Sifat Fisik dan Organoleptik Daging Ayam Broiler yang Diberi Pakan dengan Penambahan Tepung Daun Sambiloto

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM
BROILER YANG DIBERI PAKAN DENGAN
PENAMBAHAN TEPUNG
DAUN SAMBILOTO

SKRIPSI
DEDI FERNANDO

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

RINGKASAN
DEDI FERNANDO. D14202028. 2007. Sifat Fisik dan Organoleptik Daging
Ayam Broiler yang diberi Pakan dengan Penambahan Tepung Daun Sambiloto.
Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota


: Prof. Dr.Ir. Iman Rahayu Hidayati Soesanto, MS.
: Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ketiga setelah
Cina dan India. Jumlah penduduk yang besar ini merupakan sumber daya potensial
untuk pemasaran hasil ternak. Produk peternakan merupakan bahan pangan yang
mewah dan merupakan bahan pangan yang penting dalam hal pemenuhan gizi
masyarakat. Salah satu alternatif yang memungkinkan dengan melakukan budidaya
ayam broiler, karena selain memerlukan waktu yang relatif cepat juga memerlukan
luasan kandang/lahan yang relatif kecil. Upaya ini perlu didukung oleh adanya
terobosan baru agar tingkat pertumbuhan ayam broiler semakin tinggi sehingga dapat
memenuhi permintaan protein (daging) yang semakin tinggi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung
daun sambiloto terhadap sifat fisik dan organoleptik daging ayam broiler
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Diklat Agribisnis Peternakan dan
Kesehatan Hewan (BBDAPK) Cinagara, Bagian Ruminasia Besar dan Bagian
Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian menggunakan 160 ekor
DOC broiler. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial dengan protein 21%
dan energi metabolis 2700 Kkal/Kg, dan tepung daun sambiloto (Andrographis

paniculata Nees). Rancangan percobaan yang digunakan dalam uji fisik adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 level (0%; 0,2%; 0,4%; 0,6% dan 0,8%)
perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan perlakuan terdiri atas 8 ekor ayam broiler.
Setelah umur 5 minggu, ayam dipotong sampling dengan 2 ekor/perlakuan untuk
dianalisa sifat fisik dengan peubah nilai pH, keempukan dan daya ikat air dan
organoleptik dengan peubah warna, tekstur dan aroma daging. Data uji fisik yang
diperoleh dianalisa dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA). Perlakuan yang
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan
untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan tersebut, sedangkan rancangan yang
digunakan dalam uji organoleptik adalah rancangan data nonparametrik. Data yang
diperoleh dianalisa dengan menggunakan uji Kruskal Wallis.
Hasil menunjukkan pada uji fisik daging ayam broiler penambahan tepung
daun sambiloto berpengaruh sangat nyata (P6-11 Kg/g, sedangkan parameter yang dapat digunakan untuk melihat daya
mengikat air pada daging dapat dilakukan dengan melihat tingkat kelembaban
daging, daging yang lembab mengindikasikan bahwa daya mengikat daging tersebut
terhadap air cukup tinggi, sedangkan daging yang agak kering mengindikasikan daya

mengikat daging tersebut telah berkurang, hal ini biasanya ditandai dengan
penampakan warna daging yang agak kehitaman (daging DFD).
Nilai pH

Daging mengalami penurunan pH setelah pemotongan karena pembentukan
asam laktat (Forrest et al., 1975). Penimbunan asam laktat dan tercapainya pH
ultimat otot tergantung pada jumlah cadangan glikogen otot pada saat pemotongan.
Penimbunan asam laktat akan terhenti setelah cadangan glikogen otot menjadi habis
atau setelah kondisi yang tercapai, yaitu pH cukup rendah untuk menghentikan
aktiviatas

enzim-enzim

(Soeparno,1992).

