Optimasi Citra Radiografi Pada Pemeriksaan Pelvis Menggunakan Computed Radiography (CR)

(1)

(2)

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aniati Murni A dan Suryana Setiawan. (1992). Pengantar Pengolahan Citra Digital. PT Elex Media Komputindo

Ballinger, Philip, W., & Eugene D, Frank. (2003). Merrill’s Atlas of Radiographic Positions & Radiologic Procedure.Vol:1, Mosby Elsevier

European Commission. (1996). European Guidelines on Quality Criteria for Diagnostic Radiographic Images. Brussels, Luxembourg : Office for Publication of The European Communities

Fuji Computed Radiography FCR. (2011). General Description of Image Processing. Japan

Gunn, Chris. (2002). Radiographic Imaging A Practical Approach, Third Edition. London: Churchill livingstone

Kane S.A. (2005). Introduction To Physics In Modern Medicine. Taylor and Francis, New York, USA

          Pearce, C. Evelyn (2002). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta : PT. Gramedia

Rando Phantom Datasheet. www.phantomlab.com (di akses 5 Maret 2013)

Seibert, J.A. etc. American Association of Physicists in Medicine Report No. 93. (2006). Acceptance Testing and Quality Control of Photostimulable Storage Phosphor Imaging Systems. One Physics Ellipse College Park


(4)

Tiago, A, Ferreira., Wayne, Rasband. (2011). The ImageJ User Guide - Version 1.44. Centre for Research in Neuroscience McGill University, Montreal, QC, Canada.


(5)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Peralatan Dan Bahan

Proses pengambilan data dilakukan di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi dengan menggunakan pesawat sinar-x merek Shimadzu ED 125 – L dengan nomor seri 62816622, beda potensial maksimum 150 kVp dan arus maksimum 500 mAs yang telah mendapatkan izin dari Balai Pengamanan Fasilitas Kesehetan ( BPFK ) Medan No. YM.02.02.1856.1. Gambar 3.1

menunjukkan gambar pesawat sinar-x merek Shimadzu ED 125 – L


(6)

Peralatan lain yang digunakan untuk mendapatkan citra yaitu Computed Radiography (CR) dengan merek Fuji buatan tahun 2010 model FCR Prima T Image Reader Drypic 2000 serta kaset Imaging Plate ukuran 35 cm x 35 cm.

Gambar 3.2 menunjukan Computed Radiography (CR) tipe Fuji dan Gambar 3.3

kaset Imaging Plate ( IP )

Gambar 3.2 CR tipe Fuji Gambar 3.3 Kaset IP

Peralatan untuk objek penelitian adalah phantom rando berupa objek pelvis, sesuai prototipe dari jaringan tubuh manusia yang dapat memberikan informasi detail pemetaan distribusi dosis. Phantom rando ditunjukkan pada

Gambar 3.4.


(7)

Selain itu juga digunakan softwere Image - J untuk menghitung PV citra CR.

3.2.Tahap Penelitian Pengambilan Data

Sebelum melakukan eksposi pada Phantom rando terlebih dahulu mempersiapkan alat – alat yang di butuhkan untuk penelitian, setelah itu dilanjutkan dengan eksposi phantom rando pelvis AP yang akan di papar 8 (delapan variasi ekspose).

Kondisi eksposi untuk proyeksi Pelvis AP, kaset IP diletakkan di bawah phantom dengan pelvis diposisikan berdiri dalam proyeksi AP menghadap tabung sinar-X, SID 100 cm, berkas pusat sinar tegak lurus horisontal terhadap kaset IP dan tegak lurus terhadap titik bidik pada area titik tengah antara spina illiaca anterior superior (SIAS) kanan dan kiri pelvis, eksposi masing-masing dikondisikan dengan 65, 70, 75, dan 80 kVp serta kVp divariasi dengan 10 dan 16 mAs.

Setelah eksposi, dilakukan prosesing IP dengan menampilkan citra soft-copy tanpa manipulasi citra, selanjutnya citra softcopy disimpan ke dalam format dicom untuk mengevaluasi PV citra yang diaplikasikan ke dalam nilai kontras radiografi CR. Nilai kontras radiografi dianalisa satu persatu dengan mengukur PV citra, menggunakan softwere ImageJ dengan perlakuan pengukuran PV dibuat konstan pada setiap obyek menggunakan pola rectangular, nilai kontras dihitung dari selisih PV maksimum dan minimum. Untuk optimasi citra dianalisa dengan kriteria penerimaan citra (KPC) dari Europian Guidelines dan diinterpretasi oleh dokter spesialis radiologi untuk lebih mendukung optimasi citra yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa, selengkapnya disajikan dalam Lampiran 1. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.5.


(8)

(9)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini, kriteria untuk menentukan optimasi citra radiografi dengan mengevaluasi kriteria penerimaan citra (KPC) yang disyaratkan Europian Guidelines harus mempunyai prosentase tinggi dan nilai kontras radiografi optimum diantara citra lainnya untuk masing-masing objek. Kontras radiografi didapat dari selisih nilai maksimum dan minimum PV citra menggunakan softwere Image J . Kontras tinggi terjadi karena perbedaan atenuasi sinar-X oleh jaringan dengan perbedaan ketebalan dan atau koefisien atenuasi tinggi, menyebabkan perbedaan skala keabuan (grayscale) antara satu area dengan area lainnya menjadi tinggi. Sedangkan kontras rendah terjadi karena perbedaan atenuasi sinar-X oleh jaringan dengan perbedaan ketebalan dan atau koefisien atenuasi rendah, menyebabkan perbedaan skala keabuan (grayscale) antara satu area dengan area lainnya menjadi rendah. Gambar 4.1 menunjukan Citra Radiografi Pelvis AP yang dihasilkan dengan rentang 65 kVp – 80 kVp masing - masing divariasi dengan 10 dan 16 mAs.


(10)

Citra radiografi Pelvis AP pada Gambar 4.1 diperoleh dengan memberikan sejumlah eksposi, posisi pelvis menghadap tabung sinar-X dan CP tepat pada titik tengah antara Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS) kanan dan kiri dengan variasi eksposi (kVp, mAs), kontras tinggi dan kontras rendah dapat dilihat pada

Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Prosentase KPC dan Kontras Radiografi Pelvis AP

Faktor Eksposi KPC

%

Mean Pixel Value (PV) Kontras Tinggi (PV(FO-OI))

Kontras Rendah (PV(FO-VU))

S Value

kVp mAs Kode OI VU FO

65 10 EP1 87.5 250 342.7 366.7 116.7 24 798

65 16 EP2 87.5 258.6 342.2 390.5 131.9 43.3 527 70 10 EP3 87.5 253.3 328.3 385.6 132.3 57.3 504 70 16 EP4 87.5 253.3 320.9 357.6 104.3 36.7 318

75 10 EP5 100 270.6 372.7 430.6 160 58 578

75 16 EP6 87.5 260.4 310.1 333.8 73.4 23.6 205 80 10 EP7 87.5 251 314.4 346.8 95.8 32.4 283 80 16 EP8 87.5 275.5 349.8 388.3 112.8 38.5 236

Pada Tabel 4.1 kondisi eksposi yang digunakan dengan rentang 65 kVp – 80 kVp masing - masing divariasi dengan 10 dan 16 mAs. Terlihat bahwa prosentase penerimaan citra hampir semua 87.5 % kecuali pada eksposi 75 kVp 10 mAs bernilai 100 %, kontras tinggi dari nilai 73.4 – 160 dan kontras rendah dari nilai 23.6 – 58.


