PENGARUH PEMBERIAN MINYAK GORENG BEKAS YANG DIMURNIKAN DENGAN BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia) TERHADAP GAMBARAN HEPATOSIT TIKUS WISTAR JANTAN

(1)

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK GORENG BEKAS YANG DIMURNIKAN DENGAN BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia) TERHADAP GAMBARAN HEPATOSIT TIKUS WISTAR JANTAN

Oleh

ANDRE PRASETYO MAHESYA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Jurusan Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF USED COOKING OIL PURIFIED BY NONI FRUIT (Morinda citrifolia) ON THE OVERVIEW OF MALE WISTAR RAT

HEPATOCYTES By

ANDRE PRASETYO MAHESYA

Cooking oil is a basic needs in the hausehold. The use of cooking oil is increasingly higher day by day and becomes less affordable for fried foods merchants. To save costs, the merchants tend to use cooking oil that is used repeatedly. This can damage the quality of cooking oil and make it decomposites the composition of the oil and can damage the hepatocyte. The aim of this study is to know the effect of using cooking oil purified by noni fruit to the liver.

This research is experimental study with a long 4 weeks treatment by using 20 Wistar rats which divided into 4 groups. In group A (control). In group B given by 3 hours cooking oil. In group C given by 6 hours used cooking oil. In group D given by 6 hours used cooking oil which purified with noni fruit as the antioxidant. Each treatment was given with 10 ul/g BW/day in dose.

The results showed there were 27,14+3,62% damage of hepatocyte on group B, 35,00+2,69% on group C and in group D there were lowering damage of


(3)

hepatocye into 26,06+6,03%. It showed that giving used cooking oil can damage hepatocyte and noni fruit can lowering the damage of hepatocyte.


(4)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK GORENG BEKAS YANG DIMURNIKAN DENGAN BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia) TERHADAP GAMBARAN HEPATOSIT TIKUS WISTAR JANTAN

Oleh

ANDRE PRASETYO MAHESYA

Minyak goreng merupakan kebutuhan pokok. Penggunaan minyak goreng semakin hari semakin tinggi dan kurang terjangkau bagi para pedagang makanan gorengan. Untuk menghemat biaya, para pedagang cenderung untuk menggunakan minyak goreng yang dipakai berulang kali. Hal ini dapat merusak kualitas minyak goreng dan terjadi dekomposisi komponen penyusun minyak yang dapat menyebabkan kerusakan hepar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat efek pemurnian minyak goreng bekas dengan buah mengkudu terhadap kerusakan hepar.

Penelitian ini bersifat eksperimental dengan lama perlakuan 4 minggu dengan menggunakan 20 ekor tikus Wistar yang dibagi dalam 4 kelompok. Kelompok A (kontrol). Kelompok B diberi minyak goreng bekas 3 jam penggorengan. Kelompok C diberi minyak goreng bekas 6 jam penggorengan. Kelompok D diberi minyak goreng bekas 6 jam penggorengan yang telah


(5)

dimurnikan dengan buah mengkudu. Setiap kelompok menggunakan dosis 10 ul/gr BB perhari.

Hasil penelitian ini menunjukan kerusakan sebesar 27,14+3,62% pada kelompok B, 35,00+2,69% pada kelompok C dan terjadi penurunan kerusakan di kelompok D menjadi 26,06+6,03%. Simpulan, pemberian minyak goreng bekas dapat menyebabkan kerusakan hepatosit tikus dan pemberian sari buah mengkudu dapat mengurangi kerusakan hepatosit tikus.


(6)

(7)

(8)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... I. PENDAHULUAN ... A.Latar Belakang ... B.Perumusan Masalah ... C.Tujuan Penelitian ... D.Manfaat Penelitian ... E. Kerangka Pemikiran ...

1. Kerangka Teori ... 2. Kerangka Konsep ... F. Hipotesis ... II. TINJAUAN PUSTAKA ...

A.Minyak Goreng ... 1. Gambaran Umum ... 2. Minyak Goreng Bekas ... B.Radikal Bebas ... C.Mengkudu ... 1. Deskripsi Tanaman ... 2. Taksonomi …... 3. Kandungan Mengkudu ... 4. Antioksidan ... 5. Antioksidan dalam mengkudu...

i iii iv v 1 1 3 4 4 5 6 7 8 9 9 9 10 16 17 17 18 18 20 20


(9)

D.Hepar ... 1. Anatomi Hepar ... 2. Fisiologi Hepar ... 3. Histologi Hepar ... 4. Histopatologi Hepar ... 5. Proses Kerusakan Sel Hepar Akibat Radikal Bebas yang

Ditimbulkan oleh Minyak Goreng Bekas... E. Tikus Putih... 1. Taksonomi……... 2. Jenis ………... 3. Biologi Tikus Putih ... III. METODE PENELITIAN ... A.Desain Penelitian ... B.Tempat dan Waktu ... C.Populasi dan Sampel ... D.Bahan dan Alat Penelitian ... E. Prosedur Penelitian ... F. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... G.Analisis Data ...

H.Etika Penelitian ………

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... A.Hasil Penelitian ... B.Pembahasan ... V. SIMPULAN DAN SARAN ... A.Simpulan ... B.Saran ... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 21 21 22 22 26 29 28 29 30 30 31 33 33 33 34 36 37 45 46 47 48 48 52 57 57 57


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori Pengaruh Pemberian Minyak Goreng Bekas dengan Sari Buah Mengkudu terhadap Hepatosit... 2. Kerangka Konsep Pemberian Aquades, Minyak Bekas, dan

Minyak Hasil Pemurnian Terhadap Tikus Wistar Jantan yang Dilihat pada Gambaran Hepatosit... 3. Buah Mengkudu ... 4. Gambaran Makroskopik Hati Manusia dari Anterior ... 5. Lobulus Hepatik ... 6. Pembengkakan Sel Disertai Vakuolisasi ... 7. Diagram Alur Pengolahan Buah Mengkudu ... 8. Diagram Alur Penelitian ... 9. Gambaran Histopatologi Hepar Tikus Kelompok A (kontrol) dan

Kelompok B, C, D (perlakuan) dengan Pewarnaan HE

(Perbesaran 400x) ………...

6

7 17 21 23 26 38 44


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Syarat mutu minyak goreng ... 2. Data biologi Tikus putih (Rattus norvegicus) ... 3. Hasil pengamatan kerusakan hepatosit hepar Tikus ... 4. Hasil Uji Statistik Perbandingan Antar Kelompok (uji

Mann-Whitney)...

10 31 49


(12)

i DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3 :

:

:

Uji Statistik

Dokumentasi Peralatan dan Cara Kerja


(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok penduduk Indonesia dengan tingkat konsumsi yang mencapai lebih dari 2,5 juta ton per tahun atau lebih dari 12 kg/orang/tahun. Berdasarkan perkembangan berbagai variabel terkait seperti peningkatan konsumsi minyak goreng untuk keperluan rumah tangga maupun industri diperkirakan total konsumsi minyak goreng dalam negeri mencapai 6 juta ton (Anonim, 2006). Penggunaan minyak goreng yang cukup tinggi ini tidak didukung dengan harga yang terjangkau bagi para pedagang makanan gorengan, sehingga para pedagang cenderung untuk tidak sering mengganti minyak dan menggunakan minyak goreng bekas dalam kurun waktu yang lama.

Menurut Lawson (1995), minyak yang digunakan untuk proses penggorengan akan mengalami 4 perubahan besar yang terjadi yaitu: (1) perubahan warna, (2) oksidasi, (3) polimerisasi dan (4) hidrolisis. Pembentukan flavor yang menyimpang juga sering terjadi pada minyak yang telah digunakan selama proses penggorengan. Kondisi ini menyebabkan terjadinya dekomposisi komponen penyusun minyak. Hasil dekomposisi tersebut mempunyai pengaruh negatif terhadap kualitas minyak maupun rasa dan nilai gizi hasil


(14)

gorengannya. Beberapa komponen hasil dekomposisi minyak tersebut dapat membahayakan kesehatan karena menyebabkan kerusakan, terutama pada organ yang terkait dengan metabolisme minyak (Rukmini, 2007).

Kerusakan minyak atau lemak akibat penggunaan secara terus menerus akan mengakibatkan berbagai macam penyakit, misalnya diare, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai cerna lemak. Beberapa penyakit seperti PJK (penyakit jantung koroner), rasa gatal pada tenggorokan, dislipidemia, obesitas, atheroskerosis, juga disebabkan oleh penggunaan minyak goreng bekas. Ironisnya, masyarakat Indonesia saat ini cenderung menitikberatkan nilai ekonomis daripada nilai kesehatan yang saat ini lebih cenderung diabaikan (Widayat, 2006).

Mengingat banyaknya efek buruk terhadap kesehatan akibat minyak goreng bekas, diperlukan adanya suatu terobosan baru. Upaya untuk mengolah minyak goreng bekas dalam rangka penghematan, namun tidak membahayakan kesehatan serta mudah dilakukan sangat diperlukan. Salah satunya dengan melakukan pemurnian menggunakan adsorben tertentu (Widayat dkk., 2006). Penjernihan minyak goreng bekas dapat dilakukan dengan menggunakan arang tempurung kelapa, tepung beras, mengkudu, lidah buaya, dan bawang merah (Amanda, 2007). Adsorben tersebut dapat memurnikan minyak goreng bekas karena memiliki zat antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Mengkudu memiliki aktivitas antioksidan 2,8 kali lebih kuat dibandingkan vitamin C (Wang et al., 2002).