glikolitik

di

dalam

proses

glikolisis


anaerob

enurut Warris et al., (1999), selama hewan hidup nilai pH otot

sekitar 7,2 dan setelah hewan mati daging menjadi asam sehingga pHnya menjadi 6
atau lebih kecil, yang disebabkan terjadinya akumulasi asam laktat yang merupakan
hasil dari pemecahan glikogen melalui proses glikolisis. Menurut Jones dan Grey
(1989), nilai pH daging penelitian relatif lebih tinggi dibandingkan pH unggas pada
umumnya.
Faktor yang mempengaruhi laju dan besarnya penurunan pH postmortem
dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ektrinsik. Faktor
intrinsik antara lain spesies, tipe otot, dan variabilitas diantara ternak, sedangkan
faktor ektrinsik antara lain adalah temperatur lingkungan, perlakuan bahan additif
sebelum pemotongan dan stres sebelum pemotongan (Soeparno, 1992)
Laju penurunan pH otot yang cepat dan ekstensif akan mengakibatkan warna
daging menjadi pucat, daya ikat protein daging terhadap cairannya menjadi rendah,
permukaan potongan daging menjadi basah karena keluarnya cairan ke permukaan
potongan daging yang disebut drip atau weep (Forrest et al.,1975). Sebaliknya pada
pH ultimat yang tinggi, daging berwarna gelap dan permukaan potongan daging

menjadi sangat kering karena cairan daging terikat secara erat oleh proteinnya
(Soeparno,1992).

Keempukan
Keempukan dan tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang
paling penting pada kualitas daging. Faktor yang mempengaruhi keempukan daging

digolongkan menjadi faktor antemortem seperti genetik termasuk bangsa, spesies dan
fisiologi, faktor umur, manajemen, jenis kelamin dan stres, serta faktor postmortem
yang diantaranya meliputi metode pemasakan dan penambahan bahan pengempuk.
Jadi keempukan bisa bervariasi diantara spesies yang sama, pemotongan karkas, dan
diantara otot, serta otot yang sama (Soeparno, 1992).
Kealotan daging juga dipengaruhi oleh kandungan protein kolagen dalam
daging. Kolagen adalah protein utama jaringan ikat. Jaringan ikat terdapat hampir di
semua komponen tubuh. Kolagen jaringan ikat mempunyai peranan yang penting
terhadap kualitas daging terutama terhadap kealotan daging. Kadar kolagen daging
berbeda diantara jenis daging, umur dan diantara daging pada karkas yang sama.
Kadar kolagen daging dipengaruhi oleh kandungan lemaknya. Kadar lemak yang
relatif tinggi akan melarutkan atau menurunkan kandungan kolagen (Soeparno,
1992).

Soeparno (1992) menyatakan, bahwa pada prinsipnya keempukkan dapat
ditentukan secara subjektif dan objektif. Penentuan keempukan daging dengan
metode subjektif dapat dilakukan dengan uji panel cita rasa yang disebut panel taste.
Pengujian secara objektif dapat dilakukan secara mekanik termasuk pengujian
kompresi (indeks kealotan daging), daya putus Warner blatzer (indikasi kealotan
miofibrilar).
Daya Ikat Air
Daya ikat air oleh protein daging atau Water Holding Capacity atau Water
Binding Capacity (WHC atau BHC) adalah kemampuan daging untuk mengikat
airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya
pemotongan daging, pemasakan, penggilingan dan tekanan (Soeparno, 1992).
Nilai WHC menurun dengan menurunnya pH. Hal ini disebabkan karena
protein rusak dalam suasana asam. Selama pelayuan (aging) pH daging menurun
sehingga WHC juga menurun (Muchtadi dan Sugiyono,1992). Soeparno (1992)
menambahkan, bahwa selain faktor pH, pelayuan dan pemasakan atau pemanasan,
daya mengikat air juga dipengaruhi oleh faktor yang menyebabkan perbedaan daya
ikat air diantara otot, misalnya spesies, umur dan fungsi otot, serta pakan, (contohnya
fedd additif), transportasi, temperatur, kelembaban, jenis kelamin, kesehatan,
perlakuan sebelum pemotongan dan lemak intramuskular.


