Efek Penyembuhan Luka bakar dari Ekstrak Buah Mengkudu (morinda citrifolia l.) Dalam Sediaan Gel pada Kelinci

(1)

Efek

men

P

P

k penyem

gkudu

(m

PROGR

UNIVE

mbuhan

(morinda

p

Mar

NI

RAM STU

FAKUL

ERSITA

luka ba

a citrifoli

pada keli

SKRIPS

OLEH

rthauli Na

IM 08150

UDI SAR

LTAS F

AS SUMA

MEDA

2013

akar dari

ia

l.) Dal

inci

SI

:

aiborhu

01051

RJANA

ARMAS

ATERA

AN

i ekstrak

lam sedia

FARMA

SI

UTARA

k buah

aan gel

ASI

A


(2)

Efek

men

Diaju

P

k penyem

gkudu

(m

ukan untuk Gelar

PROGR

UNIVE

mbuhan

(morinda

p

k Melengka Sarjana Fa Univers

Mar

NI

RAM STU

FAKUL

ERSITA

luka ba

a citrifoli

pada keli

SKRIPS

api Salah Sa armasi pad sitas Suma

OLEH

rthauli Na

IM 08150

UDI SAR

LTAS F

AS SUMA

MEDA

2013

akar dari

ia

l.) Dal

inci

SI

atu Syarat da Fakultas atera Utara

:

aiborhu

01051

RJANA

ARMAS

ATERA

AN

i ekstrak

lam sedia

untuk Mem s Farmasi

FARMA

SI

UTARA

k buah

aan gel

mperoleh

ASI

A


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

EFEK PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DARI

EKSTRAK BUAH MENGKUDU

(Morinda citrifolia

L.)

DALAM SEDIAAN GEL PADA KELINCI

OLEH:

Marthauli Naiborhu

NIM 081501051

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: 14 Februari 2013

Pembimbing I

Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, M.Sc., Apt. NIP 195212041980021001

Pembimbing II

Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt. NIP 130935857

Panitia Penguji

Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195409091982011001

Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, M.Sc., Apt. NIP 195212041980021001

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. NIP 195504241983031003

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc. Apt. NIP 195109081985031002

Medan, 99 Juli 2013 Dekan Fakultas Farmasi


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul Efek Penyembuhan Luka Bakar dari Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dalam Sediaan Gel pada Kelinci. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. M. T. Simanjuntak, M.Sc, Apt., dan Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., atas waktu bimbingan, kesabaran dan tanggung jawab kepada penulis selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi, Bapak Prof. Karsono, Apt., Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., dan Drs. Suryadi Achmad, M.Sc. Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan petunjuk dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda serta adik-adik yang telah memberikan semangat, doa dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh Staf Pengajar, Pegawai Tata Usaha, Kakak-kakak,


(5)

Abang-abang dan Teman-teman yang telah membantu selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum sempurna, sehingga penulis masih mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, 99 Juli 2013 Penulis,

MARTHAULI NAIBORHU NIM 081501051


(6)

Efek Penyembuhan Luka Bakar dari Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L.) dalam Sediaan Gel pada Kelinci

Abstrak

Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan salah satu tumbuhan bermanfaat. Buahnya dapat digunakan sebagai obat luka bakar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan ekstrak buah mengkudu dalam bentuk sediaan gel yang baik dan mengetahui efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel.

Ekstrak buah mengkudu diperoleh melalui perkolasi dengan etanol 70% dan diuapkan dengan penguap putar untuk memperoleh ekstrak kental. Gel dibuat dari natrium karboksilmetilselulosa dan diformulasi dengan ekstrak buah mengkudu. Kadar ekstrak buah mengkudu dalam sediaan gel terdiri atas 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15%. Sediaan dievaluasi, yaitu pemeriksaan organoleptis, homogenitas dan pH selama 28 hari. Sediaan gel diuji terhadap luka bakar dengan mengoleskan sediaan secara merata pada permukaan luka. Luka bakar dibuat dengan lempeng besi bulat panas bersuhu 80oC dan berdiameter 2,1 cm dengan kelompok kontrol yaitu kontrol yang diberikan formula basis gel, tanpa pengobatan, dan Bioplacenton®. Sediaan gel ekstrak buah mengkudu yang memberikan efek penyembuhan paling cepat kemudian dibandingkan dengan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®). Pengujian dilakukan pada kelinci putih jantan. Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati perubahan diameter luka setiap hari. Analisis data dengan Uji T Sampel Bebas menggunakan Statistical Program Service Solution (SPSS).

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam sediaan gel dan tidak terjadi perubahan organoleptis, homogenitas dan pH dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu selama 28 hari dan nilai pH yang diperoleh adalah 5,1 sampai 5,8. Kelompok yang diberikan gel yang mengandung ekstrak buah mengkudu 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13 dan 15% berturut-turut sembuh pada hari ke-19, 18, 13, 15, 15, 15, 15, 17 dan diperoleh hasil gel ekstrak buah mengkudu 5% memberikan efek penyembuhan paling cepat yaitu pada hari ke-13. Kelompok kontrol yang diberi basis gel tanpa ekstrak sembuh pada hari ke-26, sedangkan kelompok yang tanpa pengobatan sembuh pada hari ke-31 dan kelompok yang diberi Bioplacenton® sembuh pada hari ke-10. Hasil yang diperoleh bahwa Bioplacenton® memberikan efek penyembuhan lebih cepat dari gel ekstrak buah mengkudu 5%, tetapi tidak berbeda signifikan secara statistika. Dapat disimpulkan bahwa gel ekstrak buah mengkudu dapat digunakan untuk menyembuhkan luka bakar.


(7)

Effect of Burn Healing of Indian Mulberry Fruit Extracts (Morinda citrifolia L.) in Gel Formulations toward Rabbit

Abstract

Indian mulberry (Morinda citrifolia L.) is one of the efficacious herbs. The fruit can be used as a burn medication. The aims for this research was to formulate the indian mulberry fruit extract into a good gel dosage form and to know the effect for burn healing from gel dosage form.

The indian mulberry fruit extract was obtained by percolation used 70% ethanol and evaporated by rotary evaporator to obtain the condensed extract. Gel was made from carboxylmethylcellulose sodium and formulated with indian mulberry fruit extract. The concentrations of indian mulberry fruit extracts in gel formulations were 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15%. The formulations were evaluated, that were organoleptic, homogenity, and pH test for 28 days. Gel dosage form tested against burns by dabbing dosage forms smoothly on the surface of the wound. The burn wound done by round iron hot plate temperature of 80o C with diameter 2,1 cm and as the control groups were control used gel base formulation, untreatment group, and Bioplacenton®. Gel of indian mulberry fruit extract that gave the most rapid healing effect then compared with commercial gel dosage form (Bioplacenton®). The examination was treated to white male rabit. Observations made visually by observing changes in diameter of wound every day. Analyzed data with Independent Sample T Test used Statistical Program Service Solution (SPSS).

The results showed the indian mulberry fruit extracts could be formulated into gel dosage form and there were no organoleptic, homogenity and pH changes of indian mulberry extract gel formulations for 28 days and the pH values obtained was 5,1 to 5,8. The group was given gel that contained indian mulberry fruit extract 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13 and 15% respectively recovered by day 19, 18, 13, 15, 15, 15, 15, 17 and obtained result that gel of 5% indian mulberry fruit extract gave the most rapid healing effect by day 13. Control group that given gel base without extract recovered by day 26, whereas the untreatment group recovered by day 31 and group that given Bioplacenton® recovered by day 10. The result was obtained that Bioplacenton® gave more rapid healing effect than gel of 5% indian mulberry fruit extract, but there was no significant difference statistically. It can be concluded that gel of indian mulberry fruit extract can be used to heal burn.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 4

1.3Hipotesis ... 5

1.4Tujuan Penelitian ... 5

1.5Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Alat-alat ... 16

3.2 Bahan-bahan ... 16

3.3 Hewan Percobaan ... 16

3.4 Identifikasi Tumbuhan ... 16

3.5 Pembuatan Simplisia ... 17

3.5.1 Pengambilan dan pengolahan sampel ... 17

3.5.2 Pengolahan simplisia ... 17

3.6 Standardisasi Simplisia ... 17

3.6.1 Pemeriksaan makroskopik ... 17


(9)

3.6.3 Penetapan kadar air simplisia ... 18

3.6.4 Penetapan kadar sari larut air ... 18

3.6.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 19

3.6.6 Penetapan kadar abu total ... 19

3.6.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 19

3.7 Skrining Fitokimia ... 20

3.7.1 Skrining fitokimia golongan alkaloida ... 20

3.7.2 Skrining fitokimia golongan glikosida ... 21

3.7.3 Skrining fitokimia golongan glikosida sianogenik ... 22

3.7.4 Skrining fitokimia golongan glikosida antrakuinon ... 22

3.7.5 Skrining fitokimia golongan saponin ... 22

3.7.6 Skrining fitokimia golongan tanin ... 22

3.7.7 Skrining fitokimia golongan flavonoida ... 23

3.7.8 Skrining fitokimia golongan triterpen/steroida ... 24

3.8 Pembuatan Ekstrak ... 24

3.9 Pembuatan Sediaan Gel ... 25

3.10 Evaluasi Sediaan ... 26

3.10.1 Pemeriksaan organoleptis ... 26

3.10.2 Uji homogenitas ... 26

3.10.3 Pemeriksaan pH ... 27

3.11 Pengujian Sediaan Gel terhadap Penyembuhan Luka Bakar ... 27 3.12 Perhitungan Diameter Luka Bakar ... 27


(10)

3.13 Analisis Data ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1Formula gel dengan variasi konsentrasi ekstrak buah

mengkudu ... 25 Tabel 4.1Hasil pemeriksaan organoleptis sediaan gel ekstrak

buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar ... 31 Tabel 4.2Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan gel ekstrak

buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar ... 32 Tabel 4.3Hasil pemeriksaan pH sediaan gel ekstrak buah

mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar ... 32 Tabel 4.4Nilai AUC gel ekstrak buah mengkudu 5% dan

