Manifestasi Oral Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II Dengan Resiko Tinggi (Laporan Kasus)

(1)

MANIFESTASI ORAL

PENYAKIT DIABETES MELLITUS TIPE II

DENGAN RESIKO TINGGI

(LAPORAN KASUS)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

HARVINDERPAL SINGH NIM : 070600139

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 28 Desember 2010

Pembimbing : Tanda tangan

Wilda Hafni Lubis, drg. M.Si NIP : 131 284 665


(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 28 Desember 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si ANGGOTA : 1. Nurdiana, drg., Sp. PM

2. Ravina, drg ., Sp. PM


(4)

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2010

HARVINDERPAL SINGH

MANIFESTASI ORAL PENYAKIT DIABETES MELLITUS TIPE II DENGAN RESIKO TINGGI (LAPORAN KASUS)

Viii + 42 halaman

Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II adalah suatu penyakit sistemik yang mempunyai manifestasi oral. Beberapa jurnal dan penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa pasien DM tipe II memiliki manifestasi oral yang berupa

xerostomia, periodontitis, gingivitis, infeksi kandidiasis, infeksi oral akut, dan

sindroma mulut terbakar tetapi jarang.

Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dan paling sering dijumpai pada manusia, dimana sebagian dari penderita tersebut tidak sadar maupun tidak terdiagnosa bahwa telah menderita penyakit tersebut hingga muncul gejala-gejala yang lebih spesifik.

Pada penulisan ini, dilaporkan satu kasus seorang pasien laki-laki didiagnosa penyakit DM tipe II dengan resiko tinggi di RSUP.H. Adam Malik Medan yang dijumpai gangren pada palatum, xerostomia, rasa mulut terbakar, dan pembesaran lidah. Pasien ini juga dijumpai luka borok atau ulkus diabetikum di kaki dengan derajat III.


(5)

Maka sebaiknya sebelum melakukan perawatan seorang dokter gigi harus memperhatikan gejala klinis yang timbul pada pasien Diabetes Mellitus tipe II dan pada pasien yang telah menyadari kondisi tubuhnya sebaiknya perlu diketahui kadar gula darah puasa penderita yang mengalami Diabetes Mellitus.


(6)

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dengan hati yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si., selaku Ketua Departemen Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah meluangkan waktu dan kesabarannya dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih sebesar- besarnya kepada kedua Orang Tua penulis, Ayahanda dan Ibunda tercinta Dara Singh dan Surjit Kaur yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan tanpa batas. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Nazaruddin, drg., Ph.D., Sp. Orto. selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas sumatera Utara.

2. Syuaibah Lubis, drg., selaku tim penguji skripsi.

3. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM. selaku tim penguji skripsi. 4. Nurdiana, drg,. Sp. PM. selaku tim penguji skripsi.

5. Ravina, drg., Sp. PM. selaku tim penguji skripsi.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan yang telah memberi mengunakan kasus ini menjadi topik bahasan skripsi.


(7)

6. Saudara-saudaraku tercinta Amee Saffia, Thalani, Dayalan, Munis, Allirani, dan Karpal Singh.

7. Teman-temanku yang telah banyak memberi semangat dan dukungan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Penyakit Mulut.

Medan, 25 November 2010 Penulis,

(...)

Harvinderpal Singh NIM.: 070600139


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 4

1.4 Manfaat ... 4

1.5 Ruang Lingkup ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 DIABETES MELLITUS ... 6

2.2 KOMPLIKASI DIABETES MELLITUS ... 8

2.2.1 KomplikasiAkut ... 8

2.2.2 Komplikasi Kronis ... 9

2.3 DIABETES MELLITUS TIPE II ... 11

2.3.1 Definisi ... 11

2.3.2 Etiopatogenesis ... 12

2.3.3 Tanda dan Gejala Umum ... 13

2.3.3.1 Keluhan Klasik ... 14

2.3.3.2 Keluhan lain ... 15

2.3.4 Diagnosa ... 16

2.3.5 Perawatan ... 18

2.4 MANIFESTASI ORAL PENYAKIT DIABETES MELLITUS TIPE II ... 23

2.4.1 Gingivitis dan Periodontitis ... 23

2.4.2 Xerostomia dan Disfungsi Kelenjar Saliva ... 24

2.4.3 Infeksi Kandidiasis ... 25

2.4.4 Sindroma Mulut Terbakar ... 26

2.4.5 Infeksi Oral Akut ... 26

BAB 3 LAPORAN KASUS ... 28

BAB 4 PEMBAHASAN ... 31

BAB 5 KESIMPULAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42 vi


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Skema etiopatogenesis DM tipe II 13

2.2 Periodontitis pada penderita Diabetes Mellitus 23

2.3 Gingivitis pada penderita Diabetes Mellitus tipe II 24

2.4 Xerostomia 25

2.5 Dry mouth in autoimmune disorders and diabetes 25

2.6 Kandidiasis pada penderita Diabetes Mellitus tipe II 26

3.1 Makroglossia pada lidah 30

3.2 Gangren pada palatum 30


(10)

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Ilmu Penyakit Mulut Tahun 2010

HARVINDERPAL SINGH

MANIFESTASI ORAL PENYAKIT DIABETES MELLITUS TIPE II DENGAN RESIKO TINGGI (LAPORAN KASUS)

Viii + 42 halaman

Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II adalah suatu penyakit sistemik yang mempunyai manifestasi oral. Beberapa jurnal dan penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa pasien DM tipe II memiliki manifestasi oral yang berupa

xerostomia, periodontitis, gingivitis, infeksi kandidiasis, infeksi oral akut, dan

sindroma mulut terbakar tetapi jarang.

Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dan paling sering dijumpai pada manusia, dimana sebagian dari penderita tersebut tidak sadar maupun tidak terdiagnosa bahwa telah menderita penyakit tersebut hingga muncul gejala-gejala yang lebih spesifik.

Pada penulisan ini, dilaporkan satu kasus seorang pasien laki-laki didiagnosa penyakit DM tipe II dengan resiko tinggi di RSUP.H. Adam Malik Medan yang dijumpai gangren pada palatum, xerostomia, rasa mulut terbakar, dan pembesaran lidah. Pasien ini juga dijumpai luka borok atau ulkus diabetikum di kaki dengan derajat III.


(11)

Maka sebaiknya sebelum melakukan perawatan seorang dokter gigi harus memperhatikan gejala klinis yang timbul pada pasien Diabetes Mellitus tipe II dan pada pasien yang telah menyadari kondisi tubuhnya sebaiknya perlu diketahui kadar gula darah puasa penderita yang mengalami Diabetes Mellitus.


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus telah dikenal manusia sejak zaman dahulu. Sejak awal abad ke-19, komplikasi diabetes mellitus telah dikenal dan berkembang sampai sekarang. Menurut laporan penelitian Klimt dkk, banyak mengungkapkan, diabetes mellitus ditentukan oleh faktor genetik dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut penelitian dan laporan Fajans dkk yang lebih lanjut mengungkapkan diabetes mellitus merupakan kelompok sindrom heterogen, karena faktor genetik dan lingkungan ditambah dengan faktor-faktor lain yang memperberat.1

Pasien diabetes mellitus tipe II dengan resiko tinggi banyak dijumpai dirawat inap di sub bagian Endokrinologi Penyakit Dalam, Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan. Sunder dkk mengatakan 80% dari penderita DM tipe II mati karena penyakit

macrovascular cardiovascular.2 Menurut data World Health Organization (WHO) ,

Indonesia menempati urutan keenam di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak setelah India, China, Rusia, Jepang dan Brazil. Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5 juta dengan peningkatan sebanyak 230.000 pasien diabetes per tahunnya sehingga pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 12 juta penderita.3 Sampai dengan tahun 2010, diperkirakan hampir 221 juta orang penduduk dunia menderita diabetes mellitus. Asia dan Afrika merupakan wilayah yang diduga akan mengalami peningkatan tertinggi.4


(13)