Nilai Organoleptik
Penilaian dengan indera atau yang biasa disebut dengan penilaian
organoleptik atau penilaian sensorik merupakan cara penilaian kuno. Dalam
penilaian mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu komoditi diperlukan panel yang
bertindak sebagai instrumen atau alat. Alat ini terdiri dari orang atau kelompok yang
disebut panel yang bertugas menilai sifat atau mutu produk berdasarkan mutu produk
berdasarkan kesan subjektif. Pengukuran ini menggantungkan pada kesan atau reaksi
kejiwaan (psikis) manusia dengan jujur, spontan dan murni tanpa dipengaruhi oleh
faktor-faktor dari luar atau kecenderungan (bias), cara ini sudah banyak digunakan
untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan ( Soekarto, 1985).
Warna
Warna merupakan hal yang kompleks yang menjadi komponen utama dari
penampilan daging atau produk unggas. Penampilan dan warna suatu makanan
melibatkan organ mata dan objek (makanan) yang mereflesikan cahaya (Lyon dan
Lyon, 2001).
Menurut Soeparno (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi warna adalah
pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stres (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH
dan oksigen. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi konsentrasi pigmen mioglobin.
Lyon dan Lyon (2001) menambahkan, bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi
warna daging adalah jenis kelamin, jenis otot, umur, strain, prosedur pengolahan,

temperatur pemasakan dan pembekuan.
Menurut Forrest et al., (1975), bahwa warna daging yang normal adalah putih
keabuan sampai merah pudar atau ungu. Warna daging dapat berubah atau terjadi
penyimpangan warna menjadi coklat, merah cerah, merah pink, dan hijau. Perubahan
ini terjadi karena mioglobin bereaksi dengan senyawa lain atau mengalami
oksigenasi, oksidasi, reduksi dan denaturasi.
Tekstur
Tekstur otot dapat dibagi menjadi dua kategori, tekstur kasar dengan ikatan
ikatan serabut yang besar, dan tekstur halus dengan ikatan serabut yang kecil
(Soeparno, 1994).
Menurut Warris (2000), bahwa tiga faktor utama yang diketahui
mempengaruhi tekstur daging diantaranya panjang sarkomer, jumlah jaringan ikat

dan ikatan silangnya dan tingkat perubahan proteolitik yang terjadi selama pelayuan.
Luas dan jumlah lemak intramuskuler (marbling) juga akan membuat daging lebih
empuk, karena lemak lebih lembut dibandingkan otot. Daging unggas akan menjadi
keras jika dipotong dari karkas sebelum dimulainya rigormortis. Daging juga akan
menjadi keras jika karkas dibekukan sebelum rigormortis dimulai yang selanjutnya
dengan cepat dilelehkan (thawing) dan dimasak (Rose, 1997).
Aroma

Pembauan juga disebut pencicipan jarak jauh, karena manusia dapat
mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium aromanya
dari jarak jauh (Soekarto, 1985). Aroma atau bau dihasilkan dari substansi-substansi
volatil yang ditangkap oleh reseptor penciuman yang ada di belakang hidung, yang
selanjutnya diinterpretasikan oleh otak (Warris, 2000).
Menurut Soeparno (1994), aroma daging masak dipengaruhi oleh umur
ternak, tipe pakan, jenis kelamin, lemak, bangsa, lama penyimpanan dan kondisi
penyimpanan daging setelah pemotongan, serta jenis, lama dan temperatur
pemasakan. Aroma daging yang dimasak lebih kuat dibandingkan daging mentah,
hal itu dipengaruhi oleh metode pemasakan, jenis daging dan perlakuan daging
sebelum dimasak. (Bratzler, 1971).

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Diklat Agribisnis Peternakan dan
Kesehatan Hewan (BBDAPK) Cinagara-Bogor untuk pemeliharaan ayam. Analisa
sifat fisik dan organoleptik dilakukan di Laboratorium Ruminansia Besar dan
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan-Institut Pertanian Bogor. Penelitian di mulai sejak
bulan Juli sampai dengan Oktober 2005.