Bioplacenton® ... 36 Tabel 4.5Proses penyembuhan luka bakar dari gel ekstrak buah

mengkudu 5% dan sediaan gel di pasaran


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1Cara mengukur diameter luka bakar ... 28 Gambar 4.1 Grafik lama waktu penyembuhan terhadap

masing-masing perlakuan ... 34 Gambar 4.2 Grafik perbedaan waktu penyembuhan luka bakar

dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan mengkudu (Morinda

citrifolia L.) ... 43

Lampiran 2. Gambar tumbuhan mengkudu (Morinda citrifolia

L.) dan buah mengkudu segar ... 44 Lampiran 3. Gambar simplisia dan serbuk simplisia buah

mengkudu (Morinda citrifolia L.) ... 45 Lampiran 4. Gambar mikroskopik serbuk simplisia buah

mengkudu ... 46 Lampiran 5. Perhitungan kadar air serbuk simplisia buah

mengkudu ... 47 Lampiran 6. Perhitungan kadar sari larut air ... 48 Lampiran 7. Perhitungan kadar sari larut etanol ... 50 Lampiran 8. Perhitungan kadar abu total serbuk simplisia buah

mengkudu ... 52 Lampiran 9. Perhitungan kadar abu tidak larut asam serbuk

simplisia buah mengkudu ... 53 Lampiran 10. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia buah

mengkudu ... 54 Lampiran 11. Bagan alur penelitian ... 55 Lampiran 12. Bagan pembuatan ekstrak buah mengkudu (Morinda

citrifolia L.) ... 56

Lampiran 13. Bagan orientasi gel ... 57 Lampiran 14. Bagan pembuatan gel ekstrak buah mengkudu

(Morinda citrifolia L.) ... 58

Lampiran 15. Bagan orientasi gel pada kulit ... 59 Lampiran 16. Gambar sediaan gel ekstrak buah mengkudu


(14)

Lampiran 17. Gambar perubahan diameter luka bakar yang diberi

gel ekstrak buah mengkudu 5% ... 61 Lampiran 18. Perubahan diameter luka bakar yang diberi sediaan

gel di pasaran (Bioplacenton®) ... 63 Lampiran 19. Contoh perhitungan diameter luka bakar ... 65 Lampiran 20. Data diameter luka bakar dengan interval waktu

pengukuran setiap hari dari sediaan gel ekstrak buah

mengkudu 5% ... 66 Lampiran 21. Data diameter luka bakar dengan interval waktu

pengukuran setiap hari dari sediaan gel di pasaran

(Bioplacenton®) ... 67 Lampiran 22. Data diameter luka bakar rata-rata dengan interval

waktu pengukuran setiap hari dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dan sediaan gel di

pasaran (Bioplacenton®) ... 68 Lampiran 23. Data nilai AUC dari sediaan gel ekstrak buah

mengkudu 5% dan sediaan gel di pasaran

(Bioplacenton®) ... 69 Lampiran 24. Hasil analisis Uji T terhadap efek penyembuhan

luka bakar dari gel ekstrak buah mengkudu 5% dan

sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®) ... 71 Lampiran 25. Tabel Baku Distribusi t ... 74


(15)

Efek Penyembuhan Luka Bakar dari Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L.) dalam Sediaan Gel pada Kelinci

Abstrak

Mengkudu (Morinda citrifolia L.) merupakan salah satu tumbuhan bermanfaat. Buahnya dapat digunakan sebagai obat luka bakar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan ekstrak buah mengkudu dalam bentuk sediaan gel yang baik dan mengetahui efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel.

Ekstrak buah mengkudu diperoleh melalui perkolasi dengan etanol 70% dan diuapkan dengan penguap putar untuk memperoleh ekstrak kental. Gel dibuat dari natrium karboksilmetilselulosa dan diformulasi dengan ekstrak buah mengkudu. Kadar ekstrak buah mengkudu dalam sediaan gel terdiri atas 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15%. Sediaan dievaluasi, yaitu pemeriksaan organoleptis, homogenitas dan pH selama 28 hari. Sediaan gel diuji terhadap luka bakar dengan mengoleskan sediaan secara merata pada permukaan luka. Luka bakar dibuat dengan lempeng besi bulat panas bersuhu 80oC dan berdiameter 2,1 cm dengan kelompok kontrol yaitu kontrol yang diberikan formula basis gel, tanpa pengobatan, dan Bioplacenton®. Sediaan gel ekstrak buah mengkudu yang memberikan efek penyembuhan paling cepat kemudian dibandingkan dengan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®). Pengujian dilakukan pada kelinci putih jantan. Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati perubahan diameter luka setiap hari. Analisis data dengan Uji T Sampel Bebas menggunakan Statistical Program Service Solution (SPSS).

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam sediaan gel dan tidak terjadi perubahan organoleptis, homogenitas dan pH dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu selama 28 hari dan nilai pH yang diperoleh adalah 5,1 sampai 5,8. Kelompok yang diberikan gel yang mengandung ekstrak buah mengkudu 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13 dan 15% berturut-turut sembuh pada hari ke-19, 18, 13, 15, 15, 15, 15, 17 dan diperoleh hasil gel ekstrak buah mengkudu 5% memberikan efek penyembuhan paling cepat yaitu pada hari ke-13. Kelompok kontrol yang diberi basis gel tanpa ekstrak sembuh pada hari ke-26, sedangkan kelompok yang tanpa pengobatan sembuh pada hari ke-31 dan kelompok yang diberi Bioplacenton® sembuh pada hari ke-10. Hasil yang diperoleh bahwa Bioplacenton® memberikan efek penyembuhan lebih cepat dari gel ekstrak buah mengkudu 5%, tetapi tidak berbeda signifikan secara statistika. Dapat disimpulkan bahwa gel ekstrak buah mengkudu dapat digunakan untuk menyembuhkan luka bakar.


(16)

Effect of Burn Healing of Indian Mulberry Fruit Extracts (Morinda citrifolia L.) in Gel Formulations toward Rabbit

Abstract

Indian mulberry (Morinda citrifolia L.) is one of the efficacious herbs. The fruit can be used as a burn medication. The aims for this research was to formulate the indian mulberry fruit extract into a good gel dosage form and to know the effect for burn healing from gel dosage form.

The indian mulberry fruit extract was obtained by percolation used 70% ethanol and evaporated by rotary evaporator to obtain the condensed extract. Gel was made from carboxylmethylcellulose sodium and formulated with indian mulberry fruit extract. The concentrations of indian mulberry fruit extracts in gel formulations were 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15%. The formulations were evaluated, that were organoleptic, homogenity, and pH test for 28 days. Gel dosage form tested against burns by dabbing dosage forms smoothly on the surface of the wound. The burn wound done by round iron hot plate temperature of 80o C with diameter 2,1 cm and as the control groups were control used gel base formulation, untreatment group, and Bioplacenton®. Gel of indian mulberry fruit extract that gave the most rapid healing effect then compared with commercial gel dosage form (Bioplacenton®). The examination was treated to white male rabit. Observations made visually by observing changes in diameter of wound every day. Analyzed data with Independent Sample T Test used Statistical Program Service Solution (SPSS).

The results showed the indian mulberry fruit extracts could be formulated into gel dosage form and there were no organoleptic, homogenity and pH changes of indian mulberry extract gel formulations for 28 days and the pH values obtained was 5,1 to 5,8. The group was given gel that contained indian mulberry fruit extract 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13 and 15% respectively recovered by day 19, 18, 13, 15, 15, 15, 15, 17 and obtained result that gel of 5% indian mulberry fruit extract gave the most rapid healing effect by day 13. Control group that given gel base without extract recovered by day 26, whereas the untreatment group recovered by day 31 and group that given Bioplacenton® recovered by day 10. The result was obtained that Bioplacenton® gave more rapid healing effect than gel of 5% indian mulberry fruit extract, but there was no significant difference statistically. It can be concluded that gel of indian mulberry fruit extract can be used to heal burn.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang menutupi permukaan tubuh. Fungsi kulit secara keseluruhan adalah antara lain kemampuannya sebagai penghadang mikrobial, pelindung terhadap zat-zat kimia, radiasi, panas, dan berperan dalam regulasi suhu tubuh (Florence dan Siepmann, 2009) dan mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta untuk mengeluarkan kotoran (Aiache, dkk., 1993).

Kerusakan pada kulit dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satu di antaranya adalah kontak antara kulit dengan panas. Kontak antara kulit dengan panas dalam batas-batas temperatur dan waktu kontak tertentu masih dapat ditoleransi, tetapi panas yang tinggi dan waktu kontak yang cukup lama dapat menyebabkan kerusakan jaringan kulit. Semakin tinggi temperatur, semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan kulit (Suratman, dkk., 1996). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenadjat, 2003).

Absorpsi perkutan adalah absorpsi bahan dari luar kulit ke posisi di bawah kulit tercakup masuk ke dalam aliran darah (Ansel, 1989). Absorpsi perkutan meliputi: (a) disolusi obat dalam pembawanya, (b) difusi obat terlarut dari pembawa ke permukaan kulit, dan (c) penetrasi obat melalui lapisan-lapisan kulit, terutama lapisan-lapisan stratum corneum. Tahap yang paling lambat


(18)

dalam proses tersebut biasanya meliputi perjalanan melalui stratum corneum; oleh karena itu, ini merupakan laju yang membatasi atau mengontrol permeasi. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi penetrasi dari suatu obat ke dalam kulit adalah: (1) konsentrasi obat terlarut, karena laju penetrasi sebanding dengan konsentrasi; (2) koefisien partisi antara kulit dan pembawa, yang merupakan ukuran afinitas relatif dari obat tersebut untuk kulit dan pembawa; dan (3) koefisien difusi yang menggambarkan tahanan pergerakan obat melalui molekul obat melalui barier pembawa dan pembatas kulit (Martin, dkk, 1993). Pada umumnya, absorpsi perkutan dari bahan obat terdapat pada preparat dermatologi seperti salep, krim, pasta, atau gel (Ansel, 1989). Salep adalah sediaan setengah padat yang yang digunakan sebagai obat luar dan bahan obat harus terdispersi homogen dalam dasar yang cocok (Ditjen POM, 1979). Krim didefenisikan sebagai cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe a/m atau m/a yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terdispersi merata dalam bahan dasar yang sesuai (Syamsuni, 2005). Pasta adalah dispersi bahan-bahan serbuk yang tidak larut dengan konsentrasi tinggi (20 sampai 50%) dalam suatu basis lemak atau basis yang mengandung air.

Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari partikel kecil yang terpisah, maka gel digolongkan sebagai sistem dua fasa. Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang


(19)

terdispersi cairan. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Ditjen POM, 1995). Gel mengandung cairan dalam proporsi yang tinggi, biasanya air. Oleh karena itu, gel cocok digunakan untuk luka bakar. Pada pemakaian obat secara topikal, obat berdifusi dari pembawanya dan kontak dengan permukaan kulit (stratum corneum dan sebum) serta obat yang selanjutnya menembus epidermis. Kestabilan formulasi obat dapat dideteksi dengan mengamati perubahan penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut (Ansel, 1989). Penyimpanan gel baik dilakukan pada wadah yang tertutup baik, dalam botol mulut lebar, di tempat sejuk.

Mengkudu (Morinda citrifolia L.), dikenal secara komersil sebagai noni, banyak tumbuh di seluruh Pasifik dan merupakan salah satu sumber obat tradisional signifikan di antara masyarakat pulau Pasifik. Pohon atau perdu yang selalu hijau ini asli dari Asia (Indonesia) sampai Australia. Mengkudu ditandai dengan toleransinya yang sangat besar terhadap keadaan lingkungan. Mengkudu ditemukan tumbuh alami pada tanah kering atau dataran rendah yang hampir mendekati garis pantai, atau sebagai spesies penting di hutan pulau Pasifik. Seluruh bagian tumbuhan ini memiliki kegunaan tradisional maupun modern, termasuk akar dan kulit batang (pewarna, obat), batang (kayu api, perkakas), dan daun dan buah (makanan, obat). Penggunaan sebagai obat baik tradisional maupun modern, mencakup kondisi dan jenis penyakit, walaupun kebanyakan dari manfaat ini belum didukung secara ilmiah (Nelson, 2006).


(20)

Mengkudu mengandung senyawa saponin yang merupakan senyawa polar yang memiliki sifat seperti sabun. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya busa yang mantap sewaktu mengekstrasi tumbuhan atau sewaktu memekatkan ekstrak tumbuhan. Saponin juga dapat diperiksa dalam ekstrak kasar berdasarkan kemampuannya menghemolisis sel darah (Harborne, 1987).

Saponin merupakan salah satu senyawa yang memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Suratman, dkk., 1996). Saponin juga mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk penyembuh luka terbuka (Robinson, 1995).

Penelitian khasiat mengkudu untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu telah banyak dilakukan, seperti sebagai antidiabetes, antimikroba, antioksidan (Nelson, 2006) dan sebagainya, yang diperoleh dari sari mengkudu maupun ekstrak daun mengkudu. Sehingga dalam hal ini, peneliti mencoba untuk menemukan dan mengembangkan khasiat lain, terutama dari buah mengkudu.

Berdasarkan hal di atas, perlu dilakukan penelitian untuk membuat sediaan gel yang baik yang mengandung ekstrak buah mengkudu dan meneliti efek penyembuhan luka bakar dari ekstrak buah mengkudu yang diformulasikan dalam bentuk sediaan gel.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:


(21)

a. Apakah ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel yang baik?

b. Bagaimanakah efek penyembuhan luka bakar dari ekstrak buah mengkudu yang dibuat dalam bentuk sediaan gel?

1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

a. Ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel yang baik.

b. Sediaan gel dari ekstrak buah mengkudu berpengaruh pada efek penyembuhan luka bakar.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel yang baik.

b. Untuk mengetahui efek penyembuhan luka bakar dari bentuk sediaan gel dari ekstrak buah mengkudu.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Dapat diperoleh sediaan gel dari ekstrak buah mengkudu yang diharapkan dapat digunakan masyarakat sebagai obat luka bakar.

b. Dapat memanfaatkan khasiat buah mengkudu menjadi suatu sediaan obat yang bernilai jual tinggi.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi sistematika tumbuhan, sinonim, nama daerah, habitat dan daerah tumbuh, morfologi tumbuhan, kandungan kimia, dan khasiat.

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledone Bangsa : Rubiales Suku : Rubiaceae Marga : Morinda

Spesies : Morinda citrifolia L. (Anonim, 2012).

2.1.2 Sinonim

Sinonim dari tumbuhan mengkudu adalah Bancudus latifolia Rumph. (Anonim, 2012).

2.1.3 Nama daerah

Nama lain dari tumbuhan mengkudu adalah keumeudee (Aceh), pace, kemudu, kudu (Jawa), cangkudu (Sunda), kodhuk (Madura), tibah (Bali) (Anonim, 2011a).


(23)

2.1.4 Habitat dan daerah tumbuh

Tumbuhan ini berasal dari Asia Tenggara (Indonesia) dan Australia dan sekarang sudah ditemukan di seluruh daerah tropis. Tumbuhan mengkudu merupakan pohon atau perdu yang beradaptasi secara luas pada daerah tropis, pada ketinggian 1-800m (0-2600 ft) bergantung pada garis lintang, rata-rata suhu tahunan 20-350C (68-950F), curah hujan tahunan 250-4000 mm (10-160 in).

Tumbuh pada tanah dengan jangkauan yang sangat luas. Laju pertumbuhan sedang, umumnya 0,75-1,5 m/ tahun (2,5-5 ft/ tahun) (Nelson, 2006).

2.1.5 Morfologi tumbuhan

Tumbuhan mengkudu adalah pohon kecil yang selalu hijau atau perdu setinggi 3-10 m (Nelson, 2006). Batang pohon bengkok-bengkok, berdahan kaku, kasar, dan memiliki akar tunggang yang tertancap dalam. Kulit batang cokelat keabu-abuan atau cokelat kekuning-kuningan, berbelah dangkal, tidak berbulu, anak cabangnya bersegi empat. Tajuknya selalu hijau sepanjang tahun (Anonim, 2011a). Bunga sempurna, panjang tangkai bunga 10-30 mm (0,4-1,2 inci), pinggiran kelopak terpotong. Mahkota bunga berwarna putih, terdiri dari 5 lobus, tuba berwarna putih kehijauan, panjang 7-9 mm (0,28-0,35 in) (Nelson, 2006). Daun tebal mengkilap, terletak berhadap-hadapan. Ukuran daun besar-besar dan tunggal. Bentuknya jorong-lanset, berukuran 150 x 5-17 cm, tepi daun rata, ujung lancip pendek. Urat daun menyirip, tidak berbulu. Pangkal daun pendek, berukuran 0,5-2,5 cm. Buah berbentuk bulat lonjong. Permukaan buah seperti terbagi dalam sel-sel poligonal yang berbintik-bintik


(24)

dan berkutil. Awalnya berwarna hijau, menjelang masak menjadi putih kekuningan. Setelah masak, warna putih transparan, lunak dan berbau (Anonim, 2011a).

2.1.6 Kandungan kimia

Mengkudu banyak mengandung senyawa terpenoid, acubin, alizarin, beberapa jenis asam (asam askorbat, asam kaproat, asam kaprilat, asam kaprik), nutrisi lengkap (karbohidrat, vitamin, protein, dan mineral-mineral essensial), scopoletin, xeronine dan prexeronine, morindon dan morindin, dan saponin (Anonim, 2011b).

2.1.7 Khasiat tumbuhan

Mengkudu berkhasiat sebagai peningkat daya tahan tubuh, menormalkan tekanan darah, anti kanker, analgesik, antiinflamasi dan antiallergen, antimikroba, penyembuh luka seperti luka bakar (Anonim, 2011c). Mengkudu mengandung senyawa saponin yang merupakan senyawa polar yang memiliki sifat seperti sabun. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya busa yang mantap sewaktu mengekstrasi tumbuhan atau sewaktu memekatkan ekstrak tumbuhan. Saponin juga dapat diperiksa dalam ekstrak kasar berdasarkan kemampuannya menghemolisis sel darah. Tetapi biasanya lebih baik bila diuji dan dipastikan dengan cara KLT dan pengukuran spektrum (Harborne, 1987).

 

2.2 Ekstrasi

Ekstrasi adalah suatu kegiatan penarikan kandungan kimia aktif yang dapat larut dalam pelarut yang sesuai sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang


(25)

dikandung simplisia, akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstrasi yang tepat (Ditjen POM, 2000).

Metode-metode ekstrasi menurut Ditjen POM (2000) antara lain sebagai berikut, yaitu:

a. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstrasi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu kamar. Proses terdiri dari tahapan pengembangan, tahap maserasi, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan dan penampungan ekstrak) secara terus-menerus sampai diperoleh ekstrak atau perkolat

b. Cara panas 3. Refluks

Refluks adalah ekstrasi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(26)

Sokletasi adalah ekstrasi menggunakan pelarut yang umumnya dilakukan dengan pelarut khusus sehingga terjadi ekstrasi kontiniu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

5. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, umumnya pada temperatur 40-50o C.

6. Infundasi

Infundasi adalah ekstrasi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (96-98o C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

7. Dekoktasi

Dekoktasi adalah ekstrasi yang prinsipnya sama dengan infundansi namun dilakukan pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Bentuk Sediaan Topikal

Penggunaan obat secara topikal diberikan melalui kulit terutama pada bagian superfisial epidermis untuk tujuan lokal. Bentuk sediaan topikal apabila diberikan bahan aktif akan dilepas dari pembawa dan masuk ke dalam jaringan kulit secara difusi pasif dimana yang berperan adalah laju absorpsi dan jumlah zat yang terabsorpsi (Jas, 2004).

Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan yang semipermebel, dan molekul obat dapat terpenetrasi dengan cara difusi pasif. Bahan yang mempunyai sifat yang larut dalam


(27)

minyak dan air merupakan bahan yang baik untuk difusi melalui stratum korneum seperti juga melalui epidermis dan lapisan-lapisan kulit (Ansel, 1989).

2.4 Gel

Gel adalah sistem padat atau setengah padat dari paling sedikit dua konstituen yang terdiri dari massa seperti pagar yang rapat dan diselusupi oleh cairan. Jika matriks yang saling melekat kaya akan cairan, maka produk ini sering kali disebut dengan jelly. Jika cairannya hilang maka gel ini dikenal dengan xerogel (Martin, 1993).

Gel bisa digolongkan baik dalam sistem dua fase atau dalam sistem satu fase. Gel juga bisa mengandung air, disebut hidrogel dan bisa juga mengandung cairan organik, disebut organogel (Martin, 1993).

2.5 Stabilitas Sediaan

Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat sediaan farmasi. Obat yang disimpan dalam waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan berkurangnya dosis yang diterima oleh pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum (Prasetyo, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan antara lain temperatur, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan bahan-bahan yang ditambahkan dalam formula sediaan obat tersebut. Untuk mengevaluasi


(28)

kestabilan suatu sediaan obat biasanya dilakukan dengan cara mengamati pada kondisi obat tersebut disimpan, misalnya pada temperatur kamar. Metode ini ternyata memerlukan waktu yang lama dan tidak ekonomis. Pada saat ini untuk mempercepat analisis, dilakukan uji stabilitas dipercepat yaitu dengan mengamati perubahan konsentrasi pada suhu yang tinggi (Prasetyo, 2008).

2.6 Kulit

Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, pada orang dewasa beratnya kira-kira 8 pon, tidak termasuk lemak. Kulit menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm2 dan memiliki bermacam-macam fungsi dan kegunaan. Kulit berfungsi sebagai pembatas terhadap serangan fisika dan kimia (Lachman, dkk, 1994).

Kulit terdiri dari bermacam-macam jaringan termasuk pembuluh darah, kelenjar lemak, kelenjar keringat, organ pembuluh perasa dan urat syaraf, jaringan pengikat otot polos dan lemak. Kulit manusia teridiri dari 3 lapisan yang berbeda, yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutan yang berlemak. Permukaan kulit terdiri dari lapisan tanduk (stratum corneum) yang dapat terkelupas. Di bawah lapisan tanduk secara teratur ada lapisan rintangan

(stratum lucidum), lapisan berbutir (stratum granulosum), lapisan sel duri

(stratum spinosum), dan lapisan sel basal (stratum germanitivum). Fungsi

epidermis adalah sebagai pelindung terhadap bakteri, iritasi kimia, alergi, dan lain sebagainya (Anief, 2007). Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut saraf timbul dari jaringan lemak subkutan masuk ke dalam dermis dan sampai


(29)

epidermis. Kelenjar keringat berada pada jaringan subkutan. Kelenjar minyak dan folikel rambut berpangkal pada dermis dan lapisan subkutan (Ansel, 1989).

Pembuluh darah kapiler dan serabut-serabut saraf timbul dari jaringan lemak subkutan masuk ke dalam dermis dan sampai pada epidermis. Kelenjar keringat berada pada jaringan subkutan menghasilkan produknya dengan cara pembuluh keringat menemukan jalannya ke permukaan kulit. Kelenjar lemak dan folikel rambut yang berpangkal pada dermis dan lapisan subkutan juga menemukan jalannya ke permukaan dan nampak seperti pembuluh dan rambut berturut-turut (Ansel, 1989).

2.7 Luka Bakar

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal sampai fase lanjut (Moenadjat, 2003).

Luka bakar dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebab dan kerusakan jaringan, yaitu:

Menurut Moenadjat (2003), berdasarkan penyebabnya luka bakar dibedakan menjadi:

a. Luka bakar karena api b. Luka bakar karena air panas

c. Luka bakar karena bahan kimia (yang bersifat asam atau basa kuat) d. Luka bakar karena listrik dan petir


(30)

e. Luka bakar karena radiasi

Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan luka dibedakan atas beberapa jenis, yaitu:

1. Luka bakar derajat I

Kerusakan tebatas pada bagian superfisial epidermis. Kulit kering, hiperemik, memberikan eflorosensi berupa eritema. Tidak dijumpai bula. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensori teriritasi.

2. Luka bakar derajat II

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa inflamasi akut disertai proses eksudasi. Dijumpai bula. Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensori teriritasi.

3. Luka bakar derajat III

Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Tidak dijumpai rasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan (kematian). Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan baik dari dasar luka, tepi luka, maupun apendises kulit.

Menurut Sjamsuhidajat dan Wim (1997), proses penyembuhan luka bakar dibagi dalam tiga fase, yaitu:


(31)

Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka. Pembuluh darah yang terputus pada luka menyebabkan pendarahan dan tubuh berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, retraksi, dan reaksi hemostatis. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi cairan, pembentukan sel radang disertai vasodilatasi setempat dan menyebabkan pembengkakkan.

2. Fase proliferasi

Fase profilerasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblas. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga.

3. Fase terminasi

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih dan pembentukan jaringan baru. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir jika semua tanda radang hilang.


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat – alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, neraca analitis, pH meter, penangas air, termometer, lempeng logam berdiameter 2,1 cm, jangka sorong, mortir dan stamfer, gunting, pisau cukur, sudip, spatula, dan pot plastik.

3.2 Bahan – bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.), Na-CMC (Brataco Chemical), air suling, gliserin, dan gel Bioplacenton®.

3.3 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan adalah kelinci putih jantan dengan berat 1,5 - 2 kg.

3.4 Identifikasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanense, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(33)

3.5 Pembuatan Simplisia

3.5.1 Pengambilan dan pengolahan sampel

Pengambilan dan pengolahan sampel akan dilakukan secara purposive

tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama di daerah lain. Sampel diambil dari pohon yang tumbuh di sekitar lingkungan perumahan di Jl. Jermal, Kelurahan Denai, Kecamatan Medan Denai, Medan, Sumatera Utara.

3.5.2 Pengolahan simplisia

Simplisia yang diperoleh dicuci lalu ditiriskan. Setelah kering, simplisia ditimbang dan dicatat sebagai berat basah simplisia, kemudian dirajang. Dimasukkan ke dalam lemari pengering. Setelah kering, ditimbang, dan dihitung susut pengeringan simplisia.

3.6 Standardisasi Simplisia

Standardisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, penetapan kadar air dengan metode azeotropi (WHO, 1998), penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol (Ditjen POM, 1979), penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam (Ditjen POM, 2008).

3.6.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati sifat morfologi luar simplisia berupa irisan buah, berwarna cokelat, berbau khas, rasa sedikit pahit, dengan ketebalan ± 1 cm, diameter 3-5 cm, dengan tonjolan-tonjolan biji (Ditjen POM, 2008).


(34)

3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisa buah mengkudu. Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Fragmen pengenal adalah testa, serabut, epikarp, dan endokarp (Ditjen POM, 2008).

Serbuk: Berwarna hitam kecoklatan.

3.6.3 Penetapan kadar air simplisia

Dimasukkan 5 gram simplisia yang telah ditimbang dengan seksama ke dalam labu alas bulat yang berisi 200 ml toluen dan 2 ml air, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes setiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Ditjen POM, 1979).

3.6.4 Penetapan kadar sari larut air

Ditimbang seksama 5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam labu bersumbat, ditambahkan dengan 100 ml air jenuh kloroform, dikocok berkali-berkali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam. Disaring, diuapkan 20


(35)

ml filtrat hingga kering di dalam cawan berdasar rata yang telah dipanaskan 105oC dan ditara. Dipanaskan sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut air (Ditjen POM, 2008).

3.6.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Ditimbang seksama 5 g serbuk simplisia, dimasukkan ke dalam labu bersumbat, ditambahkan 100 ml etanol (95% P), dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, diuapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan berdasar rata yang telah dipanaskan 105oC dan ditara. Dipanaskan sisa pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut etanol (Ditjen POM, 2008).

3.6.6 Penetapan kadar abu total

Ditimbang seksama 2 sampai 3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang.

Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, diaduk, disaring melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Dimasukkan filtrat ke dalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Ditjen POM, 2008).

3.6.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Dididihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25 ml asam klorida encer LP selama 5 menit. Dikumpulkan bagian yang tidak


(36)

larut dalam asam, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dipijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Ditjen POM, 2008).

3.7 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia mengkudu dilakukan terutama pemeriksaan senyawa saponin dengan mengocok ekstrak alkohol-air dari tumbuhan dengan air dalam tabung reaksi dan diperhatikan pembentukan busa tahan lama pada permukaan cairan (Harborne, 1987).

3.7.1 Skrining fitokimia golongan alkaloida

Ditimbang 500 mg serbuk simplisia, ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan, dan disaring. Filtrat dipindahkan masing-masing 3 tetes ke dalam 3 spot plate

atau tabung reaksi dan ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Meyer, Bouchardat dan Dragendorf. Jika terdapat alkaloid maka akan terbentuk endapan menggumpal putih atau kuning dengan LP Meyer, endapan coklat sampai hitam dengan LP Bouchardat, dan endapan kuning jingga dengan LP Dragendorf. Simplisia dikatakan mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi memberikan reaksi positif.

Dilanjutkan percobaan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3 ml amonia pekat dan 10 ml campuran eter-kloroform (3:1), diambil fase organik dan ditambahakn natrium sulfat anhidrat, disaring. Diuapkan filtrat di atas penangas air, dilarutkan sisa dalam sedikit asam klorida 2 N. Dilakukan


(37)

percobaan dengan menambah ketiga larutan pereaksi. Simplisia dikatakan mengandung alkaloid apabila 2 dari 3 reaksi memberikan reaksi positif (Ditjen POMb, 1995).