Diabetes Mellitus secara umum di klasifikasikan dalam dua bentuk, Tipe I insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) dan Tipe II atau non-insulin dependent

diabetes mellitus (NIDDM), sedangkan American Diabetes Association

menitikberatkan klasifikasi diabetes mellitus pada etiologi dari diabetes mellitus. Klasifikasi yang baru ini membagi diabetes mellitus atas empat kelompok yaitu

Diabetes Mellitus tipe 1, Diabetes Mellitus tipe 2 dan Diabetes Mellitus tipe lain atau

khusus serta diabetes gestasional.5 Diabetes Mellitus Tipe II dijumpai sebanyak

90-95% pada penderita diabetes mellitus.6 Epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes mellitus tipe II di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.7 Menurut Harris, diabetes mellitus tipe II merupakan penyakit yang lebih dominan pada usia pertengahan dan orang yang lebih tua. Dalam laporan Wiegand, diabetes mellitus tipe II telah bisa ditemukan pada anak-anak dan remaja.8

Manifestasi terhadap gigi dan mulut pada penderita diabetes mellitus mempunyai bentuk yang bermacam-macam tergantung pada kebersihan mulut, lamanya menderita diabetes dan beratnya diabetes tersebut.9 Manifestasi dalam rongga mulut penderita, misalnya gingivitis dan periodontitis, disfungsi kelenjar saliva dan xerostomia, infeksi kandidiasis, sindroma mulut terbakar serta terjadinya infeksi oral akut.6,13 Suatu studi mengatakan 40-80% pasien diabetes mellitus mengalami xerostomia dan beberapa laporan penelitian ilmiah mengatakan terdapat


(14)

sindroma mulut terbakar dan terjadinya karies pada penderita diabetes mellitus. Berdasarkan survei yang dilakukan dapat dinyatakan bahwa pada penderita diabetes

mellitus, paling banyak ditemui adanya gingivitis dan periodontitis.6,11,12,13 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Syukri di RSHAM mengenai diabetes mellitus tipe II, penyakit periodontal lebih banyak dijumpai yaitu sebesar 85%, gingivitis sebesar 42,35% dan untuk kandiasis pada penderita diabetes mellitus tipe II yang tidak terkontrol lebih banyak dijumpai yaitu sebesar 50%. Menurut Indian Dental Jurnal, didapati penderita diabetes mellitus tipe II dengan periodontitis ternyata berhubungan dengan peningkatan konsentrasi imunoglobulin dalam jaringan gingiva. Dalam penelitian Carmen dkk disimpulkan, gangguan biokimia saliva penderita diabetes

mellitus tipe II ternyata berhubungan dengan perubahan struktural pada kelenjar

parotis.

Sebagaimana kita ketahui, diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang harus diwaspadai oleh masyarakat umum, dokter gigi, dan dental hygienist. Tercatat pada tahun 2005 diperkirakan pasien diabetes mellitus mencapai 12 juta penderita, prevalensinya semakin tinggi bila umur dan populasinya telah mengalami proses penuaan. Maka tenaga kesehatan memainkan peranan penting terhadap manajemen pasien diabetes mellitus.6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penting untuk diketahui:

Bagaimanakah manifestasi di rongga mulut penyakit diabetes mellitus tipe II dengan resiko tinggi?


(15)

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah:

Menjelaskan manifestasi di rongga mulut penyakit diabetes mellitus tipe II dengan resiko tinggi.

1.4 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi ini:

a) Informasi yang diperoleh akan menambah pengetahuan tenaga kesehatan, terutama dokter gigi bahwa penyakit diabetes mellitus tipe II dengan resiko tinggi mempunyai manifestasti di rongga mulut yang perlu mendapat perhatian terutama untuk manifestasi di rongga mulut dari diabetes mellitus tipe II yang tidak terkontrol.

b) Maka dokter gigi maupun dokter penyakit dalam yang merawatnya dapat merencanakan perawatan penyakit mulut tersebut bersama.

c) Agar tenaga kesehatan dapat melakukan edukasi pada masyarakat bahwa penyakit diabetes mellitus dapat terjadi pada siapa saja serta kesehatan dan kebersihan mulut sangat berperanan untuk mencegah terjadinya komplikasi

diabetes mellitus.

1.5 Ruang Lingkup

Skripsi ini mencakup penjelasan mengenai diabetes mellitus secara umum dan komplikasi diabetes mellitus secara akut dan kronis. Kemudian dibahas tentang


(16)

diabetes mellitus tipe II yang mencakup definisi, etiopatogenesis, tanda dan gejala,

diagnosa dan perawatannya. Selain itu, juga dibahas tentang manifestasi oral penyakit

diabetes mellitus tipe II. Skripsi ini juga menjelaskan suatu laporan kasus pasien


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DIABETES MELLITUS

Pada tahun 250 sesudah Masehi, Aretaceus dari cappodocia (Asia Kecil) menyebut penyakit tersebut dengan nama diabetes (berarti corong, atau mengalir), yang mempunyai gejala-gejala : haus, kencing terus-menerus, mulut kering, kulit kasar, dan berat badan berkurang.1 Pada abad ke-3 sampai ke-6 sesudah Masehi, para ahli di Cina, Jepang, dan India melukiskan penyakit ini dengan gejala kencing banyak, kental, dan manis.2 Pada tahun 1674, Thomas Willis menyatakan bahwa kencing penderita penyakit ini mempunyai rasa madu, karenanya penyakit ini diberi nama Diabetes Mellitus.3,5 Hal ini ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia).

Diabetes mellitus, suatu penyakit kronik yang ditandai dengan kekurangan

insulin baik relative maupun absolute yang mengakibatkan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein terganggu. Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dan paling sering dijumpai pada manusia, dimana sebagian dari penderita tersebut tidak sadar maupun tidak terdiagnosa bahwa telah menderita penyakit tersebut hingga muncul gejala-gejala yang lebih spesifik.15-16

Klasifikasi diabetes mellitus yang dianjurkan oleh PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (ADA) 1997 adalah sebagai berikut.7,25


(18)

a) Diabetes melitus tipe I

Dalam tipe ini, tubuh tidak dapat memproduksi insulin, sehingga tergantung pada insulin. diabetes mellitus tipe 1 ini dapat muncul pada masa kanak-kanak dan remaja. Tipe ini dapat muncul pada umur yang lebih tua yang disebabkan karena kerusakan pankreas oleh karena alcohol, penyakit, operasi pankreas atau kegagalan progresif dari sel beta pankreas.

b) Diabetes Melitus tipe II

Dikenal dengan nama Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), yang disebabkan oleh kombinasi dari pada insufisiensi sel β pankreas dan resistensi insulin dalam jaringan, terutama didalam otot skeletal dan sel-sel hepar.

c) Diabetes Melitus tipe lain

Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan diabetes mellitus.

d) Diabetes Melitus Gestasional,

Tipe ini timbul pada wanita hamil yang kemudian gejala menghilang setelah melahirkan bayi biasanya dengan berat badan yang lebih besar dibanding dengan bayi lain pada umumnya. Wanita yang telah menderita Gestasional Diabetes Mellitus meningkatkan faktor resiko untuk terjadinya diabetes mellitus tipe II.


(19)

2.2 KOMPLIKASI DIABETES MELLITUS

Komplikasi diabetes mellitus berhubungan dengan terjadinya hiperglikemia dan perubahan patologis pada sistem pembuluh darah dan sistem saraf perifer.18 Perubahan patologis pada sistem pembuluh darah dan sistem saraf perifer, dapat berupa microangiopathy dan macroangiopathy. Kedua kelainan pada pembuluh darah ini merupakan salah satu penyebab yang paling sering dijumpai dalam komplikasi

diabetes mellitus.15

2.2.1 Komplikasi Akut 14 a. Hipoglikemia

Dimana kadar gula darah < 60 mg/ dl dan merupakan komplikasi yang biasa dari diabetes yang menggunakan insulin. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh perasaan lapar yang tinggi, diikuti dengan iritabilitia, takikardia, palpitasi, keringat dingin, pengurangan kemampuan mental dan diikuti dengan kegelisahan dan koma jika tidak dirawat.

b. Diabetik Ketoasidosis

Simtom meliputi demam, malaise, sakit kepala, mulut kering, poliuria, polidipsia, nausea, vomitus, sakit perut dan lesu.

c. Hipersomolar hiperglikemia non ketotik sindrom

Kondisi akut dari hiperglikemia (lebih cair 600 mg/dl) dengan tidak adanya keton ditemukan pada diabetes mellitus tipe II, penderita memerlukan terapi insulin dan cairan untuk menyempurnakan perawatan.