Materi
Ayam dan Pakan
Penelitian ini menggunakan 2 ekor ayam yang diperoleh secara acak dari
pemeliharaan 160 ekor ayam broiler yang dipelihara sejak DOC sampai umur lima
minggu. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial dengan protein 21% dan
energi metabolis 2700 Kkal/Kg, serta tepung daun sambiloto (Andrographis
paniculata Nees).
Kandang dan Peralatan
Pemeliharaan ayam sejak DOC dalam kandang sebanyak 20 petak, dengan
masing-masing petak kandang berisi 8 ekor ayam dengan luasan 1x1x1m3,
dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum. Peralatan lain yang dipakai
adalah timbangan, gayung, sekam, label, pisau, listrik (pemanas) dan cutter grinder.
Obat,Vitamin dan Vaksin
Obat-obatan yang digunakan dalam penelitian adalah obat therapy untuk
penyakit pernafasan. Vitamin yang digunakan adalah vitachick dan vitastres serta
vaksin ND lasota strain H12 untuk mencegah penyakit tetelo.
Bahan dan Alat Uji Fisik dan Organoleptik
Bahan-bahan dan alat yang digunakan adalah daging bagian dada dan bagain
paha, termometer, pH meter, warner bratzler, correr, planimeter, penetrometer,
carper press, timbangan digital, panci, kompor, ember, nampan, plastik HDPE, pisau

dan label.

Prosedur
Pembuatan Tepung Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)
Cara yang dilakukan untuk mendapatkan tepung daun sambiloto adalah
sebagai berikut:
1.

Daun sambiloto (sebanyak yang diperlukan) dijemur di bawah terik panas
matahari (± 8 jam) hingga terlihat kering lalu dihancurkan

2.

Daun sambiloto yang telah hancur lalu dioven dengan suhu 50oC selama ± 12
jam agar kadar airnya benar-benar minimal (sekitar 10 %)

3.

Daun sambiloto kering yang telah hampir menjadi bubuk lalu digiling dengan
menggunakan cutter grinder sampai halus seperti tepung.

Pemeliharaan Ayam
Ayam DOC sebanyak 160 ekor dipelihara dalam 20 kandang beralas litter
berukuran 1x1x1 cm3. Setiap kandang merupakan kombinasi dari tiap-tiap perlakuan,
yaitu perlakuan penambahan tepung daun sambiloto (0,2%; 0,4%; 0,6% dan 0,8%)
dengan empat kali ulangan tiap perlakuan. Tiap kandang berisi 8 ekor ayam yang
dilengkapi dengan tempat makan dan tempat minum yang terbuat dari plastik.
Selama pemeliharaan ayam diberi vaksin ND lasota strain H12, obat penyakit
pernafasan dan vitamin. Pemeliharaan dilakukan selama 5 minggu, yang kemudian
dipotong untuk diambil karkasnya.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel untuk sifat fisik dan uji organoleptik dilakukan dengan
mengambil dua ekor ayam secara acak dari masing-masing kombinasi perlakuan
untuk diambil dagingnya. Sampel yang digunakan untuk analisa sifat fisik adalah
bagian dada, sedangkan untuk uji organoleptik sampel diambil dari bagian paha.
Analisa Sifat Fisik dan Organoleptik
Analisa sifat fisik daging dilakukan di Laboratorium Ruminasia Besar selama
±3

jam, sedangkan pengujian organoleptik dilakukan di Laboratorium Teknologi

Hasil Ternak selama ± 2 jam.
Nilai pH (Ockerman, 1983).

