51
BAB IV PENGARUH KEBERADAAN MAKAM SUNAN HASAN MUNADI
TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI MASYARAKAT DESA NYATNYONO
A. Latar Belakang Dibangunnya Kompleks Makam Sunan Hasan Munadi
Di Desa Nyatnyono
Sejarah lokal dikenal sebagai sejarah yang berasal dari daerah tertentu yang dijadikan pedoman penulisan dalam mengangkat sejarah Nasional.
Namun masih banyak sejarah lokal yang belum atau sama sekali tidak diangkat secara resmi oleh para sejarawan. Hal ini disebabkan karena terjadi
keraguan untuk mengkaji lebih dalam yang berhubungan dengan perilaku, adat istiadat atau sejarah menyangkut kehidupan masyarakat pada daerah
tertentu baik secara histories maupun sosial. Kecenderungan ini, menyebabkan pola penulisan yang terkesan meninggalkan tradisi penulisan sejarah lokal,
meskipun oleh masyarakat yang bersangkutan mengakui adanya peristiwa ataupun kejadian tertentu, dalam penulisan sejarah menggunakan pendekatan
sejarah lisan termasuk juga adanya mitos atau legenda dalam masyarakat. Pada umumnya orang Jawa mempunyai suatu pandangan bahwa
makam itu merupakan suatu hal yang dianggap keramat dan karena itu sering mempunyai nilai khusus bagi orang-orang yang bersangkutan. Biasanya
51
52
tokoh-tokoh yang dianggap keramat yaitu antara lain para wali, ulama guru agama, tokoh-tokoh historis maupun setengah historis yang dikenal melalui
kesusastraan babad, tokoh-tokoh pahlawan dan cerita mitologi yang dikenal melalui pertunjukan wayang selain itu ada juga tokoh-tokoh yang menjadi
terkenal karena suatu kejadian tertentu atau justru karena jalan hidupnya tercela Koentjaraningrat 1984: 325. Makam Sunan Hasan Munadi
merupakan bukti adanya penyebaran agama Islam di daerah Kabupaten Semarang khususnya di Desa Nyatnyono sebelum adanya perkembangan
Islam. Berdasarkan hasil penulisan skripsi Puji Astuti yang mengkaji juga
mengkaji tentang makam yang diambil dalam majalah Prisma 1979 tentang sikap orang Jawa Timur terhadap makam, menyebutkan bahwa dalam
kehidupan manusia terdapat 2 dua peristiwa penting yang tidak dapat dipungkiri, yaitu kelahiran dan kematian. Menurut suatu keyakinan tertentu
orang yang meninggal itu mayatnya dapat dibakar, akan tetapi keyakinan lain mengatakan bahwa orang yang meninggal itu harus dikuburkan. “Keyakinan
ini menurut Partini Prisma, 1979:2 senada dengan ajaran Islam bahwa manusia dari tanah dan akan kembali ke tanah itu pula kita akan dipanggil
kembali”. Anggapan seperti itu sudah ada sebelum agama Islam masuk ke kepulauan Nusantara, di mana mayoritas masyarakat masih menganut agama
Hindhu-Budha. Dari agama ini masyarakat Jawa yakin bahwa jiwa orang yang sudah meninggal itu dapat diminta pertolongan oleh kaum kerabatnya yang
masih hidup. Mereka juga beranggapan bahwa makam itu merupakan tempat
53
yang paling baik untuk memohon pertolongan, karena makam adalah tempat dimana seseorang atau tokoh-tokoh terkenal dimakamkan. Selain itu makam
juga dianggap sebagai tempat gaib untuk berkomunikasi dengan roh-roh yang telah bersemayam di situ. Bahkan ada sebuah pameo di kalangan masyarakat
yang mengatakan bahwa kalau hendak mencari ketenangan dan ketentraman, pergilah ke kuburan Astuti 2002: 49.
Keyakinan mengenai makam sebagai tempat di mana seorang tokoh kharismatik dimakamkan seperti tersebut di atas sampai sekarang masih
berakar kuat bagi sebagian besar masyarakat, terutama bagi orang Jawa, sehingga bagi mereka perlu dirawat kelestariannya dan perlu diziarahi pada
waktu-waktu tertentu. Ziarah itu dilakukan paling sedikit setahun sekali, dan biasanya pada bulan Ruwah menjelang puasa yang disebut Nyadran. Selain
itu, Ziarah juga dilakukan pada hari raya Idul Fitri atau hari-hari tertentu lainnya. Penghormatan mereka tidak hanya sampai di situ saja, namun dalam
kehidupan masyarakat jika ada seseorang yang meninggal dan belum sampai berumur 1000 hari terhitung sejak pemakamannya, maka selalu diadakan
selamatan-selamatan secara tradisi, misalnya slametan 7 hari, 40 hari, 1 tahun, 2 tahun, sampai 100 hari. Di sini ada suatu kepercayaan bahwa masih ada
hubungan yang lebih kuat antara mereka yang meninggal dengan mereka yang masih hidup sebelum sampai wafatnya yang ke-1000.
Dengan demikian nyatalah bahwa anggapan terhadap makam yang merupakan sesuatu yang dianggap keramat itu merupakan nilai budaya dari
masyarakat yang bersangkutan. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya
54
merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagain besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka
anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup. Sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan
para warga masyarakat tadi Koentjaraningrat, 1994. Sebagian besar orang Jawa dalam kehidupan sehari-harinya sangat
memegang teguh nilai-nilai budaya semacam itu yang sampai sekarang tetap melekat kuat. Seperti hanya fenomena atau gejala yang ada pada masyarakat
Desa Nyatnyono Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang yang masih menghormati dan berusaha untuk menerapkan nilai budaya yang berlaku
umum di desa tersebut. Semua itu karena adanya kesadaran yang tinggi tentang nilai-nilai budaya yang mereka jalankan dan mempunyai fungsi
sebagai pedoman yang memberi, arah, tujuan maupun orientasi dalam kehidupan mereka.
Masyarakat Nyatnyono sangat percaya terhadap sesuatu yang berhubungan dan diatur oleh Yang Maha Kuasa Allah, namun manusia dapat
merasa lebih baik jika dalam kehidupannya mendapat bantuan kepada para leluhurnya atau orang yang dianggap suci kharismatik dan orang-orang yang
dimuliakan seperti; wali dan ulama yang sudah meninggal. Adanya nilai budaya tersebut merupakan bentuk akulturasi antara nilai budaya Islam yang
dianut oleh masyarakat Nyatnyono dengan nilai budaya Hindhu-Budha dan sangat menyadari bahwa untuk bertemu dengan para leluhurnya atau orang-
55
orang yang dimuliakan yang sudah meninggal, mereka harus datang ke makam.
Berdasarkan hal tersebut maka berkembang budaya di masyarakat untuk berziarah pada makam-makam para ulama yang salah satu di antaranya
tentang keberadaan makam Sunan Hasan Munadi sebagai salah satu tokoh penyebar agama Islam sebagai mubaligh atau orang yang dimuliakan auliyak
yang pernah datang ke Desa Nyatnyono, dan terdapat sejumlah makam petilasan para ulama sehingga masyarakat setempat dan masyarakat
Kabupaten Semarang dan sekitarnya pada umumnya meyakini adanya makam tersebut. Masyarakat percaya bahwa kalau mereka berziarah ke makam Sunan
Hasan Munadi di Desa Nyatnyono, maka mereka akan memperoleh berkah.
B. Pengaruh Keberadaan Makam Sunan Hasan Munadi Terhadap