(20)

2.2.2 Komplikasi Kronis 14 a. Diabetik retinopati

Rusaknya pembuluh darah pada retina yang merupakan jaringan sensitif cahaya di belakang mata yaitu berperan mengartikan cahaya kedalam impuls elektrik yang diinterpretasikan sebagai penglihatan oleh otak.

b. Katarak

Katarak adalah kristalisasi lensa yang opak sebagai hasil dari pengaburan penglihatan normal. Penderita diabetes dua kali lebih besar terkena katarak dibandingkan dengan yang non diabetes. Katarak cenderung berkembang pada usia pertengahan.

c. Glaucoma

Penyakit ini timbul ketika terjadi peningkatan tekanan cairan didalam mata yang memicu terjadinya kerusakan saraf mata secara progresif. Penderita orang dengan diabetes 2 kali lebih besar keyakinan terkena glaucoma dibandingkan dengan yang non diabetes.

d. Diabetic neuropati

Kerusakan saraf dengan karakteristik sakit dan kelemahan pada kaki sehingga kehilangan atau penurunan sensasi di kaki, dan pada beberapa kasus terjadi pada tangan. Tanda awal dari penyakit ini adalah kekakuan, sakit, atau perasaan geli pada kaki dan tangan.

e. Diabetik nefropati

Merupakan stadium akhir dari penyakit ginjal. Setelah mengidap diabetes selama 15 tahun, satu sampai tiga orang penderita tipe 1 diabetes mellitus


(21)

berkembang menjadi penyakit ginjal. Diabetes merusak pembuluh darah kecil di ginjal sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyaring kotoran yang kemudian diekresikan melalu urin. Penderita dengan gangguan ginjal harus melakukan transplantasi ginjal atau cuci darah.

f. Stroke

Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama, merokok, dan tingginya tingkat kolesterol LDL yang tinggi adalah sebagai penyebab lainnya.

g. Penyakit kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular adalah komplikasi yang biasa terlihat pada penderita diabetes. Arterosklerosis adalah terpenting dari semua komplikasi kronis karena merupakan 80 % dari penyebab kematian penderita diabetes. Beberapa diantaranya adalah :

- Penyakit jantung koroner

Merupakan perkembangan dari arterosklerosis di dalam arteri jantung yang merupakan hasil dari obstruksi aliran darah ke otot jantung. Pengurangan dari hiperlipidemia oleh kontrol glikemik yang baik membatasi komplikasi.

- Akut miokardial infarksi

Diabetes meningkatkan resiko infarksi berulang sebanyak 100% dan penyebab kematian jantung tiba-tiba 100-200%. Penderita yang selamat akan mengalami kehilangan masa otot yang besar, sehingga dapat menyebabkan

Congestive Heart Failure (CHF) kronik, insiden meningkat 600% pada pria dan


(22)

h. Penyakit vaskular perifer

Penyakit ini 4 kali lebih besar dibanding yang non diabetes. Disebabkan oleh ulser yang tidak dirawat, sakit, dan amputasi pada orang dengan atau tanpa diabetes. Faktor resiko meliputi hipertensi, merokok, hiperlipidemia, obesitas, dan riwayat keluarga. i. Komplikasi dental

Dihubungkan dengan kontrol glikemik yang buruk. Beberapa diantaranya adalah penyakit periodontal, xerostomia dan infeksi.

2.3 DIABETES MELLITUS TIPE II 2.3.1 Definisi

Diabetes mellitus tipe-II dikenal sebagai diabetes mellitus pada orang dewasa,

biasanya muncul setelah umur diatas 35 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi karena adanya perubahan pada sel pankreas dalam menghasilkan insulin yang disertai adanya perubahan struktur molekuler pada membran reseptor insulin, sehingga insulin tidak dapat bekerja dengan baik.16,17 Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel khusus (sel beta) dari pankreas, selain membantu glukosa memasuki sel-sel, insulin juga penting dalam mengatur peningkatan glukosa dalam darah. Setelah makan, kadar glukosa darah akan meningkat dan untuk mengatasi peningkatan kadar glukosa, biasanya pankreas melepaskan lebih banyak insulin ke dalam aliran darah untuk membantu glukosa memasuki sel-sel dan menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Ketika kadar glukosa darah diturunkan, maka pelepasan insulin dari pankreas dihentikan. Ini dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia).18


(23)

2.3.2 Etiopatogenesis

Diabetes mellitus tipe II juga disebut sebagai Non-Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM), atau orang dewasa diabetes mellitus (AODM). Pada

diabetes mellitus tipe II, insulin diproduksi, tetapi tidak dapat digunakannya secara

adekuat, terutama pada pasien yang mengalami resistensi insulin. Pada beberapa kasus, biasanya insulin diproduksi cukup banyak, hanya kemudian menjadi masalah ketika sel-sel tubuh seperti sel lemak dan sel otot kurang peka terhadap insulin.

Diabetes mellitus tipe II dapat disebabkan berkurangnya insulin yang dihasilkan dari beta sel dan merupakan faktor utama diabetes mellitus tipe II yang pada akhirnya memerlukan terapi insulin. Hati pada pasien diabetes mellitus akan terus memproduksi glukosa melalui proses yang disebut glukoneogenesis meskipun kadar glukosa sudah meningkat.18

Pada keadaan diabetes mellitus tipe II, jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih banyak, tetapi jumlah reseptor insulin dipermukaan sel kurang. Pada diabetes

mellitus tipe II juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya

kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping penyebab di atas, diabetes mellitus juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi.


(24)

Gambar 2.1: Skema etiopatogenesis diabetes mellitus tipe II

2.3.3 Tanda dan Gejala Umum

Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah18,25 :

2.3.3.1Keluhan Klasik :


(25)

Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

2.3.3.1.2Poliuria

Poliuria adalah volume urin yang banyak dalam periode tertentu karena, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.

2.3.3.1.3Polidipsia

Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan dengan menyebabkan rasa haus karena udara yang panas atau beban kerja yang berat sehingga untuk menghilangkan rasa haus itu penderita banyak minum.


(26)

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.

2.3.3.2 Keluhan lain

2.3.3.2.1 Gangguan saraf tepi / kesemutan

Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga menganggu tidur.

2.3.3.2.2 Gangguan penglihatan

Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.

2.3.3.2.3 Gatal / Bisul

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudarah. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.


(27)

Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi manyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.

2.3.3.2.5 Keputihan

Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

2.3.4 Diagnosa

Diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis diabetes

mellitus. Ketiga dengan Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Meskipun TTGO

dengan beban 75g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.7

Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol, atau penderita yang tidak mau berkerjasama akan timbul manifestasi oral yang berupa xerostomia, sindroma mulut terbakar, meningkatnya insidensi dan keparahan penyakit


(28)

periodontal, perubahan flora rongga mulut yang didominasi oleh jamur kandida albikans dan luka bekas pencabutan gigi yang tidak sembuh-sembuh.

Pasien yang mengetahui dirinya menderita diabetes mellitus harus diketahui jenis diabetes yang dideritanya, perawatan yang pernah dilakukan, kontrol yang memadai pada diabetesnya. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, pasien dapat dikelompokkan ke dalam kategori kelompok resiko spesifik, yaitu21 :

a) Pasien dengan resiko rendah (Low Risk)

Pada penderita dengan resiko rendah, yaitu control metaboliknya baik dengan obat-obatan yang dalam keadaan stabil, asimtomatik, tidak ada komplikasi

neurologic, vascular maupun infeksi, kadar gula darah puasa < 200mg/dL dan kadar

HbA1c< 7%.

b) Pasien dengan resiko menengah (Moderate Risk)

Pasien ini memiliki simtom yang sama namun, berada dalam kondisi metabolik yang seimbang. Tidak terdapat riwayat hipoglikemik atau ketoasidosis, dan komplikasi diabetes yang terlihat. Glukosa darah puasa tidak lebih dari 250 mg/dL. Pasien dengan konsentrasi HbA1c sekitar 7-9%.


