PENGARUH DOSIS PEMBERIAN BRUSEIN-A YANG DIKAPSULASI LIPOSOM TERHADAP HISTOPATOLOGI GINJAL DAN HATI AYAM JANTAN TIPE MEDIUM

(1)

PENGARUH DOSIS PEMBERIAN BRUSEIN-A YANG DIKAPSULASI LIPOSOM TERHADAP HISTOPATOLOGI GINJAL DAN HATI

AYAM JANTAN TIPE MEDIUM

Oleh

Indra Sofwatama

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

ABSTRAK

PENGARUH DOSIS PEMBERIAN BRUSEIN-A YANG DIKAPSULASI LIPOSOM TERHADAP HISTOPATOLOGI GINJAL DAN HATI AYAM

JANTAN TIPE MEDIUM Oleh

Indra Sofwatama

Pembuatan obat Leucocytozoonosis dengan bahan aktif brusein-A yang

dikapsulasi liposom merupakan sebuah metode baru. Brusein-A yang dikapsulasi liposom dapat meningkatkan stabilitas dan aktivitas senyawa brusein-A.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pemberian brusein-A yang dikapsulasi liposom terhadap gambaran histopatologi ginjal dan hati ayam jantan tipe medium. Pada penelitian ini digunakan tujuh kelompok perlakuan yaitu brusein-A yang dikapsulasi liposom pada konsentrasi 0 mg/kgBB (A1); 2,5 mg/kg BB (A2); 5,0 mg/kg BB (A3); 7,5 mg/kg BB (A4); 10,0 mg/kg BB (A5); 12,5 mg/kg BB (A6); dan 15,0 mg/kg BB (A7). Brusein-A yang dikapsulasi liposom diberikan pada ayam jantan tipe medium sehari sekali selama tujuh hari. Pengambilan organ ginjal dan hati dilakukan pada hari kedelapan dilanjutkan dengan pembuatan preparat histopatologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian brusein-A yang dikapsulasi liposom pada dosis kurang dari atau sama dengan 7,5 mg/kg BB sehari sekali selama tujuh hari tidak mengakibatkan kerusakan berat pada sel hati dan ginjal ayam jantan tipe medium.


(3)

ABSTRACT

EFFECT OF THE USE OF BUSEIN-A ENCAPSULATED LIPOSOME DOSAGE AGAINST HISTOPATOLOGI OF KIDNEY AND LIVER

IN MEDIUM ROOSTER By

Indra Sofwatama

Leucocytozonosis drug making by using brusein-A as an active substance which is encapsulated liposome is regard as a new method. Brusein-A which is

encapsulated liposome could increase stability and activity of brusein-A

compound. This research aimed to determine the effect of liposome-encapsulated brusein-A exposure dosage against histopathology of medium-typed rooster’s kidney and liver. In this research, there were seven group treatments; they were brusein-A which was encapsulated by liposome in dosage: 0 mg/kg body weight (A1); 2,5 mg/kg body weight (A2); 5,0 mg/kg body weight (A3); 7,5 mg/kg body weight (A4); 10,0 mg/kg body weight (A5); 12,5 mg/kg body weight (A6); and 15,0 mg/kg body weight (A7). Brusein-A, which is encapsulated by

liposome, was given to a medium-typed rooster once a day in seven days. The preparation of kidney and liver was done on the eighth day continued by the making of blood smear histopathology. The result showed that the dosage of brusein-A encapsulated liposome in less than or equals to 7,5 mg/kg body weight once a day for seven days did not lead to bad damage in medium-typed rooster’s liver and kidney.


(4)

Judul Skripsi : PENGARUH DOSIS PEMBERIAN BRUSEIN-A YANG DIKAPSULASI

LIPOSOM TERHADAP HISTOPATOLOGI GINJAL DAN HATI AYAM JANTAN TIPE MEDIUM

Nama Mahasiswa :

Indra Sofwatama

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714061009

Juruasan : Peternakan

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

drh. Madi Hartono, M.P. Dr. Ir. Subeki, M.Si., M.Sc.

NIP 19660708 199203 1 004 NIP 19680409 199303 1 002

2. Ketua Jurusan Peternakan

Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S. NIP 19610307 198503 1 006


(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : drh. Madi Hartono, M.P. ...

Sekretaris : Dr. Ir. Subeki, M.Si., M.Sc. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : drh. Purnama Edy Santosa ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. H. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001


(6)

Di hutan, kulihat dua cabang jalan terbentang

Kuambil jallan yang tidak dilalui orang

Dan itulah yang membuat segala perbedaan

-

Roberrt Frost -

Hai Muhammad!

Hiduplah sesukamu, tapi engkau pasti mati.

Berbuatlah sekehendakmu.

Tapi engkau kan dimintaii pertangguungjawaban.

Cintailah siapapun yang kau dambakan,

Tapi kau pasti kan berpisah darinya.


(7)

Di hutan, kulihat dua cabang jalan terbentang Kuambil jalan yang tidak dilalui orang Dan itulah yang membuat segala perbedaan

-

Roberrt Frost -

Hai Muhammad!

Hiduplah sesukamu, tapi engkau pasti mati.

Berbuatlah sekehendakmu.

Tapi engkau kan dimintaii pertangguungjawaban.

Cintailah siapapun yang kau dambakan,

Tapi kau pasti kan berpisah darinya.

-

J

ibril, ‘

Alaihis Salam -


(8)

Skripsi ini penulis persembahkan untuk seluruh orang-orang yang telah membantu dan

memberikan inspirasi serta motivasi kepada penulis

Papak dan Ibu k

u tercinta, yang senantiasa membimbing dan mendo’akanku dengan

penuh kasih sayang dan ketulusan


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Seputih Raman, Lampung Tengah pada 18 Juni 1989, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, putra pasangan Bapak Yusuf dan Ibu Sutami.

Penulis menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar pada 1995 di Sekolah Dasar Negeri 1 Rukti Endah, Seputih Raman, Lampung Tengah. Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Nurul Huda Seputih Raman, Lampung Tengah, diselesaikan pada 2004. Pada 2007 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kotagajah, Lampung Tengah.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Penerimaan Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) pada 2007. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan mahasiswa pada organisasi intra kampus. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai Kepala Staf Dana dan Usaha Forum Studi Islam Fakultas Pertanian (FOSI FP) periode 2009--2010 dan Kepala Biro Usaha Mandiri (BUM) Bina Rohani Islam Universitas Lampung (BIROHMAH UNILA) periode 2010--2011. Penulis telah melaksanakan Praktik Umum di Balai Inseminasi Buatan Daerah di Terbanggi Besar pada Juli sampai Agustus 2010.


