Kerangka Teori Perjanjian Pemasangan Papan Reklame Antara PT. Sumo Internusa Indonesia Advertising dengan PT.Samsung Elektronik Indonesia di Medan

18 terjadi kerugian karena keadaan memaksa force majeure dalam pemasangan papan reklame tersebut. 2. Yulizar Andythia NIM : 097011091, dengan judul Tanggung Jawab Lembaga Penyiaran Radio Dan Produsen Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Pemasangan Iklan. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut di atas meliputi ruang lingkup hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemasangan iklan melalui radio, bagaimana penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan perjanjian pemasangan iklan radio tersebut dan perlindungan pemerintah terhadap lembaga penyiaran dan konsumen dari iklan yang menyesatkan. Substansi permasalahan yang dibahas didalam penelitian tersebut di atas adalah berbeda pembahasannya dengan pembahasan dalam penelitian ini. Oleh karena itu penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atas butir-butir pendapat teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan, pegangan teoritis. 17 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan 17 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung 1994, hal 80. Universitas Sumatera Utara 19 pedomanpetunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati 18 . Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan recht gewichtigeheid, kemanfaatan dan kepastian hukum rechtzekerheid. 19 Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil, untuk mencapai kedamaian hukum, harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan penyatuan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh hak-haknya sesuai hukum yang berlaku dalam hal mewujudkan keadilan. 20 Menurut W. Friedman, suatu undang-undang harus memberikan keadaan yang sama kepada semua pihak, walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut. 21 Pembahasan tentang hubungan perjanjian para pihak pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan masalah keadilan. Perjanjian sebagai wadah yang mempertemukan kepentingan satu dan lain pihak menuntut bentuk pertukaran kepentingan yang adil. Oleh karena itu teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori keadilankeseimbangan yang dipelopori oleh Aristoteles. Keadilankeseimbangan menurut Aristoteles adalah suatu tindakan untuk memperlakukan setiap orangpihak sebagai subjek hukum secara seimbang proporsional sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing. 22 Di dalam karya 18 Lexy J Molloeng, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal 35. 19 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum suatu kajian Filosofi dan Sosiologi. Pernada Media, Jakarta, hal 85. 20 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. hal 57. 21 W. Friedman, Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kasus atas teori-teori hukum, diterjemahkan dari buku aslinya legal Theory terjemahan Muhammad. 22 K. Bertens, Etika Bisnis, Kanisius, Yogyakarta, 2000, hal 86. Universitas Sumatera Utara 20 ilmiahnya yang berjudul “Nichomacthean Ethics”, Aristoteles menjabarkan keadilankeseimbangan tersebut menjadi 3 tiga pengertian yaitu : a. Keadilan distributif distributive justice, yang mempunyai pengertian dimana semua hak-hak dan keuntungan harus dibagi secara adil. b. Keadilan retributif retributive justice, dimana hak-hak dan keuntungan dibagi berdasarkan andil atau jasa-jasanya. c. Keadilan kompensatoris compensatory justice, dimana hak-hak dan keuntungan dibagikan kepada pihak lain berdasarkan besar kerugian yang dideritanya. 23 Dari beberapa pengertian tentang keadilan tersebut di atas, keadilan distributif dipandang sebagai awal mula segala jenis teori keadilan. Dinamika keadilan yang berkembang di masyarakat dalam telaah para ahli hukum pada umumnya berlandaskan pada teori keadilan distributif, meskipun dengan berbagai versi dan pandangan masing-masing, oleh karena itu dalam suatu perjanjian harus dilandasi pemikiran proporsional yang terkandung dalam keadilan distributif. Keadilan dalam melaksanakan perjanjian lebih termanifestasi apabila kepentingan para pihak terdistribusi sesuai dengan hak dan kewajibannya secara proporsional. 24 Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri dari 18 Bab dan 631 Pasal, dimulai dari Pasal 1233 sampai dengan pasal 1864 KUH Perdata. Secara garis besar, perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata adalah perjanjian jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, kerja, perkumpulan, hibah, penitipan barang, 23 Otje Salman, Teori Hukum. Rajawali Press, 2009. Hal. 52. 24 Munir Fuady, Hukum Kontrak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal 38. Universitas Sumatera Utara 21 pinjam pakai bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa penanggung utang dan perdamaian. Dalam teori ilmu hukum perjanjian-perjanjian di atas disebut dengan istilah perjanjian nominaat. Di luar KUH Perdata dikenal pula perjanjian lainnya, seperti perjanjian joint venture, produce sharing, franchise, perjanjian kerja sewa dan lain sebagainya. Perjanjian jenis ini disebut innominaat yaitu perjanjian yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat. Keberadaan perjanjian baik nominaat maupun innominaat tidak terlepas dari adanya sistem yang berlaku dalam hukum perjanjian itu sendiri. 