3.7.2 Skrining fitokimia golongan glikosida

Ditimbang 3 g serbuk simplisia dan dimasukkan ke dalam labu, ditambahkan 30 ml campuran etanol 95% - air (7:3), ditambahkan asam sulfat hingga diperoleh pH larutan 2, kemudian direfluks dengan menggunkan pendingin bola selama 10 menit, dinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air dan 25 ml larutan timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit, disaring. Diekstrasi filtrat sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran pelarut kloroform – isopropanol (3:2) kemudian diperoleh dua lapisan cairan. Dikumpulkan masing-masing sari yang terdiri dari sari air dan sari pelarut organik. Pada kumpulan sari pelarut organik ditambahkan natrium sulfat anhidrat, disaring, diupkan pada suhu tidak lebih dari 50o C. Dilarutkan sisa dengan 2 ml etanol.

Uji terhadap senyawa gula:

Dimasukkan sari air ke dalam tabung reaksi, diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes LP Molisch. Ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat, terbentuk seperti cincin berwarna ungu pada batas cairan menunjukkan adanya ikatan gula.


(38)

Diuapkan sari pelarut organik di atas penangas air, dilarutkan sisa dalam 5 tetes asam cuka anhidrat. Ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat, terbentuk larutan berwarna biru, hijau, merah ungu atau ungu (Ditjen POMb, 1995).

3.7.3 Skrining fitokimia golongan glikosida sianogenik

Ditimbang 10 g simplisia, dihaluskan dalam lumpang dan dilembabkan dengan sedikit air dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kertas saring yang telah dibasahi dengan larutan asam pikrat diselipkan dengan bantuan gabus pada mulut erlenmeyer. Dibiarkan terkena sinar matahari. Timbulnya warna merah pada kertas saring menunjukkan adanya glikosida sianogenik (Ditjen POMb, 1995).

3.7.4 Skrining fitokimia golongan glikosida antrakuinon

Dicampurkan 200 mg serbuk simplisia dengan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, didinginkan. Ditambahkan 10 ml benzena P, dikocok, didiamkan. Dipisahkan lapisan benzena, disaring; filtrat berwarna kuning, menunjukkan adanya antrakinon. Dikocok lapisan benzena dengan 1 ml sampai 2 ml natrium hidroksida 2 N, didiamkan; lapisan air berwarna merah intensif dan lapisan benzena tidak berwarna (Ditjen POMb, 1995).

3.7.5 Skrining fitokimia golongan saponin

Dimasukkan 0,5 g serbuk simplisia yang diperiksa ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik; terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang (Ditjen POMb, 1995).


(39)

3.7.6 Skrining fitokimia golongan tanin

Ditimbang 0,5 g serbuk simplisia, dimaserasi dengan aquades 10 ml selama 15 menit. Disaring, filtrat diencerkan dengan akuades sampai hampir tidak berwarna. Diambil 2 ml filtrat, ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 10%. Diperhatikan warna yang terjadi; biru atau hijau menunjukkan adanya tanin.

3.7.7 Skrining fitokimia golongan flavonoida

Disari 0,5 g serbuk simplisia yang diperiksa, ditambahkan 10 ml metanol P menggunakan alat pendingin balik selama 10 menit. Disaring panas melalui kertas saring berlipat, diencerkan filtrat dengan 10 ml air. Setelah dingin, ditambahkan 5 ml eter minyak tanah P, dikocok hati-hati, didiamkan. Diambil lapisan metanol, diuapkan pada suhu 40o C di bawah tekanan. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat P, disaring.

1. Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan , sisa dilarutkan dalam 1 ml sampai 2 ml etanol (95%) P, ditambahkan 0,5 g serbuk seng P dan 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit. Ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat P, jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-flavonol).

2. Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, dilarutkan sisa dalam 1 ml etanol (95%) P, ditambahkan 0,1 g serbuk magenesium P dan 10 tetes asam klorida pekat P, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga menunjukkan adanya flavon, kalkon, dan auron.


(40)

3. Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, dibasahkan sisa dengan aseton P, ditambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam oksalat P, dipanaskan hati-hati di atas penangas air dan dihindari pemanasan yang berlebihan. Dicampur sisa yang diperoleh dengan 10 ml eter P. Diamati dengan sinar ultraviolet 366 nm; larutan berflurosensi kuning intensif, menunjukkan adanya flavonoid (Ditjen POMb, 1995).

3.7.8 Skrining fitokimia golongan triterpen/steroid

Ditimbang 1 g serbuk simplisia, ditambahkan eter lalu didiamkan selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisanya ditambahkan asam asetat anhidrida kemudian diteteskan dengan asam sulfat pekat. Timbulnya warna ungu dan merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya triterpen/steroida.

3.8 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan menggunakan metode perkolasi dengan etanol 70%. Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dipilih yang matang, disortasi basah, dicuci bersih, ditiriskan, diiris dengan ketebalan 3-5 mm, lalu dikeringkan di oven pada suhu 40-60°C. Simplisia kering diserbuk dengan menggunakan mesin penyerbuk(Pratiwi, dkk., 2011). Ditimbang simplisia dan

dimaserasi dengan etanol 70%, didiamkan 3 jam. Massa kemudian dipindahkan ke dalam perkolator, kemudian ditambahkan pelarut etanol 70% sampai simplisia benar-benar terendam. Ditutup perkolator dan didiamkan selama 24 jam. Dibuka keran perkolator sehingga perkolat menetes, sementara cairan penyari ditambahkan berulang-ulang secukupnya. Perkolasi dihentikan setelah


(41)

cairan yang keluar telah jernih atau setelah 500 mg perkolat diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang ditampung kemudian disatukan dan diuapkan dengan rotari evaporator pada suhu tidak lebih dari 50oC hingga diperoleh ekstrak kental.

3.9 Pembuatan Sediaan Gel

Sediaan gel diorientasi menggunakan tiga jenis formula basis untuk memperoleh sediaan gel yang baik.

- Formula I (Agoes, 2008)

R/ Carbomer 941 0,5%

Gliserin 10,0%

TEA 0,5%

Air 89,0%

Metil paraben 0,18% - Formula II (Maryawati, 2006)

R/ HPMC 3%

Propilenglikol 15%

Metil paraben 0,18%

Air suling ad 100 - Formula III (Susanti, 2009)

R/ Na-CMC 2%

Metil paraben 0,18% Air suling 2%

Gliserin ad 100

Dari ketiga jenis formula basis, konsistensi gel yang diamati secara visual paling baik adalah formula basis gel ketiga.

Pembuatan sediaan gel dilakukan dengan komposisi yang sesuai dengan orientasi yang dilakukan sebelumnya.

R/ Ekstrak buah mengkudu 0,5 g Na-CMC 0,2 g Metil paraben 0,018 g Air suling 4 ml Gliserin ad 10 g


(42)

Tabel 3.1 Formula gel dengan variasi konsentrasi ekstrak buah mengkudu

Bahan Formula gel (g)

A B C D E F G H I

Ekstrak buah mengkudu

- 0,1 0,3 0,5 0,7 0,9 1,1 1,3 1,5 Na-CMC 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Metil

paraben 0,018 0,018  0,018 0,018 0,018 0,018 0,018  0,018  0,018 Air suling 4 4  4  4  4 4  4  4  4  Gliserin ad 10 10  10  10  10 10  10  10  10 

Keterangan: A = dasar gel tanpa ekstrak buah mengkudu B = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 1% C = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 3% D = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 5% E = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 7% F = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 9% G = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 11% H = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 13% I = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 15%

Sediaan gel dibuat dengan komposisi berdasarkan hasil orientasi yaitu sediaan gel yang memberikan efek penyembuhan terbaik yaitu menggunakan gel yang mengandung ekstrak buah mengkudu 5% yang diperoleh dalam 13 hari.

3.10 Evaluasi Sediaan

Evaluasi sediaan meliputi pemeriksaan organoleptik, homogenitas, dan pemerikssan pH selama 28 hari, yaitu pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14, 21, dan 28 hari (Herdiana, 2007).

3.10.1 Pemeriksaan organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna, dan bau yang diamati secara visual (Maryawati, 2006).


(43)

3.10.2 Uji homogenitas

Uji homogenitas akan dilakukan dengan menggunakan objek gelas. Sejumlah tertentu sediaan jika diletakkan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.10.3 Pemeriksaan pH

Pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. pH meter dikalibrasi dengan larutan dapar pH 7 dan pH 4. Satu gram sediaan yang akan diperiksa diencerkan dengan air suling hingga 10 ml. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam larutan yang diperiksa, dibiarkan jarum pH meter bergerak sampai menunjukkan posisi yang tetap. pH yang ditunjukkan jarum dicatat (Maryawati, 2006).

3.11 Pengujian Sediaan Gel terhadap Penyembuhan Luka Bakar

Kelinci dicukur bulu bagian punggungnya. Luka bakar pada kelinci dilakukan dengan menempelkan lempeng besi berdiameter 2,1 cm yang telah dipanaskan dalam penangas air dengan suhu 80oC selama 15 menit pada punggung kelinci selama 10 detik. Pada kulit yang mengalami luka bakar tersebut dioleskan sediaan secara merata pada permukaan luka. Pengamatan dilakukan secara visual dengan memperhatikan perubahan diameter luka. Luka dinyatakan sembuh jika diameter luka sudah nol (sudah tertutup). Luka bakar yang terbentuk adalah luka bakar derajat I.


(44)

3.12 Perhitungan Diameter Luka Bakar

Luka bakar yang terbentuk diukur menggunakan jangka sorong, kemudian dihitung diameter luka bakar dihitung dengan rumus (Suratman, dkk., 1996) sebagai berikut:

4 d d d d

dx 1  2  3  4

Dimana: dx = diameter luka hari ke-x d1 = diameter 1

d2 = diameter 2 d3 = diameter 3 d4 = diameter 4

Cara mengukur diameter luka bakar menurut Suratman, dkk (1996) dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.1 Cara mengukur diameter luka bakar

3.13 Analisis Data

Data hasil pengujian efek sediaan gel ekstrak buah mengkudu terhadap perubahan diameter rata-rata luka bakar dianalisis secara statistik

menggunakan Uji T dengan program Statistical Product Services Solution

(SPSS)dengan taraf kepercayaan 95%.

d4 d2

d3

d1


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanense, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara adalah tumbuhan mengkudu (Morinda

citrifolia L.) famili Rubiaceae.

