Perbandingan Teknik Tegangan Tinggi (KV) Dengan Tegangan Standar (KV) Terhadap Nilai Ekspose Indeks Pada Pemeriksaan Thorax Dengan Menggunakan Computed Radiography ( CR )

(1)

PERBANDINGAN TEKNIK TEGANGAN TINGGI (KV) DENGAN TEKNIK TEGANGAN STANDAR (KV) TERHADAP NILAI EKSPOSE INDEKS PADA PEMERIKSAAN THORAX DENGAN MENGGUNAKAN

COMPUTED RADIOGRAPHY (CR)

SKRIPSI

NURIANI NAINGGOLAN 110821025

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN 2013


(2)

Judul : PERBANDINGAN TEKNIK TEGANGAN TINGGI (KV) DENGAN TEKNIK TEGANGAN STANDAR (KV) TERHADAP NILAI EKSPOSE INDEKS PADA PEMERIKSAAN THORAX

DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTED

RADIOGRAPHY (CR)

Kategori : SKRIPSI

Nama : NURIANI NAINGGOLAN

Nomor Induk Mahasiswa : 110821025

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA MEDIK

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Diketahui :

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua

(Dr. Marhaposan Situmorang) NIP : 19551030 199803 1 003

Disetujui oleh Pembimbing

Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc Nip. 19650517 199303 1 009


(3)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN TEKNIK TEGANGAN TINGGI (KV) DENGAN TEKNIK TEGANGAN STANDAR (KV) TERHADAP NILAI EKSPOSE INDEKS PADA PEMERIKSAAN THORAX DENGAN MENGGUNAKAN

COMPUTED RADIOGRAPHY (CR)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebut sumbenya.

Medan, Agustus 2013

NURIANI NAINGGOLAN NIM : 110821025


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan sukacita, kekuatan dan hikmat kepada penulis dan hanya karna anugerahNya sajalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Tugas akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Jurusan Fisika Medis pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universita Sumatera Utara.

Tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat jasa-jasa orang hebat disekitar penulis, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU Medan.

2. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku Ketua Departemen Fisika USU Medan.

3. Bapak Drs. Herli Ginting, MS selaku Koordinator Program Ekstensi Fisika Medis USU Medan.

4. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, saran, dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji MS, Drs. Aditia Warman MS, dan Ibu Dr. Susilawati MS selaku Penguji yang memberikan saran dan masukan berharga untuk perbaikan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh staf Akademi Jurussn Fisika.

7. BapaK Dr. Robert Rumanang DMRD. (LOND), Sp.Rad selaku Kepala Instalasi RSU Materna.

8. Seluruh staf Radiografer RSU Materna

9. Teristimewa orangtua saya J.Nainggolan/ Restina Sitinjak serta Abang, Kakak, dan Adek-adekku yang selalu setia mendoakan dan memberikan semangat.

10. Sahabat-sahabatku Fisika Medis Ekstensi angkatan 2011/2012 ( sdr Gembira, sdr Kenca, sdr Doddy, sdr Ridho, sdri Harta, sdri Juliana, sdri


(5)

Juwairiah, sdri Herlina, sdri Helmina dan sdri Juwita) kalian adalah teman seperjuangan yang selalu memberI semangat dan motivasi setiap hari . 11. Semua pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian skripsi ini baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis berdoa kiranya Tuhan yang membalas segala kebaikan dan memberkati dengan berlimpah kepada semua pihak yang telah banyak membantu. Penulis menyadari keterbatasan dan juga kemampuan yang dimiliki penulis, penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran, dan juga kritik yang membangun. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2013 Penulis


(6)

ABSTRAK

PERBANDINGAN TEKNIK TEGANGAN TINGGI (KV) DENGAN TEGANGAN STANDAR (KV) TERHADAP NILAI EKSPOSE INDEKS

PADA PEMERIKSAAN THORAX DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTED RADIOGRAPHY ( CR )

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui perbandingan teknik tegangan tinggi (kV) dengan tegangan standar (kV) pada pemeriksaan Radiografy Thorax Postero Anterior (PA). Pada penelitian ini reseptor yang digunakan adalah reseptor sistim komputer radiography merek Kodak. Penelitian ini dilakukan langsung pada objek pasien, untuk membandingkan hasil citra teknik tegangan tinggi (kV) menggunakan tegangan tabung 109 kV, beban tabung 2,2 mAs dan teknik tegangan standar (kV) menggunakan tegangan tabung 66 kV dan 85 kV dengan beban tabung 8 mAs dan 6,3 mAs. Hasil evaluasi gambar thorax PA dengan menggunakan teknik tegangan tinggi (kV) lebih baik dibandingkan dengan teknik tegangan standar (kV).

Kata kunci : Teknik Tegangan Tinggi (kV), Teknik Tegangan Standar (kV), Ekspose Indeks, Thorax, Computer Radiography.


(7)

ABSTRACT

COMPARISON HIGH KV TECHNIQUE WITH STANDARD KV TECHNIQUE OF VALUE INDEX EXPOSURE ON EXAMINATION

THORAX BY USING COMPUTED RADIOGRAPHY ( CR )

Research has been conducted to compare the high kV technique with the standard technique checks Radiography kV Thorax postero anterior (PA). In this study, the receptor is the receptor used Kodak radiography computer system. The research was carried out directly on the patient objects, to compare the results of the image of high kV technique using tube voltage 109 kV, 2.2 mAs tube load and use standard techniques kV tube voltage of 66 kV and 85 kV with load tube 8 mAs and 6.3 mAs. PA chest image evaluation results by using high kV technique is better than the standard kV technique.

Keywords : High kV Technique, Standard kV Technique, Ekspose Indeks, Thorax, Computed Radiography


(8)

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN

PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.6 Sistematika Penulisan... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produksi sinar-X ... 5

2.2 Spektrum sinar-X ... 6

2.3 Interaksi Sinar-X Terhadap Materi ... 8

2.4 Dosimeter Diagnostik... 8

2.5 Pengukuran ESD ... 9

2.6 Computed Radiography ( CR ) ... 9

2.6.1 Imaging Plate ... 10

2.6.2 Image Reader ... 11

2.6.3 Image Recorder ... 12

2.7 Fantom Leeds ... 13

2.8 Anatomi Thorax ... 13

2.9 Radiografi Thorax Antero Posterior ( AP ) / Postero Anterior ( PA ) ... 15

BAB III METODOLOGI PENILITIAN 3.1 Tempat Penilitian ... 17

3.2 Alat dan Bahan ... 17

3.2.1 Pesawat Sinar-X ... 17

3.2.2 Computed Radiography ... 18

3.2.3 Dosimeter ... 19

3.2.4 Thermo Luminescent Dosimeter ( TLD ) ... 19

3.2.5 Fatom Leeds ... 19

3.3 Alur Penelitian ... 21

3.4 Uji Fungsi Pesawat ... 22


(9)

3.4.2 Uji Fungsi Computed Radiography... 23

3.4.3 Pengambilan Data Citra Dan Dosis Pada Pasien ... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Fungsi Pesawat Sinar-X ... 29

4.2 Hasil Uji Fungsi Computed Radiography (CR) ... 29

4.3 Pengambilan Citra Thorax Dewasa ... 34

4.4 Evaluasi Citra dan ESD Thorax PA ... 36

4.5 Evaluasi Fantom LEEDS TOR 18FG dan TOR CDR ... 38

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Pixel ... 30

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Dosis dan mAs ... 30

Table 4.3. Nilai Exposure Index dan Nilai Pixel ... 31

Tabel 4.4 Uji Kalibrasi Indikator Dosis ... 33

Tabel 4.5. Uji Konsistensi Exposure Index ... 34


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Produksi Sinar-X... 6

Gambar 2.2 Sinar-X Bremsstrahlung ... 7

Gambar 2.3 Sinar-X Karakteristik ... 8

Gambar 2.4 Efek fotolistrik ... 11

Gambar 2.5 Efek Compton ... 11

Gambar 2.6 Lapisan Photostimulable Phosphor Imaging Plate ... 12

Gambar 2.7 Imaging Plate ... 14

Gambar 2.8 Image Reader ... 15

Gambar 2.9 Rongga Thorax ... 16

Gambar 3.1a Pesawat General Electric ... 17

Gambar 3.1b Kontrol panel Pesawat GE ... 18

Gambar 3.1c Tabung Pesawat GE ... 18

Gambar 3.2a Kodak CR 850 ... 18

Gambar 3.2b Kodak Dry View 8900 ... 18

Gambar 3.3a Fantom CDR ... 20

Gambar 3.3b Fantom TOR 18FG ... 20

Gambar 4 Alur Penelitian ... 21

Gambar 5.1 Hubungan Antara Dosis dengan Pixel ... 31

Gambar 5.2 Hubungan Antara Eksposure Index dengan Pixel ... 32

Gambar 5.3 Hubungan Antara Dosis dengan Eksposure Index ... 32

Gambar 5.4 Citra Radiogarfi Thorax PA dengan Kondisi Eksposi 66kVp 8mAs ... 35

Gambar 5.5 Citra Radiografi Thorax PA dengan Kondisi Eksposi 85kVp 6.3mA ... 35

Gambar 5.6 Citra Radiografi Thorax PA dengan Kondisi Eksposi 109kVp 2.2mAs ... 36


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

Tabel A.1 Uji Fungsi Akurasi Tegangan Pesawat Sinar – X ... 41 Tabel A.2 Uji Kedapatulangan Pesawat Sinar-X ... 42 LAMPIRAN B

Tabel B.1 Nilai kontras TOR 18 FG pada eksposi 66 kV,8 mAs, rentang

5 sampai 18 ... 43 Tabel B.2 Nilai Kontras untuk TOR 18 FG pada 109 kV, 2.2. mAs

rentang 3 sampai 18 ... 43 LAMPIRAN C

Tabel C.1 Sensitifitas Kontras Rendah TOR CDR pada 66 kV, 8 mAs .... 44 Tabel C.2 Sensitifitas Kontras Rendah TOR CDR pada 109 kV, 2.2

mAs ... 44 Tabel C.3 Sensitifitas Kontras Tinggi TOR CDR pada 66 kV, 8 mAs ... 44 Tabel C.4 Sensitifitas Kontras Tinggi TOR CDR pada 109 kV, 2.2 mAs 45


(13)

ABSTRAK

PERBANDINGAN TEKNIK TEGANGAN TINGGI (KV) DENGAN TEGANGAN STANDAR (KV) TERHADAP NILAI EKSPOSE INDEKS

PADA PEMERIKSAAN THORAX DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTED RADIOGRAPHY ( CR )

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui perbandingan teknik tegangan tinggi (kV) dengan tegangan standar (kV) pada pemeriksaan Radiografy Thorax Postero Anterior (PA). Pada penelitian ini reseptor yang digunakan adalah reseptor sistim komputer radiography merek Kodak. Penelitian ini dilakukan langsung pada objek pasien, untuk membandingkan hasil citra teknik tegangan tinggi (kV) menggunakan tegangan tabung 109 kV, beban tabung 2,2 mAs dan teknik tegangan standar (kV) menggunakan tegangan tabung 66 kV dan 85 kV dengan beban tabung 8 mAs dan 6,3 mAs. Hasil evaluasi gambar thorax PA dengan menggunakan teknik tegangan tinggi (kV) lebih baik dibandingkan dengan teknik tegangan standar (kV).

