Tinjauan Yuridis Terhadap Konsekuensi Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame(Studi Pada Pt. Bensatra)

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONSEKUENSI YANG TERJADI DALAM PERJANJIAN PEMASANGAN PAPAN REKLAME

(STUDI PADA PT. BENSATRA) S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NOVIZA AMALIA

110200510

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONSEKUENSI YANG TERJADI DALAM PERJANJIAN PEMASANGAN PAPAN REKLAME

(STUDI PADA PT. BENSATRA)

SKRIPSI

Oleh :

NOVIZA AMALIA 110200510

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

( Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum ) NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

( Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum ) ( Dr. Yefrizawati, S.H., M.Hum ) NIP. 196603031985081001 NIP. 197512102002122001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Alhamdulillah atas segala karunia dan hidayah-Nyalah sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membimbing umat manusia dari masa kegelapan menuju jalan yang terang benderang.

Penulisan skripsi ini adalah sebagai suatu persyaratan untuk kelak memperolah gelar Sarjana Hukum Jurusan Keperdataan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itu, guna memenuhi persyaratan tersebut, disusun skripsi dengan judul : “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONSEKUENSI YANG TERJADI DALAM PERJANJIAN PEMASANGAN

PAPAN REKLAME (STUDI PADA PT. BENSATRA)”.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, baik dalam segi penguasaan susunan bahasa ataupun substansi isi. Oleh sebab itu, penulis dengan kerendahan hati sangat mengharapkan adanya kritikan dan saran-saran yang mendukung demi terwujudnya kesempurnaan penulisan ini.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik, kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:


(4)

1. Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syarifuddin Hasibuan, SH. MH. DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta Bapak Dr. Ok. Saidin, SH. M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H. M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I penulis yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan arahan-arahan serta bimbingan di dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Rabiatul Syariah, S.H. M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Yefrizawati, S.H. M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan arahan-arahan serta bimbingan di dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpustakaan serta para pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada Bapak H. Ajie Karim dan seluruh pegawai PT. Bensatra yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan perjanjian pemasangan papan reklame.


(5)

8. Kepada Ayahanda (Alm) H. Asri dan Ibunda (Almh) Hj. Khairina Zannin yang terlebih dahulu meninggalkan dunia ini sebelum penulis menyiapkan penulisan ini. Terima Kasih Ayah dan Mama yang telah menjadi orang tua terhebat, yang selalu memberikan motivasi, nasehat, cinta, perhatian, dan kasih sayang serta doa sedari kecil yang tentu takkan bisa penulis balas. Skripsi ini penulis persembahkan buat Ayah dan Mama, love you so much Ayah and Mama.

9. Kepada adik-adik penulis Siti Humairah, M. Haikal, Ibni Rafif Sakhiy, dan M. Dias Putera yang tersayang. Terima kasih selalu memberikan kasih sayang dan semangat yang besar kepada penulis untuk keberhasilan.

10.Kepada Nenek Hj. Nurrahmah, Ibu Indriani, dan Bapak H. Chairil Lufhti selaku nenek dan orang tua pengganti penulis yang selalu memberikan nasihat-nasihat yang sangat berarti dalam kehidupan penulis agar bisa menjadi orang yang berguna untuk orang lain dan sukses kedepannya. Serta

saudara-saudara penulis: Om Izan, Bu’ Ian, Kak Ina, Karina, Aidil, Sarah, Feby,

Maura, dan Evelyn.

11.Kepada teman spesial penulis Rizki Prananda Tambunan serta Ibu Hj. Syafridar dan Bapak H. Sahat Prawira Tambunan yang sangat peduli serta memberikan perhatian dan semangat untuk penulis agar terus maju. Terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.

12.Kepada sahabat-sahabat yang penulis sayangi : Siwi, Dila, Winda, Able, Sherley, dan Mia. Serta teman-teman terdekat penulis di kampus yang selalu geger : Dyan, Lia, Feby, Devy, Intan, Inal, Denny, Rahman, Haris, Fadel,


(6)

Wahyu, Danil, Nanda, Ricky, dan Hafizam. Terima kasih atas doa, dukungan, dan bantuan untuk penulis selama ini.

13.Kepada Mahasiswa/i Fakultas Hukum USU stambuk 2011 yang selama menjalani perkulihan.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Februari 2015 Penulis


(7)

ABSTRAK

Dr. Hasim Purba S.H, M.Hum* Dr. Yefrizawati, S.H., M.Hum**

Noviza Amalia***

Pada zaman berkembang pada saat ini manusia berupaya dalam melakukan promosi terhadap produksi barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen. Untuk itu dalam upaya melakukan promosi banyak cara untuk melakukannya, salah satunya yang paling dikenal dan sering dilihat adalah iklan yang dipasang pada papan reklame. Dalam hal pemasangan papan reklame, terjadi perjanjian pemasangan reklame antara pihak pemasang iklan dengan pihak biro

advertising. PT. Bensatra selaku pihak biro advertising dan pihak pemasanga

iklan mengikatkan diri dalam suatu perjanjian pemasangan papan reklame. permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana penerapan asas kebebasan berkontrak, bagaimana prosedur pemasangan papan reklame, dan bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanijian pemasangan papan reklame antara PT. Bensatra dengan pemasang iklan.

Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara. Analisis data dalam penelitian ini adalah kualitatif.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa perjanjian pemasangan papan reklame pada PT. Bensatra dibuat berdasarkan hasil persetujuan yang dikehendaki oleh kedua belah pihak sesuai dengan penerapan asas kebebasan berkontrak, yaitu substansi dan isi kontrak sesuai kesepakatan para pihak dalam perjanjian. Prosedur pemasangan papan reklame pada PT. Bensatra menyesuaikan pada perundang-undangan yang berlaku, yaitu Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Penataan Reklame yang dilakukan melalui Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan. Mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian diutamakan secara perundingan (musyawarah) antar pihak, apabila hasil perundingan tidak berhasil maka penyelesaian sengketa antar pihak dilakukan melalui pengadilan.

Kata Kunci : Perjanjian, Konsekuensi, Pemasangan Papan Reklame

*

Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Keaslian Penulisan ... 9

F. Metode Penelitian... 11

G. Sistematika Penulisan... 14

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian ... 16

B. Asas–asas Perjanjian ... 19

C. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian ... 24

D. Akibat Hukum Adanya Suatu Perjanjian ... 31

E. Akibat Wanprestasi dalam Suatu Perjanjian ... 32

F. Hapusnya Perjanjian... 35

BAB III PERJANJIAN PEMASANGAN PAPAN REKLAME A. Tinjauan Umum Reklame 1. Pengertian Reklame ... 37

2. Pengaturan Tentang Reklame ... 38

3. Bentuk-bentuk Reklame ... 39


(9)

B. Perjanjian dan Pemasangan Papan Reklame

1. Perjanjian Pemasangan Papan Reklame Umumnya ... 43 2. Para Pihak dalam Perjanjian Pemasangan Papan

Reklame... 48 3. Prosedur dalam Pemasangan Papan Reklame ... 49

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONSEKUENSI YANG

TERJADI DALAM PERJANJIAN PEMASANGAN PAPAN REKLAME (STUDI PADA PT. BENSATRA)

A. Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak dalam

Perjanjian Pemasangan Papan Reklame di PT. Bensatra ... 55 B. Prosedur Pemasangan Papan Reklame melalui

PT. Bensatra ... 66 C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa dalam

Perjanjian Pemasangan Papan Reklame Pada

PT. Bensatra ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 80 B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(10)

ABSTRAK

Dr. Hasim Purba S.H, M.Hum* Dr. Yefrizawati, S.H., M.Hum**

Noviza Amalia***

Pada zaman berkembang pada saat ini manusia berupaya dalam melakukan promosi terhadap produksi barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen. Untuk itu dalam upaya melakukan promosi banyak cara untuk melakukannya, salah satunya yang paling dikenal dan sering dilihat adalah iklan yang dipasang pada papan reklame. Dalam hal pemasangan papan reklame, terjadi perjanjian pemasangan reklame antara pihak pemasang iklan dengan pihak biro

advertising. PT. Bensatra selaku pihak biro advertising dan pihak pemasanga

iklan mengikatkan diri dalam suatu perjanjian pemasangan papan reklame. permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana penerapan asas kebebasan berkontrak, bagaimana prosedur pemasangan papan reklame, dan bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanijian pemasangan papan reklame antara PT. Bensatra dengan pemasang iklan.

Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara. Analisis data dalam penelitian ini adalah kualitatif.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa perjanjian pemasangan papan reklame pada PT. Bensatra dibuat berdasarkan hasil persetujuan yang dikehendaki oleh kedua belah pihak sesuai dengan penerapan asas kebebasan berkontrak, yaitu substansi dan isi kontrak sesuai kesepakatan para pihak dalam perjanjian. Prosedur pemasangan papan reklame pada PT. Bensatra menyesuaikan pada perundang-undangan yang berlaku, yaitu Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Penataan Reklame yang dilakukan melalui Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan. Mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian diutamakan secara perundingan (musyawarah) antar pihak, apabila hasil perundingan tidak berhasil maka penyelesaian sengketa antar pihak dilakukan melalui pengadilan.

Kata Kunci : Perjanjian, Konsekuensi, Pemasangan Papan Reklame

*

Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sejak dahulu manusia berusaha memenuhi segala kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia berusaha memperoleh segala kebutuhan dengan berbagai cara, baik melalui perbedaan adat-istiadat, hukum, institusi, maupun teknologi.1

Pemenuhan kebutuhan manusia yang beraneka ragam tersebut memicu adanya persaingan bisnis di antara perusahaan-perusahaan yang memproduksi berbagai jenis barang dan jasa. Persaingan bisnis perusahaan-perusahaan itu sendiri dapat memproduksi barang dan jasa baik yang memiliki jenis yang sama maupun berbeda kualitas yang sedang maupun yang lebih baik. Sehingga perusahaan-perusahaan dalam memasarkan produknya kepada masyarakat atau publik memiliki cara untuk memperkenalkan dan memasarkan hasil produk perusahaannya masing-masing. Kondisi persaingan bisnis ini terlihat dalam perusahaan yang mempromosikan produknya tersebut dengan berbagai cara yang menarik sedemikian rupa untuk menarik daya minat masyarakat selaku konsumen untuk memiliki dan menggunakan produk hasil perusahaannya, misalnya berupa memberikan hadiah atau harga produk yang miring.2

Tujuan utama dari promosi ini adalah untuk memperkenalkan produk kepada konsumen agar mendapat perhatian konsumen sehingga konsumen melihat

1

Kustadi Suhandang, Periklanan: Manajemen, Kiat dan Strategi, (Bandung: Nuansa, 2010) hal. 7

2

Nazwa Muis, Analisis Terhadap Risiko Hukum Yang Terjadi Dalam Perjanjian

Pemasangan Papan Reklame (Studi Kasus Di Kota Medan), (Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005 hal. 1


(12)

serta mendengarkan apa yang dipromosikan untuk meningkatkan penjualan dari perusahaan. Berkaitan dengan promosi inilah berbagai perusahaan bersaing dengan berlomba-lomba memperkenalkan dan mempromosikan produknya agar mengikat daya tarik serta minat terhadap konsumen dengan menggunakan iklan.

Istilah iklan juga sering dinamai dengan sebutan yang berbeda-beda. Di Amerika sebagaimana halnya di Inggris, disebut dengan advertising. Sementara di Perancis disebut dengan reclamare yang kemudian sering dikenal sebagai reklame. Reklame berasal dari bahasa Spanyol yaitu Re dan Clamos. Sedangkan dalam bahasa latin Re dan Clame. Re artinya berulang-ulang sedangkan Clame atau Clamos artinya berteriak, sehingga secara bahasa reklame adalah suatu teriakan/seruan yang ulang, atau meneriakkan sesuatu secara berulang-ulang. 3

Sebenarnya di Indonesia sendiri istilah iklan sering disebut dengan istilah lain yaitu advertensi dan reklame. Kedua istilah tersebut diambil begitu saja dari bahasa aslinya yaitu bahasa Belanda dan Prancis. Namun kini sebutan kata iklan lebih sering digunakan dibanding dengan istilah advertensi dan reklame.

Iklan menurut Kamus Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 2005,

“Iklan adalah berita pesan untuk mendorong, membujuk, khalayak ramai

agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan”.4

Menurut Wright, iklan merupakan suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu

3

Muhammad Jaiz,Dasar-dasar Periklanan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2001) hal. 1

4

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta, PT Balai Pustaka, 2005)


(13)

menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif.5

Tanpa iklan para produsen dan distributor tidak akan dapat menjual barangnya, sedangkan di posisi lain para pembeli tidak akan memiliki informasi yang memadai mengenai produk-produk barang yang tersedia di pasar.6 Penggunaan iklan yang sudah berkembang menjadi suatu sistem komunikasi maka dimaksudkan agar mendapatkan suatu tanggapan baik dari masyarakat, yang menarik suatu perhatian untuk melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhannya. Penggunaan iklan ini sekaligus dapat memperkenalkan perusahaan yang memproduksi barang dan jasa tersebut sehingga sangat berpengaruh bagi keberhasilan perusahaan dalam memasarkan produknya.

Iklan dibuat oleh jasa periklanan, periklanan (advertising) adalah suatu proses komunikasi massa yang melibatkan sponsor tertentu, yakni si pemasang iklan (pemasang iklan), yang membayar sebuah media massa atas penyiaran iklannya. Iklannya itu sendiri biasanya dibuat atas pesanan si pemasang iklan itu, oleh sebuah agen atau biro iklan atau bisa saja oleh bagian Humas (Public

Relations) lembaga pemasang iklan itu sendiri.7

Perkembangan jumlah dan jenis media massa kini harus sudah distimulasi oleh perlunya tiap orang dan organisasi berkomunikasi satu dengan lainnya. Kini berbagai ragan media massa menghiasi sistem komunikasi massa di kalangan masyarakat dengan hebat sekali, di antaranya berupa:

5

Muhammad Jaiz, Op.Cit, hal. 3

6

Frank Jefkins, Advertising, terjemahan Haris Munandar (Jakarta: Erlangga, 1996), hal.2

7


(14)

a. Media cetak, yang merupakan suatu dokumen atas suatu hal yang dikatakan orang lain atau suatu peristiwa yang diubah oleh seorang jurnalis dalam bentuk kata-kata, foto, gambar, dan lainnya. Seperti; surat kabar harian, surat kabar mingguan, majalah mingguan, majalah tengah bulanan, majalah bulanan, dan bulletin.

b. Media elektronik, yang merupakan suatu media yang menyampaikan suatu

peristiwa dengan menggunakan alat elektronik dalam bentuk foto, gambar, teks, film, suara, dan video. Seperti; televisi (nasional, lokal, komersial, umum), radio, bioskop, telepon, handphone, short message service (SMS), dan alat elektronik lainnya.

c. Media Online, yang merupakan suatu media yang menyampaikan suatu

peristiwa yang hanya dapat diakses melalui internet dapat berbentuk kata-kata, foto, gambar, film, suara,dan video. Seperti; e-mail, website, blog, dan

socialmedia.

d. Media luar ruang, yang merupakan suatu media yang menyampaikan pesan

atau peristiwa atas suatu hal dalam bentuk kata-kata, foto, dan gambar yang terdapat di jalan-jalan atau tempat-tempat terbuka. Seperti; papan reklame, poster, pameran, dan kartu-kartu transit. 8

Dengan adanya media massa yang berkembang saat ini maka suatu perusahaan melakukan suatu kegiatan periklanan untuk mendapatkan respon dari masyarakat serta untuk mengembangkan kesadaran atau membentuk suatu citra positif dalam jangka panjang bagi barang atau jasa yang dihasilkannya.

8

Ibid, hal, 28 ditambah dari http://romeltea.com/media-massa-makna-karakter-jenis-dan-fungsi/ diakses pada tanggal 3 Oktober 2014


(15)

Media massa sekarang ini yang memiliki perkembangan pesat di kota besar dan memiliki daya tarik masyarakat untuk dapat dilihat oleh masyarakat umum yaitu salah satu media massa di luar ruang yang sangat efektif bagi pemasangan iklan reminder adalah papan reklame, seperti iklan-iklan yang terpampang pada papan-papan yang gampang ditangkap mata. Iklan-iklan demikian bisa menghasilkan jangkauan dan frekuensi lebih baik terhadap khalayak sekitar atau mereka yang lalu-lalang melewati tempat di mana iklan itu terpampang. Jarak tampaknya medium ini merupakan alat penguat yang efektif guna memperkenalkan produknya secara jelas. Di samping biayanya relatif rendah, penggunaan papan reklamecukup fleksibel.9

Papan reklame adalah media luar ruang yang sering dipakai untuk melakukan suatu promosi. Media ini seperti halnya poster, namun berbentuk sangat besar. Papan reklame pun berkembang mengikuti perkembangan teknologi yang pesat hingga muncul adanya digital billboard. Di Indonesia sendiri papan reklame dikenal terbuat dari bahan kayu, logam, fiberglass, kain, kaca, plastik, dan sebagainya. Pemasangannya biasanya sendiri, menempel di bangunan dengan konstruksi yang tetap, dan bersifat permanen. Salah satu contoh papan reklameini adalah papan iklan di atas toko.10

