segala bentuk gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Sedangkan olahraga adalah bagian dari aktivitas fisik yang terstruktur, terencana, dilakukan dengan repetisi, dan dengan tujuan untuk melakukan maintenance atau peningkatan pada bagian tubuh yang melakukannya.17,20,21

Aktivitas fisik yang adekuat dan reguler dapat mengurangi risiko hipertensi, stroke, dan diabetes. Selain itu, aktivitas fisik juga dapat meningkatkan kesehatan tulang dan kesehatan fisiologis tubuh. Aktivitas fisik merupakan kunci pengeluaran energi, sehingga merupakan hal yang fundamental dalam mengontrol keseimbangan energi dalam tubuh.17


(26)

e. Usia

Penambahan usia telah diobservasi sebagai salah satu faktor risiko utama pada perkembangan DMT2. Di Australia, 10% dari populasi yang berusia lebih dari 65 tahun terdiagnosis menderita DMT2.18 Diabetes Prevention Program

merekomendasikan individu yang tidak obes atau tidak berberat badan lebih untuk mulai melakukan tesscreeningDM pada usia 45 tahun.19

f. Hipertensi

Hipertensi selain menjadi faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskuler, juga memiliki keterkaitan dengan kejadian DMT2.20 PERKENI

(2011) dan ADA (2015) memasukkan hipertensi sebagai faktor risiko DMT2 yang dapat dimodifikasi. Diduga keterkaitan antara hipertensi dan DMT2 ini disebabkan oleh adanya kesamaan faktor-faktor risiko keduanya seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dan penambahan usia.51 ADA merekomendasikan individu untuk melakukan pengecekan tekanan darah setidaknya sekali dalam dua tahun jika tekanan darahnya kurang dari 120/80 mmHg. Pengukuran tekanan darah dilakukan setelah individu yang akan diperiksa berisitrahat selama 5 menit.21 Adapun klasifikasi tekanan darah adalah sebagai berikut:14

Tabel 2.2. Klasifikasi Tekanan Darah14

Klasifikasi Tekanan darah Sistolik, mmHg Diastolik, mmHg

Normal <120 dan<80

Pra hipertensi 120 139 atau80 89

Hipertensi 1 140 159 atau90 99

Hipertensi 2 160 atau100

Isolated systolic hypertension 140 dan<90 Sumber: Longo DL dkk, 2012


(27)

2.1.8. Komplikasi DM 2.1.8.1. Komplikasi Akut

Komplikasi akut yang mungkin terjadi pada pasien DMT2 adalahDiabetic ketoacidosis (DKA) dan HHS (Hyperglicemic hyperosmolar state). Dua komplikasi akut ini harus segera ditangani karena akan menimbulkan komplikasi serius jika telat ditangani.14

Gejala klinis DKA berupa mual, muntah, kehausan, poliuria, nyeri abdomen, dan nafas yang pendek. Nyeri abdomen bisa terjadi sangat parah sehingga menyerupai nyeri akibat peritonitis. Gejala klasik dari DKA adalah ditemukannya pernapasan kussmaul serta tercium fruity odor yang mengindikasikan terjadinya sidosis metabolik dan peningkatan jumlah aseton dalam tubuh.14

DKA terjadi akibat kombinasi penurunan jumlah insulin dan peningkatan counter regulatory hormone seperti glukogon, katekolamin dan kortisol yang memicu terjadinya proses glukoneogenesis, glikogenolisis, serta pembentukan ketone bodies. Marker inflamasi meningkat pada DKA dan HHS.14Peningkatan katekolamin meningkatkan proses lipolisis yang menyebabkan asam lemak bebas dilepaskan oleh adiposit. Asam lemak bebas ini seharusnya disimpan oleh hepar dalam bentuk trigliserida atau VLDL, namun karena keadaan hiperglukagonemia maka metabolisme asam lemak bergeser dan asam lemak diubah menjadi badan keton. Hasil akhir dari proses ini adala terjadinya ketosis.14

HHS tipikal diderita oleh orang lanjut usia yang memiliki DMT2. Terdapat riwayat poliuria, Berat badan turun, asupan makanan turun disertai penurunan status kesadaran. Juga didapatkan dehidrasi yang berat, hipotensi, takikardi, hiperosmolal, dan perubahan status kesadaran. HHS biasanya timbul disertai dengan penyakit lain seperti sepsis atau pneumonia. Pada HHS tidak ditemukan tanda-tanda ketosis seperti pada DKA.14

Penyebab utama HHS adalah insulin defisiensi dan asupan cairan yang kurang adekuat. Insulin defisiensi meningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis yang menyebabkan hiperglikemia. Hiperglikemia selanjutnya menyebabkan diuresis osmotik yang menimbulkan penurunan volume intravaskular.14


(28)

2.1.8.2. Komplikasi Kronik DM

Komplikasi kronik merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada penyakit DM. Komplikasi kronik dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi vaskular dan komplikasi nonvaskular. Komplikasi vaskular dibedakan lagi menjadi dua yaitu mikrovaskular dan makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular meliputi retinopati, neuropati, dan nefropati. Komplikasi makrrovaskular termasuk Penyakit Jantung Koroner, Penyakit Arteri Perifer, Penyakit karidovaskuler. Sedangkan komplikasi yang nonvaskular termasuk gastroparesis, infeksi, dan perubahan kulit.14

Komplikasi DM biasanya baru nampak jelas pada dekade kedua setelah terjadi hiperglikemia. Dikarenakan DMT2 memiliki masa asimptomatik hiperglikemia yang panjang, maka banyak individu yang datang dengan komplikasi pada saat diagnosis DM.14

2.1.9. Pencegahan DMT2

Diabetes merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai oleh adanya kerusakan regulasi glukosa di dalam tubuh. Pencegahan primer diabetes dilakukan dengan melakukan intervensi yang bisa mengembalikan regulasi glukosa menjadi normal. DMT2 terjadi karena 2 mekanisme utama, yaitu adanya resistensi insulin disertai defek sekresi insulin. Strategi dari pencegahan DM ditargetkan pada dua mekanisme utama tersebut. Penurunan berat badan, peningkatan aktivitas fisik, serta obat golongan biguanid dan tiazolidindion diduga bisa meningkatkan sensitivitas insulin.15

Penurunan berat badan adalah prediktor dominan dalam upaya pencegahan DMT2. Penurunan berat badan bisa didapatkan dengan pengaturan diet atau dengan olahraga. Kedua upaya tersebut bisa dilakukan secara tunggal atau secara kombinasi karena akan memberikan efek yang sama.16WHO (2015) menyarankan

orang dewasa untuk melakukan kegiatan fisik rutin intensitas sedang minimal sebanyak 150 menit setiap minggunya atau kegiatan fisik intensitas berat minimal 75 menit setiap minggunya. Kegiatan fisik berat adalah kegiatan yang membuat otot bekerja kuat dan kesulitan untuk bernapas. Contoh kegiatan fisik berat: lari, bersepeda, panjat tebing, berenang dengan cepat, tenis, bulu tangkis, lompat tali,


(29)

bermain bola, berkebun berat (menggali misalnya), mengangkat barang berat, dan yoga. Kegiatan fisik sedang adalah kegiatan yang membuat otot bekerja tidak terlalu kuat dan membuat cukup sulit bernapas. Contoh kegiatan fisik sedang: berjalan, berjalan cepat, menari, berenang dengan santai, berkebun ringan seperti menyiram tanaman, menyapu, mengepel, memasak, menjemur, naik turun tangga.17