(15)

3

Berdasarkan penelitian yang sudah ada, penulis menjadi termotivasi untuk melakukan penelitian mengenai penjernihan minyak goreng bekas dalam upaya perbaikan kualitas minyak dengan menggunakan buah mengkudu sebagai zat antioksidan. Untuk mengetahui efek minyak goreng bekas yang telah diberikan mengkudu terhadap organ, maka penulis menggunakan Tikus Wistar sebagai sampel. Kegiatan penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh diet yang mengandung minyak goreng bekas atau minyak hasil pemurniannya terhadap histopatologis organ tubuh yang berhubungan dengan metabolisme lipid, yaitu hepar. Tikus Wistar dipilih sebagai model hewan coba, karena memiliki tipe metabolisme yang sama dengan manusia. Dengan menggunakan Tikus Wistar, hasilnya diharapkan dapat digeneralisasi pada manusia. Disamping itu, dengan menggunakan Tikus Wistar sebagai hewan coba, maka pengaruh diet dapat benar-benar dikendalikan dan dikontrol.

B. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh pemberian minyak goreng bekas terhadap gambaran hepatosit Tikus Wistar jantan?

2. Apakah ada pengaruh pemberian minyak goreng bekas yang dimurnikan dengan buah mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap gambaran hepatosit Tikus Wistar jantan?


(16)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian minyak goreng bekas terhadap gambaran hepatosit Tikus Wistar jantan.

2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian minyak goreng bekas yang dimurnikan dengan buah mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap gambaran hepatosit Tikus Wistar jantan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan, dan pengalaman.

2. Bagi Masyarakat

Dengan adanya penelitian mengenai minyak goreng bekas yang dimurnikan dengan buah mengkudu (Morinda citrifolia), maka masyarakat dapat menggunakan buah mengkudu dalam proses penjernihan minyak goreng bekas.


(17)

5

E. Kerangka Penelitian

1. Kerangka Teori

Minyak yang dipanaskan akan mengalami serangkaian proses yaitu: perubahan warna, oksidasi, polimerasi dan hidrolisis, yang akan menghasilkan zat dekomposisi dari minyak, seperti hidrogen peroksida yang merupakan radikal bebas. Kerusakan minyak goreng paling sering disebabkan oleh bahan yang digoreng mengandung protein dan air. Pemanasan secara terus menerus dan pada suhu yang tinggi akan mempercepat proses kerusakan (Lawson, 1995). Dengan demikian akan semakin banyak pula pembentukan senyawa radikal bebas yang dapat merusak organ tubuh kita, terutama yang berkaitan dengan metabolisme lemak yaitu hepar (Rukmini, 2007). Mengkudu memiliki aktivitas antioksidan 2,8 kali lebih kuat dibandingkan vitamin C (Wang et al., 2002). Antioksidan yang terkandung seperti asam askorbat (vitamin C) dan beta karoten dapat menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Pemberian minyak goreng secara oral dengan dosis 10uL/g BB terbukti tidak toksik terhadap Tikus.


(18)

Keterangan :

Gambar1. Kerangka Teori Pengaruh Pemberian Minyak Goreng Bekas dengan Sari Buah Mengkudu terhadap Hepatosit.

Penyerapan warna

Minyak Goreng Bekas

Polimerasi Oksidasi Browning Hidrolisis Kerusakan Membran Hepatosit Pembentukan VDP dan

NVDP

Peningkatan Kekentalan Minyak Reaksi fisi

Dehidrasi Pembentukan Radikal bebas Pembentukan Gliserol dan Asam lemak bebas Senyawa Peroksida Lemak

Kerusakan Mitokondria, DNA, Protein, dan Peningkatan

Permeabilitas. Antioksidan sekunder Asam Askorbat dan Beta Karoten Sari Buah Mengkudu

: Menghambat : Mengakibatkan


(19)

7

2. Kerangka Konsep

Gambar2. Kerangka Konsep Pemberian Aquades, Minyak Bekas, dan Minyak Hasil Pemurnian Terhadap Tikus Wistar Jantan yang Dilihat pada Gambaran Hepatosit.

Cekok 10 ul/g BB Minyak goreng bekas

lele 3 jam penggorengan

Cekok 10 ul/g BB Minyak goreng bekas

lele 6 jam penggorengan

KelompokD KelompokC KelompokB Cekok Aquades 10

ul/g BB

Gambaran hepatosit

Dianalisis

Cekok 10 ul/g BB Minyak goreng bekas

lele 6 jam penggorengan yang

telah dimurnikan dengan sari buah

mengkudu


(20)

F. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pemberian minyak goreng bekas terhadap gambaran hepatosit Tikus Wistar jantan menyebabkan edema dan nekrosis.

2. Pemberian minyak goreng bekas yang dimurnikan dengan buah mengkudu (Morinda citrifolia) menurunkan jumlah kerusakan hepatosit Tikus Wistar jantan.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Minyak Goreng

1. Gambaran Umum

Minyak goreng berfungsi antara lain sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih dan penambah nilai kalori bahan pangan. Lemak yang terkandung dalam minyak goreng merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Lemak juga merupakan pelarut vitamin A, D, E, dan K yang sangat diperlukan tubuh (Winarno, 2004).

Minyak kelapa sawit curah umumnya hanya menggunakan satu kali proses fraksinasi, sehingga masih mengandung fraksi padat stearing yang relatif lebih banyak dari minyak goreng bermerek yang menggunakan 2 kali proses fraksinasi. Oleh karena itu, penampakan minyak goreng kelapa sawit curah tidak sejernih minyak goreng bermerek. Penampakan ini berkaitan erat dengan titik cair (suhu pada saat lemak mulai mencair) dan cloud point (suhu pada saat mulai terlihatnya padatan) pada minyak (Anonim, 2006).


(22)

2. Minyak Goreng Bekas

Menurut Winarno (2004) mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya (yang ditentukan oleh kadar gliserol bebas). Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng tersebut. Pemanasan minyak akan menghidrasi gliserol membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolin. Senyawa akrolin tersebut dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Minyak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun. Bila minyak mengalami pemanasan yang berlebihan, maka molekul gliserol akan mengalami kerusakan dan minyak tersebut segera mengeluarkan asap biru yang sangat mengganggu lapisan selaput mata. Syarat mutu minyak goreng menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Minyak Goreng

Menurut Perkins dan Erickson (1996), proses pemanasan minyak pada suhu tinggi dengan adanya oksigen akan mengakibatkan rusaknya asam lemak tak jenuh yang terdapat di dalam minyak, seperti asam oleat dan linoleat. Kerusakan minyak akibat pemanasan dapat diamati dari perubahan warna, kenaikan kekentalan, peningkatan kandungan asam lemak bebas, kenaikan bilangan peroksida, dan kenaikan kandungan urea adduct forming esters. Selain itu dapat


(23)

11

pula dilihat terjadinya penurunan bilangan iod dan penurunan kandungan asam lemak tak jenuh.

Menurut Lawson (1995), minyak yang digunakan untuk proses penggorengan akan mengalami 4 perubahan besar yang terjadi yaitu; (1) perubahan warna, (2) oksidasi, (3) polimerisasi dan (4) hidrolisis. Pembentukan flavor yang menyimpang juga sering terjadi pada minyak yang telah digunakan selama proses penggorengan.

a. Perubahan Warna Minyak Goreng

Semua bahan pangan yang digoreng mengandung bahan-bahan, seperti gula, pati, protein, phospat, komponen sulfur dan berbagai mineral yang akan larut atau tertinggal di dalam minyak goreng. Berbagai material ini akan bereaksi, terpapar suhu yang tinggi dan selanjutnya mengendap yang akan menyebabkan perubahan warna pada minyak goreng. Kecepatan perubahan warna pada minyak berbeda-beda tergantung sekali oleh bahan pangan yang digoreng. Produk daging seperti olahan ayam memiliki kemampuan yang lebih cepat dalam merubah warna gelap minyak dibandingkan dengan kentang. Kemampuan protein dalam membentuk browning lebih baik dibandingkan dengan pati. Bahan-bahan tambahan seperti breading serta komponen sulfur dan phospat yang digunakan dalam pembuatan produk ayam olahan juga turut mempercepat pembentukan warna gelap minyak (Lawson, 1995). Menurut Ketaren (2008), perubahan warna minyak yang digunakan dalam proses penggorengan juga disebabkan oleh reaksi oksidasi. Lemak atau minyak dalam jaringan secara alamiah biasanya bergabung


(24)

dengan pigmen karotenoid yang akan turut rusak oleh proses oksidasi. Oksidasi karoten akan mulai terjadi pada periode induksi. Perubahan warna pada minyak selama proses menggoreng menjadi lebih gelap merupakan indikator proses awal dari oksidasi minyak. Komponen-komponen yang tak tersabunkan, berbagai jenis gums, lecithin dapat mempercepat proses penggelapan warna minyak. Terbentuknya warna gelap pada minyak disebabkan karena keberadaan komponen phenolik. Kecepatan perubahan warna minyak juga sangat tergantung dari proses oil turn over system. Banyaknya minyak yang diserap oleh produk yang digoreng harus segera digantikan oleh minyak baru yang berarti juga penghambatan terhadap proses perubahan warna pada minyak goreng.

b. Oksidasi Minyak Goreng

Menurut Ketaren (2008) kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan makanan gorengan dengan rupa yang tidak menarik dan rasa yang tidak enak serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak essensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan akibat oksidasi bahan pangan berlemak terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertama disebabkan oleh reaksi lemak dengan oksigen yang disusul dengan tahap kedua yang merupakan kelanjutan dari reaksi tahap pertama yang prosesnya dapat berupa proses oksidasi maupun non oksidasi. Proses oksidasi umumnya dapat terjadi pada setiap jenis lemak misalnya lemak babi, mentega putih, minyak goreng, minyak salad dan bahan pangan berlemak lainnya. Selama proses penggorengan berlangsung, oksigen


(25)

13

yang ada di udara akan bereaksi dengan minyak yang ada dalam fryer. Beberapa produk hasil reaksi ada yang langsung menguap dan ada yang tertinggal dalam minyak. Pada suhu kamar biasanya proses oksidasi berjalan sangat lambat dan mulai mangalami peningkatan ketika proses sedang berjalan terutama pada suhu penggorengan yang tinggi (≥177oC).