(11)

Gambar 4.2 Anatomi Radiografi Pelvis AP Untuk Analisa Kriteria Penerimaan Citra dan Pengukuran PV

Pada Gambar 4.2 tampak bagian organ pelvis untuk analisa kriteria penerimaan citra, dengan prosentase dihitung dari perbandingan jumlah batasan kriteria yang tidak diterima dengan jumlah batasan kriteria seluruhnya, disajikan dalam Lampiran 1. Kontras radiografi dibedakan menjadi kontras tinggi dan kontras rendah, dengan area pengukuran PV, untuk kontras tinggi dilakukan pada daerah foramen obturatum (FO) dengan Os illiaca (OI), dan kontras rendah pada daerah foramen obturatum dengan vesica urinaria (VU).


(12)

Pada Gambar 4.3 terlihat semua citra mempunyai prosentase KPC hampir seragam pada nilai 87.5% hal ini disebab kan karena Sofware image – j membaca visual yang tidak tajam pada objek reproduksi Os Sacrum kecuali EP5 dengan 75 kVp 10 mAs yang merupakan nilai tertinggi(100%) karena Sofware image – j membaca visual yang tajam pada objek reproduksi Os Sacrum.

Gambar 4.4 Hubungan Eksposi (kVp, mAs) dengan Kontras Radiografi Pelvis AP

Pada Gambar 4.4 menunjukkan nilai kontras tinggi dan kontras rendah yang sangat fluktuatif dengan bertambahnya kVp dan mAs. Nilai tertinggi untuk kontras tinggi ada pada 75 kVp 10 mAs dengan nilai 160, untuk 16 mAs ada pada 65 kVp dengan nilai 131.9. Kontras rendah tertinggi juga pada 75 kVp 10 mAs, dan pada 16 mAs tertinggi pada 65 kVp.

4.2 Pembahasan

Pada penelitian ini dilakukan optimasi citra dengan menggunakan Phantom Rhando dengan mengambil kasus citra Pelvis AP. Rentang eksposi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 65-80 kVp dan hanya menggunakan 10 dan 16 mAs dengan SID 100 cm.


(13)

KPC (%) x 10 Kontras Tinggi x 10 Kontras Rendah x 10

Gambar 4.5 Optimasi Citra Pelvis AP

Untuk menentukan optimasi citra radiografi Pelvis AP dapat dilihat dari Gambar 4.5 dengan optimasi dipilih pada eksposi 75 kVp 10 mAs (EP5), karena dengan KPC 100%, kontras tinggi nilai 160 dan kontras rendah nilai 58 merupakan tertinggi dari lainnya. Pemeriksaan Pelvis AP yang memerlukan kontras tinggi adalah saat akan terjadi persalinan atau untuk melihat bentuk rongga pelvis dan untuk kontras rendah biasanya untuk melihat fraktur daerah pelvis dan fraktur collumn femoris . Citra lainnya dengan KPC 87.5% dapat digunakan pada eksposi 65 kVp 16 mAs (EP2) dan 70 kVp 10 mAs (EP3) dengan nilai kontras tinggi masing-masing 132. Untuk kontras rendah EP3 dapat digunakan karena nilainya yang lebih tinggi dari eksposi lainnya, kecuali EP5. Eksposi 75 kVp 16 mAs (EP6) sampai 80 kVp 16 mAs (EP8) sebaiknya tidak digunakan untuk pemeriksaan karena masih dapat dilakukan dengan eksposi 75 kVp 10 mAs.

8.75 8.75 8.75 8.75

10

8.75 8.75 8.75

11.7 13.2 13.2 10.4 16 7.3 9.6 11.3 2.4 4.3 5.7 3.7 5.8 2.4 3.2 3.9 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

65 kVp, 10  mAs

65 kVp, 16  mAs

70 kVp, 10  mAs

70 kVp, 16  mAs

75 kVp, 10  mAs

75 kVp, 16  mAs

80 kVp, 10  mAs

80 kVp, 16  mAs KPC -K ontras T inggi -K ontras Rendah


(14)

4.3 Perbandingan Hasil Radiologi pada pemeriksaan Pelvis AP menggunakan Computed Radiography dengan Radiografi konvensional biasa.

Dalam penelitian ini dilakukan Pemeriksaan radiografi konvensional pada foto Pelvis AP dengan menggunakan objek Phantom Rando, sebagai perbandingan hasil radiografi dengan menggunakan CR.

Pemeriksaan Radiografi konvensional juga di lakukan di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi menggunakan pesawat sinar-X merek Shimadzu ED 125 – L, Kaset merk Kodak 35 cm x 35 cm, proses pencucian film menggunakan manual processing yang terdapat di kamar gelap, dimana manual processing terdiri dari developer, fixer dan air. Film di keringkan menggunakan dryer.

Tabel 4.2 Perbandingan Pemeriksaan Radiografi Konvensional dengan Computed Radiography

Nama Pemeriksaan Kondisi

Pemeriksaan

FFD

(cm) Kaset Processing

Phantom Rhando Pelvis AP 75kVp,10 mAs 100 Intensyfing Screen

Developer fixer dan air

(Manual) Phantom Rhando Pelvis AP 75kVp,10 mAs 100 Imaging

Plate

Laser Imager

Kondisi eksposi untuk proyeksi Pelvis AP, kaset diletakkan di bawah objek dengan pelvis diposisikan berdiri dalam proyeksi AP menghadap tabung sinar-X, SID 100 cm, berkas pusat sinar tegak lurus horisontal terhadap kaset dan tegak lurus terhadap titik bidik pada area titik tengah antara spina illiaca anterior superior (SIAS) kanan dan kiri pelvis, eksposi dikondisikan dengan 75 kVp,10


(15)

Setelah eksposi, dilakukan prosesing pencucian film di kamar gelap, tahap 1 film di celupkan ke fixer (cairan pembangkit), kemudian dimasuk kan ke fixer (cairan penetap) dan selanjutnya di bilas dengan air. Setelah itu film di keringkan di dryer.

Hasil foto Pelvis AP yang dihasilkan oleh Radiografi konvensional dan hasil foto yang dihasilkan oleh Computed Radiography (CR) adalah sebanding, walaupun terdapat perbedaan resolusi film konvensional dan film Computed Radiography, dimana gambar yang dihasilkan menggunakan film Computed Radiography lebih jelas dan detail, tetapi hasil foto tetap dapat di interpretasikan dengan baik untuk membantu penegakan diagnosa oleh Dokter Spesialis Radiologi. Gambar 4.6 menunjukkan perbandingan hasilasil Foto Rontgen CR dengan Radiografi Konvensional.

Gambar 4.6 Perbandingan Hasil Foto Rontgen Computed Radiography (CR) dengan Radiografi Konvensional


(16)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari data hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Gambar Radiografi yang dihasilkan Computed Radiography (CR) lebih jelas dan detail di bandingkan dengan Radiografi Konvensional.

2. Kondisi eksposi yang digunakan dengan rentang 65 kVp – 80 kVp masing - masing divariasi dengan 10 dan 16 mAs. Terlihat bahwa prosentase penerimaan citra hampir semua 87.5 % kecuali pada eksposi 75 kVp 10 mAs bernilai 100 %, kontras tinggi dari nilai 73.4 – 160 dan kontras rendah dari nilai 23.6 – 58.

3. Optimasi citra Pelvis AP terjadi pada eksposi 75 kVp 10 mAs, kriteria penerimaan citra 100% dan kualitas citra ditunjukkan dengan kontras tinggi nilai 160 dan kontras rendah nilai 58. ( Sesuai dengan protokol European Commision 16260 yaitu 70 – 80 kVp dan mAs < 50 disajikan dalam Lampiran 2).

