BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
Bab ini menjelaskan proses sistem jaringan saraf tiruan propagasi balik untuk pengenalan citra sidik jari dan analisis kebutuhan sistem yang akan dibangun serta
perancangannya. Tindakan yang akan dilakukan pada tahap perancangan adalah mentransformasikan model analisis ke model perancangan.
3.1 Analisis Data Sistem
3.1.1 Akuisisi Citra
Data sampel citra sidik jari yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari sebuah situs internet http:www.bias.csr.unibo.itfvc2000databases.asp. Jumlah seluruh data
adalah 80 sidik jari, yang berasal dari 10 individu yang masing-masing diambil sebanyak 8 kali dengan posisi yang sama. Tidak semua data digunakan dalam
penelitian ini, penulis hanya mengambil 60 citra sidik jari berasal dari 10 individu yang masing-masing diambil sebanyak 6 kali. Tiap citra berdimensi 300x300 piksel
dengan format .tif, skala keabuan 8 bit grayscale dan diambil dengan fingerprint scanner resolusi 500dpi. Penulis menetapkan ukuran citra menjadi 180 x 180 dengan
format bitmap. Ukuran citra yang digunakan seragam. Penelitian ini menggunakan data dalam bentuk pola-pola diskrit dari citra sidik jari, sehingga setiap citra sidik jari
harus diubah representasinya dari keadaan kontinu ke dalam bentuk pola-pola diskrit melalui informasi graylevel dan proses ekstraksi fitur. Data tersebut kemudian dibagi
menjadi 2 bagian, yaitu data pelatihan training, dan data pengujian testing. Sebanyak 40 buah sebagai data pelatihan dan 20 buah sebagai data pengujian.
Universitas Sumatera Utara
3.1.2 Praproses Citra
Citra yang diperoleh tidak langsung dapat diambil nilai fiturnya yang akan digunakan dalam jaringan saraf tiruan agar diklasifikasi, citra tersebut terlebih dahulu mengalami
praproses citra. Citra grayscale yang diperoleh dideteksi tepi terlebih dahulu untuk mempertegas batas yang membedakan mana bukit dan lembah dalam sidik jari.
Kemudian citra ini mengalami binerisasi agar diperoleh citra bilevel binary image dan yang terakhir adalah ekstraksi fitur yang menghasilkan nilai atau fitur yang
digunakan sebagai nilai input dalam jaringan saraf tiruan.
Deteksi Tepi
Binerisasi Ekstraksi Fitur
Citra Grayscale
Nilai Fitur Citra
Gambar 3.1 Praproses Citra
3.1.2.1 Deteksi Tepi
Deteksi tepi berfungsi untuk mempertegas batas citra atau untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau obyek di dalam citra. Pada penelitian ini
digunakan operator Sobel dengan dua buah kernel yaitu:
Pada perancangan kali ini digunakan operator Sobel karena mampu menghasilkan hasil ekstraksi paling halus
Gambar 3.2 Dua Buah Matriks Kernel Sobel
-1 1
1 2
1 -2
2 -1
1 -1
-2 -1
Universitas Sumatera Utara
Tahapan deteksi tepi menggunakan operator Sobel:
1.
Input Citra grayscale m x n piksel.
2.
Lakukan konvolusi dengan menggunakan kernel Sobel 3 x 3 untuk menghasilkan peta intensitas gradien.
3.
Hitung nilai gradien.
4.
Kembalikan nilai matriks menjadi nilai intensitas citra.
5.
Proses selesai dan dihasilkan tepi dari sebuah citra digital.
Mulai
Ambil nilai pixel x,y
Pisahkan nilai RGB
Hitung intensitas RGB= 0.333Fp.R +p.G+p.B
Lakukan konvolusi nilai intensitas dengan operator
sobel 3x3 gradX= intensity maskX
gradY= intensity maskY
Hitung nilai gradient Grad = |sx| + |sy|
Selesai Input Citra
grayscale sidik jari
Tampilkan citra hasil deteksi tep
i
Gambar 3.3 Flowchart Deteksi Tepi Sobel
Universitas Sumatera Utara
Operator Sobel adalah magnitudo dari gradien yang dihitung dengan persamaan: M=
2
+
2
atau M = |sx| + |sy| 3.1
Misalkan pada citra sidik jari grayscale dilakukan deteksi tepi dengan mengambil 1 blok citra berukuran 3 x 3 Pixel sesuai dengan operator sobel yang berukuran 3x3 .