Pemerintah Amerika (2010) di dalam American Dietary Guideline memberikan batasan porsi minimal sayuran atau buah-buahan yang dikonsumsi perhari adalah memenuhi salah satu dari beberapa kriteria berikut:

 Tiga gelas atau lebih sayur daun-daunan mentah (seperti seledri, kol, kangkung)

 Satu setengah gelas atau lebih sayur bukan daun mentah/masak (seperti wortel, tomat, brokoli, kacang-kacangan)

 Dua gelas atau lebih jus sayur

 Campuran jenis sayur yang jika dijumlahkan dalam satu hari banyaknya memenuhi sala satu pilihan di atas (contoh: 1,5 gelas sayur daun mentah + 1 gelas jus sayur)

 Dua buah apel/pisang besar/jeruk /pir atau lebih  Dua potong semangka atau lebih

 Enam belas buah stroberi atau lebih  Satu setengah gelas jus buah atau lebih

 Campuran jenis sayur yang jika dijumlahkan dalam satu hari banyaknya memenuhi salah satu pilihan di atas (contoh: 1,5 gelas sayur daun mentah + 1 gelas jus sayur)

 Campuran buah yang jika dijumlahkan dalam satu hari banyaknya memenuhi salah satu pilihan di atas (contoh: 1 Apel + 1 gelas jus buah)  Campuran buah dan sayur yang dimakan dalam sehari jika digabungkan,

banyaknya sama dengan salah satu pilihan di atas.48

Selain penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas, intervensi farmakologis juga efektif untuk mencegah atau memperlambat onset dari DMT2 pada individu dengan risiko tinggi.Bariatric Surgerydapat menjadi pilihan untuk mencegah DMT2 pada individu yang sangat obes.15,16


(30)

2.1.10. Pelayanan Kesehatan Prospektif

Berkembangnya sains terutama di bidang kedokteran memberikan stimulus untuk berkembangnya sistem pelayanan kesehatan baru, yaitu pelayanan kesehatan prospektif. Pelayanan kesehatan prospektif adalah pelayanan kesehatan yang menitikberatkan pada identifikasi dini proses yang berpotensi patologis dan intervensi untuk menghentikan proses patologis tersebut. Pelayanan kesehatan prospektif dapat melihat risiko individu untuk menderita penyakit tertentu dan mendeteksi onset awal berkembangnya sebuah penyakit. Selain itu, dengan pelayanan kesehatan prospektif juga dapat dilakukan pencegahan dan intervensi terhadap individu sehingga bisa didapatkan hasil yang maksimal di bidang pelayanan kesehatan.9

Sistem pelayanan kesehatan yang berjalan sekarang menitikberatkan dokter untuk fokus terhadap keluhan utama. Dari keluhan utama tersebut kemudian digali riwayat penyakit sekarang dan dahulu sampai didapatkan diagnosis kerja dan tata laksana yang sesuai dengan diagnosis pasien. Sistem pelayanan yang berjalan sekarang tidak memberikan fokus pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, padahal pendekatan melalui promosi kesehatan dan pencegahan bisa meminimalisir beban penyakit untuk individu dan beban finansial untuk negara.9

Pelayanan Kesehatan Prospektif memfasilitasi pasien dengan rencana pelayanan kesehatan personal. Hal ini mencakup profil kesehayan, deskripsi status kesehatan pasien sekarang, dan analisis risiko kesehatan yang diperbarui setiap tahunnya. Dengan bantuan teknologi, maka diharapkan sistem baru ini bisa mengidentifikasi individu dengan risiko tinggi dan sekaligus bisa melakukan intervensi yang agresif untuk melakukan pencegahan berkembangnya penyakit pada individu. Hubungan antara individu dan dokter dalam konteks pelayanan kesehatan prospektif tergambar dalam bagan di bawah ini:9


(31)

Aplikasi pelayanan kesehatan prospektif terhadap komunitas dapat menghasilkan tingkatan risiko individu serta rencana penatalaksanaan yang sesuai, sebagaimana terlihat dari gambar di bawah ini:

Gambar 2.4. Hubungan antara individu dan dokter dalam konteks pelayanan kesehatan prospektif9


(32)

Kunci dari aplikasi pelayanan kesehatan prospektif terhadap komunitas adalah dengan mengelompokkan masyarakat berdasarkan risiko menderita penyakit tertentu. Kemudian masyarakat diberikan fasilitas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan mereka. Fokus awal ditujukan pada tahap awal penyakit-penyakit kronik. Salah satu sebabnya adalah karena mayoritas pengeluaran anggaran pelayanan kesehatan adalah untuk menangani pasien-pasien dengan penyakit kronik, seperti diabetes, penyakit jantung, danstroke.9

2.1.11.Finnish Diabetes Risk Score

Finnish Diabetes Risk Score (FINDRISC) adalah sebuah kuesioner yang efektif untuk melakukan penilaian tingkat risiko individu menderita DMT2 dalam 10 tahun. FINDRISC menjadi salah satu kuesioner yang direkomendasikan oleh IDF dan telah diterjemahkan ke dalam 16 bahasa serta digunakan di banyak negara di dunia. Kuesioner ini dikembangkan oleh Profesor Jaana Lindström, Unit Pencegahan Diabetes, National Institute for Health and Welfare, Finlandia dan Profesor Jaakko Tuomilehto, Pusat Pencegahan Penyakit Vaskuler, Danube-University Krems, Austria. FINDRISC terdiri dari 8 item, mencakup usia, indeks

Penyakit kronik Risiko tinggi

Risiko rendah

Rencana kesehatan

personal Penilaian risiko

Manajemen penyakit Modifikasi risiko

Pendidikan

Gambar 2.5. Aplikasi pelayanan kesehatan prospektif terhadap komunitas9


(33)

massa tubuh (IMT), lingkar perut, riwayat penggunaan obat darah tinggi, riwayat gula darah tinggi, riwayat DM di keluarga, konsumsi sayur atau buah harian, dan aktivitas fisik. Pada setiap pertanyaan telah disediakan opsi jawaban yang memiliki skor yang bervariasi. Variasi skor disesuaikan dengan peningkatan risiko berkaitan dengan nilai pada model regresi pada penelitian aslinya yang berdesain kohort. Total skor dari semua pertanyaan kemudian dapat diinterpretasikan sebagai angka probabilitas individu menderita DMT2 dalam 10 tahun dengan mengacu pada tabel referensi yang telah disediakan di dalam kuesioner. Total skor dapat bervariasi mulai dari 0 sampai 26. Kuesioner ini dapat diakses melalui internet dan pengisiannya pun dapat diselesaikan hanya dalam waktu beberapa menit serta tidak memerlukan tes laboratorium.45Kuesioner asli FINDRISC terlampir di lampiran.