Berat basah simplisia yang diperoleh adalah 5 kg. Setelah simplisia mengering, berat yang diperoleh adalah 800 g.

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia diperoleh sifat morfologi luar simplisia yaitu berwarna cokelat, berbau khas, rasa sedikit pahit, diameter 3-5 cm dan terdapat tonjolan-tonjolan biji. Hasil pemeriksaan mikroskopik ditandai dengan adanya fragmen pengenal yaitu testa, serabut, epikarp dan endokarp (Ditjen POM, 2008).

Penetapan kadar air simplisia yang telah dilakukan menunjukkan kadar air simplisia yang diperoleh adalah 9,32%. Kadar air simplisia ini memenuhi persyaratan untuk kadar air buah yaitu tidak lebih dari 10%. Kadar sari larut air yang diperoleh adalah 39,79% dan telah memenuhi persyaratan kadar sari larut air untuk simplisia buah mengkudu yaitu tidak kurang dari 37,0%. Hasil penetapan kadar sari larut etanol adalah 16,66%. Hasil ini sesuai persyaratan kadar sari larut etanol untuk simplisia buah mengkudu yaitu tidak kurang dari 16,0% (Ditjen POM, 2008).

Hasil penetapan kadar abu total simplisia buah mengkudu diperoleh 6,89%. Hasil ini memenuhi persyaratan yaitu tidak lebih dari 7,0%. Kadar abu


(46)

tidak larut asam simplisia buah mengkudu yang diperoleh adalah 0,99%. Hasil ini memenuhi persyaratan yaitu tidak lebih dari 2,0% (Ditjen POM, 2008).

Skrining fitokimia simplisia dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif senyawa-senyawa yang terkandung dalam suatu simplisia. Hasil skrining fitokimia dari simplisia buah mengkudu diperoleh yaitu simplisia mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida, glikosida antrakinon, saponin, dan triterpenoid. Saponin yang terkandung dalam mengkudu merupakan salah satu senyawa yang memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Suratman, dkk., 1996). Saponin juga mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk penyembuh luka terbuka (luka bakar) (Robinson, 1995).

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode perkolasi menggunakan etanol 70%. Sebanyak 350 g serbuk simplisia diekstrak dan dihasilkan ekstrak kental dengan berat 18,0005 g.

Sediaan gel menggunakan Na-CMC sebagai bahan dasar gel. Na-CMC digunakan terutama untuk meningkatkan viskositas sediaan. Larutan cair kental digunakan untuk meningkatkan kelarutan serbuk pada aplikasi topikal (Anonim, 2008).

Hasil evaluasi sediaan gel ekstrak buah mengkudu secara organoleptis selama waktu penyimpanan 28 hari pada suhu kamar menunjukkan tidak terjadinya perubahan bentuk, warna, dan bau, seperti terlihat pada Tabel 4.1 berikut ini.


(47)

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan organoleptis sediaan gel ekstrak buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar.

Pengamatan Hari Gel

A B C D E F G H I

Bentuk

1 - - - - - 3 - - - - - 5 - - - - - 7 - - - - - 14 - - - - - 21 - - - - - 28 - - - - -

Warna

1 - - - - - 3 - - - - - 5 - - - - - 7 - - - - - 14 - - - - - 21 - - - - - 28 - - - - -

Bau

1 - - - - - 3 - - - - - 5 - - - - - 7 - - - - - 14 - - - - - 21 - - - - - 28 - - - - - Keterangan: + = terjadi perubahan

- = tidak terjadi perubahan

A = dasar gel tanpa ekstrak buah mengkudu B = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 1% C = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 3% D = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 5% E = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 7% F = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 9% G = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 11% H = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 13% I = gel dengan kadar ekstrak buah mengkudu 15%

Hasil uji homogenitas yang dilakukan pada gel ekstrak buah mengkudu selama waktu penyimpanan 28 hari pada suhu kamar menunjukkan bahwa sediaan tetap homogen.


(48)

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan gel ekstrak buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar

Homogenitas Hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28 Dasar gel - - - - - - -

Gel 1% - - - - - - -

Gel 3% - - - - - - -

Gel 5% - - - - - - -

Gel 7% - - - - - - -

Gel 9% - - - - - - -

Gel 11% - - - - - - -

Gel 13% - - - - - - -

Gel 15% - - - - - - -

Keterangan: + = terjadi perubahan - = tidak terjadi perubahan

Hasil pemeriksaan pH pada sediaan gel buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar menunjukkan adanya perubahan pH selama penyimpanan. Hal ini disebabkan terjadinya hidrolisis senyawa yang bersifat asam pada ekstrak buah mengkudu selama penyimpanan. Namun, harga pH ini masih sesuai dengan persyaratan pH yang aman untuk kulit yaitu antara pH 4,5 hingga 6,5 (Anief, 2007).

Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan pH sediaan gel ekstrak buah mengkudu selama 28 hari pada suhu kamar

Pengamatan pH Hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 21 Hari 28 Dasar gel 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8

Gel 1% 5,2 5,2 5,2 5,2 5,1 5,1 Gel 3% 5,2 5,2 5,2 5,2 5,2 5,1 Gel 5% 5,5 5,5 5,5 5,5 5,3 5,3 Gel 7% 5,5 5,5 5,3 5,3 5,1 5,1 Gel 9% 5,5 5,5 5,3 5,3 5,2 5,2 Gel 11% 5,5 5,5 5,2 5,2 5,2 5,2 Gel 13% 5,5 5,5 5,3 5,2 5,2 5,2


(49)

Gel 15% 5,5 5,5 5,3 5,1 5,1 5,1

Hasil pengujian sediaan gel ekstrak buah mengkudu terhadap luka bakar pada hewan percobaan (kelinci) yaitu luka bakar yang dibuat adalah luka bakar derajat I ditunjukkan dengan adanya kerusakan terbatas pada bagian superfasial epidermis yang disebabkan oleh panas dengan ciri-ciri kulit kering, hiperemik, memberikan eflorosensi berupa eritema (kulit kemerahan), tidak dijumpai bula, dan nyeri karena ujung-ujung saraf sensori teriritasi. Tempat aplikasi sediaan dilakukan pada bagian punggung kelinci. Perubahan diameter luka bakar diukur sampai luka dinyatakan sembuh (diameter luka = 0) untuk masing-masing perlakuan. Dari data perubahan diameter luka bakar dengan interval waktu pengukuran 1 hari, kemudian dilakukan analisis data menggunakan Uji T untuk melihat ada tidaknya perbedaan efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu dengan sediaan gel yang ada di pasaran.

Dari data hasil orientasi perubahan luka bakar dari kontrol negatif, kontrol negatif yang diberi dasar gel, dan gel ekstrak buah mengkudu dapat dibuat grafik sebagai berikut:


(50)

Gambar 4.1 Grafik lama waktu penyembuhan pada masing-masing perlakuan Dari grafik dapat dilihat bahwa gel yang memberi waktu penyembuhan paling cepat adalah gel dengan kadar ekstrak 5%. Pada pemberian gel ekstrak buah mengkudu 5% luka bakar sembuh (diameter = 0) pada hari ke-13. Pada pemberian gel ekstrak buah mengkudu 1, 3, 7, 9, 11, 13 dan 15% masing-masing sembuh pada hari ke-19, 18, 15, 15, 15, 15 dan 17. Waktu penyembuhan ini lebih baik dibandingkan kontrol negatif yang hanya diberi basis gel, yaitu luka sembuh pada hari ke-26 dan kontrol negatif yang tidak diberi basis gel yaitu pada hari ke-31.

Berdasarkan hasil orientasi tersebut kemudian dibandingkan sediaan gel dari ekstrak buah mengkudu yang memberikan efek penyembuhan terbaik (gel ekstrak buah mengkudu 5%) dan kemudian dibandingkan dengan sediaan gel yang ada di pasaran (Bioplacenton®).

0 5 10 15 20 25 30 35

Hari


(51)

Gambar 4.2 Grafik perbedaan waktu penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®)

Dari grafik terlihat bahwa secara visual dari ketiga sediaan gel yang mengandung ekstrak buah mengkudu 5% memperlihatkan kesembuhan yang paling cepat pada hari ke-13 dan yang diberikan gel yang ada di pasaran (Bioplacenton®) memperlihatkan kesembuhan pada hari ke-10.

Pada penelitian ini, AUC diperoleh dari kurva diameter (cm) vs waktu (hari) dan digunakan untuk analisis data. Adanya efek dari senyawa aktif ditunjukkan oleh penyembuhan luka bakar yang ditandai dengan pengecilan diameter luka setiap harinya sampai luka sembuh. Nilai AUC dari gel ekstrak buah mengkudu 5% dan Bioplacenton® dapat dilihat dalam Tabel 4.4 berikut ini.

‐6

‐4

‐2 0 2 4 6 8

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Diameter

 

(cm)

Hari


(52)

Tabel 4.4 Nilai AUC gel ekstrak buah mengkudu 5% dan Bioplacenton®

N AUC0-t (cm.hari)

Gel ekstrak buah mengkudu 5% Bioplacenton®

1 14.019 12,136 2 22.197 12,985 3 23.508 14,334 Mean ± SD 19,908 ± 5,142 13,371 ± 1,468

Keterangan: N = jumlah data Mean = nilai rata-rata SD = standard deviasi

Penggunaan AUC dapat menyederhanakan analisis statistikal dengan mengubah data multivariat menjadi univariat, khususnya untuk beberapa pengukuran berulang yang banyak dan jika penyimpulan informasi diperlukan. Pendekatan ini juga mengurangi jumlah perbandingan statistik di antara kelompok, meminimalkan kebutuhan penyesuaian dari tingkat signifikansi. Dengan AUC, jumlah perbandingan statistik hanya bergantung pada jumlah kelompok yang dibandingkan, yang bertentangan dengan data berulang asli. Selain itu, ketika interval waktu antara pengukuran berulang tidak identik, penggunaan AUC membuktikan suatu alternatif dari variansi analisa pengukuran berulang, menggunakan data asli, tidak memiliki metode yang telah terbukti untuk disesuaikan untuk perbedaan-perbedaan ini (Fekedulegn, et al, 2007).