188 188 188 -1 -2 -1
-1 1
158 114 159 Sx= 0 Sy= 2
2 148 211 135
1 2
1 -1
1
Gambar 3.4 Matriks 3x3 Pixel dengan Dua Operator Sobel
Gx = 188-1 + 188-2 + 188-1 + 1481 + 2112 + 1351
= -188 -376 -188 +148 + 422 + 135 = -47
Gy = 188-1 + 1582 + 148-1 + 1881 + 1592 + 1351
= -188 + 316 - 148 + 188 + 318 + 135 =
621 Perhitungan nilai magnitudo M dengan menggunakan persamaan 3.1 adalah
sebagai berikut: M = |sx| + |sy|
M = |-47| + |621| M = 668
Citra hasil konvolusi yang diperoleh dari perhitungan deteksi tepi untuk pixel blok 3 x 3 citra sidik jari adalah 668, maka karena nilai grayscale antara 0 - 255, maka nilai
piksel yang ditinjau adalah 255 seperti pada Gambar 3.7.
255
Gambar 3.5 Nilai Konvolusi M Sekitar Pixel 3x3
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil konvolusi dengan operator Sobel terhadap 9 piksel maka nilai piksel dan dimasukkan ke dalam matriks citra 3x3 piksel seperti pada Gambar 3.8. Lakukan
proses yang sama untuk piksel lainnya.
188 188
188
158 255 159
148 211 135
Gambar 3.6 Matriks Hasil Deteksi Tepi
Gambar 3.7 Citra Hasil Deteksi Tepi
3.1.2.2 Binerisasi
Pada proses ini akan menghasilkan citra hitam putih yang bersih dari tingkat keabuan grayscale, dengan kata lain metode ini mengonversi citra gray-level ke citra bilevel
binary image. Pada tahap ini, akan diambil nilai rata-rata nilai pixel RGB Red, Green, Blue untuk kemudian dicek, jika nilai yang dihasilkan kurang dari nilai
ambang threshold yang dihasilkan maka nilai piksel tersebut diubah menjadi warna hitam, sebaliknya jika lebih besar dari nilai ambang threshold maka akan diubah
menjadi warna putih.
Matriks biner dari citra ini dibentuk berdasarkan nilai hitam putih pada citra yang telah didapatkan persamaan 2.2, jika pixel citra pada koordinat x,y berwarna
hitam maka nilai matriks biner pada baris i dan kolom j adalah 1, sebaliknya 0 persamaan 2.3. Matriks biner ini selanjutnya akan digunakan untuk pengolahan
selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.8 Citra Hasil Binerisasi
3.1.2.3 Ekstraksi Fitur Feature Extraction
Feature extraction merupakan proses untuk mendapatkan nilai-nilai unik dari suatu citra yang telah mengalami proses pengolahan citra sebelumnya. Setiap data yang
akan diamati dan dianalisis oleh jaringan saraf tiruan harus direpresentasikan secara baik ke dalam bentuk data numerik atau data biner. Untuk itu, diperlukan suatu cara
yang dapat mengekstraksi ciri dari setiap data tadi secara konsisten. Data hasil ekstraksi haruslah benar-benar dapat mewakili karakteristik atau ciri-ciri dari data
yang diamati, sehingga diharapkan dari sekumpulan data dengan target yang sama akan dihasilkan suatu generalisasi atau pencirian secara umum terhadap suatu target
yang sejenis. Transformasi wavelet diskrit digunakan sebagai metode ekstraksi fitur karena kemampuan menguraikan citra input menjadi citra global dan citra detil. Proses
transformasi ini disebut dekomposisi wavelet, dan hasil dekomposisi ini disebut koefisien wavelet yang dapat dijadikan input pada jaringan saraf tiruan
Gambar 3.9 Citra Hasil Dekomposisi Wavelet
LL LH
HL HH
Universitas Sumatera Utara
Citra hasil dekomposisi yang tampak pada gambar 3.9 bagian kanan merupakan citra hasil normalisasi koefisien wavelet, agar koefisien wavelet tersebut dapat diamati
secara visual. LL menunjukan bahwa subcitra tersebut merupakan hasil konvolusi low-pass filter baik pada baris maupun kolom. LH adalah hasil konvolusi low-pass
filter pada baris dan high-pass filter pada kolom. HL adalah hasil konvolusi high-pass filter pada baris dan low-pass filter pada kolom. HH adalah hasil konvolusi high-pass
filter baik pada baris maupun kolom. Dengan demikian, LL merupakan citra global, sedangkan LH, HL, dan HH merupakan citra detil. Citra global hasil dekomposisi
wavelet didekomposisikan kembali untuk mendapatkan citra global dan citra detil pada level berikutnya.