(29)

Pada tipe penderita dengan resiko tinggi, memilik banyak komplikasi dan kontrol metaboliknya sangat buruk, seringkali mengalami hipoglikemi atau ketoasidosis dan sering membutuhkan injeksi insulin. Glukosa darah puasa dapat meningkat tajam, terkadang melampaui 250 mg/dL. Pasien dengan konsentrasi HbA1c lebih dari 9% dan kontrol glukosanya yang buruk dalam waktu jangka panjang dan mempunyai resiko yang tinggi terhadap perawatan gigi dan mulut. Oleh karena itu, dengan pemeriksaan intra oral dapat menjadi salah satu cara yang dapat menunjang diagnosis awal untuk mengetahui apakah seseorang menderita penyakit

diabetes mellitus atau tidak.

2.3.5 Perawatan

Diabetes mellitus bukan merupakan penyakit yang dapat disembuhkan, dan terapi yang dilakukan adalah dengan tujuan untuk menormalkan kadar gula darah, untuk mencegah terjadinya komplikasi dari penyakit diabetes mellitus tersebut.

Pengelolaan diabetes mellitus tipe II ini dimulai dengan24,25 :

2.3.5.1Pengaturan makan (diet) dan latihan jasmani

Pengaturan makan (diet) dan latihan jasmani selama beberapa waktu(2-4 minggu) tujuannya untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah. Setiap makanan yang mengandung karbohidrat(khususnya gula) merupakan hal yang paling beresiko meningkatkan kadar gula darah.


(30)

2.3.5.2Intervensi farmakologis

Apabila kadar glukosa darah belum mencapai batas normal, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani dan terbagi atas tiga yaitu 5,7,23,25:

A) Obat hipoglikemik oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :

i. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid ii. Penambahan sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion iii. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

iv. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa.

B) Terapi insulin

i. Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.

ii. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam) berupa : insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah

(intermediate acting), kerja panjang (long acting) atau insulin campuran tetap


(31)

iii. Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

C) Terapi Kombinasi.

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih, terapi dengan kombinasi tiga OHO. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.

Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih


(32)

tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.5,7,23,25

2.3.5.3Pengetahuan tentang pemantauan mandiri

Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.5,7,23,25

Diabetes mellitus tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan

perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdaya penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprenhensif dan upaya peningkatan motivasi.5,7,23,25

2.3.5.4Terapi Gizi Medis (TGM)

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.


(33)

Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan.5,7,23,25

2.3.5.5Kegiatan jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes mellitus tipe II. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi diabetes mellitus dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.5,7,23,25

2.4 Manifestasi Oral Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II

Pada penderita diabetes mellitus dapat dilihat adanya manifestasi dalam rongga mulut penderita, misalnya ginggivits dan periodontitis, disfungsi kelenjar


(34)

saliva dan xerostomia, infeksi kandidiasis, sindroma mulut terbakar serta terjadinya infeksi oral akut.13,18

2.4.1 Gingivitis dan periodontitis

Gingivitis merupakan inflamasi pada gusi yang mudah untuk disembuhkan, dimana pada jaringan ginggiva terlihat kemerah-merahan disertai pembengkakan dan bila disikat dengan sikat gigi akan berdarah. Gingivitis akan menimbulkan terbentuknya periodontal pocket disertai adanya resorpsi tulang, sehingga gigi goyang dan akhirnya tanggal.22

Gambar 2.2 : Periodontitis pada penderita Diabetes Mellitus 30


(35)

2.4.2 Xerostomia dan disfungsi kelenjar saliva

Hiperglikemia mengakibatkan meningginya jumlah urin sehingga cairan dalam tubuh berkurang dan sekresi saliva juga berkurang. Dengan berkurangnya saliva, dapat mengakibatkan terjadinya xerostomia.18 Dalam rongga mulut yang sehat, saliva mengandung enzim-enzim antimikroba, misalnya : Lactoferin, perioxidase, lysozyme dan histidine yang berinteraksi dengan mukosa oral dan dapat mencegah pertumbuhan kandida yang berlebihan.23 Pada keadaan dimana terjadinya perubahan pada rongga mulut yang disebabkan berkurangnya aliran saliva, sehingga enzim-enzim antimikroba dalam saliva tidak berfungsi dengan baik, maka rongga mulut menjadi rentan terhadap keadaan mukosa yang buruk dan menimbulkan lesi-lesi yang menimbulkan rasa sakit. Pasien diabetes mellitus yang mengalami disfungsi kelenjar saliva juga dapat mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan sehingga mengakibatkan nafsu makan berkurang dan terjadinya malnutrisi.6,13


(36)

Gambar 2.5 : Dry mouth in autoimmune disorders and diabetes 31

2.4.3 Infeksi kandidiasis

Kandidiasis oral merupakan infeksi bakteri oportunistik yang terjadi dalam keadaan hiperglikemia karena keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya disfungsi aliran saliva karena adanya kehilangan cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak, sehingga aliran saliva juga berkurang. Selain itu, juga menyebabkan komplikasi berupa microangiopathy yang paling sering muncul pada penderita

diabetes mellitus terkontrol atau tidak terkontrol. Oleh itu, Kandidiasis dapat

ditemukan pada penderita diabetes mellitus bila didukung berbagai faktor yang ada pada penderita diabetes mellitus, seperti terjadinya defisiensi imun, berkurangnya aliran saliva, keadaan malnutrisi dan pemakaian gigi tiruan dengan oral hygiene yang buruk.13,23-24.


(37)

Gambar 2.6 : Kandidiasis pada penderita Diabetes Mellitus tipe II 2.4.4 Sindroma mulut terbakar

Pasien dengan sindroma mulut terbakar biasanya muncul tanpa tanda-tanda klinis, walaupun rasa sakit dan terbakar sangat kuat. Pada pasien dengan diabetes

mellitus tidak terkontrol, faktor yang menyebabkan terjadinya sindroma mulut

terbakar yaitu berupa disfungsi kelenjar saliva, kandidiasis dan kelainan pada saraf.6,16 Adanya kelainan pada saraf akan mendukung terjadinya gejala-gejala

paraesthesias dan tingling, rasa sakit / terbakar yang disebabkan adanya perubahan

patologis pada saraf-saraf dalam rongga mulut.18

2.4.5 Infeksi oral akut

Pada penderita diabetes mellitus dapat menyebabkan banyak komplikasi lain yang masih belum dijumpai, hal ini memungkinkan terjadinya mekanisme patogen yang berhubungan dengan infeksi-infeksi periodontal yang berperan penting dalam perkembangan inf


(38)

BAB 3

LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki yang berusia 59 tahun, datang berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada tanggal 17 Juli 2010, yang kemudian dirujuk ke bagian Endokrinologi Penyakit Dalam dengan keluhan utamanya mengalami luka borok di kaki kanan. Hal ini dialami oleh pasien selama 2 minggu ini dan keadaannya bertambah berat dalam 3 hari, awalnya berupa bintik kecil putih, bernanah, dan lama kelamaan menjadi luka besar terbuka. Pasien ini juga sudah berobat ke dokter Ahli Bedah dan disarankan supaya dibersihkan dan dikompres. Pasien ini sering mengoleskan obat herbal. Ada riwayat demam sejak 1 minggu terakhir, sifatnya naik turun dan demam turun dengan obat penurun panas.

Riwayat sosial, pasien ini sudah tidak bekerja lagi, seorang perokok yang kuat (1 hari 2 bungkus), sering minum alkohol, sering konsumsi gula dan makan daging dalam jumlah yang banyak. Selain itu, pasien ini tidak pernah ke dokter gigi. Dari hasil pemeriksaan klinis pasien yang tertera dalam rekam medik, didapatkan status presens tanda vital pasien dengan tingkat kesadaran yang baik, suhu 36,70C, refleks cahaya positif, pupil kedua mata isokor, konjungtiva palpebra inferior terlihat dalam batas normal, dan tidak dijumpai pembesaran kelenjar getah bening. Selain itu, tekanan darah pasien ini adalah 130/80 mmHg.