Kata kunci : Teknik Tegangan Tinggi (kV), Teknik Tegangan Standar (kV), Ekspose Indeks, Thorax, Computer Radiography.


(14)

ABSTRACT

COMPARISON HIGH KV TECHNIQUE WITH STANDARD KV TECHNIQUE OF VALUE INDEX EXPOSURE ON EXAMINATION

THORAX BY USING COMPUTED RADIOGRAPHY ( CR )

Research has been conducted to compare the high kV technique with the standard technique checks Radiography kV Thorax postero anterior (PA). In this study, the receptor is the receptor used Kodak radiography computer system. The research was carried out directly on the patient objects, to compare the results of the image of high kV technique using tube voltage 109 kV, 2.2 mAs tube load and use standard techniques kV tube voltage of 66 kV and 85 kV with load tube 8 mAs and 6.3 mAs. PA chest image evaluation results by using high kV technique is better than the standard kV technique.

Keywords : High kV Technique, Standard kV Technique, Ekspose Indeks, Thorax, Computed Radiography


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penemuan sinar-X merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran karena ternyata dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa bagian-bagian tubuh manusia yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan cara-cara konvesional. Perkembangan ilmu teknologi dibidang Radiologi berkembang begitu pesat, dengan perkembangannya teknologi imaging yang terbukti sangat membantu diagnosa berbagai macam penyakit, khususnya radiodiagnostik. Di Indonesia pemamfaatan radiasi untuk bidang kesehatan khususnya dibidang diagnostik menjadi semakin luas dan penting. Oleh karena itu berbagai jenis peralatan sinar-X semakin hari semakin berkembang mulai dari pesawat yang konvesional sampai pesawat yang system komputerisasi yaitu seperti Computed Radiography (CR).

Sistem Computed Radiography (CR) memanfaatkan kemajuan teknologi dengan adanya Imaging Plate (IP) sebagai detector digital Photostimulable Phosphor (PSP) atau storage phosphor screen dalam menggantikan kombinasi system film Intensifying screen konvesional radiography untuk menghasilkan citra. Didukung aspek pengolahan citra dengan image reader dalam membaca Imaging Plate (IP) sehingga data dapat ditampilkan dalam Liquid Crystal Display (LCD) atau Cathoda Ray Tube (CRT), juga memiliki system pengolahan citra menggunakan metode dry processing yang merubah data digital menjadi data analog dengan hasil berupa film laser imaging. Penggunaan Photostimulable Phosphor (PSP) memungkinkan Imaging Plate (IP) untuk dapat dipakai berulang kali . Salah satu kelebihan citra digital system CR adalah citra soft copy yang dapat dimanipulasi terang gelap untuk menghasilkan kontras citra kualitas tinggi. Sedangkan pada penggunaan konvensional yang dikombinasikan dengan sistim film Intensifying Screen ( IS) tidak dapat dimanipulasi terang gelap (soft copy) sehingga penggunaan tegangan tinggi (kV) tidak dapat dilakukan. Karakteristik PSP yang memiliki rentang sensitivitas terhadap paparan sinar-X yang lebar dan


(16)

aplikasi perangkat lunak memungkinkan penyesuaian hasil citra terhadap kondisi eksposi. (Seibert, J.A, 2006)

Suatu unit pesawat sinar-X yang dilengkapi system CR diantaranya harus mampu memproduksi sinar-X sesuai uji fungsi dan citra yang dihasilkannya dapat digunakan untuk menegakkan diagnose. Oleh karena itu , semua perangkat penghasil citra pesawat sinar-X dan system CR harus berfungsi sesuai standar yang diisyaratkan, sehingga kemampuan kerjanya akan menentukan apakah sinar-X yang dikeluarkan dari pembangkitnya akan berguna untuk diagnosa suatu penyakit atau tidak. Jika tidak maka dapat mengakibatkan terjadinya penyinaran ulang yang berarti akan memberikan dosis yang tidak bermanfaat dan akan merugikan pihak terkait dalam pemeriksaan terutama pasien yang diperiksa. Dengan dasar ini peneliti melakukan pemeriksaan thorax dengan faktor eksposi yaitu teknik tegangan tinggi (kV) dan teknik tegangan standar (kV) dimana pesawat sinar-X yang dilengkapi dengan Computed Radiography harus mampu memproduksi sinar-X untuk menghasilkan kontras foto kualitas tinggi yang digunakan untuk menegakkan diagnosa.

Salah satu kuantitas radiasi yang sering digunakan dalam acuan batasan dosis adalah pengukuran dosis masuk permukaan atau yang lebih umum di kenal dengan ESD ( Entrance Surface Dose) yang dapat diperoleh melalui pengukuran langsung menggunakan TLD ( Thermoluminecence Dosimeter ) dan pengukuran tidak langsung. ( DeWerd, L.A, Bartol L., & Davis, S. (n.d). Thermoluninescence dosimetry.)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh teknik tegangan tinggi (kV) dan teknik tegangan standar (kV) terhadap nilai ekspose untuk menghasilkan kualitas citra yang tinggi pada pemeriksaan thorax yang digunakan untuk menegakkan diagnosa penyakit


(17)

2. Bagaimana pengaruh teknik tegangan tinggi (kV) dan teknik tegangan standar (kV) terhadap dosis radiasi yang diterima pasien

1.3 Batasan Masalah

Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian dari permasalahan yang ditentukan, maka perlu ada pembatasan masalah penelitian yaitu:

1. Kondisi eksposi untuk teknik tegangan tinggi (kV) hanya menggunakan 109 kV, 2.2 mAs sedangkan kondisi eksposi untuk teknik tegangan standar(kV) menggunakan 66kV, 8mAs dan 85kV 6.3 mAs

2. Evaluasi dosis yang diterima pasien dengan menggunakan Thermo Luminescent Dosimeter (TLD)

3. Reseptor yang digunakan adalah Computed Radiography Merk Kodak

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah :

1 Menentukan hubungan antara teknik tegangan tinggi (kV) dan tegangan standar (kV) dengan ekspose indeks untuk menghasilkan foto thorax yang berkualitas untuk mendapatkan diagnosa yang akurat. 2 Untuk mendapatkan dosis radiasi yang optimal dengan kualitas citra

radiografi yang baik.

3 Melakukan evaluasi kualitas citra radiografi thorax dengan citra reseptor menggunakan CR Kodak.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau salah satu refrensi dalam penentuan kondisi eksposi foto thorax dengan reseptor Computed Radiography (CR) dalam tindakan diagnostik untuk mendapatkan dosis yang optimal dengan kualitas citra radiografi yang baik dalam upaya penegakan diagnosa.


(18)

1.6 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Teori dasar berisi landasan teori sebagai hasil dari literature yang berhubungan dalam penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan alat dan bahan yang digunakan serata cara atau metode pengambilan datanya.

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini ditampilkan hasil dari penelitian dan analisi dari data yang diperoleh dari penelitian.

BAB V PENUTUP

Bab yang terakhir ini berisi kesimpulan dari analisis hasil pengukuran dan saran untuk pengembangan lebih lanjut dalam penelitian ini sehingga lebih bermanfaat.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produksi sinar-X

Wilhelm Conrad Rontgen seorang ahli fisika di Universitas Wurzburg, Jerman pertama kali menemukan sinar Rontgen pada tahun 1895, sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda saat itu dia melihat timbulnya sinar fluorosensi yang berasal Kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Kemudian dia melanjutkan penelitiannya dan menemukan sinar yang disebutnya sebagai sinar baru atau sinar-X. ( Rasad, 2005)

Sinar-X merupakan gelembong elektromegnetik, dimana dalam proses terjadinya memiliki energi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan pada energi kinetik elektro. Sinar-X yang berbentuk ada yang memiliki energi sangat rendah sesuai dengan energi electron pada saat timbulnya sinar-X. juga ada yang berenergi tinggi, yakni berenergi sama dengan energi kinetik elektro pada saat menumbuk target anode.

Pada dasarnya pesawat sinar-X terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X , sumber tegangan tinggi yang mencatu tegangan listrik pada kedua elktrode dalam tabung sinar-X dan unit pengatur bagian pesawat sinar-X.

Proses terjadinya sinar-X adalah sebagai berikut Filamen pada katoda dipanaskan dengan pemberian arus generator sehingga terbentuk elektron - elektron pada permukaan katoda. Dalam hal ini anoda bermuatan positif terhadap katoda. Ketrika diberikan beda potensial antara katoda dan anoda, maka elektron akan menumbuk anoda. Dari tumbukan inilah terbentuk sinar-X 1 % dan 99 % energi panas. ( Rasad,2005 )


(20)

Gambar 2.1 Produksi Sinar-X

(Sumber : RTEC III, Bushong ch 8&9_Xray Production and Emission_WEB)

2.2 Spektrum sinar-X

Konversi energi kinetik elektron menjadi radiasi sinar-X. sinar-X Bremsstrahlung berasal dari elektron melintas mendekati inti atom ( nucleus ) target, gaya tarik coulomb yang kuat menyebabkan elektron mengalami pengereman dan arah elektron dibelokkan dari lintasan awal dimana hal ini berakibat hilangnya energi kinetik elektron berubah menjadi sinar-X dengan energi sebanding dengan energi kinetik yang hilang, sinar-X Bremsstrahlung dapat kita lihat pada Gambar 2.2.


(21)

Gambar 2.2 Sinar-X Bremsstrahlung

Terbentuknya sinar-X karakteristik pada Gambar 3.3 melalui tahapan : 1. Elektron datang berinteraksi dengan elektron kulit K

2. Elektron kulit K keluar dari kulit atom terjadi jka energi elektron yang datang lebih besar dari energi ikat elektron kulit K meninggalkan kekosongan pada kulit K

3. Elektron atom dari tingkat energi yang lebih besar bertransisi mengisi kekosongan pada kulit K

4. Sinar-X karakteristik terpancar ketika elektron atom mengisi kekosongan kulit K, dengan energi yang sebanding dengan selisih energi ikat kedua atom.