Biasanya papan reklame ditempatkan pada tempat-tempat umum seperti bahu jalan/trotoar, perempatan jalan, taman umum, di atas bangunan yang bertingkat, maupun tempat-tempat strategis yang dapat dilihat oleh berbagai masyarakat umum untuk mendapatkan perhatian. Namun, demikian medium ini pun tidak luput dari kekurangannya, yaitu tidak memiliki peluang untuk

9

Ibid, hal. 94

10

Yudha Ardhi, Merancang Media Promosi Unik dan Menarik, (Yogyakarta: Taka Publisher,2013), hal. 45


(16)

menampilkan iklan yang naskahnya panjang. Jadi membatasi pengenalan produk yang lengkap informasinya. Juga, manfaat penempatan papan reklame tergantung pada pola lalu-lintas dan alur pandang orang-orang. Hukum lingkungan hidup di wilayah-wilayah tertentu membatasi penggunaan medium tersebut.11

Jika dilihat sekarang ini banyak papan reklame menghiasi tempat-tempat umum yang berbentuk gambar maupun tulisan biasa saat ini beraneka ragam seperti gambar bergerak, tulisan bergerak bahkan sinar lampu yang bergerak agar lebih menarik dan dapat mengikat perhatian dari masyarakat. Khususnya di Kota Medan ini maka aturan mengenai papan reklame dalam permasalahan penataan dan perizinan reklame diatur dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Penataan Reklame dan Peraturan Walikota Medan Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Penataan Reklame, sehingga pengusaha periklanan bekerjasama dan bersinergi dengan pemerintah kota Medan untuk menata papan reklame, sehingga mendukung keindahan kota. Papan reklame harus memenuhi kelayakan konstruksi reklame dan materi reklame yang disesuaikan dengan nilai budaya masyarakat sehingga peraturan ini dibuat agar penataan reklame, materi, dan desain reklame yang etis serta tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya yang berkembang.

Selain penataan reklame, pemerintah daerah kota Medan juga mengeluarkan peraturan walikota yang berhubungan dengan pembayaran pajak dan nilai sewa diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame dan Peraturan Walikota Medan No. 17 Tahun 2014

11


(17)

tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame.

Pemasangan papan reklame dalam prakteknya sering kali menggunakan jasa biro advertising untuk pemasangan konstruksi besi pada papan reklame dan membuat gambar pada iklan yang diinginkan. Dalam hal pemasangan papan reklame, terjadi perjanjian pemasangan reklame antara para pihak. Sebagai salah satu perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, perjanjian pemasangan reklame dikelompokkan sebagai perjanjian innominaat. Oleh karena itu, adanya suatu perjanjian yang dibuat oleh pemasang iklan dengan biro advertising. Perjanjian tersebut sebagai berkembangnya hukum kontrak karena adanya kebebasan berkontrak (party autonomy) yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Penerapan asas kebebasan berkontrak pada kebebasan perjanjian pemasangan papan reklame itu, meliputi kebebasan untuk membuat perjanjian, mengadakan kontrak dengan siapapun, menentukan isi kontrak, pelaksanaan dan persyaratannya, serta bentuk kontrak, yaitu lisan atau tertulis.12 Perjanjian

innominaat sangat dipengaruhi oleh kebiasaan yang beredar di dalam masyarakat.

sehingga dalam pembuatan perjanjian pemasangan reklame, perlu dikaji bagaimana penerapan asas kebebasan berkontrak.

Seiring dengan pesatnya para perusahaan dalam mengenalkan produksinya kepada konsumen melalui papan reklame, tidak semua orang mengerti bagaimana untuk memasarkan produknya melalui reklame. Karena minimnya informasi tentang pemasangan papan reklame dalam masyarakat. Kebanyakan mereka hanya tahu bahwa papan reklame tersebut merupakan salah satu sarana iklan, namun

12

Salim H. S, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 1


(18)

mereka tidak mengetahui bagaimana prosedur pemasangan papan reklame tersebut. Sehingga perlu dikaji, bagaimana prosedur pemasangan papan reklame tersebut. Prosedur ini harus diikuti dan ditaati setiap penyelenggara reklame sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada kota Medan khusunya

Dalam penerapan kebebasan berkontrak bagi perjanjian pemasangan papan reklame, selanjutnya sebagaimana diatur dalam Pasal 1340 KUHPerdata bahwa perjanjian hanya berlaku bagi pihak-pihak yang membuatnya. Untuk ketentuan penyelesaian sengketa menjadi penting bagi para pihak akan diberi kebebasan untuk memilih jalan dalam menyelesaikan masalah yang dituangkan dalam perjanjian yang dibuat.

B. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diambil penulis adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian pemasangan papan reklame di PT. Bensatra?

2. Bagaimana prosedur pemasangan papan reklame melalui PT. Bensatra?

3. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian pemasangan papan reklame pada PT. Bensatra?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian pemasangan papan reklame di PT. Bensatra.


(19)

3. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian pemasangan papan reklame pada PT. Bensatra.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penelitian umumnya dipilah menjadi dua kategori, yaitu teoritis dan praktis.

1. Kegunaan teoritis terkait dengan kontribusi tertentu dari penyelenggaraan 2. penelitian terhadap perkembangan teori dan ilmu pengetahuan serta dunia

akademis. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya.

3. Kegunaan praktis berkaitan dengan kontribusi praktis yang diberikan dari

penyelenggaraan penelitian terhadap obyek penelitian, baik individu, kelompok, maupun organisasi, yaitu khususnya pada pemerintah agar dapat membuat suatu undang-undang atau peraturan yang lebih spesifik terhadap penyelenggaran pemasangan papan reklame dan tindak lanjut pengawasan pemasangan papan reklame kepada para pengusaha advertising.

E. Keaslian Penulisan

Keaslian penulisan merupakan suatu tanda bahwa apa yang dibuat dan dijelaskannya pada tugas akhir ini merupakan suatu hasil karya dan buah pikirannya sendiri.

Berdasarkan penulusuran dari seluruh daftar skripsi di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen Hukum Perdata, sejauh ini belum pernah ditulis di lingkungan Fakultas Hukum


(20)

Universitas Sumatera Utara tentang “Tinjauan Yuridis Terhadap Konsekuensi Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame (Studi Pada PT.

Bensatra)”. Oleh karena itu, tulisan ini merupakan buah karya asli yang disusun berdasarkan dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan ilmiah.

Adapun judul yang ada di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, yaitu: 1. Obaja David J.H. Sitorus Nim 010222143 dengan judul “ Analisis Terhadap Risiko Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame (Studi

Kasus Di Kantor Walikota Medan” dengan rumusan masalah, yaitu:

a. Bagaimana penerapan Peraturan Daerah yang mengatur pajak reklame tersebut oleh pihak Pemerintah Daerah dalam pemasangan papan reklame

(billboard).

b. Bagaimana pula tanggung jawab suatu biro advertising yang bekerja untuk kepentingan pemilik papan reklame (perusahaan/pengusaha) dalam hubungannya dengan pemilik tanah ataupun bangunan tempat pemasangan papan reklame.

c. Jika timbul adanya suatu kerugian akibat adanya suatu keadaan yang memaksa (force majeure) dalam pemasangan papan reklame (billboard), pihak manakah yang akan menanggung risiko tersebut?

2. Nazwa Muis Nim 057011063 dengan judul “Analisis Terhadap Risiko Hukum Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame (Studi Kasus Di Kota Medan) dengan rumusan masalah, yaitu:

a. Bagaimana penerapan Peraturan Daerah kota Medan tentang pembayaran pajak pemasangan papan reklame?


(21)

b. Bagaimana pertanggungjawaban resiko yang timbul apabila terjadi kerugian karena keadaan memaksa (force majeure) dalam pemasangan papan reklame tersebut?

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa skripsi yang disusun ini merupakan karya asli dan tidak meniru dari kepunyaan orang lain.

F. Metode Penelitian

1. Sifat dan jenis penelitian

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini, maka hasil penelitian ini bersifat penelitian deskriptif yang merupakan tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang suatu gejala atau fenomena. Sehingga dapat memaparkan, menggambarkan, atau mengungkapkan pelaksanaan pemasangan papan reklame. Hal tersebut kemudian dibahas atau dianalisis menurut ilmu dan teori-teori atau pendapat peneliti sendiri, dan terakhir menyimpulkannya.13

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif disebut juga juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (laws

in books) atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang

merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas.14 Penelitian normatif ini merupakan penelitian yang meneliti mengenai norma-norma hukum yang

13

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), hal. 27

14

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajagrafindo Persada), 2003, hal. 118


(22)

berkaitan dengan reklame. Sedangkan penelitian hukum secara empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Karena dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di masyarakat, maka metode penelitian hukum empiris dapat dikatakan sebagai penelitan hukum sosiologis. Penelitian hukum ini berdasarkan dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum, atau badan pemerintah.15 Penelitian empiris ini dilakukan untuk meneliti pelaksanaan perjanjian pemasangan papan reklame secara langsung di lapangan.