Beberapa faktor disamping suhu yang turut berpengaruh terhadap kecepatan proses oksidasi antara lain: (1) kecepatan penyerapan minyak oleh produk dan sistem regenerasi minyak baru, (2) luas permukaan dari minyak yang terpapar oksigen, (3) keberadaan ion logam seperti tembaga yang bersifat prooksidan, (4) keberadan dari antioksidan tahan suhu tinggi seperti methyl silikon dan (5) kualitas dari minyak yang digunakan selama proses (Lawson 1995). Proses oksidasi akan menghasilkan hidroperoksida yang akan mengalami degradasi lebih lanjut melalui tiga reaksi. Pertama reaksi fisi yang akan menghasilkan alkohol, aldehida, asam dan hidrokarbon yang mempunyai peranan dalam pembentukan flavor dan warna hitam pada minyak. Reaksi yang kedua adalah dehidrasi yang menghasilkan keton serta reaksi yang ketiga adalah reaksi pembentukan radikal bebas yang membentuk dimer, trimer, epoksida dan hidrokarbon yang mempunyai peran dalam meningkatkan kekentalan minyak serta terbentuknya fraksi NAF (Non Urea Adduct Forming). Polimer-polimer yang ada dalam minyak merupakan suatu petunjuk adanya NAF (Perkins & Erickson,1996).


(26)

c. Polimerisasi

Proses oksidasi yang berlanjut pada minyak goreng akan menyebabkan terbentuknya polimer-polimer yang dapat digolongkan dalam Non Volatile Decomposition Product (NVDP) dan Volatile Decomposition Product (VDP) (Suhadi, 1968). Senyawa-senyawa yang bersifat volatil termasuk di dalamnya peroksida, mono dan disliserida, aldehid, ketone dan asam karboksilat. Sedangkan senyawa-senyawa non volatil termasuk komponen polar, monomer (siklik dan non siklik), dimer, trimer dan komponen lain yang memiliki bobot molekul besar (Lawson, 1995).

Menurut Ketaren (2008) ada 3 macam reaksi utama yang menyokong terbentuknya senyawa-senyawa NVDP ini. Reaksi-reaksi tersebut ialah auto-oksidasi, thermal polimerization dan thermal oxidation. Terbentuknya senyawa polimer dapat ditandai dengan meningkatnya kekentalan minyak goreng. Hubungan antara kenaikan kandungan senyawa yang molekulnya tinggi dengan nilai gizi minyak yang telah dipanaskan dapat memberikan efek penurunan kesehatan pada Tikus percobaan.

d. Hidrolisis

Hidrolisis merupakan reaksi yang terbentuk antara air dari produk dengan minyak goreng yang dapat membentuk asam lemak bebas. Menurut Lawson (1995), kecepatan pembentukan asam lemak bebas sangat tergantung dari beberapa faktor di bawah ini :

1) Jumlah air yang terkandung dalam produk maupun jumlah air yang masih tersisa pada ketel sehabis proses cleaning.


(27)

15

2) Suhu penggorengan yang digunakan selama proses. Semakin tinggi suhu yang digunakan kecepatan pembentukan asam lemak bebas semakin meningkat.

3) Kecepatan dari oil turn over system.

4) Jumlah partikel/ remah-remah rontokan dari produk yang digoreng. 5) Bilangan heating / cooling cycles dari minyak.

Menurut Winarno (1999) minyak yang digunakan lebih dari sekali menggoreng akan lebih cepat berasap pada suhu yang lebih rendah. Minyak seharusnya dipanaskan tidak lebih tinggi dan tidak lebih lama dari yang diperlukan untuk menjaga agar proses hidrolisis hanya terjadi secara minimal. Permukaan wajan atau ketel pemanas juga mempengaruhi titik asap. Semakin kecil diameter ketel akan menyebabkan lebih cepat menjadi panas dan berasap.

Keberadaan asam lemak bebas sebagai hasil dari reaksi hidrolisis juga memberikan pengaruh terhadap penurunan titik asap minyak goreng disamping juga keberadaan dari partikel-partikel atau remah-remah dari rontokan bahan yang digoreng yang juga ikut membentuk asam sewaktu proses penggorengan berlangsung. Hasil penelitian dari Pantzaris (1999) menunjukkan hasil bahwa titik asap minyak akan semakin menurun seiring dengan frekuensi pemakaian minyak dan peningkatan kandungan asam lemak bebas di dalam minyak.


(28)

B. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat reaktif karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron (Harjanto, 2004). Oleh karena itu radikal bebas bersifat sangat reaktif, dapat merusak berbagai makro molekul yang terdapat di dalam sel seperti lemak, protein dan DNA (Orrenius, 1993; Nanji & Sturmhofel, 1997)

Hal tersebut dapat menimbulkan kerusakan pada dinding arteri, dan menjadi dasar kelainan patologis pada penyakit degeneratif seperti jantung dan penyakit hepar (Heineeke, 2003; Robbins & Kumar, 2007). Secara alamiah radikal bebas terbentuk dalam tubuh makhluk hidup sebagai hasil dari proses metabolisme alami tubuh. Dalam jumlah normal radikal bebas tersebut berada dalam kesetimbangan dengan antioksidan. Sumber radikal bebas terbagi menjadi dua yaitu radikal bebas endogen dan radikal bebas eksogen. Sumber radikal bebas endogen merupakan derivat oksigen atau sering disebut reactive oxygen species (ROS), radikal tersebut terdapat dalam bentuk oksigen singlet, anion superoksida, radikal hidroksil, nitrogen oksida, peroksinitrit, asam hipoklorit, hidrogen peroksida, radikal alkoksil, dan radikal peroksil. Radikal bebas eksogen terbentuk karena pengaruh faktor-faktor dari luar seperti polutan lingkungan, kurang olahraga dan gaya makanan tidak sehat, sehingga di dalam tubuh akan menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif dengan berbagai akibat lainya (Shah & Channon, 2004).


(29)

17

C. Mengkudu

1. Deskipsi tanaman

Tanaman mengkudu merupakan tananman hijau yang tumbuh di sekitar kawasan pantai terbuka dan hutan sampai ketinggian 1.300 kaki di atas permukaan laut. Tanaman ini sering ditemukan di daerah aliran lava. Tanaman mengkudu dapat dicirikan dengan batang yang tegak, bercabang banyak, daun lebar berbentuk lonjong dengan warna hijau tua mengkilap dan bunganya bewarna putih tubular dengan bentuk buah yang khas pada granat. Mengkudu adalah tanaman perdu yang tumbuh membengkok pada ketinggian pohon mencapai 4-8 m, bercabang banyak dengan bentuk ranting yang bersegi empat. Letak daun berhadap-hadapan secara bersilang, bertangkai dengan bentuk daun yang bulat telur melebar menyerupai bentuk elips atau oval dengan panjang daun 10-40 cm, lebar daun 5-17 cm, tebal dan terlihat mengkilap. Tepi daun rata, ujungnya meruncing, dengan pangkal daun yang menyempit, tulang daun menyirip, dengan warna daun hijau tua (Hembing, 2001).


(30)

2. Taksonomi

Mengkudu memilki nama lmiah Morinda citrifolia atau biasa disebut dengan Indian Mulberry. Mengkudu merupakan tanaman kopi-kopian (Rubiaceae) dan juga termasuk tanaman tahunan. Taksonomi tanaman mengkudu:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subklas : Asteridae Ordo : Rubiales Familia : Rubiaceae Genus : Morinda L

Spesies : Morinda citrifolia L

3. Kandungan Mengkudu

Kandungan mengkudu antara lain:

1. Zat nutrisi yang terdapat dalam mengkudu seperti protein, vitamin, mineral yang tersedia dalam jumlah cukup pada buah dan daun, salah satunya adalah selenium yang berfungsi sebagai antioksidan.


(31)

19

2. Terpenoid merupakan senyawa hidrokarbon isometrik terdapat pada lemak esensial, dapat membantu tubuh dalam proses sintesis organik dan pemulihan sel-sel tubuh.

3. Zat anti bakteri. Aktivitas antibakteri acubin, L-asperuloside, dan alizarin dalam buah mengkudu, serta beberapa antrakinon dalam akar mengkudu, terbukti sebagai agen antibakteri, melawan strain bakteri menular seperti Pseudomonas aeruginosa, Proteus morgaii, Staphylococcus, Baciillis subtilis, Escherichia coli, Salmonella, dan Shigela.

4. Scolopetin adalah senyawa fitonutrien yang dapat mengikat serotonin dan berfungsi memperlebar saluran pembuluh darah yang mengalami penyempitan, dapat bekerja sinergis dengan netraceuticals lain untuk mengatur tekanan darah tinggi menjadi normal, tetapi tidak menurunkan tekanan darah yang sudah normal, dapat meningkatkan kelenjar paneal di dalam otak untuk menghasilkan hormon melatonin, juga bersifat fungisida. 5. Damnacanthal dalam ekstrak mengkudu mampu menghambat pertumbuhan

sel-sel kanker.

6. Xeronine dan Proxeronine. Heinicke, menyatakan bahwa buah mengkudu mengandung prekursor alami untuk xeronine yang bernama proxeronine menjadi xeronine alkaloid di dalam tubuh bersama degan enzim proxeroninase yang mampu memodifikasi molekul struktur protein.

7. Antioksidan: asam askorbat, beta karoten, alkaloid, beta sitosterol, karoten, dan polifenol seperti flavonoid, flavon glikosida, rutinosa, dan lainnya.