25 Sistem pengaturan hukum perjanjian adalah sistem terbuka open system yang mengandung kebebasan untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam undang-undang. Dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata secara tegas menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Jika dianalisa lebih lanjut maka ketentuan Pasal tersebut memberikan kebebasan para pihak untuk : 26 1. Membuat atau tidak membuat perjanjian; 2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun; 3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; 4. Menentukan bentuk perjanjian apakah tertulis atau lisan. 25 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung 1995, hal 29. 26 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1996, hal 43. Universitas Sumatera Utara 22 Hukum perjanjian adalah bagian dari hukum perdata Privat. Hukum ini memusatkan perhatian pada kewajiban untuk melaksanakan kewajiban sendiri Self Limpoused Obligation. Disebut sebagai bagian dari hukum perdata disebabkan karena pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian murni menjadi tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perjanjian. 27 Dalam suatu perjanjian terdapat 5 lima asas yang dikenal dalam ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum, asas itikad baik dan asas kepribadian. 28 Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa asas kebebasan berkontrak termaktub dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pihak yang sepakat melakukan perjanjian dianggap mempunyai kedudukan yang seimbang serta berada dalam situasi dan kondisi yang bebas menentukan kehendaknya untuk melakukan perjanjian. Kebebasan berkontrak juga ditegaskan dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu kesepakatan ini dibuat harus bersifat bebas. Kesepakatan tidaklah sah apabila diberikan berdasarkan kekuatan atau diperbolehnya dengan penipuan atau paksaan. 29 Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan bahwa salah satu syarat sahnya suatu perjanjian adalah 27 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni Bandung, 1994, hal 16 28 Qirom A. Meliala, Pokok-pokok Hukum Perikatan beserta perkembangannya, Liberty Yogyakarta, 1985, hal 18. 29 Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 34. Universitas Sumatera Utara 23 adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian. Asas kepastian hukum yang lazim disebut juga dengan asas Pacta Sunt Servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini mensyaratkan bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah Undang-Undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Asas itikad baik good faith tercantum dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang menyatakan perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik oleh para pihak yang mengikatkan diri ke dalam perjanjian tersebut. Asas itikad baik dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, harus memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik mutlak, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma yang obyektif. Asas kepribadian rechtpersonality merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian harus menyatakan kehendaknya dan kesediaannya untuk mengikatkan diri. Pernyataan kedua belah pihak yang memiliki kesesuaian inilah yang disebut dengan kesepakatan konsensus 30 . Pasal 1337 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Penilaian terlarang dalam hal ini adalah apabila 30 RM. Suryodiningrat, Asas-asas Hukum Perikatan,Tarsito, Bandung, 1985, hal 23. Universitas Sumatera Utara 24 objek yang diperjanjikan merupakan sesuatu yang terlarang, atau berlawanan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Peristiwa pengikatan diri kedalam satu perjanjian ini menimbulkan suatu hubungan hukum antara pihak-pihak yang melakukan perjanjian yaitu berupa suatu perikatan yang mengandung janji atau kesanggupan atas apa yang diucapkan atau dituliskan oleh para pihak yaitu pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban. 31 Dari rumusan di atas dapat dikatakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum yang lahir dari adanya kesepakatan antara dua pihak atau lebih, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya pada lapangan harta kekayaan dan pihak kedua berhak untuk menuntut prestasi yang disepakati bersama. Pasal 1330 KUH Perdata menyatakan tentang orang-orang yang dipandang tidak cakap bertindak membuat perjanjian yaitu : 1. Orang yang belum dewasa sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 330 KUH Perdata yaitu mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin. 2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan sebagaimana yang dinyatakan oleh Pasal 433 KUH Perdata yaitu mereka yang ditaruh di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dirinya sakit otak atau 31 Munir Fuady, Op Cit, hal 42. Universitas Sumatera Utara 25 mata gelap atau terlalu boros, sehingga tidak mampu bertanggung jawab atas kepentingan sendiri karena itu dalam melakukan suatu perbuatan hukum mereka diwakili oleh pengampunya curator. 32 3. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang pada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu. Hal ini termaktub dalam Pasal 1467 KUH Perdata bahwasanya antara suami isteri tidak diperbolehkan persetujuan jual beli Pasal 1678 KUH Perdata juga menentukan bahwa antara suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan dilarang mengadakan penghibahan. Namun ketentuan ini tidak berlaku terhadap hadiah-hadiah atau pemberian benda-benda bergerak yang harganya tidak terlalu tinggi mengingat kemampuan penghibah. Perjanjian Pemasangan Papan Reklame antara PT. Samsung Elektronik Indonesia dengan PT. Sumo Internusa Indonesia Advertising merupakan perjanjian innominaat on benoemde. Perjanjian innominaat biasa juga disebut sebagai perjanjian tidak bernama ongenoemde overeenkomst yang merupakan keseluruhan kaidah hukum yang mengkaji berbagai perjanjian yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat dan perjanjian tersebut belum dikenal pada saat KUH Perdata diundangkan. 33 Perjanjian innominaat tak bernama dapat diartikan sebagai perjanjian-perjanjian yang muncul dan berkembang dalam masyarakat karena kebutuhan masyarakat itu sendiri. Contoh Perjanjian innominaat tak bernama 32 Wirjono Prodjo Dikoro, Asas Hukum Perdata, SUMUR, Bandung, 1992, hal 7. 33 Ridwan Susanto, Perjanjian-perjanjian Di Luar KUH Perdata, Prenada Media, 2010, hal 10. Universitas Sumatera Utara 26 tersebut antara lain adalah; perjanjian production sharing, joint venture, perjanjian karya, leasing, beli sewa, franchise, perjanjian konstruksi dan termasuk perjanjian pemasangan papan reklame yang akan dibahas dalam tulisan ini. Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian innominaat tak bernama adalah sebagai berikut : 1. Adanya kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis; 2. Adanya subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban subyek hukum dalam perjanjian innominaat adalah debitor dan kreditor, badan pelaksanaan badan usaha atau tetap, pengguna jasa dan penyedia jasa dan lain-lain; 3. Adanya obyek yang erat kaitannya dengan prestasi, pokok prestasi dalam perjanjian innominaat tergantung pada jenis perjanjian yang menjadi pokok prestasinya. Di dalam penulisan ini yang menjadi pokok prestasi adalah melaksanakan pemasanganpendirian papan reklame untuk produk elektronik handphone merek Samsung di Jalan Jemadi Simpang Jalan Krakatau Medan. 34 Hukum perjanjian diatur dalam buku III KUH Perdata yaitu pada Pasal 1319 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, “Semua perjanjian baik mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu”. Ketentuan ini mensyaratkan bahwa perjanjian, baik yang mempunyai nama dalam KUH Perdata maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu tidak bernama tunduk pada buku III KUH Perdata. 34 Amir Rusdi, Perjanjian Dagang, Media Computindo, Jakarta, 2008, hal 16. Universitas Sumatera Utara 27 Dengan demikian para pihak yang mengadakan perjanjian innominaat tidak hanya tunduk pada berbagai peraturan yang mengaturnya, tetapi para pihak juga tunduk pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata. Berbagai ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang perjanjian innominaat yang terdapat di luar KUH Perdata, diantaranya adalah artikel 1355 NBW, Stb 1973 Nomor 289 tentang Beli Sewa Rumah, Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba Franchise, Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan Perindustrian dan Perdagangan Nomor Kep-122MKIV121974, Nomor 32MSK21974 dan Nomor 30KPBI1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Secara khusus, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perjanjian innominaat dapat dilihat dalam ketentuan-ketentuan sebagaimana yang telah disebutkan di atas. KUH Perdata merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang bersifat umum, sedangkan ketentuan hukum yang mengatur perjanjian innominaat merupakan ketentuan hukum yang bersifat khusus. Dengan demikian berlaku asas “Lex Specialis derogate lex generali”, yang artinya undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum. Pada saat undang- undang yang bersifat khusus tidak mengatur secara rinci tentang masalah hukum tertentu, maka dapat digunakan undang-undang yang bersifat umum. Pasal 1320 KUH Perdata bila dihubungkan dengan Pasal 1335 Juncto Pasal 1337 KUH Perdata, diatur sebagai tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para Universitas Sumatera Utara 28 pihak dalam hubungan perjanjian yang mereka buat, sedangkan isi perjanjian terkait dengan penentuan sifat serta luasnya hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan perjanjian para pihak terkait dengan substansi hak dan kewajiban yang saling dipertukarkan oleh para pihak. 35 Pada dasarnya setiap perjanjian yang dibuat para pihak harus dapat dilaksanakan dengan sukarela atau dengan itikad baik oleh masing-masing pihak. Namun dalam kenyataannya perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak sering kali menimbulkan sengketa. Untuk itu diperlukan suatu pranata hukum untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Pola penyelesaian sengketa dalam bidang perjanjian dapat dikelompokkan menjadi 3 tiga bagian besar yaitu : 1. Melalui jalur musyawarah mufakat yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak; 2. Melalui jalur mediasi dengan menggunakan mediator, atau melalui jalur alternatif penyelesaian sengketa alternative dispute resolution; 3. Melalui litigasi pengadilan.

2. Konsepsi