2. Data yang digunakan

Penelitian ini memerlukan data yang merupakan fakta tersebut digunakan untuk menguji hipotesis. Data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu:

a. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan langsung dari studi lapangan. b. Data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan.16 Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan dalam :

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum primer seperti: peraturan perundang-undangan dan KUHPerdata (BW).

2. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, dalam penelitian ini menggunakan hasil penelitian (hukum),

15

http://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/ diakses pada tanggal 17 Maret 2015

16

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2003), hal. 37


(23)

hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum, dan sebagainya yang berkaitan dengan dengan permasalahan yang diteliti.

3. Bahan hukum tertier, yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu: kamus-kamus (hukum), ensiklopedia, dan sebagainya. Agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya, maka kepustakaan yang dicari dan dipilih harus relevan dan mutakhir.17

3. Metode pengumpulan data

Untuk melengkapi penelitian ini agar mempunyai tujuan yang jelas dan terarah serta dapat dipertanggungjawabkan sebagai salah satu hasil karya ilmiah, yaitu mengumpulkan data-data dengan cara:

a. Penelitian lapangan (Field Research), yaitu suatu metode pengumpulan data-data yang dilakukan dengan cara meneliti langsung dengan mencari data-data-data-data ke lapangan sesuai dengan yang dibutuhkan. Misalnya dengan cara wawancara, yaitu menyusun pertanyaan kepada narasumber. Adapun wawancara yang dilakukan adalah dengan PT. Bensatra sebagai biro

advertising.

b. Penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, yang isinya berkaitan dengan judul skripsi ini yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisis data yang dihadapi.

17


(24)

4. Alat pengumpulan data

Dalam memperoleh data primer, perlu dilakukan wawancara, yaitu merupakan komunikasi secara verbal dengan narasumber. Sehingga pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara yang berupa daftar pertanyaan yang disusun sebagai panduan dalam pelaksanaan wawancara.

5. Analisis data

Semua data yang diperoleh merupakan dari data pustaka serta data yang diperoleh dari lapangan dianalisa secara kualitatif, metode analisis data yang dipakai adalah metode deduktif.

Pada prosedur deduktif, bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.18 Melalui metode deduktif, data dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanaan dan prakteknya.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematik. Penulisan sistematik ini dibagi beberapa yang disebut dengan bab yang mana masing-masing bab diuraikan permasalahannya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Secara sistematis dapat menempatkan materi pembahasan keseluruhannya ke dalam 5 (lima) bab yang terperinci sebagai berikut:

18


(25)

Bab I ini diuraikan gambaran hal-hal yang bersifat umum, yang di mulai dengan latar belakang kemudian dilanjutkan dengan perumusan masalah dan tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan metode penelitian. Bab ini ditutup dengan memberikan sitematika dari penulisan skripsi.

Bab II diuraikan perjanjian pada umumnya. Pada bab ini sesuai dengan judul yang dikemukakan, maka bab ini akan menguraikan tentang pengertian perjanjian, asas-asas perjanjian, syarat-syarat-perjanjian, akibat hukum adanya suatu perjanjian, akibat wanprestasi dalam suatu perjanjian, dan hapusnya perjanjian.

Bab III diuraikan tentang perjanjian pemasangan papan reklame, yakni tinjauan umum tentang reklame yang terdiri dari pengertian reklame, pengaturan tentang reklame, jenis-jenis reklame, dan maksud dan tujuan reklame. Kemudian dilanjutkan dengan menguraikan perjanjian dan pemasangan papan reklamae yang terdiri dari perjanjian pemasangan reklame pada umumnya, para pihak dalam perjanjian pemasangan papan reklame, dan prosedur dalam pemasangan papan reklame.

Bab IV diuraikan terlebih dahulu penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian pemasangan papan reklame di PT. Bensatra, dilanjutkan dengan menguraikan prosedur pemasangan papan reklame melalui PT. Bensatra, serta mekanisme penyelesaian sengeta dalam perjanjian pemasangan papan reklame pada PT. Bensatra.

Bab V diuraikan kesimpulan dan saran dari berbagai hal penting dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, serta meyimpulkan saran sebagai wujud rekomendasi dari skripsi berdasarkan analisis yang dilakukan.


(26)

BAB II

PERJANJIAN PADA UMUMNYA

A. Pengertian Perjanjian

Istilah “perjanjian” dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

kata “ovreenkomst” dalam bahasa Belanda atau istilah “agreement” dalam bahasa Inggris.19 Istillah kontrak merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris contract. Untuk agreement yang berkaitan dengan bisnis disebut contract, sedang untuk yang tidak terkait dengan bisnis hanya disebut agreement.

Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu:

“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian perjanjian, yaitu:

“Persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua belah pihak

atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut

dalam persetujuan itu”.20

Para Sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap, dan pula terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam

19

Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hal. 179

20


(27)

KUHPerdata Buku III yang kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.21

Terhadap definisi Pasal 1313 KUHPerdata ini Purwahid Patrik menyatakan beberapa kelemahan, yaitu:22

a. Definisi tersebut hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat disimak dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikatkan” merupakan kata kerja

yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua pihak. Sedang maksud perjanjian itu para pihak saling mengikatkan diri, sehingga tampak kekurangannya yang seharusnya ditambah dengan rumusan “saling

mengikatkan diri”;

b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus/kesepakatan, termasuk perbuatan mengurus kepentingan orang lain (zaakwaarneming) dan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad). Hal ini menunjukkan makna

“perbuatan” itu luas dan saling menimbulkan akibat hukum;

c. Perlu ditekankan bahwa rumusan Pasal 1313 KUHPerdata mempunyai ruang lingkup di dalam harta kekayaan (vermogensrecht).

Atas dasar-dasar yang dikemukakan di atas maka ada beberapa sarjana yang memberikan rumusan tentang definisi perjanjian, antara lain:

21

Mariam Darus Badrulzaman, et al, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 65

22

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2010), hal. 17


(28)

Menurut R. Subekti bahwa definisi perjanjian, yaitu:

“Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji

kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal”.23

Menurut KRMT Tirtodiningrat dikutip oleh Mariam Darus, memberikan definisi perjanjian, yaitu:

“Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di

antara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh undang-undang”.24

Menurut M. Yahya Harahap, bahwa definisi perjanjian, yaitu:

“Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian sebagai suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada suatu pihak yang memperoleh prestasi dan

sekaligus ada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.25

Menurut Abdul Kadir Muhammad bahwa definisi perjanjian, yaitu:

“Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih

saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan

harta kekayaan”.26

23

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2001), hal. 36

24

Mariam Darus Badrulzaman, et al, Op.Cit., hal. 6 25

M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986), hal.6

26

Abdul Kadir Muhammad, HukumPerikatan, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1990), hal. 78


(29)

Menurut Salim HS definisi perjanjian, yaitu:

“Perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek yang satu dengan

subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah

disepakatinya”.27

Pengertian perjanjian dalam rumusan pendapat sarjana di atas memberikan pengertian mengenai perjanjian merupakan konsekuensi dalam hukum bahwa dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk melakukan suatu hal, di mana salah satu pihak adalah pihak yang wajib melakukan suatu prestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas suatu prestasi tersebut (kreditur).

B. Asas-asas Perjanjian

Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas. Asas-asas yang terpenting adalah:

1. Asas kepribadian (personalitas) 2. Asas kebebasan berkontrak 3. Asas konsensualisme

4. Asas daya pengikat kontrak (pacta sunt servanda) 5. Asas itikad baik

27

Salim H. S, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 27 (Selanjutnya disebut buku II)


(30)

Ad. 1. Asas kepribadian (personalitas)

Asas ini diatur dan ditemukan dalam ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata yang berbunyi

“Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan pengikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”

Meskipun secara sederhana dikatakan bahwa ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata menunjuk pada asas personalia, namun lebih jauh dari itu, ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata juga menunjuk pada kewenangan bertindak dari seseorang yang membuat atau mengadakan perjanjian. Secara spesifik ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata ini menunjuk pada kewenangan bertindak sebagai individu pribadi sebagai subyek hukum pribadi yang mandiri, yang memilki kewenangan bertindak untuk dan atas namanya sendiri.28 Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya, sebagaimana diintrodusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata dinyatakan bahwa:

“Dapat pula perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu

perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu pemberian orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu”.

Pasal ini mengontruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, dengan syarat yang ditentukan.29

Sedangkan pada Pasal 1318 KUHPerdata tidak hanya mengatur untuk diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka dalam

28

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 15

29


(31)

Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan diri sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Dalam setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak pasti dicantumkan identitas dari subyek hukum yang meliputi nama, umur, tempat domisili, dan kewarganegaraan. Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata membahas ruang lingkup yang lebih jelas.30

Ad. 2. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral di dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan dalam aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak.31Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya.”