Hasil analisis data menggunakan Uji T menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap efek penyembuhan luka bakar antara sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan sediaan gel yang ada di pasaran (Bioplacenton®) yang ditunjukkan oleh nilai t hitung < t tabel (t hitung = 2,117 dan t tabel = 2,1318). Hal ini menunjukkan bahwa sediaan gel ekstrak buah


(53)

mengkudu 5% dengan sediaan gel Bioplacenton® mempunyai efek yang sama dalam menyembuhkan luka bakar.

Proses penyembuhan luka bakar terdiri dari 3 fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase penyudahan (terminasi). Fase inflamasi ditandai dengan adanya pembengkakan dan kemerahan, fase proliferasi ditandai dengan adanya pembentukan eksudat dan fibroblast yang terlihat seperti kerak pada bagian permukaan luka, dan fase penyudahan yang ditandai dengan terbentuknya jaringan baru yang berarti luka mengecil ataupun sembuh (Sjamsuhidajat dan Wim, 1997).

Proses penyembuhan luka bakar pada pemberian gel yang mengandung ekstrak buah mengkudu 5% mengalami fase inflamasi pada hari ke-2 sampai ke-4, fase proliferasi pada hari ke-5 sampai ke-7, dan fase penyudahan pada hari ke-8 sampai ke-13. Sedangkan pada pemberian gel yang ada di pasaran (Bioplacenton®), fase inflamasi terjadi pada hari ke-1 sampai ke-2, fase proliferasi pada hari ke-3 sampai ke-9, dan fase penyudahan pada hari ke-10. Proses penyembuhan luka bakar dari kedua sediaan dapat dilihat dalam Tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Proses penyembuhan luka bakar dari gel ekstrak buah mengkudu 5% dan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®)

Hari

Gel ekstrak buah mengkudu 5% Bioplacenton®

Fase Fase Inflamasi Proliferasi Penyudahan Inflamasi Proliferasi Penyudahan

0 - - - -

1 - - - + - -

2 + - - + - -

3 + - - - + -

4 + - - - + -


(54)

6 - + - - + -

7 - + - - + -

8 - - + - + -

9 - - + - + -

10 - - + - - +

11 - - +

12 - - +

13 - - +

Keterangan: + = terjadi perubahan fase - = tidak terjadi perubahan fase


(55)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Ekstrak buah mengkudu dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel yang baik yaitu gel ekstrak buah mengkudu 5%.

2. Tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap efek penyembuhan luka bakar antara sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®) secara statistika yang ditunjukkan dari nilai

t hitung < t tabel (t hitung = 2,117 dan t tabel = 2,1318).

5.2 Saran

1. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti pengaruh tempat pengolesan dari sediaan terhadap absorpsi obat.

2. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan sediaan lain dari ekstrak buah mengkudu 5% dan membandingkan efek dari masing-masing bentuk sediaan.

                       


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2008). http://www/it’sme.com. Natrium Karboksilmetilselulosa sebagai Bahan Dasar Gel. Online 13 Maret 2012.

Anonim. (2011)a. http://id.wikipedia.org/wiki/Mengkudu. Mengkudu. Online 30 Januari 2012.

Anonim. (2011)b. http://www.deherba.com/kandungan-mengkudu.html. Kandungan mengkudu. Online 30 Januari 2012.

Anonim. (2011)c. http://www.deherba.com/khasiat-mengkudu.html. Khasiat mengkudu. Online 30 Januari 2012.

Anonim. (2012). http://www.plantamor.com/index.php?plant=865. Mengkudu, Informasi Spesies. Online 5 Februari 2012.Agoes, G. (2008).

Pengembangan Sediaan Farmasi. Edisi Revisi dan Perluasan. Bandung:

Penerbit ITB. Halaman 183.

Anief, M. (2007). Farmasetika. Cetakan Keempat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 118-119.

Aiache, J.M., Devissaguet, J., dan Guyot, A.M. (1993). Farmasetika 2

Biofarmasi. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press.

Halaman 444, 445, 448.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit UI Press. Halaman 162, 490, 491, 492.

Ditjen POM. (1979). Materia Medika Indonesia. Jilid III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 159, 161-171.

Ditjen POM. (1995)a. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 7-8.

Ditjen POM. (1995)b. Materia Medika Indonesia. Edisi Keenam. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 333-337.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 1, 10-11. Ditjen POM. (2008). Farmakope Herbal Indonesia. Edisi Pertama. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 93, 94, 95, 96, 169,171.


(57)

Fekedulegn, D.B., Andrew, M.E., Burchfiel, C.M., Violanti, J.M., Hartley, T.A., Charles, L.E., dan Miller, D.B. (2007). Area Under the Curve and Other Summary Indicators of Repeated Waking Cortisol Measurements.

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd =2&cad=rja&ved=0CDUQFjAB&url=http%3A%2F%2Fwww.researc hgate.net%2Fpublication%2F6073219_Area_under_the_curve_and_ot her_summary_indicators_of_repeated_waking_cortisol_measurements %2Ffile%2Fd912f50857d96e21e1.pdf&ei=QSYWUbizD4TLrQfq4CIB

A&usg=AFQjCNFryCFb349SPBU6hog87jN3s2XURA. Online 28

Januari 2012.

Florence, A.T., dan Siepmann, J. (2009). Modern Pharmaceutics. Volume 2. New York: Informa Healthcare USA, Inc. Halaman 51-53.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Halaman 155.

Herdiana, Y. (2007). Formulasi Gel Undesilenil Fenilalanin dalam Aktifitas sebagai Pencerah Kulit. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/

2009/02/formulasi_gel_undesilenil_fenilalanin.pdf. Online 10 Mei

2012.

Jas, A. (2004). Perihal Obat dengan Berbagai Bentuk Sediaannya. Medan: USU Press. Halaman 53, 56.

Lachman, L., Lieberman H.A., dan Kanig J.L. (1994). Teori dan Praktek

Farmasi Industri II. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit UI Press. Halaman

1092, 1122.

Martin, A., Swarbick, J., dan Cammarata, A. (1993). Farmasi Fisik:

Dasar-dasar Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Edisi Ketiga. Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia. Halaman 888, 890-891.

Maryawati, A. (2006). Formulasi dan Uji Klinik Gel Anti Jerawat Benzoil Peroksida-HPMC. Skripsi. Padang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. UNAND.

Moenadjat, Y. (2003). Luka Bakar: Pengetahuan Klinis Praktis. Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI Press. Halaman 1-5.

Nelson, S.C. (2006). Morinda citrifolia (noni). Species Profiles for Pacific

Island Agroforestry. http://www.agroforestry.net/tti/Morinda-noni.pdf.


(58)

Prasetyo, B.F. (2008). Aktivitas dan Uji Stabilitas Sediaan Gel Ekstrak Batang Pisang Ambon (Musa paradisiaca var sapientum) Pada Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus albinus). Thesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. IPB.

Pratiwi, G., Triana, H., dan Mufrod. (2011). Optimasi Komposisi Sukrosa dan Aspartam sebagai Bahan Pemanis pada Formula Tablet-Effervescent

Ekstrak Etanolik Buah Mengkudu. http://mot.farmasi.ugm.ac.id/

files/41.%20Triana.pdf. Online 15 Maret 2012.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan Oleh Kosasih Purwadinata. Edisi Keenam. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Halaman 193.

Sjamsuhidajat, R., dan Wim, D.J. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 72-73.

Suratman, A.S., Sumiw, dan Gozali, D. (1996). Pengaruh Ekstrak Antanan dalam Bentuk Salep, Krim dan Jelly terhadap Penyembuhan Luka Bakar. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. 10(108): 31-38.

Susanti, D. (2009). Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Etilasetat Daun Senduduk (Melastoma malabathricum L.) serta Formulasi Sediaan Sebagai Obat Luka Bakar terhadap Kulit Kelinci Putih Jantan. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi USU.

Syamsuni, H.A. (2005). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit EGC. Halaman 102.

World Health Organization, (1998). Quality Control Methods for Medicinal

Plant Materials. Geneva: WHO Library Cataloguing in Publication


(59)

(60)

Lampiran

Keteran

n 2.Gambar mengku

ngan: a = T b = B

r tumbuhan udu segar.

Tumbuhan m Buah mengk

n mengkudu

a

b mengkudu kudu segar


(61)

Lampiran 3.Gambar simplisia dan serbuk simplisia buah mengkudu

(Morinda citrifolia L.)

a

b Keterangan: a = Simplisia buah mengkudu


(62)

Lampiran 4.Gambar mikroskopik serbuk simplisia buah mengkudu

Testa

Serabut

Epikarp


(63)

Lampiran 5. Perhitungan kadar air serbuk simplisia buah mengkudu % 100 (g) sampel berat (ml) air volume simplisia air kadar

Persen  

- Berat sampel I = 5,0008 g Volume penjenuhan toluen = 1,3 ml Volume air I = 1,8 ml

% 99 , 9 % 100 5,0008 3 , 1 8 , 1 I air kadar

Persen    

- Berat sampel II = 5,0002 g Volume air I = 1,8 ml Volume air II = 2,3 ml

% 99 , 9 % 100 5,0002 8 , 1 3 , 2 II air kadar

Persen    

- Berat sampel III = 5,0002 g Volume air I = 2,3 ml Volume air II = 2,9 ml

% 99 , 7 % 100 5,0002 3 , 2 7 , 2 III air kadar

Persen    

% 32 , 9 3 7,99% 9,99% 9,99% simplisia air kadar rata -rata


(64)

Lampiran 6. Perhitungan kadar sari larut air - Berat cawan = 43,012 g

Berat cawan dan ekstrak = 43,425 g Berat sampel = 5,002g % Kadar sari yang larut dalam air

41,28% 100% 20 100 002 , 5 43,012 -43,425 % 100 20 100 sampel berat cawan berat -ekstrak dan cawan berat       