Pengukuran nilai pH karkas dilakukan dengan

menggunakan karkas yang dilarutkan dahulu dengan menggunakan aquades
(kandungan pH netral), lalu nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter. Sampel

sebanyak 10g +100ml aquades di blender (1menit) lalu diukur dengan mengunakan
pH meter yang telah dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan cairan dengan
pH 7 dan cairan dengan pH 4.
Daya Ikat Air (Soeparno,1992). Pengukuran nilai daya ikat air dilakukan dengan
menggunakan alat carper press dan planimeter. Karkas yang akan diuji dipotong
sebanyak 0,3g lalu di letakkan di atas kertas saring dan ditutup dengan kertas saring
di atasnya, setelah itu diletakkan di atas carper press (Kg/cm2) dan dilakukan
penekanan secara maksimal hingga terbentuk lingkaran cairan (lingkaran diluar) dan
lingkaran terluar daging (lingkaran dalam), lalu dilakukan perhitungan luas areal
basah dengan menggunakan alat planimeter dengan rumus:
LL –LD cm2
100

Luas Areal Basah =

Keterangan:
LL= Luas lingkaran luar
LD= Luas lingkaran dalam
setelah itu dilakukan penghitungan total kandungan H2O yang keluar dari dalam
sampel dengan menggunakan rumus:
mgH2O = Luas areal basah X 6,45 - 8
0,0948
dan presentase dari mgH2O,

mgH2O(%) =

Keempukan (Soeparno, 1992).

mgH20 X 100%
300

Pengukuran nilai keempukan daging dilakukan

dengan menggunakan alat penetrometer. Daging yang sedang direbus, diukur suhu
internal daging hingga mencapai 80OC (± 0,5 jam). Lalu diangkat, didinginkan dan
diambil dengan Correr sebanyak 2x2x2cm3. Pengambilan sampel dilakukan dengan
cara mengikuti alur serat karkas. Sampel diletakkan di atas Warner bratzler dan
dilakukan penekanan hingga sampel putus atau batas maksimal didapatkan, sehingga
didapatkan nilai keempukan daging (Kg/g) .
Uji Organoleptik terhadap Warna, Tekstur dan Bau. Penilaian dengan indera
atau yang biasa disebut dengan penilaian organoleptik atau penilaian sensorik
merupakan cara penilaian kuno. Penilaian mutu atau analisis sifat-sifat sensorik suatu
komoditi diperlukan panel yang bertindak sebagai instrumen atau alat. Alat ini terdiri

dari orang atau kelompok yang disebut panel yang bertugas menilai sifat atau mutu
produk berdasarkan mutu produk berdasarkan kesan subjektif. Pengukuran ini
menggantungkan pada kesan atau reaksi kejiwaan (psikis) manusia dengan jujur,
spontan dan murni tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar atau kecenderungan
(bias), (Soekarto, 1985).
Pengujian organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji hedonik, dengan
jumlah panelis sebanyak 87 orang, dengan cara sebagai berikut:
1. Sampel (daging paha) dipotong sama rata dengan ukuran 2x2x2 cm3 dan
dimasukkan kedalam plastik serta diberi label
2. Setiap meja uji diletakkan 5 jenis sampel dan form. penilaian akan warna,
tekstur serta aroma daging
3. Setiap form. penilaian terdiri atas sangat suka, suka, netral, tidak suka dan
sangat tidak suka.
Pengujian dilakukan di Laboratoium Teknologi Hasil Ternak selama ± 3 jam
dengan cara panelis masuk melakukan pengujian secara bergantian setelah
sebelumnya diberi pengarahan terlebih dahulu.
Rancangan
Perlakuan
Perlakuan pemberian pakan pada saat pemeliharaan terdiri dari lima macam
ransum, yaitu:
R0

: pakan komersial (tanpa penambahan tepung sambiloto)

R1

: pakan komersial + 0,2% tepung daun sambiloto

R2

: pakan komersial + 0,4% tepung daun sambiloto

R3

: pakan komersial + 0,6% tepung daun sambiloto

R4

: pakan komersial + 0,8% tepung daun sambiloto

Model
Rancangan percobaan yang digunakan dalam pemeliharaan ayam adalah
rancangan acak lengkap pola searah 5 x 4 dengan empat kali ulangan. Model
rancangan yang digunakan adalah (Mattjik dan Sumertajaya, 2002) sebagai berikut:

Yij =

+ i + ij

Yij : nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-j yang mendapat perlakuan
pakan ke-i
: nilai rata-rata sesungguhnya
i