5.2. Saran

Penelitian ini masih jauh dari sempurna dikarenakan berbagai keterbatasan yang ada, oleh karena itu direkomendasikan untuk :

1. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel pasien untuk mendapatkan optimasi pencitraan agar dapat diaplikasikan dalam pemeriksaan klinis.

2. Dilakukan pengukuran Entrance Surface Dose (ESD) Agar dapat mengetahui seberapa besar dosis radiasi yang diterima objek , Karena dosis radiasi yang diterima objek juga mempengaruhi optimasi citra.


(17)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pendahuluan Sinar-X

Sinar- X merupakan gelombang elektromagnetik, dimana dalam proses terjadinya memiliki energi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan pada energi kinetik elektron. Sinar-X yang terbentuk ada yang memiliki energi rendah sekali sesuai dengan energi elektron pada saat timbulnya sinar-X. Juga ada yang berenergi tinggi, yakni berenergi sama dengan energi kinetik elektron pada saat menumbuk target anode.

Terbentuknya sinar-X dapat terjadi apabila partikel bermuatan, elektron misalnya, mengalami perlambatan yang diakibatkan adanya interaksi dengan suatu material. Sinar-X yang terbentuk dengan cara demikian disebut sebagai sinar-X bremsstrahlung. Sinar-X bremsstrahlung memiliki energi yang tinggi, yang besarnya sama dengan energi kinetik partikel bermuatan pada awal terjadinya perlambatan.

Selain itu sinar-X juga dapat terbentuk melalui proses perpindahan elektron dari tingkat energi tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah. Sinar-X yang terbentuk dengan cara seperti itu mempunyai energi yang sama dengan perbedaan energi antara kedua tingkatan elektron. Energi tersebut merupakan besaran energi yang khas untuk setiap jenis atom. Sehingga sinar-X yang terbentuk disebut sinar-X karakteristik.

Pada dasarnya pesawat sinar-X terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, sumber tegangan tinggi yang mencatu tegangan listrik pada kedua elektrode dalam tabung sinar-X, dan unit pengatur bagian pesawat sinar-X. Tabung pesawat sinar-X yang biasanya terbuat dari bahan gelas yang terdapat filamen. Filamen tersebut berfungsi sebagai katode dan target yang berfungsi sebagai anode. Gambar 2.1 menunjukkan skema dari tabung pesawat sinar-X, tabung tersebut dibuat hampa udara agar elektron yang berasal dari filamen tidak


(18)

terhalang oleh molekul udara sewaktu menuju ke anode. Filamen yang di panasi oleh arus listrik berfungsi sebagai sumber elektron. Makin besar arus filamen, akan makin tinggi suhu filamen dan berakibat makin banyak elektron dibebaskan persatuan waktu. (Kane S.A, 2005)

Gambar 2.1 Skema Tabung Pesawat Sinar-X

Elektron-elektron yang dibebaskan oleh filamen tertarik menuju anode karena adanya beda potensial yang besar antara katode dan anode (potensial katode beberapa puluh hingga beberapa ratus KV atau MV lebih rendah dibandingkan potensial anode). Selanjutnya elektron-elektron tersebut akan menumbuk bahan target yang umumnya bernomor atom dan bertitik cair tinggi (misalnya tungsten) dan terjadilah proses bremsstrahlung.

Khusus pada pemercepat partikel energi tinggi beberapa elektron atau partikel yang dipercepat dapat sedikit menyimpang dan menabrak dinding sehingga menimbulkan bremsstrahlung pada dinding. Beda potensial atau tegangan antara kedua elektrode menentukan energi maksimum sinar-X yang terbentuk. Sedangkan fluks sinar-X bergantung pada jumlah elektron persatuan waktu yang sampai ke bidang anode. Namun demikian dalam batas tertentu, tegangan tabung juga dapat mempengaruhi arus tabung. Arus tabung dalam sistem


(19)

pesawat sinar-X biasanya hanya mempunyai tingkat besaran dalam milliampere (mA), berbeda dengan arus filamen yang besarnya dalam tingkat ampere.

Sumber radiasi yang sebenarnya adalah bidang target dalam tabung sinar-X, bidang ini disebut bidang fokus. Pada proses bremsstrahlung sinar-X mempunyai kemungkinan dipancarkan kesegala arah. Namun demikian bagian dalam tabung atau di sekitar tabung, misalnya logam penghantar anode gelas tabung dan juga rumah tabung yang biasanya terbuat dari logam berat menyerap sebagian besar sinar-X yang dipancarkan sehingga sinar-X yang keluar dari rumah tabung, kecuali yang mengarah ke jendela tabung sudah sangat sedikit. Sinar-X yang dimanfaatkan adalah berkas yang mengarah ke jendela bagian yang tipis dari tabung.

Pesawat sinar-X energi tinggi (orde MV) biasanya lebih dikenal dengan nama pemercepat partikel. Dalam pesawat ini percepatan elektron dilakukan bertingkat-tingkat sehingga pada waktu mencapai target mempunyai energi sangat tinggi, misalnya ada yang sampai setinggi 20 MV atau lebih. Energi sinar-X yang dipancarkan sudah tentu juga sangat tinggi. Sinar-X yang dipancarkan dari pesawat pemercepat partikel memiliki energi yang lebih seragam dibandingkan dengan yang dipancarkan melalui pesawat sinar-X energi rendah. Sasaran pada pesawat pemercepat partikel biasanya sangat tipis, sehingga energi sinar-X yang dipancarkan juga hampir sama. (Kane S.A, 2005).

2.2 Kualitas Citra

Kualitas citra dapat digunakan untuk mengindikasikan keakuratan detail yang diperoleh dari sebuah citra atau sebagai informasi dari sebuah citra yang dapat terlihat sebagai kontras dan detail. Kualitas citra sangat penting dalam menentukan keakuratan dari diagnosis objek. Oleh karena itu, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya agar dapat diperoleh citra yang cukup baik dan bisa memberikan informasi yang tepat untuk mengenali kelainan yang terdapat pada objek yang diperiksa. Kualitas citra terdiri dari beberapa komponen utama yaitu ketajaman, kontras dan noise radiografi.( Tiago, A. dkk, 2011 ).


(20)

2.2.1 Ketajaman dan kontas radiografi

Ketajaman radiografi berkaitan dengan ukuran dari perubahan kerapatan optik dari suatu media. Kerapatan optik sering disebut sebagai kerapatan fotografi yang terkait dengan kehitaman dari kehitaman dari citra film. Ketajaman radiografi dipengaruhi oleh kontras radiografi yang menunjukkan besar perbedaan kehitaman optik dari struktur yang diinginkan dan daerah disekitarnya.

Faktor yang mempengaruhinya adalah perbedaan penyerapan atau atenuasi jaringan, kualitas radiasi dan radiasi hambur. Kontras radiografi juga dipengaruhi oleh reseptor kontras yang merupakan komponen yang menentukan seberapa banyak intensitas sinar-X yang berhubungan dengan pola kehitaman optik pada suatu citra. Untuk screen-film hal ini dipengaruhi oleh jenis film yang digunakan. ( Tiago, A. dkk, 2011 )

2.2.2 Noise radiografi

Noise radiografi merupakan fluktuasi yang tidak diharapkan dalam kehitaman optik pada screen-film, dan dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu mottle dan artefak. Mottle radiografi adalah variasi kerapatan optik yang memberikan paparan sinar-X yang seragam sedangkan artefak adalah variasi kehitaman optik yang tidak diharapkan dalam bentuk kerusakan dalam suatu citra. 2.3 Sistem Computed Radiography (CR)

Computer Radiography (CR) merupakan suatu sistem atau proses untuk mengubah sistem analog pada radiografi konvensional menjadi radiografi digital. Computer Radiography mempunyai kelebihan dalam proses lokalisasi objek yang akan diamati. Hal tersebut disebabkan karena citra pada Computer Radiography dapat diatur sesuai dengan keperluan.