- Berat cawan = 61,700 g Berat cawan dan ekstrak = 62,091 g Berat sampel = 5,001g % Kadar sari yang larut dalam air

39,09% 100% 20 100 001 , 5 61,700 -62,091 % 100 20 100 sampel berat cawan berat -ekstrak dan cawan berat       

- Berat cawan = 62,429 g Berat cawan dan ekstrak = 62,976 g Berat sampel = 5,001g % Kadar sari larut air

38,99% 100% 20 100 001 , 5 62,586 -62,976 % 100 20 100 sampel berat cawan berat -ekstrak dan cawan berat       


(65)

Lampiran 6 (Lanjutan)

- Kadar sari larut air rata-rata:

% 79 , 39

3

38,99% 39,09%

41,28% 3

3 kadar 2

kadar 1

kadar

 

 


(66)

Lampiran 7. Perhitungan kadar sari larut etanol - Berat cawan = 46,274 g

Berat cawan dan ekstrak = 46,443 g Berat sampel = 5,000g % Kadar sari yang larut dalam etanol

16,90% 100% 20 100 000 , 5 46,274 -46,443 % 100 20 100 sampel berat cawan berat -ekstrak dan cawan berat       

- Berat cawan = 43,171 g Berat cawan dan ekstrak = 43,331 g Berat sampel = 5,001g % Kadar sari yang larut dalam etanol

15,99% 100% 20 100 001 , 5 43,171 -43,331 % 100 20 100 sampel berat cawan berat -ekstrak dan cawan berat       

- Berat cawan = 46,536 g Berat cawan dan ekstrak = 46,707 g Berat sampel = 5,002g % Kadar sari larut etanol

17,09% 100% 20 100 002 , 5 46,536 -46,707 % 100 20 100 sampel berat cawan berat -ekstrak dan cawan berat       


(67)

Lampiran 7. (Lanjutan)

- Kadar sari larut etanol rata-rata:

% 66 , 6 1

3

17,09% 15,99%

16,90% 3

3 kadar 2

kadar 1

kadar

 

 


(68)

Lampiran 8. Perhitungan kadar abu total serbuk simplisia buah mengkudu % 100 (g) sampel berat (g) abu berat abu total kadar

Persen  

- Berat abu I = 0,1360 g Berat sampel = 2,0004 g

% 79 , 6 % 100 g 2,0004 g 0,1360 I abu total kadar

Persen   

- Berat abu II = 0,1398 g Berat sampel = 2,0005 g

% 99 , 6 % 100 g 2,0005 g 0,1398 II abu total kadar

Persen   

- Berat abu III = 0,1378 g Berat sampel = 2,0002 g

% 89 , 6 % 100 g 2,0002 g 0,1378 III abu total kadar

Persen   

% 89 , 6 3 6,89% 6,99% 6,79% rata -rata abu total kadar


(69)

Lampiran 9. Perhitungan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia buah mengkudu % 100 (g) sampel berat (g) abu berat asam larut abu tidak kadar

Persen  

- Berat abu I = 0,0198 g Berat sampel = 2,0004 g

% 99 , 0 % 100 g 2,0004 g 0,0198 I asam larut abu tidak kadar

Persen   

- Berat abu II = 0,0196 g Berat sampel = 2,0005 g

% 98 , 0 % 100 g 2,0005 g 0,0196 II asam larut abu tidak kadar

Persen   

- Berat abu III = 0,0197 g Berat sampel = 2,0002 g

% 99 , 0 % 100 g 2,0002 g 0,0197 III asam larut abu tidak kadar

Persen   

% 99 , 0 3 0,99% 0,98% 0,99% rata -rata asam larut abu tidak kadar


(1)

vi

 

Lampiran 22. Data diameter luka bakar rata-rata dengan interval waktu pengukuran setiap hari dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®)

Gel Hewan Hari

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Gel estrak buah mengkudu 5%

Kelinci I 2,10 2,10 2,10 1,90 1,815 1,773 1,635 0,808 0,34 0,203 0,20 0,063 0,05 0 0 0 Kelinci II 2,10 2,10 2,10 2,10 1,975 1,913 1,90  1,875 1,80 1,80 1,525 0,948 0,595 0,39 0,128 0 Kelinci III 2,10 2,10 2,10 2,10 1,96 1,925 1,925 1,803 1,803 1,72 1,865 1,42 1,185 0,683 0,10 0

Bioplacenton®

Hewan Hari

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Kelinci I 2,10 2,10 2,10 1,803 1,223 1,205 1,138 0,615 0,58 0,325 0 0 0 0 0 0 Kelinci II 2,10 2,10 2,10 2,008 1,845 1,365 1,198 0,84 0,305 0,175 0 0 0 0 0 0 Kelinci III 2,10 2,10 2,10 2,10 2,025 1,93 1,59 1,12 0,458 0,195 0 0 0 0 0 0


(2)

vii

 

Lampiran 23. Data nilai AUC dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton )

Sediaan Hewan AUC

AUC0-1 AUC1-2 AUC2-3 AUC3-4 AUC4-5 AUC5-6 AUC6-7 AUC7-8 AUC8-9 AUC9-10 AUC10-11 AUC11-12 AUC12-13 AUC13--14 AUC14--15 AUCtotal

Gel ekstrak buah mengkudu 5%

Kelinci I 2,1 2,1 2 1,86 1,79 1,70 1,22 0,57 0,25 0,20 0,13 0,06 0,03 - - 14,02

Kelinci II 2,1 2,1 2,1 2,04 1,94 1,91 1,89 1,84 1,8 1,66 1,24 0,77 0,49 0,26 0,06 22,19

Kelinci III 2,1 2,1 2,1 2,03 1,94 1,93 1,89 1,83 1,76 1,67 1,52 1,30 0,93 0,39 0,05 23,51

Bioplacenton®

Kelinci I 2,1 2,1 1,95 1,51 1,21 1,17 0,88 0,59 0,45 0,16 - - - 12,14 Kelinci II 2,1 2,1 2,05 1,93 1,60 1,28 1,02 0,57 ,024 0,09 - - - 12,99


(3)

viii

 

Lampiran 23. (Lanjutan)

Contoh perhitungan nilai AUC gel dari data luka bakar sampai sembuh.

n 1 n 1 n n t

-0

t

t

2

d

d

AUC

Keterangan: AUC 0-t = AUC hari ke 0 – t dn = diameter hari ke-n dn+1 = diameter hari ke-n+1 tn+1 = hari ke-n+1

tn = hari ke-n

Bioplacenton

Kelinci I

AUC

 

                                                                                                                             9 10 2 325 , 0 0 8 9 2 58 , 0 325 , 0 7 8 2 615 , 0 58 , 0 6 7 2 138 , 1 615 , 0 5 6 2 205 , 1 138 , 1 4 5 2 223 , 1 205 , 1 3 4 2 803 , 1 223 , 1 2 3 2 1 , 2 803 , 1 1 2 2 1 , 2 1 , 2 0 1 2 1 , 2 1 , 2


(4)

   

gel ekstrak buah mengkudu 5% dan sediaan gel di pasaran (Bioplacenton®)

Group Statistics

AUC N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Nilai Gel A 3 19.908000 5.1419127 2.9686847

Gel B 3 13.371417 1.4677829 .8474249

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df Sig.

(2-tail ed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper Nilai Equal

variances assumed

6.52 .063 2.11 4 .10 6.536583 3.087267 -2.035044

15.10821

Equal variances not assumed

2.11 2.32 .15 6.536583 3.087267 -5.121719

18.19488

Keterangan: Gel A = Gel ekstrak buah mengkudu 5% Gel B = Bioplacenton®


(5)

   

Lampiran 24. (Lanjutan) Analisis:

a. Taraf keberartian yang digunakan adalah 5% (α = 0,05) b. Tabel pertama menunjukkan statistik deskriptif.

c. Tabel kedua menunjukkan F-test (Levene’s test untuk persamaan variansi) yang mengevaluasi equality of variances dari uji T bahwa variansi dari 2 grup diperkirakan sama (homogenity of variance). Pada tabel, level signifikan α > 0,05 (Sig = 0,063) maka asumsi homogenity diterima dan digunakan uji T pada equality variances assumed dari tabel.

d. Pada tabel kedua juga tercantum nilai t hitung dan derajat kebebasan (df) masing-masing jika variansi diasumsikan sama atau tidak sama.

e. Dilakukan uji hipotesis dengan pertanyaan: Apakah terdapat perbedaan signifikan antara gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan gel Bioplacenton®.

Solusi:

- Uji hipotesis untuk menentukan variansi populasi masing-masing kelompok sama atau tidak sama.

1. H0 : Variansi populasi kelompok gel ekstrak buah mengkudu sama dengan variansi gel Bioplacenton®

2. H1 : Variansi populasi kelompok gel ekstrak buah mengkudu tidak sama dengan variansi gel Bioplacenton®

3. Taraf keberartian 5% (α = 0,05).

4. Jika α > 0,05, maka H0 diterima dan H1 ditolak.

5. Berdasarkan tabel SPSS untuk Levene’s test for Equality of Variances, taraf keberartian hitung (Sig.) = 0,063, maka H0 diterima.

Karena variansi populasi kedua kelompok terbukti sama, maka dilakukan

independent T test dengan equality of varianced assumed:

1. H0 : tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan Bioplacenton®.

2. H1 : tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu 5% dengan Bioplacenton®.

3. Taraf keberartian 5% one tailed

4. Karena variansi kedua kelompok sudah terbukti sama, maka uji yang dilakukan adalah independent t test with equality of variances assumed. Berdasarkan tabel SPSS, df = 4. Dari tabel baku distribusi t untuk df = 4 dan taraf keberartian 0,05, t tabel = 2,1318. Kriteria penerimaan H0 adalah jika t hitung < 2,1318.

5. Berdasarkan tabel, t hitung = 2,117.


(6)

   

Kesimpulan akhir adalah tidak terdapat perbedaan signifikan terhadap efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel ekstrak buah mengkudu dengan gel Bioplacenton®.