(39)

Pemeriksaan laboratorium yang tertera dalam rekam medik, didapat hasil sebagai berikut :

• Hb: 8,5 mg/d ; Leukosit : 17,0/mm3 ; Ht: 28% ; Trombosit: 613x103/mm3

• RFT: ureum = 25 mg/dl , creatinin = 1,2 mg/dl

• LET : SGOT = 41 IU/L SGPT : 33 IU/L

• KGD Andrandom : 200 mg/dl

• HbA1C : 10 %

• Eritrosit : 2,91(4,20-4,87)

Pengobatan yang dilakukan selama dirawat inap : - Tirah baring (bed rest)

- Diet DM 1900 kkal - IVFD NaCl 0.9% 80 gtt/i

- Inj. Ceftriaxone 1gr/12j → skin test - Clindamycin 4x300mg

- PCT 2x500mg - Aspilet 1x80mg

- Rawat luka NaCl 0.9% 2x/hari

Dari informasi yang dicatat dalam rekam medik, diagnosis akhir pasien ini adalah diabetes mellitus tipe II dengan ulkus diabetikum derajat III dan juga mempunyai hipertensi bersamaan dengan anemia.

Dari pemeriksaan ektra oral, tidak dijumpai kelainan kelenjar limfe. Dalam pemeriksaan intra oral, keadaan rongga mulut didapati tidak bersih dan dijumpai banyak kalkulus. Selain itu pasien ini mempunyai gingivitis. Pasien ini memakai


(40)

gigitiruan penuh pada rahang bawah. Kemudian pada dorsal anterior lidah terlihat papila filiformis mengalami atrofi sehingga lidah terlihat agak licin dan pucat serta pembesaran lidah. Pasien ini didapati air ludah sedikit, terbukti dengan melekatnya kaca mulut pada mukosa dan banyak minum air karena rasa terbakar. Didapati pembentukan gangren pada palatum. Dari hasil pemeriksaan rongga mulut, ditegakkan diagnosis bahwa pasien ini mengalami xerostomía, sindroma mulut terbakar, makroglossia dan gangren pada palatum.

Gambar : Makroglossia pada lidah


(41)

BAB 4

PEMBAHASAN

Diabetes mellitus tipe II meliputi lebih 90% dari semua populasi diabetes

dimana peranan faktor lingkungan sangat berperan. Di negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan ekonominya sangat menonjol, misalnya di Singapura, prevalensi diabetes sangat meningkat dibanding 10 tahun yang lalu. Toleransi Glukosa terganggu (TGT) dan 8.1% didiagnosa sebagai diabetes mellitus tipe II. Dengan kenyataan ini dapat diambil kesimpulan bahwa faktor lingkungan sangat berperan. Suatu penelitian terakhir yang dilakukan di Jakarta, kekerapan diabetes

mellitus di daerah sub-urban yaitu di Depok adalah 12.8%, sedangkan di daerah rural

yang dilakukan oleh Arifin A di suatu daerah di Jawa Barat angka itu hanya 1.1%. Disini jelas ada perbedaan antara urban dengan rural, menunjukkan bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian diabetes.25

Menurut Suyono, meningkatnya diabetes mellitus ini diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang berubah sesuai dengan meningkatnya taraf hidup, pendapatan perkapita, serta perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar. Pola makan dikota-kota telah bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola makan modern yang cenderung serba instan dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula dan mengandung sedikit serat. Di samping itu, cara hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan menyebabkan tidak ada kesempatan untuk bereaksi atau


(42)

berolah raga. Pola hidup atau gaya hidup berisiko seperti inilah yang menyebabkan prevalensi diabetes mellitus terus meningkat.24-25

Klasifikasi atau jenis diabetes ada beberapa tipe dan peningkatan prevalensi ini sering dijumpai pada diabetes mellitus tipe II.4 Secara umum, semua sel dalam tubuh membutuhkan glukosa supaya dapat membentuk proses metabolisasi untuk menghasilkan energi yang akan digunakan oleh tubuh. Glukosa masuk ke dalam sel dengan bantuan hormon yang disebut insulin. Jika kurang insulin, atau tubuh berhenti merespons terhadap insulin, glukosa menumpuk dalam darah. Inilah yang terjadi pada penderita diabetes mellitus.23

Perbedaannya adalah diabetes mellitus tipe II disamping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin dan penyebab resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II sebenarnya tidak begitu jelas. Ketika dianamnese, diketahui pasien ini mempunyai diet yang tinggi lemak dan kurang beraktivitas. Disini bisa disimpulkan bila masukan makanan lebih banyak dari kebutuhan kalori sehari maka makanan ini akan ditimbun menjadi lemak dalam bentuk glikogen dan lemak. Apabila sel beta kurang sempurna, pada suatu saat tidak berdaya lagi memproduksi insulin sesuai dengan jumlah makanan yang masuk, sehingga terjadi dekompensasi yang akhirnya menimbulkan diabetes mellitus. Selain itu, kondisi tubuh seseorang yang kurang aktif menggerakkan tubuhnya, menyebabkan tidak banyaknya glukosa yang dibakar dan bahan makanan yang masuk ke dalam tubuh akan disimpan menjadi glikogen dan lemak. Menurut R.M. Tjekyan, faktor yang diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin ini adalah adanya


(43)

kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan faktor makanan.27

Pasien ini juga seorang perokok berat dan sering minum alkohol. Menurut penelitian Norito Kawakami, terdapat hubungan merokok dalam penderita Non

insulin-Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Menurut Norito, merokok diketahui

menstimulasi keluaran hormone counter regulatory dan seterusnya dapat mempengaruhi dalam kadar glukosa darah di temporal. Terjadi peningkatan hemoglobin-glikosilat (HbA1c) telah dilaporkan pada perokok dibandingkan yang tidak merokok.9 Pada penderita diabetes mellitus, alkohol bereaksi sebagai racun dalam tubuh. Alkohol adalah toksid pada saraf dan menyebabkan diabetes menjadi lebih parah. Dalam risiko hipoglikemia dapat menyebabkan kerusakan saraf dan penyakit diabetik mata. Dalam kata lain, alkohol dapat merusak organ vital dalam tubuh dan meningkatkan komplikasi yang serius misalnya Arteriosklerosis.4 Anamnese menunjukan penderita ini tidak pernah ke dokter gigi dan dalam laporan kasus mengatakan keadaan rongga mulutnya tidak bersih dan dijumpai banyak kalkulus. Disini bisa disimpulkan, jika pasien ini ke dokter gigi kemungkinan penyakit diabetes mellitusnya bisa dideteksi lebih awal melalui pemeriksaan rongga mulut.

Pada laporan kasus yang telah dijelaskan pada bab tiga, diagnosa diabetes

mellitus tipe II resiko tinggi pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnese,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan oleh dokter di RSUP.H. Adam Malik dan dicatat didalam rekam medik. Melalui anamnese, diketahui pasien ini sering konsumsi gula dan sering merasa haus dimana ini


(44)

merupakan gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita diabetes

mellitus.15,18,19

Dari keterangan rekam medik pasien ini, kadar glukosa darah (KGD) sewaktu adalah 200ml/dl dan pemeriksaan Hemoglobin-glikosilat (HbA1C) adalah 10%. Kadar glukosa darah (KGD) yang normal adalah dibawah 100ml/dl dan hemoglobin glikosilat yang normal adalah dibawah 6.5% dan ini terbukti pasien didiagnosa penyakit diabetes mellitus tipe II dengan resiko tinggi. Menurut Sonis, pada tipe penderita dengan resiko tinggi glukosa darah dapat meningkat tajam, terkadang melampaui 200mg/dL dan konsentrasi HbA1C lebih 9%.21 Menurut Perkeni konsentrasi HbA1C lebih dari 8% berarti penderita tipe resiko tinggi. Disini bisa disimpulkan pasien ini dikategorikan dalam resiko tinggi karena HbA1C 10% dan kadar glukosa darah sawaktu sekitar 200ml/dl.21

