SDM P Pedoman Penerapan Layanan Komprehensif HIV-IMS Berkesinambungan 2012

48 ƒ Melakukan pengorganisasian kader masyarakat terutama kelompok yang termarjinalkan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat setempat. Berdasarkan peran Community Organizer di atas maka kriteria yang diharapkan adalah sebagai berikut: ƒ Memiliki kapasitas memfasilitasi dan mengorganisir masyarakat. ƒ Bersedia bekerja dengan azas kesukarelaan. Selain Community Organizer, SDM Komunitas lainnya yang diperlukan adalah Kader masyarakat. Community Organizer melakukan identifikasi dan rekrutmen Kader berdasarkan kriteria berikut ini: ƒ Menjadi panutan di lingkungan sekitarnya atau masyarakat. ƒ Berasal dari kelompok yang memilki kepedulian bahwa HIV adalah masalah sosial dan keberpihakan kepada kelompok yang termarjinalkan, antara lain perempuan dan anak. Kader dapat berasal dari masyarakat awam, anggota populasi kunci atau ODHA. ƒ Bersedia bekerja dengan azas kesukarelaan. Peran Community Organizer untuk LKB menjadi satu-kesatuan tugas Community Organizer yang telah ada di kabupatenkota. Kapasitas mereka dibangun dan dipantau secara berkala oleh KPA KabupatenKota dengan memperhatikan kebutuhan dan kondisi setempat.

1.4. P

ELATIHAN Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas dalam rangka meningkatkan mutu dan kinerja petugas. Program bertanggung jawab dalam standarisasi pelatihan melalui pengembangan pedoman pelatihan, modul dan evaluasi pelatihan. Pengembangan pelatihan dilakukan seiring dengan kebutuhan program dan dilakukan secara bertahap sesuai ekspansi program baik dalam hal cakupan wilayah atau institusi layanan maupun dari jenis kegiatan program. Sehubungan dengan luasnya wilayah Indonesia, agar efisien pelatihan yang menjadi tanggung jawab pusat dilaksanakan secara regional dengan memanfaatkan pusat pelatihan regional atau pusat pelatihan yang ada di provinsi. Tergantung kemampuannya, beberapa jenis pelatihan dapat didesentralisasikan ke propinsi atau kabupatenkota dibawah bantuan dan supervisi pusat atau provinsi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut penguatan kapasitas provinsi harus dilakukan dengan membentuk kelompok atau tim fasilitator pelatihan program yang dikoordinir oleh seorang koordinator 49 pelatihan. Agar lebih efisien dan efektif pelaksanaan pelatihan, kerjasama dengan pusat pelatihan kesehatan, organisasi profesional, instiusi pendidikan yang terkait sangat diperlukan. Pelatihan yang dibutuhkan ƒ Pelatihan layanan komprehensif HIV IMS dan IMS yang Berkesinambungan q Kelas Pengelola Program q Kelas Teknis untuk Medis dan Paramedis q Kelas Laboratorium untuk LKB q KelasKader masyarakat, LSM, populasi kunci dan ODHA ƒ Pelatihan Teknis untuk Petugas Kesehatansesuai dengan layanan yang diberikan q IMS q KTS q KTIPK q TB-HIV q PDP q PPIA q PTRM q LA ƒ Pelatihan lainnya q Pelatihan Intervensi Perubahan Perilaku IPP q Pelatihan Kepemimpinan q Pelatihan Komunikas q Pelatihan Media Promosi q dll Mengingat banyaknya pelatihan yang harus dilaksanakan, maka Kemenkes dapat memanfaatkan institusi yang berada di lingkungannya dan juga institusi pendidikanpelatihan di luar Iingkungan Kemenkes, seperti fakultas kedokteran, fakultas keperawatan, fakultas kesehatan masyarakat, akademi keperawatan, dan lain-lain. Namun, semua latihan tersebut mengacu kepada kurikulum yang sudah disusun dan diberi akreditasi oleh lembaga yang berhak.

1.5. S

UPERVISI DAN M ENTORING Berdasarkan pengalaman,pelatihan saja belum menjamin kesiapan petugas untuk memulaidan melaksanakan kegiatan LKB secara baik. Diperlukan suatu bimbingan teknis dan manajerial pasca pelatihan termasuk kegiatan supervisi dan mentoring oleh para mentor yang sudah lebih berpengalaman baik untuk aspek klinis maupun non-klinis. Kegiatan tersebut harus direncanakan dan dikoordinasikan oleh dinas kesehatan setempat bersama KPA melalui kemitraan dengan berbagai institusi layanan baik swasta maupun pemerintah di tingkat nasional, provinsi maupun kabupatenkota. Kemitraan ini juga untuk menghimpun para mentor dari