(32)

8. Polisakarida antara lain: galaktosa, arabinosa, ahamnosa dan asam glukoronat. (Palu et al., 2008; Bangun & Sarwono, 2004; Wang & Su, 2001).

4. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat melindungi sel melawan radikal bebas, seperti: oksigen singlet, superoksida, radikal peroksil, radikal hidroksil dan peroxynitrite. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif. Ketidakseimbangan antara antioksidan dan hasil spesies oksigen reaktif dalam stres oksidatif menyebabkan kerusakan sel (Waji & Surgani, 2009; Buhler & Miranda, 2000).

5. Antioksidan dalam mengkudu

1. Selenium merupakan ko-factor dari enzim glutathione peroksidase selain membantu mencegah kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas, juga dapat menurunkan sintesis dan pelepasan dari leukotrine B4 yang merupakan mediator proses peradangan. Selenium bersama vitamin C dapat meningkatkan proses peradangan oleh sitokin.

2. Asam askorbat (vitamin C), sejumlah 1.000 gram sari buah mengkudu mengandung 1.200 mg vitamin C, sehingga berkhasiat sebagai antioksidan yang baik.


(33)

21

3. Beta karoten sebagai antioksidan yang larut dalam lemak, dapat menjaga dari proses pengerusakan oksidasi dinding sel yang terdiri dari lemak.

4. Flavonoid adalah senyawa metabolik sekunder yang lazim ditemukan pada tanaman angiospermae, merupakan senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Potensi flavonoid sebagai antioksidan dan kemampuannya dapat mengurangi aktivitas radikal hidroksi, anion superoksida, dan radikal peroksida (Hidajat, 2005; Waji & Surgani, 2009; Djauhariya & Rosman, 2000).

D. Hepar

1. Anatomi hepar

Dalam tubuh manusia hepar merupakan kelenjar terbesar dengan berat kurang lebih 1,5 kg (Junqueira & Carneiro, 2007). Hepar terletak pada kuadran atas cavum abdominis dan terbagi menjadi 2 lobus yaitu lobus hepatis dextra dan lobus hepatis sinistra (Moore & Agur, 2002).

Gambar 4. Gambaran Makroskopik Hepar Manusia dari Anterior (Putz & Pabst,2007)


(34)

2. Fisiologi hepar

Menurut Sherwood (2001), Hepar adalah organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh. Organ ini penting bagi sistem pencernaan untuk sekresi garam empedu, tetapi hepar juga melakukan berbagai fungsi lain, mencakup hal-hal berikut:

a. Pengolahan metabolik kategori nutrient utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah penyerapan mereka dari saluran pencernaan.

b. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya.

c. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting untuk pembekuan darah serta untuk megangkut hormone tiroid, steroid dan kolesterol dalam darah.

d. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin

e. Pengaktifan vitamin D, yang dilaksanakan oleh hepar bersama dengan ginjal f. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang, berkat adanya

makrofag residen

g. Eksresi kolesterol dan bilirubin, yang terakhir adalah produk penguraian yang berasal dari destruksi sel darah merah yang sudah usang.

3. Histologi hepar

Secara mikroskopis hepar memiliki beberapa sel, antara lain sel hepatosit, sel endotel dan sel makrofag yang disebut sel kupffer (Junqueira & Carneiro, 2007). Hepar terbagi atas beberapa lobus dan tiap lobus hepar terbagi menjadi struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional


(35)

23

organ. Secara mikroskopis, didalam hepar manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli. Setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas lembaran sel hepar berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Diantara lembaran sel hepar terdapat kapiler-kapiler yang disebut sinusoid, sinusoid merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika, selain itu juga terdapat saluaran empedu yang membentuk kapiler empedu, dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel hepar (Price & Wilson, 2006). a. Lobulus hepar

Lobulus hepar sebagai kesatuan histologis berbentuk prisma poligonal, diameter 1-2 mm, penampang melintang tampak sebagai heksagonal, dengan pusatnya vena sentralis dan di sudut-sudut luar lobuli terdapat kanalis porta. Lobulus-lobulus ini dipisahkan oleh jaringan pengikat dan pembuuh darah. Daerah ini disebut trigonum portae yang berisi cabang arteri hepatika, cabang vena porta, cabang duktus biliferus dan anyaman pembuluh limfe (Junqueira & Carneiro, 2007).


(36)

b. Parenkim hepar

Parenkim hepar terdiri atas sel-sel hepar (hepatosit) yang tersusun berderet secara radier dalam lobulus hepar. Sel-sel hepar ini berbentuk polihedral dengan ukuran yang berbeda-beda, nukleusnya lebar, bulat, berada di tengah, mengandung satu atau lebih nukleoli serta terdapat bercak-bercak kromatin. Pada sel hepar Tikus dapt juga ditemui polipoid nukleus, binukleus dan multinukleus. Sitoplasma sel hepar bervariasi dalam penampakan, tergantung dari nutrisi dan status fungsionalnya.

Lempeng-lempeng sel-sel hepar atau hepatosit ini secara radial bermula dari tepian lobulus menuju ke vena sentralis sebagai pusatnya. Lembaran-lembaran ini bercabang-cabang dan beranastomose secara bebas sehingga diantara lempeng-lempeng tersebut terdapat ruangan sinusoid. Permukaan sel hepar berkontak dengan permukaan sel hepar lain (Junqueira & Carneiro, 2007).

c. Sinusoid hepar

Sinusoid hepar merupakan suatu pembuluh yang melebar tidak teratur, sebagian besar sel yang melapisi sinusoid hepar adalah sel endotel. Sel kecil yang memiliki sitoplasma yang tipis dan inti yang kecil. Selain sel endotel terdapat juga sel kupffer yang berbentuk stelat dengan sifat histologis seperti vakuola jernih, lisosom dan retikulo endoplasma granular tersebar di seluruh sitoplasama. Ini yang membedakan sel-sel kupffer dan sel-sel endotel. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal vena portal dan arteri hepatik,


(37)

25

membawa darah kaya nutrisi dari saluran pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung (Eroschenko, 2010; Junqueira & Cameiro, 2007)

d. Kanalikuli Biliferus

Merupakan celah tubuler yang hanya dibatasi oleh membran plasma hepatosit dan mempunyai sedikit mikrovili pada bagian dalamnya. Kanalikuli biliferus membentuk anastomosis yang kompleks di sepanjang lempeng-lempeng lobulus hepar dan berakhir dalam daerah porta. Oleh karena itu, empedu mengalir berlawanan arah dengan aliran darah, yaitu dari tengah ke tepi lobulus. Beberapa kanalikuli biliferus membentuk duktulus biliferus yang bermuara dalam duktus biliferus dalam segitiga porta (Junqueira & Cameiro, 2007)

e. Daya regenerasi hepar

Hepar mempunyai kemampuan regenerasi yang luar biasa meskipun sel-selnya diperbaharui secara lambat. Percobaan pada hewan Tikus, hepar dapat memulihkan kehilangan sampai 75% berat total hepar hanya dalam waktu satu bulan (Junqueira & Cameiro, 2007). Kesempurnaan pemulihan sangat tergantung pada keutuhan kerangka dasar jaringan. Pada hepar yang cedera, jika kerangka retikulum masih utuh akan terjadi regenerasi sel hepar yang teratur dan struktur lobuli yang kembali normal serta fungsinya akan pulih kembali. Apabila kerusakan hepar terjadi berulang-ulang atau terus menerus, terdapat nekrosis masif sel hepar atau destruksi unsur-unsur stromanya, maka terbentuk banyak jaringan ikat mengakibatkan kacaunya struktur hepar, suatu keadaan yang dikenal dengan sirosis (Robbins & Kumar, 2007).


(38)

4. Histopatologi hepar

Jejas sel yang dapat terjadi pada hepar dapat bersifat reversibel atau ireversibel. a. Jejas Reversibel

1) Pembengkakan Sel

Pembengkakan merupakan manifestasi pertama yang ada hampir pada semua bentuk jejas sel, sebagai akibat pergeseran air ekstraseluler ke dalam sel, akibat gangguan pengaturan ion dan volume karena kehilangan ATP.

Gambar 6. Pembengkakan sel disertai vakuolisasi; Ket.: 1. Sel yang mengalami vakuolisasi, 2. Inti sel menggeser ke tepi (Robbins & Kumar, 2007)

Bila air berlanjut tertimbun dalam sel, vakuol-vakuol kecil jernih tampak dalam sitoplasma yang diduga merupakan retikulum endoplasma yang melebar dan menonjol keluar atau segmen pecahannya. Gambaran jejas nonletal ini kadang-kadang disebut degenerasi hidropik atau degenerasi vakuol. Selanjutnya hepatosit yang membengkak juga akan tampak 1


(39)

27

edematosa (degenerasi balon) dengan sitoplasma ireguler bergumpal dan rongga-rongga jernih yang lebar (Robbins & Kumar, 2007).

2) Perlemakan Hepar

Perlemakan hepar merupakan akumulasi trigliserida dalam sel-sel parenkim hepar. Akumulasi timbul pada keadaan berikut:

a) Peningkatan mobilisasi lemak jaringan yang menyebabkan peningkatan jumlah asam lemak yang sampai ke hepar.

b) Peningkatan kecepatan konversi dari asam lemak menjadi trigliserida di dalam hepar karena aktivitas enzim yang terlibat meningkat.

c) Penurunan oksidasi trigliserida menjadi asetil-koA dan penurunan bahan keton.

d) Penurunan sintesis protein akseptor lipid.

b. Jejas Ireversibel 1) Nekrosis

Nekrosis sel dapat terjadi langsung atau dapat mengikuti degenerasi sel (jejas reversibel). Gambaran mikroskopik dari nekrosis dapat berupa gambaran piknosis, karioreksis, dan kariolisis.