Kelebihan dan kekurangan Computed Radiography ( CR ) dan Radiografi Konvensional yaitu :


(21)

1. Kelebihan Computed Radiagraphy ( CR ).

a. Gambar yang dihasilkan lebih jelas dan detail.

b. Gambar dapat dihasilkan dalam bentuk soft copy (compact disk) .

c. Lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan zat kimia dalam proses gambar.

d. Jika foto dapat disimpan akan bertahan lebih lama dibandingan foto rontgent biasa.

e. Radiografi bisa didokumentasikan dengan rapi didalam komputer. f. Processing film lebih cepat.

g. Bisa mengatur atau mengedit foto sebelum dicetak. h. Kerusakan film karena film terbakar bisa dihindari.

i. Bisa menerapkan sistem Teleradiografi berbasis digital sehingga hasil foto bisa dikirim ke berbagai lokasi dalam area rumah sakit seperti ruangan dokter, kamar operasi, IGD, atau ICU.

2. Kekurangan Computed Radiagraphy ( CR ).

a. Dibutuhkan dana yang besar untuk pengadaan alat CR. b. Membutuhkan energi listrik yang banyak.

c. Kesalahan faktor eksposi yang terlalu parah tidak dapat di perbaiki.

d. Sumber Daya Manusia yang masih kurang berkompeten dalam menangani CR.

3. Kelebihan Radiografi Konvensional a. Biaya operasional lebih murah.

4. Kekurangan Radiografi Konvensional a. Gambar yang dihasilkan kurang jelas.

b. Masih menggunakan zat kimia untuk pencucian film. c. Film Rontgen masih sensitif dengan cahaya.


(22)

Computed Radiography (CR) mempunyai perlengkapan operasional yang terdiri dari :

2.3.1 Imaging Plate

Imaging plate merupakan media pencatat sinar-X pada Computed Radiography yang terbuat dari bahan photostimulable phosphor tinggi. Dengan menggunakan Imaging plate memungkinkan processor gambar untuk memodifikasi kontras. Imaging plate berada dalam kaset Imaging. Fungsi dari Imaging plate adalah sebagai penangkap gambar dari objek yang sudah di sinar (eksposi). Prosesnya adalah pada saat terjadinya penyinaran, Imaging plate akan menangkap energi dan disimpan oleh bahan phosphor yang akan dirubah menjadi sinyal elektronik dengan laser scanner dalam image reader.

Struktur lapisan IP ditunjukkan pada Gambar 2.2 dan diuraikan sebagai berikut ; lapisan pelindung (protective layer) merupakan lapisan tipis, dan transparan berfungsi untuk melindungi IP. Lapisan phosphor merupakan lapisan yang mengandung bariumfluorohalide dalam bahan pengikatnya. Lapisan pemantul (reflective layer) merupakan lapisan yang terdiri dari partikel yang dapat memantulkan cahaya. Lapisan konduktif (conductive layer) merupakan lapisan yang terdiri dari kristal konduktif yang berfungsi untuk mengurangi masalah yang disebabkan oleh gesekan elektrostatik, selain itu bahan kristal ini juga mempunyai kemampuan untuk menyerap cahaya sehingga dapat meningkatkan ketajaman citra. Lapisan penyangga (support layer) merupakan lapisan yang berfungsi menyangga lapisan di atasnya. Lapisan pelindung bagian belakang (backing layer)

merupakan lapisan untuk melindungi IP selama proses pembacaan (readout) di dalam image reader. Pemberi kode dan identitas (barcode lable) digunakan untuk memberikan nomor seri dan untuk mengidentifikasi partikel pada IP tertentu yang kemudian dapat dihubungkan dengan identifikasi pasien.


(23)

Gambar 2.2 Struktur Imaging Plate (IP)

Banyak senyawa memiliki ciri khas photostimulable luminisence dan beberapa diantaranya memiliki karakteristik yang diinginkan untuk pencitraan radiografi, yaitu memiliki puncak stimulasi-serapan pada panjang gelombang yang dihasilkan oleh laser, memiliki puncak emisi terstimulasi yang mudah diserap PMT, dan retensi citra laten tanpa kehilangan sinyal yang signifikan akibat peristiwa fosforesensi.

Laser imaging film adalah film single emulsi yang dilapisi oleh kristal

silver halide yang sensitif terhadap cahaya merah yang dipancarkan oleh laser. Struktur lapisan laser imaging film ditunjukkan pada Gambar 2.3 diantaranya adalah ; lapisan pelindung (supercoat) yang merupakan lapisan pelindung film dari kerusakan fisik dan dari goresan, biasa disebut dengan lapisan anti gores. Lapisan emulsi berupa lapisan lembut yang mudah rusak oleh proses kimia, fisik dan temperatur, merupakan lapisan sensitif terhadap radiasi yang terdiri dari silver halide yang terikat dengan gelatin murni. Lapisan perekat (substratum)

merupakan lapisan perekat, disebut juga adhesive layer yang terletak antara emulsi dan base film, berguna untuk merekatkan dasar film dengan emulsi. Lapisan dasar film (base film) merupakan lapisan dasar yang terbuat dari polyester

atau cellulose acetate setebal 0,2 mm, berfungsi sebagai pengaman karena sifatnya tidak mudah terbakar bila dibandingkan dengan bahan kertas, dan sebagai lembar penyangga emulsi film dengan lapisan-lapisan lainnya. Lapisan anti


(24)

bengkok (ati-curl backing) berfungsi menjaga film agar tetap lurus setelah prosesing, dan lapisan pewarna (anti-halation layer) adalah bahan pewarna yang terdapat dalam gelatin pada anti-curl backing.( Fuji Computed Radiography FCR, 2011 ).

Gambar 2.3 Struktur Lapisan Laser Imaging Film

2.3.2 Image reader

Image reader berfungsi sebagai pembaca dan mengolah gambar yang diperoleh dari Image plate. Semakin besar kapasitas memorinya maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk proses pembacaan Image plate, dan mempunyai daya simpan yang besar. Waktu tercepat yang diperlukan untuk membaca imaging plate pada image reader yaitu selama 64 detik. Selain tempat dalam proses pembacaan, Image reader mempunyai peranan yang sangat penting juga dalam proses pengolahan gambar, sistem transportasi Image plate serta penghapusan data yang ada di Image plate. Image reader sudah dilengkapi dengan monitor yang berfungsi untuk menampilkan gambar yang sudah dibaca oleh Image reader disebut dengan image console.

Image console berfungsi sebagai media pengolahan data, berupa computer khusus untuk medical imaging dengan touch screen monitor. Image console dilengkapi oleh bebagai macam menu yang menunjang dalam proses editing dan pengolahan gambar sesuai dengan anatomi tubuh, seperti kondisi hasil gambaran organ tubuh, kondisi tulang dan kondisi jaringan lunak. ( Gun Chris, 2002 ).


(25)

2.3.3 Image recorder

Image recorder mempunyai fungsi sebagai proses akhir dari suatu pemeriksaan yaitu media pencetakan hasil gambaran yang sudah diproses dari awal penangkapan sinar – X oleh image plate kemudian dibaca oleh image reader dan diolah oleh image console terus dikirim ke image recorder untuk dilakukan proses output dapat berupa media compact disc sebagai media penyimpanan atau dengan printer laser yang berupa laser imaging film. ( Gun Chris, 2002 ).