Pada pasien ini, gejala yang paling menonjol adalah polidipsia yaitu reaksi tubuh akan adanya poliuria yang menyebabkan berkurangnya cadangan air tubuh, sehingga tubuh mengirim signal ke pusat otak yang diterima sebagai rasa haus. Menurut Kishore P, gejala-gelaja yang bisa didapati pada pasien diabetes mellitus tipe II pada awalnya adalah peningkatan urinasi dan haus yang ringan dan keadaannya akan menjadi semakin buruk. Akhirnya, penderita diabetes mellitus tipe II akan merasa sangat lelah, penglihatannya kabur dan mungkin mengalami dehidrasi.26

Melalui pemeriksaan intra oral, pasien dijumpai makroglossia dan gangren pada palatum. Pasien ini juga mengalami xerostomia dan sindroma mulut terbakar. Gangren pada palatum, xerostomia dan sindroma mulut terbakar kemungkinan adalah


(45)

disebabkan diabetes mellitus dan tidak ada laporan mengatakan makroglossia adalah manifestasi oral penyakit diabetes Mellitus. Berbagai laporan mengatakan manifestasi oral pada penderita diabetes mellitus lebih sering dihubungkan dengan kehilangan cairan yang berlebihan melalui urin. Keadaan patologis ini sering mengakibatkan terjadinya infeksi, perubahan pada sistem saraf dan memungkinkan meningkatnya kadar glukosa dalam saliva. Berdasarkan survei yang dilakukan, dapat di nyatakan bahwa pada penderita diabetes mellitus, paling banyak ditemui adanya gingivitis dan periodontitis.6,13

Dalam suatu penelitan yang dilakukan oleh Pedersen, menemukan sebanyak 54% kasus xerostomia yang terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe II. Hal ini dapat disebabkan oleh lamannya komplikasi penyakit diabetes yang dialami dan pemakaian obat-obatan yang dapat menyebabkan xerostomia. Laporan kasus Sreebny LM dkk, mengatakan 43% penderita diabetes mellitus mengalami xerostomia dan dikatakan karena gangguan pada glikemik kontrol.11 Menurut Rajesh V. Lalla, suatu studi mengatakan 37% penderita diabetes mellitus tipe II mengalami sindroma rasa terbakar pada mulut atau lidah.13

Pasien ini menderita xerostomia, dan sindroma mulut terbakar. Bagi menanggulangi xerostomia adalah dengan memberikan obat perangsang produksi saliva ataupun obat pengganti saliva untuk menjaga agar mulut tetap basah. Pemberian benzodiazepines, tricylic antidepressants dan anticonvulsants dalam dosis rendah dan mengontrol kadar gula darah akan membantu mengurangi rasa terbakar setelah beberapa minggu.28


(46)

Pada penderita diabetes mellitus tidak terkontrol dapat dijumpai infeksi-infeksi oral akut, seperti adanya abses periodontal atau lesi pada daerah palatum. Sebuah laporan menyatakan bahwa pada penderita Diabetes Mellitus dapat terjadi infeksi orofaryngeal sebagai akibat dari adanya abses periodontal dan lesi pada palatum yang parah.13 Persentase penyakit periodontal pada penelitian Syukri, adalah sebesar 85% dan semua penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol mempunyai penyakit periodontal. Menurut penelitian Ogunbodede dkk, bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dari status periodontal penderita diabetes mellitus yang terkontrol dengan non diabetik akan tetapi terjadinya penyakit periodontal pada penderita diabetes mellitus dapat dipengaruhi oleh kondisi dan hygiene mulutnya sendiri.4

Komplikasi diabetes mellitus berhubungan dengan terjadinya hiperglikemia dan perubahan patologis pada sistem pembuluh darah dan sistem sarah perifer.18 Perubahan patologis pada sistem pembuluh darah, dapat berupa microangiopathy dan

macroangiopathy. Kedua kelainan pada pembuluh darah ini merupakan salah satu

penyebab yang paling sering dijumpai dalam komplikasi diabetes mellitus.16 Menurut penelitian Syukri, komplikasi yang banyak dijumpai pada penderita diabetes mellitus adalah hipertensi sebesar 43% diikuti dengan penyakit jantung koroner (PJK) dan otitis akut (OA) sebesar 12%. Gangren diabetikum dan TB paru sebesar 9%, stroke, diabetik retinopati dan dislipidemia sebesar 3%. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit diabetes mellitus dapat menimbulkan komplikasi yang serius apabila tidak terkontrol dengan baik.


(47)

Pada pasien ini, dijumpai ulkus diabetikum derajat III pada kaki dan gangren pada palatum. Menurut Sutjahyo, berbagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya gangren diabetik yaitu neuropati, iskemia, dan infeksi. Iskemia disebabkan karena adanya penurunan aliran darah ke tungkai akibat makroangiopati dari pembuluh darah besar di tungkai terutama pembuluh darah di daerah betis. Resiko lebih banyak dijumpai pada diabetes mellitus sehingga memperburuk fungsi endotel yang berperan terhadap terjadinya proses atherosklerosis. Kerusakan endotel ini merangsang agregasi platelet dan timbul trombosis, selanjutnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah dan timbul hipoksia. Ischemia atau gangren pada kaki diabetik dapat terjadi akibat dari atherosklerosis yang disertai trombosis, pembentukan mikro trombin akibat infeksi, kolesterol emboli yang berasal dari plak atheromatous dan obat-obat vasopressor. Gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskular (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia kaki. Neuropati perifer akan menyebabkan gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga penderita akan mengalami trauma tanpa terasa, yang mengakibatkan terjadinya atropi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang mengakibatkan pula terjadinya ulkus pada kaki. Infeksi sendiri jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya gangren. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai gangren akibat ischemia dan neuropati.25

Gangren pada palatum kemungkinan memiliki mekanisma yang sama seperti gangren pada kaki. Permukaan palatum di syarafi oleh Nervus Palatini yang terdiri


(48)

dari nervus palatinus anterior, nervus palatinus medius dan nervus palatinus superior. Ketiga-tiga nervus ini mensyarafi membrana mukosa yang terdiri dari palatum durum dan palatum molle. Menurut Sartika D, dalam keadaan hiperglikemia dapat terjadi angiopati. Keadaan ini dapat menyebabkan suplai darah dan oksigen menurun sehingga dapat merusak jaringan periodontal. Menurut kenyataan diatas dapat disimpulkan hiperglikemia dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan palatum.30 Pasien ini memiliki ulkus diabetikum derajat III pada kaki. Menurut Wijonarko dikategorikan dalam infeksi sedang dimana terjadi selulitis luas atau infeksi lebih dalam. Selain itu Wijonarko mengatakan derajat 3 dan derajat 4 adalah infeksi yang mengancam kaki. Penatalaksanaan ulkus diabetik dilakukan secara komprehensif melalui upaya mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi. Penyakit diabetes mellitus melibatkan sistem multi organ yang akan mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia, hiperkolesterolemia, gangguan kardiovaskular (stroke, penyakit jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan sebagainya harus dikendalikan.

Pengobatan dengan perencanaan diet atau terapi nutrisi medik masih merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama latihan jasmani atau kegiatan fisik ternyata gagal, maka diperlukan penambahan obat oral atau insulin. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan pada pengobatan penyakit yang bersifat kronik, pada umumnya rendah. Ketidakpatuhan ini selain merupakan salah satu hambatan untuk tercapainya tujuan pengobatan, juga mengakibatkan pasien


(49)

mendapatkan pemeriksaan atau pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Untuk mengatasi ini, penyuluhan atau edukasi bagi penyandang diabetes beserta keluarga penderita diperlukan. Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup.24-25

Diabetes mellitus bukan merupakan kontra indikasi untuk setiap tindakan

perawatan dalam kedokteran gigi terutama dalam tindakan operatif seperti pencabutan gigi, kuretase pasa poket gigi dan sebagainya. Bila penderita dibawah pengawasan dokter ahli sehingga keadaan terkontrolnya maka hal ini tidak menjadi masalah bagi dokter gigi untuk melakukan perawatan gigi dan mulut penderita

diabetes mellitus akan tetapi terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan

sebelum melakukan perawatan yang dapat menentukan keberhasilan perawatan, antara lain kadar gula dalam darah dan urin penderita, keadaan umum penderita dan asepsis.21 Obat-obatan yang dapat menurunkan kadar gula darah pada diabetes

mellitus antara lain sulfonylureas (merangsang sekresi

insulin),biguanides(mengurangi produksi glukosa pada hati), glucosidase (memperlambat absorbsi glukosa).