Berdasarkan lokasinya nekrosis terbagi menjadi tiga yaitu nekrosis fokal, nekrosis zona, nekrosis submasif. Nekrosis sel hepar fokal adalah nekrosis yang terjadi secara acak pada satu sel atau sekelompok kecil sel pada seluruh daerah lobulus-lobulus hepar. Nekrosis ini dikenali pada biopsi melalui badan asidofilik (councilman) yang merupakan sel hepar nekrotik dengan inti piknotik atau lisis dan sitoplasma terkoagulasi berwarna merah


(40)

muda. Selain itu dapat dikenali juga pada daerah lisis sel hepar yang dikelilingi oleh kumpulan sel kupffer dan sel radang. Nekrosis zona sel hepar adalah nekrosis sel hepar yang terjadi pada regio-regio yang identik disemua lobulus hepar, sedangkan nekrosis submasif merupakan nekrosis sel hepar yang meluas melewati batas lobulus, sering menjembatani daerah portal dengan vena sentralis (bridging necrosis).

2) Fibrosis

Fibrosis merupakan akumulasi matriks ekstraseluler yang merupakan respon dari cedera akut atau kronik pada hepar. Pada tahap awal, fibrosis mungkin terbentuk di dalam atau di sekitar saluran porta atau vena sentralis atau mungkin mengendap langsung didalam sinusoid. Hal ini merupakan reaksi penyembuhan terhadap cedera.

Cedera pada hepatosit akan mengakibatkan pelepasan sitokin dan faktor solubel lainnya oleh sel kupffer serta sel tipe lainnya pada hepar. Faktor-faktor ini akan mengaktivasi sel stelata yang akan mensintesis sejumlah besar komponen matriks ekstraseluler (Robbins & Kumar, 2007).

5. Proses Kerusakan Sel Hepar Akibat Radikal Bebas yang Ditimbulkan oleh Minyak Goreng Bekas

Hepar merupakan organ tubuh yang paling sering menerima jejas (Robbins & Kumar, 2007). Dalam hal ini kerusakan sel hepar disebabkan oleh pemberian minyak goreng bekas. Menurut Perkins dan Erickson (1996) minyak pada penggorengan yang mengandung protein dan air akan lebih cepat rusak dan apabila dipanaskan secara terus menerus dapat membentuk radikal bebas dan


(41)

29

senyawa toksin. Radikal bebas sangat tidak stabil dan mudah bereaksi dengan zat kimia anorganik atau organic. Tiga reaksi yang paling relevan dengan jejas sel yang diperantarai radikal bebas yaitu peroksidasi lipid membran, fragmentasi DNA dan ikatan silang protein (Robbins & Kumar, 2007).

Membran sel hampir seluruhnya terdiri dari protein dan lipid. Struktur dasarnya ialah sebuah lapisan lipid bilayer dan diantar lapisan lipid bilayer tersebut terdapat molekul besar protein globular. Sedangkan struktur dasar dari lapisan lipid bilayer sendiri terdiri atas molekul-molekul fosfolipid (Guyton & Hall, 2008). Molekul fosfolipid yang memiliki ikatan rangkap antara beberapa atom karbon. Ikatan ini mudah diserang oleh radikal bebas yang berasal dari oksigen sehingga terbentuk senyawa peroksida lipid yang dapat merusak membran sel, akibatnya membran sel menjadi lebih permiabel terhadap beberapa substansi dan memungkinkan substansi tersebut melewati membran secara bebas (Robbins & Kumar, 2007).

E. Tikus Putih

Tikus putih atau yang disebut Rattus norvegicus memiliki klasifikasi dari taksonomi, jenis, serta biologis sebagai berikut.


(42)

1. Taksonomi

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentai

Subordo : Odontoceti

Familia : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

(Natawidjaya, 1983)

2. Jenis

Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan hewan pengerat dan sering digunakan sebagai hewan percobaan atau digunakan untuk penelitian, dikarenakan Tikus merupakan hewan yang mewakili dari kelas mamalia, karena kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme biokimianya, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah dan ekskresi menyerupai manusia. Galur Tikus yang sering digunakan dalam penelitian antara lain Wistar, Sprague-Dawley, Long Evans, dan Holdzman.

Tikus putih juga memiliki beberapa sifat menguntungkan seperti: (1) cepat berkembang biak; (2) mudah dipelihara dalam jumlah banyak; (3) lebih tenang, (4) dan ukurannya lebih besar daripada mencit. Tikus putih juga memiliki ciri-ciri albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dibandingkan badannya,


(43)

31

pertumbuhannya cepat, tempramennya baik, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap perlakuan (Isroi, 2010).

3. Biologi Tikus Putih

Di Indonesia hewan percobaan ini sering dinamakan Tikus besar. Dibandingkan dengan Tikus liar, Tikus laboratorium lebih cepat menjadi dewasa dan umumnya lebih mudah berkembang biak. Berat badan Tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan dengan berat badan Tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 gram, dan berat dewasa rata-rata 200-250 gram (FKH UGM, 2006). Data biologi Tikus putih pada tabel 2:

Tabel 2. Data Biologi Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Isroi, 2010)

DATA BIOLOGI KETERANGAN

Lama hidup 2,5 – 3,5 tahun

Berat badan

Newborn 5 - 6 gr

Pubertas 150 - 200 gr

Dewasa jantan 300 - 800 gr

Dewasa betina 200 - 400 gr

Reproduksi

Kematangan seksual 65 - 110 hari

Siklus estrus 4 - 5 hari

Gestasi 20 - 22 hari

Penyapihan 21 hari

Fisiologi

Suhu tubuh 35,90– 37,50 C

Denyut jantung 250 - 600 kali/menit

Laju nafas 66 - 144 kali/menit

Tekanan darah diastole 60 - 90 mmHg

Tekanan darah sistol 75 - 120 mmHg

Feses Padat, berwarna coklat tua,

bentuk memanjang dengan ujung membulat

Urine Jernih dan berwarna kuning

Konsumsi makan dan air

Konsumsi makan 15 – 30 gr/hari atau 5 – 6 gr/100

grBB

Konsumsi air 24 – 60 ml/hari atau 10 -12


(44)

Tikus putih (Rattus norvegicus) sering digunakan sebagai hewan percobaan karena Tikus juga dapat menderita suatu penyakit dan sering dipakai dalam studi nutrisi, tingkah laku, kerja obat, dan toksikologi (Isroi, 2010).


(45)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode acak terkontrol. Menggunakan 20 ekor Tikus Wistar jantan berumur 10-16 minggu yang dipilih secara random dan dibagi menjadi 4 kelompok.

B. Tempat danWaktu

Perlakuan dan pembuatan sari buah mengkudu yang akan digunakan pada penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Untuk pembuatan preparat dan pengamatannya dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Periode penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 2 bulan.


(46)

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah Tikus Wistar jantan berumur 10-16 minggu yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Jumlah sampel yang digunakan berdasarkan kriteria sampel Frederer Menurut Frederer, rumus penentuan sampel untuk uji eksperimental adalah:

T(n-1)>15

Dimana t adalah jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini akan menggunakan lima kelompok perlakuan sehingga penghitungan sampel menjadi:

4(n-1) >15 4n-4 >15 4n >19 n >4,7

Jadi sampel yang digunakan minimal 5 ekor per kelompok perlakuan. Pada penelitian ini digunakan sampel sebanyak 20 ekor dan dipilih secara random sampling. Untuk keperluan penelitian ini digunakan 4 kelompok Tikus dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 Tikus Wistar. Adapun keempat kelompok Tikus ini terdiri dari:

1. Kelompok A merupakan kelompok Tikus yang tidak diberi minyak. Kelompok ini digunakan sebagai kelompok kontrol hanya diberikan air.


(47)

35

2. Kelompok B merupakan kelompok Tikus yang diberi minyak goreng bekas penggorengan lele dengan pemanasan selama 3 jam secara terus-menerus.

3. Kelompok C merupakan kelompok Tikus yang diberi minyak goreng bekas penggorengan lele dengan pemanasan selama 6 jam secara terus-menerus.

4. Kelompok D merupakan kelompok Tikus yang diberi minyak goreng bekas penggorengan lele dengan pemanasan selama 6 jam secara terus-menerus yang telah dimurnikan menggunakan sari buah mengkudu sebagai antioksidan.

Adapun Tikus yang digunakan pada penelitian ini memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

 Sehat

 Memiliki berat badan antara 200-250 gram  Jenis kelamin jantan

 Berusia sekitar 10-16 minggu (dewasa)

Kriteria ekslusi pada penelitian ini diantaranya :

 Penampakan rambut kusam, rontok, botak dan aktivitas kurang/tidak aktif  Keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut, anus, genital

setelah masa adaptasi

 Terdapat penurunan berat badan >10 % setelah masa adaptasi selama di laboratorium


(48)

D. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan penelitian

Bahan penelitian yang digunakan yaitu : 1) Minyak goreng bekas

2) Sari buah mengkudu 3) Ketamine-xylazine 4) Formalin

5) Aquades

2. Alat penelitian

1) Neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 g, untuk menimbang berat Tikus

2) Spuit oral 3 cc

3) Minor set, untuk membedah perut Tikus (laparotomy) 4) Kapasal kohol

5) Mikrotom 6) Sonde 7) Kompor 8) Penggorengan 9) Tabung erlenmeyer 10)Saringan

11)Gelas ukur 12)Pot sampel


(49)

37

E. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh minyak hasil pemurnian dengan buah mengkudu terhadap histopatologi hepar pada hewan coba.

