35
Setelah mempelajari materi ini, pelaku utama dan pelaku usaha mengetahui penanganan pasca panen dan pengolahan ikan gurami.
MATERI 4. PENGOLAHAN IKAN GURAMI
A. Penanganan pasca panen
Penanganan pascapanen difokuskan untuk ikan gurami konsumsi segar yang telah mati. Hal ini karena ikan konsumsi yang telah mati akan cepat mengalami
penurunan mutu jika tidak segera ditangani. Sementara untuk ikan gurami konsumsi hidup tidak ada masa
l ah, karena ikan yang hidup dan sehat tidak akan mengalami
proses pembusukan secara alami .
Penelitian mengenai pengaruh pemberokan pra transportasi dan pembugaran pasca transportasi telah dilakukan. Pemberokan dilkakukan terhadap ikan gurami selama
0,,1,,2,dan 3 hari sebelum transportasi. Ikan gurami kemudian ditransportasikan selama 18 jam dengan teknik pengemasan metode basah dengan menggunakan blong plastik yang
ditutup dengan batang pisang. Setelah ditransportasikan ikan dibugarkan selama 24 jam. Pembugaran dilakukan dalam akuarium bertingkat dengan system sirkulasi tertutup.
Penelitian dilakukan dengan dua kali ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap kondisi dan aktivitas ikan serta kualitas air selama transportasi. Guramii mortalitas gurami pasca
transportasi terbaik diperoleh pada perlakuan 1 hari pemberokan baik dengan kepadatan 1:3 maupun dengan kepadatan 1:4, yaitu 0 atau ikan masih dalam keadaan hidup semua.
Guramii mortalitas pada perlakuan pemberokan 0 hari dengan kepadatan 1:4 adalah 0, namun untuk kepadatan 1:3 adalah 10. Perlakuan pemberokan 2 hari menyebabkan
mortalitas sebesar 16.6 untuk kepadatan 1:4 dan 9 untuk kepadatan 1:3. Perlakuan pemberokan 3 hari menyebabkan mortalitas ikan gurami sebesar 12.5 untuk kepadatan
1:4 dan 8 untuk kepadatan 1:3. Sekitar 42 – 62 ikan gurami mengalami mata berkabut
pasca transportasi. Pembugaran 24 jam pasca transportasi menghasilkan tingkat mortalitas
36 hingga 85. Pengamatan terhadap kualitas air menunjukkan kadar amonia dan nitrit yang
semakin meningkat selama transportasi maupun selama pembugaran berlangsung. Jika mengalami kerusakan rnikrobiologis, bahan makanan yang mengandung
protein akan menghasilkan bau busuk khas protein. Bau busuk tersebut dikenal sebagai bau putrid. Sementara kerusakan yang menghasilkan bau putrid disebut kerusakan putrefaktif
Kerusakan semacam ini juga dialami ikan gurami yang sudah mati .
Mikroorganisme yang paling berperan dalam menyebabkan kerusakan makanan berprotein adalah bakteri
. Bakteri tersebut mampu memecah protein menjadi senyawa-
senyawa sederhana seperti kadaverin, putresin, skatol, H
2
S, dan NH
3
, yang menyebabkan bau busuk
. Selain bau busuk, kerusakan jaringan protein jugamengakibatkan rasa makanan
menjadi tidak enak serta tekstur makanan menjadi lembek dan berair .
Lemak dan minyak yang terdapat pada bahan makanan dapat mengalami pemecahan menjadi asam lemak dan gliserol
. Asam lemak-terutama asam lemak
tak jenuh yang memiliki ikatan rangkap -
dapat mengalami pemecahan lebih lanjut menjadi senyawa sederhana seperti aldehid, keton, dan senyawa lain yang menimbulkan
bau tengik .
Proses terjadinya kerusakan makanan karena aktivitas mikroba biasanya terjadi secara simultan dan bersama-sama. Hal ini disebabkan dalam bahan makanan biasanya
selain terdapat kandungan protein, juga terkandung karbohidrat dan lemak .
Oleh sebab itu tanda-tanda kerusakannyapun biasanya ada bermacam-rnacam.