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian, b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun,

c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. 32

30

Ibid, hal. 13

31

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, hal 108

32


(32)

Apabila mengacu pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang dibingkai oleh pasal-pasal lain dalam satu kerangka sistem hukum kontrak (vide Pasal 1320, 1335, 1337, 1338 ayat (3) serta 1339 KUHPerdata), maka penerapan asas kebebasan berkontrak ternyata perlu dibingkai oleh rambu-rambu hukum lainnya, Hal ini berarti kebebasan para pihak dalam membuat kontrak perlu memerhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Memenuhi syarat-syarat sahnya kontrak;

b. Untuk mencapai tujuan para pihak, kontrak harus mempunyai kausa; c. Tidak mengandung kausa palsu atau dilarang undang-undang;

d. Tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, kesusilaan, dan ketertiban umum;

e. Harus dilaksanakan dengan itikad baik. 33

Ad. 3. Asas konsensualitas

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata, yang menentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak.34 Selanjutnya yang dimaksud dengan asas konsensual dalam suatu perjanjian adalah bahwa suatu perjanjian sudah sah dan mengikat ketika tercapainya kata sepakat, selama syarat-syarat sahnya perjanjian sudah dipenuhi. Dalam hal ini, dengan tercapainya kata sepakat, maka pada prinsipnya (dengan beberapa kekecualian), perjanjian tersebut sudah sah, mengikat dan sudah mempunyai akibat hukum yang penuh, meskipun perjanjian

33

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., Hal. 118

34


(33)

tersebut belum atau tidak ditulis. Konsekuensi yuridisnya adalah bahwa sejak saat itu, sudah terbit hak dan kewajiban sebagaimana yang disebut dalam perjanjian tersebut. Karena itu, suatu perjanjian tidak harus dibuat secara tertulis. Jadi, pada prinsipnya (dengan beberapa kekecualian), suatu perjanjian lisan pun sebenarnya sudah sah secara hukum dan sudah mengikat secara penuh.35

Ad.. 4. Asas daya pengikat kontrak (pacta sunt servanda)

Kekuatan mengikat dari perjanjian yang muncul seiring dengan asas kebebasan berkontrak merupakan manifestasi pola hubungan manusia yang mencerminkan nilai-nilai kepercayaan di dalamnya. Menurut Eggens manusia terhormat akan memelihara janjinya. Sedang Grotius mencari dasar konsensus

dalam ajaran Hukum Kodrat bahwa “janji itu mengikat” (pacta sunt servanda),

karena “kita harus memenuhi janji kita” (Promissorum implendorum obligatio). Dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral.36

Ad. 5. Asas itikad baik

Asas iktikad baik adalah salah satu asas yang terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa: “Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad

baik” artinya dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia. Jadi selalu mengingat bahwa manusia sebagai

35

Munir Fuady, Op.Cit, hal. 182

36

Mariam Darus Bardrulzaman, KUHPerdata Buku III, Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, (Bandung: Alumni, 2001), hal. 114


(34)

anggota masyarakat harus jauh dari sifat merugikan pihak lain, atau menggunakan kata-kata secara membabi buta pada saat kedua belah pihak membuat suatu perjanjian. Kedua belah pihak selalu memerhatikan hal-hal ini, dan tidak boleh menggunakan kelalaian pihak lain untuk menguntungkan diri pribadi.37

Asas iktikad baik merupakan salah satu hal penting dalam hukum perjanjian, Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam yaitu iktikad baik nisbi

(relative-subjektif) dan mutlak (absolute-objektif). Pada iktikad baik yang nisbi

orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik yang mutlak, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma objektif.38

C. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Syarat-syarat sahnya perjanjian diatur dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dinyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat, yaitu:

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya (consensus);

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (capacity);

3. Suatu pokok persoalan tertentu (a certain subject matter);

4. Suatu sebab yang tidak terlarang (legal cause).

Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, digolongkan ke dalam:

37

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., Hal. 139

38


(35)

a. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif), dan

b. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif).

Unsur subyektif mencakup syarat pertama dan kedua yaitu adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan dan

causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan

tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur obyektif) dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksa pelaksanaannya.39

Ad. 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya (consensus)

Syarat sepakat adalah merupakan syarat subyektif, karena mengenai orang atau subyek yang mengadakan perjanjian. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak

39


(36)

masing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan tidak ada paksaan, kekeliruan, dan penipuan.40

Kesepakatan yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata ini adalah persesuaian kehendak antara para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan. Kesepakatan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun secara tidak tertulis. Dikatakan tidak tertulis, bukan lisan karena perjanjian dapat saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, tetapi bahkan hanya dengan menggunakan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan.41

Pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan adanya suatu kekhilafan, paksaan, maupun adanya penipuan. Diisyaratkannya kata sepakat dalam mengadakan perjanjian, maka berarti kedua belah pihak harus memiliki kebebasan kehendak di mana para pihak tidak boleh mendapat tekanan atau paksaan yang dapat mengakibatkan adanya cacat dalam perwujudan kehendak tersebut. Selanjutnya menurut Pasal 1321 KUHPerdata yang berbunyi:

“Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan,

atau diperolehnya karena paksaan atau penipuan”.

Maksudnya ialah kata sepakat harus diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan. Jika ada unsur paksaan atau penipuan makna perjanjian menjadi batal. Sedangkan kekhilafan tidak

40

Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dalam Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: PT. Alumni, 2004), hal. 205

41

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, (Jakarta: Rajawali Pers,2008), hal.68


(37)

mengakibatkan batalnya perjanjian, kecuali jika kekhilafan itu mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian.42

Ad. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (capacity)

Adanya kecakapan untuk bertindak dalam hubungan hukum merupakan syarat subyektif dalam perjanjian sah yang dibuat antara para pihak. Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum. Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan bahwa tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu.

Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, yang tidak cakap untuk membuat perjanjian ada tiga golongan, yaitu:

a. Anak yang belum dewasa;

b. Orang yang berada di bawah pengampuan; c. Perempuan bersuami. 43

Ad. a. Anak yang belum dewasa

Pada dasarnya setiap orang, sejak dilahirkan, adalah subyek hukum, suatu

persona standi in judicio, dengan pengertian bahwa setiap orang adalah

pendukung hak dan kewajibannya sendiri. Walau demikian tidaklah berarti setiap orang yang telah dilahirkan dianggap mampu mengetahui segala akibat dari suatu perbuatan hukum, khususnya dalam lapangan harta kekayaan. Pasal 330 KUHPerdata menyebutkan bahwa,

42

Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, (Bandung: Nuansa Aulia, 2007), hal. 94

43


(38)

“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin”.

Ketentuan Pasal 330 KUHPerdata tersebut memberikan arti yang luas mengenai kecakapan bertindak dalam hukum, yaitu bahwa:

1. Seorang baru dikatakan dewasa jika ia: a. Telah berumur 21 tahun; atau b. Telah menikah;

Hal kedua tersebut membawa konsekuensi hukum bahwa seorang anak yang sudah menikah tetapi kemudian perkawinannya dibubarkan sebelum ia genap berusia 21 tahun tetap dianggap telah dewasa.

2. Anak yang belum dewasa, dalam setiap tindakannya dalam hukum diwakili oleh:

a. Orang tuanya, dalam hal anak tersebut masih berada di bawah kekuasaan orang tua (yaitu ayah dan ibu secara bersama-sama);

b. Walinya, jika anak tersebut sudah tidak lagi berada di bawah kekuasaan orang tuanya (artinya dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak).

Ad. b. Orang yang berada di bawah pengampuan

Ketentuan mengenai pengampuan dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 433 KUHPerdata yang berbunyi:


(39)

“Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit

otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuanpun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya.”

Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya, selanjutnya ketentuan Pasal 436 KUHPerdata berbunyi:

“Segala permintaan akan pengampuan, harus dimajukan kepada Pengadilan Negeri, yang mana dalam daerah hukumnya orang yang dimintakan pengampuan, berdiam.”