(22)

Gambar 2.3 Sinar-X Karakteristik

2.3 Interaksi Sinar-X Terhadap Materi

Sinar-X merupaka gelombang electromagnet yang tidak memiliki massa, muatan, dengan daya tembus yang cukup tinggi. Proses interaksi sinar-X dengan materi meliputi 5 kemungkinan yaitu, hamburan kohern atau hamburan klasik, efek fotolistrik, hamburan Compton, produksi pasangan dan desintegrasi fotonuklir.

( Harold Elford Johns and John Robert Cunningham, 1983

2.4 Dosimeter Diagnostik

Ada berbagai dosimeter yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai ESD radiografi. Untuk mendapatkan ESD pasien dengan metode langsung umumnya digunakan Thermoluminescence Dosemeter ( TLD ). TLD yang sering dipakai berbahan : LiF; Mg, Ti, LiF ; Mg, Cu, P dan Li2B407 : Mn. Sebelum digunakan TLD terlebih dahulu diannealing untuk menghapus signal yang tersisa.

Prinsip kerja dosimeter ini berdasarkan fenomena Thermoluminescence (TL). Pada saat radiasi pengion berinterkasi dengan Kristal TLD sebagian atau seluruh energy diberikan keatom-atom Kristal maka electron pada atom-atom Kristal akan melompat ketingkat energi yang lebih tinggi dan menyebabkan kekosongan ( hole ).


(23)

Electron ini akan terperangkap oleh zat pengotor pada Kristal pemanasan TLD diperlukan pada saat pembacaan TLD, ketika TLD dipanasi menyebabkan electron pada Kristal kembali kekeadaan awal ( ground state ) sambil memancarkan energy dalam bentuk cahaya. Cahaya yang terpancar dihitung dengan menggunakan Photomultiplier ( PMT ) dan intensitas cahaya tersebut diubah menjadi sinyal elektrik dan dikuatkan. Proses pemancaran foton akibat pemanasan ini disebut Thermoliminisensi. ( Vienna : IAEA, 2007 )

2.5 Pengukuran ESD

Didalam IAEA technical report series No. 457 memberikan penjelasan tentang pengambilan nilai ESD pemeriksaan radiografi, dimana ESD dapat diperoleh dengan :

1. Metode langsung menggunakan TLD

2. Metode tidak langsung dengan perhitungan ( kalkulasi )

Pengukuran yang dilakukan dengan penelitian ini dilakukan hanya dengan metode langsung yakni menggunakan TLD. Metode langsung merupakan metode pengukuran ESD yang dilakukan dengan meletakkan thermoluminescence dosimeter pada central point ( titik pusat ) lapangan radiasi dan dosimeter akan merekam jumlah dosis permukaan pasien termasuk radiasi hamburan baik tubuh pasien.

2.6 Computed Radiography ( CR )

Computed Radiography (CR) merupakan suatu system atau proses untuk mengubah system analog pada konvensional radiografi menjadi digital radiografi. Posisi film dan kaset sebagai reseptor pada radiografi konvensional pada CR digantikan oleh imaging plate. CR mempunyai kelebihan dalam proses lokalisasi objek yang akan diamati. Hal tersebut disebabkan dalam proses lokalisasi objek yang akan diamati. Hal tersebut disebabkan karena citra pada CR dapat diatur sesuai dengan keperluan. ( Vienna : IAEA, 2004 )


(24)

CR mempunyai perlengkapan operasional terdiri dari : 2.6.1 Imaging Plate

Image Plate merupakan media pencatat sinar-X pada CR yang terbuat dari photosimulable phosphor tinggi, dengan Imaging Plate memungkinkan processor gambar untuk memodifikasi kontras. Image Plate berada dalam kaset imaging. Fungsi dari Image Plate adalah sebagai penangkap gambar dari objek yang sudah disinar ( ekspose). Prosesnya adalah pada saat terjadi penyinaran Image Plate akan menangkap energi dan disimpan oleh phosphor yang akan dirubah sinyal elektronik dengan laser scanner dalam image reader.

Imaging terdiri dari beberapa lapisan yang dirancang merekam dan meningkatkan transmisi gambar. Gambar berkas ionisasi (Gambar 2.4) terdiri dari:

a. Protective layer/ lapisan pelindung

Lapisan ini berfungsi melindungi IP dari benturan kerusakan pada saat proses handling dan transfer, goresan, kontraksi, pecah akibat temperature dan kelembaban. ( Ballinger 2003)

b. Phosphor layer/ lapisan fosfor

Lapisan yang paling aktif dalam IP. Lapisan fosfor IP adalah lapisan Kristal Europium-doped Barium Fluorohalide (BaFX;Eu2+) atau Photostimulable Phosphor. Saat menumbuk Kristal ini, BaFX:Eu2+berubah menjadi bentuk gambar laten. Standar resolusi spatial dari IP kira-kira 2.5lp/mm yang terdiri dari 150 nm lapisan BaFX:Eu2+.

c. Support layer/ lapisan penyokong

Lapisan peyokong adalah lapisan dasar yang melapisi lapisan lain yang terbuat dari polyester.

d. Conductor layer/ lapisan konduktor

Lapisan konduktor berfungsi mengeliminasi masalah-masalah elektrostatik dan menyerap cahaya untuk meningkatkan ketajaman.

e. Light shield layer / lapisan pelindung cahaya

Lapisan ini berfungsi untuk mencegah cahaya masuk saat proses penghapusan data dari IP, kebocoran, dan menurunkan spasial.


(25)

Gambar 2.4 Lapisan Photostimulable Phosphor Imaging Plate

Gambar 2.5 Imaging Plate

2.6.2 Image Reader

Image Reader (Gambar 2.6) berfungsi sebagai pembaca dan mengubah gambar yang diperoleh dari Image Plate (Gambar 2.5). Semakin besar kapasitas memorinya maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk proses Image Plate, dan mempunyai daya simpan yang besar. Waktu tercepat yang diperlukan untuk membaca Image Plate pada Image Reader yaitu selama 64 detik. Selain tempat dalam proses pembacaan, Image Reader mempunyai peranan yang sangat penting juga dalam proses pengolahan gambar, system transportasi Image Plate serta penghapusan data yang ada di Image Plate. Image Reader sudah dilengkapi


(26)

dengan monitor yang berfungsi untuk menampilkan gambar yang sudah dibaca oleh Image Reader disebut Image Console.

Image Console berfungsi sebagai media pengolahan data, berupa computer khusus untuk medical imaging dengan touch screen monitor. Image Console dilengkapi oleh berbagai macam menu yang menunjang dalam proses editing dan pengolahan gambar sesuai dengan anatomi tubuh, seperti pada kondisi hasil gambaran organ tubuh, kondisi tulang dan kondisi jaringan lunak.

Gambar 2.6 Image Reader 2.6.3 Image Recorder

Image Recorder mempunyai fungsi sebagai proses akhir dari suatu pemeriksaan yaitu media pencetakan hasil gambaran yang sudah diproses dari awal penangkapan sinar-X oleh Image Plate kemudian dibaca Image Reader dan diolah oleh Image Console terus dikirim ke Image Recorder untuk dilakukan


(27)

proses output dapat berupa media compact disc sebagai media penyimpanan atau dengan printer laser yang berupa laser Imaging Film.

2.7 Fantom Leeds

Fantom leeds pertama kali dibuat pada tahun 1955, fantom leeds telah menjadi terkenal didunia sebagai standar klinis untuk membangun kinerja operasional yang baik dari pesawat sinar-X. Fantom leeds adalah alat jaminan kualitan untuk perangkat pencitraan medis. Perangkat ini sebagian besar berkaitan dengan tehnik pencitraan sinar-X seperti fluoroscopy, radiografi digital, mamografi, dan computed tomografi (CT) walaupun leeds fantom juga biasa digunakan dalam Quality Ansurance radioterapi dan untuk tehnik lain seperti MRI.

(http ://www.leedstestobjects.com/April 2013)

2.8 Anatomi Thorax

Thorax atau rongga dada adalah rongga berbentuk kerucut, dimana pada sisi bawah lebih lebar dari sisi atas dan bagian belakang lebih panjang dari bagian depan. Thorax pada bagian belakang terbentuk dari dua belas vertebra thorakalis ( tulang belakang thoracal ), pada bagian depan oleh tulang sternum, pada sisi samping terbentuk dari dua belas pasang iga, yang melengkapi badan mulai dari belakang dari tulang belakang thoracal sampai tulang sternum dibagian depan. Batas bawahnya terdapat diafragma yang membatasi dengan rongga abdomen (Gambar 2.7).

Rongga thorax terdiri dari dua bagian utama yaitu paru-paru dan mediastinum. Paru-paru merupakan bagian dari saluran pernafasan. Saluran pernafasan terdiri dari laring, trakea, bronkus, dan paru-paru mediastinum terletak diantara paru kiri dan kanan dan merupakan daerah tempat organ-organ penting seperti jantung, aorta, esofagus, duktus torasika, aorta descenden, vena cava superior, saraf fagus, fenikus dan sejumlah besar kelenjar limfe. (Ballinger, 1995)

Fungsi paru-paru adalah sebagai tempat dimana terjadinya pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.


(28)

Gambar 2.7 Rongga Thorax (Sumber : Akshanur Blog’s_Anatomi Paru-Paru_WEB)

Dari gambaran radiografi rongga thorax memiliki kontras gambaran yang cukup tinggi dikarenakan perbedaan materi penyusun ataupun perbedaan nomor atom masing-masing penyususn organ di thorax. Pada paru-paru yang kaya akan oksigen dan karbondioksida akan memberikan gambaran radio paque ( densitas tinggi / hitam ), sedangkan pada daerah mediastinum akan memberikan gambaran radiolucent ( densitas rendah / putih ), lebih jelas anatomi Radiografi Thorax lihat pada Gambar 2.8.