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul

Pengaruh Dosis Pemberian Brusein-A yang Dikapsulasi Liposom terhadap Histopatologi Ginjal dan Hati Ayam Jantan Tipe Medium.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak drh. Madi Hartono, M.P., selaku Dosen Pembimbing, atas ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing penulis dan memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi;

2. Bapak Dr. Ir. Subeki, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Anggota, atas bimbingan, dorongan, arahan, dan nasehatnya;

3. Bapak drh. Purnama Edy Santosa, selaku dosen Pembahas dan Penguji, atas saran dan perbaikannya;

4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas izin untuk melaksanakan penelitian; 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S., selaku Ketua Jurusan Peternakan, atas

izin untuk melaksanakan penelitian;

6. Ibu Ir. Tintin Kurtini, M.S., selaku Pembimbing Akademik, atas saran dan bimbingan yang diberikan;


(11)

xi

7. Kepala Kandang Jurusan Peternakan Universitas Lampung, atas izinnya untuk menggunakan kandang tempat berlangsungnya penelitian;

8. Kepala BPPV Regional III Lampung, atas izinnya untuk melaksanakan analisis;

9. Bapak dan Ibu serta adik-adikku atas segala limpahan kasih sayang, doa, dukungan, nasehat, serta semua yang telah diberikan kepada penulis selama ini;

10. Muhammad Riduan selaku teman seperjuangan dalam penelitian atas

kerjasama, motivasi, nasehat, dan kebersamaan yang tidak pernah terlupakan; 11. Andes, Asep, Dani, Dea, Deni, Doni, Eka, Evi, Fery, Fury, Gentle, Hadi,

Riduan, Ipin, Ivan, Kundaw, Lina, Nita, Nesti, Noviar, Wingky, Tian, Tri, Yuni, sahabat seperjuangan selama kuliah atas perhatian, motivasi, dan semangat yang diberikan;

12. Kakak tingkat dan adik tingkat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu;

13. Teman-teman seperjuangan di FOSI FP (2009/2010) dan BIROHMAH

(2010/2011), atas do’a, motivasi dan ukhuwah yang telah diberikan;

14. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Indra Sofwatama


(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN ... ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 2

D. Kerangka Pemikiran ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 5

A . Ayam Jantan Tipe Medium ... 5

B. Buah Makasar ... 6

C. Ekstraksi dan Isolasi Senyawa Brusein-A ... 9

D. Enkapsulasi Senyawa Brusein-A ... 9

E. Hati ... 12

F. Ginjal ... 16

III. BAHAN DAN METODE ... ... 18

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

B. Bahan dan Alat Penelitian ... 18

C. Metode Penelitian ... 19

D. Pelaksanaan Penelitian ... 19

E. Pembuatan Preparat Hati dan Ginjal ... 20


(13)

xiii

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ... . 24

A. Histopatologi Sel Hati ... 24

B. Histopatologi Sel Ginjal ... 29

III. SIMPULAN DAN SARAN ... 35

A. Simpulan ... 35

B. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) ... 6

2. Struktur kimia brusein-A dari buah makasar (Brucea javanica) ... 8

3. Prosedur isolasi senyawa brusein-A dari buah makasar ... 10

4. Molekul fosfolipid liposom ... 12

5. Gambaran histopatologi sel hati ayam ... 15

6. Gambaran histopatologi sel ginjal ayam ... 17

7. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 20

8. Gambaran histopatologi sel hati yang diberi brusein-A yang dikapsulasi liposom dalam berbagai dosis; kontrol, 2,5, 5, 7,5, dan 10 mg/kg BB ...25

9. Gambaran histopatologi sel hati yang diberi brusein-A yang dikapsulasi liposom dalam berbagai dosis; 12,5, dan 15 mg/kg BB... 26

10. Gambaran histopatologi sel ginjal yang diberi brusein-A yang dikapsulasi liposom dalam berbagai dosis; kontrol, 2,5, 5, 7,5, dan 10 mg/kg BB ... 30

11. Gambaran histopatologi sel ginjal yang diberi brusein-A yang dikapsulasi liposom dalam berbagai dosis; 12,5, dan 15 mg/kg BB ... 31

12. Tata letak penelitian ... 41

13. Model perkandangan ... 42

14. Pemberian perlakuan dosis brusein-A yang dikapsulasi liposom pada ayam... 42

15. Proses pengambilan hati dan ginjal ayam jantan tipe medium ... 43

16. Hati dan ginjal ayam dalam tabung erlenmeyer yang berisi larutan formalin 10% ... 43


(15)

17. Gambar sel hati ayam jantan tipe medium pada perlakuan kontrol ... 44 18. Gambar sel hati ayam jantan tipe medium pada perlakuan

2,5 mg/kg BB ... 45 19. Gambar sel hati ayam jantan tipe medium pada perlakuan

5 mg/kg BB ... 46 20. Gambar sel hati ayam jantan tipe medium pada perlakuan

7,5 mg/kg BB ... 47 21. Gambar sel hati ayam jantan tipe medium pada perlakuan

10 mg/kg BB ... 48 22. Gambar sel hati ayam jantan tipe medium pada perlakuan

12 mg/kg BB ... 49 23. Gambar sel hati ayam jantan tipe medium pada perlakuan

15 mg/kg BB ... 50 24. Gambar sel ginjal ayam jantan tipe medium pada perlakuan kontrol ... 51 25. Gambar sel ginjal ayam jantan tipe medium pada perlakuan

2,5 mg/kg BB ... 52 26. Gambar sel ginjal ayam jantan tipe medium pada perlakuan

5 mg/kg BB ... 53 27. Gambar sel ginjal ayam jantan tipe medium pada perlakuan

7,5 mg/kg ... 54 28. Gambar sel ginjal ayam jantan tipe medium pada perlakuan

10 mg/kg BB ... 55 29. Gambar sel ginjal ayam jantan tipe medium pada perlakuan

12 mg/kg BB ... 56 30. Gambar sel ginjal ayam jantan tipe medium pada perlakuan


(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat harus mempertimbangkan segi keamanan pemakaiannya. Tanaman obat yang banyak digunakan saat ini sebagai obat tradisional adalah buah makasar (Brucea javanica). Senyawa brusein-A merupakan hasil dari isolasi buah makasar yang digunakan untuk penyembuhan penyakit malaria unggas (Leucocytozoonosis), disentri, dan kanker (Bedikian et al., 1979).

Pembuatan obat malaria unggas dengan bahan aktif brusein-A yang dikapsulasi liposom merupakan sebuah terobosan baru. Liposom yang dikapsulasi akan dapat meningkatkan stabilitas dan aktivitas brusein-A. Senyawa brusein-A yang

terperangkap dalam liposom akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga senyawa tersebut lebih mudah masuk ke dalam sel target (Listiarini, 2009).