Proses dekomposisi wavelet dapat dihitung secara konvolusi maupun dengan cara perataan dan pengurangan secara berulang, seperti ilustrasi di bawah ini.
Misalkan terdapat citra dari hasil binerisasi dalam bentuk matriks di bawah ini:
=
+
+1
2
3.2 =
−
+1
2
3.3
Untuk melakukan transformasi level 1 dilakukan dekomposisi tiap kolom dahulu misal dilakukan pada kolom 1 seperti di bawah ini:
[0 0 0 0] [0 0] a = 0 + 0 2 = 0
[0 0] a = 0 + 0 2 = 0 c = 0 - 0 2 = 0
c = 0-0 2 = 0 0 0
1 0 1
1 0 0
0 0
Universitas Sumatera Utara
Proses perhitungan dilanjutkan pada kolom 2 seperti di bawah ini: [0 1 1 0]
[0 1] a = 0+1 2 = 0.5 [1 0] a= 1 + 0 2= 0.5
c = 0-1 2 = -0.5 c= 1-0 2 = - 0.5 Perhitungan pada kolom ke-3 :
[0 0 0 0] [0 0] a = 0 + 0 2= 0
[0 0] a = 0 + 0 2 = 0 c = 0 - 0 2= 0 c = 0 - 0 2= 0
Perhitungan pada kolom ke-4 [0 1 0 0]
[0 1] a = 0+12 = 0.5 [0 0] a = 0 + 0 2= 0 c = 0-1 2= -0.5
c = 0 - 0 2 = 0 Proses selanjutnya, kumpulan nilai a diletakkan pada baris pertama dan kedua.
Sedangkan kumpulan nilai c diletakkan pada baris ke-tiga dan ke-empat.
Gambar 3.10 Transformasi Wavelet pada kolom
Selanjutnya dilakukan proses transformasi pada baris matriks hasil kumpulan nilai a dan c di atas. Sebagai contoh diambil nilai pada baris pertama yaitu [0 0.5 0 0.5]
[0 0.5] a = 0 + 0.5 2 = 0.25 [0 0.5] a= 0 + 0.52 = 0.25
c = 0- 0.5 2 = -0.25 c = 0 - 0.5 2 = -0.25
0 0.5 0 0.5 0 -0.5 0 -0.5
0 0.5 0 0 0 -0.5 0 0
nilai a dan c c
0 0.5 0 0.5 0 0.5 0 0
0 -0.5 0 -0.5 0 -0.5 0 0
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan baris ke-dua: [0 0.5] a = 0 + 0.5 2 = 0.25
[0 0] a = 0 + 0 2 = 0 c = 0- 0.5 2 = -0.25
c = 0- 0 2 = 0
Perhitungan baris ke-tiga: [0 -0.5] a = 0 + -0.5 2 = -0.25
[0 -0.5] a= 0 + -0.52 =0.25 c = 0- -0.5 2 = 0.25
c = 0- -0.5 2 = 0.25
Perhitungan baris ke-empat: [0 -0.5] a = 0 + -0.5 2 = -0.25
[0 0] a = 0 + 0 2 = 0 c = 0- -0.5 2 = 0.25
c = 0- 0 2 = 0
Proses selanjutnya, kumpulan nilai a diletakkan pada kolom pertama dan ke-dua. Sedangkan kumpulan nilai c diletakkan pada kolom ke-tiga dan ke-empat.