1. Pemilihan hewan coba

Penelitian ini dilakukan untuk menguji keamanan minyak hasil pemurnian pada hewan coba. Sebagai model dipilih Tikus Wistar. Tikus Wistar dipilih sebagai model hewan coba karena merupakan mamalia yang mempunyai tipe metabolisme sama dengan manusia. Dengan menggunakan Tikus, hasilnya dapat digeneralisasi pada manusia. Di samping itu, dengan menggunakan Tikus sebagai hewan coba, maka pengaruh diet dapat benar-benar dikendalikan dan terkontrol. Akan tetapi, hal ini juga mempunyai kelemahan karena manusia makannya lebih beragam, sehingga kondisi yang dicapai pada penelitian kemungkinan akan berbeda dengan kenyataan pada manusia. Namun demikian, hal ini merupakan pendekatan yang paling dapat dilaksanakan.

2. Prosedur pemberian minyak goreng bekas dan minyak hasil pemurnian a. Pemilihan sampel minyak goreng bekas

Kerusakan minyak goreng paling sering disebabkan oleh bahan yang digoreng mengandung protein dan air, suhu penggorengan yang tinggi, dan pemanasan secara terus menerus (Lawson, 1995). Oleh karena itu pada penelitian ini dipilih minyak goreng bekas penggorengan lele. Untuk perbandingan tingkat kerusakan minyak goreng, peneliti


(50)

memilih minyak goreng bekas lele yang digunakan selama 3 jam penggorengan dan 6 jam penggorengan secara berturut-turut.

b. Prosedur pemurnian miyak goreng bekas

Regenerasi minyak goreng bekas lele 6 jam penggorengan dengan menggunakan sari buah mengkudu dilakukan di Laboratorium Farmakologi FK Unila.

Cara pengolahan buah mengkudu adalah sebagai berikut :

Gambar 7. Diagram Alur Pengolahan Buah Mengkudu (Mahmudatussa, 2013)

Buah mengkudu dicacah

Buah mengkudu dihaluskan dengan menggunakan blender

Empat (4) sendok makan sari buah mengkudu dimasukan kedalam tabung erlenmeyer yang sudah diisi 100 ml minyak goreng bekas,

lalu aduk dengan menggunakan sendok atau batang pengaduk

Diamkan selama 10-15 menit

Kompor dimatikan, diamkan selama 10-15 menit

Minyak goreng bagian atas disaring dengan menggunakan penyaring dan endapanya dibuang

Masukkan ke dalam wajan lalu dipanaskan hingga suhu 50-60 0C (diraba dengan tangan terasa hangat) atau dibiarkan 5 menit setelah


(51)

39

c. Perhitungan dosis

Penelitian Thadeus (2005) menggunakan minyak goreng bekas secara oral dengan dosis 10uL/g BB/hari terbukti tidak toksik pada Tikus. Pada penelitian Rukhmini (2007) pemberian minyak goreng yang dicampur makanan dengan kadar minyak 20% dari jumlah pakan v/v, pengambilan sampel histopatologi hepar Tikus dilihat pada minggu ke 4 perlakuan, minggu ke 8 perlakuan dan minggu ke 12 perlakuan menunjukan adanya kerusakan pada gambaran histopatologis hepar Tikus. Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, peneliti menggunakan dosis 10uL/g BB agar dapat diukur intake diet lemaknya dan dengan lama perlakuan 4 minggu.

Misalkan berat badan Tikus 200g maka perhitunganya adalah: 10uL/gBB/hari x 200g = 2000uL= 2ml= 2cc/hari.

3. Prosedur Operasional Pembuatan Slide a). Fixation

1. Spesimen berupan potongan organ telah dipotong secara representatif kemudian segera difiksasi dengan formalin 10% selama 3 jam.

2. Dicuci dengan air mengalir sebanyak 3−5 kali.

b). Trimming

1. Organ dikecilkan hingga ukuran ± 3 mm.


(52)

c). Dehidrasi

1. Mengeringkan air dengan meletakkan tissue casette pada kertas tisu. 2. Dehidrasi dengan :

• Alkohol 70% selama 0,5 jam

• Alkohol 96% selama 0,5 jam

• Alkohol 96% selama 0,5 jam

• Alkohol 96% selama 0,5 jam

• Alkohol absolut selama 1 jam

• Alkohol absolut selama 1 jam

• Alkohol absolut selama 1 jam

• Alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam d). Clearing

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xilol I dan II masing–masing selama 1 jam.

e). Impregnansi

Impregnansi dilakukan dengan menggunakan parafin selama 1 jam dalam oven suhu 65oC.

f). Embedding

1. Sisa paraffin yang ada pada pan dibersihkan dengan memanaskan beberapa saat di atas api dan diusap dengan kapas.

2. Paraffin cair disiapkan dengan memasukkan paraffin ke dalam cangkir logam dan dimasukkan dalam oven dengan suhu di atas 580C.


(53)

41

3. Paraffin cair dituangkan ke dalam pan.

4. Dipindahkan satu per satu dari tissue casette ke dasar pan dengan mengatur jarak yang satu dengan yang lainnya.

5. Pan dimasukkan ke dalam air.

6. Paraffin yang berisi potongan hepar dilepaskan dari pan dengan

dimasukkan ke dalam suhu 4−60

C beberapa saat.

7. Paraffin dipotong sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan menggunakan skalpel/pisau hangat.

8. Lalu diletakkan pada balok kayu, diratakan pinggirnya dan dibuat ujungnya sedikit meruncing.

g). Cutting

1. Pemotongan dilakukan pada ruangan dingin.

2. Sebelum memotong, blok didinginkan terlebih dahulu di lemari es. 3. Dilakukan pemotongan kasar, lalu dilanjutkan dengan pemotongan

halus dengan ketebalan 4−5 mikron. Pemotongan dilakukan

menggunakan rotary microtome dengan disposable knife.

4. Dipilih lembaran potongan yang paling baik, diapungkan pada air dan dihilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang lain ditarik menggunakan kuas runcing.


(54)

5. Lembaran jaringan dipindahkan ke dalam water bath pada suhu 600C selama beberapa detik sampai mengembang sempurna.

6. Dengan gerakkan menyendok, lembaran jaringan tersebut diambil dengan slide bersih dan ditempatkan di tengah atau pada sepertiga atas atau bawah.

7. Slide yang berisi jaringan ditempatkan pada inkubator (Suhu 370C) selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.

h). Straining (Pewarnaan) dengan Prosedur Pulasan Hematoksilin–Eosin: Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, dipilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut.

1. Dilakukan deparafinisasi dalam:

• Larutan xylol I selama 5 menit

• Larutan xylol II selama 5 menit

• Ethanol absolut selama 1 jam 2. Hydrasi dalam:

• Alkohol 96% selama 2 menit

• Alkohol 70% selama 2 menit

• Air selama 10 menit

3. Pulasan inti dibuat dengan menggunakan:

• Haris hematoksilin selama 15 menit

• Air mengalir


(55)

43

4. Lanjutkan dehidrasi dengan menggunakan:

• Alkohol 70% selama 2 menit

• Alkohol 96% selama 2 menit

• Alkohol absolut 2 menit 5. Penjernihan:

• Xylol I selama 2 menit

• Xylol II selama 2 menit

i). Mounting dengan entelan lalu tutup dengan deck glass

Setelah pewarnaan selesai, slide ditempatkan di atas kertas tisu pada tempat datar, ditetesi dengan bahan mounting yaitu entelan dan ditutup dengan deck glass, cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara. j). Slide dibaca dengan mikroskop

Slide dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi, diperiksa dibawah mikroskop cahaya dan dibaca oleh ahli histologi dan patologi anatomi.


(56)

4. Prosedur penelitian

Adapun rancangan penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 8. Diagram Alur Penelitian

Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok D

Tikus diadaptasikan selama 7 hari

Cekok 10 ul/g BB air

Cekok 10 ul/g BB Minyak goreng bekas lele 3 jam

penggorengan

Cekok 10 ul/g BB Minyak goreng bekas lele 6 jam

penggorengan

Cekok 10 ul/g BB Minyak goreng bekas lele 6 jam penggorengan yang

telah dimurnikan Pemisahan per populasi

Tikus diberikan perlakuan selama 4 minggu

Tikus dianestesi dengan ketamine-xylazine 75-100mg/kg + 5-10mg/kg secara IP

Lakukan laparotomi lalu ambil hepar

Fiksasi sampel dengan formalin 10%

Pembuatan sediaan Hematoxylin-Eosin

Pengamatan

Interpretasi hasil pengamatan


(57)

45

F. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

1. Identifikasi Variabel

Pada penelitian ini terdapat 2 variabel yakni variabel dependen (variabel terikat) dan variabel independen (variabel bebas). Adapun variabel penelitian pada penelitian ini adalah:

a. Variabel Bebas

Pemberian minyak goreng bekas yang dimurnikan dengan buah mengkudu (Morinda citrifolia)

b. VariabelTerikat

Gambaran hepatosit Tikus Wistar jantan

2. Definisi Operasional Variabel

Berikut definisi operasional dari variabel yang digunakan:

a. Pemberian minyak goreng bekas yang dimurnikan dengan buah mengkudu (Morinda citrifolia)

1. Kelompok A merupakan kelompok Tikus yang tidak diberi minyak. Kelompok ini digunakan sebagai kelompok kontrol hanya diberikan air.

2. Kelompok B merupakan kelompok Tikus yang diberi minyak goreng bekas penggorengan lele yang telah digunakan selama 3 jam penggorengan secara terus-menerus.

3. Kelompok C merupakan kelompok Tikus yang diberi minyak goreng bekas penggorengan lele yang telah digunakan selama 6 jam penggorengan secara terus-menerus.