Hati merupakan organ di dalam tubuh yang terletak diantara vena porta dan vena cava inferior. Hati merupakan organ penting untuk mengetahui sifat toksisitas suatu zat disebabkan hati menerima 80% suplai darah dari vena porta yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal. Hati juga berfungsi untuk melakukan metabolisme obat dan senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh. Selain itu, hati menghasilkan enzim-enzim yang mempunyai kemampuan


(17)

2

biotransformasi pada berbagai macam zat eksogen dan endogen untuk dieliminasi tubuh (Carlton and McGavin, 1995).

Ginjal mempunyai fungsi penting sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darahdan lingkungan dalam tubuh dengan mengekskresikan zat sisa dan air secara selektif. Bagian tubulus proksimalis paling mudah mengalami kerusakan akibat ischemia dan zat toksik karena terjadinya proses sekresi dan reabsorbsi sehingga kadar zat toksik lebih tinggi (Lu, 1995).

Penggunaan dosis brusein-A yang dikapsulasi liposom sebagai bahan aktif obat malaria unggas perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat toksisitasnya terhadap hati dan ginjal ayam jantan tipe medium.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pemberian brusein-A yang dikapsulasi liposom terhadap gambaran histopatologi ginjal dan hati ayam jantan tipe medium.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikanan informasi kepada peneliti dan praktisi peternakan tentang pengaruh dosis pemberian senyawa brusein-A yang dikapsulasi liposom terhadap kerusakan histopatologi ginjal dan hati ayam jantan tipe medium.


(18)

3

D. Kerangka Pemikiran

Pembuatan obat malaria unggas dengan bahan aktif brusein-A yang dikapsulasi liposom merupakan salah satu metode yang dapat meningkatkan stabilitas dan aktivitasnya. Senyawa brusein-A yang terperangkap dalam liposom akan

meningkatkan permeabilitas sel sehingga senyawa tersebut lebih mudah masuk ke dalam sel target (Listiarini, 2009).

Liposom merupakan senyawa pembawa obat atau drug carrier yang mempunyai beberapa kelebihan seperti tidak toksik, mudah berikatan dengan senyawa lain, mudah terdegradasi, komposisinya dapat disesuaikan dengan kebutuhan, mudah dibuat, dan relatif murah. Liposom memiliki bentuk seperti sel yang mempunyai membran dua lapis fosfolipid, berukuran 50--200 nanometer, dan dapat

menurunkan efek toksik pada obat yang dibawa (Listiarini, 2009).

Efek toksik obat-obatan dalam tubuh sering terlihat di dalam hati. Hal ini karena hati berfungsi untuk melakukan metabolisme obat dan senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh. Hati akan mengubah struktur senyawa lipofilik menjadi hidrofilik sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh melalui urin atau empedu (Setiawati et al., 2007). Ekskresi melalui empedu memungkinkan terjadinya penumpukan

xenobiotik di hati sehingga menimbulkan efek hepatotoksik (Donatus, 2001).

Organ lain yang juga penting untuk pengamatan toksisitas suatu zat adalah ginjal. Ginjal mempunyai fungsi penting sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekskresikan zat sisa dan air secara selektif. Bagian tubulus proksimalis paling mudah mengalami kerusakan


(19)

4

akibat ischemia dan zat toksik karena terjadinya proses sekresi dan reabsorbsi sehingga kadar zat toksik lebih tinggi (Lu, 1995). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh dosis pemberian brusein-A yang dikapsulasi liposom terhadap ginjal dan hati ayam jantan tipe medium.


(20)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ayam Jantan Tipe Medium

Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging. Pada usaha pembibitan peluang untuk menghasilkan ayam betina dan ayam jantan setiap kali penetasan adalah 50%. Ayam betina merupakan ayam yang biasa digunakan sebagai ternak penghasil telur, sedangkan ayam jantan dapat digunakan sebagai ternak penghasil daging (Riyanti, 1995).

Bobot tubuh ayam ini cukup berat, beratnya masih berada di antara berat ayam petelur ringan dan ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh ayam ini tidak kurus, tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan ayam tipe dwiguna. Warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut dengan ayam petelur cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat (Anonim, 2011).

Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil sampingan (by product) berupa anak ayam petelur yang jantan. Biasanya, satu hari setelah menetas anak ayam petelur betina segera dipasarkan, tetapi anak ayam jantan tidak dimanfaatkan karena belum mendapat perhatian dari


(21)

6

masyarakat. Sementara itu, pemanfaatan anak ayam petelur jantan di negara yang maju bidang peternakannya adalah dengan memproses anak ayam jantan untuk dijadikan makanan ternak (Darma, 1982).

B. Buah Makasar (Brucea javanica)

Buah makasar banyak tersebar di seluruh Indonesia, oleh karena itu, tanaman ini mempunyai banyak nama daerah, seperti tambursipago, tambarsipago, sikalur, belur, tamban bui melur (Sumatera), kendang pencang, kipades, trawalot, kuwalot, kwalot (Jawa), walot (Sunda), tambara marica, amber marica (Sulawesi) dan nagas (Maluku). Nama asing dari tanaman ini adalah ya dan zi (Departemen Kesehatan RI, 1995) Tanaman buah makasar dapat dilihat pada Gambar 1.

A B

Gambar 1. (A) Pohon buah makasar, (B) buah makasar

Buah makasar merupakan tanaman yang tergolong famili Simaroubaceae. Tanaman ini banyak tumbuh liar di hutan, kadang-kadang ditanam sebagai tanaman pagar. Buah makasar tumbuh pada ketinggian 1--500 m di atas


(22)

7

permukaan laut, jenisnya perdu, tegak, menahun, tinggi 1--2,5 m, dan berambut halus warna kuning. Daunnya berupa daun majemuk menyirip ganjil, jumlah anak daun 5--13, bertangkai, letak berhadapan. Bunga majemuk berkumpul dalam rangkaian berupa malai padat yang keluar dari ketiak daun, warna ungu kehijauan. Buahnya buah batu berbentuk bulat telur, panjang sekitar 8 mm, jika sudah masak berwarna hitam. Bijinya bulat, berwarna putih. Di Indonesia, buahnya disebut biji makasar. Buah makasar dapat diperbanyak dengan biji (Ardhie, 2010).

Klasifikasi buah makasar, menurut Anonim (2010) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Sub kingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales

Familia : Simaroubaceae

Genus : Brucea

Spesies : Brucea javanica (L.) Merr.