Dengan ini berarti keadaan seseorang yang berada dalam pengampuan harus dapat dibuktikan dengan Surat Penetapan Pengadilan Negeri, yang meliputi tempat kediaman dari orang yang diletakkan di bawah pengampuan. Pengampuan mulai berlaku terhitung sejak putusan atau penetapan pengadilan diucapkan. Orang yang diletakkan di bawah pengampuan, mempunyai kedudukan yang sama seperti orang yang belum dewasa. Khusus seorang yang ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya, maka pengampuan hanya meliputi tindakan atau perbuatan hukumnya dalam lapangan harta kekayaan, serta tindakan atau perbuatan hukum dalam lapangan pribadi.44

Ad. c. Perempuan bersuami

Kitab Undang-Undang Hukum perdata juga memandang seseorang wanita yang telah bersuami (mempunyai suami) tidak cakap untuk membuat sesuatu persetujuan. Akan tetapi dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung No, 3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan

44


(40)

Pengadilan Tinggi di Seluruh Indonesia, yang menyatakan bahwa Pasal 108 dan 110 KUHPerdata dinyatakan tidak berlaku maka kedudukan wanita yang bersuami disamakan dengan pria dewasa dalam melakukan perbuatan hukum dan menghadap di persidangan, jadi tidak perlu lagi izin atau bantuan dari suaminya. Sejalan dengan persamaan hak antara laki-laki dengan perempuan, baik yang sudah menikah maupun belum menikah, maka angka 3 dari Pasal 1330 KUHPerdata tidak berlaku lagi. 45

Ad. 3. Suatu pokok persoalan tertentu (a certain subject matter)

Persyaratan perihal tertentu adalah persyaratan tentang objek tertentu dari suatu perjanjian. Jadi agar sahnya suatu perjanjian, perjanjian tersebut haruslah menunjuk kepada objek tertentu yang diperjanjian oleh para pihak.46

Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi obyek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata barang yang menjadi obyek suatu perjanjian ini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau diperhitungkan. Selanjutnya Pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata menentukan bahwa barang-barang yang baru akan ada kemudian hari juga dapat menjadi obyek suatu perjanjian.47

Ad. 4. Suatu sebab yang tidak terlarang (legal cause)

Pasal 1320 ayat (4) KUHPerdata menyebutkan causa/kausa yang diperbolehkan (geoorloofde corzaak) sebagai salah satu syarat dari suatu

persetujuan, titik berat berada pada perkataan “oorzaak (causa)”. Maka pasal

45

Ibid, hal. 129

46

Ibid, hal. 200

47


(41)

tersebut berarti, bahwa untuk sahnya suatu persetujuan causanya harus yang diperbolehkan. Sebagai penjelasan dari Pasal 1337 KUHPerdata yang mengatakan bahwa causa adalah tidak diperbolehkan, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. 48Jadi dalam hal ini, sebab kenapa perjanjian tersebut dibuat haruslah tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Tujuannya ditetapkan oleh hukum syarat “kausa yang diperbolehkan”

bagi sahnya suatu perjanjian adalah agar orang tidak menyalahgunakan prinsip kebebasan berkontrak. Karena dikhawatirkan akan ada orang yang menyalahgunakan kebebasan tersebut, yakni dengan membuat perjanjian-perjanjian yang bertentangan dengan moral, kesusilaan, kebiasaan, bahkan bertentangan dengan hukum. Karena prinsip kebebasan berkontrak tersebut diarahkan oleh hukum ke arah yang baik dan manusiawi, dengan jalan

mensyaratkan “kausa yang diperbolehkan” bagi suatu perjanjian.49

D. Akibat Hukum Adanya Suatu Perjanjian

Perjanjian yang dibuat secara sah, menurut Pasal 1338 KUHPerdata berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Demikan halnya jika melanggar suatu perjanjian maka sama seperti melanggar suatu undang-undang yang mempunyai suatu akibat hukum tertentu berupa sanksi-sanksi seperti yang telah ditetapkan pada undang-undang.

48

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Mandar Maju, 2011)

hal. 38

49


(42)

Selanjutnya dikatakan bahwa suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Serta harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihak yang membuatnya, dan tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan antara para pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian juga haruslah dilaksanakan dengan itikad baik (goeder trouw atau bona

fide atau good faith), demikian yang disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (3)

KUHPerdata. Undang-undang mensyaratkan “pelaksanaan” (bukan “pembuatan”) dari suatu perjanjian yang harus beritikad baik.

Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang tegas dinyatakan dalam perjanjian saja, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang. Perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik.50

E. Akibat Wanprestasi dalam Suatu Perjanjian

Prestasi (performance) dari suatu perjanjian adalah pelaksanaan terhadap hal-hal yang telah diperjanjikan atau yang telah ditulis dalam suatu perjanjian oleh kedua belah pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu. Jadi, memenuhi prestasi dalam perjanjian adalah ketika para pihak memenuhi janjinya.51

50

P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2005), hal, 338

51


(43)

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1234 KUHPerdata, maka prestasi dari suatu perjanjian terdiri dari:

1. Memberikan sesuatu; 2. Berbuat sesuatu; 3. Tidak berbuat sesuatu.

Prestasi merupakan sesuatu yang harus dipenuhi oleh para pihak. Ketika prestasi tidak dipenuhi, maka disebut terjadi wanprestasi. Menurut Kamus Hukum, wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya.52 Dengan demikan, wanprestasi adalah suatu keadaan di mana seorang debitur (berutang) tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian. Wanprestasi (lalai/alpa) dapat timbul karena:53

1. Kesenganjaan atau kelalaian debitur itu sendiri. 2. Adanya keadaan memaksa (overmacht)

Ada empat keadaan wanprestasi:54 1. Tidak memenuhi prestasi

2. Terlambat memenuhi prestasi 3. Memenuhi prestasi secara tidak baik

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan telah lalai untuk memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi ada kalau debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu

52

Penerbit, Kamus Hukum, (Bandung: Citra Umbara, 2008), hal. 513

53

P.N.H. Simanjuntak, Op.Cit, hal, 339

54


(44)

di luar kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau juru sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak.55Kelalaian ini harus dinyatakan secara resmi, yaitu dengan peringatan/sommatie oleh juru sita di pengadilan atau cukup dengan surat tercatat atau kawat, supaya tidak mudah dipungkiri oleh si berhutang sebagai mana diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata, dan peringatan tersebut harus tertulis.56

Teguran secara tertulis melalui pengadilan ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1238 KUHPerdata sudah tidak berlaku lagi, karena ketentuan ini telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3/1963. Oleh karena itu menurut Subekti, cukup ditegur saja secara pribadi baik lisan atau secara tertulis.57

Ada berbagai kemungkinan tuntutan terhadap debitur yang lalai;

a. Kreditur dapat meminta pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat.

b. Kreditur dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan tetapi sebagaimana mestinya.

55

Salim H. S, (buku II) Op.Cit., hal. 99

56

Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak Panduan Memahami Hukum Perikatan dan Penerapan Surat Perjanjian Kontrak, (Yogyakarta: Cakrawala, 2012), hal. 20

57


(45)

c. Kreditur dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.

d. Dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik, kelalaian satu pihak yang lain untuk meminta kepada hakim supaya perjanjian dapat dibatalkan disertai dengan permintaan penggantian kerugian (Pasal 1266 KUHPerdata). 58

Berdasarkan ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata, maka penggantian kerugian dapat dituntut menurut undang-undang, yaitu berupa:

1. Biaya-biaya yang sesungguhnya telah dikeluarkan (konsten) atau,

2. Kerugian yang sesungguhnya menimpa harta benda si berpiutang (schaden) 3. Kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang akan didapat

seandainya si berpiutang tidak lalai.

F. Hapusnya Perjanjian

Suatu perjanjian merupakan salah satu sumber yang dapat menimbulkan perikatan, namun hapusnya perjanjian harus benar-benar dibedakan dengan hapusnya perikatan, karena perikatan dapat hapus sedangkan perjanjian yang merupakan sumbernya masih tetap ada. Walaupun pada umumnya jika perjanjian hapus maka perikatanpun menjadi hapus, sebaliknya jika perikatannya hapus maka perjanjiannya pun menjadi hapus. Suatu perjanjian dapat hapus, karena:

58


(46)

a. Para pihak menentukan berlakunya perjanjian untuk jangka waktu tertentu. b. Undang-undang menentukan batas waktu berlakunya suatu perjanjian (Pasal

1066 ayat 3 KUHPerdata).

c. Salah satu pihak meninggal dunia.

d. Salah satu pihak (hal ini terjadi bila salah satu pihak lalai melaksanakan prestasinya maka pihak yang lain dengan sangat terpaksa memutuskan perjanjian secara sepihak) atau kedua belah pihak menyatakan menghentikan perjanjian.

e. Karena putusan hakim.

f. Tujuan perjanjian telah dicapai dengan kata lain dilaksanakannya objek perjanjian atau prestasi.

g. Dengan persetujuan para pihak. 59

59

R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Putra A. Bardin, 1999), hal. 68


(47)

BAB III

PERJANJIAN PEMASANGAN PAPAN REKLAME A. Tinjauan Umum Reklame

1. Pengertian Reklame

Menurut W. H. Van Baarle dan F. E. Holander dalam judul buku mereka

Reclamekunde”, pengertian reklame yang dalam bahasa Belanda “Klerfkracht

merupakan suatu kekuatan yang menarik yang ditujukan kepada kelompok pembeli tertentu, hal mana dilaksanakan oleh produsen atau pedagang agar supaya dengan demikian dapat dipengaruhi penjualan (afzet) barang-barang atau jasa-jasa dengan cara yang menguntungkan baginya.60

Berkhouwer mengemukakan pendapatnya mengenai reklame yaitu,

“Setiap pernyataan yang secara sadar ditujukan kepada publik dalam

bentuk apapun juga yang dilakukan oleh seseorang peserta lalu-lintas perniagaan, yang diarahkan ke arah sasaran memperbesar penjualan barang-barang atau jasa-jasa yang dimasukkan, oleh pihak yang berkepentingan dalam lalu-lintas perniagaan”.61

Menurut Peraturan Walikota Medan Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Penataan Reklame Pasal 1 Butir 15 dan Peraturan Walikota Medan Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame, dalam Pasal 1 Butir 16 menyebutkan pengertian yang sama mengenai reklame yaitu,

“Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut corak

ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang

60

Winardi, Promosi dan Reklame, (Bandung: Mandar Maju, 1992), hal. 1

61


(48)

ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar dari suatu

tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh pemerintah.”