(58)

4. Kelompok D merupakan kelompok Tikus yang diberi minyak goreng bekas penggorengan lele yang telah digunakan selama 6 jam penggorengan secara terus-menerus dan telah dimurnikan dengan sari buah mengkudu sebagai antioksidan.

b. Gambaran histopatologi hepar Tikus Wistar jantan. Setiap Tikus dibuat preparat jaringan hepar dengan pewarnaan HE dan tiap preparat dibaca menggunakan mikroskop perbesaran objektif 400x. Kemudian dilakukan penilaian kerusakan hepar menggunakan 5 lapangan pandang. Setiap lapangan pandang yang di dalamnya terdapat edema/nekrosis hepatosit dianggap lapangan pandang tersebut mengalami kerusakan. Persentase kerusakan adalah jumlah hepatosit yang rusak dibandingkan dengan semua hepatosit yang ada pada lapangan pandang yang diamati.

G. Analisis data

Data akan dilakukan analisis dengan menggunakan program analisis data. Untuk uji normalitas data dilakukan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel <50. Lalu dilakukan uji homogenitas dengan uji Levene. Apabila distribusi data normal dan homogen dilanjutkan dengan uji one way Annova, kemudian dilanjutkan dengan post hoc test untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda secara bermakna. Namun karena data tidak memenuhi syarat untuk dilakukan uji one way anova, maka diuji dengan uji Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan Mann-Whitney.


(59)

47

H. Etika Penelitian

Ilmuwan Penelitian kesehatan yang menggunakan model hewan menyepakati bahwa hewan coba yang menderita dan mati untuk kepentingan manusia perlu dijamin kesejahteraannya dan diperlukan secara manusiawi. Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba, juga harus diterapkan prisip 3R data protokol penelitian, yaitu replacement, reduction dan refinement. Untuk itu penelitian ini diajukan ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, karena penelitian ini memanfaatkan hewan percobaan dalam pelaksanaannya.


(60)

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

A.SIMPULAN

1. Terdapat rerata kerusakan hepatosit pada Tikus yang diberi minyak goreng bekas 3 jam penggorengan adalah 27,14%, dan pada Tikus yang diberi minyak goreng bekas 6 jam penggorengan adalah 35,00%.

2. Rerata kerusakan hepatosit pada Tikus yang diberi minyak goreng bekas 6 jam penggorengan yang dimurnikan dengan mengkudu lebih rendah 25,54% dari rerata kerusakan hepatosit yang hanya diberi minyak goreng bekas.

B.SARAN

1. Perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah pemurnian yang berbeda pada minyak goreng bekas.

2. Perlu penelitian lebih lanjut agar ditemukan dosis pemberian sari buah mengkudu yang efektif pada pemurniaan minyak goreng bekas.

3. Perlu dipertimbangkan juga untuk melihat kerusakan melalui perlemakan hati non alkoholik yang terjadi pada perlakuan selama 3 bulan.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia L. 2010. Efek Protektif Ekstrak Etanol Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl] Terhadap Gambaran Histopatologi Hati Mencit (Mus musculus L.) Jantan Galur BALB/C yang Diinduksi oleh Etanol. [Skripsi]. Universitas Lampung.

Amanda. 2007. Minyak Jelantah pun Bisa Dijadikan Sabun Mandi. http/pikiran_rakyat/ai_ms/Minyak%20jelantah%20pun%20pun%20Bisa%2 0Dijadikan%20Sabun%20Mandi.htm. Diakses 30 september 2013.

Anonim. 2006. Jakarta Future Excange Olein. http://www.bbj-jfx.com/product. Diakses 3 oktober 2013.

Bangun AP dan Sarwono B. 2004. Khasiat dan Manfaat Mengkudu. Jakarta: Agro Media Pustaka. Hlm: 6-24.

Buhler DR and Miranda C. 2000. Antioxidant activities of flavonoids. Oregon State University. USA.

Corwin EJ. 2000. BukuSaku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Djauhariya E dan Rosman R. 2000. Status Perkembangan Teknologi Tanaman Mengkudu. http://balitttro.litbangdeptan.go.id/ind/images/stories/edsus/vol 19 no 1/2000. Diunduh tanggal 25 Agustus 2011.

Eroschenko VP. 2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 11. Jakarta: EGC. Hlm: 324-6, 331, 342.

Fakultas Kedokteran Hewan UGM. 2005. Tikus Laboratorium. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Gartner LP and Hiatt JL. 2007. Color Textbook of Histology 3rd Ed. USA: Elsevier Saunder. pp: 526.

Guyton AC dan Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC. Hlm: 843-8, 871-907.

Harjanto. 2004. Pemulihan stress oksidatif pada latihan olahraga. Jurnal Kedokteran YARSI. 12(3):81-7.


(62)

Heineeke JW. 2003. Oxidative stress: New approaches to diagnosis and prognosis in atherosclerosis. A Symposium: Closed roundtable on atherosclerosis. Am J Cardiol. 91:12-6.

Hidajat B. 2005. Penggunaan antioksidan pada anak. Continuing education XXXV. Surabaya.

Isroi. 2010. Biologi rat (Rattus norvegicus).http://isroi.wordpress.com. Diakses 14 februari 2011.

Junqueira LC dan Carneiro J. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10. Jakarta: EGC. Hlm: 318-33.

Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hlm: 1-185.

Larasati ND. 2011. Efek Protektif Madu Terhadap Kerusakan Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Dewasa Galur Sprague Dawley yang Diinduksi oleh Etanol. [Skripsi]. Unversitas Lampung.

Lawson H. 1995. Food Oils And Fats : Technology Utilization and Nutrition. an Chapman and Hall. New York: ITP an International Thomson Publishing Company.

Mahmudatussa AI. 2013. Modul minyak. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Hlm: 1-35.

Moore KL dan Agur AMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates. Hlm: 54-79.

Nanji AA and Sturmhofel SH. 1997. Apoptosis and necrosis. Two Types of Cell Death in Alcoholic Liver Disease. Alcohol Health Res World. 21:325-30. Natawidjaya P dan Suparman. 1983. Mengenal Beberapa Binatang Di Alam

Sekitarnya. Jakarta: Pustaka Dian.

Orrenius S. 1993. Mechanisms of oxidative cell damage. Free Radicals: From basic science to medicine. Mol Cell Biol. 47-64.

Palu AK, Kim AH, West BJ, Deng S, Jensen J, White L. 2008. The effect of Morinda citrifolia L(noni) on the immune system: its molecular mechanisms of action. J Ethnopharmacol.115(3):502-6.


(63)

Pantzaris TP. 1999. Palm Oil Frying. Di dalam: Boskou, D. dan I. Elmadfa, Frying of Food: Oxidation, Nutrient and Non Nutrient Antioxidants, Biologically Active Compounds and High Temperature. Basel: Technomic Publishing. Pp: 223-52.

Perkins EG and MD. Erickson. 1996. Deep Frying : Chemistry, Nutrition and Practical Aplications. Illionis: AOCS Press.

Price S dan Wilson L. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi: Ke-5. Jakarta:EGC. Hlm: 2:472-511.

Putz R and Pabst R. 2007. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Edisi 22. Jakarta: EGC. Hlm: 2:142.

Purboyo A. 2009. Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium Guajava L) pada Kelinci yang Dibebani Glukosa. [Tesis]. Surakarta.

Rasjidin I. 2006. Pembuatan Arang Aktif Dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardiumoccidentale) Sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Robbins SL dan Kumar V. 2007. Buku Ajar Patologi II 7th ed. Jakarta: EGC. Hlm: 1:4-33, 2:663-710.

Rukmini A. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas Dengan Arang Sekam Menekan Kerusakan Organ Tubuh. Seminar Nasional Teknologi. Program Studi Teknologi Pertanian. Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Setiawan B dan Suharton E. 2005. Stres oksidatif dan peran antioksidan pada diabetes melitus. Majalah Kedokteran Indonesia. 55(1):8.

Shah AM and Channon KM. 2004. Free radicals and redox signalling in cardiovascular disease. Heart. 90:486-7.

Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. Hlm: 669-73.

Sloane E. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC. Hlm: 291-2. Suhadi H. 1968. Chemical Reaction in Heated Fats and Their Toxicity. Di dalam

Djatmiko, B. danA. B. Enie. 1985. Proses Penggorengan dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Minyak dan Lemak. Bogor: Agro Industri Press.

Thadeus MS. 2005. Pengaruh Vitamin C dan Vitamin E Terhadap Perubahan Histologik Hati, Jantung dan Aorta Musmusculus L Galur Swiss Derived Akibat Pemberian Minyak Jelantah. [Tesis].Universitas Indonesia.


(64)

Wang MY and Su C. 2001. Cancer proventive effect of morindacitrifolia (noni). Ann. NY Acad. Sci. 952:161-68.

Wang MY, West BJ, Jensen J, Diane N, Chen SU, Palu AK. 2002. Morindacitrifolia (noni): A literature reviev and recent advances in noni research. ACTA Pharmacol. 23(12):1127-41.

Widayat, Suherman, Haryani K. 2006. Optimasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas dengan Asorbent Zeolit Alam :Studi Pengurangan Bilangan Asam. Jurnal Teknik Gelagar. 17(1).

Winarno FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Bogor: Pusbangtepa.


(1)

47

H. Etika Penelitian

Ilmuwan Penelitian kesehatan yang menggunakan model hewan menyepakati bahwa hewan coba yang menderita dan mati untuk kepentingan manusia perlu dijamin kesejahteraannya dan diperlukan secara manusiawi. Dalam penelitian kesehatan yang memanfaatkan hewan coba, juga harus diterapkan prisip 3R data protokol penelitian, yaitu replacement, reduction dan refinement. Untuk itu penelitian ini diajukan ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, karena penelitian ini memanfaatkan hewan percobaan dalam pelaksanaannya.