Buah makasar secara tradisional masih digunakan masyarakat untuk

menyembuhkan berbagai penyakit seperti obat disentri, sakit perut, penurun panas, penyakit malaria, demam berdarah, dan kanker. Buah makasar banyak mengandung senyawa quasinoid yang rasanya sangat pahit. Bruseantin merupakan


(23)

8

salah satu komponen quasinoid dari buah makasar yang secara klinis sudah terbukti sangat efektif dalam membunuh sel tumor (Bedikian et al., 1979). Senyawa brusein-A yang diisolasi dari buah makasar terbukti sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan parasit Babesia gibsoni secara in vitro dan in vivo (Subeki et al., 2007). Parasit Babesia gibsoni memiliki kesamaan sifat dalam menginfeksi sel darah merah inang serta gejala klinis yang ditimbulkannya

dengan parasit Leucocytozoon caulleryi. Brusein-A mempunyai penghambatan lebih tinggi dari pada standar obat diminazene aceturat dengan nilai IC50 sebesar 4

ng/mL. Pemberian brusein-A setiap hari sekali pada ayam yang terinfeksi L. caulleryi dengan dosis 2,5--10 mg/kg berat badan selama 7 hari berturut-turut terbukti secara efektif dapat menyembuhkan penyakit tersebut (Wicaksono, 2010). Struktur kimia brusein-A dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia brusein-A

O

O

HO

HO

OH

O

O

O

21 20 19 18 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

H

H

H

H

O

3' 2' 1' 5' 4'

OCH

3

O


(24)

9

C. Ekstraksi dan Isolasi Senyawa Brusein-A

Ekstraksi dan isolasi senyawa brusein-A dilakukan sesuai dengan prosedur Subeki

et al. (2007), yaitu Sebanyak 10 kg tepung buah makasar direndam dalam 30 liter larutan etanol 70% selama 14 hari. Selama perendaman, setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Selanjutnya filtrat disaring dengan menggunakan kain saring dan diuapkan dengan rotary evaporator hingga menjadi 1 liter. Filtrat pekat tersebut kemudian diekstrak dengan etil asetat (EtOAc) hingga diperoleh fraksi air dan EtOAc. Fraksi EtOAc diuapkan hingga kering dan selanjutnya dimasukkan ke dalam silika gel kolom khromatografi dan dielusi dengan CHCl3 (3

L), MeOH-CHCl3 (3:97, 3 L), dan MeOH-CHCl3 (1:4, 3 L), secara berurutan.

Fraksi MeOH-CHCl3 (1:4) diuapkan hingga kering dan kemudian dimasukkan ke

dalam silika gel kolom kromatografi dan dielusi dengan heksan-EtOAc (1:1) hingga menjadi 4 fraksi. Hasil elusi fraksi ke-1 diuapkan hingga kering dan selanjutnya dikristalkan dengan menggunakan pelarut MeOH hingga diperoleh senyawa brusein-A. Prosedur isolasi senyawa brusein-A dari buah makasar dapat dilihat pada Gambar 3.

D. Enkapsulasi Senyawa Brusein-A

Istilah liposom berasal dari bahasa Yunani yaitu lipid yang berarti lemak dan soma yang berarti badan dan tubuh. Liposom adalah suatu vesikel berair yang dikelilingi oleh membran lipid lapis ganda uni lamelar atau multilamelar, terbentuk secara spontan ketika fosfolipid dihidrasi dengan sejumlah air. Lipid lapis ganda terbentuk dengan stabil karena mempunyai tingkat energi yang minimal (Guyton dan Hall, 1997). Liposom mulai dikembangkan oleh Bangham


(25)

10

pada tahun 1965 sebagai sistem penghantaran obat, sejak itu mulai banyak

penelitian tentang liposom yang digunakan untuk drug targeted, karena sistem ini mudah dimodifikasi. Sistem penghantaran obat kanker dengan sistem liposom bertarget merupakan obyek utama dalam penelitian liposom karena melalui sistem sistemik tidak hanya bekerja di sel kanker tapi bekerja di sel lainnya (Marline, 2009).


(26)

11

Proses enkapsulasi senyawa brusein-A dilakukan sesuai dengan metode Chono et al. (2006). Egg yolk phosphatidylcholine (40 mg), cholesterol (5,6 mg),

diacetylphosphat (4,0 mg), dan senyawa brusein-A (2,0 mg) dilarutkan dalam marker fase lemak stabil yang mengandung campuran pelarut kloroform-metanol (4:1). Suspensi tersebut selanjutnya diuapkan hingga diperoleh lapis tipis lemak. Lapis tipis yang diperoleh kemudian ditambahkan phosphate buffered saline (PBS, pH 7,4) hingga diperoleh liposom. Liposom tersebut kemudian disaring melalui filter dengan ukuran 200 nm.

Komponen penyusun struktur liposom yang utama adalah fosfolipid. Lipid jenis ini dapat membentuk lapis ganda yang menyerupai lapis lipid ganda pada membran biologis, salah satu contohnya adalah fosfatidilkolin. Fosfatidilkolin merupakan suatu molekul ampifatik dengan jembatan gliserol yang

menghubungkan rantai acyl hidrokarbon yang memiliki kepala hidrofilik.

Molekul fosfatidilkolin yang digunakan bersifat ampifatik yaitu memiliki struktur suka air yang dimaksud hidrofilik serta struktur yang menyerupai lemak

(hidrofobik). Bagian yang tidak larut dalam media cair akan langsung menyusun dirinya dalam lembaran bilayer berbentuk vesikel tertutup untuk meminimalisir interaksi yang tidak diinginkan antara rantai asam lemak hidrokarbon dengan media cair. Sementara itu, bagian yang suka terhadap air (hidrofilik) akan berada di luar dan berinteraksi dengan media cair. Sifat fosfolipid yang demikian akan membentuk struktur liposom yang dapat terlihat pada Gambar 4.


(27)

12

Gambar 4. Molekul fosfolipid liposom; (A) hydrophilic head, (B) hydropobic tail

Penggunaan liposom sebagai pembawa obat harus memperhatikan perbandingan konsentrasi antara lipid dan obat, distribusi ukuran liposom, persentase molekul obat yang bebas yang tidak terinkoporasi pada membran liposom, pH osmolaritas, konduktivitas, adanya kemungkinan produk hasil degradasi, endotoksin, dan parameter-parameter lainnya juga harus diperhatikan stabilitas baik fisik, kimia maupun biologi dan jumlah lapisan membran lipid perliposom (Listiarini, 2009). E. Hati

Secara anatomis, organ hati terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hati dikelilingi oleh cavum toraks. Permukaan lobus kanan dapat mencapai tepat di bawah aerola. Ligamentum falciformis membagi hati secara topografisbukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri (Guyton et al., 2000).