: pengaruh perlakuan pakan ke-i

ij

: pengaruh galat dari satuan percobaan ke-j yang mendapat perlakuan pakan
ke-i

Peubah
Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi daya ikat air (DIA), pH,
keempukan dan uji organoleptik yang meliputi warna, aroma dan tekstur daging.
Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisa berdasarkan metode pengujiannya, diantaranya:
Uji Fisik. Data uji fisik yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA, jika terdapat
pengaruh yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan.
Uji Organoleptik. Data yang diperoleh pada uji organoleptik dianalisis dengan uji
nonparametrik (Uji Kruskal Wallis) dengan rumus (Mattjik dan Sumertajaya, 2002)
sebagai berikut:
H=

12
n(n+1)

Ri2 – 3 (n+1)
ni

Ket : Ri = Jumlah peringkat (rank) dari perlakuan ke-i
n = Jumlah pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisik
Sifat fisik yang diukur dalam penelitian ini adalah nilai pH, Daya Ikat Air,
dan nilai keempukan daging. Nilai rataan dan standar deviasi sifat fisik disajikan
pada Tabel.2 berikut.
Tabel 2. Nilai Sifat Fisik Daging Dada Ayam
Peubah
0
pH

6,58±0,21

Keempukan

2,10±0,66

DMA (% mgH2O)

Perlakuan (%)
0.4

0.2
6,52±0,10

6,65±0,11

2,76±0,91
B

30,22±2,70

37,19±1,82

0,8

6,46±0,13

2,79±0,36
A

0,6

6,55±0,10

2,44±0,32
B

30,50±1,57

2,38±0,46
A

36,52±2,35

28,29±3,25B

Keterangan: Superscript huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan
sangat nyata (p6-11 Kg/g. Hasil uji fisik menunjukkan bahwa daya iris
Warner bratzler memiliki nilai dalam kisaran normal rendah (0-3), hal ini diduga
karena perlakuan sebelum pemotongan, sehingga menyebabkan ayam stres,
akibatnya terjadi ikatan aktin-miosin yang kuat, sehingga indikasi tingkat kealotan
miofribrial menjadi lebih tinggi. Secara fisik hal ini disebabkan tingginya nilai pH
daging kontrol, sehingga menyebabkan nilai keempukan daging tinggi, dimana

seperti yang dinyatakan oleh Bouton dan Pederson (1971), bahwa hubungan pH
dengan keempukan daging adalah searah. Daging dengan pH tinggi mempunyai
keempukan yang lebih tinggi daripada daging dengan pH rendah.
Daya Ikat Air
Menurut Soeparno (1992), daya ikat air oleh protein daging atau Water
Holding Capacity atau Water Binding Capacity (WHC atau BHC) adalah
kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada
pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemasakan, penggilingan
dan tekanan. Nilai daya ikat air dilihat dari persentase keluaran air (mgH2O) dari

N ila i m g H 2 O (% )

dalam daging. Nilai mgH2O antar perlakuan disajikan pada Gambar 2.

40
35
30
25
20
15
10
5
0
0

0,2

0,4

0,6

0,8

P e r s e n t a s e s a mb ilo t o

Gambar 2. Nilai mgH2O Daging Ayam Broiler dengan Penambahan Tepung
Daun Sambiloto.
Nilai mgH2O yang tinggi menunjukkan daya mengikat air yang rendah
Daging unggas secara normal mempunyai kandungan air sekitar 70%-75%
(Charles,1993; Smith dan Acton, 2001). Hasil penelitian menunjukkan nilai daya ikat
air pada daging perlakuan tepung daun sambiloto 0,2% dan 0,6% cenderung lebih
rendah dibandingkan dengan daging kontrol dan daging perlakuan penambahan
tepung daun sambiloto 0,4% dan 0,8%, karena daging dengan perlakuan 0,4% dan
0,8% dapat mempertahankan kandungan air seperti kandungan air daging kontrol,
yaitu dengan dapat menahan laju keluaran air sekitar ± 70% dan 72%. Hasil uji fisik
pada tabel 2 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P