2.3.4 Personal Computer (PC)

Komputer berasal dari bahasa latin yaitu computare yang berarti menghitung. Komputer adalah sistem elektronik yang dapat menerima input data, dapat mengolah data, dapat menerima informasi, menggunakan suatu program yang tersimpan didalam memori komputer, dapat menyimpan program dan hasil pengolahan dan bekerja secara otomatis dibawah pengawasan suatu langkah-langkah instruksi-instruksi program yang tersimpan dimemori. (Aniati Murni dan Suryana Setiawan, 1992 ).

2.4. Prinsip Kerja Sistem Computer Radiografi

Pada saat sinar-X menembus objek, akan terjadi atenuasi, absorpsi dan hamburan akibat dari kerapatan, ketebalan dan koefisien atenuasi objek. Sinar-X yang keluar dari objek selanjutnya akan berinteraksi dengan PSP IP dan

membentuk citra laten. Kaset IP dimasukkan kedalam image reader, di dalam

image reader, citra laten yang disimpan pada permukaan phosphor dibaca dan dikeluarkan menggunakan cahaya warna merah dari helium-neon laser yang akan menimbulkan peristiwa PSL, selanjutnya IP akan memancarkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu. Gambar 2.4 menunjukkan Diagram tahap akuisisi


(26)

Gambar 2.4 Diagram tahap akuisisi computed radiography (CR)

Prinsip dari PSL karena kristal barium fluorohalide memiliki perbedaan level energi. Pada saat kristal diradiasi, elektron akan menerima energi kemudian terjadi proses eksitasi elektron seperti pada Gambar 2.5 dan transisi dari energi rendah ke energi tinggi. Dalam keadan ini data IP yang disimpan masih berupa citra laten, dan selanjutnya proses stimulasi melalui scanning menggunakan laser. Ketika kristal memasuki proses scanning dengan helium-neon laser, energi yang terserap dalam F-center (Eu2+) akan dipancarkan melalui proses

photoluminescence berupa cahaya tampak dengan panjang gelombang dan energi tertentu. Pancaran energi ini mengakibatkan elektron jatuh kembali pada posisi semula. (Seibert, J.A, 2006).

Gambar 2.5 Diagram Energi Fosfor BaFBr:Eu2+ (a) Proses Eksitasi (b) Proses Stimulasi


(27)

Selanjutnya cahaya yang terpancar dari permukaan IP akibat peristiwa

luminescence tersebut akan dideteksi oleh sebuah pengumpul cahaya dan diteruskan ke photo multiplier tubes (PMTs) yang mengkonversi energi cahaya menjadi sinyal listrik analog dan oleh rangkaian analog to digital converter

(ADC) diubah menjadi sinyal digital. Kemudian diproses dalam komputer dan data digital tersebut secara otomatis akan ditampilkan pada layar monitor atau LCD dalam image console berupa citra soft-copy yang dapat dilakukan rekontruksi atau dimanipulasi sampai hasil optimum atau dapat juga dikirim ke

laser printer untuk di cetak ke dalam film hard-copy. Setelah proses pembacaan selesai, data citra pada IP dapat dihapus dengan cara IP dikenai cahaya yang kuat dari cahaya lampu fluorosen dan IP dapat dgunakan kembali. Seperti pada Gambar 2.6 Proses Pembacaan (Readout) dan Penghapusan (Erasure) IP (Seibert, J.A, 2006).

Gambar 2.6 Proses Pembacaan (Readout) dan Penghapusan (Erasure) IP

2.5. Nilai Piksel (Pixel Value)

Pixel Value yang direkomendasikan FCR bergantung pada nilai exposure

dan S Value. FCR menyediakan pembacaan 2 (dua) mode level digitasi citra yaitu

Standard Mode (ST) dan High Quality Mode (HQ). Dalam Standard Mode ukuran

pixel bervariasi sesuai ukuran IP, sedangkan High Quality Mode ukuran pixel


(28)

exposure pada IP yang diperlukan dalam pembuatan citra berada dalam rentang 0.01 mR sampai 10 mR .

Untuk pabrikan sistem FCR menyebut nilai indicator exposure dengan

Sensitivity Value (S Value) ditunjukkan pada Tabel 2.1, sebagai ukuran jumlah paparan radiasi yang diterima oleh IP, yang merupakan penentu kualitas citra.

Tabel 2.1 Ukuran Pixel dan Mode Digitasi FCR Berbagai Jenis dan Ukuran IP

Reading Mode IP SIZE Pixel Size (μm)

Density (pixel/m m) Pixel Count Density Resulati on ( Bits )

Amount Information (Mbytes) Amount Information (DICOM) (Mbytes)

ST  14”x17”  200  5  1760x2140 10  4.5  7.2 

14”x14”  200  5  1760x1760 10  3.75  6 

10”x12”  150  6.7  1670x2010 10  6.4  6.4 

8”x10”  100  10  2510x2000 10  9.6  9.6 

HQ  14”x17”  100       10  3520x4280 10  28.8  28.8 

14”x14”  100  10  3520x3250 10  24  24 

10”x12”  100  10  2505x3015 10  14.4  14.4 

8”x10”  100  10  2510x2000 10  9.6  9.6 

Resolusi citra digital diekspresikan dalam pixel/mm, apabila dalam satu area 1mm2 terbagi menjadi 5 kolom dan 5 baris, maka resolusinya adalah 5 pixel/mm dengan ukuran pixel sesuai jenis IP. ( Fuji Computed Radiography FCR, 2011 ).

2.6. Pembentukan Citra

Intensitas sinar-X yang mengenai detektor PSP pada sistem FCR, akan membentuk citra berdasar perbedaan intensitas. Perbedaan intensitas terjadi karena melewati objek dengan koefisien atenuasi dan ketebalan yang berbeda, citra yang terjadi sesuai dengan karakter objek dan merepresentasikan objek tersebut, representasi objek diamati secara visual berdasar nilai grayscale. Menurut Kane S.A. kriteria yang menentukan kualitas citra radiografi, adalah kontras radiografi, resolusi spasial, dan noise.


(29)

Nilai kontras tinggi, berarti objek dalam citra dapat dibedakan dengan objek yang lain dengan lebih jelas. Kontras radiografi disebabkan perbedaan sinyal karena intensitas sinar-X yang terdeteksi antara dua daerah dalam suatu citra radiografi, didefinisikan dengan persamaan :

Keterangan : C adalah Kontras Radiografi

I1 adalah intensitas sinar – X sebelum menembus objek I2 adalah intensitas sinar – X setelah menembus objek.

Apabila intensitas sinar-X suatu daerah jauh lebih besar dari daerah yang lain, maka akan memiliki kontras yang tinggi. Kontras dari suatu citra radiografi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, energi sinar-X, karakteristik detektor, sumber sinar-X, radiasi hambur, dan noise.

Fluktuasi statistik dari intensitas sinar-X yang mengenai detektor disebut

noise atau efek yang dikenal dengan quantum noise. Keberadaan nilai noise yang besar berakibat penurunan kontras. Besaran noise dinyatakan sebagai varians noise yang nilainya sama dengan kuadrat standar deviasinya. Nilai quantum noise

dapat direduksi dengan memperpanjang waktu eksposi, dan meningkatkan intensitas sinar-X, tetapi waktu eksposi dan intensitas yang besar meningkatkan dosis yang diterima pasien, sehingga kurang tepat dari segi proteksi radiasi .

Resolusi spasial, atau blur atau unsharpness membatasi ukuran detail objek terkecil yang dapat diamati, yang nilainya tergantung pada noise dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap kontras. Karakteristik sumber dan detektor, serta geometri dalam pencitraan menentukan resolusi spasial, pergerakan saat eksposi akan menyebabkan citra kabur (blur). Kriteria untuk menentukan resolusi spasial adalah kemampuan menampakkan objek yang sangat kecil, film radiografi konvensional memiliki resolusi spasial terkecil yang dapat diperoleh dari suatu citra. (Kane S.A, 2005).