Hati dibungkus oleh simpai yang tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yang disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenkim hati mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari hati

A


(28)

13

seperti spons yang terdiri dari sel-sel yang disusun di dalam lempengan-lempengan dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yang disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain (Guyton

et al., 2000).

Lempengan sel-sel hati tebalnya satu sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli di tengah-tengah lobuli terdapat satu vena sentralisyang merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hati). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli

terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan arteri hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yang terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut

membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam

intralobularis, dibawa ke dalam empedu yang lebih besar, air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu (Guyton et al., 2000).

Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh, terletak dalam rongga perut sebelah kanan, tepatnya di bawah diafragma. Berdasarkan fungsinya, hati juga termasuk sebagai alat ekskresi. Hal ini dikarenakan hati membantu fungsi ginjal dengan cara memecah beberapa senyawa yang bersifat racun dan menghasilkan


(29)

14

amonia, urea, dan asam urat dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino (Anonim, 2010).

Hati merupakan organ penting untuk mengetahui sifat toksisitas suatu zat disebabkan hati menerima 80% suplai darah dari vena porta yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal. Selain itu, hati menghasilkan enzim-enzim yang mempunyai kemampuan biotransformasi pada berbagai macam zat eksogen dan endogen untuk dieliminasi tubuh (Carlton and McGavin, 1995). Hati terletak pada tempat strategis diantara vena porta dan vena cava inferior. Semua darah yang datang dari vena-vena usus yang halus dan penuh dengan bahan-bahan makanan terkadang mengandung bahan-bahan toksik. Semua darah yang berasal dari vena-vena kolon sering berisi toksik dikarenakan bakteri kolon bahkan terkadang berisi bakteri yang sudah mati maupun hidup. Semua darah dari limpa juga dapat berisi toksik dikarenakan darah berisi hasil-hasil pemecahan

hemoglobin, hasil pecahan-pecahan yang sering merupakan zat-zat beracun harus melalui hati sebelum mencapai sirkulasi vena cava inferior (Sibuea, 1992).

Di dalam organ hati terdapat 3 jenis jaringan yang penting, yaitu: sel parenkim, susunan pembuluh darah, dan susunan saluran empedu. Ketiga jaringan ini saling berhubungan erat, sehingga kerusakan satu jenis jaringan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lain (Darmawan, 1973). Kerusakan sel yang berlanjut dapat mengakibatkan kematian sel (apoptosis atau nekrosa). Itu disebabkan karena senyawa yang bersifat toksik dari obat-obatan sehingga menghambat kerja enzim yang terlibat dalam metabolisme lipid intraseluler (Ratih, 2008). Gambaran histopatologi sel hati dapat dilihat pada Gambar 5.


(30)

15

Gambar 5. Gambaran histopatologi sel hati ayam

Menurut Sibuea (1992), hati merupakan organ tubuh yang rumit dan mempunyai berbagai ragam fungsi, yaitu: detoksifikasi (pembersihan darah sebelum zat-zat toksik tersebut mencapai organ-organ tubuh yang peka misalnya otak), absorpsi (pengolahan dan penyimpanan bahan makanan), sirkulasi (pengangkutan darah), dan sintesa (pembuatan protein-protein khusus). Terdapat beberapa penyakit yang dapat menyerang organ hati seperti hepatitis (radang hati), sirosis hati, kanker hati, perlemakan hati, kolestatis, ikterus, dan hemokromatosis.

Kerusakan pada hati yang disebabkan oleh penyakit dapat memungkinkan enzim yang terdapat dalam hati yaitu enzim AST (aspartate amino transferase) masuk ke aliran darah dalam tingkat yang lebih tinggi. Jadi, tes yang mengukur tingkat produk ini disebut sebagai tes fungsi hati (liver function test) yang dapat


(31)

16

Adapun parameter yang digunakan untuk uji fungsi hati adalah dengan melihat gambar preparat hati. Jika hati rusak, susunan sel hepatosit menjadi tidak teratur, permukaan hati menjadi kasar, mengeras, dan ukuran hati mengecil. Sedangkan kerusakan yang disebabkan oleh toksin adalah degenerasi hidropis dan lemak maupun nekrosa apoptosis, serta perluasan sinusoid (Lu, 1995).

F. Ginjal

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan (Anonim, 2011).

Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula. Unit

fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang (Kusumawati, 2004).


(32)

17

Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urine (Smith, 1988).

Ginjal sebagai alat pembersih darah menerima sekitar 20--30% dari seluruh darah yang dipompakan oleh jantung ke seluruh tubuh (Ngatidjan, 2006). Derajat perubahan sel tergantung pada sifat dan jumlah senyawa yang masuk ke dalam aliran darah, karena efektivitas toksin sangat bergantung pada jenis senyawa, konsentrasi, dan target organ (Hock and Elsner, 2005)

Degenerasi hidropis merupakan kerusakan sel karena adanya toksin yang masuk melalui membrane sel sehingga mengakibatkan menurunnya produksi ATP dan terganggunya pengaturan ion sodium-potasium (Cheville, 2006). Atrofi pada glomerulus ditandai dengan mengecilnya ruang Bowman sehingga ruang diantara glomerulus dan kapsula bowman makin lebar (Cotran et al., 1989). Gambaran histopatologi sel ginjal dapat dilihat pada Gambar 6.


(33)

18

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B Jurusan Peternakan Universitas Lampung dan Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional III Bandar Lampung. Penelitian ini dilakukan pada 16 April 2011--26 Juli 2011.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah senyawa brusein A yang dikapsulasi liposom, egg yolk phosphatidylcholine, cholesterol,

diacetylphosphat, phosphate buffered saline, EtOAc, MeOH, CHCl3, hexana,

EtOH, ayam jantan tipe medium umur 5 minggu dalam keadaan sehat dan bahan-bahan lain untuk analisis.

Peralatan yang digunakan adalah kandang battery, bell drinker, hanging feeder, jarum suntik, tabung plastik, kertas label, pisau stanless, pisau konvensional yang memerlukan pengasahan, pisau disposable, pengasah manual, pengasah otomatis, mikrotom putar, dan mikrotom geser.


(34)

19

C. Metode Penelitian

Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan dosis brusein-A dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan terdiri dari 7 taraf yaitu; 0 mg/kg BB (A2); 2,5 mg/kg BB (A2); 5,0 mg/kg BB (A3); 7,5 mg/kg BB (A4); 10,0 mg/kg BB (A5); 12,5 mg/kg BB (A6); dan 15,0 mg/kg BB (A7). Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan gambar, kemudian dianalisis secara deskriptif.