(34)

Gangguan sekresi insulin

Resistensi insulin

DM Tipe 2

Hiperglikemia progresif Gangguan toleransi

glukosa Riwayat keluarga

DM

Berat Badan berlebih/obes

Aktivitas Fisik kurang Bertambah

usia

Peningkatan tekanan darah

Risiko sedang Risiko

rendah

Modifikasi Risiko Pendidikan

Risiko DMT2 dalam 10 tahun

Risiko tinggi

Modifikasi Resiko Konsumsi

sayur/buah tidak cukup

Obesitas sentral

Riwayat gula darah tinggi


(35)

Gambar 2.7. Kerangka Konsep Riwayat Keluarga

DM

IMT

Aktivitas fisik

Usia Riwayat tekanandarah tinggi

Risiko tinggi Risiko sedang

Risiko rendah

Obesitas sentral Riwayat guladarah tinggi

Konsumsi sayur atau buah

Risiko DMT2 dalam 10 tahun


(36)

Tabel 2.3. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Skala

Ukur

Hasil Ukur

1. Jenis kelamin Keadaan biologis yang membedakan individu.46 Kuesioner Wawancara Nominal  Perempuan

 laki-laki

2. Aktivitas fisik

Semua jenis gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot skelet yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik dibagi menjadi 3 kelompok:

1. Tinggi, apabila responden melakukan kegiatan fisik berat minimal 150 menit atau kegiatan fisik sedang minimal 300 menit dalam satu minggu. 2. Sedang, apabila responden melakukan kegiatan

fisik berat minimal 75 menit atau kegiatana fisik sedang minimal 150 menit dalam satu minggu. 3. Rendah, apabila kegiatan fisik responden tidak

memenuhi kriteria aktivitas fisik sedang dan tinggi.17

Pada penelitian ini aktivitias fisik dikategorikan ke dalam dua kategori yaitu kategori sedang atau tinggi dan rendah.

Kuesioner Wawancara Ordinal

 Sedang atau tinggi

 Rendah

3. Pendidikan terakhir

Tingkat pendidikan formal yang terakhir ditamatkan. Terdiri dari kategori tidak sekolah, SD, SMP, SMA, dan sekolah tinggi. Sekolah tinggi mencakup tamat diploma atau tamat perguruan tinggi.

Kuesioner Wawancara Nominal

 Tidak sekolah

 SD  SMP  SMA  Sekolah tinggi 4. Usia

Lamanya hidup berdasar ulang tahun terakhir atau berdasar tahun pada saat diwawancara dikurangi tahun kelahiran.47

Kuesioner Wawancara Ordinal  <45


(37)

5. Indeks Massa Tubuh (IMT)

dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). IMT dibagi menjadi 4 kategori sebagai berikut:11

IMT Kategori

<23 Normal

23-24,9 Berat badan lebih

>25 Obes I >30 Obes II

Pada penelitian ini, IMT hanya dibagi ke dalam 2 kategori:

IMT Kategori

<23 Normal

>23 Berat badan lebih/obes

1. Timbangan berat badan 2. Stature meter

Mengukur berat badan dan tinggi badan sampel lalu dimasukkan ke dalam rumus

IMT = BB(Kg) TB (m)

Pada pengukuran berat badan sampel tidak boleh membawa barang-barang yang yang akan mengganggu akurasi hasil timbangan seperti handphone dan tas serta melihat lurus ke depan. Pada pengukuran tinggi badan sampel berdiri tegak membelakangi tembok sambil melihat lurus ke depan. Kaki, punggung, dan kepala bagian belakang menyentuh tembok untuk memastikan postur tubuh tegak.49

Ordinal 

Normal

 Berat badan berlebih/obes

6. Lingkar Perut (LP)

Ukuran lingkar perut responden. Terdapat 3 kategori lingkar perut sebagai berikut:11

Lingkar Perut Kategori Laki-laki Perempuan

<90 <80 Normal

>90 >80 Obes sentral

Meteran

Responden diukur dalam posisi berdiri tegak. Pengukuran dilakukan dengan mengelilingkan meteran di antara batas inferior tulang iga terakhir dan krista iliaka.11

Ordinal

 Normal

 Obes sentral

7. Risiko DMT2

Kecenderungan untuk menderita DMT2 dalam 10 tahun, dikategorikan menjadi 3 kategori.38

Total skor Kategori

<7 Rendah

7-14 Sedang

15-26 Tinggi

Kuesioner

Melakukan skoring terhadap hasil wawancara dan pemeriksaan, kemudian total skor diinterpretasikan untuk masuk kategori rendah, sedang, atau tinggi.

Ordinal

 Rendah

 Sedang


(38)

8. Diet Sayur atau Buah

Responden mengkonsumsi sayuran dan atau buah-buahan setiap harinya dalam porsi yang cukup sesuai denganAmerican dietary guidelineyang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika.48

Kriteria porsi cukup yang tercapai apabila memenuhi salah satu dari beberapa kriteria di bawah ini:

 gelas atau lebih sayur daun-daunan mentah (seperti seledri, kol, kangkung).

 1,5 gelas atau lebih sayur bukan daun mentah/masak (seperti wortel, tomat, brokoli, kacang-kacangan).

 2 gelas atau lebih jus sayur.

 Saya makan campuran jenis sayur yang jika dijumlahkan dalam satu hari banyaknya memenuhi salah satu pilihan di atas (contoh: 1,5 gelas sayur daun mentah + 1 gelas jus sayur).

 2 buah apel/pisang besar/jeruk /pir atau lebih.

 2 potong semangka atau lebih.

 16 buah stroberi atau lebih.

 1,5 gelas jus buah atau lebih.

 Campuran jenis sayur yang jika dijumlahkan dalam satu hari banyaknya memenuhi salahsatu pilihan di atas (contoh: 1,5 gelas sayur daun mentah + 1 gelas jus sayur).

 ampuran buah yang jika dijumlahkan dalam satu hari banyaknya memenuhi salah satu pilihan di atas (contoh: 1 Apel + 1 gelas jus buah).

 buah dan sayur yang dimakan dalam sehari jika digabungkan, banyaknya sama dengan salah satu pilihan di atas.48

Kuesioner Wawancara Nominal  Ya


(39)

9.

Riwayat tekanan darah tinggi

Tekanan darah sistol > 130 mmHg atau diastol > 85 mmHg pada saat pemeriksaan atau responden pernah meminum obat darah tinggi.45

Sfigmomanometer , stetoskop, dan kuesioner

arteri brakialis dengan dua kali pengukuran dengan jarak 5 menit. Nilai yang diambil adalah rata-rata dari kedua pengukuran yang kemudian diinterpretasikan sebagai darah tinggi atau tidak. Pengukuran dilakukan dalam keadaan duduk dan setelah responden berisitirahat selama minimal 5 menit ketika datang ke tempat pengukuran.49

Riwayat minum obat darah tinggi: wawancara

Nominal  Ya

 Tidak

10. Riwayat gula darah tinggi

Nilai GDP kapiler pada saat pemeriksaan > 90 mg/dL atau responden sebelumnya pernah memiliki kadar gula tinggi (> 90 mg/dl pada pemeriksaan kapiler).50

Kuesioner

Wawancara dan pemeriksaan gula darah puasa menggunakan glukometer. Sampel darah diambil dari ujung jari tangan responden.50

Nominal  Ya

 Tidak

11. Riwayat keluarga DM

Ada tidaknya riwayat keluarga kandung responden yang menjadi pasien DM melalui diagnosis yang ditegakkan oleh seorang dokter.

Kuesioner Wawancara Nominal  Tidak

 Ya

12. Pasien DM Individu yang telah didiagnosis oleh dokter sebagai

pasien DM39 Kuesioner Wawancara Nominal 

Ya


(40)

28

3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif-analitik dengan desain studi cross-sectionaluntuk mengetahui tingkat risiko DM Tipe 2 dalam 10 tahun.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di wilayah binaan KPKM Buaran, Kelurahan Buaran, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai Bulan September 2014 sampai Bulan Agustus 2015.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah masyarakat Binaan KPKM Buaran yang berusia 35 tahun atau lebih pada tahun 2015.

3.3.2. Sampel

3.3.2.1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah warga yang tinggal di wilayah binaan KPKM Buaran dan berusia 35 tahun atau lebih.