(29)

Gambar 2.8 Gambaran Radiografi Thorax

(Sumber :Qucams_Teknik Radiografi Thorax_dan_Anatomi Paru-Paru_WEB)

2.9 Radiografi Thorax Antero Posterior ( AP ) / Postero Anterior ( PA ) Pemeriksaan radiografi thorax ditujukan untuk menilai terutama organ paru-paru dan jantung. Untuk mendapatkan gambaran radiografi thorax dewasa secara baik dari segi kualitas gambaran maupun dosis yang dihasilkan maka perlu diperhatikan ( Ballinger, 1995)_Gambar 2.9 :

1. Posisi pasien berdiri posisi Postero Anterior terhadap bucky wall stand, kedua tangan rileks disamping tubuh

2. Mengatur tinggi kaset sehingga batas atas kaset bergerak 3-5 cm diatas shoulder. Posisikan Mid Sagital Plane ( MSP ) tubuh tepat pada garis tengah kaset. Posisikan pasien berdiri tegak lurus dengan berat tubuh tertumpuh pada kedua kaki dengan seimbang, menaikkan dagu pasien diatas bucky wall stand dan mengatur Mid Sagital Plane ( MSP ) kepala vertical

3. Mengatur kedua lengan pasien pada posisi prone, kemudian meletakkan punggung ( bagian belakang ) kedua tangan pada pinggul. Mengatur shoulder berada pada kedua bidang tranfersal yang sama, dorong dan rotasikan shoulder kedepan


(30)

4. Instruksikan pasien untuk menarik nafas dalam dan kemudian menahan nafas beberapa detik pada saat ekposi

5. Central ray diatur tegak lurus bidang kaset tepat pada pertengahan kaset dengan central point pada vertebrae thoracal tujuh.

6. Batasi luas penyinaran sesuia dengan besarnya objek dengan menggunakan kolimator

7. Menggunakan jarak fokus ke film ( FFD ) 150 cm


(31)

BAB III

METODOLOGI PENILITIAN

3.1 Tempat Penilitian

Penilitian ini dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Materna Medan

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Pesawat Sinar-X

Pesawat sinar-X dengan spesifikasi sebagai berikut :

- Nama Pesawat : General Elektric (Gbr 3.1a, 3.1b, 3.1c) - Pabrik Pembuat : New York, U.S

- Max kV : 150 kV

- Tahun Pemasangan : Tahun 2009

- Model : 5183243

- No. Seri : 57720 HL5


(32)

Gambar 3.1b Kontrol panel Pesawat GE Gambar 3.1c Tabung Pesawat GE

3.2.2 Computed Radiography

Reseptor citra yang digunakan adalah Computed Radiography ( CR ) dengan spesifikasi sebagai berikut :

Nama Reseptor : Kodak DirectView CR 850 (Gbr 3.2a) Tahun Pemasangan : Tahun 2007

Model : Classic CR

Printing : Kodak DryView 8900 (Gbr 3.2b)


(33)

3.2.3 Dosimeter

Pengukuran pada uji pesawat sinar-X menggunakan dosimeter Unfors Xi. Unfors Xi adalah salah satu merek multimeter keluaran Unfors Instrument Inc, yang digunakan untuk mengukur karakteristik dari suatu pesawat sinar-X mulai dari kV, mAs, waktu, dosis dan laju dosis.

3.2.4 Thermo Luminescent Dosimeter ( TLD )

Thermo Luminescent Dosimeter ( TLD ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah Thermo Luminescent Dosimeter terbuat dari lithium Fluoride : Magnesium, Copper, Phospor ( LiF : Mg, Cu, Ti ) yang memiliki nomor atom efektif 8.2 dan ukuran fisik 3,1 x 3,1 mm2 dengan ketebalan 0,9 mm. Thermo Luminescent Dosimeter ini dapat untuk mengukur dosis dalam ukuran 10 mGy hingga 10 Gy dengan respon dosis linear.

3.2.5 Fatom Leeds

Fatom leeds yang digunakan dalam penelitian ini : a. TOR CDR

Fantom ini terdiri dari disk ( cakram ) Perspex datar berisi 4 ( empat ) tipe dari test pattern, 1 ( satu ) untuk penilaian dengan pengukuran ( objective ) dan 3 ( tiga ) dengan tinjauan mata pembaca ( subjective ). Fantom digunakan dengan melakukan 2 ( dua ) kali penyinaran pertama dengan kondisi 66 kV, 8 mAs dan kondisi 109 kV, 2,2 mAs dengan penambahan 1 mm Cu sebagai filter tambahan (Gbr 3.3a)

TOR CDR berfungsi untuk mengevaluasi pengukuran sensitifitas ( 10 test point details , berdiameter 5,6 mm ), batas resolusi ( 0,5 sampai 14,3 LP/mm ) dan mendeteksi low-contrast large-detail juga mendeteksi High Contras small detail.


(34)

Gambar 3.3a Fantom CDR b. TOR 18 FG

TOR 18FG berfungsi untuk mengevaluasi penyesuaian level kontras ( highlight and low light details ), batas resolusi ( 0,5 sampai 14,3 LP/mm ) dan mendeteksi low contrast large – detail (Gbr 3.3b)


(35)

3.3 Alur Penelitian

Se

M ulai

Pesaw at sinar-X

Radiografi Thorax PA Uji Fungsi CR

Comput ed Radiography ( CR ) Uji Fungsi Pesaw at

Teknik kV t inggi

Krit eria fot o

Teknik kV st andar

Nilai Ekspose indeks

Kont ras

Hasil Pengamat an Nilai Ekspose Indeks

Hasil Pengamat an

Kont ras Dosis Radiasi


(36)

3.4 Uji Fungsi Pesawat

3.4.1 Uji Fungsi Pesawat Sinar-X

Sebelum pengambilan data ESD, maka terlebih dahulu dilakukan uji fungsi pesawat sinar-X. Tujuan dari uji fungsi pesawat sinar-X ini agar diperoleh kepastian bahwa pesawat sinar-X berfungsi sesuai dengan spesifikasi, menentukan pesawat sinar-X benar-benar layak dipakai dan telah memenuhu standar yang telah di tetapkan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan formulir dari NSW EPA dan dosimeter Unfors Xi.

Uji fungsi pesawat radiografi dilakukan dengan mengacu pada standar dari Radiation Safety Act 1975, Workbook 3 Diagnostic X-Ray Equitment Compliace Testing dari Radiation Council of Western Australia yang prinsipnya sama dengan AAPM report No. 74.

a. Uji keakurasian tegangan kerja

Tujuan uji keakurasian ini untuk mengetahui kebenaran dan konsistensi tegangan pesawat sinar-X. standar RCWA menyatakan bahwa error maximum kV yang diperbolehkan untuk pesawat radiografi adalah dibawah 5,5,%. Error maximum adalah selisih antara setting dengan kV terbaca dibagi setting kV. Error maximum ini menjadi tolak ukur dalam keakurasian kV.

Error max = . 100%

Dalam uji keakurasian tegangan kerja pesawat sinar-X diagnostic ini tabung pesawar diposisikan tidak menggunakan filter, dosimeter unfors Xi diletakkan pada jarak 100 cm dari kolimator pesawat dan berkas penyinaran kolimator oada posisi dosimeter Unfors Xi. Dosimeter Unfors Xi di papari dengan tegangan sekitar 40 kV– 125 kV dan 5 mAs

b. Uji akurasi waktu

Tujuannya untuk mengetahui kebenaran dan konsistensi waktu pada pesawat sinar-X.


(37)

c. Uji Kedapatulangan

Kedapatulangan atau reprodccibility adalah kemampuan untuk mendapatkan nilai yang sama atau mendekati sama ketika dilakukan pengujian pada factor ekposi yang sama. Tahan uji kedapatulangan adalah untuk mengetahui kV dapat bernilai sama dari satu paparan ke paparan berikutnya. Dalam uji kedapatulangan pesawat sinar-X , tabung pesawat diposisikan tidak menggunaklan filter, dosimeter Unfors Xi diletakkan pada jarak 100 cm dari kolimator pesawat dan berkas penyinaran tepat pada posisi dosimeter Unfors Xi. Memapari dosimeter Unfors Xi dengan tegangan 70 kV dengan 10 mAs, paparan dilakukan sebanyak 5x.

3.4.2 Uji Fungsi Computed Radiography

Uji fungsi CR ini dimaksudkan agar di peroleh kepastian bahwa CR berfungsi sesuai dengan spesifikasi, CR layak dipakai dan telah memenuhi standar yang ditetapkan, dengan melihat hasil uji kaset CR dan kinerja Reader CR. Tes dimaksudkan untuk melihat artifact dan kualitas citra dan sensitifitas. Pengujian dilakukan dengan mengacu pada standar dari Leeds Test Object CR dan DDR.

a. Dark Noise

Tujuan pengukuran Dark Noise adalah untuk menilai tingkat Noise dalam system. Uji Dark Noise untuk menilai Exposure CR Kodak dari kaset dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : kaset CR dihapus terlebih dahulu tanpa memberikan paparan radiasi pada kaset kemudian kaset di scan dengan Imaging Processing Mode Pattern, mengevaluasi citra untuk melihat ada tidaknya ketidak seragaman, mencatat nilai exposure index dan nilai rata-rata pixel dengan menggunakan Region Of Interest ( ROI). Toleransi nilai exposure CR Kodak yang kurang dari 80, untuk kaset General Purpose ( GP )

b. Dosimetri

Tujuan pengukuran dosimetri adalah untuk mengukur penerimaan dosis yang dibutuhkan untuk test Linearitas dan system Transfer, Kalibrasi


(38)

indicator dosis pada reseptor ( Exposure Index ), konsistensi detector indicator dosis ( Exposure Index ) dan ketidakseragaman

Uji dosimetri dimulai dengan memposisiskan Unfors Xi pada jarak 1.2 m dari focus dan 30 cm berada diatas meja. Nilai mAs yg tepat dicari agar mendapatkan reseptor entrance airkerma 10 Gy, dengan menyinari 0.5 mm Cu pada tabung sinar-X, selanjutnya mencari nilai mAs untuk mendapatkan nilai receptor entrance 5 µGy, 12 µGy, 20 µGy, dan 50µGy. c. Linearitas dan Sistem Transfer

Tujuan pengukuran adalah membuat hubungan antara dosis reseptor dan nilai pixel, sehingga hubungan ini dapat dikoreksi dalam tes efisiensi siklus penghapusan dan ketidakseragaman dan juga membuktikan bahwa exposure indek linear terhadap kenaikan dosis.

Dilakukan dengan cara menyiapkan kaset 24cmx30cm dan meletakkannya pada jarak 150 cm dari focus, atur lapangan penyinaran seluas kaset . kemudian untuk mendapatkan dosis 5µGy kaset disinari dengan 81 kV 1 mAs. Setelah 5 menit, kaset di scan dengan mode image processing pattern. Catat nilai Exposure index, nilai pixel pada tengah-tengah citra. Kemudian di ulangi dengan kondisi penyinaran 81 kV dengan variasi mAs masing-masing kaset 2.5 mAs, 4mAs dan 10mAs.