D. Pelaksanaan Penelitian

Brusein-A yang dikapsulasi liposom akan diuji tingkat toksisitasnya pada ayam percobaan. Ayam jantan tipe medium umur lima minggu serta bebas infeksi penyakit digunakan dalam percobaan ini. Ayam jantan tipe medium diadaptasikan dalam kandang selama tiga hari. Ayam kemudian dikelompokkan menjadi tujuh kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari tiga ekor yang ditempatkan dalam kandang terpisah. Masing-masing kelompok ayam jantan tipe medium selama tujuh hari berturut turut diberikan brusein-A yang dikapsulasi liposom secara oral dengan dosis 0; 2,5; 5,0; 7,5; 10,0; 12,5; dan 15,0 mg/kg BB. Pengamatan terhadap kerusakan hati dan ginjal ayam dilakukan pada hari ke delapan. Diagram alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.


(35)

20

Ayam jantan tipe medium (umur 5 minggu)

Diadaptasikan (3 hari)

Dosis Dosis Dosis Dosis Dosis Dosis kontrol 2,5 mg/kg 5 mg/kg 7,5 mg/kg 10 mg/kg 12,5 mg/kg 15 mg/kg

Koleksi (hati dan ginjal)

Pembuatan preparat

Pengamatan

(histopatologi hati dan ginjal)

Gambar 7. Diagram alir penelitian

E. Pembuatan Preparat Hati dan Ginjal

Prosedur pembuatan preparat hati dan ginjal sesuai dengan prosedur Robbinson (1995), adalah sebagai berikut:

1. Fiksasi

Tahapan fiksasi yaitu dengan cara merendam hati dan ginjal menggunakan larutan formalin (formaldehida) 10% yang telah disiapkan sebelumnya. 2. Trimming

Trimming adalah tahapan yang dilakukan setelah proses fiksasi dengan melakukan pemotongan tipis jaringan setebal kurang lebih 4 mm dengan orientasi sesuai organ yang akan dipotong. Pisau yang digunakan untuk


(36)

21

trimming adalah pisau scalpel No 22--24. Jumlah potongan jaringan yang akan dimuat dalam embedding cassette berkisar antara 1--5 buah disesuaikan dengan ukuran organ.

3. Dehidrasi

Dehidrasi jaringan yang dilakukan setelah trimming menggunakan tissue processor, dimaksudkan untuk mengeluarkan air yang terkandung dalam jaringan dengan menggunakan cairan dehidran seperti ethanol atau iso prophyl alcohol. Cairan dehidran ini kemudian dibersihkan dari dalam jaringan dengan menggunakan reagen pembersih (clearing agent) seperti xylene atau toluene. Reagen pembersih ini diganti dengan paraffin dengan cara penetrasi ke dalam jaringan. Paraffin yang digunakan adalah yang mempunyai titik cair 56--580C. cairan dalam tissue processor diganti setiap 1--2 minggu sekali.

4. Embedding

Setelah melalui proses dehidrasi, maka jaringan yang berada dalam embedding cassette dipindahkan ke dalam base mold, kemudian diisi dengan paraffin cair, kemudian dilekatkan pada balok kayu ukuran 3 x 3 cm atau pada embedding cassette. Jaringan yang sudah dilekatkan pada balok kayu atau cassette disebut blok. Fungsi dari balok kayu atau cassette adalah untuk pemegang pada saat blok dipotong pada mikrotom.

5. Cutting

Cutting adalah pemotongan jaringan yang sudah didehidrasi dengan

menggunakan mikrotom. Dengan menggunakan pisau yang tajam sehingga menghasilkan preparat, yang secara mikroskopis ditandai dengan tidak adanya artefak berupa goresan vertikal maupun horizontal.


(37)

22

Pelaksanaan cutting adalah sebagai berikut: a) Orientasi blok pada mikrotom

1) Meletakan blok sejajar memanjang dengan pisau. 2) Meletakan jaringan yang keras di bagian atas.

3) Menyediakan cukup ruangan antara jaringan dengan tepi blok untuk memudahkan pemisahan jaringan.

4) Hasil pemotongan yang rata dan tidak berkerut menandakan ketajaman pisau yang digunakan.

b)Soaking dan Icing

1) Melembabkan jaringan dengan cara menempelkan kapas basah pada permukaan blok.

2) Untuk menjaga agar suhu blok dan suhu pisau tetap sama, masing-masing didinginkan dengan air es.

c) Mengambangkan lembaran potongan jaringan

1) Lembaran potongan jaringan diapungkan dengan meletakkan salah satu ujung potongan diatas permukaan air dalam waterbath.

2) Menghilangkan kerutan jaringan dengan cara menekan salah satu sisi dari potongan jaringan dengan ujung jari dan sisi lain ditarik dengan menggunakan kuas kecil.

d) Memisahkan rangkaian lembaran jaringan

Dengan menggunakan pemisah jaringan yang dipanaskan dilakukan pemisahan rangkaian lembaran jaringan (ribbon).


(38)

23

1) Mengambil lembaran jaringan dengan cara memasukan slide bersih secara diagonal ke dalam waterbath (gerakan menyendok). Spesimen jaringan diletakan tepat ditengah slide.

2) Mencegah jangan sampai ada gelembung udara di bawah jaringan. 6. Staining (pewarnaan)

Menggunakan teknik pewarnaan H dan E (Harris hapmatoxyline. Eusin).

7. Mounting

Setelah jaringan pada slide diwarnai, melakukan mounting dengan cara meneteskan bahan mounting (DPX, Entelan, Canada balsam) sesuai kebutuhan dan ditutup dengan coverglass, agar jangan sampai terbentuk gelembung udara.

F. Pengamatan Preparat Histopatologi Sel Hati dan Ginjal

Pengamatan histopatologi dilakukan dengan membuat preparat organ hati dan ginjal. Pembuatan preparat organ hati dan ginjal sesuai dengan prosedur

Robbinson (1995). Pengamatan histopatologi dilakukan dengan mikroskop cahaya dan video mikrometer dengan pembesaran 400 kali. Perubahan sel (lesio) pada 21 lapang pandang organ ginjal dan hati dicatat dan selanjutnya diintepretasikan.


(39)

35

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. pemberian brusein-A yang dikapsulasi liposom pada dosis kurang dari atau sama dengan 10 mg/kg BB sehari sekali selama tujuh hari tidak mengakibatkan kerusakan yang berat pada sel hati ayam jantan tipe medium.