3.3.2.2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah warga yang menolak menjadi sampel, wanita yang sedang hamil, dan warga yang sudah terdiagnosis sebagai pasien DM.

3.3.2.3. Estimasi Besar Sample

Untuk mengetahui gambaran tingkat risiko, jumlah sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel untuk penelitian deskriptif kategorik sebagai berikut:


(41)

=

n = besar sampel

Z = deviat baku = 1,96 (kesalahan tipe I sebesar 5% atau nilai sebesar 0,05) P = 0,016 = Proporsi DMT2 di daerah Banten (Riskesdas, 2013)

Q = 1-P = 0,984

d = presisi = 2,5% = 0,025

Dari hasil perhitungan didapatkan hasil sebanyak 97 sampel. Selanjutnya untuk melakukan analisis hubungan antar-variabel maka digunakan rumus berikut:

1 = 2 = 2 + +

n1 = besar sampel kelompok 1 n2 = besar sampel kelompok 2

Z = deviat baku = 1,96 (kesalahan tipe I sebesar 5% atau nilai sebesar 0,05) Z = deviat baku = 0,84 (Kesalahan tipe II sebesar 20% atau nilai sebesar 0,2) P2 = 0,31  Proporsi kejadian DM yang tidak mendapat pengaruh dari IMT

berlebih (Trisnawati, 2013)

P1-P2= Selisih yang dianggap bermakna = 0,10

P1= 0,41Proporsi kejadian DM yang mendapat pengaruh dari IMT berlebih

P = Proporsi total (P1+P2)/2 = 0,36

Q = 1-P = 0,64 Q2= 1- P2= 0,69

Q1= 1-P1= 0,59

Dari hasil perhitungan tersebut didapatkan jumlah sampel minimal yang diperlukan pada penelitian ini adalah sebanyak 76 orang.


(42)

3.3.2.4. Pemilihan Sampel

Penelitian ini menggunakantwo stage cluster sampling. Pertama, dari masing-masing 3 RW binaan KPKM dipilih 1 RT secara random, kemudian di setiap RT yang terpilih dilakukan randomisasi untuk mendapatkan 40 sampel pada setiap RT.

3.4. Cara Kerja Penelitian

3.5. Manajemen Data 3.5.1. Pengumpulan Data 3.5.1.1. Sumber Data

Data primer yaitu usia, IMT, lingkar pinggang, tekanan darah, gula darah puasa, aktivitas fisik, asupan sayuran atau buah-buahan, riwayat tekanan darah tinggi, riwayat gula darah tinggi, riwayat keluarga DM.


(43)

Data sekunder meliputi jumlah keseluruhan masyarakat yang berada di Kelurahan Buaran, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan.

3.5.1.2. Instrumen Penelitian A. Alat Pemeriksaan

Untuk mengukur berat badan digunakan timbangan injak jarum dengan ketelitian 0,1 Kg, sedangkan untuk mengukur tinggi badan dan lingkar pinggang digunakan tali meteran dengan ketelitian 0.1 cm. Untuk mendapatkan hasil imt maka digunakan kalkulator. Tekanan darah diukur dengan menggunakan sfigmomanometer dan stetoskop Riester. Glukometer Easy Touch digunakan untuk menilai gula darah puasa.

B. Kuesioner

Pertanyaan dalam kuesioner merupakan pertanyaan yang diadaptasi dan dimodifikasi dari FINDRISC. Delapan item utama pada kuesioner asli FINDRISC dikembangkan oleh peneliti menjadi 5 item pemeriksaan dan 10 item wawancara. Lima item pemeriksaan meliputi pemeriksaan berat badan, lingkar perut, tekanan darah, dan gula darah puasa. Adapun 10 item wawancara terdiri dari 1 pertanyaan mengenai usia, 1 pertanyaan riwayat minum obat darah tinggi, 1 pertanyaan riwayat gula darah tinggi, 1 pertanyaan riwayat DM di keluarga, 2 pertanyaan diet sayur atau buah harian, dan 4 pertanyaan mengenai aktivitas fisik. Kuesioner yang telah diadaptasi dan dimodifikasi terlampir.

3.5.1.3. Prosedur Pengumpulan Data

Peneliti bersama empat pewawancara melakukan briefing untuk menyamakan persepsi sebelum melakukan pengumpulan data. Peneliti ikut menjadi pewawancara pada proses pengumpulan data sehingga ada lima pewawancara. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mendatangi responden secara langsung di rumahnya. Satu pewawancara mengumpulkan data dari satu responden. Adapun rincian proses dalam pengumpulan data yaitu:


(44)

A. Hari pertama, meliputi:

 Memberikan penjelasan kepada responden mengenai tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan cara kerja penelitian.

 Meminta persetujuan responden untuk dijadikan sampel dalam penelitian dengan menandatangani lembarinformed consent.

 Melakukan pengukuran tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dilakukan setelah dipastikan responden dalam keadaan istirahat selama minimal 5 menit dan diukur dalam keadaan duduk. Manset sfigmomanometer dipasangkan 2 jari di atas fossa cubitilengan kanan. Pemeriksa meraba arteri radialis kanan dan memompa sfigmomanometer sampai denyut arteri radialis tidak teraba. Tekanan kemudian dinaikkan sebesar 30 mmHg. Kemudian pemeriksa meletakkan stetoskop pada arteri brakialis kanan responden. Tekanan pada sfigmomanometer kemudian diturunkan dengan kecepatan 2 mmHg/detik sambil melihat posisi tertinggi raksa. Awal terdengarnya bunyi adalah patokan besarnya tekanan sistol dan ketika bunyi menghilang adalah patokan besarnya tekanan diastol.49

 Menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang telah tertulis pada kuesioner.

 Meminta responden untuk berpuasa mulai jam 10 malam pada hari itu dan datang ke rumah ketua rukun tetangga (RT) setempat keesokan harinya untuk pemeriksaan antropometri, lingkar perut, tekanan darah, dan gula darah puasa. B. Hari kedua, meliputi:

 Pengukuran berat badan. Responden dipastikan tidak membawa barang-barang yang akan merancukan berat badan, seperti tas atauhandphone. Responden berdiri menghadap ke arah jarum penunjuk timbangan berat badan dengan pandangan lurus ke depan. Pemeriksa melihat jarum penunjuk timbangan untuk menentukan berat badan responden.49

 Pengukuran tinggi badan. Responden berdiri tegak membelakangi tembok dengan pandangan lurus kedapan dan kepala, punggung, bokong, serta tumit responden menyentuh tembok. Pemeriksa menurunkan stature meter sampai menyentuh kepala responden dan melihat hasil tinggi badan responden.49

Pengukuran lingkar perut. Responden dalam keadaan berdiri, baju sedikit


(45)

meteran ke perut responden dengan ketinggian di antara tulang iga bawah dan spina iliaka anterior superior dan melihat hasilnya.49

 Pengukuran tekanan darah. Prosedur pengukuran tekanan darah pada hari kedua sama dengan pengukuran tekanan darah pada hari pertama.

