2.1.1.3 Novel
Novel adalah salah satu bentuk dari karya sastra. Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata yang mempunyai unsur instrinsik dan
ekstrinsik. Kata novel berasal dari bahasa Latin novellus, yang kemudian diturunkan menjadi novies, yang berarti baru. Perkataan baru ini bila dikaitan
dengan kenyataan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi yang muncul belakangan dibandingkan dengan cerita pendek dan roman Waluyo, 2002: 36.
Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Novel adalah jenis prosa yang
mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia berdasar sudut pandang pengarang, dan mengandung nilai hidup, yang
diolah dengan teknik kisahan dan ragaan Zaidan, dkk 1996: 136.
Novel dibangun dari sejumlah unsur dan setiap unsur akan saling berhubungan serta saling
menentukan, yang kesemuanya itu akan menyebabkan novel tersebut menjadi sebuah
karya sastra yang bermakna pada hidup. Unsur-unsur tersebut yaitu unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur tersebut harus dipahami dalam upaya
pengkajian karya sastra.
Waluyo 2002: 37 berpendapat bahwa ciri-ciri novel adalah 1 ada perubahan nasib pada tokoh cerita, 2 ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh
utamanya, 3 biasanya tokoh utama tidak sampai mati. Novel juga dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian.
2.2 Landasan Teori
Landasan teori yang mendasari penelitian ini adalah Teori Psikologi Sastra kemudian akan dilanjutkan dengan teori kepribadian untuk membahas unsur-
unsur humanisme dalam novel Tabula Rasa. Dengan penyatuan kedua teori ini maka unsur-unsur humanisme dalam novel Tabula Rasa akan dikaji sedetail
Universitas Sumatera Utara
mungkin. Analisis Teori Psikologi Sastra diaplikasikan dengan mengunakan teori kepribadian. Teori kepribadian memiliki fungsi deskriptif menguraikan atau
menerangkan. fungsi deskriptif ini menjadikan suatu teori kepribadian bisa mengorganisasi dan menerangkan tingkah laku atau kejadian-kejadian yang
dialami individu secara sistematis dalam Koswara, 1991: 6. Menurut Ludwig Klages dalam Suryabrata, 2008: 96 mengemukakan
bahwa ada empat aspek kepribadian itu, yaitu: 1.
Materi atau bahan stoff. 2.
Struktur struktur. 3.
Kualitas atau sifat artung. 4.
Tektonik atau bangun. Dari empat aspek kepribadian tersebut aspek struktur kepribadianlah yang akan
dijelaskan lebih lanjut dengan mengkaji unsur-unsur humanisme yang terdapat di dalamnya. Dalam uraiannya mengenai struktur ini Klages bermula dengan
memberikan pengertian tentang istilah struktur. Bila materi dipandang sebagai isi atau bahan, maka struktur dipandang sebagai sifat-sifat bentuknya atau sifat-sifat
formalnya. Berdasarkan defenisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa materi adalah bentuk atau wujudnya sedangkan struktur adalah sifat dari bentuk atau
wujud tersebut. Adapun struktur kepribadian menurut Klages yaitu:
1. Tempramen,
2. Perasaan,
3. Daya ekspresi,
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005: 1168, tempramen adalah sifat batin yang tetap mempengaruhi perbuatan, perasaan dan pikiran. Klages
membedakan tempremen menjadi dua jenis yakni sanguinis dan phlegmatis. Tempramen sanguinis lebih bersifat ekspresif dengan daya reaksi yang tinggi,
memiliki kemauan yang cukup kuat dan senantiasa bersikap aktif serta selalu mencoba menghindarkan diri dari rintangan dalam mencapai tujuan yang
diinginkan. Tempramen phlegmatis adalah kebalikan dari pada orang yang bertempramen sanguinis temponya lambat suasana hati yang depresif, daya reaksi
yang berat. Keinginan untuk selingan dan perubahan sedikit sekali dan kerapkali menunjukkan sifat-sifat yang sangat teliti dan penuh pertimbangan kesusilaan
Suryabrata, 2008: 110. Menurut Klages dalam Suryabrata, 2007: 110 dalam tiap perasaan
terdapat keinginan, Adapun keinginan tersebut yaitu keinginan menerima dan keinginan menolak. Keinginan menerima dikaitkan dengan perasaan cinta
maupun suka dan keinginan menolak dikaitkan dengan perasaan benci. Erich Fromm yakni psikoanalis humanistik memposisiskan cinta sebagai fokus utama
manusia. Lebih lanjut Erich Fromm dalam Friedman dan Miriam W. Schustack 2006: 340, mengemukakan bahwa cinta tidak mungkin ada tanpa kepribadian
yang dewasa dan produktif. Struktur kepribadian yang ketiga yaitu daya ekspresi. Dalam KBBI, 2005: 241-290 daya dapat diartikan sebagai kemapuan
untuk melakukan sesuatu atau bertindak sedangkan ekspresi adalah pengungkapan atau proses menyatakan perasaan. Berdasarkan defenisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa daya ekspresi adalah kemampuan untuk mengungkapkan perasaan. Manusia memiliki dorongan nafsu. Dorongan dorongan nafsu ini adalah
Universitas Sumatera Utara
proses jiwa yang tentunya akan muncul setelah perasaan menyukai hadir dalam diri manusia yang dewasa dan produktif seperti yang diungkapkan Friedman dan
Schustack. Lebih lanjut ketiga aspek struktur kepribadian tersebut akan dibahas pada bab pembahasan berikutnya.
2.3 Tinjauan Pustaka