Grafik hubungan antara nilai pixel dengan dosis reseptor, di buat untuk mencari persamaan Sistem Transfer Properties ( STP ) yang nantinya digunakan untuk mengoreksi uji efisiensi siklus Penghapusan dan Keseragaman.

Toleransi yang diperkenankan untuk semua citra rasio k, indicator penyinaran ke penyinaran tidak bole lebih besar dari ± 10% dari nilai rata-rata k. Nilai R2 pada perhitungan excel lebih besar dari 0,95. Persamaan STP tidak ada toleransi, grafik hubungan antara nilai pixel dan dosis merupakan persamaan logaritma.

d. Efisiensi Siklus Penghapusan

Tujuan pengukuran efisiensi siklus penghapusan adalah untuk melihat minimal sisa sinyal pada kaset setelah proses penghapusan dan


(39)

scan.penilaian uji efisiensi siklus penghapusan adalah dengan melihat ada tidaknya sisa sinyal dari citra yang diperoleh dengan melakukan penyinaran pada kaset yang diletakkan diatas meja dengan jarak 150 cm dari focus, dengan lapangan penyinaran 14cm x 14 cm dan meletakkan material attenuasi pada tengah-tengah kaset CR dengan kondisi 80 kV, 25 mAs tanpa penambahan filter pada tabung, kemudia kaset di scan. Pada kaset yang sama dilakukan penyinaran dengan luas lapangan penyinaran 8cm x 8cm dengan kondisi penyinaran 80 kV, 0,5 mAs tanpa filter. Kemudian kaset di scan dengan mode processing pattern. Dengan mengatur windows sedimikian sempit, kemudian citra di evaluasi apakah ada sisa gambaran dari penyinaran yang pertama. Hasil uji dinyatakan lulus jika tidak terdapat gambaran bayangan, tetapi jika masih terdapat gambaran bayangan di perlukan analisa ROI. Sisa gambaran harus lebih kecil dari 1% antara koreksi STP nilai pixel pada area bayangan dan area sekitarnya.

e. Kalibrasi Indikator Dosis Pada Reseptor ( Exposure Index )

Tujuannya adalah untuk menilai ke akurasian perhitungan nilai eksposi kaset dengan menggunakan indicator ekposi. Langkah-langkah yang dilakukan adalah meletakkan kaset 24 cm x 30 cm dengan jarak 150 cm dari focus, lapangan penyinaran diatur seluas kaset. Kemudian menyinari kaset dengan kondisi ekposi 81 kV dengan 3,2 mAs. Setelah 15 menit penyinaran kaset di scan dengan processing image mode pattern. Penyinaran dilakukan sebanyak dua kali, untuk mendapatkan nilai-nilai rata-rata exposure index. Exposure index pengukuran dibandingkan dengan hasil perhitungan ekposi indicator dengan persamaan :

Ekodak = 8.7 x 10n


(40)

Uji kalibrasi indicator dosis pada reseptor dinyatakan lulus jika nilai indicator ekposi dari Kodak ( Ekodak ) senilai dengan nilai eksposi hasil

pengukuran, dengan toleransi penyimpangan tidak lebih dari 20%. f. Konsistensi Detektor Indikator Dosis ( exposure index )

Tujuannya adalah untuk menilai variasi sensitivitas antar kaset dan membuat baseline untuk memonitor system sensitivitas pada QA mendatang. Untuk mengetahui konsistensi detector indicator dosis dilakukan dengan cara membandingkan variasi hasil perhitungan exposure index masing-masing kaset, dengan toleransi variasi perhitungan exposure index harus tidak lebih besar dari 20% antar kaset. Kaset yang digunakan ukuran 18 cm x 24 cm, 24 cm x 30cm, 35 cm x 35 cm, 35cm x 43 cm. kaset secara bergantian diletakkan dengan jarak 150 cm dari focus, dan lapangan penyinaran seluas kaset dan kemudian menyinari kaset dengan kondisi 81 kV dengan 3, 2 mAs agar di dapatkan dosis 10 µGy. Kemudian kaset di scan dengan processing image mode pattern setelah menunggu 5 menit setelah penyinaran.

g. Keseragaman

Tujuannya adalah untuk menilai keseragaman sinyal yang terrekam dari kaset yang terpapar seragam. Respon yang tidak seragam dapat mempengaruhi klinis kualitas citra. Keseragaman di peroleh dengan membandingkan nilai rata- rata pixel pada 5 area ROI. Toleransi yang diperbolehkan yaitu rasio standar deviasi dari ke lima ROI dengan perhitungan menggunakan persamaan STP tidak lebih dari 9%. Area dari ROI paling sedikit harus 10000 pixel dan di peroleh dengan mengukur lima area dari kaset 24 cm x 30 cm yang telah disinari dengan kondisi penyinaran 81 kV, 1,6mAs dengan jarak 150 cm dari fokus. Dari penyinaran posisi pertama dilakukan penyinaran ulang dengan tujuan menyiadakan ketidakseragaman di karenakan adanya anoda heal effect. Setelah lima menit penyinaran kaset di scan dengan mode image processing pattern.


(41)

h. Kekaburan ( Blurring )

Tujuannya adalah untuk melihat ada tidaknya distorsi atau kekaburan dari citra. Uji kekaburan dilakukan dengan menilai dan memeriksa ada tidaknya gambaran distorsi pada citra.

3.4.3 Pengambilan Data Citra Dan Dosis Pada Pasien

1. Melakukan pengambilan data radiografi dengan objek thorax dewasa. Image radiografi thorax diperoleh dengan menggunakan dua kondisi penyinaran yang berbeda. Kondisi pertama menggunakan teknik radiografi standar dengan menggunakan tengangan tabung 66 kV, beban arus 8 mAs dan 85 kV, 6,3 mAs. Kondisi kedua menggunakan teknik tegangan kV tinggi dengan tegangan tabung 109 kV, beban arus 2,2 mAs. Penentuan tegangan tabung standar(kV) berdasarkan refrensi nilai eksposure indeks dari Kodak. Sedangkan pada tegangan tabung tinggi (kV) berdasarkan kondisi rutin untuk pemeriksaan Thorax dewasa dengan menggunakan Automatic Exposure Control (AEC) yaitu 109 kV dan 2.2 mAs.

2. Pada saat pengambilan citra, dilakukan juga pengambilan dosis ESD pada objek, dengan cara menempalkan TLD di tengah lapangan radiasi pada permukaan objek. TLD yang sudah terpapari radiasi kemudian di baca menggunakan TLD Reader dan didapatkan nilai dalam satuan nanoCoulomb, yang kemudian dikonversikan dalam satuan dosis ( mGy ). FFD ( Focus Film Distance ) diatur sejauh 150 cm, fungsi film disini digantikan oleh image reseptor sedangkan FOD ( Focus Objec Distance ) merupakan jarak sumber sampai dengan permukaan objek.

3. Evaluasi citra dengan menggunakan standar quality criteria yang tercatat pada European Commission EUR 16260 EN ( 1996 ). European Guidelines On Quality Criteria For Diagnostic Radiographic Image dengan parameter :


(42)

Kriteria Citra Thorax :

 Eksposi saat inspirasi penuh dan tahan nafas

 Thorax tergambar secara simetris ditandai dengan posisi processus spinosus ditengah-tengah kedua clavikula.

 Gambaran tepi medial scapula tidak menutupi paru-paru.

 Seluruh tulang iga tergambar diafragma

 Tergambar jelas gambaran paru-paru terutama peripheral vessel.

 Terlihat gambaran tajam dari trachea dan proksimal bronkus

 Batas jantung dan aorta jelas

 Diafragma dan tepi lateral sudu costeoprenicus

 Terlihat gambaran retrocardiac paru-paru dan mediastinum

 Terlihat gambaran tulang belakang ( vertebrae thoracal ) melalui bayangan jantung.

4. Evaluasi dosis permukaan yang diterima pada objek

5. Evaluasi dengan menggunakan fantom LEEDS TOR CDR dan TOR 18FG untuk melihat detail kontras, resolusi.


(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2.6 Hasil Uji Fungsi Pesawat Sinar-X

Setelah dilakukan pengukuran fungsi pesawat sinar-X dengan menggunakan Unfors Xi untuk pengukuran kV, didapatkan error maksimum pesawat sinar-X yang digunakan dalam penelitian antara 0.1% sampai 2.3% sehingga dinyatakan lulus uji keakurasian kV karena nilai error maksimum lebih kecil dari batas yang diperbolehkan yaitu 5.5% ( RACW ) dan 5% ( AAPM ).

Uji akurasi waktu tidak dapat dilakukan karena paremeter waktu pada panel control terintegrasi dengan mAs.

Dari uji kedapatulangan didapatkan nilai CV (koefisien variasi) 1.00E-03 untuk parameter kV dan output tube 1.70E-03, serta 2.60E-03 untuk parameter waktu paparan atau time. Dengan standar RACW yang mensyaratkan nilai CV tidak lebih 0.05 maka untuk uji kedapatulangan pesawat sinar-X yang diuji memenuhi standar.

Pada uji Beam Alignment didapatkan titik berhimpit dengan titik Beam Aligment Toll, sehingga uji Beam Aligment dinyatakan lulus.

2.7 Hasil Uji Fungsi Computed Radiography (CR)

Hasil uji dari Dark Noise, secara visual tidak terlihat ketidakseragaman yang dikarenakan Noise bawaan pada citra, nilai indicator dosis dari citra atau Exposure Index sebesar 22, nilai ini lebih kecil dari nilai toleransi kaset GP ( General Purpose ) Kodak sebesar 80. Sehinggga dapat diartikan uji Dark Noise dinyatakan lulus. Sedangkan hasil pengukuran nilai pixel dengan menggunakan ROI dapat dilihat pada Tabel 4.1.


(44)

Tabel 4.1. Hasil Pengukuran Pixel

Dari hasil pengukuran area 84767.73 didapatkan mean pixel value 4042.04, dengan standar deviasi sebesar 23.24.

Pada pengukuran nilai dosis reseptor, untuk memperoleh 10 µGy dengan 81kV didapatkan nilai mAs sebesar 2 mAs. Dan untuk memperoleh dosis 5, 12, 20, 50 µGy didapatkan nilai mAs masing-masing sebesar 1, 2.5, 4, dan 10 mAs.

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Dosis dan mAs No Tegangan tabung

terukur (kV)

Receptor Entrance air Kerma (µGy)

Beban Tabung (mAs)

1 81 5 1

2 81 10 2

3 81 12 2.5

4 81 20 4

5 81 50 10

Dari Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa kenaikan mAs akan menaikkan dosis reseptor.