2. pemberian brusein-A yang dikapsulasi liposom pada dosis kurang dari atau sama dengan 7,5 mg/kg BB sehari sekali selama tujuh hari tidak

mengakibatkan kerusakan yang berat pada sel ginjal ayam jantan tipe medium. 3. pemberian brusein-A yang dikapsulasi liposom pada dosis kurang dari atau

sama dengan 7,5 mg/kg BB sehari sekali selama tujuh hari merupakan dosis yang aman terhadap hati dan ginjal ayam jantan tipe medium.

B. Saran

Dari hasil penelitian penulis menyarankan:

1. kepada peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang pengaruh penggunaan senyawa brusein-A yang dikapsulasi liposom terhadap sel ginjal dan hati pada mencit.


(40)

36

2. kepada peternak dan praktisi peternakan dalam mengobati malaria unggas (leucocytozoonosis) untuk menggunakan dosis 7,5 mg/kg BB, karena dosis tersebut aman bagi hati dan ginjal ayam jantan medium.


(41)

37

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. “Buah Makasar (Brucea Javanica [L.] Merr / Tambara Marica, Obat Herbal Untuk Malaria)”.http://meemhy.wordpress.com/2009/03/21/. Diakses pada 2 Mei 2010

Anonim. 2010. “Anatomi Patologi Hati”.http://id.wikipedia.org/wiki/Hati. Diakses pada 12 Juni 2011

Anonim. 2011. “Ayam Jantan Tipe Medium (Tipe-Tipe Ayam Petelur)”.

http://agromaret.com/artikel/463/jenis_jenis_ayam_petelur. Diakses pada 13 Desember 2011

Anonim. 2011. “Anatomi Patologi Ginjal”.http://id.wikipedia.org/wiki/Ginjal. Diakses pada 13 Desember 2011

Ardhie. 2010. Archive for the ‘Anti Kanker’ Category. http://kiathidupsehat.com/. Diakses pada 02 September 2010

Bedikian, A.Y., Valdivieso, M., Bodey, G.P., Murphy, W.K., and Freireich, E.J. 1979. “Initial clinical studies with bruceantin”. Cancer Treat. Rep. 63: 1843-1847.

Carlton, W. W. and Mc Gavin, M. D. 1995. Thomson’s Special Veterinary

Pathology. Mosby-Year Book,Inc. St. Louis

Cheville, N. F. 2006. Cell death and cell recovery. In : Introduction of Veterinary Pathology. 3rd Ed. Blackwell Publishing. USA

Chono, S., Tauchi, Y., and Morimoto, K. 2006. “Pharmacokinetic Analysis of the Uptake of Liposome by Macrophages and Foam Cell in vitro and Their Distribution to Atherosclerotic Lesions in Mice”. Drug Metab.

Pharmacokinet. 21: 37-44

Cotran, R. S., Kumar, V., and Robbins, S. 1989. Pathologi Basics of Disease. 4th Ed. WB Saunders Company. Philadelphia

Darma. 1882. “Tanggapan Ayam Jantan Pedaging Terhadap Mutu Ransum Awal


(42)

38

Darmawan, S. 1973. Dasar-Dasar Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Universitas Pendidikan Indonesia. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 1995. Tanaman Obat Indonesia. Edisi 1. Penerbit Erlangga. Jakarta

Donatus, I. 2001. Toksikologi Dasar. Yogyakarta: Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada

Guyton dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi KedokteranEdisi 9. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta

Guyton dan Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta

Hock, B. dan Elsner, E. F. 2005. Plant Toxicology. Marce Dekker. New York Kusumawati, D. 2004. Buku Ajar Hewan Percobaan. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta

Listiarini, L. 2009. Liposom. Universitas Indonesia. Jakarta

Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar Asas Organ dan Penilaian Resiko Edisi 2. UI Press. Jakarta

Marline. 2009. Liposom Sebagai Sistem Penghantaran Obat Kanker. Universitas Padjajaran. Bandung

Ngatidjan. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Badan Farmakologi dan Toksikologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Ratih. 2008. “Uji Toksikopatologi Pada Hati dan Ginjal Mencit yang Diberi Ekstrak Pauh Kijang”. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Riyanti. 1995. “Pengaruh Berbagai Imbangan Energi Protein Ransum Terhadap Performan Ayam Petelur Jantan TipeMedium”. Karya Ilmiah. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor

Robbinson, S. L. dan Kumar. V. 1995. Buku Ajar Patologi I (Basic Pathology Part I). Edisi IV. ECG. Jakarta

Setiawati, A. 2007. Pengantar Farmakologi. In: Gunawan, SG., Setiabudy, R., Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan Terapi. 5th Ed. Jakarta:

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


(43)

39

Smith, J. B. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI press. Jakarta

Subeki., Matsuura, H., Takahasai, K., Nabeta, K., Yamasaki, M., Maede, Y., and Katakura, K. 2007. “Screening of Indonesian medicinal plant extracts for antibabesial activity and isolation of new quassionoids from

bruceajavanica”. J. Nat. Prod. 70: 1654-1657

Wicaksono, M. 2010. “Pengaruh Pemberian Brusein-A terhadap Ayam yang Terinfeksi Leucocytozoon”. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung


(44)

ABSTRACT

EFFECT OF THE USE OF BUSEIN-A ENCAPSULATED LIPOSOME DOSAGE AGAINST HISTOPATOLOGI OF KIDNEY AND LIVER

IN MEDIUM ROOSTER By

Indra Sofwatama

Leucocytozonosis drug making by using brusein-A as an active substance which is encapsulated liposome is regard as a new method. Brusein-A which is

encapsulated liposome could increase stability and activity of brusein-A

compound. This research aimed to determine the effect of liposome-encapsulated brusein-A exposure dosage against histopathology of medium-typed rooster’s kidney and liver. In this research, there were seven group treatments; they were brusein-A which was encapsulated by liposome in dosage: 0 mg/kg body weight (A1); 2,5 mg/kg body weight (A2); 5,0 mg/kg body weight (A3); 7,5 mg/kg body weight (A4); 10,0 mg/kg body weight (A5); 12,5 mg/kg body weight (A6); and 15,0 mg/kg body weight (A7). Brusein-A, which is encapsulated by

liposome, was given to a medium-typed rooster once a day in seven days. The preparation of kidney and liver was done on the eighth day continued by the making of blood smear histopathology. The result showed that the dosage of brusein-A encapsulated liposome in less than or equals to 7,5 mg/kg body weight once a day for seven days did not lead to bad damage in medium-typed rooster’s liver and kidney.


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. pemberian brusein-A yang dikapsulasi liposom pada dosis kurang dari atau sama dengan 10 mg/kg BB sehari sekali selama tujuh hari tidak mengakibatkan kerusakan yang berat pada sel hati ayam jantan tipe medium.