2. Pengaturan Pemasangan Reklame

KUHPerdata tidak mengatur tentang pemasangan reklame. Reklame itu sendiri dikenal sebagai sarana promosi untuk memperkenalkan barang dan jasa kepada konsumen dalam bentuk kegiatan ekonomi.

Peraturan pemasangan reklame tidak ada diatur secara khusus dalam suatu undang-undang atau peraturan-peraturan yang diberlakukan secara nasional di seluruh Indonesia. Dalam hal ini peraturan pemasangan reklame yang menyangkut tentang pajak diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing seperti ditetapkan kepada kepala daerah masing-masing dengan persetujuan bersama dengan DPRD, yakni yang berhubungan dengan perizinan, pembayaran pajak, dan lainnya. Khususnya untuk Kota Medan pengaturan ini mengenai penataan dan perizinan reklame diatur dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Penataan Reklame dan Peraturan Walikota Medan Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Penataan Reklame .

Sedangkan pengaturan pembayaran pajak reklame dan nilai sewa reklame diatur dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame.

Sedangkan untuk hal-hal lain seperti pembuatan, pemasangan, jenis, dan lamanya waktu serta pembayaran sewa yang harus dibayar oleh pemilik reklame kepada yang membuat atau yang menyiarkan reklame, tergantung yang


(49)

dikehendaki serta ditentukan sendiri oleh pihak yang berkepentingan. Pihak berkepentingan tersebut dengan membuat suatu perjanjian yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersangkutan, jadi berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak (Partij Autonomie).

3. Bentuk-bentuk Reklame

Peraturan Walikota Medan Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Penataan Reklame dan Peraturan Walikota Medan Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame mengklasifikasikan bentuk-bentuk reklame, yaitu:

1. Reklame papan/billboard/bando adalah reklame yang terbuat dari papan kayu,

calli brete, vinyle termasuk seng atau bahan lain yang sejenis dipasang atau

digantungkan atau dipasang pada bangunan, halaman, di atas bangunan

2. Reklame megatron/videotron/large electronic display (LED) adalah reklame yang menggunakan layar monitor besar berupa program reklame atau iklan bersinar dengan gambar dan atau tulisan berwarna yang dapat berubah-ubah terprogram dan difungsikan dengan tenaga listrik.

3. Reklame neon box adalah reklame yang diselenggarakan berupa gambar, lukisan atau tulisan pada kotak/box rangka besi, alumunium atau sejenisnya dengan tertutup menggunakan bahan plastik, fiberglas, dicat atau bahan jadi dari jenis vinil/plastik tebal atau sejenisnya, serta diberi penerangan lampu pada bagian dalam kotak/box yang pemasangannya tidak menggunakan


(50)

konstruksi secara khusus atau ditempelkan pada dinding baik sejajar, melintang atau menyilang jalan.

4. Reklame neon sign adalah reklame yang diselenggarakan berupa gambar, lukisan atau tulisan dari bahan lampu neon sign (lampu neon kecil berwarna) yang dipasang pada papan/board dengan rangka dan plat besi, alumunium dicat serta pemasangannya tidak menggunakan konstruksi secara khusus atau ditempelkan pada dinding baik sejajar, melintang atau menyilang jalan.

5. Reklame baliho adalah reklame yang diselenggarakan berupa gambar/lukisan dan/atau tulisan yang terdiri dari bahan kain, plastik disablon, papan, triplek, fiberglass, dan bahan lainnya yang sejenis untuk kegiatan tertentu dengan perletakan/penempatannya menggunakan rangka/board besi, alumunium di

las/rivet/bout atau kayu/bambu diikat kawat atau tali dan bersifat tidak

permanen.

6. Reklame kain/banner/umbul-umbul adalah reklame yang diselenggarakan berupa gambar, lukisan dan/atau tulisan dengan menggunakan bahan kain, termasuk kertas, plastik, karet atau bahan lainnya yang sejenis dengan itu, yang dipasang dengan cara digantungkan horizontal/vertikal dengan menggunakan tali pengikat dan/atau memakai tiang besi/bambu.

7. Reklame melekat/poster/stiker/rombong adalah reklame yang diselenggarakan berupa gambar, lukisan dan/atau tulisan berbentuk lembaran lepas di sablon atau dicetak/offset, dengan cara disebarkan, ditempelkan, dilekatkan, dipasang atau digantungkan pada suatu benda.

8. Reklame selebaran adalah reklame yang berbentuk lembaran lepas, diselenggarakan dengan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan


(51)

tidak untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang, digantungkan pada suatu benda lain.

9. Reklame berjalan/kendaraan adalah reklame yang ditempatkan atau ditempelkan pada kendaraan bermotor berupa gambar, lukisan dan/atau tulisan.

10.Reklame suara adalah reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantara alat.

11.Reklame udara adalah reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan gas, laser, pesawat udara atau alat lain yang sejenis.

12.Reklame apung adalah reklame yang diselenggarakan berupa gambar, lukisan dan/atau tulisan dengan cara disebarkan atau dipasang pada suatu alat/benda yang diletakkan di atas permukaan air.

13.Reklame film/slide adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara menggunakan klise berupa kaca atau film atau bahan-bahan yang sejenis, sebagai alat untuk diproyeksikan dan/atau dipancarkan pada layar atau benda lain di dalam ruangan.

14.Reklame peragaan adalah reklame yang diselenggarakan dengan cara memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara.

4. Maksud dan Tujuan Reklame

Reklame merupakan produk periklanan yang khusus ditujukan untuk keperluan perniagaan sehingga dengan menggunakan sarana promosi yang dilakukan produsen dengan menjual atau memperkenalkan produksi barang atau


(52)

jasanya kepada konsumen. Dengan demikian maksud dan tujuan reklame antara lain yaitu:

1. Menginformasikan, maksudnya adalah menginformasikan kepada pasar tentang produk baru, mengemukakan manfaat baru sebuah produk, menginformasikan kepada pasar tentang perubahan harga, menjelaskan tentang produk bekerja, menggambarkan jasa yang tersedia, memperbaiki kesan yang salah, mengurangi ketakutan pembeli, dan membangun citra perusahaan.

2. Membujuk, maksudnya mengubah presepsi mengenai atribut produk agar diterima pembeli.

3. Mengingatkan, maksudnya agar produk tetap diingat pembeli sepanjang masa, mempertahankan kesadaran akan produk yang paling mendapat perhatian.62

Setiap pekerjaan atau usaha dalam bidang apapun tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai, demikian juga halnya dengan usaha produsen atau penjual untuk membuat iklan atau reklame. Adapun sasaran dari suatu reklame antara lain:

1. Membentuk kesadaran khalayak untuk mengetahui segala sesuatunya tentang barang atau jasa tertentu (yang ditawarkan).

2. Menciptakan perasaan khalayak sedemikian rupa sehingga menyukai dan memilih barang atau jasa yang ditawarkan tersebut.

3. Mendorong khalayak agar berpikir dan bertindak (membeli) serta menggunakan barang atau jasa yang ditawarkan tersebut.63

62

Muhammad Jaiz, Op.Cit, hal.44

63


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perjanjian pemasangan papan reklame pada PT. Bensatra telah menerapkan asas kebebasan berkontrak. Perjanjian pemasangan papan reklame dibuat berdasarkan hasil kesepakatan yang dikehendaki para pihak dalam perjanjian yang terdiri dari; judul perjanjian, pihak-pihak dalam melakukan perjanjian, isi perjanjian (lingkup pekerjaan; jenis papan reklame, ukuran papan reklame, bentuk papan reklame dan lokasi tempat pemasangan papan reklame), jangka waktu perjanjian, harga sewa/kontrak pemasangan, cara pembayaran, pernyataan dan jaminan, keadaan memaksa/force majeure, penyelesaian perselisihan.