Untuk uji linearitas dan system transfer nilai Exposure Index dan Pixel Value pada masing-masing citra radiografi hasil penyinaran dengan tegangan 81 kV dengan variasi mAs 1, 2.5, 4, 10 mAs ditampilkan pada Tabel 4.3.

Dari uji linearitas dan system transfer diperoleh hubungan antara dosis reseptor dan nilai pixel yang dinyatakan dalam sebuah persamaan yang disebut Sistem Transfer Properties (STP) ; STP = y = -382.8ln(x) + 2287.3, dan nilai R2 = 0.9976 seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.2.

Lu Luas ( mm2)

Mean (Pixel Value) Standar Deviasi Min (Pixel Value) Max (Pixel Value)

Skewness Kurtosis


(45)

Tabel 4.3. Nilai Exposure Index dan Nilai Pixel Tegangan tabung (kV) Beban Tabung (mAs) Dosis (µGy)

Nilai Pixel (PV)

Exposure Index (EI)

Rasio EI terhadap rata-rata

81 1 5 1680.830 1522 0.749

81 2.5 12 1324.981 1895 0.933

81 4 20 1111.321 2152 1.059

81 10 50 798.000 2558 1.259

Rata-rata 2031.750 Standar

Deviasi

435.869

Gambar 5.1 Hubungan Antara Dosis dengan Pixel

Dari Gambar5.1, hubungan antara Dosis dengan Nilai Pixel dapat diketahui bahwa ketika Nilai Pixel semakin kecil maka Nilai Dosis akan semakin besar. 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

5 12 20 50

N il a i p ix e l (P V ) Dosis (µGy)

y = -384.8ln(x) + 2287.3 R2 = 0.9976

 Hubungan antara dosis dengan pixel


(46)

Gambar 5.2 Hubungan Antara Eksposure Index dengan Pixel

Dari Gambar5.2 hubungan antara Eksposure Index (EI) dengan Pixel dapat diketahui ketika nilai pixel semakin kecil nilai exposure index semakin besar.

Gambar 5.3 Hubungan Antara Dosis dengan Eksposure Index

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

1522 1895 2152 2558

N il a i P ix e l (P V )

Exposure Index (EI)

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

5 12 20 50

E

x

p

o

s

u

re

I

n

d

e

x

(E

I)

Dosis (µGy)

y = -1696ln(x) + 14119 R2 = 0.9992

 hubungan antara Pixel dengan Exposure Index

y = 452.48ln(x) + 787.2 R2 = 0.9993

 hubungan antara dosis dengan pixel


(47)

Sedangkan pada Gambar 5.3 hubungan antara dosis dengan Exposure Index, disimpulkan dosis berbanding lurus dengan Exposure Index. Dengan besar kenaikan exposure index tidak sama dengan kenaikan dosis, grafik exposure index ketika melewati nilai 2152 mulai melandai dan mengalami saturasi pada nilai exposure index 2558 dan dosis 50µGy. Dari ketiga grafik diatas dapat dilihat bahwa plat detector memiliki batas kemampuan respon terhadap nilai dosis yakni mulai dari 5 µGy sampai 50 µGy.

Uji linearitas dan system transfer ini dinyatakan lulus karena didapatkan bahwa nilai R2 = 0.9976 dalam hubungan dosis reseptor dan nilai pixel lebih besar dari nilai toleransi R2 = 0.95 dan rasio masing-masing nilai Exposure Index penyinaran terhadap rata-rata Exposure Index tidak lebih besar dari ±10%, kecuali pada dosis 5 µGy dan 50 µGy melebihi 10%.

Pada uji kalibrasi indicator dosis pada reseptor dengan menggunakan persamaan Ekodak = 8.7x10n dimana n = dengan hasil rata-rata dari nilai

EI, didapatkan Ekodak sebesar 7.451 µGy, bila dibandingkan dengan hasil

pengukuran dosis yakni Epengukuran = 6.4 µGy, maka besar penyimpangan 16.42%.

hal ini berarti uji kalibrasi indicator dosis pada reseptor dinyatakan lulus karena penyimpangan kurang dari 20%.

Tabel 4.4 Uji Kalibrasi Indikator Dosis

Penyinaran Exposure Index (EI) Ekodak (µGy) EPengukuran (µGy)

1 1939 7.560

6.4

2 1929 7.388

3 1930 7.405

Rata-rata 7.451


(48)

Dari uji konsistensi Exposure Index, untuk mendapatkan dosis 10 µGy pada jarak 150cm dari focus dengan menggunakan detector diperoleh nilai mAs sebesar 3,2 mAs. Pada ke empat ukuran kaset yang berbeda yang disinari dengan factor eksposi 81 kV dan 3,2 mAs, selisih perhitungan EI antar kaset, nilai paling besar adalah 11.9%, dibandingkan dengan nilai toleransi yang sebesar 20% nilai pengukuran ini lebih kecil, jadi disimpulkan hasil uji konsistensi Exposure Index dinyatakan lulus karena tidak lebih besar dari nilai toleransi.

Tabel 4.5. Uji Konsistensi Exposure Index Ukuran Kaset (cm) Exposure Index (EI) Ekodak (µGy)

18 x 24 2061 10.0

24 x 30 2056 9.90

35 x 35 2006 8.82

35 x 43 2039 9.52

Selisih terbesar 1.19 Rasio terbesar 0.119

2.8 Pengambilan Citra Thorax Dewasa

Pengambilan citra Thorax dewasa ( objeknya pasien langsung ) menggunakan variasi teknik tegangan standar (kV) (Gbr 4.4 dan Gbr 4.5) dan teknik tegangan tinggi (kV) ( Gbr 4.6).


(49)

Gambar5.4 Citra Radiogarfi Thorax PA dengan Kondisi Eksposi 66kV 8mAs


(50)

Gambar 5.6 Citra Radiografi Thorax PA dengan Kondisi Eksposi 109kV 2.2mAs

2.9Evaluasi Citra dan ESD Thorax PA

Evaluasi pada ketiga citra Radiografi Thorax PA diatas sangat bagus, adapun objek yang difoto adalah pasien langsung dimana dapat inspirasi penuh dan tahan nafas. Kriteria yang dapat dievaluasi adalah sebagai berikut : Citra thorax tergambar secara simetris ditandai dengan posisi processus spinosus ditengah-tengah kedua clavikula. Seluruh tulang iga tergambar diatas diafragma. Terlihat gambaran tajam dari trachea dan proksimal bronkus. Batas jantung dan aorta tegas, diafragma dan tepi lateral sudut costeoprenikus. Terlihat gambaran retrocardiac paru-paru dan mediastinum. Terlihat gambaran tulang belakang ( spine ) melalui bayangan jantung.

Pada radiografi Thorax kontras dengan menggunakan teknik tegangan tinggi (kV) 109kV 2.2 mAs dibandingkan dengan menggunakan teknik tegangan standar (kV) 66kV 8 mAs kontras pada jaringan yang memiliki perbedaan kerapatan yang besar akan terjadi penurunan kontras, ini terlihat pada gambaran tulang dan daerah paru. Sedangkan pada jaringan yang memiliki perbedaan


(51)

kerapatan yang relative kecil atau sama akan menaikkan kontras. Ini terlihat pada gambaran daerah paru ditandai dengan gambaran bronkus yang terlihat pada peripheral.

Secara visual terdapat perbedaan gambaran radiografi Thorax , penggunaan tehnik tegangan tinggi (kV) menghasilkan gambaran bronkus paru terlihat tegas dan lebih banyak dibandingkan tehnik tegangan standar (kV), hal ini disebabkan rentang kontras gambaran radiografi yang lebih lebar dan kualitas citra dari tehnik tegangan tinggi (kV) lebih optimal dibanding tehnik tegangan standar (kV), sehingga jangkauan objek yang diamati pada tehnik tegangan kV tinggi lebih lebar dan lebih banyak

Hasil pengambilan ESD pada kedua teknik radiografi Thorax dengan tegangan standar (kV) dan tegangan tinggi (kV) disajikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Pengukuran ESD No TLD Tegangan Tabung (KV) Beban Tabung (mAs) Pemakaian Grid FFD (cm) Ukuran Kaset (cm) ESD (mGy)

41 66 8 Y 150 35 x 43 0.442

12 85 6.3 Y 150 35 x 35 0.482

14 109 2.2 Y 150 35 x 35 0.313

Daya penetrasi yang semakin meningkat pada teknik tegangan tinggi (kV) dibandingkan teknik tegangan standar (kV) menyebabkan berkurangnya variasi absorsi dan menaikkan hamburan, sehingga kontras yang dihasilkan akan rendah. Sebaliknya pada teknik tegangan standar (kV) menyebabkan banyaknya variasi absorsi radiasi dan menurunkan hamburan sehingga menghasilkan kontras yang tinggi. Pada gambaran citra thorax PA tegangan tinggi (kV), kontras yang terlihat antara dua organ jaringan yang memiliki beda kerapatan atau koifisien atenuasi yang besar dalam hal ini antar tulang iga dan lapangan paru-paru, detail tulang iga tidak tampak jelas terhadap struktur paru-paru. Namun kontras citra yang rendah membuat jangkauan kontras lebih rendah atau tinggi antara dua organ yang


(52)

memiliki beda kerapatan yang relative lebih kecil atau pada organ yang sama, dalam hal ini terlihat bronkus pada area paru-paru, retrocardiac, dan juga pada linear dan reticular area peripheral paru-paru. Dengan kenaikan tegangan (kV) akan menambah daya penetrasi atau daya tembus berkas keorgan dan sebagai kompensasi kenaikan kV maka mAs diturunkan dan waktu eksposi menjadi rendah hal ini membuat dosis pasien menjadi turun.

2.10 Evaluasi Fantom LEEDS TOR 18FG dan TOR CDR

Berdasarkan pengukuran dengan menggunakan software image-J, citrea TOR 18FG dengan tegangan tabung 109 kV, 2.2 mAs memiliki rentan kontras rendah sebesar 0.009 sampai 0.123 ini ditandai dengan terlihatnya disc 18 sampai 3, nilai ini lebih lebar dibandingkan dengan tegangan tabung 66 kV 8 mAs yang memiliki rentan kontras antara 0.009 sampai 0.086 dengan nomor disc yang terlihat 18 sampai 5. Tegangan tabung 109 kV 2.2 mAs dapat menampilkan resolusi sebesar 0.5 sampai 2.8 cycle/mm, hasil ini lebih baik dengan tegangan tabung 66 kV 8 mAs sebesar 0.5 sampai 2.24 cycle/mm. Nilai pixel pada disc yang dapat ditampilkan pada citra TOR 18FG, tegangan tabung 109 kV 2.2 mAs memiliki rentan yang lebih lebar dibandingkan dengan tegangan tabung 66 kV 8 mAs.