 Pengukuran gula darah puasa. Pemeriksa memastikan responden masih dalam keadaan puasa dengan menanyakan apa yang sudah dimakan atau diminum sejak malam sampai pagi hari. Pemeriksa menggunakan handscoon, kemudian memasangkan lancet baru pada alat penusuk berbentuk pulpen dan memasangkan strip glukosa ke tempat yang telah disediakan pada glukometer. Pada jari pasien yang akan diambil darahnya dilakukan pemijatan ke arah distal, kemudian diusap dengan kapas alkohol. Setelah alkohol mengering, tempelkan alat penusuk pada ujung jari dan tekan tombol yang telah disediakan untuk menusukkan lancet. Ketika darah keluar, dekatkan strip glukosa yang telah menempel pada glukometer agar darah masuk ke dalam strip sesuai dengan arah yang tertulis pada strip sampai terdengar bunyi klik yang menandakan bahwa banyaknya darah sudah mencukupi. Tunggu selama 45 detik sebelum nilai gula darah puasa muncul pada layar.49

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mendatangi kantor Kelurahan Buaran untuk mendapatkan gambaran masyarakat di Kelurahan Buaran.

3.5.2. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti dari responden kemudian diolah dengan menggunakan program komputer Ms. Excel 2013 dan SPSS for windows versi 20.0. Tahapan pengolahan data terdiri daricoding, editing, entry data,dancleaning.

3.5.3. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan dua tahapan yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat digunakan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari setiap variabel penelitian. Hasil dari analisis univariat akan ditampilkan dalam bentuk tabel serta akan dinarasikan.


(46)

Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan UjiChi-squarekarena semua variabel berupa data kategorik.

Melalui uji statistik Chi-square akan diperoleh derajat kemaknaan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yaitu nilai p. Dalam penelitian ini digunakan derajat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p < 0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai p > 0,05 yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak.

3.5.3. Penyajian Data

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular.

3.6. Etika Penelitian

Penelitian ini sudah diajukan ke komite etik untuk ethical clearance. Peneliti menyediakan lembar informed consent untuk responden sebagai bukti persetujuan responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.


(47)

35

4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pada penelitian ini dilakukan uji coba instrumen kepada 30 responden yang merupakan masyarakat Binaan KPKM Buaran. Instrumen yang digunakan yaitu FINDRISC yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya, yang kemudian dimodifikasi untuk kepentingan penelitian. 37,38 Pada

penelitian ini didapatkan nilai kritis untuk korelasi rproduct-moment(r tabel) sebesar 0,361.40Nilai ini didapatkan berdasarkan jumlah sampel dan tingkat

signifikan yang dipilih yaitu 30 responden dan 5%.40 4.1.1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan instrumen yang digunakan sebagai alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.41 Suatu item dikatakan memiliki nilai validitas yang baik apabila memiliki nilai Pearson correlation(r hitung) lebih dari r tabel.42

Berdasarkan tabel di atas didapatkan nilai pearson correlation dari semua item pemeriksaan lebih besar dari nilai r tabel (0,361) sehingga dapat dikatakan bahwa semua item pemeriksaan tersebut nilai validitasnya baik.

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Pada Item Pemeriksaan

No. Item Pearson

Correlation R tabel Keterangan

1 Indeks Massa Tubuh 0,439 0,361 Validitas Baik

2 Lingkar perut 0,365 0,361 Validitas Baik

3 Tekanan Darah 0,411 0,361 Validitas Baik


(48)

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Pada Item Wawancara

No. Item Pearson

Correlation R tabel Keterangan

1 Usia 0,375 0,361 Validitas Baik

2 Berapa hari dalam seminggu Anda biasanya melakukan kegiatan fisik berat?

0,270 0,361 Validitas Kurang Baik

3 Berapa lama Anda melakukan kegiatan fisik berat biasanya dalam satu hari?

0,270 0,361 Validitas Kurang Baik

4 Berapa hari dalam seminggu Anda biasanya melakukan kegiatan fisik sedang?

0,133 0,361 Validitas Kurang Baik

5 Berapa lama Anda melakukan kegiatan fisik sedang biasanya dalam satu hari?

0,133 0,361 Validitas Kurang Baik

6 Seberapa sering Anda makan sayuran dan atau buah-buahan?

0,250 0,361 Validitas Kurang Baik

7 Berapa banyak buah dan atau sayur yang Anda makan dalam satu hari?

0,277 0,361 Validitas Kurang Baik

8 Apakah Anda pernah minum obat darah tinggi?


(49)

Berdasarkan tabel di atas didapatkan item nomor 1,8, dan 10 memiliki nilai validitas yang baik karena memiliki nilaiPearson Correlationlebih dari 0,361. Sementara item nomor 2 sampai 7 memiliki nilaiPearson Correlation kurang dari 0,361 sehingga item-item tersebut memiliki nilai validitas yang kurang baik. Hal tersebut terjadi karena kebanyakan responden tidak mengkonsumsi sayur dan atau buah setiap hari dalam porsi yang cukup sehingga data yang didapat untuk item nomor 6 dan 7 kurang bervariasi. Begitu juga untuk item nomor 2-5, hasil validitas yang kurang baik disebabkan kurangnya variasi data yang diperoleh.

Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah terjemahan dan modifikasi dari kuesioner yang sudah valid di skala internasional sehingga untuk kepentingan perhitungan skor risiko DMT2 maka semua item pada item wawancara ini akan tetap dimasukkan ke dalam kuesioner.

4.1.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui kehandalan instrumen penelitian menghasilkan ukuran yang konsisten apabila digunakan untuk melakukan pengukuran berkali-kali.41,42Suatu instrumen dikatakan memiliki nilai reliabilitas yang baik jika didapatkan nilai cronbach s alpha lebih dari nilai kritis untuk korelasi r product-moment (r tabel).32 R tabel didapatkan sebesar 0,361 untuk jumlah sampel 30 dan tingkat signifikan 0,05. Selain membandingkan dengan r tabel, menilai reliabilitias suatu instrumen juga

9 Pernahkah Anda mempunyai kadar gula darah yang tinggi?

0,827 0,361 Validitas Baik

10 Apakah ada anggota keluarga Anda yang mempunyai penyakit gula/kencing

manis/diabetes?


(50)

dapat dilakukan dengan hanya melihat nilai cronbach s alpha. Berikut interpretasi nilaicronbach s alpha:

1. Kurang reliabel:Cronbach s Alpha0,00 - 0,20 2. Agak reliabel:Cronbach s Alpha0,21 - 0,40 3. Cukup reliabel:Cronbach s Alpha0,42 - 0,60 4. Reliabel:Cronbach s Alpha0,61 - 0,80

5. Sangat reliabel:Cronbach s Alpha0,81 - 1,00.

Dari tabel 4.3 di atas didapatkan bahwa uji reliabilitas dilakukan pada 14 item dan didapatkan nilai Cronbach s Alpha sebesar 0,646. Nilai Cronbach s Alpha tersebut lebih besar dari nilai r tabel (0,361) sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen ini memiliki nilai reliabilitas yang baik.

Tabel 4.3 Hasil Uji Reliabilitas

Cronbach s Alpha N

0,646 14

Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas pada Item Wawancara

No. Item

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Keterangan

1 Usia 0,643 Reliabilitas

Baik

2 Berapa hari dalam seminggu Anda biasanya melakukan kegiatan fisik berat?

0,627 Reliabilitas Baik

3 Berapa lama Anda melakukan kegiatan fisik berat biasanya dalam satu hari?

0,658 Reliabilitas Baik


(51)

4 Berapa hari dalam seminggu Anda biasanya melakukan kegiatan fisik sedang?

0,641 Reliabilitas Baik

5 Berapa lama Anda melakukan kegiatan fisik sedang biasanya dalam satu hari?

0,641 Reliabilitas Baik

6 Seberapa sering Anda makan sayuran dan atau buah-buahan?

0,648 Reliabilitas Baik

7 Berapa banyak buah dan atau sayur yang Anda makan dalam satu hari?

0,648 Reliabilitas Baik

8 Apakah Anda pernah minum obat darah tinggi?

0,642 Reliabilitas Baik

9 Pernahkah Anda mempunyai kadar gula darah yang tinggi?

0,640 Reliabilitas Baik

10 Apakah ada anggota keluarga Anda yang mempunyai penyakit gula/kencing

manis/diabetes?