Kadar a i
r rata-rata yang cukup tinggi, yaitu 70-80 dari berat ikan
, menyebabkan mikroorganisme mudah
berkembang. Kandungan enzim yang dapat menguraikan protein menjadi putresin,isobutilamin,
kadaverin, dan lainnya yang menyebabkan bau tidak sedap busuk. Lemak ikan banyak mengandung
asam lemak
tidak jenuh
ganda berantai
panjang yang sangat mudah mengalami proses oksidasi sehingga menghasilkan bau tengik.
Daging ikan memiliki susunan sellonggar sehingga komponen gizinya mudah terurai. Be
r bagai mikroorganisme akan menguraikan komponen gizi ikan menjadi senyawa
37 berbau busuk seperti indol, H
2
S, skatola, dan markaptan. Untuk mengetahui apakah ikan dalam keadaan segar atau tidak
, berikut disajikan ciri-ciri umum keadaan ikan yang masih
segar dan ikan yang telah busuk. Tabel 2. Ciri-ciri ikan segar yang yang bermutu tinggi maupun yang bermutu rendah
Parameter Ikan segar bermutu tinggi
Ikan segar bermutu rendah
Mata Cerah, bola mata menonjol,
kornea jernih Bola mata cekung, pupil putih
susu, kornea keruh Insang
Warna merah cemerlang, tanpa lendir
Warna kusam, dan berlendir Lendir
Lapisan lender jernih, transparan, mengkilat cerah,
belum ada perubahan warna Lender berwarna kekuningan
sampai coklat tebal, warna cerah hilang, pemutihan nyata
Daging dan perut Sayatan daging sangat
cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang
tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding
perut dagingnya utuh, bau isi perut segar
Sayatan daging kusam, warna merah jelas sepanjang tulang
belakang, dinding perut membubar, bau busuk
Bau Segar, bau rumput laut, bau
spesifik menurut jenis Bau busuk
Konsistensi Padat, elastis bila ditekan
dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang
Sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila ditekan, mudah
sekali menyobek daging dari tulang
belakang
Sumber: SNI No.01-2729.1-2006 Penanganan rantai dingin
y aitu penerapan teknik pendinginan 0-4°C terhadap
ikan secara terus-menerus. Penanganan rantai dingin ini dilakukan tanpa terputus sejak pemanenan, penanganan,pengolahan, distribusi
, hingga produk sampai ke tangan
konsumen. Penanganan sistem rantai dingin harus memenuhi syarat berikut. Suhu ikan selama penanganan hingga ke tangan konsumen tidak boleh lebih dari 4° C. Teknologi
dan peralatan yang digunakan dapat menjaga suhu ikan agar tidak lebih dari 4° C .
Prosedur baku yang harus ditaati agar suhu ikan tidak lebih dari 4 ° C.Kesegaran gurami yang disimpan pada suhu 0° C bertahan hingga 16 hari. Pada suhu 10° C,
38 kesegarannya ber
t ahan sampai enam hari. Sementara suhu 20° C hanyasampai dua
hari. Penanganan rantai dingin bisa dilakukan dengan menggunakan es atau freezer .
Cara yang paling mudah dan murah yaitu menggunakan es, baik dalam bentuk bongkahan, balok, pecahan, maupun curah. Perbandingan ideal antara es dengan ikan
adalah 1:1 .
Perbandingan tersebut harus selalu dijaga dari waktu ke waktu. Es yang mencair harus diganti dengan es baru dalam jumlah yang sama.
Dalam hal mendinginkan, es curah lebih efektif dibandingkan es balok .
Tetapi es curah lebih cepat mencair
. Semakin kecil ukuran butiran es, semakin cepat kemampuan
mendinginkannya dan semakin mudah mencair. Selain bentuk es, tempat yang digunakan juga berpengaruh terhadap kecepatan pencairan es. Tempat yang
mempunyai sifat insulator tinggi akan menghambat proses pencairan es. Jumlah es
y an
g dibutuhkan dibandingkan pad
a cuaca , jarak tempuh juga
harus diperhatikan.
Semakin jauh jarak tempuhnya jumlah es yang dibutuhkan semakin ban
y a
k .
Tempat yang dapat digunak an untu
k mempertahankan mutu ikan, di antaran
ya: blong drum dari plastik berisi es,
kotak pendingin cool box yang terbuat dari bahan polystyrene ,
kotak berinsulasi insulated box, ruang pendingin chill room,
refrigerator
, dan
brine chilling.
B. Pengolahan Ikan Gurami