Berdasarkan pengukuran dengan menggunakan software image-J, citra TOR CDR dengan tegangan tabung 109 kV 2.2 mAs memiliki rentan kontras rendah sebesar 0.002 sampai 0.027 ini ditandai dengan terlihatnya disc 17 sampai 7, nilai ini lebih lebar dibandingkan dengan tegangan tabung 66 kV 8 mAs yang memiliki rentang kontras rendah 0.002 sampai 0.045 dengan nomor disc yang terlihat 17 sampai 4. Sedangkan untuk kontras tinggi kondisi tegangan tabung 109 kV 2.2 mAs memiliki rentang kontras 0.039 sampai 0.726, yang lebih lebar dari tegangan tabung 66 kV 8 mAs yang memiliki rentang kontras tinggi sebesar 0.039 sampai 0.167. Tegangan tabung 109 kV 2.2 mAs dapat menampilkan resolusi sebesar 0.50 sampai 2.80 cycle/mm.


(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Secara visual terdapat perbedaan kualitas citra radiografi Thorax. Pada penggunaan teknik tegangan tinggi (kV) kualitas citra lebih optimal dibandingkan teknik tegangan standar(kV) , sehingga jangkauan objek yang diamati pada teknik tegangan tinggi (kV) lebih banyak.

2. Pada penggunaan teknik tegangan tinggi (kV) dosis yang diterima pasien lebih rendah yaitu 0.313mGy dibanding penggunaan teknik tegangan standar (kV) yaitu 0.482mGy

3 Hasil evaluasi citra pada TOR 18FG kV 66 didapatkan sensitifitas kontras rendah sebesar 0.009 sampai 0.086. sedangkan pada kV 109 didapatkan sensitifitas kontras sebesar 0.09 sampai 0.123. Hal ini menunjukkan nilai pixel pada Disc memiliki rentan yang lebih lebar pada teknik kV tinggi dibandingkan pada teknik kV standar.

4. Hasil evaluasi citra pada TOR CDR kV 66 didapatkan sensitifitas kontras rendah sebesar 0.002 sampai 0.045 dan sensitifitas kontras tinggi sebesar 0.039 sampai 0.0167. Sedangkan pada kV 109 didapatkan sensitifitas kontras rendah sebesar 0.002 sampai 0.027 dan sensitifitas kontras tinggi sebesar 0.039 sampai 0.0726. Hal ini menunjukkan sensitifitas kontras lebih besar dan lebih baik pada teknik kV tinggi dari pada teknik kV standar. 5.2 Saran

Sebelum melakukan tehnik radiografi Thorax, pemilihan penggunaan tehnik tegangan tinggi (kV) dan tehnik tegangan standar (kV) perlu dikonsultasikan/ disosialisasikan dengan radiolog atau dokter spesialis Radiologi terlebih dahulu, dan harus mempertimbangkan kemampuan dari pesawat sinar-X yang digunakan.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

BAPETEN, 2010, Pedoman Metode Uji Kesesuaian Pesaawat Sinar-X Radiodiagnostik dan Intervensional, Jakarta.

Bushberg, J.T., Seibert, J.A., Leidholdt, E.M., & Boone, J.M. (2002). The essential physics of medical imaging (second edition ed). Philadelphia, PA,UA: Lippincott Williams & Wilkins.

CR and DDR user manual. http ://www.leedstestobjects.com/ didowload pada 2 April 2013 pukul 21.30wib

DeWerd, L.A., Bartol L., & Davis, S. (n.d). Thermoluninescence dosimetry.

http://www.aapm.org/mettings/o0ss/documents/24DeWerd-TLDs.pdf

Diagnostik X-Ray Unit QC Standart in British Colombia

Dwi Seno, K.S,2008, “Workshop Tentang Batas Toleransi Pengukuran Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X,” Fisika Universitas Indonesia.

European Commission EUR 1620 EN. (1996). European Guidelines On Quality Criteria For Diagnostik Radiographic Images.

Harold Elford Johns and John Robert Cunningham. (1983). The Physics of Radiology. Springfield : Charles C Thomas.

International Atomic Energy Agency. (2004). Optimization of the radiological protection of patients undergoing radiography, fluoroscopy and computed tomography. TECDOC-1423 Vienna: IAEA.

International Atomic Energy Agency. (2007). Dosimetry in diagnostic radiology: An international code of practice. Technical Report Series No. 457, Vienna: IAEA

Philips W. Ballinger, M.S., R.T.(R). (1995), Merrill’s Atlas of Radiographic Positions and Radiologic Prosedures. Ohio : Mosby-Year Book.

Rasad, S. 2005, “ Radiologi Diagnostik”, Edisi II, Jakarta, Penerbit Gaya Baru. Seibert, J.A. etc American Association of Physicists in Medicine Report No. 93.

(2006). Acceptance Testing and Quality Control of Photostimulable Storage Phospor Imaging System.one Physics Ellipse College Park.


(55)

LAMPIRAN A

Tabel A.1 Uji Fungsi Akurasi Tegangan Pesawat Sinar-X No Tegangan

Tabung (kV) Beban Tabung (mAs) Tegangan Terukur (kVp) Dosis (mGy) HVL (mm Al) Beda Tegangan Tabung Terukur % error Status

1 40 5 40.69 0.08 1.44 0.69 0.02 OK

2 40 5 40.94 0.08 1.44 0.94 0.02 OK

3 50 5 49.55 0.15 1.81 0.45 0.01 OK

4 50 5 50.18 0.15 1.81 0.18 0.00 OK

5 60 5 59.93 0.23 2.20 0.07 0.00 OK

6 60 5 59.78 0.23 2.20 0.22 0.00 OK

7 70 5 70.49 0.31 2.58 0.49 0.01 OK

8 70 5 70.24 0.31 2.57 0.24 0.00 OK

9 81 5 81.28 0.40 2.98 0.28 0.00 OK

10 81 5 81.87 0.40 2.98 0.87 0.01 OK

11 90 5 90.32 0.49 3.30 0.32 0.00 OK

12 90 5 90.58 0.49 3.30 0.58 0.01 OK

13 109 5 103.66 0.61 3.72 1.66 0.02 OK


(56)

Tabel A.2 Uji Kedapatulangan Pesawat Sinar-X No Tegangan

Tabung (kV)

Beban Tabung (mAs)

Tegangan Terukur (kVp)

Waktu (s)

Dosis (mGy)

HVL (mm Al)

1 70 10 70.418 0.019 0.488 2.579

2 70 10 70.246 0.019 0.488 2.580

3 70 10 70.257 0.019 0.486 2.587

4 70 10 70.357 0.019 0.487 2.580

5 70 10 70.337 0.019 0.486 2.583

Rata2 70.323 0.020 0.490 2.582 Covariance 0.001 0.003 0.002 0.001

Status OK OK OK OK

Toleransi covariance=


(57)

LAMPIRAN B

Tabel B.1 Nilai kontras TOR 18 FG pada eksposi 66 kV,8 mAs, rentang 5 sampai 18

Nomor Disc Nilai Kontras

5 0.086

6 0.076

7 0.066

8 0.055

9 0.045

10 0.039

11 0.033

12 0.027

13 0.023

14 0.018

15 0.016

16 0.0135

17 0.0115

18 0.009

Tabel B.2 Nilai Kontras untuk TOR 18 FG pada 109 kV, 2.2. mAs rentang 3 sampai 18

Nomor Disc Nilai Kontras

3 0.123

4 0.108

5 0.086

6 0.076

7 0.066

8 0.055

9 0.045

10 0.039

11 0.033

12 0.027

13 0.023

14 0.018

15 0.016

16 0.0135

17 0.0115


(58)

LAMPIRAN C

Tabel C.1 Sensitifitas Kontras Rendah TOR CDR pada 66 kV, 8 mAs Nomor Disc Nilai Kontras

7 0.027

8 0.022

9 0.017

10 0.015

11 0.013

12 0.011

13 0.009

14 0.007

15 0.005

16 0.003

17 0.002

Tabel C.2 Sensitifitas Kontras Rendah TOR CDR pada 109 kV, 2.2 mAs Nomor Disc Nilai Kontras

4 0.045

5 0.039

6 0.032

7 0.027

8 0.022

9 0.017

10 0.015

11 0.013

12 0.011

13 0.009

14 0.007

15 0.005

16 0.003

17 0.002

Tabel C.3 Sensitifitas Kontras Tinggi TOR CDR pada 66 kV, 8 mAs Nomor Disc Nilai Kontras

10 0.167

11 0.128

12 0.117

13 0.088

14 0.067

15 0.061

16 0.045


(59)

Tabel C.4 Sensitifitas Kontras Tinggi TOR CDR pada 109 kV, 2.2 mAs Nomor Disc Nilai Kontras

3 0.726

4 0.573

5 0.496

6 0.360

7 0.302

8 0.238

9 0.203

10 0.167

11 0.128

12 0.117

13 0.088

14 0.067

15 0.061

16 0.045


(60)

DAFTAR PUSTAKA

BAPETEN, 2010, Pedoman Metode Uji Kesesuaian Pesaawat Sinar-X Radiodiagnostik dan Intervensional, Jakarta.

Bushberg, J.T., Seibert, J.A., Leidholdt, E.M., & Boone, J.M. (2002). The essential physics of medical imaging (second edition ed). Philadelphia, PA,UA: Lippincott Williams & Wilkins.

CR and DDR user manual. http ://www.leedstestobjects.com/ didowload pada 2 April 2013 pukul 21.30wib

DeWerd, L.A., Bartol L., & Davis, S. (n.d). Thermoluninescence dosimetry.

http://www.aapm.org/mettings/o0ss/documents/24DeWerd-TLDs.pdf

Diagnostik X-Ray Unit QC Standart in British Colombia

Dwi Seno, K.S,2008, “Workshop Tentang Batas Toleransi Pengukuran Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X,” Fisika Universitas Indonesia.

European Commission EUR 1620 EN. (1996). European Guidelines On Quality Criteria For Diagnostik Radiographic Images.

Harold Elford Johns and John Robert Cunningham. (1983). The Physics of Radiology. Springfield : Charles C Thomas.

International Atomic Energy Agency. (2004). Optimization of the radiological protection of patients undergoing radiography, fluoroscopy and computed tomography. TECDOC-1423 Vienna: IAEA.