Dokter gigi juga harus segera mengatasi infeksi oral akut yang muncul karena penderita diabetes mempunyai resiko tinggi terhadap perkembangan infeksi gigi dan infeksi lainya.21 Penderita diabetes mellitus harus dipertimbangkan untuk profilaksis antibiotika setelah mendapatkan tindakan pembedahan, terapi endodonti, dan perawatan gigi dan mulut yang lain karena Antibiotika penting untuk perawatan infeksi akut. Ini karena infeksi yang berasal dari rongga mulut ataupun tempat lain menyebabkan peningkatan glukosa darah.9 Selain itu, dokter gigi juga berperanan


(50)

penting dalam mengedukasi pasien tentang penyakit diabetes mellitus. Tanggungjawab utama edukator diabetes adalah pendidikan penyandang diabetes, keluarga dan sistem pendukungnya yang menyangkut penatalaksanaan mandiri dan masalah-masalah yang berhubungan dengan diabetes.25

Penatalaksanaan kasus-kasus penyakit mulut yang dilatar belakangi oleh penyakit sistemik sebaiknya dilakukan secara komprehensif. Dalam hal ini untuk kelainan rongga mulut tetap ditangani oleh dokter gigi dengan cara mengedukasi dan menginstruksi pasien agar memeliharaan oral hygiene, sedangkan penyakit sistemik melatar belakangi dikelola oleh dokter spesialis penyakit yang terkait. Akan tetapi, kasus ini tidak dapat ditindak lanjuti oleh dokter gigi karena kurangnya kerjasama dari pasien dan pasien telah keluar dari rumah sakit karena tidak mampu membayar pembiayaan perawatannya lagi.


(51)

BAB 5 KESIMPULAN

Kerjasama antara dokter dan dokter gigi amat diperlukan dalam menangani penderita diabetes mellitus khususnya dalam merencanakan perawatan penyakit mulut dan penyakit sistemiknya untuk mencegah komplikasi akut atau kronis.

Diabetes mellitus bukan suatu hambatan untuk setiap tindakan perawatan dalam

kedokteran gigi, sebaiknya dokter gigi mengetahui kadar glukosa darah pasien sebelum melanjutkan prosedur dental.

Di sini dapat disimpulkan manifestasi di rongga mulut pada penyakit diabetes

mellitus tipe II berupa penyakit periodontal, gingivitis, xerostomia, infeksi oral akut,

kandidiasis dan juga sindroma mulut terbakar tetapi jarang. Manifestasi rongga mulut pada penderita diabetes mellitus tipe II bisa sudah terjadi dalam waktu yang lama dan tidak terkontrol. Maka seorang dokter gigi harus memberi perhatian lebih pada gambaran klinis di rongga mulut untuk mendeteksi awal penyakit diabetes


(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. Koentjoro S., Diabetes Mellitus Pria Profil spermogram, Hormon Reproduksi

dan Potensi Seks. Surabaya : Airlangga University Press, 1996 : hal 4-6

2. Mudaliar S, Henry R.R. New Oral Therapies for Type 2 Diabetes Melllitus :

The Glitazones or Insulin Sensitizier. Annual Review of Medicine. 2001 : 52 :

239-257.

3. Syafei., Pola Makan yang baik, Mencegah Diabetes Mellitus, available at

4. Norito Kawakami. Et al. effects of smoking on the Incidence of

non-insulin-dependent diabetes mellitus. Am J Epidemiology, 1997: 145 (2).

5. Diana W.Guthrie and Richard A. Gutrie, The Diabetes Sourcebook.5th ed. New York: McGraw Hill Co, 2004: 7-19

6. Ira B. Lamster. et al. The Relationship Between Oral Health and Diabetes

Mellitus. JADA 2008; 139;19-24

7. Konsensus Pengelolaaln dan Pencegahan Diabets Melitus Tipe 2 di Indonesia,

2006. Available at

8. Michael A.O Lewis, et al. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut Alih Bahasa. Elly Wiriawan Jakarta, 1998

9. Djamal N Z. beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam perawatan gigi

dan mulut pada penderita diabetes mellitus. Bagian Patologi Kedokteran Gigi

Universitas Indonesia. Journal Of the Indonesia Dental Association Member of the APDF/FDI. 1984 : 51-8.

10. Martin S.Greenberg., et al. Burket’s Oral Medicine. 11th ed. BC Decker Inc Ontario, 2008: 511

11. Sreenbny LM, Yu A, et al. Xerostomia in diabetes mellitus. U.S. National Library of Medicine. 1992:15:900-4


(53)

12. Quirino MR, et al. Oral manifestations of diabetes mellitus in controlled and

uncontrolled patients. Braz Dent J 1995:6:131-6

13. Rajesh V. Lalla and Joseph A. D’ Ambrosio. Dental Management

considerations for the patient with diabetes mellitus. J Am Dent Assoc.

2001:132;1425-1432

14. Frank V, Shipman ML. The role of the dental professional in diabetes care. The Journal of Contemporary Dental Practise. 1 (2). Winter issue. 2000 : 1-13.

15. Ship JA. Diabetes and oral health. JADA. 2003; 134: 4-10

16. Bricker SL, Langlais RP, et al. Oral diagnosis, oral medicine, and treatment

planning. 2nd ed. Philadelphia: Lea & Febiger, 1994: 450-460

17. Mealey BL. Diabetes Pathophisology. http ://www.health.am/db/diabetes-pathophysiology/.

18. Little JW, Falare DA, Miller CS, Rhodus NL. Dental management of the

medically compromised patient. 6th ed. St.

19. Siregar HA. Diabetes mellitus (penyakit kencing manis). Analisa.

20. Medicinenet.com, 2005. diabetes mellitus artikel. Available from: 2010]

21. Sonis ST. Fazio RC. Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nd edition. WB Saunders. Phyladelphia. 1995 : 131-145

22. Southerland JH. Taylor GW. Oftenbacher S. Diabetes and periodontal

infection : making the connection clinical diabetes. 2005. 23(4) :171-178.

23. Inzucchi S. Porte Jr D. Sherwin RS. Baron A. The Diabetes Mellitus Manual. 6th ed. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2005.

24. http: //www.diabetesmellitus-information.com/diabetes-causes.htm

25. Sidartawan Soegondo, et al. penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. UI Press. Jakarta 2004 :


(54)

26. Kishore,P.MD.2008.Merck.com. Gangguan hormonal: Diabetes Mellitus (DM). available from : 27. R.M. Tjekyan, S., 2007. Risiko Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II Di

Kalangan Peminum Kopi Di KotaMadya Palembang Tahun 2006-2007.

Available from: of type 2 Diabetic_Revisi.PDF [Accesed 12 March 2010]

28. Vernillo AT. Dental consideration for the treatment of the patiens with

diabetes mellitus. Am Dent Assoc 2003 : vol 134.

29. Ogunbodede EO, Fatushi OA, Akintomide A, Ajayi A. Oral health status in

a population of Nigerian diabetes. The Journal of Contemporary Dental

Practice 2005 ; 6 (4) : 1-10.

30. Sartika D, Manifestasi oral pada pasien diabetes. Htpp :

//www.manifestasioralpadapasiendiabetes.com. 6-9-2009.

31. Soni2006. Xerostomia in systemic disorders, Autoimmune diseases, Diabetes. Htpp :// www. xerostomia-in-systemic-disorders-autoimmune-diseases-diabetes.com.