0,624 Reliabilitas Baik


(52)

Tabel 4.4 dan tabel 4.5 menunjukkan nilai Cronbach s Alpha yang didapatkan apabila salah satu item pada penelitian dihilangkan. Apabila terdapat salah satu item dihilangkan ternyata nilai reliabilitas dari kuesioner penelitian ini tetap termasuk kategori reliabilitas baik. Tingginya nilai reliabilitas ini disebabkan oleh pengambilan data yang menggunakan metode wawancara sehingga responden mendapatkan penjelasan langsung dari pewawancara mengenai item-item kuesioner.

4.2. Gambaran Umum Masyarakat Binaan KPKM Buaran 4.2.1. KPKM

Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat (KPKM) adalah sebuah fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang mendorong upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Selain menjadi pusat pelayanan kesehatan di tingkat dasar, KPKM pun didirikan sebagai lahan pendidikan dan penelitian bagi mahasiswa dan civitas akademika Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK). Sasaran didirikannya KPKM adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi warga Kota Tangerang Selatan dan warga sekitarnya. KPKM terdiri dari 2 unit:

Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas pada Item Pemeriksaan

No. Item

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Keterangan

1 Indeks Massa Tubuh 0,627 Reliabilitas Baik

2 Lingkar perut 0,658 Reliabilitas Baik

3 Tekanan Darah 0,627 Reliabilitas Baik

4 Gula Darah Puasa 0,518 Reliabilitas Baik


(53)

1. KPKM Buaran, yang terletak di Jl.H.Jamat Gg Rais RT 002/RW 005 Buaran, Serpong, Tangerang Selatan.

2. KPKM Reni Jaya, yang terletak di Jl. Surya Kencana RT 002/RW 006 Pamulang Barat, Tangerang Selatan.43

4.2.2. Masyarakat Binaan KPKM Buaran

Masyarakat binaan KPKM Buaran adalah masyarakat Kelurahan Buaran yang tinggal di sekitar KPKM Buaran. Masyarakat binaan KPKM Buaran mencakup warga di RW 3, 4, dan 5 dengan total penduduk sekitar 5000 penduduk.

4.2.3. Demografi Kelurahan Buaran

Kelurahan Buaran terdiri dari 9 rukun warga (RW) dan 33 rukun tetangga (RT) dengan jumlah penduduk sebanyak 13.064 jiwa. Jumlah kepala keluarga (KK) terhitung sebanyak 3.783 KK dengan rata-rata jumlah penduduk per KK sebanyak 3 orang.44

Tabel 4.6 Demografi Kelurahan Buaran (N=13.064)44

No Variabel Kategori

Jumlah

n Persentase (%)

1 Jenis Kelamin Perempuan 6332 48,5

Laki-laki 6732 51,5

2 Usia <45 9166 70,2

45-54 2141 16,4

>55 1757 13,4

3 Pendidikan Terakhir Tidak sekolah 2433 18,6

SD 2504 19,2

SMP 2834 21,7

SMA 9246 29,9


(54)

4 Pekerjaan Tidak/Belum bekerja 934 7,1

Mengurus Rumah Tangga 3445 26,4

Pelajar / Mahasiswa 3035 23,2

Pensiunan 50 0,4

Pegawai Negeri Sipil (PNS) 77 0,6

Tentara Nasional Indonesia (TNI) 30 0,2 Polisi Republik Indonesia (POLRI) 29 0,2

Pedagang 1279 9,8

Petani 9 0,1

Peternak 6 0,0

Nelayan - 0,0

Karyawan BUMN/BUMD/Swasta* 2833 21,7

Buruh Harian Lepas 1020 7,8

Guru 136 1,0

Dosen 5 0,0

Dokter 16 0,1

Perawat 17 0,1

Bidan 17 0,1

Lainnya 126 1,0

*BUMN: Badan usaha milik negara; BUMD: Badan usaha milik daerah.

Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan bahwa sebaran penduduk cukup merata untuk laki-laki dan perempuan dengan persentase sebanyak 48,5% untuk perempuan dan 51,5% untuk laki-laki. Kebanyakan penduduk berusia kurang dari 45 tahun yaitu sebanyak 9166 (70,2%) orang, sedangkan penduduk berusia antara 45-54 tahun sebanyak 2141 (16,4%) orang dan penduduk berusia lebih dari 55 tahun sebanyak 1757 (13,4%) orang. Berdasarkan pendidikan terakhir, kebanyakan penduduk adalah lulusan SMA yaitu sebesar 29,9%, diikuti lulusan SMP, SD, tidak sekolah, dan perguruan tinggi dengan persentase sebesar 21,7%, 19,2%, 18,6%, dan 10,6%. Jenis pekerjaan penduduk sangat bervariasi dengan persentase terbesar adalah pengurus rumah tangga (23,2%), pelajar/ mahasiswa(23,2%), karyawan


(55)

BUMN/BUMD/swasta (21,7%), pedagang (9,8%), buruh harian lepas (7,8%), dan penduduk yang belum/ tidak bekerja (7,1%). Jumlah penduduk dengan jenis pekerjaan lain tidak lebih dari 2% total jumlah penduduk Kelurahan Buaran.

4.3. Analisis Univariat

Pada analisis univariat akan dideskripsikan mengenai karakteristik responden dan sebaran responden berdasarkan masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun variabel terikat. Penelitian ini melibatkan 126 responden sebagai subjek penelitian.

Tabel 4.7 Hasil Analisis Univariat (N=126)

No Variabel Kategori

Jumlah

n Persentase (%)

1 Jenis Kelamin Perempuan 86 68,3

Laki-laki 40 31,7

2 Pendidikan Terakhir Tidak sekolah 21 16,7

SD 44 34,9

SMP 26 20,6

SMA 33 26,2

Perguruan tinggi 2 1,6

3 Usia < 45 45 35,7

> 45 81 64,3

4 IMT Normal 42 33,3

BB lebih atau obes 84 66,7

5 LP Normal 38 30,2


(56)

6 Aktivitas Fisik Sedang atau tinggi 103 81,7

Rendah 23 18,3

7 Diet Sayur atau buah Ya 49 38,9

Tidak 77 61,1

8 Riwayat Tekanan Darah Tinggi

Tidak 54 42,9

Ya 72 57,1

9 Riwayat Gula Darah Tinggi Tidak 25 19,8

Ya 101 80,2

10 Riwayat Keluarga DM Tidak 107 84,9

Ya 19 15,1

11 Tingkat Risiko DMT2 Rendah 10 7,9

Sedang 74 58,7

Tinggi 42 33,3

Berdasarkan tabel 4.7 sebaran jenis kelamin responden tidak merata untuk laki-laki dan perempuan. Paling banyak responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 86 orang (68,3%), sedangkan untuk jenis kelamin laki-laki sebanyak 40 orang (31,7%). Hal ini dikarenakan peneliti mengambil data pada jam kerja di akhir pekan sehingga kebanyakan laki-laki sedang tidak berada di rumah. Selain itu, banyaknya laki-laki yang menolak untuk menjadi responden menjadi faktor yang membuat tidak meratanya sebaran responden berdasarkan jenis kelamin.