Gambar 3.11 Transformasi Wavelet pada baris
Matriks di atas adalah matriks hasil transformasi wavelet level 1 yang menghasilkan 4 citra, yaitu citra pendekatan, citra detil horizontal, citra detil vertikal dan citra detil
diagonal. Hasil transformasi wavelet level 1 dapat dilihat pada gambar 3.12. Citra dapat didekomposisi menjadi beberapa level sesuai kebutuhan, dan transformasi
wavelet level 2 dapat dimulai dari matriks hasil transformasi wavelet level 1. Transformasi wavelet ini dapat dilanjutkan menjadi beberapa level sesuai yang
diinginkan.
0.25 0.25
-0.25 -0.25
-0.25 -0.25
0.25 0.25
0.25 0.25
-0.25 0.25
nilai a dan c c 0.25
-0.25 0.25
-0.25 -0.25
0.25 -0.25
0.25 0.25
0.25 -0.25
0.25
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.12 Transformasi Wavelet level 1
Koefisien wavelet yang dihasilkan melalui proses transformasi merupakan input bagi jaringan saraf tiruan propagasi balik. Koefisien tersebut perlu dinormalisasi
terlebih dahulu agar nilainya berada pada range -1 hingga +1 atau pada range 0 hingga 1 sesuai dengan syarat data input pada jaringan saraf tiruan. Hal ini dilakukan agar
nilai keluaran yang dihasilkan dapat terletak pada range 0 dan 1.
Normalisasi koefisien ini dapat dilakukan dengan cara membagi nilai koefisien tersebut dengan nilai maksimum yang dapat dicapai koefisien wavelet pada
dekomposisi tersebut. Dengan menggunakan rumus:
|k| = maksM,N
2n
x 255 3.4
M = | |, Hi ∈
3.5 N =
| |, Hi ∈ 3.6
Keterangan: |k| adalah nilai maksimum yang dapat dicapai koefisien wavelet citra pada level
dekomposisi n M adalah hasil penjumlahan low pass filter bernilai positif
N adalah hasil penjumlahan low pass filter bernilai negatif H adalah koefisien low-pass filter
n adalah level dekomposisi wavelet, 2n menunjukkan bahwa satu kali dekomposisi dilakukan proses fikter sebanyak dua kali yaitu baris dan kolom
Dengan demikian, normalisasi koefisien transformasi wavelet diskrit citra dilakukan dengan menggunakan persamaan:
0.25 -0.25
0.25 -0.25
-0.25 0.25
-0.25 0.25
0.25 0.25
-0.25 0.25
Universitas Sumatera Utara
� =
�0 | |
3.7 Keterangan:
Wn adalah nilai koefisien wavelet citra hasil normalisai yang digunakan sebagai input untuk jaringan saraf tiruan.
W adalah nilai koefisien wavelet citra sebelum dinormalisasi
|k| adalah nilai maksimum yang dapat dicapai koefisien wavelet citra pada level dekomposisi n
Hasil koefisien pada transformasi wavelet level 1 pada gambar 3.11 di atas kemudian
dinormalisasi dengan
menggunakan persamaan
3.7 sehingga
menghasilkan koefisien seperti di bawah ini.
Gambar 3.14 Koefisien wavelet ternormalisasi
Setiap dekomposisi wavelet sebanyak n- level akan menyebabkan tinggi dan lebar subcitra pada level tersebut menjadi 2
-n
dari tinggi dan lebar citra aslinya. Dengan demikian, jika ukuran citra input adalah 180 x 180, maka ukuran koefisien
transformasi wavelet diskrit pada level 4 sesuai penelitian adalah 11x 11.
3.2 Perancangan Sistem