(30)

2.7. Anatomi Pelvis ( Panggul )

Tulang panggul terdiri dari 3 jenis yaitu: 1. Os Coxae (os ilium, os ischium, os pubis) 2. Os Sacrum

3. Os Coccigeus.

Tulang-tulang tersebut satu sama lain saling berhubungan. Os illium merupakan tulang terbesar dengan permukaan anterior berbentuk konkaf yang disebut fossa iliaka. Bagian atasnya disebut Krista iliaka. Ujung-ujungnya disebut spina iliaka anterior superior dan spina illiaka posterior superior. Os ischium merupakan bagian terendah dari os coxae. Tonjolan di belakang disebut tuber ischii yang menyangga tubuh waktu duduk. Os pubis terdiri dari ramus superior dan inferior. Ramus superior berhubungan dengan os ilium, sedang ramus inferior kanan dan kiri membentuk arkus pubis. Ramus inferior berhubungan dengan os ischium kira-kira 1/3 distal dari foramen obturatorius. Kedua os pubis bertemu dan simetris.

Sacrum berbentuk baji, terdiri atas 5 vertebra sacralis. Vertebra pertama paling besar menghadap ke depan. Pinggir atas vertebra ini dikenal sebagai promontorium, merupakan suatu tanda penting dalam penilaian ukuran-ukuran panggul. Permukaan sacrum berbentuk konkaf. Os Coccigeus merupakan tulang kecil, terdiri atas 4 vertebra Coccigeus. Gambar 2.7 menunjukkan Anatomi dari Pelvis (Pearce, C. Evelyn, 2002).


(31)

Gambar 2.7 Anatomi Pelvis 2.8. Phantom Rando.

Phantom Rando dibangun dengan kerangka manusia alami yang disusun di dalam bahan jaringan-simulasi yang lembut. Paru-paru yang dibentuk disesuaikan dengan kontur tulang rusuk alami. Ruang udara kepala, leher dan batang bronkus yang diduplikasikan. Phantom ini dibuat pada interval 2,5 cm untuk penyisipan film. Pola Grid lubang dapat dibor ke dalam bagian iris untuk memungkinkan penyisipan dosimeter.

Ada dua model Phantom Rando yaitu Phantom Rando Wanita dan Phantom Rando pria . Phantom Rando Wanita tingginya 163 cm (5'4 ") dan beratnya 54 Kg. Phantom Rando Pria tingginya 175 cm (5'9 ") dan beratnya 73.5 Kg, Phantom Rando pria Tidak memiliki lengan atau kaki. Gambar 2.8 menunjukkan gambar Phantom Rando Pria. (Rando Phantom Datasheet. www.phantomlab.com ).


(32)

Gambar 2.8.Phantom Rando Pria.

2.9. Software Image J

Image J adalah sebuah software ringkas untuk melakukan image processing secara cepat. Software ini sangat berguna untuk membandingkan hasil yang didapatkan apabila kita melakukan pemrosesan citra menggunakan Computed Radiography dan ingin mengetahui hasil yang didapatkan untuk mengecek proses yang pemrosesan citra yang kita lakukan. Program ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Java, namun hanya tersedia untuk cross platform (Windows, Mac OS X, dan Linux). Gambar 2.9 menunjukkan gambar gambar Software image J. ( Tiago, A. dkk, 2011 ).


(33)

Gambar2.9. softwere Image – J

2.10. Kriteria Penerimaan Citra

Sesuai rekomendasi dari Europian Guidelines, kriteria penerimaan citra dari objek Pelvis AP selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kriteria Penerimaan Citra Pelvis AP No Kriteria Penerimaan Citra Pelvis AP

1 Rongga pelvis simetris dengan symphisis pubis imposisi di bawah pertengahan sacrum .

2 Visual yang tajam dari reproduksi os sacrum

3 Visual yang tajam dari reproduksi foramen intervertebralis sacrum 4 Visual yang tajam dari reproduksi os pubis

5 Visual yang tajam dari reproduksi ramus ischiadicum 6 Visual yang tajam dari reproduksi sacroilliaca joint

7 Visual yang tajam dari reproduksi caput femoris dengan tidak mengalami distorsi foreshortening (pemendekan citra) atau rotasi 8 Visual yang tajam dari reproduksi corticalis dan trochanter


(34)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem Computed Radiography (CR) memanfaatkan kemajuan teknologi

dengan adanya imaging plate (IP) sebagai detektor digital photostimulable

phosphor (PSP) atau storage phospor screen dalam menggantikan kombinasi

sistem film-intensifying screenkonvensional radiografi untuk menghasilkan citra.

Di dukung aspek pengolahan citra dengan image reader dalam membaca IP

sehingga data dapat ditampilkan dalam liquid crystal display (LCD), atau cathoda

ray tube(CRT), juga memiliki sistem pengolahan citra menggunakan metoda dry

processing yang merubah data digital menjadi data analog dengan hasil akhir berupa film laser imaging. Penggunaan bahan PSP memungkinkan IP untuk dapat dipakai berulang kali.

Salah satu kelebihan citra digital sistem CR adalah citra soft copy yang dapat dimanipulasi terang gelap untuk menghasilkan kontras citra kualitas tinggi. Karakteristik PSP yang memiliki rentang sensitifitas terhadap paparan sinar-X yang lebar dan aplikasi perangkat lunak memungkinkan penyesuaian hasil citra terhadap kondisi eksposi . Dengan kelebihan tersebut memungkinkan penggunaan

kondisi eksposi yang berlebih (over exposure), sehingga dosis radiasi yang

diterima pasien menjadi lebih tinggi daripada sistem Radiografi Konvensional. Penelitian lebih lanjut meyebutkan bahwa dengan dosis 1/10 lebih rendah dari dosis pemeriksaan sistem Radiografi Konvensional didapatkan hasil radiografi dengan kualitas yang sama. Pengurangan dosis pemeriksaan CR dapat secara langsung dan secara tidak langsung, karena tidak ada pengulangan pemeriksaan akibat penolakan hasil citra, pengurangan dosis pada beberapa pemeriksaan dapat menghasilkan citra radiografi yang dapat memberikan informasi diagnosa. (Seibert, J.A, 2006).


(35)

Kualitas citra yang dihasilkan oleh pemeriksaan CR dan Radiografi Konvensional mempunyai kelebihan dan kekurangan masing – masing oleh karena itu diperlukan evaluasi perbandingan apakah citra yang dihasilkan CR atau kah Radiografi Konvensional yang lebih baik digunakan untuk mendiagnosis, dalam kasus ini digunakan obyek Pelvis sehingga diagnosis kelainan pada Pelvis menjadi lebih akurat.

Metode untuk mengevaluasi apakah kualitas citra yang dihasilkan oleh CR ataukah Radiografi Konvensional yang lebih baik mendiagnosis Pelvis, dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya dengan mencari kondisi penyinaran yang menghasilkan kualitas citra menggunakan Phantom leeds dan pasien. sehingga diperlukan metode lain yang dapat menentukan apakah kualitas citra CR ataukah Radiografi Konvensional yang paling baik digunakan dalam mendiagnosis Pelvis tanpa menggunakan Phantom leeds dan Pasien.