2. pemberian brusein-A yang dikapsulasi liposom pada dosis kurang dari atau sama dengan 7,5 mg/kg BB sehari sekali selama tujuh hari tidak

mengakibatkan kerusakan yang berat pada sel ginjal ayam jantan tipe medium. 3. pemberian brusein-A yang dikapsulasi liposom pada dosis kurang dari atau

sama dengan 7,5 mg/kg BB sehari sekali selama tujuh hari merupakan dosis yang aman terhadap hati dan ginjal ayam jantan tipe medium.

B. Saran

Dari hasil penelitian penulis menyarankan:

1. kepada peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang pengaruh penggunaan senyawa brusein-A yang dikapsulasi liposom terhadap sel ginjal dan hati pada mencit.


(2)

2. kepada peternak dan praktisi peternakan dalam mengobati malaria unggas (leucocytozoonosis) untuk menggunakan dosis 7,5 mg/kg BB, karena dosis tersebut aman bagi hati dan ginjal ayam jantan medium.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. “Buah Makasar (Brucea Javanica [L.] Merr / Tambara Marica, Obat Herbal Untuk Malaria)”.http://meemhy.wordpress.com/2009/03/21/. Diakses pada 2 Mei 2010

Anonim. 2010. “Anatomi Patologi Hati”.http://id.wikipedia.org/wiki/Hati. Diakses pada 12 Juni 2011

Anonim. 2011. “Ayam Jantan Tipe Medium (Tipe-Tipe Ayam Petelur)”.

http://agromaret.com/artikel/463/jenis_jenis_ayam_petelur. Diakses pada 13 Desember 2011

Anonim. 2011. “Anatomi Patologi Ginjal”.http://id.wikipedia.org/wiki/Ginjal. Diakses pada 13 Desember 2011

Ardhie. 2010. Archive for the ‘Anti Kanker’ Category. http://kiathidupsehat.com/. Diakses pada 02 September 2010

Bedikian, A.Y., Valdivieso, M., Bodey, G.P., Murphy, W.K., and Freireich, E.J. 1979. “Initial clinical studies with bruceantin”. Cancer Treat. Rep. 63: 1843-1847.

Carlton, W. W. and Mc Gavin, M. D. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology. Mosby-Year Book,Inc. St. Louis

Cheville, N. F. 2006. Cell death and cell recovery. In : Introduction of Veterinary Pathology. 3rd Ed. Blackwell Publishing. USA

Chono, S., Tauchi, Y., and Morimoto, K. 2006. “Pharmacokinetic Analysis of the Uptake of Liposome by Macrophages and Foam Cell in vitro and Their Distribution to Atherosclerotic Lesions in Mice”. Drug Metab.

Pharmacokinet. 21: 37-44

Cotran, R. S., Kumar, V., and Robbins, S. 1989. Pathologi Basics of Disease. 4th Ed. WB Saunders Company. Philadelphia

Darma. 1882. “Tanggapan Ayam Jantan Pedaging Terhadap Mutu Ransum Awal Pertumbuhan”. Karya Ilmiah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor


(4)

Darmawan, S. 1973. Dasar-Dasar Anatomi dan Fisiologi. Penerbit Universitas Pendidikan Indonesia. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 1995. Tanaman Obat Indonesia. Edisi 1. Penerbit Erlangga. Jakarta

Donatus, I. 2001. Toksikologi Dasar. Yogyakarta: Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada

Guyton dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta

Guyton dan Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta

Hock, B. dan Elsner, E. F. 2005. Plant Toxicology. Marce Dekker. New York Kusumawati, D. 2004. Buku Ajar Hewan Percobaan. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta

Listiarini, L. 2009. Liposom. Universitas Indonesia. Jakarta

Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar Asas Organ dan Penilaian Resiko Edisi 2. UI Press. Jakarta

Marline. 2009. Liposom Sebagai Sistem Penghantaran Obat Kanker. Universitas Padjajaran. Bandung

Ngatidjan. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Badan Farmakologi dan Toksikologi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Ratih. 2008. “Uji Toksikopatologi Pada Hati dan Ginjal Mencit yang Diberi Ekstrak Pauh Kijang”. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Riyanti. 1995. “Pengaruh Berbagai Imbangan Energi Protein Ransum Terhadap Performan Ayam Petelur Jantan Tipe Medium”. Karya Ilmiah. Balai Penelitian Ternak. Ciawi. Bogor

Robbinson, S. L. dan Kumar. V. 1995. Buku Ajar Patologi I (Basic Pathology Part I). Edisi IV. ECG. Jakarta

Setiawati, A. 2007. Pengantar Farmakologi. In: Gunawan, SG., Setiabudy, R., Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan Terapi. 5th Ed. Jakarta:

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


(5)

Smith, J. B. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI press. Jakarta

Subeki., Matsuura, H., Takahasai, K., Nabeta, K., Yamasaki, M., Maede, Y., and Katakura, K. 2007. “Screening of Indonesian medicinal plant extracts for antibabesial activity and isolation of new quassionoids from

bruceajavanica”. J. Nat. Prod. 70: 1654-1657

Wicaksono, M. 2010. “Pengaruh Pemberian Brusein-A terhadap Ayam yang Terinfeksi Leucocytozoon”. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung


(6)

ABSTRACT

EFFECT OF THE USE OF BUSEIN-A ENCAPSULATED LIPOSOME DOSAGE AGAINST HISTOPATOLOGI OF KIDNEY AND LIVER

IN MEDIUM ROOSTER By

Indra Sofwatama

Leucocytozonosis drug making by using brusein-A as an active substance which is encapsulated liposome is regard as a new method. Brusein-A which is

encapsulated liposome could increase stability and activity of brusein-A

compound. This research aimed to determine the effect of liposome-encapsulated brusein-A exposure dosage against histopathology of medium-typed rooster’s kidney and liver. In this research, there were seven group treatments; they were brusein-A which was encapsulated by liposome in dosage: 0 mg/kg body weight (A1); 2,5 mg/kg body weight (A2); 5,0 mg/kg body weight (A3); 7,5 mg/kg body weight (A4); 10,0 mg/kg body weight (A5); 12,5 mg/kg body weight (A6); and 15,0 mg/kg body weight (A7). Brusein-A, which is encapsulated by

liposome, was given to a medium-typed rooster once a day in seven days. The preparation of kidney and liver was done on the eighth day continued by the making of blood smear histopathology. The result showed that the dosage of brusein-A encapsulated liposome in less than or equals to 7,5 mg/kg body weight once a day for seven days did not lead to bad damage in medium-typed rooster’s liver and kidney.