Sebaran pendidikan terakhir responden bervariasi untuk semua tingkat pendidikan. Paling banyak responden berpendidikan SD yaitu sebanyak 44 orang (34,9%), diikuti pendidikan SMA, SMP, tidak sekolah,


(57)

dan perguruan tinggi masing-masing 33 orang (26,2%), 26 orang (20,6%), 21 orang (16,7%), dan 2 orang (1,6%).

Kebanyakan responden berusia 45 tahun atau lebih, yaitu sebanyak 81 orang (64,3%), diikuti responden yang berusia kurang dari 45 tahun sebanyak 45 orang (35,7%).

Indeks massa tubuh (IMT) dikelompokkan menjadi dua kategori. IMT kurang dari 23,0 dimasukkan ke dalam kategori normal, IMT 23,0 atau lebih dimasukkan ke dalam kategori berat badan berlebih atau obes. Berdasarkan IMT, jumlah terbanyak responden yaitu 84 orang (66,7%) masuk ke dalam kategori berat badan berlebih atau obes dan 42 orang (33,3%) lainnya masuk ke dalam kategori normal.

Terdapat dua kategori lingkar perut yaitu normal dan obes sentral. Lingkar perut dikatakan normal apabila kurang dari 90 pada laki-laki dan kurang dari 80 pada perempuan, dimasukkan dalam kategori obes sentral apabila nilainya 90 atau lebih pada laki-laki dan 80 atau lebih pada perempuan. Hasil analisis menunjukan bahwa kebanyakan responden masuk kategori obes sentral yaitu sebanyak 88 orang (69,8%) dan yang termasuk kategori normal sebanyak 38 orang (30,2%).

Aktivitas fisik responden dikelompokkan menjadi dua kategori. Aktivitas fisik sedang atau tinggi apabila responden melakukan kegiatan fisik berat minimal 75 menit atau kegiatan fisik sedang minimal 150 menit dalam satu minggu. Aktivitas fisik rendah apabila kegiatan fisik responden tidak memenuhi kriteria aktivitas fisik sedang atau tinggi.

Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan bahwa kebanyakan responden yaitu sebanyak 103 orang (81,7%) masuk ke dalam kategori aktivitas fisik sedang atau tinggi, sedangkan responden yang masuk ke dalam kategori rendah sebanyak 23 orang (18,3%).

Variabel diet sayur atau buah didapatkan dari dua buah pertanyaan pada kuesioner, yaitu apakah responden mengkonsumsi sayur dan atau buah setiap hari dan berapa banyak porsi yang dimakan. Standar porsi harian untuk buah dan sayur disesuaikan dengan American dietary guideline yang


(58)

dikeluarkan oleh Pemerintah Amerika.139 Kebanyakan responden yaitu

sebanyak 77 orang (61,1%) tidak mengkonsumsi sayur dan atau buah setiap hari dalam porsi yang cukup, sedangkan 49 orang (38,9%) lainnya mengkonsumsi sayur dan atau buah dalam porsi yang cukup setiap harinya.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa jumlah terbanyak responden yaitu sebanyak 72 orang (57,1%) pernah memiliki riwayat tekanan darah tinggi, sedangkan 54 orang lainnya (42,9%) tidak pernah memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Data riwayat tekanan darah tinggi didapatkan melalui item pertanyaan dan item pemeriksaan pada kuesioner. Apabila responden pernah meminum obat darah tinggi atau ketika diperiksa tekanan darahnya lebih dari 130/85 mmHg maka responden dikatakan memiliki riwayat tekanan darah tinggi.

Sebagaiman riwayat tekanan darah tinggi, data untuk variabel riwayat gula darah tinggi pun didapatkan dari item pertanyaan dan pemeriksaan pada kuesioner. Hasil analisis menunjukan bahwa 101 orang (80,2%) responden pernah memiliki riwayat gula darah tinggi, sedangkan 25 orang (19,8%) lainnya tidak.

Kebanyakan responden yaitu sebanyak 107 orang (84,9%) tidak memiliki riwayat keluarga DM dan 19 orang (15,1%) lainnya memiliki riwayat keluarga DM pada anggota keluarganya. Anggota keluarga dibagi menjadi anggota keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, anak, atau saudara kandung, dan anggota keluarga non-inti yang terdiri dari paman, bibi, sepupu, kakek, dan nenek kandung.

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui sebanyak 10 orang (7,9%) memiliki risiko rendah, 74 orang (58,7%) memiliki risiko sedang, dan 42 orang (33,3%) memiliki risiko tinggi untuk menderita DMT2 dalam waktu 10 tahun.

4.4. Analisis Bivariat

Pada analisis bivariat dilakukan uji antara setiap variabel bebas dengan variabel terikat. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui


(59)

adanya hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat.

4.4.1. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Risiko DMT2 Tabel 4.8 Sebaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin dan

Tingkat Risiko DMT2

Jenis Kelamin

Tingkat Risiko DMT2

Total

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % N %

Laki-laki 5 12,5 28 70,0 7 17,5 4 100

Perempuan 5 5,8 46 53,5 35 40,7 86 100

Total 10 7,9 74 58,7 42 33,3 126 100

p-value=0,027

Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat risiko DMT2 diperoleh bahwa jumlah responden perempuan yang memiliki risiko tinggi lebih banyak (35 orang; 40,7%) daripada responden laki-laki (7 orang; 17,5%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,027. Hal ini menunjukkan adanya hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan tingkat risiko DMT2.

Hasil ini tidak selaras dengan penelitian Radio (case-control; n=60; 2011) di Semarang dan penelitian Majgi dkk (Cross-sectional;n=1400; 2012) di India yang menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian DMT2.27,29 Choi dkk (Cross-sectional; n=69494; 2001) menemukan adanya hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan risiko menderita DMT2, namun laki-laki berisiko lebih besar daripada perempuan.25 Perbedaan hasil dimungkinkan karena sampel yang ada pada penelitian ini tidak mewakili populasi. Distribusi reponden berdasarkan jenis kelamin tidak merata, dengan jumlah responden perempuan lebih banyak (40,7%) daripada laki-laki (17,5%).


(60)

4.4.2. Hubungan antara Usia dengan Tingkat Risiko DMT2

Tabel 4.9 Sebaran Responden berdasarkan Usia dan Tingkat Risiko DMT2

Usia

Tingkat Risiko DMT2

Total

Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % n %

< 45 6 13,3 30 66,7 9 20,0 45 100

> 45 4 4,9 44 54,3 33 40,7 81 100

Total 10 7,9 74 58,7 42 33,3 126 100

p-value=0,029

Hasil analisis hubungan antara kelompok usia dengan tingkat risiko DMT2 diperoleh bahwa ada sebanyak 9 (20,0%) responden dengan usia kurang dari 45 tahun yang memiliki risiko DMT2 tinggi, sedangkan di antara responden dengan kelompok usia 45 tahun atau lebih terdapat 33 (40,7%) orang yang memiliki risiko tinggi. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,029, maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan proporsi tingkat risiko DMT2 yang bermakna antara responden yang masuk dalam kelompok usia kurang dari 45 tahun dan yang masuk kelompok usia 45 tahun atau lebih.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Radio (Case-control; n=60; 2011) di Semarang yang menemukan adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian DMT2.29Radio menambahkan bahwa orang yang berusia 45 tahun atau lebih berisiko menderita DMT2 9,3 kali dibandingkan orang yang berusia kurang dari 45 tahun.29 Begitu juga Majgi dkk (Cross-sectional; n=1400; 2012) menyatakan adanya hubungan signifikan antara usia dengan kejadian DMT2 (p<0,0001; OR=1,062;CI 1,040-1,084).27ADA (2011) juga menyatakan bahwa risiko DMT2 meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Mekanisme yang mendasari lebih tingginya risiko DMT2 pada individu yang berusia lebih tua adalah adanya peningkatan komposisi lemak