Metode tersebut yaitu mencari kondisi penyinaran yang menghasilkan kualitas citra sesuai dengan protokol European Commision 16260 menggunakan phantom Rando sehingga dapat menghasilkan apakah kualitas citra CR ataukah Radiografi Konvensional yang paling baik digunakan untuk mendiagnosis Pelvis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dipilih karena peralatan dan bahan (Computed Radiography) yang digunakan masih baru di fungsikan di rumah sakit pengguna, maka digunakan phantom rando yang bertujuan untuk menghindari besarnya paparan radiasi yg diterima pasien.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah dengan menggunakan Computed Radiography (CR) Optimasi

citra yang dihasilkan akan lebih baik?

2. Bagaimana pengaruh kondisi eksposi terhadap kualitas citra dan kontras Radiografi?


(36)

1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penelitian ini dibatasi :

1. Menentukan kondisi eksposi untuk optimasi pembentukan citra dengan

sistem Computed Radiography (CR) dalam pemeriksaan Pelvis AP.

2. Kondisi eksposi yang digunakan dengan rentang 65 kVp – 80 kVp yang

masing – masing di variasi dengan 10 mAs dan 16 mAs.

3. Computed Radiography (CR) yang digunakan merk Fuji model Prima T

dan pesawat sinar –x merk Shimadzu ED 125 – L.

4. Sampel yang digunakan Phantom Rando.

5. Sofware yang digunakan sofware image J.

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Menentukan hubungan antara kondisi eksposi dengan kualitas citra untuk

menentukan optimasi dalam pembentukan citra phantom rando untuk

pemeriksaan Pelvis AP.

2. Melakukan evaluasi perbandingan hasil kualitas citra CR dengan

Radiografi Konvensional pada kondisi penyinaran Pelvis AP.

1.5. Manfaat Penelitian

Berdasarkan Tujuan Penelitian maka manfaat penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi tindakan diagnostik pemeriksaan Pelvis AP untuk rumah sakit pengguna dalam upaya penegakkan diagnosa.


(37)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian optimasi citra radiografi dengan phantom rando menggunakan sistem Computed Radiography (CR) type Prima T Drypic 2000, Untuk pemeriksaan Pelvis Antero Posterior (AP). Optimasi pembentukan citra dievaluasi berdasarkan panduan dari European Commission dengan kriteria penerimaannya, kondisi eksposi kVp dan mAs, kontras tinggi dan kontras rendah. Selain evaluasi visual citra untuk optimasi diperhatikan pula karakter incident exposure Computed Radiography (CR) yang dinyatakan dengan Sensitivity Value (S Value) dengan proses digitasi citra yang dapat dilihat pada tampilan image consule dan softwere ImageJ. Hasil penelitian optimasi menunjukkan bahwa untuk pemeriksaan pelvis Antero Posterior (AP) optimasi terjadi pada eksposi 75 kVp 10 mAs.

Kata kunci :


(38)

ABSTRACT

A research about a radiography image optimization using a rando phantom by Computed Radiography (CR) type Prima T Drypic 2000 system has been done, for examination of Antero Posterior (AP) pelvis. The optimization of image formation was evaluated based on guidance from European Commission with their acceptance criterian, the condition of kVp and mAs, high contrast and low contrast. Beside the image visual evaluation for optimization, the Computed Radiography (CR) incident exposure was also observed which is stated in Sensitivity Value (S Value) by image digitations process that can be seen at image console and imageJ software. The result of optimization research show that for the AP pelvis, optimization was when 75 kVp 10 mAs

Keywords:


(39)

OPTIMASI CITRA RADIOGRAFI

PADA PEMERIKSAAN PELVIS MENGGUNAKAN

COMPUTED RADIOGRAPHY (CR)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

Ridho Wahyudi 110821019

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(40)

PERSETUJUAN

Judul :OPTIMASI CITRA RADIOGRAFI PADA PEMERIKSAAN PELVIS MENGGUNAKAN

COMPUTED RADIOGRAPHY (CR) Kategori : SKRIPSI

Nama : RIDHO WAHYUDI

NIM : 110821019

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA MEDIS Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di:

Medan, 28 Agustus 2013

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing, Ketua,

(Dr. Marhaposan Situmorang)

(Drs. Kurnia Sembiring, MS)


(41)

PERNYATAAN

OPTIMASI CITRA RADIOGRAFI PADA PEMERIKSAAN PELVIS MENGGUNAKAN COMPUTED RADIOGRAPHY (CR)

SKRIPSI

Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan

sumbernya.

MEDAN, 28 Agustus 2013

RIDHO WAHYUDI 110821019


(42)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains Jurusan Fisika Medis pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang, selaku Ketua Departemen Fisika

FMIPA Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, MSc selaku Sekretaris Jurusan

Departemen Fisika FMIPA Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Drs. Herli Ginting, MS, Selaku koordinator Program Ekstansi

Departemen Fisika FMIPA Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Kurnia Sembiring, MS selaku Dosen Pembimbing yang

telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;

5. Dr. Susilawati, M.Si, Dr. Perdinan Sinuhaji, MS dan Drs. Syahrul Humaidi, MSc selaku dosen penguji sidang tugas akhir;

6. Seluruh staf dan dosen Jurusan Fisika Medik Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan alam Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dorongan semangat dan senantiasa membantu penulis didalam melengkapi administrasi;

7. Bapak Dr. H . Nanang Fitra Aulia, Sp.PK selaku Direktur RSUD Dr. H.

Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi, yang telah mengizinkan pengambilan data;


(43)

8. Kepala Instalasi Radiologi dan seluruh rekan – rekan di Instalasi Radiologi RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi yang telah banyak membantu dan memberikan kelonggaran waktu kepada saya untuk kuliah dan menyelesaikan Skripsi ini;

9. Ibunda ( Ramlah Harahap ) dan ayahanda ( Misno ) terimakasih atas do’anya;

10. Istriku Tercinta Syahniarina V Damanik atas doa, kasih sayang,

pengertian , perhatian serta dorongan semangat yang tidak pernah padam dan semua pengorbanan yang telah di berikan;

11. Anakku Tersayang Malika Ririn Cajasi yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk menyelesaikan kuliah dan skripsi ini, keberadaanmu sangat luar biasa;

12.Ibu Lengkam Purba yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis.  

13.Seluruh rekan-rekan stambuk 2011 khusus nya Bang Dody, Kak Juariah,

Helmina Munthe dan Nuriani Nainggolan yang telah banyak memberikan masukan dan motifasi kepada penulis dalam menyelesaian skripsi ini.

14. Serta semua pihak yang telah mendukung dan mendoakan dalam

penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Medan, 28 Agustus 2013

Penulis


(44)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian optimasi citra radiografi dengan phantom rando menggunakan sistem Computed Radiography (CR) type Prima T Drypic 2000, Untuk pemeriksaan Pelvis Antero Posterior (AP). Optimasi pembentukan citra

dievaluasi berdasarkan panduan dari European Commission dengan kriteria

penerimaannya, kondisi eksposi kVp dan mAs, kontras tinggi dan kontras rendah. Selain evaluasi visual citra untuk optimasi diperhatikan pula karakter incident exposure Computed Radiography (CR) yang dinyatakan dengan Sensitivity Value (S Value) dengan proses digitasi citra yang dapat dilihat pada tampilan image consule dan softwere ImageJ. Hasil penelitian optimasi menunjukkan bahwa untuk pemeriksaan pelvis Antero Posterior (AP) optimasi terjadi pada eksposi 75 kVp 10 mAs.