International Atomic Energy Agency. (2007). Dosimetry in diagnostic radiology: An international code of practice. Technical Report Series No. 457, Vienna: IAEA

Philips W. Ballinger, M.S., R.T.(R). (1995), Merrill’s Atlas of Radiographic Positions and Radiologic Prosedures. Ohio : Mosby-Year Book.

Rasad, S. 2005, “ Radiologi Diagnostik”, Edisi II, Jakarta, Penerbit Gaya Baru. Seibert, J.A. etc American Association of Physicists in Medicine Report No. 93.

(2006). Acceptance Testing and Quality Control of Photostimulable Storage Phospor Imaging System.one Physics Ellipse College Park.


(61)

LAMPIRAN A

Tabel A.1 Uji Fungsi Akurasi Tegangan Pesawat Sinar-X No Tegangan

Tabung (kV) Beban Tabung (mAs) Tegangan Terukur (kVp) Dosis (mGy) HVL (mm Al) Beda Tegangan Tabung Terukur % error Status

1 40 5 40.69 0.08 1.44 0.69 0.02 OK

2 40 5 40.94 0.08 1.44 0.94 0.02 OK

3 50 5 49.55 0.15 1.81 0.45 0.01 OK

4 50 5 50.18 0.15 1.81 0.18 0.00 OK

5 60 5 59.93 0.23 2.20 0.07 0.00 OK

6 60 5 59.78 0.23 2.20 0.22 0.00 OK

7 70 5 70.49 0.31 2.58 0.49 0.01 OK

8 70 5 70.24 0.31 2.57 0.24 0.00 OK

9 81 5 81.28 0.40 2.98 0.28 0.00 OK

10 81 5 81.87 0.40 2.98 0.87 0.01 OK

11 90 5 90.32 0.49 3.30 0.32 0.00 OK

12 90 5 90.58 0.49 3.30 0.58 0.01 OK

13 109 5 103.66 0.61 3.72 1.66 0.02 OK


(62)

Tabel A.2 Uji Kedapatulangan Pesawat Sinar-X No Tegangan

Tabung (kV)

Beban Tabung (mAs)

Tegangan Terukur (kVp)

Waktu (s)

Dosis (mGy)

HVL (mm Al)

1 70 10 70.418 0.019 0.488 2.579

2 70 10 70.246 0.019 0.488 2.580

3 70 10 70.257 0.019 0.486 2.587

4 70 10 70.357 0.019 0.487 2.580

5 70 10 70.337 0.019 0.486 2.583

Rata2 70.323 0.020 0.490 2.582 Covariance 0.001 0.003 0.002 0.001

Status OK OK OK OK

Toleransi covariance=


(63)

LAMPIRAN B

Tabel B.1 Nilai kontras TOR 18 FG pada eksposi 66 kV,8 mAs, rentang 5 sampai 18

Nomor Disc Nilai Kontras

5 0.086

6 0.076

7 0.066

8 0.055

9 0.045

10 0.039

11 0.033

12 0.027

13 0.023

14 0.018

15 0.016

16 0.0135

17 0.0115

18 0.009

Tabel B.2 Nilai Kontras untuk TOR 18 FG pada 109 kV, 2.2. mAs rentang 3 sampai 18

Nomor Disc Nilai Kontras

3 0.123

4 0.108

5 0.086

6 0.076

7 0.066

8 0.055

9 0.045

10 0.039

11 0.033

12 0.027

13 0.023

14 0.018

15 0.016

16 0.0135

17 0.0115


(64)

LAMPIRAN C

Tabel C.1 Sensitifitas Kontras Rendah TOR CDR pada 66 kV, 8 mAs Nomor Disc Nilai Kontras

7 0.027

8 0.022

9 0.017

10 0.015

11 0.013

12 0.011

13 0.009

14 0.007

15 0.005

16 0.003

17 0.002

Tabel C.2 Sensitifitas Kontras Rendah TOR CDR pada 109 kV, 2.2 mAs Nomor Disc Nilai Kontras

4 0.045

5 0.039

6 0.032

7 0.027

8 0.022

9 0.017

10 0.015

11 0.013

12 0.011

13 0.009

14 0.007

15 0.005

16 0.003

17 0.002

Tabel C.3 Sensitifitas Kontras Tinggi TOR CDR pada 66 kV, 8 mAs Nomor Disc Nilai Kontras

10 0.167

11 0.128

12 0.117

13 0.088

14 0.067

15 0.061

16 0.045


(65)

Tabel C.4 Sensitifitas Kontras Tinggi TOR CDR pada 109 kV, 2.2 mAs Nomor Disc Nilai Kontras

3 0.726

4 0.573

5 0.496

6 0.360

7 0.302

8 0.238

9 0.203

10 0.167

11 0.128

12 0.117

13 0.088

14 0.067

15 0.061

16 0.045


(1)

DAFTAR PUSTAKA

BAPETEN, 2010, Pedoman Metode Uji Kesesuaian Pesaawat Sinar-X Radiodiagnostik dan Intervensional, Jakarta.

Bushberg, J.T., Seibert, J.A., Leidholdt, E.M., & Boone, J.M. (2002). The essential physics of medical imaging (second edition ed). Philadelphia, PA,UA: Lippincott Williams & Wilkins.

CR and DDR user manual. http ://www.leedstestobjects.com/ didowload pada 2 April 2013 pukul 21.30wib

DeWerd, L.A., Bartol L., & Davis, S. (n.d). Thermoluninescence dosimetry. http://www.aapm.org/mettings/o0ss/documents/24DeWerd-TLDs.pdf Diagnostik X-Ray Unit QC Standart in British Colombia

Dwi Seno, K.S,2008, “Workshop Tentang Batas Toleransi Pengukuran Uji Kesesuaian Pesawat Sinar-X,” Fisika Universitas Indonesia.

European Commission EUR 1620 EN. (1996). European Guidelines On Quality Criteria For Diagnostik Radiographic Images.

Harold Elford Johns and John Robert Cunningham. (1983). The Physics of Radiology. Springfield : Charles C Thomas.

International Atomic Energy Agency. (2004). Optimization of the radiological protection of patients undergoing radiography, fluoroscopy and computed tomography. TECDOC-1423 Vienna: IAEA.

International Atomic Energy Agency. (2007). Dosimetry in diagnostic radiology: An international code of practice. Technical Report Series No. 457, Vienna: IAEA

Philips W. Ballinger, M.S., R.T.(R). (1995), Merrill’s Atlas of Radiographic Positions and Radiologic Prosedures. Ohio : Mosby-Year Book.

Rasad, S. 2005, “ Radiologi Diagnostik”, Edisi II, Jakarta, Penerbit Gaya Baru. Seibert, J.A. etc American Association of Physicists in Medicine Report No. 93.


(2)

LAMPIRAN A

Tabel A.1 Uji Fungsi Akurasi Tegangan Pesawat Sinar-X No Tegangan

Tabung (kV)

Beban Tabung (mAs)

Tegangan Terukur (kVp)

Dosis (mGy)

HVL (mm Al)

Beda Tegangan Tabung Terukur

% error

Status

1 40 5 40.69 0.08 1.44 0.69 0.02 OK

2 40 5 40.94 0.08 1.44 0.94 0.02 OK

3 50 5 49.55 0.15 1.81 0.45 0.01 OK

4 50 5 50.18 0.15 1.81 0.18 0.00 OK

5 60 5 59.93 0.23 2.20 0.07 0.00 OK

6 60 5 59.78 0.23 2.20 0.22 0.00 OK

7 70 5 70.49 0.31 2.58 0.49 0.01 OK

8 70 5 70.24 0.31 2.57 0.24 0.00 OK

9 81 5 81.28 0.40 2.98 0.28 0.00 OK

10 81 5 81.87 0.40 2.98 0.87 0.01 OK

11 90 5 90.32 0.49 3.30 0.32 0.00 OK

12 90 5 90.58 0.49 3.30 0.58 0.01 OK

13 109 5 103.66 0.61 3.72 1.66 0.02 OK


(3)

Tabel A.2 Uji Kedapatulangan Pesawat Sinar-X No Tegangan

Tabung (kV)

Beban Tabung (mAs)

Tegangan Terukur (kVp)

Waktu (s)

Dosis (mGy)

HVL (mm Al)

1 70 10 70.418 0.019 0.488 2.579

2 70 10 70.246 0.019 0.488 2.580

3 70 10 70.257 0.019 0.486 2.587

4 70 10 70.357 0.019 0.487 2.580

5 70 10 70.337 0.019 0.486 2.583

Rata2 70.323 0.020 0.490 2.582

Covariance 0.001 0.003 0.002 0.001

Status OK OK OK OK

Toleransi covariance=


(4)

LAMPIRAN B

Tabel B.1 Nilai kontras TOR 18 FG pada eksposi 66 kV,8 mAs, rentang 5 sampai 18

Nomor Disc Nilai Kontras

5 0.086

6 0.076

7 0.066

8 0.055

9 0.045

10 0.039

11 0.033

12 0.027

13 0.023

14 0.018

15 0.016

16 0.0135

17 0.0115

18 0.009

Tabel B.2 Nilai Kontras untuk TOR 18 FG pada 109 kV, 2.2. mAs rentang 3 sampai 18

Nomor Disc Nilai Kontras

3 0.123

4 0.108

5 0.086

6 0.076

7 0.066

8 0.055

9 0.045

10 0.039

11 0.033

12 0.027

13 0.023


(5)

LAMPIRAN C

Tabel C.1 Sensitifitas Kontras Rendah TOR CDR pada 66 kV, 8 mAs Nomor Disc Nilai Kontras

7 0.027

8 0.022

9 0.017

10 0.015

11 0.013

12 0.011

13 0.009

14 0.007

15 0.005

16 0.003

17 0.002

Tabel C.2 Sensitifitas Kontras Rendah TOR CDR pada 109 kV, 2.2 mAs Nomor Disc Nilai Kontras

4 0.045

5 0.039

6 0.032

7 0.027

8 0.022

9 0.017

10 0.015

11 0.013

12 0.011

13 0.009

14 0.007

15 0.005

16 0.003

17 0.002

Tabel C.3 Sensitifitas Kontras Tinggi TOR CDR pada 66 kV, 8 mAs Nomor Disc Nilai Kontras

10 0.167

11 0.128

12 0.117


(6)

Tabel C.4 Sensitifitas Kontras Tinggi TOR CDR pada 109 kV, 2.2 mAs Nomor Disc Nilai Kontras

3 0.726

4 0.573

5 0.496

6 0.360

7 0.302

8 0.238

9 0.203

10 0.167

11 0.128

12 0.117

13 0.088

14 0.067

15 0.061

16 0.045