(61)

dalam tubuh yang terakumulasi di abdomen yang selanjutnya akan memicu terjadinya obesitas sentral. Obesitas sentral selanjutnya memicu terjadinya resistensi insulin yang merupakan proses awal DMT2.52

4.4.3. Hubungan antara IMT dengan Tingkat Risiko DMT2 Tabel 4.10 Sebaran Responden berdasarkan IMT dan Tingkat Risiko

DMT2

IMT

Tingkat Risiko DMT2

Total

Rendah Sedang

Tinggi-Penderita

n % n % n % n %

Normal 7 16,7 31 73,8 4 9,5 42 100

BB lebih atau Obes

3 3,6 43 51,2 38 45,2 84 100

Total 10 7,9 74 58,7 42 33,3 126 100

p-value<0,001

Hasil analisis hubungan antara IMT dengan tingkat risiko DMT2 diperoleh bahwa ada sebanyak 4 (9,5%) responden dengan IMT normal yang memiliki risiko DMT2 tinggi, sedangkan di antara responden dengan berat badan berlebih atau obesitas terdapat 38 (45,2%) orang yang memiliki risiko tinggi. Hasil uji statistik diperoleh nilai p<0,001, maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi tingkat risiko DMT2 antara responden yang memiliki IMT normal dan yang memiliki bb berlebih atau obesitas.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Ganz dkk (Case-control; n=37356; 2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan kejadian DMT2.33 Ganz juga menambahkan bahwa orang dengan berat badan berlebih, obes derajat I, obes derajat II, dan obes derajat III memiliki risiko menderita DMT2 dibandingkan dengan orang yang IMT nya normal secara berurutan adalah 1,5 kali, 2,5 kali, 3,6 kali , dan 5,1 kali.33 Mekanisme yang mendasari lebih tingginya risiko DMT2 pada individu dengan obes adalah karena pada keadaan obes terjadi peningkatan


(1)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 7.213a 2 .027

Likelihood Ratio 7.612 2 .022

N of Valid Cases 126

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.17.

IMT.K_2 * Risiko.kapiler_4var

Crosstab

Risiko.kapiler_4var Total Rendah Sedang Tinggi

IMT.K_2 .00

Count 7 31 4 42

% within IMT.K_2 16.7% 73.8% 9.5% 100.0% 1.00

Count 3 43 38 84

% within IMT.K_2 3.6% 51.2% 45.2% 100.0% Total

Count 10 74 42 126

% within IMT.K_2 7.9% 58.7% 33.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 19.203a 2 .000

Likelihood Ratio 21.136 2 .000

N of Valid Cases 126

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.33.


(2)

Penuhi kriteria aktivitas fisik intermediate/lebih *

Risiko.kapiler_4var

Crosstab

Risiko.kapiler_4var Total Rendah Sedang Tinggi

Penuhi kriteria aktivitas fisik intermediate/lebi h

Ya

Count 10 59 34 103

% within Penuhi kriteria aktivitas fisik

intermediate/lebih

9.7% 57.3% 33.0% 100.0%

Tidak

Count 0 15 8 23

% within Penuhi kriteria aktivitas fisik

intermediate/lebih

0.0% 65.2% 34.8% 100.0%

Total

Count 10 74 42 126

% within Penuhi kriteria aktivitas fisik

intermediate/lebih

7.9% 58.7% 33.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.452a 2 .293

Likelihood Ratio 4.245 2 .120

N of Valid Cases 126

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.83.


(3)

Konsumsi sayur dan atau buah setiap hari * Risiko.kapiler_4var

Crosstab

Risiko.kapiler_4var Total Rendah Sedang Tinggi

Konsumsi sayur dan atau buah setiap hari

Ya

Count 4 32 13 49

% within Konsumsi sayur

dan atau buah setiap hari 8.2% 65.3% 26.5% 100.0%

Tidak

Count 6 42 29 77

% within Konsumsi sayur

dan atau buah setiap hari 7.8% 54.5% 37.7% 100.0%

Total

Count 10 74 42 126

% within Konsumsi sayur

dan atau buah setiap hari 7.9% 58.7% 33.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1.709a 2 .426

Likelihood Ratio 1.736 2 .420

N of Valid Cases 126

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.89.

OAH_R.Hipertensi * Risiko.kapiler_4var

Crosstab

Risiko.kapiler_4var Total Rendah Sedang Tinggi

OAH_R.Hipertensi Tidak

Count 8 39 7 54

% within OAH_R.Hipertensi 14.8% 72.2% 13.0% 100.0% Ya

Count 2 35 35 72

% within OAH_R.Hipertensi 2.8% 48.6% 48.6% 100.0% Total

Count 10 74 42 126


(4)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 20.326a 2 .000

Likelihood Ratio 21.868 2 .000

N of Valid Cases 126

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29.

R.GDT_Perkeni.kapiler * Risiko.kapiler_4var

Crosstab

Risiko.kapiler_4var Total Rendah Sedang Tinggi

R.GDT_Perkeni .kapiler

0

Count 8 17 0 25

% within R.GDT_Perkeni.kapiler 32.0% 68.0% 0.0% 100.0% 5

Count 2 57 42 101

% within R.GDT_Perkeni.kapiler 2.0% 56.4% 41.6% 100.0%

Total Count 10 74 42 126

% within R.GDT_Perkeni.kapiler 7.9% 58.7% 33.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 33.607a 2 .000

Likelihood Ratio 35.772 2 .000

N of Valid Cases 126

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.98.

R.K.DM_2.var * Risiko.kapiler_4var

Crosstab

Risiko.kapiler_4var Total Rendah Sedang Tinggi

R.K.DM_2.var

0 Count 10 70 27 107

% within R.K.DM_2.var 9.3% 65.4% 25.2% 100.0%

5 Count 0 4 15 19

% within R.K.DM_2.var 0.0% 21.1% 78.9% 100.0%

Total Count 10 74 42 126


(5)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 21.149a 2 .000

Likelihood Ratio 20.999 2 .000

N of Valid Cases 126

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.51.

LP_2var * Risiko.kapiler_4var Crosstabulation

Risiko.kapiler_4var Total Rendah Sedang Tinggi

LP_2var

.00 Count 9 26 3 38

% within LP_2var 23.7% 68.4% 7.9% 100.0%

3.00 Count 1 48 39 88

% within LP_2var 1.1% 54.5% 44.3% 100.0%

Total Count 10 74 42 126

% within LP_2var 7.9% 58.7% 33.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 28.434a 2 .000

Likelihood Ratio 30.213 2 .000

N of Valid Cases 126

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.02.


(6)

Daftar Riwayat Hidup

Nama

: Irvan Fathurohman

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 19 April 1993

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. H. Adnan 76 Ciwatra RRT 006 RW 016 Kel. Margasari

Kec. Buahbatu Bandung

Nomor telepon/HP

: 085723801424

Email

: irvan.fathurohman@gmail.com

Riwayat Pendidikan

:

1. TK Pertiwi

(1998-1999)

2. SDN Pasir Pogor

(1999-2005)

3. MTs. Darul Arqam Garut

(2005-2008)

4. MA Darul Arqam Garut

(2008-2012)