Kata kunci :


(45)

ABSTRACT

A research about a radiography image optimization using a rando phantom by Computed Radiography (CR) type Prima T Drypic 2000 system has been done, for examination of Antero Posterior (AP) pelvis. The optimization of image formation was evaluated based on guidance from European Commission with their acceptance criterian, the condition of kVp and mAs, high contrast and low contrast. Beside the image visual evaluation for optimization, the Computed Radiography (CR) incident exposure was also observed which is stated in Sensitivity Value (S Value) by image digitations process that can be seen at image console and imageJ software. The result of optimization research show that for the AP pelvis, optimization was when 75 kVp 10 mAs

Keywords:


(46)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN iv PENGHARGAAN v ABSTRAK vii ABSTRACT vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

2. LANDASAN TEORI 4

2.1. Pendahuluan Sinar – X 4

2.2. Kualitas Citra 6

2.2.1. Ketajaman dan Kontras Radiografi 7

2.2.2. Noise Radiografi 7

2.3. Sistem Computed Radiografi 7

2.3.1. Imaging Plate 8

2.3.2. Image Reader 11

2.3.3. Image Recorder 12

2.3.4. Personal Computer 12

2.4. Prinsip Kerja Sistem Computed Radiography 12

2.5. Nilai Pixel 14


(47)

2.7. Anatomi Pelvis 17

2.8. Phantom Rando 18

2.9. Sofware Image J 19

2.10. Kriteria Penerimaan Citra 20

3. METODE PENELITIAN 21

3.1. Peralatan dan Bahan 21

3.2. Tahap Penelitian Pengambilan Data 23

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25

4.1. Hasil Penelitian 25

4.2. Pembahasan 28

4.3. Perbandingan Hasil Radiologi pada pemeriksaan Pelvis AP Menggunakan Computed Radiography dengan radiografi

Konvensional biasa 30

5. KESIMPULAN DAN SARAN 32

5.1. Kesimpulan 32

5.2. Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33


(48)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema tabung pesawat Sinar – X 5

Gambar 2.2. Struktur imaaging Plate 10

Gambar 2.3. Struktur Lapisan Laser Imaging Film 11

Gambar 2.4 Diagram tahap akuisisi computed radiography (CR) 13

Gambar 2.5. Diagram Energi Fosfor BaFBr:Eu2+ 13

Gambar 2.6. Proses Pembacaan (Readout) dan Penghapusan

(Erasure) IP 14

Gambar 2.7. Anatomi Pelvis 18

Gambar 2.8. Phantom Rando Pria 19

Gambar 2.9. Software Image J 20

Gambar 3.1. Pesawat sinar-x merek Shimadzu ED 125 – L 21

Gambar 3.2. CR tipe Fuji 22

Gambar 3.3. Kaset IP 22

Gambar 3.4. Phantom Rhando 22

Gambar 3.5. Diagram Alir Penelitian 24

Gambar 4.1. Citra Radiografi Pelvis AP 25

Gambar 4.2. Anatomi Radiografi Pelvis AP untuk Analisa Kriteria

Penerimaan Citra dan Pengukuran PV 27

Gambar 4.3. Hubungan Eksposi (kVp, mAs) dengan Prosentase KPC

Pelvis AP 27

Gambar 4.4. Hubungan Eksposi (kVp,mAs)dengan Kontras Radiografi

Pelvis AP 28

Gambar 4.5. Optimasi Citra Pelvis AP 29

Gambar 4.6 Perbandingan Hasil Foto Rontgen CR dengan


(49)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Ukuran Pixel dan Mode Digitasi FCR Berbagai Jenis dan

Ukuran IP 15

Tabel 2.2. Kriteria Penerimaan Citra Pelvis AP 20

Tabel 4.1. Prosentase KPC dan Kontras Radiografi Pelvis AP 26

Tabel 4.2. Perbandimgan Pemeriksaan Radiografi Konvensional


(50)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Uji Kualitas Citra 35

Lampiran 2 Protokol European Commision 16260 Pemeriksaan


(1)

  vii

ABSTRACT

A research about a radiography image optimization using a rando phantom by Computed Radiography (CR) type Prima T Drypic 2000 system has been done, for examination of Antero Posterior (AP) pelvis. The optimization of image formation was evaluated based on guidance from European Commission with their acceptance criterian, the condition of kVp and mAs, high contrast and low contrast. Beside the image visual evaluation for optimization, the Computed Radiography (CR) incident exposure was also observed which is stated in Sensitivity Value (S Value) by image digitations process that can be seen at image console and imageJ software. The result of optimization research show that for the AP pelvis, optimization was when 75 kVp 10 mAs

Keywords:

Computed Radiography (CR), image optimization, Pelvis


(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN iii

PERNYATAAN iv PENGHARGAAN v ABSTRAK vii ABSTRACT vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

2. LANDASAN TEORI 4

2.1. Pendahuluan Sinar – X 4

2.2. Kualitas Citra 6

2.2.1. Ketajaman dan Kontras Radiografi 7

2.2.2. Noise Radiografi 7

2.3. Sistem Computed Radiografi 7

2.3.1. Imaging Plate 8

2.3.2. Image Reader 11

2.3.3. Image Recorder 12

2.3.4. Personal Computer 12

2.4. Prinsip Kerja Sistem Computed Radiography 12

2.5. Nilai Pixel 14


(3)

  ix

2.7. Anatomi Pelvis 17

2.8. Phantom Rando 18

2.9. Sofware Image J 19

2.10. Kriteria Penerimaan Citra 20

3. METODE PENELITIAN 21

3.1. Peralatan dan Bahan 21

3.2. Tahap Penelitian Pengambilan Data 23

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25

4.1. Hasil Penelitian 25

4.2. Pembahasan 28

4.3. Perbandingan Hasil Radiologi pada pemeriksaan Pelvis AP Menggunakan Computed Radiography dengan radiografi

Konvensional biasa 30

5. KESIMPULAN DAN SARAN 32

5.1. Kesimpulan 32

5.2. Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

DAFTAR LAMPIRAN 35


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema tabung pesawat Sinar – X 5

Gambar 2.2. Struktur imaaging Plate 10

Gambar 2.3. Struktur Lapisan Laser Imaging Film 11

Gambar 2.4 Diagram tahap akuisisi computed radiography (CR) 13

Gambar 2.5. Diagram Energi Fosfor BaFBr:Eu2+ 13

Gambar 2.6. Proses Pembacaan (Readout) dan Penghapusan

(Erasure) IP 14

Gambar 2.7. Anatomi Pelvis 18

Gambar 2.8. Phantom Rando Pria 19

Gambar 2.9. Software Image J 20

Gambar 3.1. Pesawat sinar-x merek Shimadzu ED 125 – L 21

Gambar 3.2. CR tipe Fuji 22

Gambar 3.3. Kaset IP 22

Gambar 3.4. Phantom Rhando 22

Gambar 3.5. Diagram Alir Penelitian 24

Gambar 4.1. Citra Radiografi Pelvis AP 25

Gambar 4.2. Anatomi Radiografi Pelvis AP untuk Analisa Kriteria

Penerimaan Citra dan Pengukuran PV 27

Gambar 4.3. Hubungan Eksposi (kVp, mAs) dengan Prosentase KPC

Pelvis AP 27

Gambar 4.4. Hubungan Eksposi (kVp,mAs)dengan Kontras Radiografi

Pelvis AP 28

Gambar 4.5. Optimasi Citra Pelvis AP 29

Gambar 4.6 Perbandingan Hasil Foto Rontgen CR dengan


(5)

  xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Ukuran Pixel dan Mode Digitasi FCR Berbagai Jenis dan

Ukuran IP 15

Tabel 2.2. Kriteria Penerimaan Citra Pelvis AP 20

Tabel 4.1. Prosentase KPC dan Kontras Radiografi Pelvis AP 26

Tabel 4.2. Perbandimgan Pemeriksaan Radiografi Konvensional

Dengan Computed Radiography 30


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Uji Kualitas Citra 35

Lampiran 2 Protokol European Commision 16260 Pemeriksaan