(2)

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

A.SIMPULAN

1. Terdapat rerata kerusakan hepatosit pada Tikus yang diberi minyak goreng bekas 3 jam penggorengan adalah 27,14%, dan pada Tikus yang diberi minyak goreng bekas 6 jam penggorengan adalah 35,00%.

2. Rerata kerusakan hepatosit pada Tikus yang diberi minyak goreng bekas 6 jam penggorengan yang dimurnikan dengan mengkudu lebih rendah 25,54% dari rerata kerusakan hepatosit yang hanya diberi minyak goreng bekas.

B.SARAN

1. Perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah pemurnian yang berbeda pada minyak goreng bekas.

2. Perlu penelitian lebih lanjut agar ditemukan dosis pemberian sari buah mengkudu yang efektif pada pemurniaan minyak goreng bekas.

3. Perlu dipertimbangkan juga untuk melihat kerusakan melalui perlemakan hati non alkoholik yang terjadi pada perlakuan selama 3 bulan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia L. 2010. Efek Protektif Ekstrak Etanol Mahkota Dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl] Terhadap Gambaran Histopatologi Hati Mencit (Mus musculus L.) Jantan Galur BALB/C yang Diinduksi oleh

Etanol. [Skripsi]. Universitas Lampung.

Amanda. 2007. Minyak Jelantah pun Bisa Dijadikan Sabun Mandi. http/pikiran_rakyat/ai_ms/Minyak%20jelantah%20pun%20pun%20Bisa%2 0Dijadikan%20Sabun%20Mandi.htm. Diakses 30 september 2013.

Anonim. 2006. Jakarta Future Excange Olein. http://www.bbj-jfx.com/product. Diakses 3 oktober 2013.

Bangun AP dan Sarwono B. 2004. Khasiat dan Manfaat Mengkudu. Jakarta: Agro Media Pustaka. Hlm: 6-24.

Buhler DR and Miranda C. 2000. Antioxidant activities of flavonoids. Oregon

State University. USA.

Corwin EJ. 2000. BukuSaku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Djauhariya E dan Rosman R. 2000. Status Perkembangan Teknologi Tanaman

Mengkudu. http://balitttro.litbangdeptan.go.id/ind/images/stories/edsus/vol

19 no 1/2000. Diunduh tanggal 25 Agustus 2011.

Eroschenko VP. 2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 11. Jakarta: EGC. Hlm: 324-6, 331, 342.

Fakultas Kedokteran Hewan UGM. 2005. Tikus Laboratorium. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Gartner LP and Hiatt JL. 2007. Color Textbook of Histology 3rd Ed. USA: Elsevier Saunder. pp: 526.

Guyton AC dan Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC. Hlm: 843-8, 871-907.

Harjanto. 2004. Pemulihan stress oksidatif pada latihan olahraga. Jurnal


(4)

Hembing WK. 2001. Penyembuhan dengan Mengkudu (Morinda citrifolia Linn). Jakarta: Dyatama Milenia.

Heineeke JW. 2003. Oxidative stress: New approaches to diagnosis and prognosis in atherosclerosis. A Symposium: Closed roundtable on atherosclerosis. Am

J Cardiol. 91:12-6.

Hidajat B. 2005. Penggunaan antioksidan pada anak. Continuing education XXXV. Surabaya.

Isroi. 2010. Biologi rat (Rattus norvegicus).http://isroi.wordpress.com. Diakses 14 februari 2011.

Junqueira LC dan Carneiro J. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10. Jakarta: EGC. Hlm: 318-33.

Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hlm: 1-185.

Larasati ND. 2011. Efek Protektif Madu Terhadap Kerusakan Hepar Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Dewasa Galur Sprague Dawley yang Diinduksi

oleh Etanol. [Skripsi]. Unversitas Lampung.

Lawson H. 1995. Food Oils And Fats : Technology Utilization and Nutrition. an

Chapman and Hall. New York: ITP an International Thomson Publishing

Company.

Mahmudatussa AI. 2013. Modul minyak. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Hlm: 1-35.

Moore KL dan Agur AMR. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates. Hlm: 54-79.

Nanji AA and Sturmhofel SH. 1997. Apoptosis and necrosis. Two Types of Cell Death in Alcoholic Liver Disease. Alcohol Health Res World. 21:325-30. Natawidjaya P dan Suparman. 1983. Mengenal Beberapa Binatang Di Alam

Sekitarnya. Jakarta: Pustaka Dian.

Orrenius S. 1993. Mechanisms of oxidative cell damage. Free Radicals: From basic science to medicine. Mol Cell Biol. 47-64.

Palu AK, Kim AH, West BJ, Deng S, Jensen J, White L. 2008. The effect of Morinda citrifolia L(noni) on the immune system: its molecular mechanisms of action. J Ethnopharmacol.115(3):502-6.


(5)

Pantzaris TP. 1999. Palm Oil Frying. Di dalam: Boskou, D. dan I. Elmadfa, Frying of Food: Oxidation, Nutrient and Non Nutrient Antioxidants,

Biologically Active Compounds and High Temperature. Basel: Technomic

Publishing. Pp: 223-52.

Perkins EG and MD. Erickson. 1996. Deep Frying : Chemistry, Nutrition and

Practical Aplications. Illionis: AOCS Press.

Price S dan Wilson L. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Edisi: Ke-5. Jakarta:EGC. Hlm: 2:472-511.

Putz R and Pabst R. 2007. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Edisi 22. Jakarta: EGC. Hlm: 2:142.

Purboyo A. 2009. Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium

Guajava L) pada Kelinci yang Dibebani Glukosa. [Tesis]. Surakarta.

Rasjidin I. 2006. Pembuatan Arang Aktif Dari Tempurung Biji Jambu Mede (Anacardiumoccidentale) Sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak

Goreng Bekas. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Robbins SL dan Kumar V. 2007. Buku Ajar Patologi II 7th ed. Jakarta: EGC. Hlm: 1:4-33, 2:663-710.

Rukmini A. 2007. Regenerasi Minyak Goreng Bekas Dengan Arang Sekam

Menekan Kerusakan Organ Tubuh. Seminar Nasional Teknologi. Program

Studi Teknologi Pertanian. Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Setiawan B dan Suharton E. 2005. Stres oksidatif dan peran antioksidan pada diabetes melitus. Majalah Kedokteran Indonesia. 55(1):8.

Shah AM and Channon KM. 2004. Free radicals and redox signalling in cardiovascular disease. Heart. 90:486-7.

Sherwood L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. Hlm: 669-73.

Sloane E. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC. Hlm: 291-2. Suhadi H. 1968. Chemical Reaction in Heated Fats and Their Toxicity. Di dalam

Djatmiko, B. danA. B. Enie. 1985. Proses Penggorengan dan Pengaruhnya

Terhadap Sifat Fisiko-Kimia Minyak dan Lemak. Bogor: Agro Industri

Press.

Thadeus MS. 2005. Pengaruh Vitamin C dan Vitamin E Terhadap Perubahan Histologik Hati, Jantung dan Aorta Musmusculus L Galur Swiss Derived


(6)

Waji RA dan Sugrani A. 2009. Makalah Kimia Organik Bahan Alam: Flavonoid

(Quercetin). Makasar: FMIPA, Universitas Hasanuddin.

Wang MY and Su C. 2001. Cancer proventive effect of morindacitrifolia (noni).

Ann. NY Acad. Sci. 952:161-68.

Wang MY, West BJ, Jensen J, Diane N, Chen SU, Palu AK. 2002. Morindacitrifolia (noni): A literature reviev and recent advances in noni research. ACTA Pharmacol. 23(12):1127-41.

Widayat, Suherman, Haryani K. 2006. Optimasi Proses Adsorbsi Minyak Goreng Bekas dengan Asorbent Zeolit Alam :Studi Pengurangan Bilangan Asam.

Jurnal Teknik Gelagar. 17(1).

Winarno FG. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Bogor: Pusbangtepa.


Dokumen yang terkait

Sifat Antirayap Ekstrak Biji Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) Terhadap Rayap Tanah (Macrotermes gilvus Hagen)

5 71 66

Efek Penyembuhan Luka bakar dari Ekstrak Buah Mengkudu (morinda citrifolia l.) Dalam Sediaan Gel pada Kelinci

12 88 89

Pengaruh Ekstrak Buah Morinda Citrifolia Linn Terhadap Kualitas, Kuantitas Sperma Dan Kadar Malondialdehyde Testis Tikus Wistar Diabetes Mellitus

4 79 95

Pengaruh Penambahan Sari Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L) Terhadap Bilangan Peroksida, Bilanagan Iodin Dan Bilangan Asam Dari Minyak Goreng Bekas

7 102 50

Studi Penambatan Molekul Senyawa – Senyawa Flavonoid Dari Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L) Pada Peroxisome Proliferator-Activated Receptor - Gamma (PPARγ)

11 62 79

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK GORENG BEKAS YANG DIMURNIKAN DENGAN BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia) TERHADAP KETEBALAN ARTERI KORONARIA TIKUS WISTAR JANTAN

1 11 72

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETIL ASETAT BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) TERHADAP KADAR ALT (alanin Pengaruh Pemberian Ekstrak Etil Asetat Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Kadar ALT (alanin amino transaminase) Pada Tikus Putih (Rattus n

0 1 14

Uji Toksisitas Sub Kronik Pemberian Perasan Buah Mengkudu (Morinda citrifolia, Linn) Terhadap Sistem Hemopoisis Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus) Strain Wistar - Ubaya Repository

0 0 1

Pengaruh penggunaan tepung buah mengkudu (morinda citrifolia) dalam ransum terhadap performan ayam broiler jantan

0 0 40

PENGARUH MINYAK GORENG BEKAS YANG DIMURNIKAN DENGAN BUAH MENGKUDU (Morinda citrifotia) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN JANTUNG TIKUS

0 0 7