2. Prosedur dalam pemasangan papan reklame melalui PT. Bensatra sebagai pihak advertising yaitu: pada tahap pertama, PT. Bensatra dengan pemasang iklan melakukan perjanjian yang memuat jenis papan reklame, ukuran papan reklame, bentuk reklame, dan lokasi tempat pemasangan reklame untuk melanjutkan ke proses pre order (PO)/surat pesanan terhadap iklan yang akan dipasang. Pada tahap kedua setelah lokasi tempat pemasangan disetujui oleh pihak penyewa lahan atau pun disetujui oleh pemerintah kota Medan, PT. Bensatra melakukan perizinan pemasangan reklame ke Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Medan. Pada tahap ketiga setelah izin pemasangan telah disetujui, pihak pemasang iklan memberikan pembayaran uang muka (jika secara cicilan) untuk dilakukannya pemasangan iklan pada papan reklame.


(2)

Pada tahap keempat, jangka waktu pemasangan iklan pada papan reklame biasanya dibutuhkan 2 minggu dalam pembuatan konstruksi dan pembuatan visual selama 3 hari. Setelah pemasangan iklan pada papan reklame selesai dipasang dan kemudian pihak pemasang iklan membayar sisa pembayaran. 3. PT. Bensatra dengan pihak pengiklan dalam perjanjian lebih mengutamakan

mekanisme penyelesaian sengketa dengan cara musyawarah, yaitu perundingan antara kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan. Apabila hasil perundingan tidak berhasil dilakukan, maka penyelesaian sengketa antar pihak dapat dilakukan melalui pengadilan. Mengingat selama perjanjian pemasangan papan reklame tidak memiliki masalah yang cukup besar yang dapat mengakibatkan penyelesaian perselisihan melalui pengadilan.

B. Saran

1. Bagi para pihak advertising dan pemasang iklan seharusnya lebih memperhatikan lokasi pemasangan papan reklame. Jika dilihat saat ini, lokasi pemasangan papan reklame kebanyakan mengganggu keindahan kota Medan yang disebabkan makin maraknya pemasangan iklan papan reklame pada setiap sudut jalan maupun di trotoar.

2. Bagi pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kelayakan isi materi iklan yang harusnya sesuai dengan budaya masyarakat pada papan reklame. Khususnya pada iklan rokok dan minuman beralkohol. Kebanyakaan saat ini iklan tersebut dibuat dalam ukuran reklame yang besar sehingga mudah terlihat oleh kebanyakan anak dibawah umur.


(3)

3. Bagi pemerintah seharusnya lebih tegas mengawasi perizinan papan reklame, sehingga dapat mengatur tata letak reklame yang seharusnya dipasang dan tidak mengganggu keindahan kota.

4. Bagi pemerintah sebaiknya melakukan peninjauan langsung ke lapangan secara berkala sehingga tidak ada biro advertising yang memasang iklan tanpa izin dan taat membayar pajak. Dengan demikian pemasangan iklan dapat terorganisir dan terkendali jumlahnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Ardhi, Yudha, 2013, Merancang Media Promosi Unik dan Menarik, Taka Publisher, Yogyakarta,

Asikin, Zainal dan Amiruddin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Badrulzaman, Mariam Darus, 2001, KUHPerdata Buku III, Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya,, Alumni, Bandung.

Badrulzaman, Mariam Darus, et al, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Fuady, Munir, 2014, Konsep Hukum Perdata, Rajawali Pers, Jakarta.

H. S, Salim, 2004, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta.

---, 2008, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

H. S, Salim dan Erlies Septiana Nurbani, 2014, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta Timur.

Harahap, M. Yahya, 1986, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung. Hernoko, Agus Yudha, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam

Kontrak Komersial, Kharisma Putra Utama, Jakarta.

Jaiz, Muhammad, 2001, Dasar-dasar Periklanan, Graha Ilmu, Yogyakarta. Jefkins, Frank, 1996 Advertising, Terj. Haris Munandar, Erlangga, Jakarta.

Khairandy, Ridwan, 2004, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.

Nur, Intan Rahmawanti dan Rukiyah Lubis, 2014, Win-Win Solution Sengketa Konsumen, Pustaka Yustisia, Yogyakarta.

Meliala, Djaja S., 2007, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuansa Aulia, Bandung.


(5)

Miru, Ahmadi dan Sakka Pati, 2008, Hukum Perikatan Penjelasan makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, Rajawali Pers, , Jakarta.

Muhammad, Abdul Kadir, 1990, Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bakti Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, 2008, Perikatan Yang Lahir dari

Perjanjian, RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Prodjodikoro, Wirjono, 2011 Asas-asas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung.

Runtung, 2014, Penyelesian Sengketa Alternatif: Keberhasian dan Kegagalannya, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Santoso, Lukman, 2012, Hukum Perjanjian Kontrak Panduan Memahami Hukum Perikatan & Penerapan Surat Perjanjian Kontrak, Cakrawala, Yogyakarta.

Setiawan, R., 1999, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Putra A. Bardin, Bandung. Simanjuntak, P.N.H., 2005, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Djambatan,

Jakarta.

Subekti, R., 1995, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung. ---, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta.

Soemitro, Ronny Hanitijo, 1999, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Suhandang, Kustadi, 2010, Periklanan: Manajemen, Kiat dan Strategi, Nuansa, Bandung.

Suharmoko, 2005, Hukum Perjanjian, , Kencana, Bandung.

Sunggono, Bambang , 2003, Metode Penelitian Hukum,, Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Syahrani, Riduan Syahrani, 2004, Seluk-Beluk dalam Asas-Asas Hukum Perdata, PT. Alumni, Bandung.


(6)

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Peraturan Walikota Medan Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame.

Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Penataan Reklame.

C. KAMUS

Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta, PT Balai Pustaka.

Penerbit, Kamus Hukum, 2008, Bandung, Citra Umbara

D. SKRIPSI DAN TESIS

Obaja David J.H. 2005. Sitorus, Analisis Terhadap Risiko Yang Terjadi Dalam Pemasangan Papan Reklame (Studi Kasus Di Kantor Walikota Medan. Skripsi, Fakutas Hukum Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nazwa Muis, 2007. Analisis Terhadap Risiko Hukum Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame (Studi Kasus Di Kota Medan). Tesis. Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara. Medan.

E. INTERNET

“Media massa: pengertian, karakter, jenis, dan fungsi”

http://romeltea.com/media-massa-makna-karakter-jenis-dan-fungsi/ diakses pada tanggal 3 Oktober 2014

“Arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan”

http://www.slideshare.net/WawanGoendoel/alternatif-penyelesaian-sengketa-bisnis-di-luar-pengadilan diakses pada tanggal 8 Februari 2015

“Metode penelitian hukum empiris dan normatif”

http://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/ diakses pada tanggal 17 Maret 2015


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Perusahaan PT. Samudera Indonesia Dalam Pelaksanaan Bongkar Muat Barang Melalui Angkutan Laut (Studi Pada PT. Samudera Indonesia Cab. Belawan Medan)

26 180 94

Perjanjian Pemasangan Papan Reklame Antara PT. Sumo Internusa Indonesia Advertising dengan PT.Samsung Elektronik Indonesia di Medan

4 54 146

“Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara PT. Bank Central Asia, Tbk dengan PT. Dana Purna Investama (Studi Penelitian pada PT. Bank Central Asia, Tbk Kanwil V Medan)

4 73 109

Tinjauan Yuridis Penerbitan Obligasi Pada PT. Bank Sumut (Studi Pada PT. Bank Sumut)

10 162 118

Tinjauan Yuridis Atas Perjanjian Sewa Menyewa Safe Deposit Box Pada PT. BNI (PERSERO) Tbk Tanjung Balai Asahan

4 86 123

Tinjauan Yuridis Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Pemberian Likuiditas Pada Bank Umum (Studi Kasus PT. Bank Century, Tbk)

0 69 135

Tinjauan Yuridis Terhadap Pertanggungjawaban Atas Hilangnya Objek Jaminan Fidusia (Studi Kasus Pada Pt. Bank) Muamalat Indonesia, Kantor Cabang Medan-Sudirman)

1 58 137

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian - Tinjauan Yuridis Terhadap Konsekuensi Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame(Studi Pada Pt. Bensatra)

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Konsekuensi Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame(Studi Pada Pt. Bensatra)

0 0 15

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN PEMASANGAN PAPAN REKLAME ANTARA PT. SAMSUNG ELEKTRONIK INDONESIA CABANG MEDAN DENGAN PT. SUMO INTERNUSA INDONESIA ADVERTISING A. Perjanjian Pemasangan Papan Reklame sebagai Perjanjian Tidak Bernama (Inn

0 0 28