32. Lukisari C, Kusharjanti. Oral Medicine : Xerostomia : Salah satu manifestasi


(1)

mendapatkan pemeriksaan atau pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Untuk mengatasi ini, penyuluhan atau edukasi bagi penyandang diabetes beserta keluarga penderita diperlukan. Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup.24-25

Diabetes mellitus bukan merupakan kontra indikasi untuk setiap tindakan

perawatan dalam kedokteran gigi terutama dalam tindakan operatif seperti pencabutan gigi, kuretase pasa poket gigi dan sebagainya. Bila penderita dibawah pengawasan dokter ahli sehingga keadaan terkontrolnya maka hal ini tidak menjadi masalah bagi dokter gigi untuk melakukan perawatan gigi dan mulut penderita

diabetes mellitus akan tetapi terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan

sebelum melakukan perawatan yang dapat menentukan keberhasilan perawatan, antara lain kadar gula dalam darah dan urin penderita, keadaan umum penderita dan asepsis.21 Obat-obatan yang dapat menurunkan kadar gula darah pada diabetes

mellitus antara lain sulfonylureas (merangsang sekresi

insulin),biguanides(mengurangi produksi glukosa pada hati), glucosidase (memperlambat absorbsi glukosa).

Dokter gigi juga harus segera mengatasi infeksi oral akut yang muncul karena penderita diabetes mempunyai resiko tinggi terhadap perkembangan infeksi gigi dan infeksi lainya.21 Penderita diabetes mellitus harus dipertimbangkan untuk profilaksis antibiotika setelah mendapatkan tindakan pembedahan, terapi endodonti, dan perawatan gigi dan mulut yang lain karena Antibiotika penting untuk perawatan infeksi akut. Ini karena infeksi yang berasal dari rongga mulut ataupun tempat lain


(2)

penting dalam mengedukasi pasien tentang penyakit diabetes mellitus. Tanggungjawab utama edukator diabetes adalah pendidikan penyandang diabetes, keluarga dan sistem pendukungnya yang menyangkut penatalaksanaan mandiri dan masalah-masalah yang berhubungan dengan diabetes.25

Penatalaksanaan kasus-kasus penyakit mulut yang dilatar belakangi oleh penyakit sistemik sebaiknya dilakukan secara komprehensif. Dalam hal ini untuk kelainan rongga mulut tetap ditangani oleh dokter gigi dengan cara mengedukasi dan menginstruksi pasien agar memeliharaan oral hygiene, sedangkan penyakit sistemik melatar belakangi dikelola oleh dokter spesialis penyakit yang terkait. Akan tetapi, kasus ini tidak dapat ditindak lanjuti oleh dokter gigi karena kurangnya kerjasama dari pasien dan pasien telah keluar dari rumah sakit karena tidak mampu membayar pembiayaan perawatannya lagi.


(3)

BAB 5 KESIMPULAN

Kerjasama antara dokter dan dokter gigi amat diperlukan dalam menangani penderita diabetes mellitus khususnya dalam merencanakan perawatan penyakit mulut dan penyakit sistemiknya untuk mencegah komplikasi akut atau kronis.

Diabetes mellitus bukan suatu hambatan untuk setiap tindakan perawatan dalam

kedokteran gigi, sebaiknya dokter gigi mengetahui kadar glukosa darah pasien sebelum melanjutkan prosedur dental.

Di sini dapat disimpulkan manifestasi di rongga mulut pada penyakit diabetes

mellitus tipe II berupa penyakit periodontal, gingivitis, xerostomia, infeksi oral akut,

kandidiasis dan juga sindroma mulut terbakar tetapi jarang. Manifestasi rongga mulut pada penderita diabetes mellitus tipe II bisa sudah terjadi dalam waktu yang lama dan tidak terkontrol. Maka seorang dokter gigi harus memberi perhatian lebih pada gambaran klinis di rongga mulut untuk mendeteksi awal penyakit diabetes


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Koentjoro S., Diabetes Mellitus Pria Profil spermogram, Hormon Reproduksi

dan Potensi Seks. Surabaya : Airlangga University Press, 1996 : hal 4-6

2. Mudaliar S, Henry R.R. New Oral Therapies for Type 2 Diabetes Melllitus :

The Glitazones or Insulin Sensitizier. Annual Review of Medicine. 2001 : 52 :

239-257.

3. Syafei., Pola Makan yang baik, Mencegah Diabetes Mellitus, available at

4. Norito Kawakami. Et al. effects of smoking on the Incidence of

non-insulin-dependent diabetes mellitus. Am J Epidemiology, 1997: 145 (2).

5. Diana W.Guthrie and Richard A. Gutrie, The Diabetes Sourcebook.5th ed. New York: McGraw Hill Co, 2004: 7-19

6. Ira B. Lamster. et al. The Relationship Between Oral Health and Diabetes

Mellitus. JADA 2008; 139;19-24

7. Konsensus Pengelolaaln dan Pencegahan Diabets Melitus Tipe 2 di Indonesia,

2006. Available at

8. Michael A.O Lewis, et al. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut Alih Bahasa. Elly Wiriawan Jakarta, 1998

9. Djamal N Z. beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam perawatan gigi

dan mulut pada penderita diabetes mellitus. Bagian Patologi Kedokteran Gigi

Universitas Indonesia. Journal Of the Indonesia Dental Association Member of the APDF/FDI. 1984 : 51-8.

10.Martin S.Greenberg., et al. Burket’s Oral Medicine. 11th ed. BC Decker Inc Ontario, 2008: 511

11.Sreenbny LM, Yu A, et al. Xerostomia in diabetes mellitus. U.S. National Library of Medicine. 1992:15:900-4


(5)

12.Quirino MR, et al. Oral manifestations of diabetes mellitus in controlled and

uncontrolled patients. Braz Dent J 1995:6:131-6

13.Rajesh V. Lalla and Joseph A. D’ Ambrosio. Dental Management

considerations for the patient with diabetes mellitus. J Am Dent Assoc.

2001:132;1425-1432

14.Frank V, Shipman ML. The role of the dental professional in diabetes care. The Journal of Contemporary Dental Practise. 1 (2). Winter issue. 2000 : 1-13.

15.Ship JA. Diabetes and oral health. JADA. 2003; 134: 4-10

16.Bricker SL, Langlais RP, et al. Oral diagnosis, oral medicine, and treatment

planning. 2nd ed. Philadelphia: Lea & Febiger, 1994: 450-460

17.Mealey BL. Diabetes Pathophisology. http ://www.health.am/db/diabetes-pathophysiology/.

18.Little JW, Falare DA, Miller CS, Rhodus NL. Dental management of the

medically compromised patient. 6th ed. St.

19.Siregar HA. Diabetes mellitus (penyakit kencing manis). Analisa.

20. Medicinenet.com, 2005. diabetes mellitus artikel. Available from: 2010]

21.Sonis ST. Fazio RC. Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nd edition. WB Saunders. Phyladelphia. 1995 : 131-145

22.Southerland JH. Taylor GW. Oftenbacher S. Diabetes and periodontal

infection : making the connection clinical diabetes. 2005. 23(4) :171-178.

23.Inzucchi S. Porte Jr D. Sherwin RS. Baron A. The Diabetes Mellitus Manual. 6th ed. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2005.

24.http: //www.diabetesmellitus-information.com/diabetes-causes.htm


(6)

26.Kishore,P.MD.2008.Merck.com. Gangguan hormonal: Diabetes Mellitus (DM). available from : 27.R.M. Tjekyan, S., 2007. Risiko Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II Di

Kalangan Peminum Kopi Di KotaMadya Palembang Tahun 2006-2007.

Available from: of type 2 Diabetic_Revisi.PDF [Accesed 12 March 2010]

28.Vernillo AT. Dental consideration for the treatment of the patiens with

diabetes mellitus. Am Dent Assoc 2003 : vol 134.

29.Ogunbodede EO, Fatushi OA, Akintomide A, Ajayi A. Oral health status in

a population of Nigerian diabetes. The Journal of Contemporary Dental

Practice 2005 ; 6 (4) : 1-10.

30.Sartika D, Manifestasi oral pada pasien diabetes. Htpp : //www.manifestasioralpadapasiendiabetes.com. 6-9-2009.

31.Soni2006. Xerostomia in systemic disorders, Autoimmune diseases, Diabetes. Htpp :// www. xerostomia-in-systemic-disorders-autoimmune-diseases-diabetes.com.

32.Lukisari C, Kusharjanti. Oral Medicine : Xerostomia : Salah satu manifestasi